Anda di halaman 1dari 24

COVER

PROPOSAL SKRIPSI

ANALISA PENGARUH PERENDAMAN PADA LAPIS


PERKERASAN ASPHALT CONCRETE-WEARING
COURSE (AC-WC) DENGAN SUBSTITUSI BATU
LATERIT DAN BAHAN TAMBAH KARUNG PLASTIK
TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL

Oleh:
MUHAMMAD DIMAS NOFANDRA
19643023

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI


POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI S-1 TERAPAN REKAYASA JALAN DAN JEMBATAN
SAMARINDA
2022
LEMBAR PENGESAHAN PROPOSAL SKRIPSI
ANALISA PENGARUH PERENDAMAN PADA LAPIS PERKERASAN
ASPHALT CONCRETE-WEARING COURSE (AC-WC) DENGAN SUBSTITUSI
BATU LATERIT DAN BAHAN TAMBAH KARUNG PLASTIK TERHADAP
KARAKTERISTIK MARSHALL

Oleh :
MUHAMMAD DIMAS NOFANDRA
NIM 19643023

PROGRAM STUDI
REKAYASAN JALAN DAN JEMBATAN
Telah diseminarkan di depan Dosen Pembimbing dan Dosen Penguji pada
tanggal
Dinyatakan telah memenuhi syarat untuk dilanjutkan menjadi skripsi
Samarinda, ............................ 2023
Menyetujui,
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Ashadi Putrawirawan, ST., M.Sc. Salma Alwi, SST., MT


NIP: 19811923 201504 1 001 NIP:19630103 198903 2 001

Mengetahui
Ketua Jurusan Teknik Sipil
Politeknik Negeri Samarinda

Dr. Ir. Tumingan, M. T.


NIP. 19660712 199203 1 003
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jalan merupakan salah satu sarana prasarana konstruksi, Jalan merupakan


prasarana transportasi yang penting bagi pertumbuhan perekonomian, sosial
budaya, pengembangan wilayah pariwisata, dan pertahanan keamanan untuk
menunjang pembangunan nasional. Dalam kehidupan sehari-hari sebagai
makhluk sosial manusia tidak dapat hidup tanpa orang lain, maka dengan adanya
prasarana jalan ini dapat menghubungkan antara suatu daerah dengan daerah lain
dalam suatu negara akan terjalin dengan baik.perannya sangat penting sebagai
dasar roda perekonomian suatu negara dan daerah, mengingat strategisnya
fungsi jalan untuk mendorong distribusi barang dan jasa sekaligus mobilitas
penduduk.

Jalan memungkinkan seluruh masyarakat mendapat kemudahan akses


pelayanan pendidikan, kesehatan dan pekerjaan. Saat ini kebutuhuhan material
konstruksi jalan di Kalimantan Timur masih bergantung oleh material batu dan
pasir Palu, sehingga memerlukan biaya konstruksi yang tinggi. Perlu dilakukan
suatu usaha atau inovasi agar bisa memanfaatkan sumber daya lokal yang ada,
di Kalimantan Timur terdapat potensi berupa material batu laterit yang
melimpah namun belum dimanfaatkan secara maksimal. Oleh karena itu muncul
lah pemikiran untuk memanfaatkan batu laterit sebagai alternatif bahan penganti
agregat kasar pada campuran aspal, Diprediksi hampir 70% jenis Batu Laterit
yang ada di Kalimantan memiliki kualitas yang baik dan dapat dimanfaatkan
untuk subtitusi bahan tambah konstruksi bangunan maupun jalan.

Di era sekarang ini, penggunaan plastik tidak bisa lepas dalam kehidupan
sehari-hari, Jumlah konsumsi plastik terus meningkat disetiap tahunnya.
Menurut studi baru-baru ini pada tahun ini Indonesia termasuk dalam kategori
negara penghasil sampah plastik terbanyak ke-5 dalam dunia yaitu 9,1 milyar
ton sampah plastic. Menurut website wordpopulationreview Indonesia pada
tahun 2022 mencapai 824,2 ribu ton sampah plastik yang terbuang. Banyaknya
penggunaan plastik karena sifat plastik yang ringan dan tahan air serta harganya
relatif murah dan terjangkau dikalangan semua masyarakat. Namun, di
Indonesia limbah plastik yang menumpuk belum mampu dimanfaatkan sebaik
mungkin

