id
PENGARUH PENGGUNAAN AGREGAT KASAR
DAUR ULANG TERHADAP SUSUT KERING PADA
BETON MEMADAT MANDIRI
SKRIPSI
Disusun Oleh :
i
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
LEMBAR PERSETUJUAN
Disusun Oleh :
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Kata kunci: agregat kasar daur ulang, beton memadat mandiri, susut kering.
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................................. . i
HALAMAN PERSETUJUAN............................................................................... .ii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN........................................................................ iv
ABSTRAK............................................................................................................ vi
KATA PENGANTAR..........................................................................................viii
DAFTAR ISI............................................................................................................x
DAFTAR TABEL................................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................xiv
DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL.....................................................................xvi
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... xviii
x
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
xi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB 1
PENDAHULUAN
Di Indonesia, banyak bangunan tua yang terpaksa harus dibongkar karena bangunan
tersebut perlu diperbaharui, mengalami kerusakan, atau tidak layak untuk dihuni.
Hasil bongkaran tersebut biasanya hanya dibuang sehingga menjadi limbah padat
yang tidak memiliki nilai ekonomis. Disamping itu, pada saat ini beton siap pakai
(ready mix) sedang marak digunakan untuk membuat konstruksi bangunan, namun
pada penerapannya sering terjadi kelebihan supply dan sisanya terkadang dibuang di
sembarang tempat.
Solusi untuk mengatasi masalah di atas adalah dengan mendaur ulang beton hasil
pembongkaran atau sisa ready mix sebagai agregat alternatif untuk menggantikan
sebagian atau seluruh agregat alam di dalam campuran beton. Contoh reruntuhan
bangunan dan limbah beton dapat dilihat pada Gambar 1.1.
commit to user
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Setiao bangunan memiliki suatu umur layan tertentu. Setelah umur layan itu habis
biasanya sisa bangunan setelah diruntuhkan hanya dibuang atau digunakan sebagai
urugan saja. Sedangkan untuk membangun kembali bangunan baru dilakukan
penambangan untuk memperoleh material baru. Hal ini akan memberikan dampak
bagi lingkungan. Lain halnya jika sisa bangunan lama digunakan kembali untuk
diolah menjadi agregat penyusun bangunan yang baru. Tentu saja hal ini akan
menghemat pemakaian agregat alami karena agregat alam yang digunakan pada
bangunan lama dapat dimanfaatkan kembali sehingga mempunyai umur layan dua
kali lebih lama. Gambaran mengenai proses keberlanjutan material dapat dilihat pada
Gambar 1.2
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Pemanfaatan
agregat daur
ulang
MATERIAL BARU:
- kerikil
- pasir
- semen
- air
- dll
Pengunaan material daur ulang (recycle) dalam campuran beton di Indonesia masih
belum umum, kecuali banyak digunakan untuk pengurugan, lapisan pondasi jalan, dll.
Hal ini mungkin disebabkan bahan baku seperti semen dan agregat alami baik kasar
maupun halus mudah didapat. Padahal cepat atau lambat, material akan semakin
habis sehingga menyebabkan material dari tahun ke tahun akan semakin mahal.
Terutama agregat kasar atau kerikil yang hampir 78 % menjadi bahan pengisi utama
campuran beton (Astanto, 2001).
Merujuk dari beberapa pemakai agregat daur ulang di berbagai negara, penggunaan
agregat daur ulang memerlukan perhatian khusus, diantaranya adalah: sifat agregat ini
memerlukan air bebas yang lebih tinggi karena sifat penyerapan air yang lebih besar,
waktu pemadatan yang lebih lama karena plastisitasnya lebih rendah, dan sifat
permukaan agregat lebih kasar. Penyerapan air yang berlebihan berakibat
bertambahnya susut pada beton karena berkurangnya volume beton kering akibat dari
penguapan. Secara visual, agregat daur ulang dapat dilihat pada Gambar 1.3.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
SCC adalah beton yang mampu mengalir sendiri yang dapat dicetak pada bekisting
dengan tingkat penggunaan alat pemadat yang sangat sedikit atau bahkan tidak
dipadatkan sama sekali. Beton ini memanfaatkan pengaturan ukuran agregat, porsi
agregat dan admixture superplasticizer untuk mencapai kekentalan khusus yang
memungkinkan beton segar mengalir sendiri tanpa bantuan alat pemadat. Beton ini
akan mengalir sendiri dan mengisi semua ruang mengikuti prinsip grafitasi, termasuk
pada pengecoran beton dengan tulangan pembesian yang sangat rapat. Beton ini akan
mengalir ke semua celah di tempat pengecoran dengan memanfaatkan berat sendiri.
Oleh karena itu, SCC sangat cocok digunakan pada struktur bangunan dengan bentuk
bekisting yang sulit dan penulangan yang rapat.
SCC cenderung menggunakan komponen halus yang lebih besar daripada beton
biasa. Komponen halus berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran beton yang
bersifat sebagai bahan semen (pozolan) seperti abu terbang (fly ash), silika fume,
terak (blastfurnace slag), metakaolin dan lain-lain. Bahan semen yang lebih besar
akan berpotensi terjadinya deformasi yang salah satunya disebabkan oleh susut
(shrinkage). Masalah susut pada SCC perlu diperhatikan mengingat bahwa susut ini
dapat menimbulkan retakan-retakan pada struktur dalam jangka waktu yang relatif
lama dan adanya perubahan dimensi yang disebabkan penguapan air yang ada di
dalam SCC dengan jangka waktu yang cukup lama.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Di dalam penelitian ini dilakukan percobaan pemakaian agregat kasar daur ulang
sebagai material pengganti sebagian atau seluruh agregat kasar alam pada SCC.
Kinerja beton yang diamati adalah perubahan panjang atau susut beton.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, dirumuskan suatu masalah yaitu
bagaimana pengaruh penggunaan agregat kasar hasil daur ulang terhadap susut
kering (drying shrinkage) beton pada SCC.
Pembahasan penelitian ini ditekankan terhadap susut kering pada SCC menggunakan
agregat daur ulang. Batasan masalah yang digunakan adalah:
a. Agregat daur ulang yang dipakai adalah agregat kasar ukuran maksimal 20 mm
yang berasal dari pengolahan beton sisa pengujian Laboratorium Bahan dan
Bangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b. Agregat daur ulang digunakan sebagai pengganti sebagian atau seluruh agregat
kasar alam dengan persentase 0%, 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100 % dari berat
dari total agregat yang direncanakan sesuai dengan mix desain.
c. Agregat kasar alami yang dipakai adalah agregat kasar batu pecah dan agregat
bulat batu kali.
d. Lama pengujian susut adalah 60 hari.
Tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui pengaruh penggunaan agregat kasar daur
ulang sebagai pengganti agregat kasar alam terhadap susut kering pada SCC.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB 2
LANDASAN TEORI
Self Compacting Concrete (SCC) adalah beton segar yang sangat plastis dan
mudah mengalir karena berat sendirinya mengisi keseluruh cetakan yang
dikarenakan beton tersebut memiliki sifat-sifat untuk memadatkan sendiri, tanpa
adanya bantuan alat penggetar untuk pemadatan. SCC yang baik harus tetap
homogen, kohesif, tidak segregasi, tidak terjadi blocking, dan tidak bleeding.
SCC pertama kali ditemukan di Jepang pada tahun 1990-an sebagai bentuk upaya
untuk mengatasi persoalan pengecoran komponen gedung artistik dengan bentuk
geometri yang tergolong rumit apabila dilakukan pengecoran menggunakan beton
normal. Riset tentang SCC masih terus dilakukan hingga sekarang dengan banyak
aspek kajian, misalnya ketahanan, permeabilitas, dan kuat tekan. Kekuatan tekan
beton kering 120 MPa sudah dapat dicapai karena penggunaan superplasticizer
yang memungkinkan penurunan rasio air-semen (w/c) hingga nilai w/c = 0,3 atau
lebih kecil ( Juvas, 2004).
Beton SCC juga digunakan sebagai material repair. Material beton ini
meningkatkan kualitas beton repair karena dapat menghindari sebagian dari
potensi kesalahan manusia akibat manual compaction. Pemadatan yang kurang
sempurna pada saat proses pengecoran dapat mengakibatkan berkurangnya
durabilitas beton. SCC cocok untuk struktur yang sulit untuk dilakukan pemadatan
manual, misalnya karena tulangan yang sangat rapat ataupun karena bentuk
bekisting yang tidak memungkinkan untuk dilakukan pemadatan secara manual.
Selain itu, SCC bisa juga diaplikasikan untuk lantai, dinding, tunel, beton precast
dan lain-lain.
7
perpustakaan.uns.ac.id 8
digilib.uns.ac.id
halus dengan ukuran butiran maksimum (dmax ) ≤ 0,125 mm. Porsi besar bahan
pengisi ini menyebabkan campuran beton cenderung berperilaku sebagai pasta.
SCC cenderung menggunakan komponen halus yang lebih besar daripada beton
biasa. Komponen halus digunakan berfungsi sebagai bahan pengisi dalam
campuran beton yang bersifat sebagai bahan semen (pozolan) seperti abu terbang
(fly ash), silika fume, terak (blastfurnace slag), metakaolin dan lain-lain.
Pemakaian fly ash mengacu pada penelitian Sugiharto, dkk (2010) yang
menyebutkan bahwa penggunaan fly ash sampai perbandingan binder 5:5.
Penggunaan fly ash yang lebih banyak dari semen menyebabkan jumlah air yang
dibutuhkan semakin berkurang. Penelitian H.S. Peng, H.J. Chen & T. Yen
menunjukkan bahwa penggunaan efek dari penggantian fly ash terhadap semen
sebesar 10% dapat meningkatkan kuat tekan beton pada umur 28 hari, sedangkan
untuk penggantian 30% akan menurunkan kuat tekan beton pada umur 28 hari
tetapi akan menambah nilai slump karena kehalusan butirannya dan bentuk
partikelnya yang bulat, sehingga penelitian ini menggunakan fly ash sebesar 20%
dari berat powder agar nilai kuat tekan tidak terlalu turun dan dapat meningkatkan
nilai slump.
