M. FATONI FURQON
F1D113010
M. FATONI FURQON
F1D113010
1
Sarolangun, Provinsi Jambi agar nantinya penelitian ini dapat digunakan
dengan baik bagi perusahan untuk merancang jalan tambang (hauling).
1.2. Identifikasi dan Rumusan Masalah
1.4. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui kondisi jalan hauling pit to stockpile
2. Mengetahui kelayakan dari material jalan hauling dilalui oleh alat angkut
3. Mengetahuai nilai perkerasan material dijalan hauling
1.5. Hipotesis
Dengan melakuakn uji CBR ( California bearing ratio ). Maka didapat
nilai dari daya dukung material jalan hauling, nilai daya dukung material akan
dibandingkan dengan berat maksimum alat angkut, dari perbandingan tersebut
maka dapat diketahui kelayakan dari material jalan hauling dari pit menuju
stockpile pada PT Sarolangun Bara prima.
1.6. Manfaat
Manfaat penelitian ini adalah untuk mengetahui kelayakan dari material
jalan hauling PT. Sarolangun Bara Prima dari pit to stockpile area agar dapat
memperlancar aktivitas penambangan dan tidak mengganggu nilai waktu edar
(Cycle Time) yang dapat menyebabkan kerugian bagi pihak perusahaan.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
Definisi jalan
Pengertian jalan menurut PP RI No. 34 Tahun 2006 tentang jalan yaitu,
jalan adalah prasarana trasportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,
termasuk bangunan perlengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan bagi
lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah dan/atau air, serta diatas
permuakaan air keculi jalan kereta api, jalan lori dan jalan kabel.
Fungsi Jalan Tambang
Fungsi utama jalan angkut tambang secara umum adalah untuk
menunjang kelancaran operasi penambangan terutama dalam kegiatan
pengangkutan. Medan berat yang mungkin terdapat di sepanjang rute jalan
tambang harus di atasi dengan merubah rancangan jalan untuk meningkatkan
aspek manfaat dan keselamatan kerja. Apabila perlu dibuat terowongan (tunnel)
atau jembatan, maka cara pembuatan dan kontruksinya harus mengikuti
aturan-aturan teknik sipil yang berlaku. Jalur jalan di dalam terowongan atau
jembatan umumnya cukup satu dan alat angkut atau kendaraan yang akan
melewatinya masuk secara bergantian (Awang Suwandhi, 2004).
Konstruksi jalan tambang
Konstruksi jalan tambang secara garis besar sama dengan jalan di kota.
Perbedaan yang khas terletak pada permukaan jalannya (road surface) yang
jarang sekali dilapisi oleh aspal atau beton seperti pada jalan angkut di kota,
Seperti halnya jalan angkut di kota, jalan angkut di tambang pun harus
dilengkapi penyaliran (drainage) yang ukurannya memadai. Sistem penyaliran
harus mampu menampung air hujan pada kondisi curah hujan yang tinggi
serta harus mampu pula mengatasi luncuran partikel-partikel kerikil atau
tanah pelapis permukaan jalan yang terseret arus air hujan menuju penyaliran.
Apabila jalan tambang melalui sungai atau parit, maka harus dibuat
jembatan yang konstruksi nya mengikuti persyaratan yang biasa diterapkan
pada konstruksi jembatan umum di jalan kota. Parit yang dilalui jalan tambang
mungkin dapat diatasi dengan pemasangan gorong-gorong (culvert), kemudian
dilapisi oleh campuran tanah dan batu sampai pada ketinggian jalan yang
dikehendaki.
3
(void space) yang berisi air dan/atau udara. Ikatan yang lemah antara partikel-
partikel tanah disebabkan oleh pengaruh karbonat atau oksida yang tersenyawa
di antara partikel-partikel tersebut, atau dapat juga disebabkan oleh adanya
material organik. Bila hasil dari pelapukan tersebut di atas tetap berada pada
tempat semula, maka bagian ini disebut tanah sisa (residual soil). Hasil
pelapukan yang terangkut ke tempat lain dan mengendap di beberapa tempat
yang berlainan disebut tanah bawaan (transportation soil). Media pengangkut
tanah berupa gaya gravitasi, angin, air, dan gletser. Pada saat berpindah
tempat, ukuran dan bentuk partikel-partikel dapat berubah dan terbagi dalam
beberapa rentang ukuran (susilo,1989).