Di Kalimantan Timur sendiri salah satu daerah penghasil sampah plastik


di Indonesia menurut newsborneo.id pada tahun 2020, setahun Kalimantan
Timur bisa menghasilkan 733 ribu ton sampah, sampah plastik juga salah satu
permasalahan dalam perusahaan – perusahaan. Perusahaan berskala nasional dan
internasional yang memberikan kontribusi besar terhadap pendapatan Negara,
salah satunya PT. Pupuk Kaltim. Permasalahan yang dihadapi oleh PT. Pupuk
Kaltim adalah produksi karung plastik yang lumayan banyak sehingga pihak
manajemen perusahaan berusaha untuk meminimalisir hal tersebut.beberapa
cara telah dilakukan dengan membakar karung plastik tersebut namun tentunya
akan menyebabkan pencemaran udara disekitar daerah tersebut. Pada penelitian
ini menggunakan karung plastik bekas pupuk dari PT. Pupuk Kaltim dipilih
sebagai campuran ... karena karung PT. Pupuk Kaltim memiliki sifat mudah
diregangkan, melunak jika dipanaskan serta penggunaan karung plastik bekas
pupuk ini dapat membantu mengurangi limbah plastik yang dihasilkan oleh
perusahaan PT. Pupuk Kaltim.
Aspal sendiri memiliki karakteristik yang unik, terdapat 7 karakteristik
campuran yang harus dimiliki oleh aspal adalah stabilitas, keawetan, kelenturan,
atau fleksibilitas, ketahanan terhadap kelelehan (fatque resistance), keksatan
permukaan atau ketahanan Geser (Skid Resistance), kedap air dan kemudahan
pelaksanaan (Workabiliy) (Sukirman, 2003). Salah satu kelemahan dari
perkerasan aspal (Flexible Pavement) yaitu ketahanan terhadap pengaruh air
sangat kurang terutama di Indonesia yang beriklim tropis khususnya Kalimantan
Timur mempunyai curah hujan yang tergolong tinggi yaitu lebih dari
2.000/tahun. Pada tahun 2020 mencapai pada angka 2.485 mm
(bmkgsamarinda.com) dengan durasi hujan yang cukup lama sehingga
mengakibatkan terciptanya genangan air cukup lama di permukaan jalan.
Genangan air dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan jalan dikarenakan air
dapat melonggarkan ikatan antara agregat dengan aspal (Hick,1991), Saat ikatan
aspal dan agregat longgar karena air, kendaraan yang lewat akan memberi beban
yang menimbulkan retak atau kerusakan jalan lainnya. Ditambah dengan
keadaan drainase jalan yang tidak berjalan sesuai dengan fungsinya, rusak,
bahkan masih banyak jalan yang tidak mempunyai drainase, yang berdampak
semakin lama genangan air di permukaan jalan dapat mengurangi umur rencana
jalan tersebut, Oleh karena itu diperlukan penelitian yang dapat mengukur
tingkat keawetan (durabilitas), stabilitas dari kekuatan bahan campuran aspal
pada lapisan permukaan jalan terhadap rendaman air dengan memanfaatkan
material lokal sebagai bahan subtitusi dan karung plastik sebagai bahan tambah
pada campuran Asphalt Concrete – Wearing Course (AC-WC)

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana pengaruh penggunaan batu laterit sebagai material substitusi
agregat kasar dan karung plastik PT. Pupuk Kaltim sebagai bahan tambah
terhadap karakteristik Marshall pada campuran Asphalt Concrete – Wearing
Course (AC-WC) ?
2. Mencari kadar aspal optimum (KAO) dari variasi komposisi tersebut
sehingga didapatkan campuran yang memenuhi standar spesifikasi teknis
pada campuran Asphalt Concrete – Wearing Course (AC-WC) ?
3. Mencari waktu perendaman optimum yang masih memenuhi standar
spesifikasi teknis untuk campuran Asphalt Concrete – Wearing Course (AC-
WC) ?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian


Maksud dari Penelitian :
1. Memaksimalkan penggunaan material lokal Batu Laterit di Kalimantan
Timur.
2. Penelitian ini bermaksud membantu untuk mengurangi jumlah sisa karung
plastik hasil produksi PT. Pupuk Kaltim
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui pengaruh subtitusi batu laterit terhadapat agregat kasar dengan
variasi 25%, 37.5%, 50%, 65.5%, dan 75% dan penambahan karung plastik
PT.Pupuk Kaltim dengan variasi 1%, 2%, 3%, 4%, 5%, dan 6% terhadap
karakteristik Marshall pada campuran Asphalt Concrete-Wearing Course (AC-
WC).
2. Mengetahui Kadar Aspal Optimum (KAO) campuran Asphalt Concrete –
Wearing Course (AC-WC)
3. Mengetahui karakteristik Marshall pada campuran Asphalt Concrete –
Wearing Course (AC-WC) dengan variasi waktu perendaman, 2x24 jam, 3x24
jam, 4x24 jam. 5x24 jam, 6x24 jam.

1.4 Batasan Masalah


Agar penelitian dapat berjalan secara terarah maka perlu dibuat batasan masalah.
Adapun batasan masalah dalam penelitian ini meliputi :
1. Perencanaan campuran lapis permukaan AC – WC mengacu pada Spesifikasi
Bina Marga 2018 Revisi 2 Divisi 6
2. Karung plastik PT. Pupuk Kaltim dari kesalahan produk atau sisa limbah
penggunaan pupuk yang berjenis PP (Polypropylene)
3. Tidak menganalisis sifat fisik dan kimia karung plastik
4. Menggunakan Aspal Ex.Pertamina dengan nilai penetrasi 60/70

1.5 Manfaat Penelitian


Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Bagi penulis, penelitian ini dapat memberikan pengetahuan tambahan dan
pengalaman dalam penelitian laboratorium bahan, khususnya pada perkerasan
aspal
2. Bagi politeknik Negeri Samarinda, dapat menambah kajian penelitian di
bidang laboratorium bahan Aspal
3. Bagi PT. Pupuk Kaltim, dapat dijadikan alternatif solusi untuk meminimalisir
sisa karung plastik yang tidak terpakai
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Campuran Laston Asphalt Concrete – Wearing Course (AC-WC)

Asphalt Concrete -Wearing Course (AC-WC) merupakan lapisan perkerasan


yang terletak paling atas dan berfungsi sebagai lapisan aus. Walaupun bersifat non
struktural, AC-WC dapat menambah daya tahan perkerasan terhadap penurunan
mutu sehingga secara keseluruhan menambah masa pelayanan dari konstruksi
perkerasan. AC-WC mempunyai tekstur yang paling halus dibandingkan dengan
jenis laston lainnya. Menurut spesifikasi teknis 2018 bahwa tebal nominal
minimum lapisan ini adalah 4 cm.

