Anda di halaman 1dari 26

USULAN PENELITIAN

EVALUASI KELAYAKAN JALAN ANGKUT TAMBANG BERDASARKAN DAYA


DUKUNG MATERIAL PADA TAMBANG BATUBARA PT SAROLANGUN BARA
PRIMA, KECAMATAN MANDIANGIN,
KABUPATEN SAROLANGUN,
PROVINSI JAMBI

M. FATONI FURQON
F1D113010

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS JAMBI
2018
USULAN PENELITIAN

EVALUASI KELAYAKAN JALAN ANGKUT TAMBANG BERDASARKAN DAYA


DUKUNG MATERIAL PADA TAMBANG BATUBARA PT SAROLANGUN BARA
PRIMA, KECAMATAN MANDIANGIN,
KABUPATEN SAROLANGUN,
PROVINSI JAMBI

Diajukan sebagai salah satu syarat dalam melakukan penelitian dalam


rangka penulisan Skripsi pada Program Studi Teknik Pertambangan

M. FATONI FURQON
F1D113010

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS JAMBI
2018
1
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pertambangan merupakan salah satu kegiatan pengambilan endapan
bahan galian berharga secara ekonomis dimulai dari eksplorasi, penambangan,
pengolahan hingga pemasaran. Salah satu endapan bahan galian yang berharga
adalah batubara. Kegiatan penambangan batubara memiliki resiko yang tinggi
baik ditinjau dari segi teknis maupun ekonomis sehingga dibutuhkan suatu
perencanaan tambang batubara yang baik. Salah satu dari tahap dalam
perencanaan tambang batubara adalah perencanaan jalan tambang. Sebagai
sarana infrastruktur yang vital di sekitar lokasi penambangan. Jalan tambang
(hauling) berfungsi sebagai penghubung lokasi-lokasi penting, antara lokasi
tambang dengan area lainnya seperti disposal area dan tempat-tempat lainnya di
wilayah penambangan.
Pada umumnya perusahaan tambang batubara kelas menengah ke
bawah hanya mempertimbangkan geometri jalan seperti lebar, panjang
kemiringan dan lain-lain, namun tidak adanya pembahasan dan data tentang
daya dukung material, lemahnya nilai dari Daya dukung material sebagai
landasan kendaran yang melaju diatasnya membuat amblesan pada permukaan
jalan.
Dalam pemilihan material ini sangat penting dalam pembuatan jalan,
karena rancangan jalan itu tidak harus tertitik pada fokus geometrinya saja
tetapi jalan angkut yang digunakan juga harus dirancang sesuai dengan beban
alat angkut yang melewatinya. Kuat dukung material dasar jalan sangat
mempengaruhi tebal perkerasan, semakin tinggi kuat dukung material, maka
tebal perkerasan yang diperlukan semakin tipis untuk menahan beban lalu
lintas diatasnya. Maka dari itu akan dilakukan penelitian tentang layaknya
jalan tambang berdasarkan daya dukung material jalan tambang (hauling)
dengan uji CBR ( California bearing ratio ).
Dalam uji CBR ( California bearing ratio ) di jalan tambang harus
berdasarkan standar yang ada diantaranya yaitu AASTHO (America Association of State
Highway), dan ASTM (American Society for Testing and Material), dan pengujian yang
digukan Untuk menentukan nilai daya dukung material dalam kepadatan
maksimum.
Berdasarkan penjelasan diatas maka perlu dilakukannya penelitian tentang daya
dukung material jalan tambang (hauling), dengan judul EVALUASI KELAYAKAN JALAN
ANGKUT TAMBANG BERDASARKAN DAYA DUKUNG MATERIAL PADA TAMBANG
BATUBARA PT Sarolangun Bara Prima, Kecamatan Mandiangin, Kabupaten

1
Sarolangun, Provinsi Jambi agar nantinya penelitian ini dapat digunakan
dengan baik bagi perusahan untuk merancang jalan tambang (hauling).
1.2. Identifikasi dan Rumusan Masalah

Permasalah yang diidentifikasi di PT Sarolangun Bara prima tidak


adanya pembahasan dan data tentang daya dukung material jalan tambang
(hauling) maka kita akan melakukan kajian kelayakan jalan tambang
berdasarkan daya dukung material jalan tambang (hauling) dengan
menggunakan uji CBR ( California bearing ratio ).
Berikut ini beberapa rumusan masalah yang akan dikaji lebih lanjut
1. Apa yang mengakibatkan terjadinya amblasan pada jalan hauling pit to
stockpile?
2. Apakah material jalan hauling sesuai dengan beban alat angkut yang akan
melewatinya?

1.3. Batasan Masalah


Batasan masalah yang di gunakan dalam penelitian:
1. Penelitian dilakukan pada PT. Sarolangun Bara prima
2. kajian daya dukung material hanya dilakukan pada jalan hauling dari pit
menuju stockpile
3. uji yang dilakukan hanya untuk material jalan hauling dengan menggunakan
uji CBR ( California bearing ratio ).

1.4. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui kondisi jalan hauling pit to stockpile
2. Mengetahui kelayakan dari material jalan hauling dilalui oleh alat angkut
3. Mengetahuai nilai perkerasan material dijalan hauling

1.5. Hipotesis
Dengan melakuakn uji CBR ( California bearing ratio ). Maka didapat
nilai dari daya dukung material jalan hauling, nilai daya dukung material akan
dibandingkan dengan berat maksimum alat angkut, dari perbandingan tersebut
maka dapat diketahui kelayakan dari material jalan hauling dari pit menuju
stockpile pada PT Sarolangun Bara prima.

