Anda di halaman 1dari 72

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

PENGARUH VARIASI SERAT ABAKA TERHADAP SUSUT


PLASTIS
FLY ASH- BASED GEOPOLYMER MORTAR

(The Effect of Abaca Fiber Variation on the Plastic Shrinkage Fly Ash-Based
Geopolymer Mortar)

SKRIPSI

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik


Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun Oleh :

AGUNG TRI ANGGORO


NIM I 1107031

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
commit to user

i
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

HALAMAN PERSETUJUAN

PENGARUH VARIASI SERAT ABAKA TERHADAP SUSUT


PLASTIS
FLY ASH- BASED GEOPOLYMER MORTAR

(The Effect of Abaca Fiber Variation on the Plastic Shrinkage Fly Ash-Based
Geopolymer Mortar)

SKRIPSI

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik


Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun Oleh :

AGUNG TRI ANGGORO


NIM I 1107031
Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Pendadaran Jurusan
Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret

Persetujuan :

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

S. A. Kristiawan, ST, MSc, PhD Ir. Sunarmasto, MT


NIP. 19690501 199512 1 001 NIP. 19560717 198703 1 003
commit to user

ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

HALAMAN PENGESAHAN
PENGARUH VARIASI SERAT ABAKA TERHADAP SUSUT
PLASTIS
FLY ASH- BASED GEOPOLYMER MORTAR

(The Effect of Abaca Fiber Variation on the Plastic Shrinkage Fly Ash-Based
Geopolymer Mortar)

SKRIPSI

Disusun Oleh :

AGUNG TRI ANGGORO


NIM I 1107031

Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Pendadaran Jurusan Teknik Sipil


Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret pada hari Selasa, 27 Januari 2012 :

1. S.A. Kristiawan, ST, MSc, PhD __________________


NIP. 19690501 199512 1 001

2. Ir. Sunarmasto, MT __________________


NIP. 19560717 198703 1 003

3. Ir. Bambang Santosa, MT __________________


NIP. 19590823 198601 1 001

4. Kusno Adi Sambowo, ST, MSc, PhD __________________


NIP. 19691026 199503 1 002

Mengetahui, Disahkan, Disahkan,


a.n. Dekan Fakultas Teknik UNS Ketua Jurusan Teknik Sipil Ketua Program S1 Non-Reguler
Pembantu Dekan I Fakultas Teknik UNS Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik UNS

Kusno Adi Sambowo, ST, MSc, PhD Ir. Bambang Santosa, MT Edy Purwanto , ST, MT
NIP. 19691026 199503 1 002 NIP. 19590823 198601 1 001 NIP.19680912 199702 1 001

commit to user

iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

MOTTO

Kegagalan adalah sebuah hal yang kebetulan dan


kesuksesan bukanlah datang karena keberuntungan, kerja
keras intinya dan pantang menyerah kuncinya serta tawakal
kepada Allah jadikanlah pedomannya

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karyaku ini untuk:

AYAH dan IBU, Terima kasih atas segala cintanya, arahannya, dan
doa dalam tiap sujudnya …..

Kakak-kakak saya tersayang ( mas Eko dan mas Dwi) dan seluruh
keluargaku, atas doa dan dukungannya…

PAK IWAN, PAK MASTO, BU SUSI terima kasih atas ilmunya,


bimbingannya, dan pengalamannya….

Teman, saudara, dan sahabat angkatan ’07, teman-teman satu


kelompok skripsiku (Demas, Tomo, Koko, Bambang), teman-teman
”geng matahari”, tim asistensi, adek-adek tingkat dan teman-teman
semua yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu, terimakasih atas
persahabatan yang takkan pernah berakhir

Seseorang yang selalu jadi inspirasi saya, yang mengajariku tentang


rasa malu, malu bila tidak bisa berprestasi lebih darinya...

commit to user

iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ABSTRAK

Agung Tri Anggoro, 2012. ”PENGARUH VARIASI SERAT ABAKA


TERHADAP SUSUT PLASTIS FLY ASH-BASED GEOPOLYMER MORTAR.
Skripsi Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Geopolymer mortar atau mortar berbahan dasar 100% fly ash ini merupakan salah
satu alternatif pengganti mortar yang pada umumnya menggunakan semen sebagai
bahan dasar. Fly ash tidak memiliki kemampuan mengikat seperti halnya semen,
karena alasan tersebut diperlukan alkali aktivator yaitu Sodium Hidroksida (NaOH)
dan Sodium Silikat (Na2SiO 3) untuk membantu proses polimerisasi. Geopolymer
mortar dipilih sebagai bahan patch repair karena memiliki beberapa kelebihan
dibandingkan mortar lainnya yaitu kuat, tahan lama, ramah lingkungan, tahan
terhadap korosi dan tahan api. Geopolymer mortar dengan bahan tambah serat
diharapkan dapat meningkatkan sifat fisik mortar menjadi lebih tahan retak dan tahan
benturan (menambah daktilitas). Serat abaka lebih dipilih dibandingkan serat alami
lainnya karena karakteristik serat yang bagus, tahan terhadap lingkungan alkali dan
kuat tarik mencapai 1682,18 MPa. Tujuan penelitian ini adalah untuk menghetahui
hubungan penambahan serat abaka terhadap karakteristik retak akibat susut plastis
pada fly ash – based geopolymer mortar.

Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode eksperimen, yaitu membuat
benda uji berupa balok dengan ukuran 560 x 355 x 100 mm berdasarkan ASTM
C1579-06, kemudian diamati perkembangan retak akibat susut plastis dengan alat
microcrackmeter. Penambahan serat abaka yang digunakan sebanyak 0,5 % dari
volume sampel dengan panjang serat 10 mm, 20 mm dan 30 mm. Faktor air binder
yang digunakan 0,25 dengan modus alkali 1,25 dan kadar activator 49%.

Hasil penelitian menunjukkan dengan penambahan kadar serat 0,5 % dari volume
benda uji, mampu meningkatkan kinerja geopolymer mortar ditinjau dari
menurunnya nilai retakan hingga angka optimum. Ditinjau dari segi panjang retak,
dengan persamaan regresi y = 0,328x2 - 12,51x + 132,2, nilai optimumnya di dapat
dengan panjang serat 19,05 mm. Ditinjau dari segi lebar retak, dengan persamaan
regresi y = 0,0016x2 - 0,0535x + 0,6113, nilai optimumnya di dapat dengan panjang
serat 16,72 mm. Ditinjau dari segi crack density, dengan persamaan regresi y =
0,000018y2 - 0,000705y + 0,007071, nilai optimumnya di dapat denganpanjang serat
19,58 mm.

Kata kunci:. alkali aktivator, fly ash, geopolymer mortar, retak, serat abaka, susut
plastis, microcrackmeter

commit to user

v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ABSTRACT

Agung Tri Anggoro, 2012. “THE EFFECT ABAKA FIBRE VARIATION OF


PLASTIC SHRINKAGE FLY ASH-BASED GEOPOLYMER MORTAR.
Thesis of Civil Engineering Department of Engineering Faculty, Sebelas Maret
University on Surakarta.

Geopolymer mortar or 100% fly ash based-mortar is one alternative to the mortar
generally using cement as the basic materials. Fly ash has no binding capability like
cement, for that reason alkali activators are needed namely Sodium hydroxide
(NaOH) and Sodium silicate (Na 2SiO3) to help polymerization process. Geopolymer
mortar was chosen as the patch repair material because it has more advantages than
other mortar ie high strength, durable, eco-friendly, corrosion-resistant and fire-
resistant. Geopolymer mortar with fibre-added materials are expected to improve the
physical properties of mortar to be more cracking-resistance dan impact-resistance
(increase ductility). Abaca fibre is more preferred than other fibre because it has a
good characteristic, resistance to alkaline environments and tensile strength up to
1682,18 MPa. The purpose of this study is to determine the relationship addition of
abaca fibre on the cracking characteristic caused by plastic shrinkage to fly ash based
geopolymer mortar.

The method used in this research is an experimental method, namely to make the
tested object in the form of beam with 560 x 355 x 100 mm dimension based on
ASTM C1579-06, then observed the cracking development due to plastic shrinkage
using microcrackmeter tool. The addition of Abaca fibre that is used is 0,5 % of the
sample volume with fibre length of 10 mm, 20 mm and 30 mm.the factor of water
binder that is used is 0,25 mm with the mode of alkali 1,25 and activator levels 49%.

From the result of research with the addition of 0,5% fibre content of volume of the
sample, it able to improve the perfomance of geopolymer mortars in term of
declining value of the cracks to the optimum number. In term of the crack length, the
regression equation y = 0,328x 2 - 12,51x + 132,2, an optimum value obtained with
the fibre length of 19,05 mm. In term of crack length, the regression equation y =
0,0016x2 - 0,0535x + 0,6113 an optimum value obtained with the fiber length16,72
mm. In terms of cracks density, the regression equation y = 0,000018y2 - 0,000705y
+ 0,007071, an optimum value obtained with the fiber length 19,58 mm.

Keywords: alkaline activator, Abaca fibre, Fly ash, geopolymer mortar, cracks,
plastic shrinkage, microcrackmeter

commit to user

vi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini merupakan
salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan S-1 di Fakultas Teknik,
Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis mengambil judul
skripsi “Pengaruh Variasi Serat Abaka Terhadap Susut Plastis Fly Ash-Based
Geopolymer Mortar.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Pimpinan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Pimpinan Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
3. Pimpinan Program S-1 Non Reguler, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik,
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Bapak S.A. Kristiawan, ST, MSc, PhD selaku Dosen Pembimbing I.
5. Bapak Ir. Sunarmasto, MT selaku Dosen Pembimbing II.
6. Tim Penguji Pendadaran.
7. Bapak Ir. Susilowati, MSi selaku Dosen Pembimbing Akademik.
8. Staf pengelola/laboran Laboratorium Bahan dan Struktur Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
9. Teman-teman satu kelompok: Demas, Bambang, Koko, Tomo
10. Teman-teman Mahasiswa Sipil 2006, 2007 dan 2008.
11. Teman-teman di lab struktur: mas Dimas, mas Winda, mas Topo serta Bapak-
bapak tukang

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, saran dan kritik yang
membangun akan penulis terima dengan senang hati demi kesempurnaan penelitian
selanjutnya. semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak pada
umumnya dan mahasiswa pada khususnya.

Surakarta, Januari 2012

Penulis
commit to user

vii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR ISI

JUDUL .............................................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................ iv
ABSTRAK ........................................................................................................ v
ABSTRACT ..................................................................................................... vi
PENGANTAR .................................................................................................. vii
DAFTAR ISI .................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiii
DAFTAR NOTASI .......................................................................................... xiv

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................ 1


1.1. Latar Belakang ………………………………………………………... 1
1.2. Rumusan Masalah ……………………………………………............. 4
1.3. Batasan Masalah ……………………………………………................ 4
1.4. Tujuan Penelitian ………………………………………………........... 4
1.5. Manfaat Penelitian ………………………………………………......... 4
1.5.1. Manfaat Teoritis.....……………………………………........................ 4
1.5.2. Manfaat Praktis ..................................................................................... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………..... 6


2.1. Pendahuluan…..……………………………………………................. 6
2.2. Fly Ash-Based Geopolymer Mortar ………………….......................... 7
2.2.1. Geopolymer .......................................................................................... 7
2.2.2. Geopolymer Mortar............................................................................... 9
2.2.3. Fly Ash................................................................................................... 10
2.2.4. Alkali Aktivator ...................................................................................... 13
2.3. Serat Abaka …………………………………………………….......... 15
commit to user

viii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2.4. Susut Plastis (Plastic Shrinkage)........................................................... 16


2.4.1 Pengertian Susut Plastis......................................................................... 16
2.4.2 Pencegahan Susut Plastis....................................................................... 17
2.5. Hubungan Penambahan Serat Terhadap Susut Plastis............................ 18

BAB 3 METODE PENELITIAN ………………………………………....... 20


3.1. Tinjauan Umum ……………………………………………….............. 20
3.2. Alat-Alat yang Digunakan..…………………………………………… 20
3.3. Bahan-Bahan yang Digunakan..….…………………………………… 21
3.3.1. Agregat Halus (Fine Agregat)................................................................. 21
3.3.2. Air.......................................................................................................... 22
3.3.3. Fly Ash................................................................................................... 23
3.3.4. Sodium Silikat dan Sodium Hidroksida ............................................... 23
3.3.5. Serat Abaka............................................................................................ 24
3.4. Tahap-tahap Penelitian …………………...……………………............ 25
3.5. Pembuatan Benda Uji ……………………………………….…............ 29
3.6. Prosedur Pengujian Susut Plastis (Plastic Shrinkage)............................. 30

