Anda di halaman 1dari 53

DRAINASE TERAPAN

RENCANA TANGGAP DARURAT


Dinia Anggraheni
HP: 085643189808
Email: dinia.anggraheni@uii.ac.id

PRODI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
Tujuan dari perencanaan tanggap darurat ini
adalah untuk menetapkan skenario kondisi gawat
darurat, tingkatan dan kriterianya.

Pengelolaan kondisi darurat dapat dibagi menjadi


empat fase yaitu mitigasi, kesiapan, respon dan
memulihkan.

Kondisi darurat yang dimungkinkan terjadi


merupakan skenario yang harus ditangani dengan
segera.
PENDAHULUAN
Indonesia berlokasi di wilayah rawan terhadap
kejadian bahaya alam:
1. Bencana Geologi (Gempa, Gunung Api, Longsor,
tsunami, dan sebagainya)
2. Hidro-meteorologi (Banjir, Kekeringan, Pasang
Surut, Gelombang Besar dsb)
Seismo-Tektonik Indonesia

Eurasian Plate Pacific Plate

Earthquake data: Engdahl 1964 - 2005


India-Australian Plate

Wilayah Indonesia rawan terhadap gempabumi, baik dari jalur subduksi


maupun sesar yang ada di daratan. Jutaan masyarakat Indonesia tinggal di
daerah rawan bencana. Penataan ruang pada daerah rawan gempa sangat
berperan penting.
Jutaan Penduduk Terpapar dari Bencana
No Jenis Bahaya  Jiwa
Kab/Ko Terpapar
ta (Juta Jiwa)

1 Gempabumi 386 148,4


2 Tsunami 233 3,8
3 Erupsi 75 1,2
gunungapi
4 Banjir 315 63,7
5 Longsor 274 40,9
6 Gelombang 11,1
tinggi &
abrasi
Sumber: Penduduk Terpapar Bencana Alam (BNPB, UNFPA, BPS; 2015)
“NKRI bertanggung jawab melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dengan tujuan untuk memberikan perlindungan terhadap kehidupan
dan penghidupan termasuk perlindungan atas bencana, dalam rangka mewujudkan
kesejahteraan umum yang berlandaskan Pancasila, sebagaimana diamanatkan dalam
UUD 1945” (UU No.24/2007 tentang Penanggulangan Bencana)
Meningkatnya Trend Bencana di Indonesia (2002-2016)
2,400
2.342
• Sekitar 95% bencana
2,200
1.967
didominasi oleh bencana
1.941
2,000
1.811
1.732
hidrometeorologi seperti
1.674
1,800
1.633 banjir, longsor,
1,600
kekeringan, puting
1,400
1.246
beliung, cuaca ekstrem,
1,200 1.073

1,000
dan karhutla.
775
740
816 • Faktor penyebab adalah
800

600
599
alam dan antropogenik.
400
403
• Bencana
200
143 hidrometeorologi lebih
- banyak disebabkan oleh
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Tsunami Gempabumi dan Tsunami Gempabumi Letusan Gunungapi


faktor antropgenik
Gelombang Pasang / Abrasi Kebakaran Hutan dan Lahan Kekeringan Banjir dan Tanah Longsor dibandingkan dengan
Tanah Longsor Puting Beliung Banjir
faktor alam.

• Rata-rata kerugian dan kerusakan akibat bencana diperkirakan Rp 30 trilyun. Kerugian


ekonomi ini di luar bencana besar.
• Kerugian ekonomi akibat karhutla 2014 mencapai Rp 221 trilyun atau setara dengan 1,9%
GNP Indonesia.
• Dana cadangan penanggulangan bencana pemerintah setiap tahun Rp 4 trilyun. Jauh
dibandingkan dengans kebutuhan untuk penanganan pascabencana.
Kerusakan dan Kerugian Akibat Bencana