1.6. Manfaat
Manfaat penelitian ini adalah untuk mengetahui kelayakan dari material
jalan hauling PT. Sarolangun Bara Prima dari pit to stockpile area agar dapat
memperlancar aktivitas penambangan dan tidak mengganggu nilai waktu edar
(Cycle Time) yang dapat menyebabkan kerugian bagi pihak perusahaan.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jalan Tambang (Hauling)

Definisi jalan
Pengertian jalan menurut PP RI No. 34 Tahun 2006 tentang jalan yaitu,
jalan adalah prasarana trasportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,
termasuk bangunan perlengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan bagi
lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah dan/atau air, serta diatas
permuakaan air keculi jalan kereta api, jalan lori dan jalan kabel.
Fungsi Jalan Tambang
Fungsi utama jalan angkut tambang secara umum adalah untuk
menunjang kelancaran operasi penambangan terutama dalam kegiatan
pengangkutan. Medan berat yang mungkin terdapat di sepanjang rute jalan
tambang harus di atasi dengan merubah rancangan jalan untuk meningkatkan
aspek manfaat dan keselamatan kerja. Apabila perlu dibuat terowongan (tunnel)
atau jembatan, maka cara pembuatan dan kontruksinya harus mengikuti
aturan-aturan teknik sipil yang berlaku. Jalur jalan di dalam terowongan atau
jembatan umumnya cukup satu dan alat angkut atau kendaraan yang akan
melewatinya masuk secara bergantian (Awang Suwandhi, 2004).
Konstruksi jalan tambang
Konstruksi jalan tambang secara garis besar sama dengan jalan di kota.
Perbedaan yang khas terletak pada permukaan jalannya (road surface) yang
jarang sekali dilapisi oleh aspal atau beton seperti pada jalan angkut di kota,
Seperti halnya jalan angkut di kota, jalan angkut di tambang pun harus
dilengkapi penyaliran (drainage) yang ukurannya memadai. Sistem penyaliran
harus mampu menampung air hujan pada kondisi curah hujan yang tinggi
serta harus mampu pula mengatasi luncuran partikel-partikel kerikil atau
tanah pelapis permukaan jalan yang terseret arus air hujan menuju penyaliran.
Apabila jalan tambang melalui sungai atau parit, maka harus dibuat
jembatan yang konstruksi nya mengikuti persyaratan yang biasa diterapkan
pada konstruksi jembatan umum di jalan kota. Parit yang dilalui jalan tambang
mungkin dapat diatasi dengan pemasangan gorong-gorong (culvert), kemudian
dilapisi oleh campuran tanah dan batu sampai pada ketinggian jalan yang
dikehendaki.

2.2 Sifat Alamiah Tanah


Tanah adalah akumulasi partikel mineral yang tidak mempunyai atau
lemah ikatan antar partikelnya, yang terbentuk karena pelapukan dari batuan.
Diantara partikel-partikel tanah terdapat ruang kosong yang disebut pori-pori

3
(void space) yang berisi air dan/atau udara. Ikatan yang lemah antara partikel-
partikel tanah disebabkan oleh pengaruh karbonat atau oksida yang tersenyawa
di antara partikel-partikel tersebut, atau dapat juga disebabkan oleh adanya
material organik. Bila hasil dari pelapukan tersebut di atas tetap berada pada
tempat semula, maka bagian ini disebut tanah sisa (residual soil). Hasil
pelapukan yang terangkut ke tempat lain dan mengendap di beberapa tempat
yang berlainan disebut tanah bawaan (transportation soil). Media pengangkut
tanah berupa gaya gravitasi, angin, air, dan gletser. Pada saat berpindah
tempat, ukuran dan bentuk partikel-partikel dapat berubah dan terbagi dalam
beberapa rentang ukuran (susilo,1989).
Proses penghancuran dalam pembentukan tanah dari batuan terjadi
secara fisis atau kimiawi. Proses fisis antara lain berupa erosi akibat tiupan
angin, pengikisan oleh air dan gletser, atau perpecahan akibat pembekuan dan
pencairan es dalam batuan. Tanah yang terjadi akibat penghancuran tersebut
di atas tetap mempunyai komposisi yang sama dengan batuan asalnya. Tanah
tipe ini mempunyai ukuran partikel yang hampir sama rata dan di deskripsi
berbentuk 'utuh' (bulky): yaitu bentuk-bentuknya bersudut agak bersudut,
ataupun bulat. Partikel-partikel tanah terdapat dalam rentang ukuran yang
cukup lebar, mulai dari berangkal (boulder) sampai serbuk batu halus yang
berbentuk akibat tergeruus oleh gletser. Susunan struktural dari partikel 'bulky'
(Gambar 1) ini di deskripsikan sebagai butiran tunggal (single grain) di mana
setiap partikel saling berhubungan dengan partikel-partikel di sekitarnya tanpa
ada suatu ikatan atau kohesi di antara mereka. Kekompakan struktur partikel
ini, baik yang lepas, agak padat, ataupun padat, tergantung dari proses
pemadatan antar partikel pada saat pembentukan strukturnya.
Proses kimiawi menghasilkan perubahan pada susunan mineral batuan
asalnya. Salah satu penyebabnya adalah air yang mengandung asam atau
alkali, oksigen, dan karbondioksida. Pelapukan kimiawi menghasilkan
pembentukan kelompok-kelompok partikel Kristal berukuran koloid (<0,002
mm) yang dikenal sebagai mineral lempung (clay mineral). Mineral lempung
kaolinite, sebagai contoh, terbentuk dari pecahan feldspar akibat pengaruh air
dan karbondioksida Hampir semua mineral lempung berbentuk lempengan yang
mempunyai permukaan spesifik (perbandingan antara luas permukaan dengan
massa) yang tinggi. Akibatnya sifat-sifat partikel ini sangat dipengaruhi oleh
gaya-gaya permukaan. Bentuk lain dari partikel mineral lempung adalah seperti
jarum, tetapi jarang terdapat di bandingkan dengan bentuk lempengan.