Lapisan AC-WC adalah lapisan yang berhubungan langsung dengan ban


kendaraan sehingga lapisan ini di rancang untuk tahan terhadap perubahan cuaca,
gaya geser, tekanan roda ban kendaraan serta memberikan lapis kedap air untuk
lapisan dibawahnya. Ketentuan sifat-sifat yang dimiliki campuran Laston AC-WC
seperti dalam tabel 2.1 berikut ini.
Tabel 2.1 Spesifikasi Campuran Laston AC-WC
Laston
Sifat-sifat Campuran Lapis
Lapis Antara Fondasi
Aus
Jumlah partikel perbidang 75 112
Rasio partikel lolos ayakan 0,075 mm Min 0,6
dengan kadar aspal efektif Max 1,2
Min 3,0
Rongga dalam campuran (VIM) (%)
Max 5,0
Rongga dalam agregat (VMA) (%) Min 15 14 13
Rongga terisi aspal (VFA) (%) Min 65 65 65
Stabilitas Marshall (kg) Min 800 1800
Min 2 3
Pelelehan (mm)
Max 4 6
Stabilitas Marshall sisa (%)setelah
Min 90
perendaman selama 24 jam. 60ᵒC
Rongga dalam campuran (%) pada
Min 2
kepadatan membal (refusal)
Marshall Quoetient (kg/mm) Min 250 300
Sumber: Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 Divisi 6 Perkerasan Aspal Tabel 6.3.3.1c
2.2 Bahan Penyusun Campuran Asphalt Concrete – Wearing Course (AC-WC)
Pada dasarnya penyusun dari suatu perkerasan lentur terdiri atas agregat
kasar, agregat halus, dan filler. Namun, bahan-bahan yang digunakan tersebut,
sebelumnya harus diuji sesuai standar dan memenuhi spesifikasi yang ditetapkan
oleh Bina Marga. Hal tersebut agar diperoleh perkerasan yang memiliki kualitas
yang baik dan sesuai dengan yang direncanakan.

2.2.1 Aspal
Aspal adalah material utama pada konstruksi lapis perkerasan lentur
(flexible pavement) jalan raya, yang berfungsi sebagai campuran bahan pengikat
agregat, karena mempunyai daya lekat yang kuat, mempunyai sifat adhesif,
kedap air, dan mudah dikerjakan. (Hendarsin, Shirley L, 2000).

Aspal Ex. Pertamina dengan nilai penetrasi 60/70 dengan sifat yang akan
mengeras jika di biarkan di suhu ruang dan akan berubah bentuk cair jika di
pansakan. Sshingga aspal dapat menyelimuti atau mengikat pada partikel agregat
serta masuk kedalam pori-pori agregat pada saat waktu pembuatan aspal beton.
Untuk spesifikasi aspal dengan nilai penetrasi 60/70 adalah sebagai berikut:
Tabel 2.2 Spesifikasi Aspal
Tipe I Tipe II Aspal
Metode Aspal Modifikasi
No. Jenis Pengujian
Pengujian Pen. Elastomer Sintesis
60-70 PG 70 PG 76
1. Penetrasi Pada 25oC (0,1mm) SNI 2546:2011 60-70 Dilaporkan(1)
Temperatur yang menghasilkan Geser
2. Dinamis (G*/sinδ) pada osilasi 10 SNI 06-6442-2000 - 70 76
rad/detik ≥ 1,0 kPa, (oC)
3. Viskositas Kinematis 135oC (cSt) (3) ASTM D2170-10 ≥ 300 ≤ 3000
4. Titik Lembek (oC) SNI 2434:2011 ≥ 48 Dilaporkan(2)
5. Daktilitas pada 25oC, (cm) SNI 2434:2011 ≥ 100 -
6. Titik Nyala (oC) SNI 2434:2011 ≥ 232 ≥ 230
7. Kelarutan dalam Trichloroethylene (%) AASHTO T44-14 ≥ 99 ≥ 99
8. Berat Jenis SNI 2441:2011 ≥ 1,0 -
ASTM D 5976-00
Stabilitas Penyimpanan: Perbedaan
9. Part 6.1 dan - ≤ 2,2
Titik Lembek (oC)
2434:2011
10. Kada Parafin Lilin (%) SNI 03-3639-2002 ≤2
Pengujian Residu hasil TFOT (SNI 06-2440-1991) atau RTFOT (SNI-03-6835-2002)
11. Berat yang Hilang (%) SNI 06-2441-1991 ≤ 0,8 ≤ 0,8
Temperatur yang menghasilkan Geser
12. Dinamis (G*/sinδ) pada osilasi 10 SNI 06-6442-2000 - 70 76
rad/detik ≥ 2,2 kPa, (oC)
13. Pentrasi pada 25oC (% semula) SNI 2456:2011 ≥ 54 ≥ 54 ≥ 54
14. Daktilitas pada 25oC (cm) SNI 2432:2011 ≥ 50 ≥ 50 ≥ 25
Residu aspal segar setelah PAV (SNI 03-6837-2002) pada temperatu 100oC dan Tekanan 2,1 MPa
Temperatur yang menghasilkan Geser
15. Dinamis (G*/sinδ) pada osilasi 10 SNI 06-6442-2000 - 31 34
rad/detik ≥ 5000 kPa, ( C)
o