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN………………………… 32


4.1. Pengujian Susut Plastis (Plastic Shrinkage).....………......................... 32
4.2. Analisis Data …..……………………………....................................... 33
4.3. Pengaruh Serat Terhadap Perilaku Retak Akibat Susut Plastis (Plastic
Shrinkage) Fly-Ash Based Geopolymer Mortar………………………. 54
4.3.1. Pengaruh Serat Terhadap Panjang Retak............................................... 54
4.3.2. Pengaruh Serat Terhadap Lebar Retak…............................................... 55
4.3.3. Pengaruh Serat Terhadap Crack Density............................................... 57

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN............................................................ 59


5.1. Kesimpulan ………………………………………................................. 59
5.2. Saran ………………………………………........................................... 59

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………...................... 60


LAMPIRAN
commit to user

ix
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Ikatan Polimerisasi pada Beton dengan 100 % Fly Ash ................... 8
Gambar 2.2. Scanning Electron Microscopy (SEM) dari Fly Ash ......................... 11
Gambar 2.3. Serat Abaka .................................................................................... 15
Gambar 3.1. Fly Ash Toko Pembangunan Baru .................................................. 23
Gambar 3.2. Sodium Silikat ................................................................................. 24
Gambar 3.3. Sodium Hidroksida ......................................................................... 24
Gambar 3.4. Sketsa Uji Kuat Tarik Serat ............................................................ 25
Gambar 3.5. Bagan Alir Tahap-tahap Penelitian ................................................. 28
Gambar 3.6. Cetakan Benda Uji Susut Plastis (Plastic Shrinkage) ...................... 30
Gambar 3.7. Microcrackmeter (kiri) dan Penggunaan Microcrackmeter
(kanan) ........................................................................................... 31
Gambar 4.1. Cetakan Benda Uji Susut Plastis (Plastic Shrinkage) .. .................... 32
Gambar 4.2. Retakan Pada Benda Uji Geopolymer Mortar Tanpa Serat............... 33
Gambar 4.3. Retakan Pada Benda Uji Geopolymer Mortar dengan
Penambahan Serat 1 cm................................................................... 34
Gambar 4.4. Retakan Pada Benda Uji Geopolymer Mortar dengan
Penambahan Serat 2 cm................................................................... 35
Gambar 4.5. Retakan Pada Benda Uji Geopolymer Mortar dengan
Penambahan Serat 3 cm .................................................................. 36
Gambar 4.6. Grafik Hubungan antara umur Geopolymer Tanpa Serat dengan
Panjang Retakan ............................................................................ 37
Gambar 4.7. Grafik Hubungan antara umur Geopolymer Tanpa Serat dengan
Lebar Retakan ................................................................................ 39
Gambar 4.8. Grafik Hubungan antara umur Geopolymer dengan Panjang
Retakan Pada Penambahan Serat 1 cm ........................................... 42
Gambar 4.9. Grafik Hubungan antara umur Geopolymer dengan Lebar
Retakan Pada Penambahan Serat 1 cm ............................................ 44

commit to user

x
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 4.10. Grafik Hubungan antara umur Geopolymer dengan Panjang


Retakan Pada Penambahan Serat 2 cm ........................................... 46
Gambar 4.11. Grafik Hubungan antara umur Geopolymer dengan Lebar
Retakan Pada Penambahan Serat 2 cm ............................................ 48
Gambar 4.12. Grafik Hubungan antara umur Geopolymer dengan Panjang
Retakan Pada Penambahan Serat 3 cm ........................................... 50
Gambar 4.13. Grafik Hubungan antara umur Geopolymer dengan Lebar
Retakan Pada Penambahan Serat 3 cm ............................................ 52
Gambar 4.14. Grafik Hubungan antara Penambahan Serat dengan Panjang
Retak Pada Fly-Ash Based Geopolymer Mortar .............................. 54
Gambar 4.15. Grafik Hubungan antara Penambahan Serat dengan Lebar Retak
Pada Fly-Ash Based Geopolymer Mortar ........................................ 56
Gambar 4.16. Grafik Hubungan antara Penambahan Serat dengan Crack
Density Pada Fly-Ash Based Geopolymer Mortar ........................... 57

commit to user

xi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Komposisi Kimia Fly Ash Tipe F PLTU Jepara..................... 12


Tabel 3.1. Senyawa Kimia Fly Ash Yang Digunakan ........................... 23
Tabel 3.2. Hasil Uji Berat Jenis Serat .................................................. 24
Tabel 3.3. Hasil Uji Diameter Serat dan Kuat Tarik .............................. 24
Tabel 4.1. Rekapitulasi Total Panjang Retak Pada Fly-Ash Based
Geopolymer Mortar dengan Variasi Panjang Serat……........... 54
Tabel 4.2. Rekapitulasi Total Lebar Retak Pada Fly-Ash Based
Geopolymer Mortar dengan Variasi Panjang Serat……........... 55
Tabel 4.3. Rekapitulasi Nilai Crack Density Retak Pada Fly-Ash Based
Geopolymer Mortar dengan Variasi Panjang Serat……........ 57

commit to user

xii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A : KEBUTUAN BAHAN


LAMPIRAN B : HASIL PEMERIKSAAN UJI BAHAN
LAMPIRAN C : DATA DAN GRAFIK HASIL UJI SUSUT PLASTIS
LAMPIRAN D : DOKUMENTASI PENELITIAN
LAMPIRAN E : BERKAS KELENGKAPAN SKRIPSI

commit to user

xiii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penggunaan beton sebagai komponen utama dalam konstruksi bangunan saat ini
telah banyak mengalami penyempurnaan dalam hubungannya dengan fungsi,
kekuatan, umur, manfaat dan biaya dari suatu perencanaan struktur. Beton
merupakan bahan struktur yang sering digunakan dalam sebuah konstruksi. Hal ini
karena beton mempunyai beberapa kelebihan dibanding dengan bahan-bahan lain
diantaranya adalah harganya yang relatif murah, memiliki kuat desak yang tinggi,
mudah dalam pengerjaan dan perawatannya, mudah dibentuk sesuai dengan
kebutuhan, dan juga tahan terhadap perubahan cuaca. Beton yang merupakan unsur
utama dalam kontruksi juga memiliki kelemahan diantaranya adalah berat sendiri
beton besar, mempunyai kuat tarik rendah, mempunyai kecenderungan untuk retak,
kualitas beton tergantung pada sifat bahan dan cara pembuatannya, adanya deformasi
dan kesulitan pada saat pembongkaran.

Beton dapat mengalami kerusakan karena berbagai faktor, diantaranya serangan


asam, korosi, beban yang berlebihan dan sebagainya. Kerusakan-kerusakan yang
terjadi misalnya retak-retak, aus, delaminasi, grompal, spalling (terlepasnya bagian
beton) dan timbulnya lubang (void) (Nugraha, 2007: 226). Perlu dilakukan
perbaikan konstruksi beton untuk mengembalikan daya dukung konstruksi beton
tersebut sesuai kondisi yang direncanakan sebelumnya.

Penentuan metode dan material untuk perbaikan umumnya tergantung pada jenis
kerusakan yang terjadi. Selain itu juga harus diperhatikan lingkungan dimana
struktur berada, peralatan yang tersedia, kemampuan tenaga kerja, keterbatasan
ruang kerja, kemudahan pelaksanaan, waktu pelaksanaan dan biaya perbaikan.
Pemilihan material repair yang akan diperlukan harus mempunyai hasil perbaikan
yang tahan lama (durable).
commit to user

1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2

Salah satu metode perbaikan yang digunakan adalah dengan patch repair
(Penambalan). Patch Repair merupakan metode yang dapat diaplikasikan untuk
mengembalikan bentuk ukuran tampang dari beton yang mengalami pengelupasan
(spalling) , rontok. Metode perbaikan ini dilakukan dengan cara menempel mortar
secara manual pada permukaan yang rusak.

Permukaan beton yang akan diperbaiki dan diperkuat menggunakan patch repair
perlu dipersiapkan, permukaannya harus kuat dan padat, tidak ada keropos ataupun
bagian lemah lainnya (kecuali bila menggunakan metode injeksi untuk mengisi celah
keropos), serta harus bersih dari debu dan kotoran lainnya. Hal ini bertujuan agar
terjadi ikatan yang baik, sehingga material perbaikan dengan beton lama menjadi
satu kesatuan.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk material patch repair adalah cepat
mengeras, mampu menyatu atau melekat erat dengan induk beton, dapat
menyesuaikan dengan bentuk beton yang akan di-patch repair, tidak mengurangi
kekuatan beton setelah dilakukan patch repair, dan modulus elastisitasnya mampu
menahan overstressing, dan tidak susut. Harga material patch repair beton yang
beredar di pasaran relatif mahal, oleh karena itu perlu dikembangkan repair material
yang dapat dibuat sendiri dengan bahan dasar mortar.

Mortar adalah adukan yang terbuat dari campuran agregat halus (pasir), bahan
perekat dan air. Bahan perekat tersebut dapat berupa tanah liat, kapur, fly ash
maupun semen Portland. Penggunaan pasir berfungsi sebagai bahan pengisi atau
bahan yang direkatkan. Mortar yang digunakan sebagai material repair
dikembangkan lebih lanjut menjadi geopolymer mortar berbahan dasar fly ash
dengan penambahan serat abaka.

Geopolymer adalah senyawa silikat alumino anorganik yang disintetiskan dari bahan
produk sampingan seperti fly ash. Geopolymer mortar adalah mortar yang
menggunakan fly ash sebagai pengganti semen. Bahan dasar geopolymer mortar
tidak menggunakan semen sebagai bahan pengikat, bahan dasar tersebut
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
3

digantikan dengan bahan reaktif misalnya fly ash yang dicampurkan dengan berbagai
larutan activator yaitu sodium hidroksida (NaOH) dan sodium silikat (Na 2SiO 3)
melalui proses polimerisasi. Penggunaan fly ash sebagai bahan dasar geopolymer
mortar dikarenakan karena lebih mudah didapat, sebab fly ash merupakan hasil dari
limbah industri. Pemanfaatan geopolymer mortar sebagai material patch repair
secara tidak langsung kita akan mengurangi pencemaran lingkungan yang terjadi,
karena dapat mengurangi emisi gas CO2 yang dihasilkan oleh industri semen dan
memanfaatkan limbah hasil sampingan dari batu bara.

Selain itu ada beberapa kelebihan dari penggunaan geopolymer dibandingkan dengan
penggunaan semen biasa misalnya saja penggunaan geopolymer pada beton lebih
tahan terhadap korosi, mempunyai rangkak susut yang kecil, tahan terhadap reaksi
alkali dan silica, tahan terhadap api, lebih mengurangi polusi udara, rasio
compresivestrenght : tensilestrenght adalah 10:5,5 , padahal pada penggunaan semen
pada beton hanya 10:1,5 (Frantisek Skvara, 2006).

Penambahan serat (fibre) pada penelitian ini diharapkan dapat mengurangi dampak
penyusutan plastis pada geopolymer mortar. Agar menjaga komposisi bahan
geopolimer tetap ramah lingkungan (eco-friendly), digunakan serat alami sebagai
tambahannya. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan serat alami
sebagai bahan tambahan geopolimer adalah tingkat ketahanan (durability) terhadap
masa pemakaian (umur), oleh karena itu pada penelitian ini digunakan serat abaca
(Abaca fibre). Selain itu, Abaca fibre memiliki keunggulan yaitu tahan terhadap air
asin (salt water), tahan terhadap korosi, tahan api, memiliki kekuatan tarik (tensile
strength) yang besar, dan sangat mudah dan murah untuk diproduksi.

Digunakan variasi penambahan serat untuk mengetahui pengaruhnya terhadap susut


plastis yang didapat. Adapun serat yang digunakan adalah serat abaka yang
dihasilkan dari pelepah pisang abaka. Pemilihan serat abaka dipilih karena lebih
ramah lingkungan dibandingkan dengan penggunaan serat buatan atau serat sintetis
karena bisa didaur ulang. Selain itu serat abaka mempunyai kekuatan, durabilitas
yang tinggi dan lebih tahan terhadap air garam (Priyono, 2000).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
4

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana pengaruh serat abaka terhadap karakteristik susut plastis dari fly ash
based geoplymer mortar ?