4
Gambar 1. Struktur Butiran Tunggal (Sumber : Susilo,1989)

2.3 Deskrifsi dan Klasifikasi Tanah


Menurut R.F. CRAIG (1989) bahasa standar sangat penting dalam
deskripsi tanah. Sebuah deskripsi yang lengkap harus menyebutkan
karakteristik material tanah maupun massa tanah di lapangan. Karakteristik-
karakteristik material dapat ditentukan dari contoh tanah terganggu, yaitu
contoh-contoh yang distribusi ukuran partikelnya sama dengan kondisi di
lapangan tetapi keaslian struktur tanah di lapangan belum terjaga pada contoh
tersebut. Karakteristik utama material adalah distribusi ukuran partikel (atau
gradasi) dan plastisitas, yang digunakan sebagai pedoman penamaan. Distribusi
ukuran partikel dan sifat-sifat plastisitas dapat ditentukan baik dengan
menggunakan uji standar laboratorium maupun dengan pengamatan sederhana
dan prosedur manual. Karakteristik-karakteristik material yang menunjang
(sekunder) adalah warna tanah dan bentuknya, tekstur, serta komposisi
partikel tanah. Karakteristik-karakteristik massa tanah idealnya ditentukan di
lapangan, tetapi dalam beberapa kasus dapat dideteksi dengan memakai contoh
tanah tak terganggu, yaitu contoh-contoh tanah yang sudah dipelihara sifat-
sifat lapangannya. Deskripsi. karakteristik massa harus meliputi taksiran
kekerasan atau kekuatannya di lapangan, dan rincian tempat, diskontinuitas;
dan pelapukan tanah tersebut. Susunan rincian geologis minor, yang disebut
makro-farik tanah, harus dideskripsi dengan hati-hati karena ini dapat
mempengaruhi perilaku teknis tanah di lapangan sampai luas tertentu. Contoh-
contoh ciri-ciri makro-farik adalah adanya lapisan-lapisan pasir halus dan
lanau tipis dalam lempung; lanau pengisi. celah-celah lempung; lensa-lensa
lempung kecil pada pasir; adanya bahan-bahan organik dan lubang-lubang
akar. Nama susunan geologis, jika telah terdefinisi, harus dimasukkan dalam

5
deskripsi; sebagai tambahan, tipe endapan dapat disebutkan (misalnya till,
alluvium, teras sungai), karena dapat secara umum mengindikasikan perilaku
tanah.

Deskripsi dan klasifikasi tanah perlu dibedakan. Deskripsi tanah sudah


termasuk karakteristik-karakteristik, baik massa maupun material tanah,
karena itu tidak akan ada dua jenis tanah dengan deskripsi yang benar-benar
sama. Pada klasifikasi tanah, sebaliknya, tanah ditempatkan dalam salah satu
dari beberapa kelompok berdasarkan hanya pada karakteristik material saja
(yaitu distribusi ukuran partikel dan plastisitas). Jadi, klasifikasi tanah tidak
tergantung pada kondisi massa di lapangan. Jika tanah akan dikerjakan pada
kondisi tak terganggu, misalnya untuk mendukung fondasi, deskripsi lengkap
akan sangat memadai dan bila dikehendaki dapat ditambahkan klasifikasi
tanah. Akan tetapi, klasifikasi cukup penting dan berguna jika tanah yang
ditinjau akan dipakai untuk material konstruksi. Contohnya timbunan atau
urugan.
Untuk menentukan dan mengklasifikasi tanah, diperlukan suatu
pengamatan di lapangan dan suatu percobaan lapangan yang sederhana. Tetapi
jika sangat mengandalkan pengamatan di lapangan, maka kesalahan-kesalahan
yang disebabkan oleh perbedaan pengamatan perorangan, akan menjadi sangat
besar. Untuk memperoleh hasil klasifikasi yang objektif, biasanya tanah itu
secara sepintas dibagi dalam tanah berbutir kasar dan berbutir halus
berdasarkan suatu hasil analis mekanis. Selanjutnya tahap klasifikasi tanah
berbutir halus diadakan berdasarkan percobaan konsistensi dan menunjukkan
nama, tanda dan standar yang diklasifikasi berdasarkan"Unified Classification".

2.4 Analisi Ukuran butir


Dalam bukunya yang berjudul Mekanika Tanah (2002) Dr. Ir. Hariy Christady
Hardiyantmo, M.Eng. DEA. Bahwa sifat-sifat tanah sangat bergantung pada ukuran
butirannya. besarnya butiran dijadikan dasar untuk pemberian nama dan
klasifikasi tanah. Oleh karena itu, analisis butiran ini merupakan pengujian
yang sangat sering dilakukan. Analisis ukuran butiran tanah adalah penentuan
persentase berat butuan pada satu unit saringan, dengan ukuran diameter
lubang tertentu. Serta menurut Budi Santorso (2005), Ukuran butir material
dengan variasi yang cukup besar. Tanah umumnya disebut : Kerikil (Gravel,
Pasir (sand), Lanau (Silt), Lempung (Clay).
Tanah Berbutir Kasar
Distribusi ukuran butir tanah berbutir kasar dapat ditentukan dengan
cara menyaring. Caranya, tanah benda uji disaring lewat satu unit saringan

6
standar. Berat tanah yang tinggal pada masing-masing saringan ditimbang, lalu
persentase terhadap berat kumulatif tanah dihitung. Contoh nomor-nomor
saringan dan diameter lubang dari standar Amerika dapat dilihat dalam Tabel 1.
Tabel 1. Saringan Standar Amerika. (sumber: AASHTO)
Diameter
No Saringan Lubang
mm
3 6.35
4 4.75
6 3.35
8 2.36
10 2.00
16 1.18
20 0.85
30 0.60
40 0.42
50 0.3
60 0.25
70 0.21
100 0.15
140 0.106
200 0.075
270 0.053

Tanah Berbutir Halus


Distribusi ukuran butir tanah berbutir halus atau bagian berbutir halus dari
tanah berbutir kasar, dapat ditentukan dengan cara sedimentasi. Metode ini
didasarkan pada hukum Stokes. yang berkenaan dengan kecepatan mengendap
butiran pada larutan suspensi.(Hariy Christady Hardiyantmo, 2002).

2.5 Batas-batas Atterberg


Suatu hal yang penting pada tanah berbutir halus adalah sifat plastisitas nya.
Plastisitas disebabkan oleh adanya partikel mineral lempung dalam tanah.
Istilah plastisitas menggambarkan kemampuan tanah dalam menyesuaikan
perubahan bentuk pada volume yang konstan tanpa retak-retak atau remuk
dapat dilihat pada gambar 2.