Fly ash yang ditambahkan pada campuran beton akan bereaksi dengan Ca(OH)2
yang dihasilkan dari proses hidrasi C3S dan C2S untuk menghasilkan gel CSH
baru. Pembentukan CSH baru akan dapat memperbaiki kinerja beton. Hal ini
terbukti dengan penambahan fly ash sampai 20 % dari berat semen ke campuran
beton akan meningkatkan kinerja beton (Supartono, 2005).
Penggunaan 1,5% silica fume yang digunakan berdasar penelitian Kurnia ,dkk
(2011) yang menunjukan bahwa penggunaan silica fume tersebut dapat
menghasilkan beton dengan kuat tekan 40 MPa pada umur 7 hari.
Silica fume bisa dipakai pengganti sebagian semen, untuk tujuan pengurangan dari
kadar semen, meskipun tidak ekonomis. Kedua sebagai tambahan untuk
memperbaiki sifat beton, baik beton segar maupun keras. Silica fume umumnya
dipakai bersama bahan superplasticizer.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 9
digilib.uns.ac.id
Di sisi lain, terdapat teknologi beton lain yaitu beton daur ulang. Beton daur ulang
didefinisikan sebagai rancangan campuran beton dengan menggunakan bahan
hasil dari penghancuran beton jadi yang tidak terpakai, kemudian digunakan
sebagai bahan agregat. Pemakaian agregat daur ulang memerlukan air bebas pada
adukan yang lebih tinggi karena sifat penyerapan air yang lebih besar, waktu
pemadatan yang lebih lama karena plastisitasnya lebih rendah dan sifat
permukaan agregat lebih kasar. Penyerapan air yang tinggi mengakibatkan beton
ini berpotensi untuk terjadi susut yang lebih besar.
(Ca). Hal ini dikarenakan agregat daur ulang sebelumnya merupakan beton yang
telah mengalami reaksi hidrasi, dimana unsur Si dan Ca yang terdapat pada
agregat daur ulang diperoleh dari senyawa kalsium silika hidrat (C-S-H), ettringite
(C-A-S-H), dan Ca(OH)2 pada pasta semen yang masih menempel pada agregat
alam. Oleh karena itu, unsur Ca pada agregat daur ulang lebih banyak dari pada
unsur Si. (Suharwanto, 2005)
SCC adalah beton yang mampu mengalir sendiri yang dapat dicetak pada
bekisting dengan tingkat penggunaan alat pemadat yang sangat sedikit atau
bahkan tanpa alat pemadat sama sekali. Beton ini dicampur memanfaatkan
pengaturan ukuran agregat, porsi agregat, komponen halus dan admixture
superplasticizer untuk mencapai kekentalan khusus yang memungkinkannya
mengalir sendiri. SCC merupakan penelitian yang sudah lama dilakukan di Jepang
mulai era tahun 1990-an. Dalam perkembangannya di masyarakat luas, SCC ini
menawarkan banyak keuntungan, diantaranya pengerjaan pemadatan beton di
lapangan tanpa memerlukan pekerja pemadat yang banyak dan SCC ini juga dapat
memenuhi tuntutan desainer untuk mewujudkan suatu struktur bentuk dan dengan
tulangan yang kompleks.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 11
digilib.uns.ac.id
Beton Konvensional
Gambar 2.1. Perbandingan proporsi campuran SCC dan beton konvensional
(Okamura & Ouchi, 2003)
Dari Gambar 2.1. dapat dilihat bahwa perbedaan proporsi campuran SCC dengan
campuran konvensional terletak pada jumlah agregat kasar (G) dan jumlah
powder (P) terhadap semen (C). Powder adalah semen yang dikombinasikan
dengan material pozzolan lainnya, fly ash, silica fume misalnya. Selain itu pada
SCC juga digunakan admixture berupa superplasticizers. Tidak terdapat
perbedaan yang signifikan pada jumlah air (W) dan pasir (S)
Kontak dan gesekan antar partikel agregat bertambah apabila jarak relatif antar
partikel berkurang. Kontak ini mengakibatkan meningkatnya internal stress pada
saat pencetakan beton. Riset menunjukkan bahwa energi yang dibutuhkan beton
untuk mengalir digunakan untuk mengakomodasi peningkatan internal stress
yang mengakibatkan terjadinya penggumpalan (blockage). Mengurangi jumlah
agregat kasar dari jumlah normalny akan efektif untuk menghindari terjadinya
blockage.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 12
digilib.uns.ac.id
Menurut Muntu dan Gunawan (2004) dalam Adrianto (2010), suatu campuran
beton dikatakan SCC jika memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 13
digilib.uns.ac.id
Beton agregat daur ulang adalah suatu rancangan campuran beton dengan
menggunakan bahan hasil dari penghancuran beton jadi yang tidak terpakai,
kemudian digunakan sebagai bahan agregat. Agregat hasil daur ulang ini
mempunyai karakteristik yang berbeda dengan agregat aslinya. Hal ini disebabkan
sudah adanya bahan pencampur lain yang terkandung pada butiran agregat
tersebut, yaitu lapisan mortar yang melekat pada agregat. Lapisan mortar itu
sendiri terdiri dari agregat dan pasta semen yang digunakan dalam campuran
beton sebelumnya. Oleh karena itu perlu diteliti terlebih dahulu mengenai
karakteristik agregat daur ulang itu sendiri. Adapun penelitian dari karakteristik
agregat daur ulang tersebut dimaksudkan untuk memudahkan dalam perencanaan
campuran beton.
Berdasarkan sifat-sifat yang dimiliki dari hasil penelitian didapatkan bahwa beton
daur ulang dengan agregat bekas pakai dapat digunakan sebagai beton struktural
dengan kekuatan relatif sama dengan beton normal dimana kuat tekan yang
dimiliki dapat mencapai 380 Kg/cm2 atau sekitar 98% dibanding beton normal,
pada faktor air semen 0,4 dan dapat mencapai 350 kg/cm2 atau sekitar 92%
dibanding beton normal pada faktor air semen 0,5 (Lasino, 1999)
Lasino, (1999) juga mengatakan bahwa beton dengan agregat bekas pakai
memiliki kekuatan lentur dan tarik lebih tinggi dibandingkan dengan beton
normal, dan hal ini sangat menguntungkan apabila digunakan dalam struktur
perkerasan kaku/lapisan perkerasan jalan dan lapangan terbang dimana sifat
tersebut sebagai dasar dalam perencanaannya. Beberapa alternatif penggunaan
agregat daur ulang dapat dilihat pada Gambar 2.2.
commit to user
Gambar 2.2. Median jalan dan perkerasan kaku (rigid pavement)
perpustakaan.uns.ac.id 14
digilib.uns.ac.id
Beton daur ulang dapat dipakai dalam pembuatan beton non struktural seperti
median jalan, pelat rumah minimalis, atau beton precast non struktural. Kuat
lentur beton daur ulang lebih tinggi daripada beton normal sehingga beton ini
cocok di aplikasikan sebagai bahan pembuatan perkerasan lentur (rigid pavement).
Agregat daur ulang yang dipakai pada penelitian ini berasal dari beton sisa
pengujian di Laboratorium Bahan dan Bangunan, Universitas Sebelas Maret,
Surakarta. Bentuk agregat yang dihasilkan akan berbeda dari agregat aslinya,
perbedaan tersebut dapat dilihat dari campurannya sehingga mempengaruhi
kualitas (mutu) beton dan kelecakan (workability) dari beton itu sendiri.
Beton daur ulang memadat mandiri adalah beton memadat mandiri yang
menggunakan agregat daur ulang (recycle) untuk mengganti sebagian atau seluruh
agregat alam. Hanya saja terdapat persoalan dalam upaya kombinasi penggunaan
SCC dengan agregat daur ulang. SCC memerlukan perhatian khusus dalam
pembuatannya. Beton ini sangat sensitif terhadap perubahan proporsi komposisi
bahan campuran dan kandungan air. Sedangkan agregat daur ulang memiliki sifat
lebih banyak menyerap air daripada agregat alami. Oleh karena itu, penggunaan
agregat daur ulang dalam beton memadat mandiri beresiko menambah susut
beton.
Semen portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menghaluskan
klinker yang terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolis
dengan gips sebagai bahan tambahan (PUBI-1982, dalam Tjokrodimuljo, 1996).
Fungsi semen adalah untuk merekatkan butir-butir agregat agar terjadi suatu
massa yang padat dan juga untuk mengisi rongga-rongga antar butir agregat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id
Semen portland dibuat dari batu kapur alami, bersama-sama dengan lempung,
serpih, atau ledakan-tungku terak mengandung alumina dan silika, dalam proporsi
perkiraan 60,% 19% kapur silika, alumina 8%, besi 5%, magnesium 5%, dan 3%
belerang trioksida.
2.2.4.2. Agregat
Agregat adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi
dalam campuran mortar atau beton. Agregat ini menempati sebanyak 60% - 80%
dari volume mortar atau beton, sehingga pemilihan agregat merupakan suatu
bagian penting dalam pembuatan mortar atau beton. Berdasarkan ukuran besar
butirnya, agregat yang dipakai dalam adukan beton dapat dibedakan menjadi dua
jenis, yaitu agregat halus dan agregat kasar.
a. Agregat Halus
Menurut Tjokrodimuljo (1996), agregat halus adalah agregat yang berbutir kecil
(antara 0,15 mm dan 5 mm). Dalam pemilihan agregat halus harus benar-benar
memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Karena sangat menentukan dalam
hal kemudahan pengerjaan (workability), kekuatan (strength), dan tingkat
keawetan (durability) dari beton yang dihasilkan. Pasir sebagai bahan pembentuk
mortar bersama semen dan air, berfungsi mengikat agregat kasar menjadi satu
kesatuan yang kuat dan padat.
Menurut PBI 1971 (NI-2) pasal 33, syarat-syarat agregat halus (pasir) adalah
sebagai berikut:
1) Agregat halus terdiri dari butiran-butiran tajam dan keras, bersifat kekal dalam
arti tidak pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca, seperti panas matahari dan
hujan.
2) Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% terhadap jumlah
berat agregat kering. Apabila kandungan lumpur lebih dari 5%, agregat halus
harus dicuci terlebih dahulu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 17
digilib.uns.ac.id
Keterangan:
Daerah 1 : Pasir kasar
Daerah 2 : Pasir agak kasar
Daerah 3 : Pasir agak halus
Daerah 4 : Pasir halus
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 18
digilib.uns.ac.id
Menurut PBI 1971 (NI-2) pasal 3.4 syarat-syarat agregat kasar (kerikil) adalah
sebagai berikut:
1) Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir keras dan tidak berpori. Agregat
kasar yang mengandung butir-butir pipih hanya dapat dipakai apabila jumlah
butir-butir pipih tersebut tidak melebihi 20% dari berat agregat seluruhnya.
Butir-butir agregat kasar harus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur
oleh pengaruh cuaca, seperti terik matahari dan hujan.
2) Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% yang ditentukan
terhadap berat kering. Apabila kadar lumpur melampaui 1% maka agregat
kasar harus dicuci.
3) Agregat kasar tidak boleh mengandung zat-zat yang dapat merusak beton,
seperti zat-zat yang reaktif alkali.
4) Kekerasan butir-butir agregat kasar yang diperiksa dengan bejana penguji dari
Rudelof dengan beton penguji 20 ton, yang harus memenuhi syarat-syarat:
(a) Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 9,5-19 mm lebih dari 24% berat.
(b) Tidak terjadi pembubukan
commit
sampaito19-30
user mm lebih dari 22% berat.
perpustakaan.uns.ac.id 19
digilib.uns.ac.id
Kekerasan ini dapat juga diperiksa dengan mesin Los Angeles. Dalam hal ini
tidak boleh terjadi kehilangan berat lebih dari 50%.
5) Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir yang beranekaragam besarnya dan
apabila diayak dengan susunan ayakan yang ditentukan dalam pasal 3.5 ayat 1
PBI 1971, harus memenuhi syarat sebagai berikut:
(a) Sisa diatas ayakan 31,5 mm harus 0% berat .
(b) Sisa diatas ayakan 4 mm harus berkisar antara 90% dan 98% berat.
(c) Selisih antara sisa-sisa kumulatif diatas dua ayakan yang berurutan,
maksimum 60% dan minimum 10% berat.
Batasan susunan butiran agregat kasar dapat dilihat pada Tabel 2.4.
40 95-100 100
20 30-70 95 – 100
10 10-35 22-55
Susunan untuk butiran (gradasi) yang baik akan dapat menghasilkan kepadatan
(density) maksimum dan porositas (voids) minimum. Sifat penting dari suatu
agregat (baik kasar maupun halus) ialah kekuatan hancur dan ketahanan terhadap
benturan yang dapat mempengaruhi ikatannya dengan pasta semen, porositas dan
karakteristik penyerapan air yang mempengaruhi daya tahan terhadap proses
pembekuan waktu musim dingin dan agresi kimia, serta ketahanan terhadap
penyusutan.
Secara alamiah bentuk agregat dipengaruhi oleh proses geologi batuan. Setelah
dilakukan penambangan, bentuk agregat dipengaruhi oleh teknik penambangan
yang dilakukan, dapat berupa dengan cara peledakan ataupun dengan mesin
pemecah batu. Jika dikonsolidasikan butiran yang berat akan menghasilkan
commit to user
campuran beton yang lebih baik jika dibandingkan dengan butiran yang pipih.
perpustakaan.uns.ac.id 20
digilib.uns.ac.id
Agregat Lama
Mortar Lama
Beberapa perbedaan kualitas, sifat-sifat fisik dan kimia agregat daur ulang
tersebut menyebabkan perbedaan sifat-sifat (propertis) material beton yang
dihasilkan (Suharwanto, 2005). Perbedaan yang diamati diantaranya adalah
menurunnya kuat tekan, kuat tarik, dan modulus elastisitasnya. Selain itu
kemiringan kurva hubungan tegangan-regangan uniaksial dan multiaksial menjadi
landai pada saat sebelum beban puncak dan menjadi curam setelah beban puncak.
Hal ini diakibatkan oleh lemahnya ketegaran retak dan bertambahnya jumlah
bidang temu, yang memperlemah ikatan antara agregat kasar dan mortar.
Disamping itu, hubungan tegangan-regangan puncak multi aksial juga menjadi
menurun. Perbedaan sifat-sifat material beton agregat daur ulang tersebut
mengakibatkan beberapa perbedaan persamaan yang menggambarkan hubungan
antara kuat tarik dan kuat tekan, modulus elastisitas dan kuat tekan, dan model
konstitutif tegangan-regangan beton uniaksial, tegangan-regangan puncak
multiaksial. Beberapa persamaan dan model konstitutif telah diperoleh dari hasil
studi eksperimental untuk menggambarkan perbedaan sifat-sifat dan perilaku
mekanik beton agregat daur ulang.
Perbedaan sifat-sifat dan perilaku mekanik material beton agregat daur ulang juga
berpengaruh pada kinerja dan perilaku mekanik elemen struktur yang dibentuknya
(Suharwanto, 2005). Perbedaan kinerja dan perilaku mekanik elemen struktur
tersebut diantaranya adalah kemampuan deformabilitas, nilai daktilitas, nilai
kekakuan, dan pola retak. Deformabilitas elemen struktur beton agregat daur
ulang menjadi lebih besar pada saat beban yang sama, nilai daktilitas dan
kekakuan menjadi kecil, dan pola retak menjadi lebih banyak hingga ke daerah
momen dan geser (antara perletakan dan titik beban), bila dibandingkan dengan
kinerja dan perilaku beton agregatcommit
alam. to user
perpustakaan.uns.ac.id 23
digilib.uns.ac.id
2.2.4.3. Air
Air merupakan bahan dasar pembuat dan perawatan beton, penting namun
harganya paling murah. Air diperlukan untuk bereaksi dengan semen, serta untuk
menjadi bahan pelumas antara butir-butir agregat agar mudah dikerjakan dan
dipadatkan. Air yang memenuhi syarat sebagai air minum, memenuhi syarat pula
untuk bahan campuran beton. Tetapi tidak berarti air harus memenuhi persyaratan
air minum. Jika diperoleh air dengan standar air minum, maka dapat dilakukan
pemeriksaan secara visual yang menyatakan bahwa air tidak berwarna, tidak
berbau, dan cukup jernih. Menurut Tjokrodimuljo (1996), dalam pemakaian air
untuk beton sebaiknya air memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Tidak mengandung lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2 gram/liter.
b. Tidak mengandung garam-garam yang merusak beton (asam, zat organik, dll)
lebih dari 15 gram/liter.
c. Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter.
d. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.
Menurut Tjokrodimuljo (1996) kekuatan beton dan daya tahannya berkurang jika
air mengandung kotoran. Pengaruh pada beton diantaranya pada lamanya waktu
ikatan awal serta kekuatan beton setelah mengeras. Adanya lumpur dalam air
diatas 2 gram/liter dapat mengurangi kekuatan beton. Air dapat memperlambat
ikatan awal beton sehingga beton belum mempunyai kekuatan dalam umur 2-3
hari. Sodium karbonat dan potasium dapat menyebabkan ikatan awal sangat cepat
dan konsentrasi yang besar akan mengurangi kekuatan beton.
Bahan tambah merupakan bahan selain air, agregat, semen dan perkuatan dengan
menggunakan serat yang digunakan sebagai bahan campuran semen untuk
memodifikasi sifat beton segar, waktu pengerasan, dan kinerja beton saat keras
dan ditambahkan ke dalam adukan sebelum atau selama proses pencampuran
(mixing) (ASTM C 125, 2003). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 24
digilib.uns.ac.id
b. Superplasticizer
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 25
digilib.uns.ac.id
Fly ash adalah mineral admixture yang berasal dari sisa pembakaran batu bara
yang tidak terpakai. Material ini mempunyai kadar bahan semen yang tinggi dan
mempunyai sifat pozolanik, yaitu dapat bereaksi dengan kapur bebas yang
dilepaskan semen saat proses hidrasi dan membentuk senyawa yang bersifat
mengikat pada temperatur normal dengan adanya air. Dalam fly ash terdapat 3
senyawa utama yaitu : silika (SiO2) antara 25%-60%, alumina (Al2O3) antara
10%-30 % dan ferri oksida (Fe2O3) antara 5%-25%.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 26
digilib.uns.ac.id
Menurut Himawan dan Dharma (2004), beberapa keunggulan penggunaan fly ash
antara lain:
a. Pada beton segar
1) Kehalusan dan bentuk bulat dari fly ash dapat meningkatkan workability.
2) Mengurangi terjadinya bleeding dan segregasi.
b. Pada beton keras
1) Meningkatkan kuat tekan beton setelah umur ± 52 hari.
2) Meningkatkan durabilitas beton.
3) Meningkatkan kepadatan (density beton).
4) Mengurangi terjadinya penyusutan beton.
Ketika fly ash dicampurkan ke beton, reaksi pozzolanic terjadi antara silica (SiO2)
dan kalsium hidroksida (Ca(OH)2) atau kapur yang merupakan produk hidrasi dari
semen Portland. Penambahan fly ash pada semen Portland meningkatkan
penyebaran partikel semen dan semen menjadi lebih reaktif (Dhir et al, 1986 pada
Advanced Concrete Technology, 2003) .
Reaksinya adalah sebagai berikut:
Kalsium hidroksida + silica = trikalsium silikat + air
3Ca(OH)2 + SiO2 = 3CaO · SiO2 + 3H2O ..........................................................(2.1)
kandungan senyawa silica-dioksida (SiO2) yang sangat tinggi (> 90 %), dan
ukuran butiran partikel yang sangat halus, yaitu sekitar 1/100 ukuran rata- rata
partikel semen. Bentuk dari silika fume seperti fly ash tetapi lebih kecil sekitar
seratus kali lipatnya. Gambar detail ukuran butiran partikel semen, fly ash, ultra-
fine fly ash, & silicafume di tampilkan pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6. Ukuran butiran partikel semen, fly ash, ultra-fine fly ash, & silicafume
menurut pengamatan Scanning Electronik Microscope (SEM)
Silika fume bisa dipakai pengganti sebagian semen, untuk tujuan pengurangan
dari kadar semen, meskipun tidak ekonomis. Kedua sebagai tambahan untuk
memperbaiki sifat beton, baik beton segar maupun keras. Silika fume umumnya
dipakai bersama bahan superplasticizer
Fenomena susut pada beton adalah berkurangnya volume beton akibat proses
pengeringan dan fenomena deformasi jangka panjang beton yang disebabkan oleh
adanya perubahan volume karena menguapnya air dari rongga-rongga mikro
struktural beton sebagai akibat adanya proses hidrasi selama proses pengikatan
beton.