1.3. Batasan Masalah

Ruang lingkup penelitian ini perlu dibatasi agar tidak terlalu luas tinjauannya dan
tidak menyimpang dari rumusan masalah di atas, maka diperlukan batasan-
batasan masalah sebagai berikut :

1. Penelitian ini menggunakan geopolimer mortar yang berbahan dasar fly ash
dengan bahan tambah serat abaka.
2. Alkali aktivator yang digunakan adalah NaOH dan Na2SiO 3.
3. Repair material yang dikembangkan adalah mortar geopolymer berbahan
dasar fly ash. Fly Ash yang digunakan yaitu tipe F yang diambil dari Toko
Pembangunan Baru.
4. Perbandingan antara fly ash dengan pasir adalah 1:2
5. Penelitian ini mengacu pada penelitian Prajapati Utomo dengan nilai kuat
tekan geopolymer mortar normal sebesar 14,55 MPa
6. Pengamatan dilakukan pada umur 1-14 hari.
7. Pengamatan retak hanya dilakukan pada permukaan benda uji, kedalaman
retak tidak diperhitungkan
8. Serat abaka yang digunakan dengan kondisi 97,4% kering, atau dengan
tingkat absorbsi serat terhadap air 2,6%

1.4. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakterisitik susut plastis fly ash
based geopolymer mortar dengan bahan tambah serat abaka.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
5

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Manfaat Teoritis

Panjang serat abaka yang optimum akan didapatkan pada penelitian ini untuk
meningkatkan kinerja fly ash based geopolymer mortar terhadap karakteristik
susut plastis, sehingga dapat digunakan dalam pekerjaan patch repair
(penambalan) dengan kinerja yang baik.

1.5.2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini dapat menjadi petunjuk praktis di lapangan mengenai


karakterisitik susut plastis fly ash based geopolymer mortar dengan bahan tambah
serat abaka yang efektif digunakan dalam pekerjaan patch repair.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pendahuluan

Beton sangat banyak dipakai secara luas sebagai bahan bangunan. Bahan tersebut
diperoleh dengan cara mencampurkan semen portland, air dan agregat serta
kadang ditambah bahan tambahan yang bervariasi mulai dari bahan kimia, serat,
sampai bahan buangan non kimia pada perbandingan tertentu. Campuran tersebut
bilamana dituang dalam cetakan kemudian dibiarkan, maka akan mengeras seperti
batuan. Pengerasan itu terjadi oleh peristiwa reaksi kimia antara air dan semen,
yang berlangsung selama waktu yang panjang, dan akibatnya campuran itu selalu
bertambah keras setara dengan umurnya. Pencampuran air dan semen pada
adukan beton yang membentuk pasta yang disebut pasta semen. Pasta semen ini
selain mengisi pori-pori diantara butiran-butiran agregat halus juga bersifat
sebagai perekat/pengikat dalam proses pengerasan sehingga butiran-butiran
agregat saling terekat dengan kuat dan akhirnya terbentuklah suatu massa yang
kompak dan padat (Tjokrodimuljo, 1996 : 1).

Struktur beton harus mampu menghadapi kondisi dimana dia direncanakan, tanpa
mengalami kerusakan (deteriorate) selama jangka waktu yang direncanakan.
Beton yang demikian disebut mempunyai ketahanan yang tinggi (durable).
Kurangnya ketahanan disebabkan oleh pengaruh luar seperti pengaruh fisik, kimia
maupun mekanis, misalnya pelapukan oleh cuaca, perubahan temperatur yang
drastis, abrasi, aksi elektrolis, serangan oleh cairan atau gas alami ataupun
industri. Besarnya kerusakan yang timbul sangat tergantung pada kualitas beton,
meskipun pada kondisi yang ekstrim beton yang terlindung dengan baik pun akan
mengalami kehancuran (Paul Nugraha & Antoni, 2007 : 207).

commit to user

6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
7

Beton adalah suatu campuran yang terdiri dari pasir, kerikil, batu pecah, atau
agregat-agregat lain yang dicampur menjadi satu dengan suatu pasta yang terbuat
dari semen dan air membentuk suatu massa mirip batuan. Satu atau lebih bahan
aditif ditambahkan untuk menghasilkan beton dengan karakteristik tertentu,
seperti kemudahan pengerjaan (workability), durabilitas, dan waktu pengerasan
(McCormac, 2000).

Beton dapat mengalami kerusakan karena berbagai faktor. Salah satu metode
untuk memperbaiki kerusakan tersebut adalah dengan penambalan (patch repair).
Harga material patch repair yang beredar di pasaran saat ini relatif mahal. Perlu
dikembangkan material repair yang dapat dibuat sendiri dengan bahan dasar
mortar yang tentunya lebih murah. Material yang sering dipakai adalah monomer
mortar dan geopolymer mortar. Penelitian ini memilih geopolymer berbahan
dasar fly ash dengan penambahan serat sebagai material repair.

Fly ash–based geopolymer mortar dengan penambahan serat adalah mortar yang
menggunakan fly ash sebagai bahan pengganti semen dengan penambahan serat
dan menggunakan sodium hidroksida (NaOH) dan sodium silikat (Na2SiO 3)
sebagai alkali aktivator untuk mengikat fly ash. Geopolymer mortar mempunyai
sifat antara lain kekuatan awalnya tinggi, permeabilitasnya rendah, tahan api dan
serangan asam, mempunyai nilai kuat tekan tinggi dan susut lebih rendah
dibandingkan dengan mortar semen biasa.

2.2. Fly Ash-Based Geopolymer Mortar

2.2.1. Geopolymer

Geopolymer merupakan senyawa anorganik alumino silikat yang disintesiskan


dari bahan-bahan yang banyak mengandung silikon dan aluminium lewat proses
polimerisasi. Proses polimerisasi menghasilkan suatu rantai dalam bentuk tiga
struktur dimensional dimana masing-masing terdiri dari bentuk ikatan-ikatan
polymeric Si-O-O-Al (Polysialate). Ikatan-ikatan tersebut dibagi dalam 3 jenis
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
8

yaitu Polysialate (Si-O-Al-O), Polysialate-Siloxo (Si-O-Al-O-Si-O) dan


Polysialate-Disiloxo (Si-O-Al-O-Si-O-Si-O). Proses geopolimerisasi adalah suatu
reaksi kimia antara aluminosilika oksida (Si2O 5, Al2O 2) dengan alkali polysialate
(Saptahari Sugiri, 2009).

Polysialate adalah suatu natrium silikat atau kalium silikat yang diproduksi oleh
pabrik-pabrik kimia dalam bentuk bubuk silika atau seperti kerikil sebagai hasil
produk-produk silika atau hasil sampingan yang berhubungan dengan metalurgi
besi. Air yang mengisi pori-pori geopolymer akan sedikit mempengaruhi mutu
geopolymer. Dapat dikatakan bahwa air tidak mempunyai peran penting dalam
menentukan mutu geopolymer. Hal ini berlawanan dengan reaksi kimia pada
semen Portland selama proses hidrasi, dimana proses ini akan mempengaruhi
mutu beton (Saptahari Sugiri, 2009).

Gambar 2.1. Ikatan Polimerisasi pada Beton dengan 100% Fly Ash
(www.geopolymer.org)

Geopolymerisasi adalah proses yang dapat mengubah hasil limbah industry yang
mengandung aluminosolikat menjadi produk geopolymer dengan kekuatan
mekanik tinggi. Fly ash sebagai limbah industry hasil pembakaran batubara
dirubah menjadi geopolymer sehingga mempunyai nilai guna yang lebih banyak.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
9

Reaksi geopolymerisasi dapat digolongkan sebagai reaksi polikondensasi


anorganik sebagaimana reaksi pembentukan zeolit. Sebagian besar sintetis zeolit
juga dilakukan dalam kondisi basa menggunakan OH - sebagai mineralizing agent
(Van Bekkum,1991).

2.2.2. Geopolymer Mortar

Geopolymer mortar adalah mortar dengan bahan pengikat menggunakan material


alami. Material alami yang digunakan adalah material yang memiliki kandungan
oksida silika dan alumina tinggi. Pada penelitian ini fly ash dipilih sebagai bahan
pengikat karena kandungan silika dan aluminanya yang tinggi. Fly ash yang
digunakan harus diaktifkan dengan larutan alkali berupa sodium hidroksida
(NaOH) dan sodium silikat (Na2SiO 3) untuk meningkatkan reaksi polimerisasi.

Proses pembentukan geopolymer mortar disebut dengan proses polimerisasi


kondensasi, yaitu reaksi gugus fungsi banyak (molekul yang mengandung dua
gugus fungsi atau lebih yang dapat bereaksi) yang menghasilkan satu molekul
besar bergugus fungsi banyak dan diikuti oleh pelepasan molekul kecil. Proses
geopolimerisasi ini melepaskan air yang merupakan molekul kecil dari gugus
fungsi. Pelepasan air ini terjadi selama proses curing berlangsung (Triwulan,
2007).

2.2.2.1. Kelebihan dan Kelemahan pemakaian geopolymer mortar di


bandingkan mortar dengan semen.

Menurut (Djantoro Hardjito, 2004) kelebihan pemakaian geopolymer adalah


sebagai berikut:
1. Lebih tahan terhadap korosi.
2. Mempunyai rangkak dan susut yang kecil.
3. Tahan terhadap reaksi alkali dan silica.
4. Tahan terhadap api.
5. Mengurangi polusi udara.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
10

6. Rasio compressive strength : tensile strength adalah 10 : 5,5 padahal bila


mengunakan semen biasa hanya 10 : 1,5.

Kelemahan pemakaian geopolymer:


1. Pembuatanya lebih rumit harus menggunakan alkali activator.
2. Belum ada mix desaign yang pasti.

2.2.3. Fly Ash

Fly ash adalah limbah hasil pembakaran batu bara pada tungku Pembangkit
Listrik Tenaga Uap yang berbentuk halus, bundar dan bersifat pozzolanik (SNI
03-6414-2002 (2002 : 145))

Menurut SK SNI S-15-1990-F p-1, sifat pozzolan adalah sifat bahan dalam
keadaan halus dapat bereaksi dengan kapur padam (aktif) dan air pada suhu kamar
(24o – 27oC), membentuk senyawa yang padat dan tidak larut dalam air.

Fly ash memiliki butiran yang lebih halus daripada butiran semen dan mempunyai
sifat hidrolik, oleh karena itu fly ash tidak sekedar menambah kekuatan mortar,
tetapi secara mekanik fly ash ini akan mengisi ruang kosong (rongga) di antara
butiran-butiran, dan secara kimiawi akan memberikan sifat hidrolik pada kapur
mati yang dihasilkan dari proses hidrasi, dimana mortar hidrolik ini akan lebih
kuat daripada mortar udara (kapur mati + air) (Suhud, 1993 dalam Moch Arif,
2006).

Fly ash adalah abu sisa pembakaran batu bara yang dipakai dalam banyak
industri. Fly ash sendiri tidak memiliki kemampuan mengikat seperti halnya
semen. Tetapi dengan kehadiran air dan ukuran partikelnya yang halus, oksida
silika yang dikandung oleh fly ash akan bereaksi secara kimia dengan kalsium
hidroksida dan menghasilkan zat yang memiliki kemampuan mengikat (Hardjito,
2001).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
11

Sifat fisik dariFly ash(menurut ACI Manual of Concrete Practice 1993 Parts I
226.3R-6) adalah memiliki Specific Grafity antara 2,2 – 2,8, selain itu sebagian
mempunyai diameter berkisar antara 1-100 mikrometer, dengan kehalusan
mencapai 70% - 80% melewati saringan no.200 (75 mikron). Sifat fly ash tersebut
membuat fly ash dapat digunakan sebagai bahan pengganti semen dan bahan
patch repair yang dapat memperbaiki kerusakan beton pada umumnya dan
meningkatkan ketahanan/keawetan beton terhadap ion sulfat juga menurunkan
panas hidrasi semen.

Gambar 2.2. Scanning Electron Microscopy (SEM) dari Fly Ash


(Sumber :Hardjito, 2005)

Penambahan fly ash pada beton dibandingkan dengan beton normal menunjukkan
adanya peningkatan kualitas beton. Peningkatan kualitas beton disebabkan karena
kandungan unsur silikat dan aluminat pada fly ash yang reaktif bereaksi dengan
kapur bebas pada proses hidrasi antara fly ash dan air menjadi kalsium silikat.