Batas Susut Batas Plastis Batas Cari

Padat Semi Padat Plastis Cair


7
Gambar 2. Batas-batas Atterberg.(Sumber:Santoso, 2005)

Bergantung pada kadar air, tanah dapat berbentuk cair, plastis, semi
padat, atau padat. Kedudukan fisik tanah berbutir halus pada kadar air
tertentu disebut konsistensi. Konsistensi bergantung pada gaya tarik antara
partikel mineral lempung. Sebaran pengurangan kadar air menghasilkan
berkurangnya tebal lapisan kation yang menyebabkan bertambahnya gaya tarik
partikel. Bila tanah dalam kedudukan plastis, besarnya jaringan gaya antar
partikel akan sedemikian hingga partikel bebas menggelincir antara satu
dengan yang lain dengan kohesi yang tetap terpeliharaserta pengurangan air
menghasilkan pengurangan volume tanah.
Atterberg (1991) memberikan cara untuk menggambarkan batas-batas
konsistensi dari tanah berbutir halus dengan mempertimbangkan kandungan
kadar air ditanah. Batas-batas tersebut adalah batas cair (liquid limit), batas
plastis (plastic limit), dan batas susut (shrinkage limit). Kedudukan batas-batas
untuk tanah khoesif ditunjukan dalam gambar 2.
Batas Cair (Liquid Limid)
Batas cair (LL), didefinisikan sebaga kadar air tanah pada batas antara
keadaan cair dan keadaan plastis, yaitu batas atas daerah plastis.
Batas cair biasanya ditentukan dari uji Casagrande (1948). Gambar
skematis dari alat pengukur batas cair dapat dilihat pada (Gambar 3). Contoh
tanah dimasukkan dalam cawan. Tinggi contoh dalam cawan kira-kira 8 mm.
Alat pembuat alur (grooving tool) di keruk tepat di tengah-tengah cawan hingga
menyentuh dasarnya. Kemudian, dengan alat penggetar, cawan di ketuk-ketuk
pada landasan dengan tinggi jatuh 1 cm. Persentase kadar air yang dibutuhkan
untuk menutup celah sepanjang 12,7 mm pada dasar cawan, sesudah 25 kali
pukulan, didefinisikan sebagai batas cair tanah tersebut.
Karena sulitnya mengatur kadar air pada waktu celah menutup pada 25
kali pukulan, maka biasanya pencobaan dilakukan beberapa kali, yaitu dengan
kadar air yang berbeda dengan jumlah pukulan yang berkisar 15 sampai 25.
Kemudian, hubungan kadar air dan jumlah pukulan digambarkan dalam grafik
semi log metrik untuk menentukan kadar air pada 25 kali pukulan (Gambar 4).

8
Gambar 3. Skema Alat Uji Batas Cair.(Sumber:Santoso, 2005)

Kadar air (%)

Kurva Aliran

Nilai Batas
Cair (LL)

25 Jumlah Pukulan
(Skala Log)

Gambar 4. Kurva Pada Penentuan Batas Cair Tanah Lempung.


(Sumber:Santoso, 2005)

Kemiringan dari garis dalam kurva didefinisikan sebagai indeks aliran


(flow index) dan dinyatakan dalam persamaan:

W 1−W 2
If= .........................................................
log ( N 2 / N 1 )
.......(1)
Dengan,
If = indeks aliran

9
W1 = kadar air (%) pada N 1 pukulan
W2 = kadar air (%) pada N 2 pukulan
Perhatikan bahwa nilai W1 dan W2 dapat ditukarkan untuk
memperoleh nilai positifnya, walaupun kemiringan kurva sebenarnya negative.

Dari banyak uji bats-cair, Waterways Experiment Station di Vicksburg,


Mississipi (1949), mengusulkan persamaan batas cair:

tgβ
N
¿=W N ( )
25
...............................................................

(2)

Dengan
N = Jumlah pukulan, untuk menutup celah 0,5 in (12,7 mm)
W N = Kadar air
tgβ = 0,121(tapi tgβ tidak sama dengan 0,121 untuk semua jenis
tanah)
Batas Plastis (Plastic Limit)
batas plastis (PL), didefinisikan sebagai kadar air pada kedudukan
antara daerah plastis dan semi padat, yaitu persentase kadar air dimana tanah
dengan diameter silinder 3 mm mulai retak-retak ketika digulung.
Indeks plastisitas (PI) adalah selisih batas cais dan batas plastis

PI= LL – PL ………………………………………………………..(3)

Indeks plastisitas (PI) merupakan interval kadar air dimana tanah masih
bersifat plastis. Karena itu, indeks plastisitas menunjukan sifat keplastisan
tanah tanah. Jika tanah mempunya PI tinggi, maka tanah mengandung banyak
butiran lempung. Jika PI rendah, seperti lanau, sedikit pengurangan kadar air
berakibat tanah menjadi kering. Batasan mengenai indeks plastisitas, sifat,
macam tanah, dan kohesi diberkan oleh Atterberg.

Tabel 2. Nilai Indeks Plastisitas dan Macam Tanah.


(Sumber: AASHTO, 2001)

PI Sifat Macam Tanah Kohesi


0 Non Plastis Pasir Non Kohesif
Plastisitas
<7 Rendah Lanau Kohesif Sebagian
Plastisitas
7~17 Sedang Lempung Berlanau Kohesif
>17 Plastisitas Tinggi Lempung Kohesif
Batas Susut (Shrinkage Limit)

10
didefinisikan sebagai kadar air pada kedudukan antara daerah semi
padat dan padat, yaitu persentase kadar air dimana pengurangan kadar air
selanjutnya tidak mengakibatkan perubahan volume tanah.