Proses penghancuran dalam pembentukan tanah dari batuan terjadi
secara fisis atau kimiawi. Proses fisis antara lain berupa erosi akibat tiupan
angin, pengikisan oleh air dan gletser, atau perpecahan akibat pembekuan dan
pencairan es dalam batuan. Tanah yang terjadi akibat penghancuran tersebut
di atas tetap mempunyai komposisi yang sama dengan batuan asalnya. Tanah
tipe ini mempunyai ukuran partikel yang hampir sama rata dan di deskripsi
berbentuk 'utuh' (bulky): yaitu bentuk-bentuknya bersudut agak bersudut,
ataupun bulat. Partikel-partikel tanah terdapat dalam rentang ukuran yang
cukup lebar, mulai dari berangkal (boulder) sampai serbuk batu halus yang
berbentuk akibat tergeruus oleh gletser. Susunan struktural dari partikel 'bulky'
(Gambar 1) ini di deskripsikan sebagai butiran tunggal (single grain) di mana
setiap partikel saling berhubungan dengan partikel-partikel di sekitarnya tanpa
ada suatu ikatan atau kohesi di antara mereka. Kekompakan struktur partikel
ini, baik yang lepas, agak padat, ataupun padat, tergantung dari proses
pemadatan antar partikel pada saat pembentukan strukturnya.
Proses kimiawi menghasilkan perubahan pada susunan mineral batuan
asalnya. Salah satu penyebabnya adalah air yang mengandung asam atau
alkali, oksigen, dan karbondioksida. Pelapukan kimiawi menghasilkan
pembentukan kelompok-kelompok partikel Kristal berukuran koloid (<0,002
mm) yang dikenal sebagai mineral lempung (clay mineral). Mineral lempung
kaolinite, sebagai contoh, terbentuk dari pecahan feldspar akibat pengaruh air
dan karbondioksida Hampir semua mineral lempung berbentuk lempengan yang
mempunyai permukaan spesifik (perbandingan antara luas permukaan dengan
massa) yang tinggi. Akibatnya sifat-sifat partikel ini sangat dipengaruhi oleh
gaya-gaya permukaan. Bentuk lain dari partikel mineral lempung adalah seperti
jarum, tetapi jarang terdapat di bandingkan dengan bentuk lempengan.
4
Gambar 1. Struktur Butiran Tunggal (Sumber : Susilo,1989)
5
deskripsi; sebagai tambahan, tipe endapan dapat disebutkan (misalnya till,
alluvium, teras sungai), karena dapat secara umum mengindikasikan perilaku
tanah.
6
standar. Berat tanah yang tinggal pada masing-masing saringan ditimbang, lalu
persentase terhadap berat kumulatif tanah dihitung. Contoh nomor-nomor
saringan dan diameter lubang dari standar Amerika dapat dilihat dalam Tabel 1.
Tabel 1. Saringan Standar Amerika. (sumber: AASHTO)
Diameter
No Saringan Lubang
mm
3 6.35
4 4.75
6 3.35
8 2.36
10 2.00
16 1.18
20 0.85
30 0.60
40 0.42
50 0.3
60 0.25
70 0.21
100 0.15
140 0.106
200 0.075
270 0.053
Bergantung pada kadar air, tanah dapat berbentuk cair, plastis, semi
padat, atau padat. Kedudukan fisik tanah berbutir halus pada kadar air
tertentu disebut konsistensi. Konsistensi bergantung pada gaya tarik antara
partikel mineral lempung. Sebaran pengurangan kadar air menghasilkan
berkurangnya tebal lapisan kation yang menyebabkan bertambahnya gaya tarik
partikel. Bila tanah dalam kedudukan plastis, besarnya jaringan gaya antar
partikel akan sedemikian hingga partikel bebas menggelincir antara satu
dengan yang lain dengan kohesi yang tetap terpeliharaserta pengurangan air
menghasilkan pengurangan volume tanah.