Menurut Nawi (1998), pada dasarnya ada dua jenis susut, yaitu:
a. Susut plastis, terjadi selama beberapa jam pertama sesudah pengecoran beton
segar di cetakan.
b. Susut pengeringan, terjadi setelah beton mencapai bentuk akhirnya dan proses
hidrasi pasta semen telah selesai.
Susut kering beton terjadi setelah beton mencapai bentuk akhirnya dan proses
hidrasi pasta semen telah selesai. Susut kering beton adalah berkurangnya volume
elemen beton jika terjadi kehilangan uap air karena penguapan. Penguapan ini
menghilangkan air pori, sehingga mengakibatkan adanya tegangan kapiler yang
menyebabkan dinding-dinding kapiler tertarik dan volume beton menyusut. Beton
akan terus menerus mengalami susut kering dalam jangka panjang bahkan sampai
bertahun-tahun sampai air yang terkandung di dalam beton benar-benar habis
menguap. Menurut Nawi (1998), faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya
susut kering beton antara lain sebagai berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 29
digilib.uns.ac.id
a. Agregat. Agregat berlaku sebagai penahan susut pasta semen. Jadi, beton
dengan kandungan agregat yang semakin tinggi akan semakin berkurang
perubahan volumenya akibat susut. Lagipula, derajat ketahanan beton
ditentukan oleh sifat agregatnya, yaitu dengan modulus elastisitas yang tinggi
atau dengan permukaan yang kasar akan lebih tahan terhadap proses susut.
b. Faktor air-semen. Semakin besar faktor air-semen, akan semakin besar pula
efek susut.
c. Ukuran elemen beton. Kelajuan dan besarnya susut akan berkurang apabila
volume elemen betonnya semakin besar. Akan tetapi, terjadinya susut akan
semakin lama untuk elemen yang lebih besar karena lebih banyak waktu yang
diperlukan untuk pengeringan sampai ke bagian dalam. Sebagai contoh,
mungkin diperlukan waktu sampai satu tahun untuk tercapainya pengeringan
pada kedalaman 10 in. dari permukaan luar, dan sepuluh tahun untuk mencapai
24 in.dari permukaan luar.
d. Kondisi lingkungan. Kelembaban relatif di sekeliling beton sangat
mempengaruhi besarnya susut; laju perubahan susut semakin kecil pada
lingkungan dengan kelembaban relatif yang tinggi. Temperatur di sekeliling
juga merupakan faktor yang menentukan, yaitu susut akan tertahan pada
temperatur rendah.
e. Banyaknya penulangan. Beton bertulang lebih sedikit susutnya dibandingkan
dengan beton sederhana; perbedaan relatifnya merupakan fungsi dari
persentase tulangan.
f. Bahan tambahan pada campuran beton. Pengaruh ini sangat bervariasi,
bergantung pada bahan tambahan yang digunakan. Akselerator seperti kalsium
klorida digunakan untuk mempercepat proses pengerasan beton dan
memperbesar susut. Pozzolan juga dapat menambah susut, sedangkan bahan
tambahan superplasticizers, plasticity retarding agent, retarder adalah bahan
tambahan yang dapat meningkatkan workability campuran beton dan dapat
mengurangi pemakaian air serta penundaan panas hidrasi sehingga dapat
memperkecil susut pada beton.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 30
digilib.uns.ac.id
Suatu rasio air-semen yang rendah akan membantu mengurangi susut akibat
pengeringan dengan menjaga volume air yang dapat hilang pada suatu batas
minimum. Grafik hubungan antara susut kering dengan fas dapat dilihat pada
Gambar 2.7.
Gambar 2.7 Grafik hubungan antara susut kering dengan fas. (John Newman & Ban
Seng Choo, 2003)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 31
digilib.uns.ac.id
c. Luas permukaan dari sistem koloid pasta semen cukup luas, sehingga air yang
terserap di permukaan akan mempengaruhi keseluruhan sifat sistem koloid
tersebut. Ketika air menguap maka terjadi perubahan energi di dalam sistem
koloid silikat hidrat. Perubahan energi ini akan menyebabkan susut.
d. Ferraris dan Wittman menyatakan bahwa perubahan energi permukaan
merupakan sumber penyusutan pada kondisi kelembaban yang rendah.
e. Pada saat semen bercampur dengan air maka akan terjadi reaksi kimia, hal ini
yang disebut sebagai proses hidrasi. Proses ini menghasilkan produk hidrasi
yang berupa kalsium silikat gel (C-S-H gel) dan kalsium hidroksida. Air yang
ada dalam beton sebagian digunakan untuk proses hidrasi dan sebagian lagi
digunakan untuk mengisi pori-pori pada pasta semen. Pada saat beton mulai
mengering, air bebas pada pori yang tidak terikat secara fisik maupun kimiawi
akan keluar, tetapi tidak begitu signifikan menyebabkan perubahan volume.
Saat air bebas telah habis, air yang terikat secara fisik akan keluar, sehingga hal
inilah yang secara signifikan menyebabkan terjadinya penyusutan.
Perkiraan nilai susut kering pada masa yang akan datang sangat penting
digunakan dalam merencanakan umur dan daya tahan suatu struktur bangunan.
Sehingga perlu diadakan pengukuran nilai susut kering dalam jangka pendek.
Metode yang paling tepat digunakan untuk memprediksi nilai susut kering jangka
panjang adalah dengan mengekstrapolasi nilai ultimate shrinkage dari pengukuran
susut kering jangka pendek.
Menurut Brooks dan Neville (1970), besarnya susut kering saat beton berumur 1
tahun dapat diprediksi dari pengukuran besar susut kering beton umur 7 dan 28
hari, dengan menggunakan persamaan linier dan power. Brooks dan Neville hanya
menyusun persamaan untuk menentukan besar susut kering beton yang berumur 1
tahun.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 33
digilib.uns.ac.id
Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk memperkirakan nilai susut
kering beton. Diantaranya adalah ACI Committee 209, (Almudaiheem dan
Hansen, 1987). Kemajuan dalam perkiraan dapat dicapai dengan menggunakan
nilai susut kering yang diteliti dari pengujian jangka pendek (28 hari) untuk
memperkirakan susut kering jangka panjang. ACI Committee 209 mengusulkan
untuk memprediksi susut beton jangka panjang dari data-data jangka pendek yang
dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.2.
瘰 = .瘰 …..…… (2.2)
⼠
Dimana:
瘰 = nilai susut kering umur t (selama pengujian)
瘰 = besar ultimate shrinkage
t = umur pengujian ( hari )
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 34
digilib.uns.ac.id
Dampak yang ditimbulkan susut kering pada struktur bangunan memang tidak
terlihat secara langsung karena perkembangan penyusutan terjadi sangat lambat,
tetapi dalam jangka waktu lama akan berpotensi menyebabkan deformasi struktur.
Dampak lain yang timbul adalah terjadinya keretakan pada dinding atau pada
beton. Hal ini dikarenakan beton menjadi sangat lemah dalam menahan
peningkatan tegangan pori pada beton. Apabila perencana tidak teliti dalam
memprediksi susut kering, maka ketika kondisi struktur mengalami deformasi dan
keretakan dapat dianggap sebagai penyebabnya adalah beban yang terlalu berat
yang ditanggung oleh struktur.
Susut kering juga dapat menyebabkan keretakan pada struktur tipis seperti pada
atap beton bangunan maupun tempat penampungan air yang terbuat dari beton,
sehingga dapat menyebabkan kebocoran pada saat terjadi hujan dan kebocoran
pada tempat penampungan air. Selain itu, keretakan pada beton bertulang baik
pada kolom maupun balok yang diakibatkan oleh susut dapat berdampak
terjadinya korosi pada tulangan karena pengaruh cuaca luar yang berpotensi
menyebabkan korosi.
Pada struktur beton prategang, susut kering merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan terjadinya kehilangan kekuatan prategang. Apabila ultimate
shrinkage pada beton berkisar antara 200x10-6 s/d 600x10-6, maka kehilangan
prategang yang disebabkan oleh susut kering pada beton dengan modulus
elastisitas E = 200000 MPa, setara dengan 40 MPa s/d 120 MPa. Kehilangan
kekuatan prategang sebesar itu tentu saja mengurangi kemampuan struktur beton
prategang di dalam menahan beban. Dari penjelasan di atas, maka perlu dilakukan
perhitungan yang teliti mengenai susut kering pada beton agar dihasilkan suatu
struktur yang layak dan kuat (Nawi, 1998).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 35
digilib.uns.ac.id
Pada dasarnya, besar susut kering pada beton dapat diketahui dengan pengukuran
perubahan bentuk dari beton tersebut pada benda uji di bawah kondisi kering
tanpa dipengaruhi beban. Menurut ASTM C 596-96, susut kering adalah
perubahan panjang dari benda uji selama periode tertentu, dimana perubahan
panjang itu disebabkan bukan karena gaya eksternal melainkan akibat evaporasi.
Pada saat beton serat mengeras dan menyusut, retak yang sangat kecil akan
berkembang.
Lo
L1
L2
t0 t1 t2 waktu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB 3
METODE PENELITIAN
Pengamatan benda uji dimulai saat beton berumur satu hari hingga 60 hari. Data
yang diperoleh berupa nilai-nilai penyusutan dimensi benda uji. Dari data tersebut
dilakukan analisis untuk mengetahui pengaruh yang ditimbulkan akibat
penggunaan agregat kasar daur ulang terhadap susut kering yang terjadi.