2.6 Sistem Klasifikasi

Klasifikasi tanah sangat perancangan dalam memberikan pengarah


melalui cara empiris yang tersedia dari hasil pengalaman yang telah lalu. Tetapi
perancangan harus berhati-hati dalam penerapanya karena penyelsaian
masalah stabilitas, kompresi (penurunan), aliran air yang didasarkan pada
klasifikasi tanah sering menimbulkan kesalahan yang berarti (Lambe, 1997).
Kebanyakan klasifikasi tanah menggunakan indeks tipe pengujian yang
sangat sederhana untuk memperoleh karakteristik tanah. Karakteristik tersebut
diginakan untuk menentukan kelompok klasifikasi. Umumnya, klasifikasi tanah
didasrkan atas ukuran partikel yang diperoleh dari analisis saringan.
Terdapat dua system klasifikasi yang sering digunakan, yaitu
Unified soil classificqation dan AASHTO (American Association of State Highway
and Transportation Officials). Sistem-sistem ini menggunakan sifat-sifat indeks
tanah yang sederhana seperti disreibusi ukuran butir. Klasifikasi tanah dari
sistin Unified mula pertama diusulkan oleh Casagrande (1942),kemudian
direvisi oleh kelompok teknisi dari USBR ( United State Bureau of Reclamation ).
Dalam bentuk yang sekarang, system ini banyak digunakan oleh berbagai
organisasi konsultan geotek (Dr. Ir. Hariy Christady Hardiyantmo, M.Eng. DEA., 2002).
System Klasifikasi Unified
Menurut Imam Aschuri (2004) tanah lempung ekspansif adalah tanah
yang mempunyai potensi kembang yang besar. Apabila terjadi peningkatan
kadar air tanah akan mengembang disertai dengan peningkatan tekanan air
pori dan timbulnya tekanan pengembangan dan sebaliknya apabila kadar air
berkurang akan terjadi penyusutan. Beberapa mineral yang biasa terdapat pada
tanah ekspansif adalah montmorilonite, kaolinite, dan illite.
menurut Renold Pangidoan Rambe (2016) sekelompok tanah yang
diklasifikasi dengan cara demikian, kelihatan pada umumnya mempunyai sifat-
sifat yang sama. Tabel 3 mencantumkan pengalaman di masa lampau yang
memperlihatkan jenis tanah beserta masing-masing sifatnya. Dapat dimengerti
bahwa Tabel 3 yang hanya diperoleh dari percobaan-percobaan pemisahan yang
sederhana, adalah berguna untuk mendapatkan gambaran yang sepintas
mengenai survei, perencanaan dan pelaksanaan berbagai pekerjaan yang
berhubungan dengan tanah.

11
Tabel 3. Klasifikasi Berdasarkan “Unified Classification”.
(Sumber: Braja M.Das,1995)
Simbol
Divisi utama Nama umum
Lebih dari 50% butiran tertahan pada ayakan No.200Tanah Berbutir Kasar Kelompok
Kerikil bergradasi-baik dan campuran

Kerikil 50% atau lebih dari fraksi kasar tertahan pada ayakan No.4

Kerikil bersih
GW kerikil-pasir, sedikit atau sama sekali
tidak mengandung butiran halus
Kerikil bergradasi -buruk dan
campuran kerikil-pasir, sedikit atau
GP
sama sekali tidak mengandung
butiran halus
Kerikil Kerikil berlanau, campuran kerikil-
GM pasir-lanau
kerikil berlempung, campuran
dengan

GC kerikil-pasir lempung
Pasir bergradasi-baik,pasir
Pasir lebih dari 50% fraksi lolos ayakan No.4

Pasir bersih (habya pasir)

SW berkerikil,sedikit atau sama sekali


tidak mengandung butiran halus
Pasir bergradasi-buruk dan pasir
SP berkerikil,sedikit atau sama sekali
tidak mengandung butiran halus
SM Pasir beranau,campuran pasir lanau
Pasir dengan butiran

Pasir berlempung,campuran pasir-


SC
lempung
Lanau anorganik, pasir halus sekali,
50% atau lebih lolos ayakan No.200Tanah Berbutir Halus

ML serbuk batuan, pasirhalus berlanau


Lanau dan Lempung Batas

atau berlempung
Lempung anorganik dengan
plastisitas rendah sampai dengan
CL sedang lempung berkerikil, lempung
berpasir, lempung berlanau, lempung
"kurus" (lean clays)
Lanau-organik dan lempung berlanau
OL
organik dengan plastisitas rendah
Lanau anorganik atau pasir halus
Lanau dan Lempung Batas

MH diatome, atau lanau ddiatome, lanau


yang elastis
Lempung anorganik dengan
CH plastisitas tinggi, lempung "gemuk"
(fat clays)
Lempung anorganik dengan
OH plastisitas sedang samapi dengan
tinggi
Peat (gambut), muck, dan tanah-tanah
PT lain dengan kandungan organuk
Tanah dengan Kandungan Organik tinggi tinggi

12
Sistem Klasifikasi AASHTO (AASHTO classification system)
System klasifikasi AASHTO (American Association of State Highway and
Transportation Officials) berguna untuk menentukan kualitas tanah untuk
perencanaan timbunan jalan subbase dan subgrade. dianjurkan oleh Committee
on Classification of Materials for Subgrade and granular type Roads of the
Highway Research Board pada tahun 1945 (ASTM menggunakan kode D-3282
dan AASHTO dengan metode M 145).

Tabel 4. Sistem klasifikasi tanah menurut AASHTO (sumber :AASHTO, 2001)

Sistem klasifikasi AASHTO pada table 4, diklasifikasi menjadi 7 (tujuh)


kelompok besar, yaitu A-1 sampai dengan A-7. Tanah yang diklasifikasikan ke
dalam A-1, A-2, dan A-3 andalah tanah yang berbutir 35% atau kurang dari
jumlah butir tanah tersebut lolos ayakan NO 200. Tanah dimana lebih dari 35%
butirnya lolos ayakan No. 200 dikalsifikasikan ke dalam kelompok A-4, A-5, A-
6, dan A-7. Butiran dalam kelompok A-4 sampai dengan A-7 tersebut sebagian
besar adalah lanau dan lempung,. System klasifikasi ini didasarkan dari kriteria
di bawah ini.
Ukuran Butir. Kerikil: bagian tanah yang lolos ayaklan diameter
75 mm dan yang tertahan pada ayakan No. 10. Pasir: bagian tanah yang

13
lolos ayakan No. 10 dan yang tertahan pada ayakan No.200. dan
lempung: bagian tanah yang lolos ayakan No. 200.
Plastisitas. nama berlanau dipakai apabila bagian-bagian yang
halus dari tanah mempunyain indeks plastisitas (PL) sebesar 10 atau
kurang. Nama berlempungan dipakai bila mana bagian-bagian yang
halus dari tanah mempunyain indeks plastis sebesar 11 atau lebih.
Apabila ditemuakan ukuran lebih besar dari 75 mm maka batuan
tersebut harus dikeluarkan terlebih dahulu, perseentase batuan
tersebut harus diketahui.
Senjang batas cair (liquid limit, LL) dan indeks pastisitas (pl) untuk
tanah yang masuk dalam kelompok A-2, A-4, A-5, A-6, dan A-7. Dapat dilihat
dari gambar 5.
A-2-6
A-5A-2-7
A-2-4
PI = LL -30
A-2-5
A-7-6
A-6
A-7-5
10
30
100
40
50
60
80
70
20
90 A-4