Sumber: Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 Revisi 2 Divisi 6


Kadar Aspal Optimum (KAO) dihitung dengan acuan dalam campuran
aspal, dengan rumus untuk menghitung kadar aspal rancangan adalah seperti
berikut ini:
𝑃𝑏 = 0,035 (%𝐶𝐴) + 0,045(%𝐹𝐴) + 0,18(𝐹𝐹 ) + 𝐾 ....................... (2.1)
Sumber: RSNI M-01-2003
Keterangan:
Pb = Kadar Aspal Optimum Rencana
CA = Agregat Kasar yang tertahan saringan No. 8 (Fraksi Agregat Kasar)
FA = Agregat Halus yang lolos saringan No. 8 dan tertahan saringan
No.200 (Fraksi Agregat Halus)
FF = Bahan Pengisi yang lolos saringan No. 200 (Fraksi Bahan Pengisi)
K = Nilai Konstanta (0,5 – 1 Untuk Laston)
2.2.2 Agregat
Pembagian agregat berdasarkan ukuran butiran menurut Bina Marga 2018, adalah
sebagai berikut:
1. Agregat Kasar
Agregat kasar adalah agregat dengan ukuran butir lebih besar dari saringan
No. 4 (4,75 mm) yang dilakukan secara basah dan harus bersih, keras, awet dan bebas
dari bahan lain yang mengganggu seperti lumpur dan harus memenuhi persyaratan
yang telah ditetapkan. Spesifikasi persyaratan untuk agregat kasar adalah sebagai
berikut:

Tabel 2.3 Spesifikasi Agregat Kasar


Standar yang
No. Jenis Pengujian Unit Persyaratan
Digunakan
1. Berat Jenis Agregat Kasar - Min. 2,5 SNI 1969-2016
2. Penyerapan Agregat Kasar % Maks. 3% SNI 1969-2016
SNI ASTM
3. Material Lolos Ayakan No. 200 % Maks. 1%
C117:2012
4. Keausan Agregat Kasar % Maks.40% SNI 2417-2008
Natrium Sulfat Maks. 12%
5. Kekekalam Agregat % SNI 3407:2008
Magnesium sulfat Maks 18%
Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 Revisi 2 Divisi 6

2. Agregat Halus
Agregat halus adalah agregat dengan ukuran butir lebih harus dari saringan
No.4 (4,75mm) dan tertahan pada saringan No.200 (0,075mm). Agregat halus
bisa berupa pasir, batu pecah, atau kombinasi keduanya. Fungsi utama agregat
halus adalah mendukung stabilitas dan mengurangi deformasi permanen dari
campuran melaluai ikatan dan gesekan antara partikel. Spesifikasi persyaratan
untuk agregat halus adalah sebagai berikut:
Tabel 2.4 Spesifikasi Agregat Halus
Standar yang
No. Jenis Pengujian Unit Persyaratan
Digunakan
1. Berat Jenis Agregat Halus - Min. 2,5 SNI 1970-2016
2. Penyerapan Agregat Halus % Maks. 3% SNI 1970-2016
Material Lolos Ayakan No. SNI ASTM
3. % Maks. 10%
200 C117:2012
Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 Revisi 2 Divisi 6
2.2.3 Bahan Pengisi (Filler)
Bahan pengisi (filler) merupakan material yang harus kering dan bebas

dari gumpalan-gmpalan dan bila diuji dengan pengayakan sesuai SNI ASTM

C136:2012 harus mengandung bahan yang lolos ayakan No. 200 tidak kurang

dari 75% terhadap beratnya. Semua campuran beraspal harus mengandung

bahan pengisi yang ditambahkan min. 1% dari berat total agregat (Spesifikasi

Bina Marga 2018).


3
Bahan pengisi (filler) memiliki fungsi untuk mengurangi kepekaan

terhadap temperature serta mengurangi jumlah rongga udara dalam campuran.

Spesifikasi persyaratan untuk bahan pengisi (filler) adalah sebagai berikut:

Tabel 2.5 Spesifikasi Bahan Pengisi (Filler)


Standar yang
No. Jenis Pengujian Unit Persyaratan
Digunakan
1. Berat Jenis Filler - Min. 1 SNI 15-2531-1991
SNI ASTM
2. Lolos Ayakan No. 200 % ≥ 75%
C136:2012
Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 Revisi 2 Divisi 6
2.3 Gradasi Agregat
Gradasi adalah susunan butir agregat sesuai ukurannya, ukuran butir agregat
dapat diperoleh melalui pemeriksaan analisis saringan. Gradasi agregat dinyatakan
dalam persentase lolos, atau persentase tertahan, yang dihitung berdasarkan berat
agregat. Gradasi agregat menentukan besarnya rongga atau pori yang mungkin terjadi
dalam agregat campuran.serta workability dan stabilitas dari campural aspal.
Gradasi agregat ditentukan oleh analisa saringan, dimana contoh agregat harus
melalui satu set saringan. Ukuran saringan menyatakan ukuran bukaan jaringan
kawatnya dan nomor saringan menyatakan banyaknya bukaan jaringan kawat per inchi
persegi dari saringan tersebut. Gradasi agregat dinyatakan dalam persentase berat
masing-masing yang lolos pada saringan tertentu. Persentase ini ditentukan dengan
menimbang agregat yang lolos atau tertahan pada masing-masing saringan. Gradasi
agregat dapat dibedakan atas :
1. Gradasi Seragam (Uniform graded)
Gradasi seragam adalah gradasi agregat dengan ukuran yang hampir sama.
Gradasi seragam disebut juga gradasi terbuka (open graded) karena hanya
mengandung sedikit agregat halus sehingga terdapat banyak rongga atau
ruang kosong antar agregat. Campuran beraspal dengan gradasi ini bersifat
porus atau memiliki permeabilitas yang tinggi, stabilitas yang rendah dan
memiliki berat isi yang kecil.
2. Gradasi Rapat (Dense graded)
Gradasi rapat adalah gradasi agregat dimana terdapat butiran dari agregat
kasar sampai halus, sehingga disebut gradasi menerus atau gradasi baik
(well graded). Campuran dengan gradasi ini memiliki stabilitas yang
tinggi, agak kedap terhadap air dan memiliki berat isi yang besar
3. Gradasi Senjang (Gap graded)
Gradasi senjang adalah gradasi agregat dimana ukuran agregat tidak
lengkap atau ada fraksi agregat yang tidak ada atau jumlahnya sedikit
sekali. Campuran agregat dengan gradasi ini memiliki kualitas peralihan
dari kedua gradasi yang disebut di atas.
Campuran Asphalt Concrete–Wearing Course (AC-WC) agregat yang
digunakan adalah agregat bergradasi menerus. Sedangkan yang dimaksud
gradasi menerus adalah komposisi yang menunjukkan pembagian butiran yang
merata mulai dari ukuran yang terbesar sampai ukuran yang terkecil. Persyaratan
gradasi agregat untuk campuran Asphalt Concrete – Wearing Course (AC-WC)
adalah sebagai berikut:

Tabel 2.6 Gradasi agregat gabungan untuk campuran AC – WC

Ukuran Ayakan % (Persen) Lolos

ASTM (mm) LASTON AC – WC


Batas
Batas Atas
Bawah

3/4” 19 100
1/2” 12.5 90 100
3/8” 9.5 77 90
No. 4 4.75 53 69
No. 8 2.36 33 53
No. 16 1.18 21 40
No. 30 0.6 14 30
No. 50 0.3 9 22
No. 100 0.15 6 15
No. 200 0.075 4 9
Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 Revisi 2 Divisi 6
Adapun pengujian sifat fisik agregat meliputi pengujian sebagai berikut:
1. Berat Jenis dan Penyerapan Agregat
Pengujian ini untuk menentukan berat jenis dan penyerapan agregat kasar,
agregat halus, dan filler dalam kondisi jenuh dan kering permukaan (SSD). Adapun
rumus yang digunakan seperti dibawah ini:
a. Agregat Kasar
Bk
Berat Jenis Curah = ......................................................................(2.2)
(BJ−Ba)
Bj
Berat Jenis Jeniuh Permukaan = ...................................................(2.3)
(BJ−Ba)
Bj
Berat Jenis Semu = ......................................................................(2.4)
(Bk−Ba)
Bj−Bk
Penyerapan = x 100% ....................................................................(2.5)
Bk
Dimana:
Bk = Berat benda uji dalam keadaan kering oven (gram)
Ba = Berat benda uji dalam air (gram)
Bj = Berat benda uji dalam keadaan kering permukaan jenuh (gram)

b. Agregat Halus
Bk
Berat Jenis Curah = .............................................................(2.6)
(B + 500−Bt)
500
Berat Jenis Jeniuh Permukaan = ..........................................(2.7)
(B+500 −Bt)
Bk
Berat Jenis Semu = ................................................................(2.8)
(B+Bk −Bt)
500 −Bk
Penyerapan = x 100....................................................................(2.9)
Bk
Dimana:
Bk = Berat benda uji dalam keadaan kering oven (gram)
B = Berat picnometer berisi air (gram)
Bt = Berat picnometer berisi benda uji dan air (gram)
500 = Berat benda uji dalam keadaan kering permukaan jenuh (gram)
2. Analisa Saringan
Pengujian ini untuk mengetahui kevariasian ukuran butiran agregat dengan
cara mengayaknya pada saringan-saringan yang telah ditentukan. Adapun rumus
analisa saringan sebagai berikut:
A
Persentase Saringan = x 100 .......................................................................(2.10)
B
Dimana:
A = Berat agregat tertahan (gram)
B = Jumlah berat agregat tertahan (gram)

3. Uji Abrasi
Untuk mengetahui agregat yang akan digunakan memenuhi spesifikasi yang
ditentukan atau tidak maka dilakukan pengujian fisik agregat sebelum digunakan.
Salah satu pengujian tersebut adalah Keausan Agregat (Abrasi) dengan Mesin Los
Angeles. Pemeriksaan terhadap agregat adalah kekuatan. Kekuatan dibutuhkan untuk
mencegah agregat rusak pada saat proses pemadatan campuran aspal dan juga pada
saat menerima beban kendaraan. Tes terhadap keausan dilakukan dengan tes abrasi
Los Angeles.
Tabel 2.5 Abrasi Agregat dan Berat Benda Uji

Sumber: SNI 2417:2008


Adapun rumus keausan agregat adalah sebagai berikut:
𝑎−𝑏
K= × 100%.............................................................................. (2.2)
𝑏

Keterangan

a = Berat benda uji semula (gram)

b = Berat benda uni tertahan saringan No. 12 (gram)


4. Uji Kekekalan
Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui nilai ketangguhan atau kekekalan
agregat terhadap proses pelarutan pada perendaman didalam larutan natrium sulfat
(NaSO4) atau magnesium sulfat (MgSO4).
Soundness adalah suatu tingkat kekekalan atau keasusan pada agregat yang dapat
menentukan kualitas dari pembuatan aspal. SIfaat ini merupakan petunjuk
kemamppuan agregat untuk menahan perubahan volume yang berlebihan yang
diakibatkan oleh perubahan-perubahan pada kondisi lingkungan. Misalnya, perubhana
sushu, terik matahari, musim kering, dan musim hujan yang di ganti-ganti. Suatu
agregat dikatakan tidak bersifat kekal apabila terjadi perubahan volume yang cukup
berarti.
Adapun rumus kekekalan agregat
𝐵−𝐶
𝑋(%) = × 100% ................................................................................... (2.3)
𝐵