8
FAKTOR FAKTOR PENYEBAB BENCANA
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB BENCANA

KOMBINASI ANTARA ALAM DAN ANTROPOGENIK

1. Dampak Perubahan Iklim Global  temperatur meningkat & pola


hujan berubah  bencana hidrometeorologi meningkat, penyebaran penyakit,
gagal panen dll
2. Kependudukan  jumlah penduduk bertambah, kerentanan, urbanisasi.
3. Lemahnya Penegakan Hukum  99% penyebab karlahut dan bencana
asap adalah dibakar. Peraturan & kewenangan dimiliki tetapi lemah
implementasinya.
4. Degradasi lingkungan  konversi lahan, deforestasi.
5. Penataan ruang yang kurang memperhatikan kaidah mitigasi
bencana.
6. Masih rendahnya budaya sadar bencana.
7. Governance. 10
Saat ini Pola Curah Hujan telah Berubah
Curah hujan sudah berubah:
1. Musim hujan memiliki durasi yang lebih pendek tetapi berintensitas hujan
lebih tinggi. Akibatnya rentan terjadi banjir saat penghujan. Sebaliknya
musim kemarau lebih panjang dan hujan berkurang sehingga renan
kekeringan dan karhutla.
2. Hujan ekstrem makin meningkat dan sering terjadi.

Kondisi saat ini 1. Banjir bandang di Sulawesi


Utara pada 15-1-2014 
rainfall

curah hujan 237 mm/hari.


2. Banjir Jakarta pada:
a) 10 Feb 1996 = 300
mm/hari (Pasar Minggu)
b) 1 Feb 2007 = 340
Kondisi awal mm/hari (Ciledug)
c) 1 Feb 2008 = 317
mm/hari (Cengkareng)
Agustus Desember Mei
Batisti et al (2006)
Perubahan penggunaan lahan di Jabodetabek dari tahun 1972 hingga 2014. Terlihat perkotaan dan
permukiman (warna merah) menunjukkan peningkatan yang sangat cepat, sedangkan lahan bervegetasi
(hijau) semakin berkurang. Kondisi demikian menyebabkan wilayah Jabodetabek makin rentan dari banjir.
Laju upaya mitigasi banjir kalah cepat dibandingkan dengan laju penyebab banjir.
CIRI KHAS DAERAH BANJIR
Daerah rawan banjir memiliki ciri ciri khas sebagai berikut :
1.Daerah dengan topografi berupa cekungan dan/atau dataran
landai, dimana elevasi tanah mendekati ataudibawah muka air
laut.
2.Daerah dataran banjir alami seperti rawa dan bantaran sungai.
3.Daerah Aliran Sungai (DAS) yang melampaui batas kritis, dengan
ciri-ciri : tanah tandus, rasio debit maksimum terhadap debit
minimum sangat besar (sungai sangat kering di saat kemarau dan
sangat penuh disaat hujan).
4.Daerah dengan curah/intensitas hujan sangat tinggi.
5.Daerah dengan sistem saluran pembuangan air penuh dengan
sampah.
6.Daerah pantai yang rawan terhadap badai tropis.
7.Daerah pantai yang rawan tsunami yang bisa diakibatkan oleh
gempa tektonik dasar laut maupun gempa akibat gunung api aktif
yang terletak didasar laut seperti krakatau.
8.Daerah hilir dam terutama yang telah beroperasi cukup lama
BENCANA BANJIR DAN PENYEBABNYA
Banjir didefinisikan sebagai tergenangnya suatu tempat akibat meluapnya air
yang melebihi kapasitas pembuangan air di suatu wilayah dan menimbulkan
kerugian fisik, sosial dan ekonomi.

Sumber-sumber banjir adalah :


• Curah hujan tinggi, baik di suatu kawasan maupun di hulu sungai
• Luapan air sungai akibat tingginya curah hujan di hulu sungai
• Runtuhnya bendungan
• Naiknya air laut (pasang/rob)
• Tsunami

Selain itu, faktor kerentanan di suatu daerah juga akan mempengaruhi


terjadinya banjir. Faktor kerentanan tersebut adalah sebagai berikut:
• Prediksi yang kurang akurat mengenai volume banjir.
• Rendahnya kemampuan sistem pembuangan air.
• Turunnya kapasitas sistem pembuangan air akibat rendahnya kemampuan
pemeliharaan dan operasional.
• Deforestasi.
• Turunnya permukaan tanah akibat turunnya muka air tanah (land subsidence).
• Perubahan iklim yang diakibatkan oleh pemanasan global.
KATEGORI JENIS BANJIR

Kategori atau jenis banjir terbagi berdasarkan lokasi sumber aliran


permukaannya dan berdasarkan mekanisme
terjadinya banjir.

