Anda di halaman 1dari 24

ANALISIS DESAIN GEOMETRI JALAN TAMBANG

PADA PENAMBANGAN BIJIH NIKEL


PT. WEDA BAY NICKEL

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan sebagai syarat untuk melaksanakan penelitian Tugas Akhir Sarjana


pada Program Studi Teknik Pertambangan Universitas Khairun Ternate

OLEH :
AYU LESTARI
NPM : 07381611018

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS KHAIRUN
2018
HALAMAN PENGESAHAN

ANALISIS DESAIN GEOMETRI JALAN TAMBANG


PADA PENAMBANGAN BIJIH NIKEL
PT. WEDA BAY NICKEL

OLEH :
AYU LESTARI
NPM : 07381611018

Program Studi Teknik Pertambangan


Fakultas Teknik Universitas Khairun
Ternate, 13 april 2018
DISETUJUI
TIM PEMBIMBING

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

Nurany Lukman, ST., MT Ir.Razak Karim


NIDN : NIDN :
MENGETAHUI
KETUA PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN

Arbi Haya, ST. M.Eng


NIP. : ………………...
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


PT.. Weda Bay Nickel ((PT..WBN)) adalah perusahaan pertambangan yang
melakukan proyek eksplorasi nikel dan kobalt di Pulau Halmahera, merupakan
perusahaan patungan antara ERAMETSA Perancis (90%) dengan PT. Aneka Tambang
Tbk (ANTAM)) ((10%)). Berdasarkan Keppres RI No. B53/PRESS//1/1998 tertanggal
19 Januari 1998, PT. WBN ttermasuk Kontrak Karya Generasi VII di Kabupaten
Halmahera Tengah dan Halmahera Timur Maluku Utara dengan kawasan Contract of
Work seluas 54.874 ha. Areal ttersebut meliputi daerah mangrove, hutan rawa air tawar,
hutan dataranrrendah berbagai tipe, dan hutan pegununganrrendah. Kurang dari setengah
luasan tersebut dittetapkan sebagai hutan lindung oleh Kementerian Kehutanan (Taman
Nasional Lalobata dan Akettajawe)..

Setiap operasi penambangan memerlukan jalan tambang sebagai sarana


infrastruktur yang vital di dalam lokasi penambangan dan sekitarnya. Jalan tambang
berfungsi sebagai penghubung lokasi-lokasi penting, antara lain lokasi tambang dengan
area crushing plant, pengolahan bahan galian, perkantoran, perumahan karyawan dan
tempat-tempat lain di wilayah penambangan, Selain itu kondisi jalan tambang yang baik
akan mengoptimalkan hasil produksi, sesuai dengan rencana dan target produksi. Rute
jalan tambang yang identik dengan medan berat dan sulit di lalui tentu jadi tantangan
tersendiri untuk membangunnya. Dengan pengukuran geometri yang tepat dapat
memaksimalkan hasil yang di peroleh. Dalam hal ini perhitungan desain geometri jalan
harus di sesuai dengan yang di butuhkan.

Desain geometri jalan merupakan bagian dari perencanaan jalan yang di titik
beratkan pada kondisi fisik jalan sehingga bisa memenuhi fungsi jalan. Fungsi utama
jalan angkut secara umum adalah untuk menunjang kelancaran operasi penambangan,
terutama dalam kegiatan pengangkutan. Desain geometri jalan terdiri dari alinyemen
vertikal dan alinyemen horizontal. Alinyemen horizontal atau trase suatu jalan adalah
garis proyeksi sumbu jalan tegak lurus pada bidang peta, yang biasa disebut tikungan
atau belokan. Sedangkan Alinyemen vertikal adalah garis potong yang dibentuk oleh
bidang vertikal melalui sumbu jalan dengan bidang permukan pengerasan jalan, yang
biasa disebut puncak tanjakan dan lembah turunan (jalan turun). Berdasarkan
perhitungan The American Association Of State Highway And Transportation
Officias(AASHTO) manual runal high way design, lebar minimum 15 meter. Jari-jari
tikunangan harus di buat sepanjang 28 meter dan kemiringan pada tikungan (super-
elevasi) harus di buat sebesar 8% sehingga alat angkut bisa melewati tikungan dengan
kecepatan rencana 30 Km/jam secara maksimal.

Kondisi geometrik jalan terdiri dari beberapa parameter antara lain:


(1) Lebar Jalan
Lebar angkut yang ideal adalah disesuaikan dengan kebutuhan pengangkutan di atas
jalan tersebut. Hal ini tentu bisa berbeda-beda setiap pembuatan jalan tambang karena
fungsi jalan pun berbeda. Termasuk untuk perhitungan lebar jalan pada kelokan atau
tikungan yang harus lebih lebar dibandingkan jalan lurus. Pada kelokan, kendaraan
membutuhkan ruang gerak yang lebih lebar untuk melewatinya.