Selanjutnya dibuat grafik hubungan antara persentase penggunaan agregat daur
ulang pada beton dengan nilai susut kering yang terjadi, sehingga dapat diketahui
seberapa besar kontribusi penggunaan agregat kasar daur ulang terhadap nilai
susut kering beton daur ulang memadat mandiri. Selain itu dilakukan analisis
untuk memperkirakan susut kering jangka panjang dengan data susut kering
jangka pendek.
Benda uji pada penelitian ini berupa balok beton dengan panjang 28 cm, tinggi 7,5
cm, dan lebar 7,5 cm. Penelitian ini terdiri dari balok SCC normal dengan agregat
batu pecah dan agregat bulat alami dan SCC agregat daur ulang. Agregat daur
ulang yang digunakan adalah beton sisa hasil pengujian dari Laboratorium Bahan
dan Bangunan UNS dengan kadar agregat daur ulang sebesar 0%, 20%, 40%,
60%, 80%, dan 100% dari jumlah agregat kasar yang digunakan. Jumlah benda uji
keseluruhan sebanyak 33 buah. Perincian benda uji dapat dilihat pada Tabel 3.1.
commit to user
dan sampel benda uji dapat dilihat pada Gambar 3.1.
36
perpustakaan.uns.ac.id 37
digilib.uns.ac.id
Keterangan:
SBPC-A0 : SCC Batu Pecah, Kadar Agregat Daur Ulang 0%
SBPC-A20 : SCC Batu Pecah, Kadar Agregat Daur Ulang 20%
SBPC-A40 : SCC Batu Pecah, Kadar Agregat Daur Ulang 40%
SBPC-A60 : SCC Batu Pecah, Kadar Agregat Daur Ulang 60%
SBPC-A80 : SCC Batu Pecah, Kadar Agregat Daur Ulang 80%
SBPC-A100 : SCC Batu Pecah, Kadar Agregat Daur Ulang 100%
SBKA-A0 : SCC Batu Kali Alami, Kadar Agregat Daur Ulang 0%,
SBKA-A20 : SCC Batu Kali Alami, Kadar Agregat Daur Ulang 20%
SBKA-A40 : SCC Batu Kali Alami, Kadar Agregat Daur Ulang 40%
SBKA-A60 : SCC Batu Kali Alami, Kadar Agregat Daur Ulang 60%
SBKA-A80 : SCC Batu Kali Alami, Kadar Agregat Daur Ulang 80%
commit to user
Gambar 3.1 Benda uji balok beton memadat mandiri
perpustakaan.uns.ac.id 38
digilib.uns.ac.id
3.3. Alat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 39
digilib.uns.ac.id
3.4. Bahan
Secara keseluruhan, tahapan penelitian dapat dilihat secara skematis dalam bentuk
bagan alir pada Gambar 3.2.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 41
digilib.uns.ac.id
Mulai
Studi literatur
TAHAP I
Persiapan alat dan bahan
Tidak Agregat
memenuhi
syarat
ya
Kajian mix design SCC
TAHAP III (Penentuan komposisi pasir, agregat kasar, semen, air, fly ash,
superplasticizer)
Pengujian utama
TAHAP V Uji susut kering :
- Perubahan panjang benda uji
- Selisih perubahan panjang benda uji
Selesai
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 42
digilib.uns.ac.id
Pengujian bahan dasar beton sangat penting, hal ini untuk mengetahui kelayakan
karakteristik bahan penyusun beton yang nantinya dipakai dalam mix design
terhadap satu target tertentu. Pengujian bahan dasar beton dilakukan terhadap
agregat halus, agregat kasar batu pecah, batu bulat dan daur ulang.
Perancangan campuran SCC yang tepat dan sesuai dengan proporsi campuran
adukan beton tersebut sangat diperlukan untuk mendapatkan kualitas workability,
flowability, dan passingability yang baik. Dalam mix design ini, direncanakan
tujuh campuran beton memadat mandiri dengan perbedaan berdasarkan
perbandingan agregat kasar dengan agregat halus, kadar fly ash, dan w/b. Tahap
awal dalam perencanaan campuran beton memadat mandiri adalah menentukan
volume agregat sebesar 60% dari volume total beton. Volume agregat tersebut,
dibuat perbandingan antara agregat kasar dengan agregat halus sesuai dengan
perencanaan yang ada.
Dalam penelitian ini direncanakan kuat tekan beton rencana sebesar 50 MPa yang
direncanakan berdasarkan penggunaan agreagat kasar alami batu pecah.
Perencanaan ini didapatkan melalui beberapa percobaan (trial mix).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 43
digilib.uns.ac.id
Proses pembuatan benda uji dapat dilihat pada Gambar 3.3.(a,b,c, dan d)
a. Pencampuran bahan SCC agregat daur ulang b. Proses penuangan beton segar ke alat cetak
c. Hasil penuangan beton segar ke alat cetak d. Pelepasan benda uji dari alat cetak
Gambar 3.3commit to user benda uji
Proses pembuatan
perpustakaan.uns.ac.id 44
digilib.uns.ac.id
Pengujian susut kering (drying shrinkage) dilakukan pada benda uji prisma segi
empat dan terdapat tiga jenis benda uji untuk tiap variasi dengan rentang waktu
pengamatan 1 hingga 60 hari yang dimaksudkan untuk mendapatkan data tentang
perilaku susut kering benda uji. Pengukuran susut pada benda uji menggunakan
alat demountable mechanical strain gauge (demec gauge). Langkah-langkah
pengujian drying shrinkage beton adalah sebagai berikut:
a. Benda uji umur 1 hari dikeluarkan dari cetakan.
b. Sebelum dilakukan pengujian, benda uji ditimbang dan dilakukan pengukuran
diameter dan tingginya.
c. Setting alat Demountable Mechanical Strain Gauge, meliputi:
1) Perletakan benda uji
2) Demec point
3) Bar reference
4) Demec gauge
Setting pengujian dan alat uji susut kering dapat dilihat pada Gambar 3.4.
c. Demec point yang berupa butiran berbentuk silinder terbuka di kedua sisinya
dan berdiameter 3 mm, ditempelkan dengan lem tepat di atas titik-titik.
d. Setelah proses pemasangan selesai, benda uji didiamkan selama kira-kira 4
jam sampai lem mengeras sehingga posisi demec point stabil.
e. Meletakkan demec gauge tepat di atas demec point.
f. Mengatur dial gauge yang terdapat pada demountable mechanical strain
gauge dan jarum disetel pada posisi angka nol.
g. Kemudian pengujian siap dilakukan dengan membaca dan mencatat
perubahan jarum pada angka yang ditunjukkan oleh dial gauge.
Pengukuran susut kering dengan demec gauge dapat dilihat pada Gambar 3.5
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB 4
HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan disajikan hasil penelitian dan pembahasan terhadap hasil yang
diperoleh. Sedangkan data rinci hasil pemeriksaan bahan dasar dan penyusun
beton disajikan dalam Lampiran A.
Pengujian terhadap agregat halus yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi
pengujian kadar lumpur, kandungan zat organik, specific gravity, gradasi agregat
dan berat jenis. Hasil-hasil pengujian tersebut disajikan dalam Tabel 4.1.
Untuk hasil pengujian gradasi agregat halus dan syarat batas dari ASTM C-33
dapat dilihat pada Tabel 4.2. dan Gambar 4.1.
commit to user
46
perpustakaan.uns.ac.id 47
digilib.uns.ac.id
Dari Tabel 4.2 didapat kurva gradasi dan batas gradasi sesuai disyaratkan ASTM
C-33 yang ditunjukkan dalam Gambar 4.1.
100
90
80 batas atas
% Lolos ayakan
70
60
batas
50 bawah
40
%kumulatif
30 lolos
20
10
0
0 1 2 3 4
Ukuran 5
saringan 6
(mm) 7 8 9 10
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 48
digilib.uns.ac.id
Pengujian terhadap agregat kasar split (batu pecah) yang dilaksanakan dalam
penelitian ini meliputi pengujian berat jenis (specific gravity), keausan (abrasi)
dan gradasi agregat kasar. Hasil-hasil pengujian tersebut disajikan dalam Tabel
4.3, sedangkan Tabel 4.4 menyajikan hasil analisis ayakan terhadap sampel
agregat kasar sehingga dapat diketahui gradasinya. Data hasil pengujian secara
lengkap disajikan dalam Lampiran A.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 49
digilib.uns.ac.id
Dari Tabel 4.4 didapat kurva gradasi dan batas gradasi sesuai disyaratkan ASTM
C-33 yang ditunjukkan dalam Gambar 4.2.
Agregat kasar batu pecah memiliki tekstur dan kualitas lebih baik bila
dibandingkan agregat kasar daur ulang dari limbah beton. Secara visual agregat
kasar batu pecah dapat dilihat pada Gambar 4.3.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 50
digilib.uns.ac.id
Pengujian terhadap agregat kasar batu bulat yang dilaksanakan dalam penelitian
ini meliputi pengujian berat jenis (specific gravity), keausan (abrasi) dan gradasi
agregat kasar. Hasil-hasil pengujian tersebut disajikan dalam Tabel 4.5, sedangkan
Tabel 4.6 menyajikan hasil pengujian analisis ayakan terhadap sampel agregat
kasar batu bulat sehingga dapat diketahui gradasinya. Data hasil pengujian secara
lengkap disajikan dalam Lampiran A.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 51
digilib.uns.ac.id
Dari Tabel 4.4 didapat kurva gradasi dan batas gradasi sesuai disyaratkan ASTM
C-33 yang ditunjukkan dalam Gambar 4.4.