Berdasarkan lokasi sumber aliran permukaannya


Banjir kiriman (Banjir Bandang) : banjir yang diakibatkan oleh tingginya curah
hujan di daerah hulu sungai.
Banjir lokal : banjir yang terjadi karena volume hujan setempat yang melebihi
kapasitas pembuangan di suatu
wilayah.

Berdasarkan mekanisme terjadinya banjir


Regular flood : banjir yang diakibatkan oleh hujan.
Irregular flood : banjir yang diakibatkan oleh selain hujan, seperti tsunami, gelombang
pasang, dan hancurnya bendungan
BAHAYA SEKUNDER/GANGGUAN oleh BANJIR
1. Kesehatan masyarakat
Penyakit kulit, demam berdarah, malaria, influenza, gangguan pencernaan
seperti diare dsb merupakan penyakit yang umum terjadi pada saat banjir. Hal
ini dikarenakan air bersih untuk berbagai keperluan (minum, memasak, mandi
dan mencuci) sudah tercemar akibat banjir. Selain itu, genangan air banjir juga
menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk yang menjadi penyebab timbulnya
penyakit demam berdarah dan malaria.

2. Penyediaan air bersih


Berbagai bahan dan zat yang membawa berbagai jenis bakteri, virus, parasit dan
bahan penyakit lainya saat terjadi banjir, dapat mencemari sumur warga dan
cadangan air tanah lainnya. Oleh karenanya sumur warga dan cadangan air tanah
yang terkena banjir untuk sementara waktu tidak dapat digunakan.

3. Cadangan pangan
Di daerah pertanian, banjir dapat menyebabkan gagalnya panen, rusaknya
cadangan pangan di gudang, dan kemungkinan juga rusaknya persediaan benih.
Tergenangnya kolam akibat banjir juga dapat mengakibatkan hilangnya ikan.
Selain itu banjir juga mengakibatkan rusaknya lahan pengembangan dan
ketersediaan pakan ternak
KAJIAN RISIKO BENCANA BANJIR
Bahaya atau dalam bahasa Inggris Hazard
diartikan sebagai suatu kejadian yang memiliki potensi dapat
menimbulkan kerugian fisik dan ekonomi atau mengancam jiwa
manusia dan kesejahteraannya bila terjadi di suatu lingkungan
permukiman, budidaya atau industri.
DATA WILAYAH DALAM KAJIAN RISIKO BENCANA

BAHAYA
• Frekuensi banjir
• Tinggi permukaan tanah (topografi)
• Kemampuan tanah untuk menyerap air
• Bentangan daerah seputar sungai (kontur sekitar sungai)
• Catatan pasang surut dan gelombang laut serta kondisi
geografi (untuk wilayah pantai/pesisir)
RENTAN
Fisik seperti permukiman penduduk yang berada di dataran rendah
(topografi rendah); kondisi sungai yang dangkal, berkelok-kelok, dan
sempit; kondisi saluran drainase;
Sosial ekonomi seperti jumlah dan kepadatan penduduk, mata
pencaharian penduduk, dan kondisi perekonomian
Konsep Dasar Risiko & Bencana
R=f{HxV/C}
Ancaman Bencana
 Gempa Bumi &
tsunami  Kepanikan
 Angin puting beliung
 Korban Jiwa
 Abrasi
 Tanah longsor  Kerusakan
 Banjir / genangan  Kerugian / ekonomi
 Kekeringan
 Luka & trauma
 Gangguan
pelayanan

Kapasitas :
 Memiliki
peraturan kuat
 Memiliki  Fenomena alam menjadi bahaya, jika
Kerentanan : lembaga
 Pengetahuan  Memiliki rencana mengancam manusia dan harta benda
 Infrastruktur  Dana memadai  Bahaya akan berubah menjadi bencana, jika
 Tata guna lahan  Pemahaman yg
 EWS baik tentang
bertemu dgn kerentanan & ketidakmampuan
 Tidak ada risiko masyarakat
rencana  EWS
KAJIAN RISIKO BENCANA BERBASIS MASYARAKAT

Kajian risiko bencana banjir berbasis masyarakat


memanfaatkan mekanisme dan kemampuan warga
masyarakat yang sudah ada. Pentingnya dilakukan kajian
risiko bencana banjir berbasis masyarakat adalah karena warga
masyarakat merupakan pelaku utama dan pertama dalam
melakukan kegiatan mengurangi dampak bencana banjir dan
melakukan tanggap darurat bencana banjir.