Menurut Aasho Manual Rural High Way Design, lebar jalan minumum pada jalan
lurus lajur ganda atau lebih harus ditambah dengan setengah lebar alat angkut pada
bagian tepi kanan dan kiri jalan. Anda bisa melakukan rule of tumb atau menggunakan
angka perkiraan dengan ketentuan lebar alat angkut samadengan lebar jalur.

(2) Kemiringan Jalan


Kemiringan pada saat melakukan pembuatan dan perkerasan jalan tambang tentu
sangat penting agar kemampuan alat angkut dapat berfungsi maksimal pada saat
pengereman pada turunan dan melaju pada tanjakan. Pada pengukuran jalan tambang,
kemiringan diukur dalam bentuk persentase (%). Jalan tambang maksimum yang bisa
dilewati oleh truk berkisar antara 10% sampai 15% atau berupa 6o sampai 8,5o.
Sedangkan untuk jalan naik atau turun bukit maksimum memiliki kemiringan 8%. Untuk
itu jika lebih dari 8% maka harus dibuat kelokan agar kemiringan bisa berkurang.

(3) Jari-Jari Belokan/Tikungan Dan Super-Elevasi


Jari-jari tikungan disesuaikan dengan kontruksi alat angkut yang akan melewatinya.
Caranya dengan menghitung jarak horizontal antar poros roda depan dan belakang.
Selanjutnya dihitung dengan rumus tertentu agar bisa mendapatkan nilai jari-jari
tikungan. Tidak hanya itu, perhitungan jugadilakukan untuk mengetahui sudut
maksimum penyimpangan kendaran dengan merumus kecepatan (km/jam), super elevasi
(%), besar derajat tikung dan koefisien gesek melinang. Tujuannya untuk menghindari
kemungkinan kecelakaan pada kecepatan terntentu saat superelevasi maksimum dan
koefisien gesek maksimum tercapai.

(4) Cross Slope


Cross slope merupakan sudut bentukan dari dua sisi permukaan jalan pada bidang
horizontal. Meski pada umumnya jalan memiliki bentuk penampang melintang, namun
harus dibuat dengan sudut bentukan tertentu agar bisa memperlancar aliran air. Jika
hujan turun maka air akan segera mengalir ke tempat jalan angkut, dan tidak berhenti
pada permukaan jalan. Genangan air pada tengah permukaan jalan tambang bisa
membahayakan kendaraan yang melaluinya dan mempercepat kerusakan jalan.
Perhitungan cross slope adalah dengan perbandingan jarak vertikal dan hrizontal. Jalan
tambang ideal seharusnya memiliki nilai cross slope antara 1/50 sampai 1/25 atau 20
mm/m hingga 40 mm/m.

Dalam penambangan bijih nikel kondisi jalan harus baik, terutama akses jalan
antara lokasi penambangan dengan stockpile, perhitungan geometri jalan harus di
pertimbangkan, karena alat-alat berat beroperasi secara massal dan kontinu setiap
harinya. Geometri jalan yang sesuai dengan persyaratan dan dimensi alat angkut serta
daya dukung tanah yang mampu menopang beban alat angkut yang melintas di atasnya
dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap keamanan dan kelancaran operasi
pengangkutan. Selain itu belum adanya saluran penirisan di tepi jalan angkut tambang
mengakibatkan badan jalan angkut tambang. tergenang air pada saat hujan, sehingga alat
angkut tidak dapat beroperasi karena kondisi jalan yang licin dan jika terus beroperasi
akan merusak badan jalan. Oleh karena itu, perlu di lakukan pengkajian terhadap kondisi
geometri jalan angkut dan perencanaan pembuatan saluran penirisan di tepi jalan angkut
untuk keamanan dan kelancaran operasi pengangkutan.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun perumusan masalah dalam proposal penilitian ini adalah:
- Bagaimana mendesain jalan tambang dengan baik dan efektif serta
- Bagaimana pembuatan saluran penirisan di tepi jalan tambang

1.3 Batasan Masalah


Pembatasan masalah yang di bahas dalam proposal penelitian adalah hanya
mengkaji desain geometri jalan tambang dan saluran penirisan di tepi jalan tambang PT.
Weda Bay Nickel antara lokasi penambangan dengan stockpile.

1.4 Tujuan Penilitian


Ada beberapa hal yang saya angkat dalam tujuan penilitia ini adalah:
- Untuk mengkaji desain jalan tambang yang baik dan efektif
- Untuk mengkaji saluran pinirisan (drainase) di tepi jalan yang berdampak pada
keberhasilan produksi sesuai dengan rencana.