Agregat kasar batu bulat diperoleh dari penambangan batu kali di daerah
Karanganyar. Secara visual batu bulat memiliki pori-pori yang banyak dan lebih
besar dari pada batu pecah. Sehingga agregat batu bulat lebih porous dan
absorbsinya besar. Batu bulat memiliki sifat lebih rapuh dari pada agregat batu
pecah, hal ini dimungkinkan karena batu bulat bercampur dengan batu padas(clay)
dari sungai. Agregat kasar batu bulat dapat dilihat pada Gambar 4.5.
commit to user
Gambar 4.5. Agregat kasar batu bulat
perpustakaan.uns.ac.id 52
digilib.uns.ac.id
Pengujian terhadap agregat kasar daur ulang yang dilaksanakan dalam penelitian
ini meliputi pengujian berat jenis (specific gravity), keausan (abrasi) dan gradasi
agregat kasar. Hasil-hasil pengujian tersebut disajikan dalam Tabel 4.5, sedangkan
Tabel 4.6 menyajikan hasil pengujian analisis ayakan terhadap sampel agregat
kasar daur ulang sehingga dapat diketahui gradasinya. Data hasil pengujian secara
lengkap disajikan dalam lampiran A.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 53
digilib.uns.ac.id
Dari Tabel 4.4 didapat kurva gradasi dan batas gradasi sesuai disyaratkan ASTM
C-33 yang ditunjukkan dalam Gambar 4.6.
Agregat kasar daur ulang diperoleh dari pemecahan limbah beton sehingga
memiliki kualitas lebih rendah bila dibandingkan agregat normal. Agregat kasar
daur ulang tampak lebih porous karena adanya retak mikro akibat proses
pembuatannya dan adanya lekatan pasta semen yang masih menempel pada
agregatnya bila dibandingkan agregat normal. Secara visual agregat kasar daur
ulang dapat dilihat pada Gambar 4.7.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 54
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.9. Proporsi campuran adukan beton untuk setiap variasi per 1 m3 beton.
Agregat Agregat Silica Superplas
Nama Pasir Semen Fly ash Air
No Jenis agregat kasar daur ulang fume tizicer
Sampel
kg kg kg kg kg kg kg kg
1 APD Batu pecah
25.7 - 40 33.049 8.262 0.496 10.885 0.620
2 ABD Batu bulat
3 APD20 Batu pecah
20.56 5.1 40 33.049 8.262 0.496 10.885 0.620
4 ABD20 Batu bulat
5 APD40 Batu pecah
15.42 10.28 40 33.049 8.262 0.496 10.885 0.620
6 ABD40 Batu bulat
7 APD60 Batu pecah
10.28 15.42 40 33.049 8.262 0.496 10.885 0.620
8 ABD60 Batu bulat
9 APD80 Batu pecah
5.1 20.56 40 33.049 8.262 0.496 10.885 0.620
10 ABD80 Batu bulat
11 AD100 Daur ulang - 25.7 40 33.049 8.262 0.496 10.885 0.620
Tabel 4.10. Proporsi campuran adukan beton untuk setiap variasi tiap 1 kali
adukan.
Agregat Agregat Silica Superplasti
Nama Pasir Semen Fly ash Air
No Jenis agregat kasar daur ulang fume zicer
Sampel
kg kg kg kg kg kg kg kg
1 APD Batu pecah
514.0 - 800 660.984 165.246 9.915 217.705 12.393
2 ABD Batu bulat
3 APD20 Batu pecah
411.2 102.8 800 660.984 165.246 9.915 217.705 12.393
4 ABD20 Batu bulat
5 APD40 Batu pecah
308.4 205.6 800 660.984 165.246 9.915 217.705 12.393
6 ABD40 Batu bulat
7 APD60 Batu pecah
205.6 308.4 800 660.984 165.246 9.915 217.705 12.393
8 ABD60 Batu bulat
9 APD80 Batu pecah
102.8 411.2 800 660.984 165.246 9.915 217.705 12.393
10 ABD80 Batu bulat
11 AD100 Daur ulang -0 514 800 660.984 165.246 9.915 217.705 12.393
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 55
digilib.uns.ac.id
4.3. Hasil Pengujian Beton Segar dan Kuat Tekan Beton Memadat
Mandiri
Hasil pengujian beton segar meliputi: slump flow, J-ring, V-funnel, L-Box, dan U-box.
Hasil pengujian slump flow dan J-ring dari masing-masing variasi campuran beton
memadat mandiri dapat dilihat pada Tabel 4.11. Sedangkan hasil kuat tekan dapat
dilihat pada Tabel 4.12. Hasil pengujian beton segar dan kuat tekan beton selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran C.
Tabel 4.11. Nilai slump flow dan J-ring dari berbagai variasi pemakaian daur ulang.
Slump Flow J-Ring
Agregat
Agregat
Sampel Normal
daur t50 D1 D2 D v t50 D1 D2 D h v
ulang
detik cm cm cm mm/s detik cm cm cm cm mm/s
SBPC-A0 100% 0% 5.69 76 76 76 133.57 12.92 67.00 72.00 69.50 5.00 53.79
SBPC-A20 80% 20% 5.94 76 76 76 127.95 22.00 66.00 64.00 65.00 5.00 29.55
SBPC-A40 60% 40% 10.4 74 73 73.5 70.67 46.77 66.00 63.00 64.50 3.50 13.79
SBPC-A60 40% 60% 14.5 73 75 74 51.03 42.00 64.00 65.00 64.50 3.00 15.36
SBPC-A80 20% 80% 15.77 69 77 73 46.29 65.00 64.00 65.00 64.50 2.00 9.92
SBPC-A100 0% 100% 16.5 67 68 67.5 40.91 72.85 58.00 57.00 57.50 1.50 7.89
SBB-A0 100% 0% 7.4 75 74 74.5 100.68 13.46 73.00 72.00 72.50 3.25 53.86
SBB-A20 80% 20% 9.7 74 73 73.5 75.77 25.80 74.00 69.00 71.50 3.00 27.71
SBB-A40 60% 40% 13.4 68 70 69 51.49 49.60 60.00 62.00 61.00 2.50 12.30
SBB-A60 40% 60% 17.61 68 68 68 38.61 242.85 45.00 47.00 46.00 3.50 1.89
SBB-A80 20% 80% 19.07 69 64 66.5 34.87 72.68 58.00 54.00 56.00 2.50 7.71
Sumber : Novi Andi (2011)
Tabel 4.12. Hasil pengujian kuat tekan dari berbagai variasi pemakaian daur ulang.
Sampel Agregat Normal Agregat daur ulang Berat jenis (kg/m3) Kuat tekan (MPa)
Susut kering beton diukur pada saat beton berumur 1 hingga 60 hari dengan
menggunakan alat Demountable Mechanical Strain Gauge (dial gauge) yang memakai
standar ASTM C157. Susut kering beton didapat dari perhitungan antara selisih
perubahan panjang dibagi panjang mula-mula. Berikut contoh perhitungan drying
shrinkage pada beton:
Perhitungan nilai susut pada hari ke-62 untuk SCC agregat batu pecah kadar agregat
daur ulang 0%:
Diketahui dari data sebelumnya L0a1 = 654,8 µm
Tabel 4.13 Data pengukuran susut pada benda uji SCC agregat batu pecah kadar agregat
daur ulang 0%.
Sampel A Sampel B Sampel C
Pengujian
a1 a2 a3 a4 b1 b2 b3 b4 c1 c2 c3 c4
Pengukuran 1 808 852 994 845 823 796 836 840 849 843 827 833
Pengukuran 2 809 855 995 841 825 783 834 843 855 847 831 829
Pengukuran 3 805 848 991 836 820 786 836 844 847 851 838 841
Pengukuran 4 801 851 988 839 822 789 833 844 841 855 839 843
Pengukuran 5 808 853 994 842 825 787 832 843 849 849 841 835
Jumlah 4031 4259 4962 4203 4115 3941 4171 4214 4241 4245 4176 4181
Rata-rata 806.2 851.8 992.4 840.6 823 788.2 834.2 842.8 848.2 849 835.2 836.2
Perubahan
panjang 151.4 130.6 276.8 164.6 149.2 119 346.4 184 333 337.8 129 135
Shrinkage 757 653 1384 823 746 595 1732 920 1665 1689 645 675
Rata-rata
shrinkage 904.25 998.25 1168.5
DL 151,4 x10 -3 mm
e sh (1) = = x10 - 6 = 757 microstrain
L0 200mm
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 57
digilib.uns.ac.id
Dari susut sisi a1, a2, a3, dan a4 maka didapat susut rata-rata sampel A:
Hasil perhitungan susut kering pada setiap umur pengeringan ditampilkan pada Tabel
4.14, sedangkan hasil perhitungan selengkapnya terdapat pada Lampiran D.
Tabel 4.14. Hasil perhitungan susut kering SCC agregat batu pecah.
1 2 5 8 13 20 28 34 43 54 62
Agg. daur Hari ke-
ulang 0% 0 107.5 170.2 237.4 347.1 454.7 539.9 663.7 829.8 978.2 1023.7
Susut Kering
(microstrain)
1 2 6 13 15 21 27 30 49 55 62
Agg. daur Hari ke-
ulang 20% 0 109.0 249.5 375.3 428.2 485.2 586.1 654.3 930.4 1017.2 1084.4
Susut Kering
(microstrain)
1 2 7 10 17 24 30 36 49 58 63
Agg. daur Hari ke-
ulang 40% 0 122.4 381.7 500.4 553.9 638.7 732.2 815.6 1049.5 1130.1 1219.8
Susut Kering
(microstrain)
1 2 3 6 9 16 29 35 42 49 56 63
Agg. daur Hari ke-
ulang 60% 0 136.3 248.3 438.6 507.0 554.1 716.8 828.7 952.4 1070.5 1158.4 1249.2
Susut Kering
(microstrain)
1 2 5 8 20 22 34 41 48 55 62
Agg. daur Hari ke-
ulang 80% 0 167.8 487.7 557.0 687.8 725.2 976.1 1098.8 1188.2 1231.8 1308.9
Susut Kering
(microstrain)
1 4 6 8 12 19 22 34 40 54 61
Agg. daur
Hari ke-
ulang
0 357 442.8 562.6 728.6 791.1 897.1 1090.3 1205.8 1368.7 1405.3
100% Susut Kering
(microstrain)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 58
digilib.uns.ac.id
Kurva hubungan susut kering dengan umur pengeringan pada SCC agregat batu pecah
ditampilkan dalam Gambar 4.8. sebagai berikut:
Gambar 4.8. Kurva hubungan susut kering dengan umur pengeringan pada variasi penggunaan
kadar agregat batu pecah dan daur ulang.