Dalam kajian ini, perlu melibatkan aspirasi dan pendapat dari


kelompok-kelompok seperti orang tua, jompo, anak-anak, ibu-
ibu khususnya ibu hamil dimana kelompok ini merupakan
kelompok yang rawan menjadi korban bencana.
Metode dalam Melakukan Kajian Risiko Bencana Banjir
Berbasis Masyarakat

ALUR SEJARAH KEBENCANAAN, mengingat, memaparkan dan mencatat


kejadian banjir dari waktu ke waktu, mulai dari masa yang lalu sampai dengan saat ini.
Metode ini digunakan untuk memahami bagaimana bahaya dapat berubah seiring
waktu, memahami bagaimana keadaan masyarakat sekarang dengan mengetahui latar
belakang pada masa lalu, dan sebagainya
KALENDER MUSIM, adalah menggali informasi mengenai keadaan dan
permasalahan yang berulang dalam suatu kurun waktu. Kalender musim ini dapat
menggambarkan waktu, frekuensi dan durasi bencana banjir.
TRANSEK/TOWNWATCHING, metode pengamatan secara langsung
ke lapangan dengan cara berjalan menelusuri wilayah daerah rawan
bencana serta mengikuti suatu lintasan tertentu yang sudah direncanakan
sebelumnya. Selain melakukan pengamatan, dilakukan juga wawancara
dengan masyarakat sekitar lokasi rawan bencana.

Dalam twonwatching ini, informasi yang diperoleh dapat berupa jumlah


penduduk, kondisi ekonomi, kondisi bangunan atau drainase, kondisi
pemeliharaan (kerusakan) saluran air/drainase, sistem peringatan dini
banjir, jalan/jalur evakuasi, lokasi posko, pola pertolongan yang biasa
dilakukan masyarakat, lokasi ketersediaan air bersih untuk minum, mandi
dan keperluan lain, dan sebagainya. Hasil pengamatan selama menelusuri
lokasi dituangkan kedalam bagan atau gambar.
PEMETAAN, pembuatan peta di tingkat lokal (RT, RW) yang
menggambarkan keadaan wilayah beserta lingkungannya.

Dengan bersama-sama membuat peta wilayahnya, masyarakat


menjadi lebih mengenali keadaan lingkungannya serta apa saja
sarana/prasarana yang ada di lingkungan tersebut.

Dalam pemetaan ini tidak diperlukan skala/ukuran gambar, yang


diutamakan disini adalah potret daerah tersebut yang bisa
tergambarkan oleh masyarakat
Metode dalam Melakukan Kajian Risiko Bencana Banjir
secara Ilmiah

Kajian bahaya banjir secara ilmiah, memerlukan data-data seperti curah


hujan di suatu wilayah, tinggi permukaan tanah (kondisi topografi) dan
sebagainya. Masukan data ini kemudian diolah sehingga menghasilkan
peta bahaya banjir di suatu wilayah.

Selain itu, data mengenai jumlah penduduk, kondisi bangunan, jaringan


infrastruktur dan sebagainya juga diperlukan menghasilkan peta
kerentanan yang merupakan gambaran umum kondisi permukiman
penduduk, kondisi sosial ekonomi penduduk dan sebagainya.
UPAYA PENANGGULANGAN BANJIR

Mitigasi banjir adalah semua tindakan/upaya untuk mengurangi


dampak dari suatu bencana banjir. Upaya mitigasi ini biasanya
ditujukan untuk jangka waktu yang panjang.