Atterberg (1991) memberikan cara untuk menggambarkan batas-batas
konsistensi dari tanah berbutir halus dengan mempertimbangkan kandungan
kadar air ditanah. Batas-batas tersebut adalah batas cair (liquid limit), batas
plastis (plastic limit), dan batas susut (shrinkage limit). Kedudukan batas-batas
untuk tanah khoesif ditunjukan dalam gambar 2.
Batas Cair (Liquid Limid)
Batas cair (LL), didefinisikan sebaga kadar air tanah pada batas antara
keadaan cair dan keadaan plastis, yaitu batas atas daerah plastis.
Batas cair biasanya ditentukan dari uji Casagrande (1948). Gambar
skematis dari alat pengukur batas cair dapat dilihat pada (Gambar 3). Contoh
tanah dimasukkan dalam cawan. Tinggi contoh dalam cawan kira-kira 8 mm.
Alat pembuat alur (grooving tool) di keruk tepat di tengah-tengah cawan hingga
menyentuh dasarnya. Kemudian, dengan alat penggetar, cawan di ketuk-ketuk
pada landasan dengan tinggi jatuh 1 cm. Persentase kadar air yang dibutuhkan
untuk menutup celah sepanjang 12,7 mm pada dasar cawan, sesudah 25 kali
pukulan, didefinisikan sebagai batas cair tanah tersebut.
Karena sulitnya mengatur kadar air pada waktu celah menutup pada 25
kali pukulan, maka biasanya pencobaan dilakukan beberapa kali, yaitu dengan
kadar air yang berbeda dengan jumlah pukulan yang berkisar 15 sampai 25.
Kemudian, hubungan kadar air dan jumlah pukulan digambarkan dalam grafik
semi log metrik untuk menentukan kadar air pada 25 kali pukulan (Gambar 4).
8
Gambar 3. Skema Alat Uji Batas Cair.(Sumber:Santoso, 2005)
Kurva Aliran
Nilai Batas
Cair (LL)
25 Jumlah Pukulan
(Skala Log)
W 1−W 2
If= .........................................................
log ( N 2 / N 1 )
.......(1)
Dengan,
If = indeks aliran
9
W1 = kadar air (%) pada N 1 pukulan
W2 = kadar air (%) pada N 2 pukulan
Perhatikan bahwa nilai W1 dan W2 dapat ditukarkan untuk
memperoleh nilai positifnya, walaupun kemiringan kurva sebenarnya negative.
tgβ
N
¿=W N ( )
25
...............................................................
(2)
Dengan
N = Jumlah pukulan, untuk menutup celah 0,5 in (12,7 mm)
W N = Kadar air
tgβ = 0,121(tapi tgβ tidak sama dengan 0,121 untuk semua jenis
tanah)
Batas Plastis (Plastic Limit)
batas plastis (PL), didefinisikan sebagai kadar air pada kedudukan
antara daerah plastis dan semi padat, yaitu persentase kadar air dimana tanah
dengan diameter silinder 3 mm mulai retak-retak ketika digulung.
Indeks plastisitas (PI) adalah selisih batas cais dan batas plastis
PI= LL – PL ………………………………………………………..(3)
Indeks plastisitas (PI) merupakan interval kadar air dimana tanah masih
bersifat plastis. Karena itu, indeks plastisitas menunjukan sifat keplastisan
tanah tanah. Jika tanah mempunya PI tinggi, maka tanah mengandung banyak
butiran lempung. Jika PI rendah, seperti lanau, sedikit pengurangan kadar air
berakibat tanah menjadi kering. Batasan mengenai indeks plastisitas, sifat,
macam tanah, dan kohesi diberkan oleh Atterberg.
10
didefinisikan sebagai kadar air pada kedudukan antara daerah semi
padat dan padat, yaitu persentase kadar air dimana pengurangan kadar air
selanjutnya tidak mengakibatkan perubahan volume tanah.
11
Tabel 3. Klasifikasi Berdasarkan “Unified Classification”.