1.5 Manfaat Penilitian


Manfaat dari penilitian ini adalah :
1. Menjadi acuan dalam tahap pra-desain geometri jalan tambang.
2. Mengurangi tingkat kecelakaan kerja di sepanjang ruas jalan tambang.
3. Meningkatkan laju produksi alat muat dan alat angkut.
Bagi mahasiswa proposal ini dapat di gunakan sebagai referensi dalam pembuatan
proposal selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN UMUM

2.1 SEJARAH SINGKAT PERUSAHAAN


PT.. Weda Bay Nickel ((PT..WBN)) adalah perusahaan pertambangan yang
melakukan proyek eksplorasi nikel dan kobalt di Pulau Halmahera, merupakan
perusahaan patungan antara ERAMETSA Perancis (90%) dengan PT. Aneka Tambang
Tbk (ANTAM)) ((10%)). Berdasarkan Keppres RI No. B53/PRESS//1/1998 tertanggal
19 Januari 1998, PT. WBN ttermasuk Kontrak Karya Generasi VII di Kabupaten
Halmahera Tengah dan Halmahera Timur Maluku Utara dengan kawasan Contract of
Work seluas 54.874 ha. Areal ttersebut meliputi daerah mangrove, hutan rawa air tawar,
hutan dataranrrendah berbagai tipe, dan hutan pegununganrrendah. Kurang dari setengah
luasan tersebut dittetapkan sebagai hutan lindung oleh Kementerian Kehutanan (Taman
Nasional Lalobata dan Akettajawe).

Pada tahun 2007, terjadi peningkatan permintaan pasar terhadap bijih nikel.
Tingginya permintaan terhadap bijih nikel ini datangnya dari pasar internasional seperti
China, India, Jepang dan Eropa Timur. Hal inilah yang melatar belakang salah satu
perusahan tambang swasta Indonesia yaitu PT. Weda Bay Nickel, melakukan kegiatan
eksplorasi terhadap endapan nikel laterit yang terdapat di Halmahera Tengah, yang
gunanya untuk memulai usahanya di bidang pertambangan.

Produk akhir dari smelter tersebut berupa nickel pig iron (NPI) dengan kapasitas
produksi mencapai 30.000 ton nikel per tahun. Sebelumnya, smelter untuk Weda Bay
direncanakan menghasilkan feronikel.

2.2 LOKASI DAN KESAMPAIAN DAERAH


Daerah Tanjung Ulie (Wilayah Kontrak Karya PT. Weda Bay Nickel) secara
administratif terletak di daerah kecamatan Weda, Kabupaten Halmahera Tengah
Provinsi Maluku Utara. Secara geografis wilayah Kontrak Karya PT. Weda Bay Nickel,
terletak pada titik koordinat 00° 35’ 44,3” Lintang Utara dan 128° 00’ 29,1” Bujur
Timur.
Untuk mencapai lokasi penelitian dapat ditempuh dengan rute sebagai berikut:
A. Ternate-Tanjung Ulie
Ternate-Tanjung Ulie, Menggunakan pesawat udara Merpati dengan waktu tempuh ± 15
menit.

B. Ternate – Sofifi
Ternate – Sofifi, Dicapai dengan mengunakan transportasi laut (Speed Boat) dengan
waktu tempuh kurang lebih 45 menit.

C. Sofifi – Weda
Sofifi – Weda, Dicapai dengan mengunakan kendaraan roda empat dengan waktu
tempuh kurang lebih 4 jam.

D. Weda-Lelief (Tanjung Ulie)


Weda-Lelief (Tanjung Ulie), Menggunakan speed-boat atau long boat dengan waktu
tempuh ± 2 jam. Alternatif lain bisa dilalui dengan menggunakan kendaraan roda dua ke
Desa Kobe kemudian dilanjutkan ke Desa Lelief (Tanjung Ulie) dengan waktu tempuh
30 menit. Luas areal eksplorasi yang dikelola oleh PT. Weda Bay Nickel (WBN) adalah
sebesar 54.000 Ha dengan 5 lokasi pertama oleh PT. Weda Bay Nickel adalah weda
project, kemudian Pinto, Boki Makot, Sake West, dan Uni-uni (Tarzan).

2.3 KONDISI GEOGRAFI


2.3.1 Topografi dan Morfologi
Secara umum ciri khas yang menonjol pada lokasi penelitian adalah Topografi
yang landai dan ditandai dengan kemiringan lereng yang sangat curam dengan
kemiringan lereng yang berkisar ± 35° – 45°. Daerah dataran hanya ditemukan pada
beberapa tempat disepanjng daerah pesisir pantai.