Mitigasi Struktural
Mitigasi Non - Struktural
Baca : Ebook Banjir dan Upaya Penanggulangannya.
(PROMISE INDONESIA)
Katanya buang sampah sembarangan menimbulkan banjir. Kenapa di sungai masih banyak sampah?
Larangan saja tidak cukup
Permukiman dibangun di tebing dan lereng perbukitan yang rawan longsor.
Apakah mereka tidak tahu rawan longsor? Mengapa mereka tetap tinggal disitu?
Saat kejadian 10 tahun kemudian Saat kejadian

Aceh setelah 10 tahun tsunami 10 tahun kemudian

Mengapa permukiman dibangun


dibangun kembali di daerah rawan
Saat kejadian 10 tahun kemudian tsunami di lokasi semula?
CONTOH PENERAPAN
KONDISI TANGGAP
DARURAT PADA
PERENCANAAN DRAINASE
Tingkat dan Kriteria Kondisi Darurat Kerusakan Pompa
Tingkat 1
- Kerusakan pompa 1 atau 2 buah, kapasitas pompa turun antara 1,5 sampai 3 m3/s;
- Belum terjadi banjir, elevasi air masih stabil atau ada kenaikan bila terjadi kombinasi
intensitas hujan tinggi dan pasang tinggi

Tingkat 2
- Kerusakan pompa 3 atau 4 buah, kapasitas pompa turun dari 4,5 sampai 6 m3/s
- Elevasi air akan naik sampai pada tingkatan bahaya, khususnya bila terjadi kombinasi
intensitas hujan tinggi dan pasang laut tinggi
- Dipersiapkan pompa mobil

Tingkat 3
- Kerusakan semua pompa 6 buah, sehingga kapasitas pompa 0 m3/s
- Pompa mobil harus segera berfungsi
- Bendung dan tanggul dapat mengalami kerusakan
- Waktu untuk evakuasi penduduk perlu segera dilakukan apalagi kondisi air tinggi di Kali
Kanal Timur dan laut Jawa serta intensitas hujan masih tinggi.
Tingkat dan Kriteria Darurat Hujan Deras dan Air Pasang
Tingkat 1
- Hujan lebat dan lama
- Tinggi air pasang sedang
- Elevasi air sudah melebihi maksimum Polder Banger
- Terjadi genangan lokal yang kecil

Tingkat 2
- Hujan deras dan panjang
- Elevasi air area Polder sudah melebihi batas bahaya
- Pasang laut tinggi
- Terjadi banjir lokal dan besar

Tingkat 3
- Hujan deras dan panjang
- Elevasi air Kali Banjir Timur tinggi
- Pasang laut tinggi
- Banyak lokasi tergenang dan area banjir luas
- Kerusakan bangunan & infrastruktur di Banger Polder
Tingkat dan Kriteria Darurat Tanggul dan Bendung
Tingkat 1
- Tanggul tidak berfungsi karena terjadi pergeseran dan penurunan
- Berdasar evaluasi teknis perlu penguatan tanggul dan bendung
- Tidak terjadi genangan dan elevasi air relatif masih aman

Tingkat 2
- Kerusakan tanggul atau bendung karena terjadi pergeseran dan penurunan, dengan elevasi
air normal sehingga masih dapat berfungsi. Kerusakan lebih parah dan tidak berfungsi bila
terjadi hujan deras dan pasang tinggi.
- Ancaman untuk tanggul adalah meluapnya air. Kerusakan tanggul atau bendung terbatas
dan tidak fatal.
- Elevasi air akan naik ke tingkat tertentu yang belum berbahaya

Tingkat 3
- Terjadi kegagalan tanggul dan bendung, bagian tubuh tanggul atau bending runtuh dan
bergeser.
- Elevasi air di area Banger naik sehingga mengakibatkan berbahaya penduduk di lokasi
sistem polder.
- Bangunan, tanggul dan infrastruktur mengalami kerusakan
Tingkat Kondisi Darurat dan Kriteria
Berdasar Aliran dari Barat Area Polder

Tingkat 1
- Hujan deras dan lama
- Genangan lokal dan kecil di area barat polder

Tingkat 2
- Genangan di area barat polder > 30 cm
- Pemisah jalan sudah tergenang
- Elevasi air polder Banger lebih tinggi dari normal

Tingkat 3
- Aliran air melimpas melewati jalan pembatas (Jl.
Ronggowarsito, Jl. Sayangan, Jl. MT Haryono)

Anda mungkin juga menyukai