(Sumber: Braja M.Das,1995)
Simbol
Divisi utama Nama umum
Lebih dari 50% butiran tertahan pada ayakan No.200Tanah Berbutir Kasar Kelompok
Kerikil bergradasi-baik dan campuran
Kerikil 50% atau lebih dari fraksi kasar tertahan pada ayakan No.4
Kerikil bersih
GW kerikil-pasir, sedikit atau sama sekali
tidak mengandung butiran halus
Kerikil bergradasi -buruk dan
campuran kerikil-pasir, sedikit atau
GP
sama sekali tidak mengandung
butiran halus
Kerikil Kerikil berlanau, campuran kerikil-
GM pasir-lanau
kerikil berlempung, campuran
dengan
GC kerikil-pasir lempung
Pasir bergradasi-baik,pasir
Pasir lebih dari 50% fraksi lolos ayakan No.4
atau berlempung
Lempung anorganik dengan
plastisitas rendah sampai dengan
CL sedang lempung berkerikil, lempung
berpasir, lempung berlanau, lempung
"kurus" (lean clays)
Lanau-organik dan lempung berlanau
OL
organik dengan plastisitas rendah
Lanau anorganik atau pasir halus
Lanau dan Lempung Batas
12
Sistem Klasifikasi AASHTO (AASHTO classification system)
System klasifikasi AASHTO (American Association of State Highway and
Transportation Officials) berguna untuk menentukan kualitas tanah untuk
perencanaan timbunan jalan subbase dan subgrade. dianjurkan oleh Committee
on Classification of Materials for Subgrade and granular type Roads of the
Highway Research Board pada tahun 1945 (ASTM menggunakan kode D-3282
dan AASHTO dengan metode M 145).
13
lolos ayakan No. 10 dan yang tertahan pada ayakan No.200. dan
lempung: bagian tanah yang lolos ayakan No. 200.
Plastisitas. nama berlanau dipakai apabila bagian-bagian yang
halus dari tanah mempunyain indeks plastisitas (PL) sebesar 10 atau
kurang. Nama berlempungan dipakai bila mana bagian-bagian yang
halus dari tanah mempunyain indeks plastis sebesar 11 atau lebih.
Apabila ditemuakan ukuran lebih besar dari 75 mm maka batuan
tersebut harus dikeluarkan terlebih dahulu, perseentase batuan
tersebut harus diketahui.
Senjang batas cair (liquid limit, LL) dan indeks pastisitas (pl) untuk
tanah yang masuk dalam kelompok A-2, A-4, A-5, A-6, dan A-7. Dapat dilihat
dari gambar 5.
A-2-6
A-5A-2-7
A-2-4
PI = LL -30
A-2-5
A-7-6
A-6
A-7-5
10
30
100
40
50
60
80
70
20
90 A-4
14
Gambar 5. Kurva Perbandingan Batas Cair dan Indeks Plastisitas.
(Sumber :AASHTO, 2001)
Untuk menilai kualitas tanah sebagai bahan subgrade jalan raya dapat
ditentukan dengan angka indeks kelompok (Group Index = GI) yang menentukan
kelompok dan sub kelompok tanah.
Indeks kelompok dapat dihitung dengan persamaan :
15
CBR (California Bearing Ratio) adalah percobaan daya dukung tanah
yang dikembangkan oleh California State Highway Departement. Prinsip
pengujian ini adalah pengujian penetrasi dengan menusukkan benda ke dalam
benda uji. Dengan cara ini dapat dinilai kekuatan tanah dasar atau bahan lain
yang dipergunakan untuk membuat perkerasan.
16
III. METODOLOGI PENELITIAN
17
Bahan : Material Sampel
Uji Atterbreg (Batas Plastis)
Peralatan : Plat kaca 45x45x0,9 cm, sendok dempul panjang 12,5 cm,
batang pembanding dengan diameter 3 mm panjang 10cm, neraca untuk
mentukan kadar air 2 buah, botol tempat air suling, air suling, Oven.
Bahan : Material Sampel
4. Tahapan akhir
Tahap Persiapan
Pengumpulan referensi daerah penelitian PT SBP seperti peta
kesampaian daerah, peta situasi wilayah, serta referensi yang terkait dengan
bahasan penelitian mengenai evaluasi kelayakan jalan angkut tambang baik itu
bersumber dari buku, jurnal, skripsi maupun sumber internet.
