PROPOSAL PENELITIAN
OLEH :
AYU LESTARI
NPM : 07381611018
OLEH :
AYU LESTARI
NPM : 07381611018
PEMBIMBING I PEMBIMBING II
Desain geometri jalan merupakan bagian dari perencanaan jalan yang di titik
beratkan pada kondisi fisik jalan sehingga bisa memenuhi fungsi jalan. Fungsi utama
jalan angkut secara umum adalah untuk menunjang kelancaran operasi penambangan,
terutama dalam kegiatan pengangkutan. Desain geometri jalan terdiri dari alinyemen
vertikal dan alinyemen horizontal. Alinyemen horizontal atau trase suatu jalan adalah
garis proyeksi sumbu jalan tegak lurus pada bidang peta, yang biasa disebut tikungan
atau belokan. Sedangkan Alinyemen vertikal adalah garis potong yang dibentuk oleh
bidang vertikal melalui sumbu jalan dengan bidang permukan pengerasan jalan, yang
biasa disebut puncak tanjakan dan lembah turunan (jalan turun). Berdasarkan
perhitungan The American Association Of State Highway And Transportation
Officias(AASHTO) manual runal high way design, lebar minimum 15 meter. Jari-jari
tikunangan harus di buat sepanjang 28 meter dan kemiringan pada tikungan (super-
elevasi) harus di buat sebesar 8% sehingga alat angkut bisa melewati tikungan dengan
kecepatan rencana 30 Km/jam secara maksimal.
Menurut Aasho Manual Rural High Way Design, lebar jalan minumum pada jalan
lurus lajur ganda atau lebih harus ditambah dengan setengah lebar alat angkut pada
bagian tepi kanan dan kiri jalan. Anda bisa melakukan rule of tumb atau menggunakan
angka perkiraan dengan ketentuan lebar alat angkut samadengan lebar jalur.
Dalam penambangan bijih nikel kondisi jalan harus baik, terutama akses jalan
antara lokasi penambangan dengan stockpile, perhitungan geometri jalan harus di
pertimbangkan, karena alat-alat berat beroperasi secara massal dan kontinu setiap
harinya. Geometri jalan yang sesuai dengan persyaratan dan dimensi alat angkut serta
daya dukung tanah yang mampu menopang beban alat angkut yang melintas di atasnya
dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap keamanan dan kelancaran operasi
pengangkutan. Selain itu belum adanya saluran penirisan di tepi jalan angkut tambang
mengakibatkan badan jalan angkut tambang. tergenang air pada saat hujan, sehingga alat
angkut tidak dapat beroperasi karena kondisi jalan yang licin dan jika terus beroperasi
akan merusak badan jalan. Oleh karena itu, perlu di lakukan pengkajian terhadap kondisi
geometri jalan angkut dan perencanaan pembuatan saluran penirisan di tepi jalan angkut
untuk keamanan dan kelancaran operasi pengangkutan.
Pada tahun 2007, terjadi peningkatan permintaan pasar terhadap bijih nikel.
Tingginya permintaan terhadap bijih nikel ini datangnya dari pasar internasional seperti
China, India, Jepang dan Eropa Timur. Hal inilah yang melatar belakang salah satu
perusahan tambang swasta Indonesia yaitu PT. Weda Bay Nickel, melakukan kegiatan
eksplorasi terhadap endapan nikel laterit yang terdapat di Halmahera Tengah, yang
gunanya untuk memulai usahanya di bidang pertambangan.
Produk akhir dari smelter tersebut berupa nickel pig iron (NPI) dengan kapasitas
produksi mencapai 30.000 ton nikel per tahun. Sebelumnya, smelter untuk Weda Bay
direncanakan menghasilkan feronikel.
B. Ternate – Sofifi
Ternate – Sofifi, Dicapai dengan mengunakan transportasi laut (Speed Boat) dengan
waktu tempuh kurang lebih 45 menit.
C. Sofifi – Weda
Sofifi – Weda, Dicapai dengan mengunakan kendaraan roda empat dengan waktu
tempuh kurang lebih 4 jam.
Mandala tektonik Halmahera Timur (Gag, Gebe, Weda, dan Waigeo) dicirikan
dengan batuan ultra basa, sedangkan Halmahera Barat (Morotai, Bacan dan Obi) oleh
batuan gunung api. Zona perbatasan antara kedua mandala tersebut terisi oleh batuan
formasi weda yang sangat terlipat dan tersesarkan, disebut garis meridian. Struktur
lipatan berupa sinklin dan antiklin terlihat jelas pada formasi Weda berumur miosen
tengah-pliosen awal. Sumbu lipatan berarah utara-selatan, timur laut-barat daya dan
barat laut tenggara. Struktur sesar terdiri dari sesar normal dan sesar naik, umumnya
berarah utara-selatan dan barat laut-tenggara. (Silitonga, 1985).
Kegiatan tektonik kemungkinan dimulai pada kapur dan awal tersier, dicirikan
oleh adanya komponen batu lempung berumur kapur dan batuan ultra basa didalam
konglomerat yang membentuk formasi dorosagu. (Silitonga, 1985).