14
Gambar 5. Kurva Perbandingan Batas Cair dan Indeks Plastisitas.
(Sumber :AASHTO, 2001)

Untuk menilai kualitas tanah sebagai bahan subgrade jalan raya dapat
ditentukan dengan angka indeks kelompok (Group Index = GI) yang menentukan
kelompok dan sub kelompok tanah.
Indeks kelompok dapat dihitung dengan persamaan :

GI = (F – 35) [0,2 + 0,005 (LL – 40)] + 0,01 (F – 15) (PI – 10)..............................(4)


keterangan :
F = persentase butir yang lolos ayakan No. 200.
LL = batas cair
PI = indeks plastisitas

Dalam hal ini :


(F – 35) [0,2 + 0,005 (LL – 40)] merupakan bagian indeks kelompok tetap batas
cair. Bagian kedua, dalam hal ini 0,01 (F – 15) (PI – 10) merupakan bagian
indeks kelompok tetap indeks plastisitas.
Berikut ini ketentuan-ketentuan untuk menentukan indeks kelompok :
a. Jika persamaan menghasilkan harga GI negatif, maka diambil = 0.
b. Indeks kelompok yang dihitung dari Persamaan diatas dibulatkan ke
bilangan bulat yang terdekat, misalnya : GI = 3,40 dibulatkan menjadi =
3 dan GI = 3,50 dibulatkan menjadi = 4 dan ditempatkan dalam tanda
kurung dibelakang kelompok dan sub kelompok tanah misalnya : A-2-6.
Pada umumnya makin besar nilai indeks kelompoknya, makin kurang
baik tanah tersebut untuk dipakai dalam pembangunan jalan raya,
untuk tanah-tanah di dalam sub kelompok tersebut.
c. Dalam hal ini tidak ada batas lebih tinggi untuk indeks kelompok.
d. Indeks kelompok tanah digolongkan ke dalam kelompok-kelompok A-1-a,
A-1-b, A-2-4, A-2-5 dan A-3 akan selalu nol.
Jika menghitung indeks kelompok untuk tanah-tanah yang tergolong dalam
kelompok-kelompok A-2-6 dan A-2-7, maka bagian indeks kelompok untuk PI
dapat digunakan persamaan :
GI = 0,01 (F-15) (PI – 10)............................................................(5)
Pada umumnya, kualitas tanah yang digunakan untuk bahan tanah dasar
dapat dinyatakan sebagai kebalikan dari harga indeks group.

2.7 CBR (California Bearing Ratio)

15
CBR (California Bearing Ratio) adalah percobaan daya dukung tanah
yang dikembangkan oleh California State Highway Departement. Prinsip
pengujian ini adalah pengujian penetrasi dengan menusukkan benda ke dalam
benda uji. Dengan cara ini dapat dinilai kekuatan tanah dasar atau bahan lain
yang dipergunakan untuk membuat perkerasan.

Nilai CBR adalah perbandingan (dalam persen) antara tekanan yang


diperlukan untuk menembus tanah dengan piston berpenampang bulat seluas
3 inch2 dengan kecepatan 0,05 inch/menit terhadap tekanan yang diperlukan
untuk menembus bahan standard tertentu. Tujuan dilakukan pengujian CBR
ini adalah untuk mengetahui nilai CBR pada variasi kadar air pemadatan.
Untuk menentukan kekuatan lapisan tanah dasar dengan cara percobaan CBR
diperoleh nilai yang kemudian dipakai untuk menentukan tebal perkerasan
yang diperlukan di atas lapisan yang nilai CBRnya tertentu. Dalam menguji
nilai CBR tanah dapat dilakukan di laboratorium. Tanah dasar (Subgrade) pada
kontruksi jalan baru merupakan tanah asli, tanah timbunan, atau tanah galian
yang sudah dipadatkan sampai mencapai kepadatan 95% dari kepadatan
maksimum. Dengan demikian daya dukung tanah dasar tersebut merupakan
nilai kemampuan lapisan tanah memikul beban setelah tersebut tanah
dipadatkan. CBR ini disebut CBR rencana titik dan karena disiapkan di
laboratorium, disebut CBR laborataorium. Makin tinggi nilai CBR tanah
(subgrade) maka lapisan perkerasan diatasnya akan semakin tipis dan semakin
kecil nilai CBR (daya dukung tanah rendah), maka akan semakin tebal lapisan
perkerasan di atasnya sesuai beban yang akan dipikulnya (Wesley,1977).

16
III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat Dan waktu


Penelitian dilaksanakan di PT Sarolangun Bara Prima (PT SBP) yang
berlokasi di Desa Mandiangin Pasar, Kecamatan Mandiangin, Kabupaten
Sarolangun, Provinsi Jambi. Dimana untuk menuju site PT SBP dapat
menempuh jalan darat, dengan jarak tempuh dari Kota Jambi ke Desa Pasar
Mandiangin adalah ± 135 km dengan waktu tempuh ± 3 jam, lokasi tersebut
dapat ditempuh dengan jalur darat dengan melewati Jalan Provinsi dengan
kondisi jalan adalah aspal.
Adapun waktu pelaksanaan kegiatan penelitian ini direncanakan
dilakukan selama satu bulan yaitu pada awal bulan Desember 2018 sampai
dengan awal bulan januari 2019 di PT Sarolangun Bara Prima yang berada di
Desa Talang Serdang, Kecamatan Mandiangin, Kabupaten Sarolangun Provinsi
Jambi. Berikut rincian kegiatan yang akan dilaksanakan selama penelitian
terdapat pada tabel 5.

Tabel 5. Rincian Kegiatan Penelitian


Bulan
No Kegiatan
1 2 3 4 5 6
1 Konsultasi
Penyusunan Proposal
2
Penelitian
3 Seminar Proposal Penelitian
4 Revisi Proposal Penelitian
5 Pengambilan Data dan Sample
Pengolahan Data Di
6
Laboratorium
7 Penyusunan Penulisan Skripsi

3.2 Bahan Dan Peralatan


Uji Analisis Ukuran Butir
Peralatan : Saringan No.10, No. 40, No. 200, Oven.