2.2.3.1. Senyawa Utama dalam Fly Ash

Menurut (ACI Manual of Concrete Practice 1993 Parts 1 226.3R-3) dalam fly
ash terkandung 3 senyawa utama, yaitu:
1. SiO 2 (Silika) : 25% - 60%
2. Al2O 3 (Alumina) : 10% - 30%
3. Fe2O 3 (Ferri oksida) : 5% - 25%

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
12

2.2.3.2. Klasifikasi Fly Ash

Menurut ASTM C618 – 96 ada tiga klasifikasi fly ash, yaitu:


1. Kelas C
a. Fly ash yang mengandung CaO lebih dari 10%, dihasilkan dari
pembakaran lignite atau sub bitumen batubara.
b. Kadar (SiO 2 + Al2O 3 + Fe2O 3) > 50%
2. Kelas F
a. Fly ash yang mengandung CaO kurang dari 10%, dihasilkan dari
pembakaran anthrachite atau bitumen batubara.
b. Kadar Kadar (SiO 2 + Al2O 3 + Fe2O 3) > 70%
3. Kelas N
Pozzolan alam atau hasil pembakaran yang dapat dogolongkan antara lain
tanah diatomic, opaline chertz dan shales, tuff dan abu vulkanik, dimana bisa
diproses melalui pembakaran atau tidak. Selain itu juga berbagai hasil
pembakaran yang mempunyai sifat pozzolan yang baik.

Penelitian ini menggunakan fly ash tipe F dari PLTU Jepara, Jawa Tengah dengan
komposisi kimia sebagai berikut:
Tabel 2.1. Komposisi kimia fly ash tipe F PLTU Jepara
Oksida Fly Ash tipe F (%)
SiO 2 45.27
Al2O 3 20.07
Fe2O 3 10.59
TiO2 0.82
CaO 13.32
MgO 2.83
K2O 1.59
Na2O 0.98
P2O 5 0.41
SO 3 1.00
MnO 2 0.07
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
13

2.2.3.3. Keuntungan dan Kelemahan Pemakaian Fly Ash

Keuntungan pemakaian fly ash pada beton adalah: (Hidayat, 1993)


1. Beton akan lebih kedap air karena kapur bebas yang dilepas pada proses
hidrasi akan terikat oleh silikat dan alumina aktif yang terkandung di dalam
fly ash dan menambah pembentukan silika gel, yang berubah menjadi kalsium
silikat hidrat yang akan menutupi pori–pori yang terbentuk sebagai akibat
dibebaskannya Ca(OH)2.
2. Mempermudah pengerjaan beton karena beton lebih plastis.
3. Mengurangi jumlah air yang digunakan (FAB), sehingga kekuatan beton akan
meningkat.
4. Menurunkan panas hidrasi yang terjadi, sehingga dapat mencegah terjadinya
retak.
5. Relatif dapat menghemat biaya karena akan mengurangi pemakaian semen.

Kelemahan pemakaian fly ash pada beton adalah: (Husin, 1998)


1. Pemakaian fly ash kurang baik untuk pengerjaan beton yang memerlukan
waktu pengerasan dan kekuatan awal yang tinggi, karena proses pengerasan
dan penambahan kekuatan betonnya agak lambat.
2. Pengendalian mutu harus sering dilakukan karena mutu fly ash sangat
tergantung pada proses pembakaran (suhu) serta jenis batubaranya.

2.2.4. Alkali Aktivator

Aktivator merupakan zat atau unsur yang menyebabkan zat atau unsur lain
bereaksi. Aktivator yang digunakan dalam pembuatan fly ash-based geopolymer
mortar ini adalah unsur alkali yang terhidrasi yaitu sodium hidroksida (NaOH)
dan sodium silikat (Na2SiO 3).

Sodium hidroksida berfungsi untuk mereaksikan unsur-unsur Al dan Si yang


terkandung di dalam fly ash sehingga dapat menghasilkan ikatan polimer yang
kuat, sedangkan sodium silikat mempunyai fungsi untuk mempercepat reaksi
polimerisasi. (Hardjito Djuwantoro, 2004)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
14

Modulus alkali merupakan perbandingan kandungan/jumlah Na2O dan SiO 2 pada


alkali aktivator. Kadar aktivator merupakan jumlah alkali aktivator yang
digunakan, berapa persen terhadap berat fly ash.

Penelitian ini menggunakan alkali aktivator yang digunakan adalah sodium


hidroksida (NaOH) dan sodium silikat (Na2SiO 3) jenis BE 58 R 2,3 yang dibeli
dari toko bahan kimia.

2.2.4.1. Sodium Hidroksida

Sodium hidroksida berfungsi untuk mereaksikan unsur-unsur Al dan Si yang


terkandung di dalam fly ash sehingga dapat menghasilkan ikatan polimer yang
kuat. Campuran antara fly ash dan sodium hidroksida membentuk ikatan yang
kurang kuat tetapi menghasilkan ikatan yang lebih padat dan tidak menimbulkan
keretakan.

Sodium hidroksida (NaOH) yang tersedia umumnya berupa serpihan dengan


kadar 98%. Sebagai aktivator, sodium hidroksida harus dilarutkan terlebih dahulu
dengan air sesuai dengan molaritas yang diinginkan. Larutan ini harus dibuat dan
didiamkan setidaknya selama satu malam sebelum pemakaian. (Hardjito, 2005)

2.2.4.2. Sodium Silikat

Sodium silikat merupakan larutan alkali yang memainkan peranan penting karena
mempunyai fungsi untuk mempercepat reaksi polimerisasi. Reaksi terjadi secara
lebih cepat ketika larutan alkali banyak mengandung larutan silikat seperti sodium
silikat ataupun potassium silikat, dibandingkan dengan larutan alkali yang banyak
mengandung larutan hidroksida. Antara fly ash dan sodium silikat membentuk
ikatan yang sangat kuat namun banyak terjadi retakan-retakan antar
mikrostrukturnya.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
15

Sodium silikat terdapat dalam 2 bentuk, yaitu padatan dan larutan dimana untuk
campuran beton lebih banyak digunakan dengan bentuk larutan. Sodium silikat
atau yang lebih dikenal dengan water glass, pada mulanya digunakan sebagai
campuran dalam pembuatan sabun. Sodium silikat pada perkembangannya saat
ini, digunakan untuk berbagai macam keperluan, antara lain untuk bahan
campuran semen, pengikat keramik, coating, campuran cat serta dalam beberapa
keperluan industri, seperti kertas, tekstil dan serat. Beberapa penelitian telah
membuktikan bahwa sodium silikat dapat digunakan untuk bahan campuran
dalam beton. (Hartono dan Sutanto, 2005). Dalam penelitian ini, sodium silikat
digunakan sebagai alkali aktivator.

2.3. Serat Abaka

Menurut (Sipuk, 2008) Serat abaka adalah serat yang berasal dari pelepah pisang
abaka atau disebut juga pisang manila. Pemanfaatan serat abaka sudah banyak
dilakukan misalnya saja untuk pembuatan kerajinan.

Gambar 2.3. Serat Abaka

Kelebihan Serat abaka menurut (Arisno Dwi, 2009) adalah:


1. Serat abaka memliki kualitas tinggi, sebab serat abaka ini tahan terhadap air
garam sehingga banyak digunakan sebagai pembungkus kabel bawah laut
atau tali tambang pada kapal.
2. Sangat kuat dan memiliki durabilitas yang tinggi.
3. Penggunaan serat abaka sangat ramah lingkungan dibandingkan dengan
penggunaan serat buatan. .
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
16

4. Memiliki kuat tarik yang tinggi. Hasil penelitian (Leslie Joy Lantisce - Diaz,
2005) menunjukan bahwa serat abaka memiliki kekuatan tarik mencapai
hingga 970 MPa, yang berarti 140,686 pound per inch2 dari daya yang
dibutuhkan untuk memutuskan serat tersebut.

Kelemahan serat abaka menurut (Rik Brouwer, 2010) adalah:


1. Kualitas serat tergantung oleh faktor alam, misalnya cuaca.
2. Tingginya angka penyerapan, menyebabkan pembengkakan terhadap serat
3. Suhu pengolahan dibatasi, karena serat mudah terbakar bila mengalami
kenaikan suhu yang signifikan.
4. Harga serat tidak bisa diprekdiksi, tergantung dari hasil panen, kebijakan
pasar dan ketersediaan.

2.4. Susut Plastis (Plastic Shrinkage)

2.4.1. Pengertian Susut Plastis

Perubahan volume akibat berkurangnya air dalam beton segar (fresh concrete)
pada proses hidrasi. Berkurangnya air tersebut diakibatkan adanya penguapan air
dari permukaan beton (evaporasi) dan penyerapan air (absorbsi) oleh cetakan.
Faktor–faktor yang mempengaruhi susut plastis antara lain suhu udara,
kelembaban relatif, dan kecepatan angin. Susut plastis terjadi beberapa jam
setelah beton dicor ke dalam cetakan. (Nawy, 2001)

Berikut ini adalah contoh kondisi cuaca penyebab terjadinya penguapan yang
dapat meningkatkan resiko susut plastis :
a. Penurunan kelembaban relatif. Perubahan kelembaban relatif dapat
mempengaruhi tingkat penguapan. Perubahan kelembaban relatif dari 90 %
menjadi 50 %, menyebabkan penguapan meningkat lima kali lipat.
b. Peningkatan kecepatan angin. Bertiupnya angin melewati permukaan beton
selama pengecoran dan perawatan, menyebabkan penguapan yang terjadi di
permukaan beton akan meningkat. .
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
17

c. Temperatur. Perubahan temperatur udara disekitar beton dari 10 hingga 20o C,


menyebabkan laju penguapan akan meningkat dua kali lipat.
d. Penguapan dan susut plastis juga dapat terjadi ketika temperatur beton secara
signifikan lebih tinggi daripada suhu udara (dan temperatur “titik embun”).

Penguapan merupakan kendala yang sering mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan


beton. Penguapan pada daerah yang beriklim tropis, dapat mengganggu sifat
kemudahan pengerjaan campuran beton, karena campuran dengan segera
kehilangan keplastisannya sebelum proses pemadatan dapat dilakukan secara
sempurna. Angin yang kencang juga dapat berakibat terhadap proses penguapan
air dari campuran. Penguapan yang melebihi kecepatan bleeding menyebabkan
terbentuknya gaya kapiler yang akan menekan dan memadatkan lapisan atas
akibat bertambahnya kecepatan pengendapan butiran semen pada lapisan ini.
Proses pengurangan penguapan setelah terjadinya penekanan kapiler,
menyebabkan bagian atas yang tertekan akan tetap mengendap akibat berat
gravitasi. Hal ini mempunyai efek yang sama bila proses finishing dilakukan
terlalu cepat. Proses penguapan yang berlangsung terlalu cepat melampaui
ketahanan terhadap tekanan gaya kapiler, menyebabkan terjadi gaya tarikan
hidrostatis. Hal ini meyebabkan massa mulai menyusut dalam arah lateral yang
sama besarnya dengan penyusutan dalam arah vertikal. Penyusutan yang terjadi
sebelum beton mengeras disebut susut plastis. Retakan pada permukaan terjadi
karena penyusutan arah lateral pada lapisan atas ditahan oleh lapisan yang di
bawahnya. Retakan ini mempunyai pola menyerupai bentuk hexagonal, dan hanya
dapat dihilangkan dengan memberikan getaran kembali. Besarnya tingkat
penyusutan plastis tergantung pada banyak faktor seperti ukuran agregat dan nilai
slump.

2.4.2. Pencegahan Susut Plastis

Susut plastis dapat dihindari dengan memperhatikan waktu yang tepat untuk
pengecoran, apakah kondisi cuaca yang terjadi dapat meningkatkan resiko
terjadinya susut plastis atau tidak. Penyusutan plastis dapat dihindarkan dengan
mencegah penguapan yang terlalu cepat pada permukaan beton, dengan cara
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
18

melindungi beton dari panas matahari atau angin secara langsung. Atau dengan
cara mendinginkan dan menyiram permukaan yang baru dicor. Semen ekspansif
kadang-kadang digunakan untuk mengurangi tegangan-tegangan susut tersebut.
Bahan ekspansif yang terkandung dalam semen menyebabkan beton ini mula-
mula sedikit mengembang. Pengembangan ini sebagian ditahan oleh penulangan
yang tertanam, tarikan bertambah dalam baja dan tekanan dalam beton juga
bertambah. Beton kemudian menyusut dan menjadi dingin, ia menuju ke keadaan
seimbang dengan perubahan yang sedikit dari panjangnya semula.
Beberapa langkah pencegahan susut plastis :
1. Membasahi lapisan bawah dan bekisting sebelum mulai pengecoran. Hal ini
dapat mengurangi resiko kehilangan kelembaban pada lapisan bawah beton.
2. Melindungi beton dari terpaan angin secara langsung.
3. Memberikan semprotan penghambat penguapan di atas permukaan beton
dengan segera setelah pengecoran.
4. Memulai masa perawatan segera setelah pengecoran selesai.