Besarnya susut kering pada umur 60 hari pengeringan dapat dicari dengan metode
interpolasi dari data hasil pengujian. Besarnya susut kering pada benda uji SCC agregat
batu pecah pada umur 60 hari ditampilkan pada Gambar 4.9.
Gambar 4.9. Nilai susut kering pada SCC agregat batu pecah pada umur pengeringan 60 hari.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 59
digilib.uns.ac.id
Analisa dilakukan dengan pengukuran secara langsung terhadap sampel benda uji. Hasil
pengukuran kemudian dilakukan perhitungan dan disajikan dalam Tabel 4.14 yang
kemudian dibuat kurva hubungan susut kering dan waktu pengeringan untuk
mengetahui pengaruh penggunaan agregat daur ulang.
Gambar 4.8 & 4.9 menunjukan bahwa pemakaian agregat daur ulang dalam beton
memadat mandiri menggunakan agregat batu pecah menyebabkan meningkatnya susut
kering beton. Dari Gambar 4.9, nilai susut kering yang terjadi pada saat benda uji
berumur 60 hari pada persentase penggantian agregat alami batu pecah dengan agregat
daur ulang sebesar 0%;20%;40%;60%;80%; dan 100% berturut-turut adalah 1012,29µs;
1065,20µs; 1165,95µs; 1210,27 µs; 1286,87µs; dan 1400,10µs. Sedangkan persentase
peningkatan susut kering pada umur 60 hari pada benda uji dengan persentase
penggantian agregat alami dengan agregat daur ulang sebesar 0%;20%;40%; 60%;80%;
dan 100% berturut-turut adalah 0%;5,23%;15,18%;19,56%;27,12%; dan 38,31%.
Dari data tersebut terlihat bahwa benda uji yang menggunakan agregat kasar daur ulang
sebesar 100% memiliki nilai susut kering tertinggi dibandingkan dengan variasi yang
lain. Besarnya nilai susut kering yang terjadi pada benda uji agregat daur ulang 100%
mencapai 1400,10µs pada umur 60 hari seperti yang terlihat pada kurva di atas. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa nilai susut kering semakin besar seiring bertambahnya
penggunaan agregat daur ulang sebagai pengganti agregat kasar normal batu pecah.
Dari Gambar 4.8. terlihat pada umur awal beton, semakin besar persentase penggantian
agregat alami dengan agregat daur ulang maka semakin besar pula susut kering yang
terjadi. Tercatat dalam ±10 hari awal umur pengeringan, terjadi peningkatan nilai susut
kering yang cukup signifikan. Dari umur awal pengeringan sampai umur 60 hari
pengeringan dapat diketahui bahwa semakin besar persentase penggunaan agregat daur
ulang, semakin besar nilai susut kering yang terjadi.
Peningkatan nilai susut kering tersebut disebabkan karena sifat mekanik pada agregat
daur ulang. Permukaan agregat daur ulang
commit
yangtoterselimuti
user oleh mortar mengakibatkan
perpustakaan.uns.ac.id 60
digilib.uns.ac.id
bidang temu (interface) menjadi lebih besar. Keadaan seperti ini mempermudah
keluarnya kandungan air dalam agregat sehingga pada saat umur awal beton, proses
penyusutan menjadi lebih cepat bila dibandingkan dengan agregat normal. Kandungan
mortar dalam agregat daur ulang juga mengurangi fungsi agregat kasar yang mampu
mengurangi terjadinya susut beton.
Disamping itu, Suharwanto, 2005 mengatakan bahwa pada agregat daur ulang terdapat
retak mikro, dimana retak tersebut dapat ditimbulkan oleh tumbukan mesin pemecah
batu (stone crusher) pada saat proses produksi agregat daur ulang. Retak tersebut
tertahan oleh kekangan mortar yang menyelimuti agregat alam. Keberadaan retak mikro
tersebut mengakibatkan sifat agregat ini memerlukan air bebas yang lebih tinggi karena
sifat penyerapan air yang lebih besar. Hal ini dibuktikan dengan hasil pengujian absorsi
agregat yang terdapat pada Tabel 4.3.& 4.7 yaitu absorsi agregat daur ulang sebesar
5,6% sedangkan agregat batu pecah memiliki absorsi sebesar 1,83%.
Susut kering beton diukur pada saat beton berumur 1 hingga 60 hari dengan
menggunakan alat Demountable Mechanical Strain Gauge (dial gauge) yang memakai
standar ASTM C157. Data hasil pengukuran susut kering agregat batu bulat ditampilkan
dalam Tabel 4.15. Data pengujian selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran D.
Tabel 4.15. Hasil perhitungan susut kering SCC agregat batu bulat
1 6 13 15 21 27 30 41 56 62
Agg. daur ulang Hari ke-
0% 0 209.5 267.3 303.5 508.9 639.1 691.9 819.8 1034.1 1112.8
Susut Kering
(microstrain)
1 4 7 12 19 21 27 33 36 47 61
Agg. daur ulang Hari ke-
20% 0 119.5 327.4 463.9 523.0 571.5 704.1 813.7 858.9 1017.1 1144.4
Susut Kering
(microstrain)
1 7 9 15 21 24 35 49 56 63
Agg. daur ulang Hari ke-
40% 0 343.5 436.6 621.7 742.7 773.7 896.2 1097.5 1198.4 1258.1
Susut Kering
(microstrain)
1 4 9 15 18 29 43 49 56 63
Agg. daur ulang Hari ke-
60% 0 182.7 535.5 766.2 791.3 868.1 1124.8 1170.3 1266.7 1306.8
Susut Kering
(microstrain)
1 6 8 12 15 26 40 47 54 61
Agg. daur ulang Hari ke-
80% 0 372.5 509.3 725.9 789.2 930.0 1164.1 1276.2 1318.5 1368.2
Susut Kering
(microstrain) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 61
digilib.uns.ac.id
Kurva hubungan susut kering dengan umur pengeringan pada SCC agregat batu bulat
ditampilkan dalam Gambar 4.10. sebagai berikut:
Gambar 4.10. Kurva hubungan susut kering dengan umur pengeringan pada variasi
penggunaan kadar agregat batu bulat dan daur ulang.
Besarnya susut kering pada umur 60 hari pengeringan dapat dicari dengan metode
interpolasi dari data hasil pengujian. Besarnya susut kering pada benda uji SCC agregat
batu bulat pada umur 60 hari ditampilkan pada Gambar 4.11.
commit to user
Gambar 4.11. Nilai susut kering pada SCC agregat batu bulat pada umur pengeringan 60 hari.
perpustakaan.uns.ac.id 62
digilib.uns.ac.id
Analisa dilakukan dengan pengukuran secara langsung terhadap sampel benda uji. Hasil
pengukuran kemudian dilakukan perhitungan dan disajikan dalam Tabel 4.15 yang
kemudian dibuat kurva hubungan susut kering dan waktu pengeringan untuk
mengetahui pengaruh penggunaan agregat daur ulang.
Gambar 4.10 & 4.11 menunjukan bahwa pemakaian agregat daur ulang dalam beton
memadat mandiri menggunakan agregat batu bulat menyebabkan meningkatnya susut
kering beton. Dari Gambar 4.11., nilai susut kering yang terjadi pada saat benda uji
berumur 60 hari pada persentase penggantian agregat alami batu bulat dengan agregat
daur ulang sebesar 0%;20%;40%;60%;80%; dan 100% berturut-turut adalah 1086,58µs;
1135,32µs; 1232,51µs; 1289,62µs; 1361,08µs; dan 1400,10µs. Persentase peningkatan
susut kering pada umur 60 hari pengeringan pada benda uji dengan persentase
penggantian agregat alami batu bulat dengan agregat daur ulang sebesar
0%;20%;40%;60%;80%; dan 100% berturut-turut adalah 0%;4,49%;13,43%;18,69%;
25,26%; dan 28,85%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai susut kering
semakin besar seiring bertambahnya penggunaan agregat daur ulang sebagai pengganti
agregat kasar normal batu bulat.
Dari Gambar 4.10. terlihat pada umur awal beton, semakin besar persentase penggantian
agregat alami batu bulat dengan agregat daur ulang maka semakin besar pula susut
kering yang terjadi. Tercatat dalam ±15 hari awal umur pengeringan, terjadi
peningkatan nilai susut kering yang cukup signifikan. Dari umur awal pengeringan
sampai umur 60 hari pengeringan dapat diketahui bahwa semakin besar persentase
agregat daur ulang, semakin besar nilai susut kering yang terjadi.
Peningkatan nilai susut kering tersebut disebabkan karena sifat mekanik pada agregat
daur ulang. Permukaan agregat daur ulang yang terselimuti oleh mortar mengakibatkan
bidang temu (interface) menjadi lebih besar. Keadaan seperti ini mempermudah
keluarnya kandungan air dalam agregat sehingga pada saat umur awal beton proses
penyusutan menjadi lebih cepat bila dibandingkan dengan agregat alami.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 63
digilib.uns.ac.id
Hasil pengujian absorsi agregat yang terdapat pada Tabel 4.5.& 4.7 memperlihatkan
bahwa nilai absorsi untuk agregat daur ulang sebesar 5,6% sedangkan agregat batu
bulat memiliki absorsi sebesar 3,23%. Nilai absorsi agregat daur ulang yang besar
menunjukkan tingkat penyerapan air bebas yang tinggi dalam agregat yang nantinya
pada saat beton mengering, air dalam agregat akan menguap karena proses hidrasi
sehingga mengakibatkan bertambahnya susut beton.
Perbandingan hasil pengujian susut kering untuk setiap variasi penggunaan agregat daur
ulang pada beton memadat mandiri menggunakan agregat batu pecah dan batu bulat
dapat dilihat pada Gambar 4.12.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 64
digilib.uns.ac.id
c. Kadar agregat daur ulang 40% a. Kadar agregat daur ulang 60%
Gambar 4.12. Perbandingan nilai susut kering pada benda uji agregat batu pecah
(SBPC) dengan batu bulat (SBB) dengan menggunakan demec gauge
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 65
digilib.uns.ac.id
Besarnya susut kering untuk semua variasi pada umur 60 hari pengeringan dapat dicari
dengan metode interpolasi dari data hasil pengujian. Besarnya susut kering benda uji
SCC agregat batu pecah dan batu bulat pada umur 60 hari ditampilkan pada Gambar
4.13.