Kondisi morfologi daerah penelitian, merupakan daerah perbukitan yang berlereng


curam dengan ketingian mencapai ± 400 – 500 meter diatas permukaan laut. Pada tiap
daerah perbukitan terlihat adanya pungungan utama yang kemudian di batasi oleh
lembah hingga lereng dengan kedalaman yang sangat berfariasi dan daerah ini dicirikan
oleh batuan ultra basa yang menjadi penyusun utama dari daerah ini.

2.3.2 Vegetasi Daerah Penelitian


Vegetasi yang ada pada daerah ini sama halnya dengan daerah sekitarnya dapat
dibedakan secara vertikal terdiri dari vegetasi bakau, vegetasi hutan pantai, dan vegetasi
hutan pegunungan. Vegetasi hutan pantai menempati hampir seluruh garis pantai daerah
PT. Weda Bay Nickel dan sekitarnya. Vegetasi yang ada merupakan asosiasi yang terdiri
dari pohon kelapa, pohon ketapang, dan pohon nyamplung. Tumbuhan bawah yang
terdiri dari tanaman pandan, rumput-rumputan, alang-alang dan sejenis liana berdaun
lebar. Sedangkan vegetasi hutan pegunungan disusun oleh sebagian vegetasi yang
hampir sama dikepulauan Halmahera dan sekitarnya. Pada bagian punggung, vegetasi
yang ada merupakan asosiasi jenis-jenis berdaun jarum seperti cemara, pinus irian,
damar, dan hanya sebagian kecil tumbuhan berdaun lebar.

2.3.3 Iklim dan Curah Hujan


Keadaan iklim daerah Santa Monica, PT. Weda Bay Nickel pada dasarnya sama
dengan keadaan iklim Indonesia pada umumnya dan daerah-daerah di Wilayah Propinsi
khususnya, yaitu daerah yang beriklim tropis dengan curah hujan dari tahun 2008-2010,
rata-rata 307,3 mm/tahun. Musim yang berlangsung setiap tahun dipengaruhi oleh
keadaan angin yaitu musim utara dan musim selatan diselingi oleh musim pancaroba
yang merupakan masa transisi antara kedua musim tersebut.
2.4 KONDISI GEOLOGI
2.4.1 Geologi Regional Pulau Halmahera
Pulau Halmahera didominasi oleh batuan vulkanik dimana berjalannya waktu
menjadi lingkungan batuan tertua, dibagian selatan tersingkap di pulau Bacan juga pulau
Obi dan sekitarnya yaitu batuan metamorf skis kristalin berumur jura. Wilayah ini
merupakan busur kepulauan sejak akhir paleogen, dimana batuan vulkanik berumur
akhir dengan batuan klastik sedimen karbonat yang diperkirakan merupakan aktivitas
vulkanik pada lingkungan laut. (Pushehsrosvky, 1973).

Mandala tektonik Halmahera Timur (Gag, Gebe, Weda, dan Waigeo) dicirikan
dengan batuan ultra basa, sedangkan Halmahera Barat (Morotai, Bacan dan Obi) oleh
batuan gunung api. Zona perbatasan antara kedua mandala tersebut terisi oleh batuan
formasi weda yang sangat terlipat dan tersesarkan, disebut garis meridian. Struktur
lipatan berupa sinklin dan antiklin terlihat jelas pada formasi Weda berumur miosen
tengah-pliosen awal. Sumbu lipatan berarah utara-selatan, timur laut-barat daya dan
barat laut tenggara. Struktur sesar terdiri dari sesar normal dan sesar naik, umumnya
berarah utara-selatan dan barat laut-tenggara. (Silitonga, 1985).

Kegiatan tektonik kemungkinan dimulai pada kapur dan awal tersier, dicirikan
oleh adanya komponen batu lempung berumur kapur dan batuan ultra basa didalam
konglomerat yang membentuk formasi dorosagu. (Silitonga, 1985).