2.4. Hubungan Penambahan Serat Terhadap Susut Plastis

Penambahan serat di ketahui bisa menambah kuat tarik pada suatu mortar.
Penambahan serat pada kadar tertentu juga berpengaruh pada karakteristik retak
akibat dari susut plastis. Penambahan serat pada kadar tertentu bisa menaikan atau
bahkan mengurangkan kuat tekannya.

Hasil penelitian beton biasa dan beton SCC dengan menggunakan bahan tambah
AR-Glass Fibers dapat mengontrol retak akibat penyusutan pada usia dini. Hal ini
terjadi karena AR-Glass Fibers bertindak sebagai penguat lokal yang mebatasi
pergerakan retak bila posisi serat tegak lurus retak, tetapi bila posisi retak sejajar
serat mengakibatkan pertambahan retak semakin cepat (G. Barluenga, F.
Hernández-Olivares, 2007).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
19

Toledo Filho dan Sanjuan dalam Penelitiannya yang menggunakan serat sisal
dengan penambahan serat sebesar 0,2 % dari volume dengan panjang serat 25 mm
dapat menurunkan voume penyusutan plastis dan juga menurunkan lebar retak
pada mortar semen. Soroushian dan Ravanbakhsh juga meneliti bahwa
penambahan serat selulosa sebesar 0,06 % dari volume dapat menurunkan crack
area sebesar 78% dibandingkan dengan beton konvensional biasa dengan
menggunakan stress riser (Emma Boghossian, Leon D. Wegner, 2007).

Pengaruh volume serat pada perilaku retak terlihat jelas. Penambahan volume
serat dari 0,05% menjadi 0,1%, dengan penggunaan beberapa jenis serat
menghasilkan pengurangan yang sangat signifikan. Penggunaan serat kaca dengan
volume 0,1%, dapat mengurangi total daerah retak sebesar 99,5%, yang sebanding
dengan kinerja jenis serat lain dengan penambahan volume 0,3% . Hubungan
serupa juga terlihat untuk lebar retak maksimum. Penambahan serat dengan
volume 0,05% dapat mengurangi lebar retak maksimum sebesar 35-80% pada
benda uji mortar biasa. Penambahan volume serat pada benda uji mortar biasa
dinaikan menjadi 0,1%, dapat menyebabkan lebar retakan berkurang antara 83%
sampai 99% (Emma Boghossian, Leon D. Wegner, 2007).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1. Tinjauan Umum

Metode penelitian merupakan langkah-langkah penelitian suatu masalah, kasus,


gejala atau fenomena tertentu dengan jalan ilmiah untuk menghasilkan jawaban
yang rasional. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
eksperimen yaitu metode yang dilakukan dengan mengadakan suatu percobaan
langsung untuk mendapatkan suatu data atau hasil yang menghubungkan antara
variabel-variabel yang diselidiki. Metode eksperimen dapat dilakukan di dalam
ataupun di luar laboratorium. Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium
Bahan dan Struktur, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini dilakukan dengan mengadakan pengujian susut plastis pada fly ash
based geopolymer mortar dengan bahan tambah serat abaka. Adapun penelitian
yang dilakukan adalah mengamati besarnya perubahan dimensi pada benda uji
yang disebabkan oleh adanya penyusutan.

3.2. Alat – Alat yang Digunakan

Alat–alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain :


1. Timbangan
2. Senter
3. Microcrackmeter
4. Benang
5. Penggaris
6. Alat bantu
a Cetok semen, digunakan untuk mengaduk dan memasukkan adukan fly ash
based geopoymer mortar tersebut ke dalam cetakan.
commit to user

20
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
21

b Gelas ukur, digunakan untuk menakar air yang akan dipakai dalam
campuran fly ash based geopoymer mortar.
c Ember untuk tempat air dan sisa adukan
7. Ayakan dan mesin penggetar ayakan
17
Ayakan baja dan penggetar dengan lubang ayakan bujur sangkar. Ukuran
lubang ayakan yang tersedia adalah 75 mm, 50 mm, 38.1 mm, 25 mm, 19 mm,
12.5 mm, 9.5 mm, 4.75 mm, 2.36 mm, 1.18 mm, 0.30 mm, 0.15 mm, dan pan.
8. Cetakan mortar

3.3. Bahan–Bahan yang Digunakan

3.3.1. Agregat Halus (Fine Agregat)

Agregat halus merupakan agregat yang lolos ayakan 4,75 mm dan tertahan di atas
ayakan 0,15 mm. Sebelum penelitian berlangsung dilakukan uji pendahuluan
terhadap material yang digunakan. Pengujian agregat halus meliputi :
a. Pengujian gradasi dilakukan untuk mengetahui distribusi ukuran agregat
halus. Buktiran yang digunakan harus bervariasi antara besar dan kecil agar
butiran yang kecil mengisi pori diantara butir yang besar untuk mempunyai
kemampatan tinggi. Hasil uji gradasi menunjukkan bahwa modulus kehalusan
pasir 2,735 telah memenuhi standar ASTM C–33 yaitu modulus kehalusan
pasir yang memenuhi syarat sebesar 2.3-3.1.
b. Pengujian kandungan zat organik merupakan pengujian untuk mengamati
kandungan zat organik dalam agregat. Hasil pengujian kandungan zat organik
menunjukkan bahwa zat organik yang terkandung dalam pasir cukup besar
yaitu sekitar 10-20%. Hal ini tidak memenuhi syarat karena kandungan zat
organik dalam pasir > 5 %, maka pasir harus dicuci terlebih dahulu.
c. Pengujian kandungan lumpur dalam pasir merupakan pengujian untuk
mengetahui kadar lumpur dalam agregat. Hasil pengujian menunjukkan
bahwa pasir mengandung lumpur sebanyak 2 %, hal ini tidak memenuhi
syarat karena menurut standar yang ditetapkan kandungan lumpur dalam pasir

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
22

d. maksimum adalah 5 %. Pasir harus dicuci terlebih dahulu sebelum digunakan


agar lumpur yang terkandung dalam pasir hilang.
e. Pengujian specific grafity merupakan pengujian untuk mengetahui berat jenis
agregat tersebut. Nilai specific grafity untuk agregat normal antara 2,5–2,7.
Hasil pengujian specific gravity menunjukkan bahwa pasir mempunyai bulk
specific gravity SSD sebesar 2,63, telah memenuhi standar yang ditetapkan
oleh ASTM C.128-79.
Tata cara, analisis data dan hasil pengamatan secara lengkap untuk uji material
agregat halus (fine agregat) disajikan dalam Lampiran B.

3.3.2. Air

Adapun syarat-syarat air yang dapat digunakan sebagai pencampur mortar


menurut SNI 03-2847-2002 antara lain :
a. Air yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan pada adukan mortar
kecuali ketentuan berikut terpenuhi :
1. pemilihan proporsi campuran mortar harus didasarkan pada campuran
mortar yang menggunakan air dari sumber yang sama.
2. hasil pengujian pada umur 7 dan 28 hari pada kubus uji mortar yang dibuat
dari adukan dengan air yang tidak dapat diminum harus mempunyai
kekuatan sekurang-kurangnya sama dengan 90 % dari kekuatan benda uji
yang dibuat dengan air yang dapat diminum (menggunakan spesimen
kubus dengan ukuran sisi 50mm).(ASTM C 109)
b. Air mempunyai pH antara 4,5 – 7.
c. Air yang tidak mengandung debu atau coloid.

Air yang digunakan dalam penelitian ini adalah air yang berasal dari sumur
Laboratorium Bahan dan Struktur Universitas Sebelas Maret Surakarta. Air
yang digunakan harus memenuhi syarat, antara lain memiliki kotoran -
kotoran yang rendah, tidak berasa, tidak berbau dan tidak berwarna, karena
hal ini mempengaruhi kualitas mortar.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
23

3.3.3. Fly Ash

Fly ash yang digunakan adalah fly ash tipe F yang merupakan limbah dari PLTU
Jepara, yang diperoleh dari Toko Pembangunan Baru. Senyawa kimia fly ash
dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.1. Senyawa kimia fly ash yang digunakan


Oksida Fly Ash tipe F (%)
SiO2 45.27
Al2 O3 20.07
Fe2 O3 10.59
TiO2 0.82
CaO 13.32
MgO 2.83
K2 O 1.59
Na2O 0.98
P2 O5 0.41
SO3 1.00
MnO2 0.07
Sumber : Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan Yogyakarta

Gambar 3.1. Fly ash Toko Pembangunan Baru

3.3.4. Sodium Silikat dan Sodium Hidroksida

Penelitian ini menggunakan sodium silikat dengan jenis BE 58 R 2,3, dan sodium
hidroksida padat yang dijual di toko-toko bahan kimia. Sodium silikat dan sodium
hidroksida ini akan digunakan sebagai alkaline activator yang dapat digunakan
untuk mereaksikan unsur-unsur Si dan Al yang terkandung di dalam fly ash
sehingga terjadi reaksi polimerisasi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
24

Gambar 3.2. Sodium silikat Gambar 3.3. Sodium hidroksida

3.3.4 Serat Abaka

Serat yang berasal dari pelepah pohon pisang abaka yang sudah di potong
sepanjang 10 mm, 20 mm dan 30 mm. Penambahan variasi serat sebanyak 0,5%,
dari prosentase volume benda uji. Sebelumnya dilakukan pengujian untuk
properties seratnya yaitu diameter, kuat tarik dan berat jenisnya. Hasil Pengujian
Serat adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2. Hasil Uji Berat Jenis Serat


Hasil (triplo) Berat Jenis
Satuan
Benda Uji 1 Benda Uji 2 Benda Uji 3 Rata- Rata
0,9120 0,9109 0,9113 0,9114 gr/ml
Sumber : Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT)-UGM dengan
metode pengujian “Gravimetri”.

Tabel 3.3. Hasil Uji Diameter Serat dan Kuat Tarik Serat
Diameter Serat Kuat Tarik Serat Tunggal Kuat Tarik Serat
No. Sampel
(µm) (N) (MPa)
1 12,6 805,9131
2 21,8 1394,358
3 141,09 26,3 1682,184
4 13,9 889,0628
5 23,0 1471,111
Sumber : Laboratorium Bahan S1 Teknik Mesin-UGM dengan metode pengujian
berdasarkan ASTM D 3379-75.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
25

Glue (Lem)/Cement/Wax

Saat Penge-test-an

Test Speciment Length


(Panjang Serat yg di tes)
Kertas Karton Tipis Section burned or cut
dengan permukaan kasar away after gripping in
Length Overall test machine

Sampel Benda Uji :


Serat
Abaka

30 mm

50 mm

150 mm

Gambar 3.4. Sketsa Uji Kuat Tarik Serat

3.4. Tahap-Tahap Penelitian

Sebagai penelitian ilmiah, maka penelitian ini harus dilaksanakan dalam


sistematika yang jelas dan teratur sehingga nantinya diperoleh hasil yang baik dan
dapat dipertanggungjawabkan. Pelaksanaan penelitian ini dibagi dalam beberapa
tahap, yaitu:

a. Tahap I
Disebut tahap persiapan. Tahap ini menyiapkan seluruh bahan dan peralatan yang
akan digunakan agar penelitian berjalan dengan lancar. Pembuatan cetakan benda
uji juga dilakukan pada tahap ini.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
26

b. Tahap II
Disebut tahap uji bahan. Tahap ini menguji bahan penyusun mortar yaitu fly ash,
pasir, serat. Pengujian ini untuk mengetahui apakah bahan tersebut memenuhi
syarat atau tidak. Pengujian yang dilakukan meliputi:
Kadar lumpur, bertujuan untuk mengetahui kandungan lumpur yang ada dalam
pasir.
Gradasi, bertujuan untuk mengetahui susunan diameter butiran pasir dan
persentase modulus kehalusan butir.
Specific gravity, bertujuan untuk mengetahui berat jenis pasir serta daya serap
pasir terhadap air.
Pengujian kandungan kimiawi dari fly ash yang diambil di Toko pembangunan
baru.
Pengujian serat abaka, bertujuan untuk mengetahui diameter, kuat tarik serat
dan berat jenis yang dilakukan di laboratorium bahan dan material di teknik
mesin fakultas teknik Universitas Gadjah Mada

c. Tahap III
Disebut tahap pembuatan mix design. Tahap ini merencanaan pembuatan fly ash
based geopolymer mortar dengan acuan FAB yang diinginkan yaitu sebesar 0,25.
modulus alkali 1,25 dan penambahan dilakukan dengan menambahkan serat
sedikit demi sedikit sampai workability adukan maksimal. Setelah dilakukan uji
trial ternyata penambahan serat sampai dengan 1,5% adukan sudah tidak bisa
homogen. Maka dari itu diambil maksimal hanya 1% saja sebagai patokan.