Tahap pengamatan dan pengambilan data
Pada tahapan ini terbagi menjadi dua yaitu, observasi dan pengambilan
data, pada tahap observasi dilakukan langsung dilapangan, dan dilakuakn
pengambilan data yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti, setelah
dilakuakan observasi lapangan selanjutnya adalah pemilihan sample material
jalan, sampel dipilih dari material jalan hauling pit to stockpile, pemilihan
sampel dilakuakan di titik-titik yang memiliki frekuensi kerusakan tinggi (weak
18
point). Pada weak point dilakukan pendiskripsian lapisan, pada tahapan ini
lapisan dilakuakan perhitungan serta pemodelan dari lapisan hingga
membentuk litologi pada titik daerah tersebut.
Pengambilan sampel
Setelah melakuakan pengamatan langsung dilapangan, didaptlah titik mana
yang sering terjadi kerusakan pada jalan, jalan yang memiliki frekuensi
kerusakan tinggi dilakukan pengambilan material sampel untuk diteruskan ke
dalam pengujian yang lebih teliti lagi yaitu pada laboratorium. Proses
pengambilan sampel dilakukan dengan cara :
19
7. Ditimbang benda uji yang telah dioven seberat 200 gr.
8. Disusun satu set ayakan. Disusun paling bawah adalah pan, disusul
oleh No.200, 40, dan 10 (semakin keatas, No. saringan semakin kecil)
9. Benda uji yang telah ditimbang beratnya di tuangkan pada saringan
paling atas dari susunan saringan. Saringan dialirkan air
10. Diguncang saringan dengan tangan
11. Ditimbang saringan dan benda uji yang tertinggal disaringan.
12. Ditimbang berat saringan.
7. Kembalikan benda uji ke atas kaca pengaduk, dan mangkuk alat batas
cair bersihkan. Benda uji diaduk kembali dengan megubah kada airnya.
kemudian ulangi langkan (2) sampai (6).
Uji Atterbreg Batas Plastis (Plastic Limit)
1. Letakkan benda uji diatas kaca, kemudian diaduk sehingga kada airnya
merata.
2. Setelah kadar air cukup merata, buatlah bola-bola tanah dan benda uji
itu seberat 8 gram, kemudian bola-bola tanah itu digeleng diatas pelat
kaca. Penggelengan dilakukan dengan telapak tangan, dengan kecepatan
80-90 gelengan per menit.
3. Penggelengan dilakukan terus sampai benda uji membentuk dengan
diameter 3 mm. Kalau pada waktu penggelengan itu ternyata sebelum
20
benda uji mencapai 3 mm sudah retak, maka benda uji disatukan
kembali, ditambah air sedikit dan diaduk sampai merata. Jika ternyata
penggelengan bola-bola itu bisa mencapai diameter lebih kecil dari 3mm
tanpa menunjukkan retakan-retakan, maka contoh perlu dibiarkan
beberapa saat di udara, agar kadar airnya berkurang.
4. Pengadukan dan penggelegan diulang sampai retakan-retakan itu terjadi
tepat pada saat gelengan mempunyai diameter 3mm.
5. kemudian hitung kada air sebelum dimasukan oven dan hitung setelah
dimasukan kedalam oven.
21
Data yang telah dikumpulakan dari percobaan dengan menggunakan
metode analisis ukuran butir, atterbreg dan CBR (California Bearing Ratio) akan
di analisis dengan standar AASTHO yang kemudian akan diketahui kelayakan
jalan tambang (hauling).
Permasalahan
Studi Literatur
Pengolahan Data
Data Primer
22
Hasil dan Analisis
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Afriani, L., & Yan Juansyah. (2016). “Pengaruh Fraksi Pasir Dalam Campuran
Tanah Lempung Terhadap Nilai CBR dan Indeks Plastisitas Untuk
Meningkatkan Daya Dukung Tanah Dasar”. Bandar Lampung:
Universitas Lampung.
Ir. Imam Aschuri, MSc, MIHT. (2004). “Perbaikan Tanah Ekspansif (Expansive
Soil) Dengan Menggunakan GARAM ANORGANIK”. Institut
Teknologi Nasional: Bandung.
23