Akibat dari perkembangan tektonik tersebut, maka Maluku Utara dan (Pulau
Halmahera dan pulau-pulau sekitarnya) dikelompokkan menjadi tiga wilayah tektonik
(R. Sukamto dkk, 1980 ; R. Sokamto dan Suhanda, 1977). Masingmasing wilayah ini
berbeda dari segi fisiografi, kelompok batuan yang membentuknya, stratigrafi struktur
dan perkembangan tektonik.
Kab. Halmahera Tengah
 Mandala Geologi Halmahera Timur, batuan tertua daerah ini dibentuk oleh Satuan
batuan ultra basa yang sebarannya cukup luas dan satuan batuan beku basa, serta
satuan batuan beku intermediate yang mengintrusi kedua satuan batuan sebelumnya.
 Satuan Batuan Ultra Basa terdiri dari serpentinit, piroksenit dan dunit, umumnya
berwarna hitam atau hitam kehijauan, getas, terbreksikan, mengandung asbes dan
garnerit. Pada satuan ini teramati batuan metasedimen dan rijang, posisinya diantara
sesar dalam batuan ultra basa.Satuan batuan ini oleh Bessho, 1994, dinamakan
Formasi Watileo (Watileo Series), hubungannya dengan satuan batuan yang lebih
muda berupa bidang ketidakselarasan atau bidang sesar naik.
 Satuan Batuan Beku Basa, terdiri dari gabro piroksen, gabro hornblende dan gabro
olivine, tersingkap di dalam komplek Satuan Batuan Ultra Basa dan ini dinamakan
Seri Wato-wato( Bessho,1944)
 Satuan Batuan Intermediate, terdiri dari batuan diorit kuarsa dan diorit hornblende,
tersingkap juga dalam komplek batuan ultra basa. Selain itu teramati sejumlah retas
andesit dan diorit yang tidak terpetakan di daerah Formasi Bacan.
 Secara tidak selaras, batuan tertua ini ditutupi oleh Formasi Dodaga yang tersusun
oleh serpih berselingan dengan batugamping coklat muda dan sisipan rijang yang
berumur Kapur
 Satuan Batugamping, dengan batuan yang lebih tua (ultra basa) oleh
ketidakselarasan dan dengan batuan yang lebih muda oleh sesar, tebal kurang lebih
400 meter. Satuan ini berumur Paleosen – Eosen
 Formasi Dorosagu, terdiri dari batupasir berselingan dengan serpih merah dan
batugamping,. Hubungan dengan batuan yang lebih tua (ultra basa) berupa
ketidakselarasan dan sesar naik, tebal ± 250 meter. Formasi ini diduga berumur
Paleosen – Eosen.
 Formasi Bacan, tersusun oleh batuan gunungapi berupa lava, breksi, dan tufa
dengan sisipan konglomerat dan batupasir. Oleh adanya sisipan batupasir dapat
diketahui umur Formasi Bacan yaitu Oligosen – Miosen Bawah.
 Formasi Weda, terdiri dari batupasir berselingan dengan napal, tufa, konglomerat
dan batugamping. Formasi Tingteng. Formasi ini identik dengan Weda series (
Bessho, 1944 ). Formasi ini berumur Miosen Tengah – Awal Pliosen
 Satuan Konglomerat, berkomponen batuan ultra basa, basal, rijang, diorit, dan
batusabak tebal ± 100 meter, menutupi satuan batuan ultra basa secara tidak selaras,
diduga berumur Miosen Tengah – Awal Pliosen.
 Formasi Tingteng, tersusun oleh batugamping hablur dan batugamping pasiran
dengan sisipan napal dan batupasir, berumur Akhir Miosen – Awal Pliosen, tebal ±
600 meter.
 Formasi Kayasa, berupa batuan gunungapi terdiri dari breksi, lava dan tufa diduga
berumur Pliosen.
 Satuan Tufa, utamanya tufa batuapung berwarna putih dan kuning.

2.4.2 Geologi Lokal Daerah Penelitian


Mengenai adanya endapan nikel secara geologi dapat disebutkan bahwa pelapukan
batuan ultra basa membentuklapisan laterit yang menghasilkan residual serta
pengkayaan nikel yang tidak mudah larut dan membentuk endapan nikel (Ni) dan
Magnesium (Mg) dalam bentuk garnierite (Ni Mg) SiO O (OH) pada lapisan saprolit
terbentuk pula mineral himatit (Fe O ) pada lapisan laterit. Singkapan batuan ultra basa
umumnya telah mengalami pelapukan berwarna kuning kecoklatan berbentuk hitam atau
abu-abu putih dengan warna kehijauan pada bagian tepi atau pinggir.

Tampak pula batuan ultra basa pada penelitian ini telah mengalami proses
serpentinisasi yang cukup kuat selain oleh keadaan morfologi. Pembentukan endapan
bijih nikel laterit brecia sangat banyak pula terpengaruh oleh tektonik lempeng.
Pelapukan batuan pada hakekatnya dipermudah karena adanya bagian yang lemah
seperti perakahan, retakan, sesar dan sebagiannya. Pada lapangan terlihat bahwa banyak
rekahan-rekahan kecil yang umumnya telah terisi oleh mineral-mineral sekunder (silica
dan magnetit).

Litologi endapan nikel didaerah ini hampir seluruhnya berasal dari pelapukan
batuan ultra basa yang lebih dikenal dengan sebutan endapan bijih nikel laterit :
harzburgit merupakan batuan asal penghasil nikel tersebut, secara umum disusun oleh
mineral-mineral olivine dan ortopiroksine. Olivine itu sendiri mengandung nikel dalam
jumlah kecil ± 0,25%, kemudian mengalami pengayaan hingga mencapai kadar bijih
tertentu. Proses pelapukan pada batuan ultra mafik tersebut antara lain oleh pensesaran,
perlipatan, dan pengkekaran yang terjadi dalam waktu yang cukup lama dan berulang
ulang sehingga mineral penyusunnya mengalami desintegrasi dan dekomposisi.