d. Tahap IV
Disebut tahap pembuatan benda uji. Tahap ini melakukan pekerjaan sebagai
berikut:
1) Menimbang bahan-bahan yang akan digunakan sesuai mix design.
2) Membuat adukan fly ash based geopolymer mortar sesuai mix design dengan
penambahan serat abaca 0,5% volume dengan 3 variasi panjang.
3) Memasukkan adukan ke dalam cetakan.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
27

e. Tahap V
Disebut tahap pengujian benda uji. Tahap ini dilakukan pengujian terhadap susut
plastis dengan menggunakan microcrackmeter untuk mengamati retak yang
disebabkan penyusutan plastis yang dilakukan setiap hari selama 14 hari.

f. Tahap VI
Disebut tahap analisis data dan pembahasan. Tahap ini dilakukan perhitungan
hasil pengujian benda uji, yaitu mengetahui nilai susut plastis, susut pengeringan,
dan susut terkekang fly ash based geopolymer mortar serta membandingkannya
dengan benda uji biasa.

g. Tahap VII
Merupakan tahap kesimpulan dan saran. Tahap ini menyimpulkan hasil penelitian
yang telah diperoleh.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
28

Tahap-tahap penelitian dapat dilihat secara skematis dalam bagan alir berikut ini:

Mulai

Persiapan Bahan

Serat Pasir Fly Ash Alkali Air


I

Uji Bahan: Kadar Lumpur, Specific


grafity,Gradasi, Kuat Tarik Serat,
II kandungan kimiawi fly ash

Komposisi fly ash based


geopolymer diambil yang paling
optimum dari penelitian
Komposisi fly ash based geopolymer
sebelumnya
mortar dengan penambahan serat
III

Pembuatan Benda Uji


IV

Tinjauan
Tinjauan
Terhadap
Terhadap
susut
susut
Plastis
Plastis
IV
V

Analisis dan Pembahasan


VI

Kesimpulan
VII

Selesai

Gambar 3.5. Bagan Alir Tahap-tahap Penelitian

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
29

3.5. Pembuatan Benda Uji

Setelah menghitung komposisi fly ash based geopolymer mortar dan menimbang
bahan-bahan yang akan digunakan, kemudian dilanjutkan dengan pembuatan
benda uji. Langkah-langkah pembuatan benda uji adalah sebagai berikut :
1. Mengambil bahan-bahan penyusun fly ash based geopolymer mortar yaitu
pasir, fly ash, alkali aktivator (NaOH dan Na2SiO 3) serta air.
2. Melarutkan sodium hidroksida (NaOH) ke dalam sebagian air berdasarkan
perhitungan mix design, kemudian menambahkan sodium silikat (Na2SiO3) ke
dalam larutan sodium hidroksida.
3. Mencampur larutan (NaOH dan Na2SiO 3) tersebut sampai benar-benar
homogen selama waktu + 4 menit. Kemudian mendiamkan selama 1 hari agar
reaksi berlangsung penuh.
4. Mencampurkan pasir, fly ash, sampai homogen, kemudian menambahkan
campuran NaOH dan Na2SiO 3 yang sudah didiamkan 1 hari dan terus
mengaduk campuran tersebut sehingga menjadi adukan segar fly ash based
geopolymer mortar yang homogen.
5. Tambahkan serat abaka sesuai dengan kadar 0,5 % volume benda uji dengan
variasi panjang 10 mm, 20 mm, 30 mm pada adukan fly ash-based geopolymer
mortar.
6. Memasukkan adukan ke dalam cetakan yang telah dilapisi plastik didalamnya.
Adukan mortar dimasukkan ke dalam cetakan secara berlapis dan setiap lapis
dipadatkan agar pemadatannya sempurna.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
30

Berikut ini cetakan untuk pengujian susut plastis berukuran 560 x 355 x 100
mm3 (ASTM C1579-06, Standard test method for evaluating plastic shrinkage
cracking)

25 m m

100 mm
12.9 mm
68°

68° 62 mm
32 m m
90 mm 280 mm

560 mm

Tampak Samping

355 mm

Tampak Atas

Gambar 3.6. Cetakan benda uji susut plastis (Plastic Shrinkage)

3.6. Prosedur Pengujian Susut Plastis (Plastic Shrinkage)

Langkah-langkah pengujian susut plastis pada fly ash based geopolymer mortar
adalah sebagai berikut :
1. Benda uji dimasukkan ke dalam cetakan.
2. Benda uji ditempatkan dalam ruangan dengan kondisi suhu kamar, dan
membiarkan benda uji dalam ruangan tanpa sirkulasi udara yang signifikan.
3. Mendiamkan benda uji sampai kering.
4. Mengamati keretakan yang terjadi yang meliputi lebar dan panjang retak tiap 1
hari dengan menggunakan microcrackmeter, dan menggambar sketsa
keretakan pada kertas.
5. Mengulang langkah 4 untuk mengetahui perkembangan retakan yang sudah
ada dan mengamati retak baru yang muncul sampai hari ke-14.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
31

6. Mencatat panjang retakan, lebar retakan dan menggambar sketsa retakan yang
terjadi pada benda uji.

Gambar 3.7. microcrackmeter (kiri) dan Penggunaan microcrackmeter (kanan)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB 4
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengujian Susut Plastis (Plastic Shrinkage)

Pengujian susut plastis bertujuan untuk mengetahui retak rambut yang di


akibatkan penguapan air dari Fly Ash Based geopolymer mortar. Pengujian
dilakukan dengan mengukur panjang dan lebar retakan dengan menggunakan alat
microcrackmeter. Sampel yang digunakan dengan menggunakan penambahan
serat 0,5 % berdasarkan kuat tekan optimum yang di peroleh dari penelitian
saudara Prajapati, dan variasi panjang serat yang beragam yaitu 10 mm, 20 mm 30
mm.

Bentuk cetakan benda uji berukuran 560 x 355 x 100 mm3, cetakan mortar
tersebut diamati secara terus-menerus untuk mengidentifikasi terjadinya retak.

355 mm Tampak Atas

25 mm

12.9 mm 68°
100 mm
160 mm 68° 62 mm
32 mm

90 mm 280 mm

560 mm

Tampak Samping

Gambar 4.1. Cetakan benda uji susut plastis (Plastic Shrinkage)

commit to user

32
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
33

Cetakan benda uji yang akan digunakan, dipasang 3 (tiga) buah stress riser
dengan bentuk dan ukuran geometri tertentu. Seiring dengan terjadinya
penyusutan pada benda uji, air pada benda uji mengalami penguapan sehingga
menimbulkan pori yang memungkinkan material bergerak untuk mengisi pori
tersebut. Stress riser berfungsi membatasi pergerakan material tersebut sehingga
menimbulkan retak pada benda uji. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa retak
yang terjadi pada benda uji sebagian besar terjadi pada daerah di sekitar stress
riser.

4.2. Analisis Data

Hasil pengujian susut plastis dengan variasi penambahan panjang serat dapat
dilihat dalam Gambar 4.2. sampai Gambar 4.6. berikut ini.

BENDA UJI 1 BENDA UJI 2


A1 1
3
6
A2 3
A3 A5
A3 4 1 4 2
A1 A4
A4
5 A2 5
A5 7
2 A6

112 mm 112 mm 112 mm 112 mm 112 mm 112 mm 112 mm 112 mm 112 mm 112 mm

560 mm 560 mm

BENDA UJI 3

1
A1
2
A2 3

A3 4

112 mm 112 mm 112 mm 112 mm 112 mm

Gambar 4.2. Retakan Pada Benda Uji Geopolymer Mortar Tanpa Serat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
34

BENDA UJI 1

2 A2

1 A1

112 mm 112 mm 112 mm 112 mm 112 mm

560 mm

BENDA UJI 2

3
A2

2 A1 1 A3

112 mm 112 mm 112 mm 112 mm 112 mm

560 mm

BENDA UJI 3

A1
2

1
A2

112 mm 112 mm 112 mm 112 mm 112 mm

560 mm

Gambar 4.3. Retakan Pada Benda Uji Geopolymer Mortar dengan Penambahan
Panjang Serat 1cm
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
35

BENDA UJI 1
1
A1
2
A2

A3 3
4
A4

BENDA UJI 2

3
A2

1
2
A1

112 mm 112 mm 112 mm 112 mm 112 mm

560 mm

BENDA UJI 3

3 A2

2
1 A1

112 mm 112 mm 112 mm 112 mm 112 mm

560 mm

Gambar 4.4. Retakan Pada Benda Uji Geopolymer Mortar dengan Penambahan
Panjang Serat 2cm

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
36

BENDA UJI 1

5 A3

6
A1
1
A4 3 A5
2
7
A2
4
A6

112 mm 112 mm 112 mm 112 mm 112 mm

560 mm

BENDA UJI 2

A2
3 2

A1 1 A3 4

112 mm 112 mm 112 mm 112 mm 112 mm

560 mm

BENDA UJI 3
A1 A3
3 2

A2 A4 4
1 5

11 2 mm 11 2 mm 112 mm 112 mm 112 mm

560 mm

Gambar 4.5. Retakan Pada Benda Uji Geopolymer Mortar dengan Penambahan
Panjang Serat 3cm
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
37

Proses perkembangan panjang retak pada gambar 4.2., dapat dijelaskan dengan
gambar 4.6. sebagai berikut:

a. Benda Uji 1

b. Benda Uji 2

`
c. Benda Uji 3

Gambar 4.6. Grafik hubungan antara umur Geopolymer Tanpa Serat dengan
Panjang Retakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
38

Gambar 4.6. ini menunjukkan perubahan panjang retak yang terjadi dengan
bertambahnya umur pada benda uji fly ash based geopolymer mortar tanpa
penambahan serat.

Gambar 4.6.a. menunjukan terjadi 5 retak pada hari pertama. Retak 1 dan 2
menunjukkan panjang retak terus bertambah hingga hari ke-4 dan nilainya mulai
konstan pada hari selanjutnya sampai hari ke-14. Sedangkan pada retak 3, 4 dan 5
panjang retak terus bertambah hingga hari ke-8, kemudian mulai konstan pada
hari selanjutnya sampai hari ke-14.

Gambar 4.6.b. menunjukan terjadi 4 retak pada hari pertama. Retak 1


menunjukkan panjang retak tidak terlalu mengalami penambah yang besar,
cenderung konstan dari awal sampai hari ke-14. Retak 2 dan 3 menunjukkan
panjang retak terus bertambah hingga hari ke-6 dan nilainya mulai konstan pada
hari selanjutnya sampai hari ke-14. Retak 4 menunjukkan panjang retak
cenderung konstan dari awal retak sampai hari ke-5,kemudian nilai bertambah
hingga hari ke-7 dan nilainya mulai konstan lagi pada hari selanjutnya sampai hari
ke-14. Hari ke-5 terjadi retak baru yaitu retak 5 dengan panjang retak cenderung
konstan dari awal sampai hari ke-14. Retak baru kembali terjadi pada hari ke-7
dengan 2 retakan yaitu retak 6 dan 7. Retak 6 menunjukkan penambahan panjang
retak tidak terlalu panjang, cenderung konstan dari awal hingga hari ke-14,
sedangkan pada hari ke-7 panjang retak terus bertambah hingga hari ke-11 dan
nilainya mulai konstan pada hari selanjutnya sampai hari ke-14.