Keterangan:

X= Adalah presentase bahan yang lolos saringan setelah pengujian (%)


B= Adalah berat contoh uji awal (gram)
C= Adalah berat contoh uji tertahan saringan setelah pengujian (gram)

𝑋
𝑌 (%) = 100 × 𝐴 ............................................................................................ (2.4)

Keterangan:

Y= Adalah presentase berat bagian contoh uji yang hilang (%)


X= Adalah presentase bahan yang lolos saringan setelah pengujian (%)
A= Adalah presentase gradasi contoh uji asli masing-masing (%)
2.4 Batu Laterit
Batu laterit adalah tanah yang mengeras dengan terbentuk secara alami
menyerupai batu dari hasi pengendapan zat-zat seperti nikel dan besi. Laterit
sendiri terbentuk secara alami yang didalamnya banyak terkandung unsur dan zat-
zat hara yang membentuk lapisan tanah tersebut mengeras seperti batu. .Oleh
sebab itu pemanfaat batu laterit menjadi isu yang penting. Salah satu pemanfaat
dalam perkerasan jalan digunakan sebagai bahan pengganti agregat kasar dan
halus (filler) pada campuran aspal untuk mengurangi pemakaian dari batu palu,
abu batu dan semen, dan dari segi ekonomis lebih murah serta banyak tersedia di
beberapa tempat lokasi yang ada di provinsi Kalimantan Timur.

Gambar 2.1 Batu laterit


Diprediksi hampir 70% jenis batu laterit yang ada di Kalimantan adalah
kualitas baik dan dapat dimanfaatkan untuk bahan-bahan pembuatan elemen
konstruksi bangunan sehingga dapat bernilai ekonomis dan dapat dijadikan
mata pencarian warga sekitar yang memiliki gunung laterit. Sebelum digunakan
dalam campuran Asphalt Concrete – Wearing Course (AC-WC) batu laterit
harus diuji kekekalannya. Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui sifat
kekekalan batu laterit terhadap proses pelarutan pada perendaman didalam
larutan natrium atau magnesium sulfat. Tujuan pengujian ini adalah untuk
memperoleh index ketangguhan batu laterit yang akan digunakan sebagai bahan
bangunan pada bangunan air.

Index kekekalan batu adalah nilai kekekalan batu terhadap, proses


pelarutan, disintegrasi oleh sebab perendaman di dalam larutan natrium sulfat
dan magnesium sulfat, batu bersifat kekal adalah batu segar, yang terbentuk oleh
mineral keras dengan ikatan kuat antar mineral dan sangat sedikit atau tidak
bereaksi dan atau disintegrasi terhadap natrium sulfat atau magnesium sulfat.
Spesifikasi persyaratan untuk kekekalan agregat kasar adalah sebagai berikut:

Tabel 2.8 Spesifikasi kekekalan agregat kasar

No. Jenis Pengujian Unit Persyaratan Standar yang Digunakan


Kekekalan bentuk agregat
1. % Maks. 12% SNI 3407-2008
terhadap larutan natrium sulfat
Kekekalan bentuk agregat
2. agregat terhadap larutan % Maks. 18% SNI 3407-2008
magnesium sulfat
3. Partikel Pipih dan Lonjong % Maks. 10% ASTM D4791-10
Sumber: Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 Revisi 2

2.5 Plastik
Pada awalnya plastik terbuat dari minyak dan gas sebagai sumber alami.
Namun dalam perkembangannya digantikan dengan bahan-bahan sintetis
sehingga dapat diperoleh sifat-sifat plastik yang diinginkan dengan cara
kompolimerisasi, laminasi dan ekstrusi. Plastik merupakan polimer yang
mempunyai keunggulan yaitu sifatnya yang kuat tapi ringan, tidak karatan dan
bersifat termoplastis serta dapat diberi warna. Erliza dan Sutedja (1987), plastik
dapat dikelompokkan atas dua tipe, yaitu termoplastik dan thermoset.
Termoplastik adalah plastik yang dapat dilunakkan berulangkali dengan
menggunakan panas, antara lain polyethylene, polypropylene, polystyrene dan
polyvinyil chloride. Sedangkan thermoset adalah plastik yang tidak dapat
dilunakkan oleh pemanasan, seperti formaldehid dan urea formaldehid. Suparna
(2002),
Plastik banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan manusia, mulai dari
keperluan rumah tangga hingga industri. Penggunaan plastik sebagai pengemas
tanah terutama karena keunggulannya dalam hal bentuknya yang fleksibel
sehingga mudah mengikuti bentuk yang dikemas, berbobot ringan, tidak mudah
pecah, mudah diberi label dan dibuat dalam aneka warna, dapat diproduksi secara
massal, harga relatif murah dan terdapat berbagai jenis pilihan bahan dasar plastik.
Ada beberapa jenis plastik yaitu:
1. HDPE (High Density Polyethylene)
2. LDPE (Low Density Polyethylene)
3. PET atau PETE (Polyethylene Terephthalate).
4. PP (Polypropylene)
5. PS (Polystyrene)
6. PVC (Polyvinyl Chloride)
7. Other
Plastik jenis PP (Polypropylene). Plastik jenis ini adalah termoplastik polimer
yang digunakan dalam berbagai mcam aplikasi termasuk kemasan dan pelabelan.
Tekstil (misalnya tali, pakaian dalam dan karpet termal), alat tulis, bagian plastik
dan wadah reusable dari berbagai jenis, peralatan laboratorium, pengeras suara,
komponen otomotif, dan uang kertas polimer. Polimer tambahan yang dibuat dari
propilena monomer, bersifat kasar dan tidak biasa tahan terhadap banyak pelarut
kimia, basa dan asam.