Stratigrafi daerah Weda project disusun oleh beberapa batuan diantaranya adalah
batuan ultra basa dan batuan sediment kapur :
– Batuan Ultra Basa :
Dunit umumnya berwarna hijau tua franerik, granular eahedral dalam keadaan segar, dan
mengandung olivine > 90% dan piroksin. Harzburgit : berwarna hijau tua, fanerik
sedang, granular subhedral mengandung piroksin dan olivine.

– Batuan sedimen kapur


Berupa batu gamping berwarna putih kelabu dan merah, berbutir halus-sedang,
mengandung banyak fosil dan plankton, menunjukkan umur kapur akhir dengan
pengendapan laut dalam.
BAB III
LANDASAN TEORI

3.1 Deskripsi Teori


3.1.1 Jalan Angkut Tambang
Berdasarkan jenisnya jalan terdiri dari jalan tambang, jalan utama, jalan
pengupasan, jalan pembuangan. Secara garis besar jalan angkut tambang mempunyai
persyaratan hampir sama dengan jalan angkut di kota dan di desa. Perbedaan yang utama
antara jalan raya dengan jalan tambang adalah pada bagian permukaan jalan road
surface. Untuk jalan angkut tambang permukaannya jarang sekali ditutupi dengan aspal
karena jalan angkut tersebut sifatnya tidak permanen dan akan sering dilalui oleh alat-
alat berat. Fungsi utama jalan angkut tambang secara umum adalah untuk menunjang
kelancaran operasi penambangan terutama dalam kegiatan pengangkutan. Dalam
merencanakan jalan angkut ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan seperti :
- Geometrik jalan
- Perkerasan jalan angkut
- Bangunan pelengkap jalan

3.1.1.1 Geometrik Jalan


Geometrik jalan merupakan bagian bentuk jalan yang dapat memenuhi fungsi dasar
dari jalan. Fungsi jalan adalah memberikan pelayanan yang optimum. Dalam
merencanakan geometrik jalan sedapat mungkin disesuaikan dengan kondisi topografi
pada daerah yang akan dibuat jalan tambang sehingga jalan tambang yang akan dibuat
dapat dipergunakan untuk meningkatkan target produksi yang diinginkan oleh
perusahaan tanpa mengabaikan standar keselamatan yang telah ada.
Dalam pembuatan geometrik jalan yang perlu diperhatikan, antara lain :
A. Lebar Jalan Lurus
Lebar jalan sangat mempengaruhi operasi penambangan, sehingga untuk
menentukan lebar jalan yang paling penting adalah lebar alat angkut dan jumlah lajur
yang digunakan. Untuk menentukan lebar pada jalan lurus diambil standar dengan
memperhitungkan lebar dari alat angkut. Lebar jalan angkut minimum untuk jalur ganda
atau lebih menurut “ AHSHO Manual Rulal High Way Design “, pada jalan lurus di tepi
kiri dan tepi kanan harus ditambah dengan setengah lebar alat angkut (lihat Gambar A).
Rumus untuk menetukan lebar jalan lurus adalah :
L = n . Wt + (n + 1) ( X )
X = ½ . Wt
Dimana :
L = Lebar jalan angkut (meter)
n = Jumlah jalur
Wt = Lebar alat angkut (meter)

Gambar A. Penentuan lebar jalan pada jalan lurus

B. Lebar Jalan Pada Belokan


Lebar jalan pada belokan selalu lebih besar dari lebar jalan lurus.
Untuk jalur ganda lebar minimum pada belokan didasarkan p ada :
1. Lebar jejak roda.
2. Lebar juntai (overhand) alat angkut bagian depan dan belakang pada saat
membelok.
3. Jarak antara alat angkut pada saat bersimpangan.
4. Jarak dari kedua tepi jalan (lihat Gambar B).
Rumus yang digunakan adalah :
W = n (u + Fa +Fb + Z) + C
Z = (u + Fa + Fb) / 2
Dimana :
W = Lebar jalan angkut pada belokan (meter)
n = Jumlah jalur
u = Lebar jejak roda (meter)
Fa = Lebar juntai depan (meter)
Fb = Lebar juntai belakang (meter)
Z = Lebar bagian tepi jalan (meter)
C = Jarak aman antar kendaraan (meter)

Gambar B. Penentuan Lebar Jalan Pada Jalur Tikungan


C. Kemiringan Memanjang Jalan
Kemiringan memanjang jalan mempengaruhi langsung kemampuanalat angkut baik
dalam pengereman maupun dalam mengatasi tanjakan. Kemiringan jalan pada umumnya
dinyatakan dalam persen (%). Kemiringan 1 % berarti jalan itu naik atau turun 1 meter
untuk tiap jarak mendatar 100 meter. Kemiringan jalan maksimum yang dilalui dengan
baik oleh alat angkut berkisar antara 10 – 15 %, tetapi pada saat bermuatan aman apabila
kemiringan jalan maksimum kira-kira <10 %. Kemiringan memanjang merupakan
perbandingan antara beda tinggi dengan jarak datar jalan yang akan dibuat dikali dengan
100%.