17
Bahan : Material Sampel
Uji Atterbreg (Batas Plastis)
Peralatan : Plat kaca 45x45x0,9 cm, sendok dempul panjang 12,5 cm,
batang pembanding dengan diameter 3 mm panjang 10cm, neraca untuk
mentukan kadar air 2 buah, botol tempat air suling, air suling, Oven.
Bahan : Material Sampel

Uji Atterbreg (Batas Cair)


Peralatan : Alat batas cair standar, Alat pembuat alur (grooving tool), Plat
kaca 45x45x0,9 cm, sendok dempul panjang 12,5 cm, cawan kadar air minimal
4 buah, botol tempat air suling, air suling,spatula dengan panjang 12,5 cm,
Oven.
Bahan : Material Sample
CBR (California Bearing Ratio)
Peralatan : Mesin penetrasi CBR laboratorium, alat perata, box rendaman,
paralon ukuran di sesuaikan dengan alat penetrasi di lab

Bahan : Material Sampel


3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini mengggunakan metode berupa alur penelitian, ada tiga
tahapan umum dari alur penelitian berupa :
1. Tahapan persiapan.

2. Tahapan pengamatan dan pengambilan data.


3. Pengolahan Sampel di Laboratorium.

4. Tahapan akhir
Tahap Persiapan
Pengumpulan referensi daerah penelitian PT SBP seperti peta
kesampaian daerah, peta situasi wilayah, serta referensi yang terkait dengan
bahasan penelitian mengenai evaluasi kelayakan jalan angkut tambang baik itu
bersumber dari buku, jurnal, skripsi maupun sumber internet.
Tahap pengamatan dan pengambilan data
Pada tahapan ini terbagi menjadi dua yaitu, observasi dan pengambilan
data, pada tahap observasi dilakukan langsung dilapangan, dan dilakuakn
pengambilan data yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti, setelah
dilakuakan observasi lapangan selanjutnya adalah pemilihan sample material
jalan, sampel dipilih dari material jalan hauling pit to stockpile, pemilihan
sampel dilakuakan di titik-titik yang memiliki frekuensi kerusakan tinggi (weak

18
point). Pada weak point dilakukan pendiskripsian lapisan, pada tahapan ini
lapisan dilakuakan perhitungan serta pemodelan dari lapisan hingga
membentuk litologi pada titik daerah tersebut.
Pengambilan sampel
Setelah melakuakan pengamatan langsung dilapangan, didaptlah titik mana
yang sering terjadi kerusakan pada jalan, jalan yang memiliki frekuensi
kerusakan tinggi dilakukan pengambilan material sampel untuk diteruskan ke
dalam pengujian yang lebih teliti lagi yaitu pada laboratorium. Proses
pengambilan sampel dilakukan dengan cara :

1. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara pengerukan lapisan


menggunakan cangkul
2. Setelah di lakukan pengerukan kemudian material yang telah di keruk
tadinya dimasukan kedalam karung yang telah disediakan.Pengelolaan
Sampel
3. Pengambilan sampel untuk uji CBR, paralon yang sudah disiapkan, di tekan
kedalam tanah hingga paralon padata dengan material tanah
Menurut Danny W Siagian dan Zulkarnain A Muis (2010) Pada tahapan
ini sampel yang telah diambil kemudian dilakukan serangkaian uji diantaranya
di laboratorium, yaitu:
Analisis Ukuran Butir :Ukuran butir
Atterbregh Limit :LL (Liquid Limit %), PL (Plastis Limit %) dan PI (Plastis Index
%).
CBR (California Bearing Ratio)
Pengolahan Sampel di Laboratorium
pada tahap ini sampel yang telah diambil dari lapangan akan dilkukan
serangkaian pengolahan dan pengujian berupa analisi ukuran butir, atterbreg,
dan CBR (California Bearing Ratio), tahap pengolahan dan pengujian antara lain
sebagai berikut.
Uji analisis ukuran butir
1. Disiapkan alat dan bahan.
2. Digunakan palu karet untuk mempecahkan gumpalan tanah.

3. Ditimbang cawan yang akan digunakan untuk mengoven benda uji.


4. Diambil tanah untuk dioven kedalam cawan. Benda uji yang dibutuhkan
adalah 200 gr. Timbang benda uji lebih dari 200 gr untuk menghindari
penyusutan benda uji.
5. Dimasukan benda uji kedalam oven dengan suhu (110 ± 5)˚ C. sampai
beratnya tetap (± 24 jam).
6. Ditunggu ± 24 jam, ambil benda uji dari oven lalu dinginkan.

19
7. Ditimbang benda uji yang telah dioven seberat 200 gr.
8. Disusun satu set ayakan. Disusun paling bawah adalah pan, disusul
oleh No.200, 40, dan 10 (semakin keatas, No. saringan semakin kecil)
9. Benda uji yang telah ditimbang beratnya di tuangkan pada saringan
paling atas dari susunan saringan. Saringan dialirkan air
10. Diguncang saringan dengan tangan
11. Ditimbang saringan dan benda uji yang tertinggal disaringan.
12. Ditimbang berat saringan.

Uji Atterbreg Batas Cair (Liquid Limit)


1. Diletakkan 100 gram benda uji yang sudah dipersiapkan di dalam pelat
kaca pengaduk.
2. Diaduk menggunakan spatula, aduk benda uji tersebut dengan
menambah air suling sedikit demi sedikit, sampai homogen.

3. Setelah contoh menjadi campuran yang merata, ambil sebagian benda


uji ini dan letakan diatas mangkuk alat batas cair, ratakan
permukaannya sedemikian sehingga sejajar dengan dasar alat, bagian
yang paling tebal harus 1 cm.
4. Buat lah alur dengan jalan membagi dua benda uji dalam mangkuk itu.
5. Hidupkan alat sedemikian, sehingga mangkuk naik/jatuh dengan
kecepatan 2 putaran per detik. Pemutaran ini dilakukan terus menerus
sampai dasar alur benda uji bersinggungan sepanjang kira-kira 1,25cm
dan catat jumlah pukulannya pada waktu singgungan.
6. Ulangi pekerjaan (3) sampai (5) beberapa kali sampai diperoleh jumlah
pukulan yang sama.