Gambar 4.6.c menunjukan terjadi 2 retakan pada hari pertama. Retak 1 dan 2
panjang retak terus bertambah sampai hari ke-7 dan nilainya cenderung konstan
pada hari selanjutnya sampai hari ke-14. Hari ke-2 terjadi retak baru yaitu retak 3
dengan panjang retak terus bertambah sampai hari ke-9, kemudian cenderung
konstan pada hari selanjutnya sampai hari ke-14. Retak baru kembali terjadi pada
hari ke-6 yaitu retak 4 dengan pada awal retak, kemudian cenderung konstan pada
hari selanjutnya sampai hari ke-14.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
39

Proses perkembangan lebar retak pada gambar 4.2., dapat dijelaskan dengan
gambar 4.7 sebagai berikut:

a. Benda Uji 1

b. Benda Uji 2

c. Benda Uji 3

Gambar 4.7. Grafik hubungan antara umur Geopolymer Tanpa Serat dengan Lebar
Retakan

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
40

Gambar 4.7. ini menunjukkan perubahan lebar retak yang terjadi dengan
bertambahnya umur pada benda uji fly ash based geopolymer mortar tanpa
penambahan serat.

Gambar 4.7.a. menunjukan terjadi 5 retak pada hari pertama. Retak 1, 2 dan 3
menunjukkan lebar retak cenderung terus bertambah hingga hari ke-8 dan nilainya
mulai konstan pada hari selanjutnya sampai hari ke-14. Retak 4 menunjukkan
lebar retak terus bertambah hingga hari ke-3 dan nilainya mulai konstan pada hari
selanjutnya sampai hari ke-7, kembali bertambah pada hari ke-8 dan konstan lagi
sampai hari ke-14. Retak 5 menunjukkan lebar retak terus bertambah hingga hari
ke-4 dan nilainya mulai konstan pada hari selanjutnya sampai hari ke-9, kembali
bertambah pada hari ke-10 dan konstan lagi sampai hari ke-14.

Gambar 4.7.b. menunjukan terjadi 4 retak pada hari pertama. Retak 1


menunjukkan lebar retak cenderung konstan sampai hari ke-5, kemudian
bertambah sampai hari ke-9 dan konstan lagi pada hari berikutnya sampai hari
ke-14. Retak 2 dan 3 menunjukkan lebar retak terus bertambah hingga hari ke-3
dan nilainya mulai konstan pada hari selanjutnya sampai hari ke-8 kemudian
bertambah pada hari ke-9 dan mulai konstan lagi pada hari selanjutnya sampai
hari ke-14. Retak 4 menunjukkan lebar retak cenderung konstan sampai hari ke-3
dan nilainya bertambah sampai hari ke-6, kembali konstan pada hari selanjutnya
sampai hari ke-14. Hari ke-5 terjadi retak baru yaitu retak 5 dengan lebar retak
terus bertambah sampai hari ke-8 dan nilainya mulai konstan pada hari
selanjutnya sampai hari ke-14. Retak baru kembali terjadi pada hari ke-7 dengan 2
retakan yaitu retak 6 dan 7, lebar retak terus bertambah hingga hari ke-10 dan
nilainya mulai konstan pada hari selanjutnya sampai hari ke-14.

Gambar 4.7.c. menunjukan terjadi 2 retakan pada hari pertama. Retak 1


menunjukkan lebar retak terus bertambah hingga hari ke-3 dan nilainya mulai
konstan pada hari selanjutnya sampai hari ke-7, kemudian bertambah pada hari
ke-8 dan kembali konstan lagi pada hari selanjutnya sampai hari ke-14. Retak 2
menunjukkan lebar retak terus bertambah sampai hari ke-8 dan mulai konstan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
41

pada hari selanjutnya sampai hari ke-14. Hari ke-2 terjadi retak baru yaitu retak 3,
dengan lebar retak terus bertambah sampai hari ke-6 dan mulai konstan pada hari
selanjutnya sampai hari ke-14. Retak baru kembali terjadi pada hari ke-6 yaitu
retak 4, lebar retak terus bertambah sampai hari ke-10 dan mulai konstan pada
hari selanjutnya sampai hari ke-14.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
42

Proses perkembangan panjang retak pada gambar 4.3., dapat dijelaskan dengan
gambar 4.8. sebagai berikut:

a. Benda Uji 1

b. Benda Uji 2

c. Benda Uji 3

Gambar 4.8. Grafik hubungan antara umur Geopolymer dengan Panjang Retakan
Pada Penambahan Serat 1cm
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
43

Gambar 4.8. ini menunjukkan perubahan panjang retak yang terjadi terhadap
bertambahnya umur pada benda uji fly ash based geopolymer mortar dengan
penambahan serat 1 cm.

Gambar 4.8.a. menunjukan terjadi 1 retakan pada hari ke-2 dan kembali muncul
retakan baru pada hari ke-5. Panjang retak keduanya cenderung langsung
mengalami peningkatan yang tinggi pada awal terjadinya retak, tetapi nilainya
cenderung konstan pada hari selanjutnya sampai hari ke-14.

Gambar 4.8.b. menunjukan terjadi 1 retak pada hari ke-4 tetapi pada hari ke-5 dan
ke-7 retak baru kembali muncul. Retak 1 menunjukan panjang retak terus
bertambah hingga hari ke-8 dan mulai konstan pada hari selanjutnya sampai hari
ke-14. Retak 2 dan 3 menunjukan panjang retak cenderung langsung mengalami
peningkatan yang tinggi pada awal terjadinya retak, tetapi nilainya cenderung
konstan pada hari selanjutnya sampai hari ke-14.

Gambar 4.8.c. menunjukan terjadi 2 retakan pada hari ke-4. Panjang retak
keduanya cenderung langsung mengalami peningkatan yang tinggi pada awal
terjadinya retak, tetapi nilainya cenderung konstan pada hari selanjutnya sampai
hari ke-14.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
44

Proses perkembangan lebar retak pada gambar 4.3., dapat dijelaskan dengan
gambar 4.9 sebagai berikut:

a. Benda Uji 1

b. Benda Uji 2

c. Benda Uji 3

Gambar 4.9. Grafik hubungan antara umur Geopolymer dengan Lebar Retakan
Pada Penambahan Serat 1cm

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
45

Gambar 4.9. ini menunjukkan perubahan lebar retak yang terjadi terhadap
bertambahnya umur pada benda uji fly ash based geopolymer mortar dengan
penambahan serat 1 cm.

Gambar 4.9.a. menunjukan terjadi 1 retakan pada hari ke-2 dan kembali muncul
retakan baru pada hari ke-5. Lebar retak keduanya terus bertambah sampai hari
ke-8, tetapi nilainya mulai konstan pada hari selanjutnya sampai hari ke-14.

Gambar 4.9.b. menunjukan terjadi 1 retak pada hari ke-4 tetapi pada hari ke-5 dan
ke-7 retak baru kembali muncul. Retak 1 menunjukan lebar retak cenderung
konstan sampai hari ke-8, tetapi pada hari ke-9 nilanya bertambah hingga hari ke-
11 dan kembali konstan lagi pada hari selanjutnya sampai hari ke-14. Retak 2
menunjukan lebar retak terus meningkat sampai hari ke-10 kemudian mulai
konstan pada hari selanjutnya sampai hari ke-14. Retak 3 menunjukan lebar retak
cenderung langsung mengalami peningkatan yang tinggi pada awal terjadinya
retak, tetapi nilainya cenderung konstan pada hari selanjutnya sampai hari ke-14.

Gambar 4.9.c. menunjukan terjadi 2 retakan pada hari ke-4. Retak 1 menunjukan
lebar retak terus bertambah sampai hari ke-9 dan nilainya konstan pada hari
selanjutnya sampai hari ke-14. Retak 2 menunjukan lebar retak cenderung konstan
atau mengalami peningkatan tiap 2-3 hari dari awal terjadinya retak sampai hari
ke-14.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
46

Proses perkembangan panjang retak pada gambar 4.4., dapat dijelaskan dengan
gambar 4.10. sebagai berikut:

a. Benda Uji 1

b. Benda Uji 2

C. Benda Uji 3

Gambar 4.10. Grafik hubungan antara umur Geopolymer dengan Panjang


Retakan Pada Penambahan Serat 2cm
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
47

Gambar 4.10. ini menunjukkan perubahan panjang retak yang terjadi terhadap
bertambahnya umur pada benda uji fly ash based geopolymer mortar dengan
penambahan serat 2 cm.

Gambar 4.10.a. menunjukan terjadi 2 retakan pada hari ke-1. Retak 1 dan 2
menunjukan panjang retak terus bertambah hingga hari ke-8 dan nilainya mulai
konstan pada hari selanjutnya sampai hari ke-14. Retak baru pada kembali muncul
pada hari ke-4 dan ke-5 yaitu retak 3 dan retak 4. Panjang retak terus bertambah
hingga hari ke-9 dan nilainya mulai konstan pada hari selanjutnya sampai hari ke-
14.

Gambar 4.10.b. menunjukan terjadi 2 retak pada hari ke-1 tetapi pada hari ke-5
retak baru kembali muncul. Retak 1 dan 2 menunjukan panjang retak cenderung
langsung mengalami peningkatan yang tinggi pada awal terjadinya retak, tetapi
nilainya cenderung konstan pada hari selanjutnya sampai hari ke-14. Retak 3
menunjukan panjang retak bertambah hingga hari ke-7 dan mulai konstan pada
hari selanjutnya sampai hari ke-14.

Gambar 4.10.c. menunjukan terjadi 2 retak pada hari ke-1 tetapi pada hari ke-6
retak baru kembali muncul. Panjang retak ketiganya cenderung langsung
mengalami peningkatan yang tinggi pada awal terjadinya retak, tetapi pada hari
berikutnya nilainya cenderung konstan atau mengalami penambahan yang tidak
begitu besar sampai hari ke-14.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
48

Proses perkembangan lebar retak pada gambar 4.4., dapat dijelaskan dengan
gambar 4.11 sebagai berikut:

a. Benda Uji 1

b. Benda Uji 2

c. Benda Uji 3

Gambar 4.11. Grafik hubungan antara umur Geopolymer dengan Lebar Retakan
Pada Penambahan Serat 2cm
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
49

Gambar 4.11. ini menunjukkan perubahan lebar retak yang terjadi terhadap
bertambahnya umur pada benda uji fly ash based geopolymer mortar dengan
penambahan serat 2 cm.

Gambar 4.11.a. menunjukan terjadi 2 retakan pada hari ke-1 dan kembali muncul
retakan baru pada hari ke-4 dan ke-5. Retak 1, 3 dan 4 menunjukan lebar retak
mengalami peningkatan pada 4 hari pertama, kemudian konstan pada hari
selanjutnya sampai hari ke-14, sedangkan pada retak 2 lebar retak terus bertambah
hingga hari ke-8 dan nilainya mulai konstan pada hari selanjutnya sampai hari
ke-14.

Gambar 4.11.b. menunjukan terjadi 2 retak pada hari ke-1 tetapi pada hari ke-5
retak baru kembali muncul. Retak 1 dan 3 menunjukan lebar retak cenderung
konstan pada 4 hari pertama dan mengalami peningkatan pada 1 hari setelahnya,
kemudian konstan kembali pada hari selanjutnya sampai hari ke-14. Rretak 2
menunjukan lebar retak cenderung konstan sampai hari ke-9, kemudian
mengalami peningkatan pada 1 hari setelahnya dan konstan kembali pada hari
selanjutnya sampai hari ke-14.

Gambar 4.11.c. menunjukan terjadi 2 retakan pada hari ke-1 tetapi pada hari ke-6
retak baru kembali muncul. Retak 1 menunjukan lebar retak terus bertambah
sampai hari ke-6 dan nilainya konstan pada hari selanjutnya sampai hari ke-14.
Retak 2 menunjukan lebar retak bertambah sampai hari ke-2 dan nilainya
cenderung konstan sampai hari ke-14 atau hanya mengalami peningkatan pada
hari ke-9. Retak 3 menunjukan lebar retak cenderung konstan pada 3 hari pertama
dan mengalami peningkatan pada 1 hari setelahnya, kemudian kembali konstan
pada hari selanjutnya sampai hari ke-14.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
50

Proses perkembangan panjang retak pada gambar 4.5., dapat dijelaskan dengan
gambar 4.12. sebagai berikut:

a. Benda Uji 1

b. Benda Uji 2

c. Benda Uji 3

Gambar 4.12. Grafik hubungan antara umur Geopolymer dengan Panjang


Retakan Pada Penambahan Serat 3cm

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
51

Gambar 4.12. ini menunjukkan perubahan panjang retak yang terjadi terhadap
bertambahnya umur pada benda uji fly ash based geopolymer mortar dengan
penambahan serat 3 cm.