D. Kemiringan Melintang Jalan


Kemiringan melintang jalan dibuat untuk keperluan drainase jalan. Air yang jatuh di
atas permukaan jalan akan cepat dialirkan ke saluran-saluran pembuangan. Kemiringan
melintang untuk jalan yang tidak menggunakan bahan pengikat (unbound method)
dibuat 3 – 5 %. Untuk menghitung kemiringan jalan digunakan persamaan :


Grade= x100%
𝑝𝑝

Dimana :
h = Beda tinggi antara tiap patok
PP = JD = Panjang jalan di atas peta atau jarak datar
G = Persen kemiringan jalan (%)

E. Derajat Kelengkungan
Derajat kelengkungan sangat mempengaruhi jarak pandang bagi operator dan
menghindari adanya kecelakaan pada kendaraan yang berpapasan.
Dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
D = 1432,4 / R min
Dimana :
D = Derajat Kelengkungan ( 0 )
R min = Jari – Jari Kelengkungan (meter)

F. Jari–Jari Tikungan dan Super-elevasi


Jari–jari tikungan jalan angkut berhubungan dengan kecepatan ratarata rencana alat
angkut yang digunakan.
Superelevasi jalan adalah kemiringan melintang pada tikungan jalan.Penentuan
kemiringan jalan ini dipengaruhi oleh kecepatan yang direncanakan dan besarnya jari-
jari tikungan. Rumus yang digunakan untuk menentukan superelevasi yaitu :
e + fm = V2 / 127 R x 100 %
Dimana :
e = Superelevasi ( % )
fm = Fraktion material (-0,000625 . V + 0,19)
V = Kecepatan rencana kendaraan (km/jam)
R = Jari-jari tikungan (meter)

3.1.1.2 Perkerasan Jalan Angkut


Perkerasan jalan angkut harus cukup kuat untuk memenuhi dua syarat yaitu :
a. Secara keseluruhan harus cukup kuat menahan beban kendaraan dan muatan yang
melaluinya. Bila tidak, maka jalan tersebut akan mengalami penurunan dan pergeseran
baik pada bagian Perkerasan itu sendiri maupun pada tanah dasarnya sehingga akan
menyebabkan jalan menjadi bergelombang, berlubang bahkan bisa rusak berat.

b. Permukaan jalan harus dapat menahan gesekan roda kendaraan, pengaruh air limpasan
dan air hujan. Bila tidak terpenuhi maka permukaan perkerasan jalan akan mengalami
kerusakan.
Tujuan utama perkerasan jalan angkut adalah untuk membangun dasar jalan yang
mampu menahan beban pada poros roda yang diteruskan melalui lapisan pondasi
sehingga tidak melampaui daya dukung tanah dasar (sub-grade). Perkerasan jalan
angkut dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :
- Kepadatan lalu-lintas kendaraan
- Sifat fisik dan mekanis bahan yang digunakan
- Daya dukung tanah dasar
Lebar perkerasan jalan pada umumnya ditentukan oleh lebar jalur lalu lintas normal.
Lebar jalan lalu lintas normal adalah 3,50 m. Persamaan yang digunakan dalam
menentukan tebal perkerasan pada jalan angkut adalah :
CBR
h = 20√𝑃𝑜(1 + 0,7log𝑛𝑜)
CBR
no = U x β x δ x n
Dimana :
Po = tekanan ganda atau tunggal standar (dalam ton)
h = tebal perkerasan (cm)
no = lalu lintas ekuivalen yang diperhitungan
n = lalu lintas ekuivalen yang direncanakan
U = umur (tahun)
β = faktor keadaan drainase
δ = faktor curah hujan
Perkerasan jalan angkut yang direncanakan meliputi dua bagian, yaitu bagian
permukaan jalan (road surface) dan bagian dasar (sub- grade). Bagian permukaan
material perkerasan adalah sirtu (pasir batu) dengan ketebalan sekitar 25-30 cm. Bagian
dasar atau tanah dasar adalah permukaan tanah asli yang merupakan perletakan bagian
permukaan jalan.