7. Kembalikan benda uji ke atas kaca pengaduk, dan mangkuk alat batas
cair bersihkan. Benda uji diaduk kembali dengan megubah kada airnya.
kemudian ulangi langkan (2) sampai (6).
Uji Atterbreg Batas Plastis (Plastic Limit)
1. Letakkan benda uji diatas kaca, kemudian diaduk sehingga kada airnya
merata.
2. Setelah kadar air cukup merata, buatlah bola-bola tanah dan benda uji
itu seberat 8 gram, kemudian bola-bola tanah itu digeleng diatas pelat
kaca. Penggelengan dilakukan dengan telapak tangan, dengan kecepatan
80-90 gelengan per menit.
3. Penggelengan dilakukan terus sampai benda uji membentuk dengan
diameter 3 mm. Kalau pada waktu penggelengan itu ternyata sebelum

20
benda uji mencapai 3 mm sudah retak, maka benda uji disatukan
kembali, ditambah air sedikit dan diaduk sampai merata. Jika ternyata
penggelengan bola-bola itu bisa mencapai diameter lebih kecil dari 3mm
tanpa menunjukkan retakan-retakan, maka contoh perlu dibiarkan
beberapa saat di udara, agar kadar airnya berkurang.
4. Pengadukan dan penggelegan diulang sampai retakan-retakan itu terjadi
tepat pada saat gelengan mempunyai diameter 3mm.
5. kemudian hitung kada air sebelum dimasukan oven dan hitung setelah
dimasukan kedalam oven.

CBR (California Bearing Ratio)


1. Dipersiapkan alat dan bahan.
2. Pasangkan keping alas pada paralon cetak dan timbang.
3. Padatkan masing masing bahan di dalam paralon cetak.
4. Ratakan permukaan cetakan, tambal lubang-lubang pada permukaan
bila harus dilakukan, dan timbang
5. Rendam cetakan dan beban didalam air sehingga meresap dari atas
maupun dari bawah. Pasang arloji pengukur pengembang. Catat
pembacaan pertama dan biarkan benda uji selama 4x 24 jam, (air harus
diatas permukaan sebanyak 2,5cm)
6. Keluarkan cetakan dari bak air dan miringkan selama 15min sehingga
air bebas mengalir, ( jaga benda uji jangan sampai terganggu)
7. Pemberat diletakan diatas benda uji, berat disesuaikan dengan
perkerasannya
8. Atur torak penetrasi pada permukaan benda uji sehingga menunjukan
beban 4,5 kg, kemudian arloji penunjuk beban dan arloji pengukur
penetrasi di-nol-kan
9. Berikan beban dengan teratur sehinga penetrasi mendekati kecepatan
1,27 mm/menit, catat pembacaan beban pada penetrasi
Tahap Akhir
Tahap ini ialah tahap yang dilakukan setelah pengolahan, pengujian
dan, analisis. tahapan ini memasukin tahap pembahasan untuk menyelsaikan
masalah sebelumnya serta menginterpretasikannya dan membandingkan
dengan teori yang mendukung.

Kesimpulan termasuk dalam tahap akhir karena kesimpuman meliputi


rangkuman akhir dari pembahasan yang telah dilakukan dan merupakan
tahapan akhir berupa garis-garis besar yang disajikan dalam bentuk poin-poin.
Hasil yang didapatkan dari tahapan ini, dituangkan dalam laporan tertulis.

3.4 Analisis Data

21
Data yang telah dikumpulakan dari percobaan dengan menggunakan
metode analisis ukuran butir, atterbreg dan CBR (California Bearing Ratio) akan
di analisis dengan standar AASTHO yang kemudian akan diketahui kelayakan
jalan tambang (hauling).

EVALUASI KELAYAKAN JALAN ANGKUT TAMBANG BERDASARKAN DAYA


DUKUNG MATERIAL PADA TAMBANG BATUBARA PT SAROLANGUN BARA
PRIMA, KECAMATAN MANDIANGIN,
KABUPATEN SAROLANGUN,
PROVINSI JAMBI
Observasi Lapangan

Permasalahan

1. Tidak pernah adanya pengkajian tentang daya dukung


material jalan tambang
2. Seringnya terjadi amblesan pada tanah permukaan jalan

Studi Literatur

Pengambilan sampel Data Sekunder

1. Material tanah terganggu 1. Peta kesampaian daerah


2. Material tanah tak terganggu 2. Peta situasi

Pengolahan Data

Dilakuakn pengujian sampel di


laboratorium

Data Primer

1. Ukuran butir material


2. Nilai atterbreg
3. Nilai daya dukung material jalan

22
Hasil dan Analisis

Kesimpulan

Gambar 6. Diagram Alir Penelitian

DAFTAR PUSTAKA

Aashto.2001.“Rural High Way Design”.washington, D.C.

Afriani, L., & Yan Juansyah. (2016). “Pengaruh Fraksi Pasir Dalam Campuran
Tanah Lempung Terhadap Nilai CBR dan Indeks Plastisitas Untuk
Meningkatkan Daya Dukung Tanah Dasar”. Bandar Lampung:
Universitas Lampung.

Badan standardisasi nasional.2008. “cara uji CBR lapangan”.

Braja M.Das. 1995. “Mekanika Tanah: Jilid 1 ”. Surabaya: Erlangga.

Braja M.Das. 1995. “Mekanika Tanah: Jilid 2 ”. Surabaya: Erlangga.

Budi Santoso. 1998. “Dasar Mekanika Tanah”. Surabaya: Gunadarma.

Budi Santoso. 1998. “Mekanika Tanah lanjutan”. Surabaya: Gunadarma.

Budi Susilo S. 1989. “Mekanika Tanah: Edisi Ke 4(Empat) ”. Jakarta: Erlangga

Departemen pekerjaan umum. 2006. “pedoman kontruksi dan bangunan NO:


003-01/BM/2006”. direktorat jendral bina marga. Jakarta

Hary Christady Hardiyanto. 2002.”mekanika tanah 1”. Yogyakarta: Universitas


Gadjah Mada

Pusjatan-balitbang PU. 1989.“metode pengujian CBR laboratotium, SNI 03-


1744-1989”. Pusat penelitian dan pengembangan jalan dan
jembatan

Ir. Imam Aschuri, MSc, MIHT. (2004). “Perbaikan Tanah Ekspansif (Expansive
Soil) Dengan Menggunakan GARAM ANORGANIK”. Institut
Teknologi Nasional: Bandung.

Rambe,R.P., Afriani,L., & Iswan. 2016. “Pengaruh Fraksi Lempung Terhadap


Nilai Kohesi dan Indeks Plastisitas,Vol. 4, No. 2, Hal:205 –
214”.Lampung: Universitas Lampung.

23

Anda mungkin juga menyukai