Gambar 2.2 Karung Plastik PT. Pupuk Kaltim


Polypropylene merupakan polimer termoplastik dengan berat jenis spesifik
0,9 dan titik leleh 167-1680C. Penggunaan polypropylene sangat luas diberbagai
sektor industri. Polypropylene dimanfaatkan dalam industri automotive appliance,
barang plastik rumah tangga, film, pembungkus kabel, pipa, coating, fiber dan
fillament, kontainer dan lain-lain termasuk mainan anak-anak dan peralatan
kesehatan. Polypropylene mempunyai sifat-sifat dapat larut dalam senyawa
organik, tahan panas, mempunyai daya renggang tinggi, tidak beracun, tahan
terhadap bahan kimia. Sifat-sifat inilah yang membuat manusia beralih ke polimer
khususnya plastik untuk memenuhi kebutuhannya dan meninggalkan bahan lain
seperti besi, alumunium, kayu, kaca dan lainnya untuk tujuan kebutuhan yang
sama.

2.6 Metode Pencampuran Plastik terhadap Perkerasan


Menurut Suroso (2008), pencampuran plastik untuk menaikkan kinerja
campuran beraspal ada dua cara yaitu cara basah dan cara kering.
1. Cara Basah (Wet Process)
yaitu suatu cara campuran dimana plastik dimasukkan kedalam aspal panas dan
diaduk dengan kecepatan tinggi sampai homogen. Cara ini membutuhkan
tambahan dan cukup besar antara lain bahan bakar, mixer kecepatan tinggi
sehingga aspal modifikasi yang dihasilkan harganya cukup besar bedanya
dibandingkan dengan aspal kovensional.
2. Cara Kering (Dry Process)
yaitu cara campuran dimana plastik dimasukkan kedalam agregat yang
dipanaskan pada temperature campuran, kemudian aspal panas ditambahkan.
Cara ini lebih murah dikatakan lebih murah karena tidak perlu ada aspal yang
harus dikelurkan dari tangki aspal di AMP apabila tangki aspal akan digunakan
untuk keperluan pencampuran aspal dengan aspal konvensional. Selain itu
lebih murah, cara kering ini juga lebih mudah karena hanya dengan
memasukkan plastik dalam agregat panas, tanpa membutuhkan peralatan lain
untuk mencampur (mixer). Kekurangan cara ini adalah harus benar-benar dapat
dipertanggungjawabkan kehomogenan dan keseragaman kadar plastik yang
dimasukkan atau di campurkan.

Dalam penilitian ini menggunakan pencampuran secara kering atau Dry


Process dikarenakan metode ini lebih murah dan mudah dalam proses
pencampuran
2.7 Parameter Marshall
Prinsip dasar metode Marshall dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik
campuran, menetukan ketahanan atau stabilitas terhadap kelelehan (flow) plastis
dari campuran aspal. Karakteristik campuran aspal beton dapat dilihat dari
parameter-parameter yang didapat dari pengujian Marshall antara lain:

2.7.1 Stabilitas Marshall


Nilai stabilitas merupakan kemampuan lapis perkerasan menerima beban
lalu-lintas tanpa mengalami perubahan bentuk tetap (deformasi permanen)
seperti gelombang, alur (rutting), maupun mengalami bleeding. Penggunaan
aspal dalam campuran akan menentukan nilai stabilitas campuran tersebut.
Seiring dengan penambahan aspal, nilai stabilitas akan meningkat hingga batas
maksimum. Nilai stabilitas dapat dihitung dengan rumus berikut
S = 𝑠 × 𝑘 × 𝑘𝑏 ................................................................................ (2.5)
Keterangan:
S = Stabilitas benda uji (kg)
s = Pembacaan arloji stabilitas
k = kalibrasi alat
kb = kalibrasi benda uji
Tabel 2.9 Angka Koreksi Benda Uji
Isi Benda Uji Tebal Benda Uji Angka Isi Benda Uji Tebal Benda Uji Angka
3
(cm ) (mm) Koreksi (cm ) 3
(mm) Koreksi
200 – 213 25.40 5.56 421 - 431 52.40 1.39
214 - 225 27.10 5.00 432 - 443 54.00 1.32
226 - 237 28.60 4.55 444 – 456 55.60 1.25
238 - 250 30.20 4.17 457 – 470 57.20 1.19
251 - 264 31.80 3.85 471 – 482 58.70 1.14
265 - 276 33.30 3.57 483 – 495 60.30 1.09
277 - 289 34.90 3.33 496 – 508 61.90 1.04
290 - 301 35.50 3.03 509 – 522 63.50 1.00
302 - 316 38.10 2.78 523 – 535 65.10 0.96
317 - 328 39.70 2.50 536 – 546 66.70 0.93
329 - 340 41.30 2.27 547 – 559 68.30 0.89
341 - 353 42.90 2.08 560 – 573 69.90 0.86
354 - 367 44.40 1.92 574 – 585 71.40 0.83
368 - 379 46.00 1.79 586 – 598 73.00 0.81
380 - 392 47.60 1.67 599 – 610 74.60 0.78
393 - 405 49.20 1.56 611 – 625 76.20 0.76
406 - 420 50.80 1.47
RSNI M-01-2003
2.7.2 Kelelehan (Flow)
Kelelahan plastis (flow) adalah besarnya deformasi vertikal benda uji
yang terjadi pada awal pembebanan sehingga stabilitas menurun, yang
menunjukkan besarnya deformasi yang terjadi pada lapis perkerasan akibat
menahan beban yang diterimanya. Nilai flow yang rendah akan mengakibatkan
campuran menjadi kaku sehingga lapis perkerasan menjadi mudah retak,
sedangkan campuran dengan nilai flow tinggi akan menghasilkan lapis
perkerasan yang plastis sehingga perkerasan akan mudah mengalami perubahan
bentuk seperti gelombang (washboarding) dan alur (rutting).