Gambar 4.13. Perbandingan nilai susut kering pada benda uji agregat batu pecah & batu bulat
pada 60 hari umur pengeringan.
Dari pengamatan pada Gambar 4.12, secara keseluruhan nampak bahwa pemakaian
jenis agregat normal yang berbeda (agregat batu pecah dan batu bulat) ternyata juga
mengakibatkan hasil penyusutan yang berbeda pula. Pada saat beton berumur ≤ 10 hari,
beton dengan agregat batu pecah terjadi proses penyusutan yang lebih besar daripada
beton dengan agregat batu bulat. Sedangkan setelah beton berumur ≥ 10 hari, susut
kering beton dengan agregat batu bulat cenderung naik dan melebihi susut beton dengan
agregat batu pecah. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 66
digilib.uns.ac.id
Bentuk agregat batu pecah yang agak pipih dan permukaan yang lebih luas
mengakibatkan bidang temu (interface) menjadi lebih besar. Sedangkan agregat bulat
yang mempunyai bentuk bulat serta permukaan yang halus mengakibatkan bidang temu
yang lebih kecil dibandingkan dengan agregat batu pecah. Secara fisik, kenampakan
permukaan agregat ditampilkan pada Gambar 4.14.
a b c
Gambar 4.14. Perbandingan kenampakan permukaan agregat kasar: a. batu pecah, b. batu bulat,
c. agregat daur ulang
Pada agregat batu pecah, dengan adanya bidang temu (interface) yang lebih besar
memudahkan keluarnya kandungan air dalam agregat pada saat proses pengeringan
sehingga pada saat umur awal beton, proses penyusutan menjadi lebih cepat bila
dibandingkan dengan agregat batu bulat.
Dari Gambar 4.13., nilai susut kering yang terjadi pada umur 60 hari pada benda uji
SCC agregat batu pecah dengan persentase penggantian agregat alami dengan agregat
daur ulang sebesar 0%; 20%; 40%; 60%; 80%; dan 100% berturut-turut adalah
1012,29µs; 1065,20µs; 1165,95µs; 1210,27µs; 1286,87µs; dan 1400,10µs. Sedangkan
untuk benda uji SCC agregat batu bulat dengan persentase penggantian agregat alami
dengan agregat daur ulang sebesar 0%; 20%; 40%; 60%; 80%; dan 100% berturut-turut
adalah 1086,58µs; 1135,32µs; 1232,51µs; 1289,62µs; 1361,08µs; dan 1400,10µs.
Dari data tersebut terlihat bahwa pada semua variasi penggunaan agregat daur ulang
yang sama, nilai susut kering benda uji agregat batu bulat lebih besar daripada batu
pecah. Hal tersebut disebabkan karena absorsi agregat batu bulat yang lebih besar
daripada batu pecah. Berdasarkan Tabel 4.3 & 4.7 nilai absorsi agregat batu pecah
sebesar 1,83% sedangkan batu bulat sebesar 3,23%.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 67
digilib.uns.ac.id
Hasil olahan data ini semakin menegaskan bahwa SCC yang menggunakan agregat
daur ulang, semakin besar persentase agregat daur ulang yang dipakai, maka semakin
besar pula susut kering yang terjadi.
Gambar 4.15. Kurva ultimate shrinkage benda uji SCC agregat batu pecah kadar
agregat daur ulang 0%
Dari Gambar 4.15 diketahui persamaan regresi linier (Y=mx+c) pada benda uji SCC
agregat batu pecah kadar agregat daur ulang 0% adalah Y=1288x-18,41 dimana gradien
(m) adalah nilai ultimate shrinkage yaitu sebesar
commit 1288 microstrain. Dari nilai ultimate
to user
perpustakaan.uns.ac.id 68
digilib.uns.ac.id
shrinkage tersebut, dapat dihitung prediksi shrinkage sampai umur 1000 hari dengan
menggunakan metode ACI 209.
Berikut ini adalah contoh perhitungan prediksi drying shrinkage menggunakan
Persamaan (2.2) untuk SBPC-A0 pada prediksi umur 1000 hari
Diketahui: e sh ( u ) = 1288 µs.
t = 1000 hari.
Maka, nilai prediksi drying shrinkage pada umur 1000 hari ( esh (1000) ) adalah:
e sh (t) = t
35 + t
e sh ( u )
e sh (1000) = 1000
35 + 1000
1288 m s
e sh (1000) = 1244 , 44 ms
Gambar 4.16. berikut ini memperlihatkan hasil prediksi metode tersebut. Dimana
Gambar 4.16.a menggunakan agregat kasar batu pecah dan Gambar 4.16.b
menggunakan agregat kasar batu bulat. Langkah-langkah perhitungan dan gambar
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran E.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id 69
digilib.uns.ac.id
Gambar 4.16. Prediksi susut jangka panjang pada benda uji dengan berbagai
variasi penggunaan agregat daur ulang.
a. SCC agregat batu pecah
commit to user
b. SCC agregat batu bulat
perpustakaan.uns.ac.id 70
digilib.uns.ac.id
Nilai prediksi drying shrinkage pada umur 1000 hari dapat dilihat pada Gambar 4.17.
berikut:
Gambar 4.17. Perbandingan nilai drying shrinkage pada umur 1000 hari
menggunakan prediksi ACI 209
commit
a. SCC agregat batutopecah
user
b. SCC agregat batu bulat
perpustakaan.uns.ac.id 71
digilib.uns.ac.id
Dari Gambar 4.17. diketahui nilai drying shrinkage pada umur 1000 hari untuk benda
uji SCC agregat batu pecah dengan persentase penggantian agregat alami dengan
agregat daur ulang sebesar 0%; 20%; 40%; 60%; 80%; dan 100% berturut-turut adalah
1382,61µs; 1581,64µs; 1541,06µs; 1859,90µs; 1859,90µs; dan 2263,77µs. Sedangkan
untuk benda uji SCC agregat batu bulat dengan persentase penggantian agregat alami
dengan agregat daur ulang sebesar 0%; 20%; 40%; 60%; 80%; dan 100% berturut-turut
adalah 1455,07µs; 1635,75µs; 1897,58µs; 2034,78µs; 2250,24µs; dan 2263,77µs.
Persentase peningkatan drying shrinkage umur 1000 hari pada benda uji SCC agregat
batu pecah dengan persentase penggantian agregat alami dengan agregat daur ulang
sebesar 0%; 20%; 40%; 60%; 80%; dan 100% berturut-turut adalah 0%; 11,10%;
27,10%; 23,84%; 49,46%; dan 81,91%. Sedangkan pada benda uji SCC agregat batu
bulat dengan persentase penggantian agregat alami dengan agregat daur ulang sebesar
0%; 20%; 40%; 60%; 80%; dan 100% berturut-turut adalah 0%; 12,42%; 30,41%;
39,84%; 54,65%; dan 55,58%.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai prediksi drying shrinkage semakin besar
seiring bertambahnya penggunaan agregat daur ulang sebagai pengganti agregat kasar
normal.
Analisis data hasil prediksi susut kering jangka panjang pada Gambar 4.16. di atas
menunjukkan bahwa pola susut kering yang terjadi di masa yang akan datang cenderung
stabil setelah beton berumur 100 hari lebih. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kayali
et.al yang mengatakan bahwa susut kering akan cenderung konstan setelah 100 hari
pengeringan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil pengujian, analisis data dan pembahasan pada penelitian ini, maka
dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
a. Penggunaan agregat kasar daur ulang sebagai pengganti agregat kasar alami
ke dalam SCC dapat menambah susut kering yang terjadi.
b. Nilai absorsi agregat kasar daur ulang yang lebih besar dari agregat kasar
alami (batu pecah dan batu bulat) menyebabkan kandungan air yang berlebih
dalam beton sehingga susut lebih besar. Nilai absorsi agregat kasar daur ulang,
batu pecah, dan batu bulat berturut-turut adalah 5,6%; 1,83%; dan 3,23%.
c. Nilai drying shrinkage yang terjadi pada umur 60 hari pada benda uji SCC
agregat batu pecah dengan persentase penggantian agregat alami dengan
agregat daur ulang sebesar 0%;20%;40%;60%;80%; dan 100% berturut-turut
adalah 1012,29µs; 1065,20µs; 1165,95µs; 1210,27µs; 1286,87µs; dan
1400,10µs. Sedangkan untuk benda uji SCC agregat batu bulat dengan
persentase penggantian agregat alami dengan agregat daur ulang sebesar
0%;20%;40%;60%;80%; dan 100% berturut-turut adalah 1086,58µs;
1135,32µs; 1232,51µs; 1289,62µs; 1361,08µs; dan 1400,10µs.
d. Nilai prediksi drying shrinkage pada umur 1000 hari untuk benda uji SCC
agregat batu pecah dengan persentase penggantian agregat alami dengan
agregat daur ulang sebesar 0%;20%;40%;60%;80%; dan 100% berturut-turut
adalah 1382,61µs; 1581,64µs; 1541,06µs; 1859,90µs; 1859,90µs; dan
2263,77µs. Sedangkan untuk benda uji SCC agregat batu bulat dengan
persentase penggantian agregat alami dengan agregat daur ulang sebesar
0%;20%;40%;60%;80%; dan 100% berturut-turut adalah 1455,07µs;
1635,75µs; 1897,58µs; 2034,78µs; 2250,24µs; dan 2263,77µs.
commit to user
72
perpustakaan.uns.ac.id 73
digilib.uns.ac.id
e. Nilai drying shrinkage dan prediksi drying shrinkage jangka panjang pada
benda uji SCC agregat kasar batu bulat lebih besar daripada benda uji SCC
agregat kasar batu pecah pada semua persentase penggantian agregat kasar
daur ulang.
5.2. Saran
commit to user