Gambar 4.12.a. menunjukan terjadi 5 retakan pada hari ke-1 tetapi pada hari ke-2
dan ke-5 retak baru kembali muncul. Retak 1 dan 3 menunjukan panjang retak
terus bertambah hingga hari ke-5 dan nilainya mulai konstan pada hari
selanjutnya sampai hari ke-14, sedangkan pada retak 2, 4, 5, 6 dan 7 cenderung
langsung mengalami peningkatan yang tinggi pada awal terjadinya retak, tetapi
nilainya cenderung konstan pada hari selanjutnya sampai hari ke-14.

Gambar 4.12.b. menunjukan terjadi 2 retak pada hari ke-2 tetapi pada hari ke-3
dan ke-6 retak baru kembali muncul. Retak 1 dan 3 menunjukan panjang retak
mengalami peningkatan sampai hari ke-7, kemudian konstan pada hari berikutnya
sampai hari ke-14. Retak 2 dan 4 menunjukan panjang retak tidak terlalu
mengalami peningkatan yang besar, cenderung konstan dari awal terjadinya retak
sampai hari ke-14.

Gambar 4.12.c. menunjukan terjadi 1 retak pada hari ke-3 tetapi pada hari ke-4
dan ke-6 masing-masing terjadi 2 retak baru. Retak 1, 2, 3 dan 4 menunjukan
panjang retak mengalami peningkatan pada 2 hari pertama, kemudian konstan
pada hari berikutnya sampai hari ke-14. Retak 5 menunjukan panjang retak
cenderung konstan dari awal terjadinya retak sampai hari ke-14.terus bertambah
hingga hari ke-4 dan nilainya mulai konstan pada hari selanjutnya sampai hari
ke-14.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
52

Proses perkembangan lebar retak pada gambar 4.5., dapat dijelaskan dengan
gambar 4.13 sebagai berikut:

a. Benda Uji 1

b. Benda Uji 2

c. Benda Uji 3

Gambar 4.13. Grafik hubungan antara umur Geopolymer dengan Lebar Retakan
Pada Penambahan Serat 3cm
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
53

Gambar 4.13. ini menunjukkan perubahan lebar retak yang terjadi terhadap
bertambahnya umur pada benda uji fly ash based geopolymer mortar dengan
penambahan serat 3 cm.

Gambar 4.13.a. menunjukan terjadi 5 retak pada hari pertama tetapi pada hari ke-2
dan ke-5 kembali muncul retak baru. Retak 1 dan 3 menunjukan lebar retak
cenderung konstan dari awal hingga hari ke-5 kemudian naik pada hari ke-6 dan
kembali konstan pada hari selanjutnya sampai hari ke-14. Retak 2 menunjukkan
lebar retak terus bertambah hingga hari ke-5 dan nilainya mulai konstan pada hari
selanjutnya sampai hari ke-14, sedangkan pada retak 4 dan 7 lebar retak
bertambah pada 2 hari pertama dan nilainya mulai konstan pada hari selanjutnya
sampai hari ke-14. Retak 5 menunjukan lebar retak cenderung konstan dari awal
hingga hari ke-8 kemudian naik pada hari ke-9 dan kembali konstan pada hari
selanjutnya sampai hari ke-14. Pada retak 6 lebar retak bertambah tiap rentang 3
hari dari awal sampai hari ke-14.

Gambar 4.13.b. menunjukan terjadi 2 retak pada hari ke-2 tetapi pada hari ke-3
dan ke-6 kembali muncul retak baru. Retak 1 menunjukan lebar retak terus
bertambah sampai hari ke-6 dan mulai konstan pada hari selanjutnya sampai hari
ke-14. Retak 2 dan 3 menunjukan lebar retak terus bertambah hingga hari ke-8
dan nilainya mulai konstan pada hari selanjutnya sampai hari ke-14, sedangkan
pada retak 4 lebar retak konstan pada 2 hari pertama dan nilainya naik pada hari
ke-9 , kemudian mulai konstan lagi pada hari selanjutnya sampai hari ke-14.

Gambar 4.13.c. menunjukan terjadi 1 retak pada hari ke-3 tetapi pada hari ke-4
dan ke-6 kembali muncul masing-masing 2 retak baru. Kelima retak tersebut
menunjukan lebar retak mulai konstan pada hari 8-10 dari awal retak hingga hari
ke-14

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
54

4.3. Pengaruh Serat Terhadap Perilaku Retak akibat Susut


Plastis (Plastic Shrinkage) Fly-Ash Based Geopolymer Mortar

4.3.1. Pengaruh Serat Terhadap Panjang Retak

Rekapitulasi panjang retak dari hasil pengujian susut plastis dengan variasi
penambahan panjang serat dapat dilihat dalam Tabel 4.1. berikut ini.

Tabel 4.1. Rakapitulasi Total Panjang Retak Pada Fly-Ash Based Geopolymer
Mortar Dengan Variasi Panjang Serat

GEOPOLYMER
BENDA UJI 1 BENDA UJI 2 BENDA UJI 3
MORTAR Rata –
Variasi panjang serat rata
Total Panjang Retak ( mm )
(mm)
0 302,00 79,70 38,58 140,09
10 14,20 20,60 14,32 16,37
20 91,50 9,00 10,32 36,94
30 43,22 42,12 48,28 44,54

Tabel 4.1. dapat dibuat grafik trendline hubungan antara penambahan panjang
serat dengan panjang retak rata-rata yang terlihat pada Gambar 4.14.

0 10 20 30 40
variasi panjang serat ( mm )
Gambar 4.14. Grafik hubungan antara Penambahan Serat dengan Panjang
Retak Pada Fly-Ash Based Geopolymer Mortar

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
55

Gambar 4.14. menunjukan adanya pengaruh variasi panjang serat dengan fab
0,25 terhadap lebar retak akibat dari penyusutan plastis. Geopolymer mortar yang
di tambah serat dengan variasi panjang serat 10 mm, 20 mm dan 30 mm
menyebabkan menyebabkan panjang retakannya semakin kecil, tetapi nilainya
menjadi besar kembali ketika panjang serat diperbesar.

Gambar 4.14. bisa juga memperkirakan berapa panjang serat optimum yang
dapat meminimalkan panjang retakan dari persamaan regresi Y = 0,328X 2 -
12,51X + 132,2. Prosentase serat optimum didapat dari penurunan dy/dx=0.
Penurunan tersebut menghasilkan persamaan 65,66X -125,1=0, sehingga didapat
nilai X = 19,05 mm

4.3.2. Pengaruh Serat Terhadap Lebar Retak

Rekapitulasi lebar retak dari hasil pengujian susut plastis dengan variasi
penambahan panjang serat dapat dilihat dalam Tabel 4.2. berikut ini.

Tabel 4.2. Rakapitulasi Total Lebar Retak Pada Fly-Ash Based Geopolymer
Mortar Dengan Variasi Panjang Serat

GEOPOLYMER BENDA UJI 1 BENDA UJI 2 BENDA UJI 3


MORTAR Rata –
Variasi panjang serat rata
Total Lebar Retak ( mm )
(mm)
0 0,72 0,74 0,42 0,63
10 0,14 0,30 0,14 0,19
20 0,36 0,20 0,16 0,24
30 0,56 0,48 0,34 0,46

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
56

Tabel 4.2. dapat dibuat grafik trendline hubungan antara penambahan panjang
serat dengan total lebar retak seperti pada Gambar 4.15. berikut ini.

0 10 20 30 40
variasi panjang serat ( mm )

Gambar 4.15. Grafik hubungan antara Penambahan Serat dengan Lebar Retak
Pada Fly-Ash Based Geopolymer Mortar

Gambar 4.15. menunjukan adanya pengaruh variasi panjang serat dengan fab
0,25 terhadap lebar retak akibat dari penyusutan plastis. Geopolymer mortar yang
di tambah serat dengan variasi panjang serat 10 mm, 20 mm dan 30 mm
menyebabkan lebar retakannya semakin kecil, tetapi nilainya menjadi besar
kembali ketika panjang serat diperbesar.

Gambar 4.15. bisa juga memperkirakan berapa panjang serat optimum yang
dapat meminimalkan lebar retak dari persamaan regresi Y = 0,0016X 2 -0,0535X
+ 0,6113. Prosentase serat optimum didapat dari penurunan dy/dx=0. Penurunan
tersebut menghasilkan persamaan 0,0032X -0,0535=0, sehingga didapat nilai X =
16,72 mm

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
57

4.3.3. Pengaruh Serat Terhadap Crack Density

Nilai crack density diperoleh dari pengolahan data panjang retakan dan lebar
retakan. Nilai crack density dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Crack density ……………………... (4.1)

Rekapitulasi crack density retak dari hasil pengujian susut plastis dengan variasi
penambahan panjang serat dapat dilihat dalam Tabel 4.3. berikut ini.

Tabel 4.3. Rakapitulasi nilai crack density Pada Fly-Ash Based Geopolymer
Mortar Dengan Variasi Panjang Serat

GEOPOLYMER BENDA UJI 1 BENDA UJI 2 BENDA UJI 3


MORTAR Rata –
Variasi panjang serat rata
Crack Area Density ( mm2 /cm2 )
(mm)
0 0,01748 0,00330 0,00170 0,00749
10 0,00043 0,00079 0,00042 0,00055
20 0,00380 0,00020 0,00026 0,00142
30 0,00149 0,00213 0,00134 0,00165

Tabel 4.3. dapat dibuat grafik trendline hubungan antara penambahan panjang
serat dengan crack density seperti pada Gambar 4.16. berikut ini.

0 10 20 30 40
variasi panjang serat ( mm )

Gambar 4.16. Grafik hubungan antara Penambahan Serat dengan Crack


Density Pada Fly-Ash Based Geopolymer Mortar

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
58

Gambar 4.16. menunjukan adanya pengaruh variasi panjang serat dengan fab
0,25 terhadap crack density akibat dari penyusutan plastis. Geopolymer mortar
yang di tambah serat dengan variasi panjang serat 10 mm, 20 mm dan 30 mm
menyebabkan crack density semakin kecil, tetapi nilainya menjadi besar kembali
ketika panjang serat diperbesar.

Gambar 4.16. bisa juga memperkirakan berapa panjang serat optimum yang
dapat meminimalkan crack density dari persamaan regresi Y = 0,000018X 2 -
0,000705X + 0,007071. Prosentase serat optimum didapat dari penurunan
dy/dx=0. Penurunan tersebut menghasilkan persamaan 0,000036X -0,000705=0,
sehingga didapat nilai X = 19,58 mm

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan dengan penambahan kadar serat 0,5 % dari volume
benda uji, mampu meningkatkan kinerja geopolymer mortar dilihat dari
menurunnya nilai retakan hingga angka optimum.
a. Ditinjau dari segi panjang retak, dengan persamaan regresi y = 0,328x2 -
12,51x + 132,2, nilai optimumnya didapat dengan panjang serat 19,05 mm.
b. Ditinjau dari segi lebar retak, dengan persamaan regresi y = 0,0016x2 -
0,0535x + 0,6113, nilai optimumnya didapat dengan panjang serat 16,72 mm.
c. Ditinjau dari segi crack density, dengan persamaan regresi y = 0,000018y2 -
0,000705y + 0,007071, nilai optimumnya didapat dengan panjang serat 19,58
mm.

5.2. Saran

Berdasarkan penelitian ini, dapat diberikan saran-saran sebagai berikut:


1. Saat memasukkan dalam cetakan harus dilakukan pemadatan secara benar,
cetakan harus benar-benar simetri, dan penempatan stess riser yang sesuai
pedoman untuk mendapatkan karakteristik retak yang diinginkan.
2. Saat penaburan serat diusahakan merata dan tidak menggumpal hanya pada
satu sisi.
3. Agregat halus yang digunakan dalam keadaan SSD/ kering permukaan, bila
terlalu basah akan memicu retak yang lebih besar, sedangkan bila terlalu
kering akan banyak menyerap air yang digunakan untuk campuran.
4. Perlu adanya sosialisasi dan pembudidayaan serat abaka secara luas, agar
menjaga ketersediaannya.
5. Penelitian berikutnya dapat dicoba dengan kadar alkali aktivator,
perbandingan fly ash terhadap pasir, serta kadar serat yang berbeda
commit to user

59

Anda mungkin juga menyukai