2.7.3 Rongga dalam Campuran / Void In The Mix (VIM)


Rongga dalam campuran adalah persentase rongga yang terdapat dalam
total campuran. Nilai VIM berpengaruh terhadap keawetan lapis perkerasan,
semakin tinggi nilai VIM menunjukkan semakin besar rongga dalam campuran
sehingga campuran bersifat porous.
𝐺𝑚𝑏−𝐺𝑚𝑏
VIM = 100 − ................................................................... (2.6)
𝐺𝑚𝑚

Keterangan :
VIM = Rongga udara dalam campuran (%)
Gmm = Berat jenis maksimum campuran (gr/cm3)
Gmb = Berat Jenis bulk campuran padat (gr/cm3)

2.7.4 Rongga pada Campuran Agregat / Void Mineral Agregat (VMA)


Kuantitas rongga udara pengaruh terhadap kinerja suatu campuran karena
jika VMA terlalu kecil maka campuran bisa mengalami masalah durabilitas dan
jika VMA terlalu besar maka campuran bisa memperlihatkan masalah stabilitas
dan tidak ekonomis untuk diproduksi.
𝐺𝑚𝑏 100
VMA = 100 − × (100+𝑝𝑏) × 100 .............................................. (2.7)
𝐺𝑠𝑏

Keterangan :
VMA = Rongga diantara material agregat (%)
Gsb = Berat jenis bulk agregat (gr/cm3)
Pb = Kadar aspal persen terhadap berat total campuran (%)
2.7.5 Rongga Terisi Aspal / Void Filled With Asphalt (VFA) / Void Filled
With Bitument (VFB)
Rongga terisi aspal adalah persen rongga yang terdapat diantara partikel
agregat yang terisi oleh aspal, tidak termasuk aspal yang diserap oleh
agregat.
(𝑉𝑀𝐴−𝑉𝐼𝑀)
VFA = 100 × ................................................................. (2.8)
𝑉𝑀𝐴

Keterangan :
VFA = Rongga udara terisi aspal (%)
VMA = Rongga udara pada mineral agregat (gr/cm3)
VIM = Rongga udara dalam campuran (%)

2.7.6 Hasil Bagi Marshall (Marshall Quantient)


Marshall Quantient merupakan hasil bagi antara stabilitas dengan flow.
Nilai Marshall Quantient akan memberikan nilai fleksibilitas campuran.
Semakin besar nilai Marshall Quantient berarti campuran semakin kaku,
sebaliknya bila semakin kecil nilainya maka campuran semakin lentur.
𝑆𝑀
MQ = ......................................................................................... (2.9)
𝐹

Keterangan :
MQ = Marshall Quantient (kg/mm)
SM = Stabilitas Marshall (kg)
F = Flow (mm)

2.7.7 Stabilitas Marshall Sisa


Pengujian Stabilitas Marshall Sisa digunakan untuk mengetahui tingkat
durabilitas dari Stabilitas Marshall. Durabilitas pada perkerasan aspal merupakan
kemampuan campuran aspal untuk dapat tahan terhadap penuaan aspal,
disintegrasi agregat, pelepasan lapisan aspal dari agregat akibat cuaca, dan beban
lalulintas (Asphalt Institute MS-2, 1997). Pengujian durabilitas berdasarkan SNI
M-58-1990 hanya mengukur tingkat keawetan campran dengan perendaman air
terhadap nilai stablitiasnya saja. Tingkat durabilitas perkerasan diperoleh dari nilai
Indeks Kekuatan Sisa (IKS) atau Index Retained Strength (IRS) dimana nilai IKS
menggambarkan durabilitas campuran aspal setelah mengalami perendaman.
Stabilitas Marshall sisa di dapatkan dengan cara membandingkan nilai
stabilitas pada suhu 60° C dan waktu perendaman selama 24 jam dengan nilai
stabilitas pada suhu 60°C dan waktu perendaman 30 menit. Stabilitas Marshall
sisa diperlukan pada lapisan permukaan perkerasan jalan, sehingga lapisan
tersebut dapat bertahan terhadap pengaruh cuaca, air, perubahan temperature
atau keausan akibat gesekan kendaraan. Perbandingan stabilitas yang direndam
dengan stabilitas standar, dinyatakan sebagai persen (%).
𝑀𝑆𝑖
IRS = [𝑀𝑆𝑠] × 100%................................................................... (2.10)

Keterangan:
IRS = Indeks Stabilitas sisa (Indeks Retained Strength)
MSi = Stabilitas Marshall perendaman 24 jam
MSs = Stabilitas Marshall perendaman 30 menit
2.8 Pengaruh Perendaman
Yilmaz dan Sargin (2012) dalam penelitiannya menyebutkan pengaruh air
terhadap kerusakan perkerasan merupakan suatu hal yang kompleks dan
berhubungan dengan thermodinamik, kimiawi, fisik, dan proses mekanik.
Di dalam RSNI M-01-2003 pengujian Marshall. Benda uji di rendam
sebanyak 2 kali yang pertama direndam dalam air selama 24 jam pada suhu
ruangan dan yang kedua yaitu direndam di dalam Waterbath selama 30 – 40 menti
dengan suhu 60 ± 10C

Anda mungkin juga menyukai