1. Kemampuan Tanah Dasar


Jenis tanah dasar pada lokasi yang direncanakan adalah tanah liat. Kelemahan-
kelemahan jenis tanah ini :
- Mengalami deformasi permanen akibat rendahnya daya dukung tanah
terhadap beban ban alat angkut yang melampaui daya dukungnya.
- Mengembang atau swelling akibat perubahan kadar air.
2. Perkerasan Tambahan
Perkerasan tambahan dilakukan pada saat kondisi jalan mengalami kerusakan. Pada
lokasi pengamatan kondisi jalan terkadang bergelombang dan berlumpur, pada saat jalan
basah permukaan jalan kasar. Pada keadaan jalan demikian, maka dilakukan perkerasan
tambahan dengan membuang dan menambahkan material perkerasan.

3.1.1.3 Bangunan Pelengkap Jalan


1. Rambu -Rambu Jalan
Rambu -rambu jalan perlu dipasang untuk lebih menjamin keamanan sehubungan
dengan dioperasikannya suatu jalan. Rambu jalan yang perlu dipasang adalah :
- Rambu-rambu lalu lintas seperti tanda tikungan, tanda hati-hati
dan tanda kurangi kecepatan.
- Guide Post (patok pengarah)
- Guard rail (rel pengaman)

2. Lampu Penerangan
Lampu penerangan perlu dipasang karena aktifitas penambangan juga berlangsung
pada malam hari. Pemasangan lampu ini didasarkan pada jarak dan tingkat bahayanya.
Lampu-lampu tersebut terutarna dipasang pada belokan jalan, turunan jalan, jembatan
dan perempatan jalan atau pertigaan.

3.1.2 Saluran Penirisan


Pembuatan saluran penirisan pada bagian tepi jalan sangat perlu dilakukan karena
dengan adanya saluran penirisan maka air limpasan yang berasal dari air hujan dapat
dialirkan menuju saluran penyaliran dan tidak menggenangi jalan. Dalam menentukan
dimensi saluran penyaliran, harus lebih dahulu diketahui nilai curah hujan harian
maksimum dan intensitas curah hujan.
Untuk mengatasi debit air limpasan yang mungkin menggenangi jalan angkut, maka
perlu dibuat beberapa saluran penyaliran. Saluran penyaliran yang dibuat berbentuk
trapesium.Pemilihan ini berdasarkan material yang digunakan untuk membuat saluran
adalah bahan dasar yang ada yaitu batupasir dan batulanau.Dengan adanya pembuatan
saluran penyaliran tersebut diharapkan mampu menampung air limpasan yang berasal
dari air hujan. Sehingga ketika hujan turun, air akan dapat langsung mengalir ke saluran
penyaliran menuju ke kolam pengendapan.

Berdasarkan hasil perhitungan yang didasarkan pada teori yang ada, maka dimensi
dari tiap saluran penyaliran memiliki ukuran sebagai berikut:
Tabel 1. Panjang sisi Lebar dasar Kedalaman Lebar muka
Dimensi Saluran Saluran Aliran air
Saluran (a) (b) (d) (B)
Saluran m m m m
1 1.396 1.392 1.209 2.794

Gambar 1. Penampang saluran penirisan di tepi jalan angkut tambang


BAB IV
METODOLOGI PENILITIAN

Penelitian dilakukan dengan suatu metodologi yang dimulai dari studi literatur,
pengambilan data lapangan baik data primer maupun data sekunder, uji contoh di
laboratorium, pengolahan dan analisis data sampai pada penyusunan laporan penelitian
(lihat Gambar 4.1 Diagram alir penelitian). Beberapa metodologi penelitian yang akan
dilakukan secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut.

4.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif

4.2 Lokasi penilitian


Lokasi penelitian adalah hanya mengkaji desain geometri jalan tambang dan
saluran penirisan di tepi jalan tambang PT. Weda Bay Nickel antara lokasi penambangan
dengan stockpile.

4.3 Jenis dan Sumber Data


Jenis data sekunder

4.5 Metode pengumpulan data


4.6 Instrumen penelitian
4.7 Metode analisis data
4.8 Tahapan kegiatan penelitian
4.9 Bagan alir penelitian
DAFTAR PUSTAKA

Rendhie suswanto. http://www.slideshare.net/RendhieSuswanto/jalan-angkut-tambang


Dwihasan. http://dinoalbasri.blogpot.com/2016/04/proposal-desain-geometri-jalan-
angkut.html?m=1
Charlie. http://www.soilindo.com/pembuatan-jalan-tambang/
http://www.sitedi.uho.ac.id/uploads_sitedi/
http://m.bisnis.com/kalimantan/read/20170809/451/67927/penghiliran-bijih-nikel-weda-
bay-rombak-proyek-smelter
http://lelilef.wordpress.com/category/umum/

Anda mungkin juga menyukai