Akibat dari perkembangan tektonik tersebut, maka Maluku Utara dan (Pulau
Halmahera dan pulau-pulau sekitarnya) dikelompokkan menjadi tiga wilayah tektonik
(R. Sukamto dkk, 1980 ; R. Sokamto dan Suhanda, 1977). Masingmasing wilayah ini
berbeda dari segi fisiografi, kelompok batuan yang membentuknya, stratigrafi struktur
dan perkembangan tektonik.
Kab. Halmahera Tengah
Mandala Geologi Halmahera Timur, batuan tertua daerah ini dibentuk oleh Satuan
batuan ultra basa yang sebarannya cukup luas dan satuan batuan beku basa, serta
satuan batuan beku intermediate yang mengintrusi kedua satuan batuan sebelumnya.
Satuan Batuan Ultra Basa terdiri dari serpentinit, piroksenit dan dunit, umumnya
berwarna hitam atau hitam kehijauan, getas, terbreksikan, mengandung asbes dan
garnerit. Pada satuan ini teramati batuan metasedimen dan rijang, posisinya diantara
sesar dalam batuan ultra basa.Satuan batuan ini oleh Bessho, 1994, dinamakan
Formasi Watileo (Watileo Series), hubungannya dengan satuan batuan yang lebih
muda berupa bidang ketidakselarasan atau bidang sesar naik.
Satuan Batuan Beku Basa, terdiri dari gabro piroksen, gabro hornblende dan gabro
olivine, tersingkap di dalam komplek Satuan Batuan Ultra Basa dan ini dinamakan
Seri Wato-wato( Bessho,1944)
Satuan Batuan Intermediate, terdiri dari batuan diorit kuarsa dan diorit hornblende,
tersingkap juga dalam komplek batuan ultra basa. Selain itu teramati sejumlah retas
andesit dan diorit yang tidak terpetakan di daerah Formasi Bacan.
Secara tidak selaras, batuan tertua ini ditutupi oleh Formasi Dodaga yang tersusun
oleh serpih berselingan dengan batugamping coklat muda dan sisipan rijang yang
berumur Kapur
Satuan Batugamping, dengan batuan yang lebih tua (ultra basa) oleh
ketidakselarasan dan dengan batuan yang lebih muda oleh sesar, tebal kurang lebih
400 meter. Satuan ini berumur Paleosen – Eosen
Formasi Dorosagu, terdiri dari batupasir berselingan dengan serpih merah dan
batugamping,. Hubungan dengan batuan yang lebih tua (ultra basa) berupa
ketidakselarasan dan sesar naik, tebal ± 250 meter. Formasi ini diduga berumur
Paleosen – Eosen.
Formasi Bacan, tersusun oleh batuan gunungapi berupa lava, breksi, dan tufa
dengan sisipan konglomerat dan batupasir. Oleh adanya sisipan batupasir dapat
diketahui umur Formasi Bacan yaitu Oligosen – Miosen Bawah.
Formasi Weda, terdiri dari batupasir berselingan dengan napal, tufa, konglomerat
dan batugamping. Formasi Tingteng. Formasi ini identik dengan Weda series (
Bessho, 1944 ). Formasi ini berumur Miosen Tengah – Awal Pliosen
Satuan Konglomerat, berkomponen batuan ultra basa, basal, rijang, diorit, dan
batusabak tebal ± 100 meter, menutupi satuan batuan ultra basa secara tidak selaras,
diduga berumur Miosen Tengah – Awal Pliosen.
Formasi Tingteng, tersusun oleh batugamping hablur dan batugamping pasiran
dengan sisipan napal dan batupasir, berumur Akhir Miosen – Awal Pliosen, tebal ±
600 meter.
Formasi Kayasa, berupa batuan gunungapi terdiri dari breksi, lava dan tufa diduga
berumur Pliosen.
Satuan Tufa, utamanya tufa batuapung berwarna putih dan kuning.
Tampak pula batuan ultra basa pada penelitian ini telah mengalami proses
serpentinisasi yang cukup kuat selain oleh keadaan morfologi. Pembentukan endapan
bijih nikel laterit brecia sangat banyak pula terpengaruh oleh tektonik lempeng.
Pelapukan batuan pada hakekatnya dipermudah karena adanya bagian yang lemah
seperti perakahan, retakan, sesar dan sebagiannya. Pada lapangan terlihat bahwa banyak
rekahan-rekahan kecil yang umumnya telah terisi oleh mineral-mineral sekunder (silica
dan magnetit).
Litologi endapan nikel didaerah ini hampir seluruhnya berasal dari pelapukan
batuan ultra basa yang lebih dikenal dengan sebutan endapan bijih nikel laterit :
harzburgit merupakan batuan asal penghasil nikel tersebut, secara umum disusun oleh
mineral-mineral olivine dan ortopiroksine. Olivine itu sendiri mengandung nikel dalam
jumlah kecil ± 0,25%, kemudian mengalami pengayaan hingga mencapai kadar bijih
tertentu. Proses pelapukan pada batuan ultra mafik tersebut antara lain oleh pensesaran,
perlipatan, dan pengkekaran yang terjadi dalam waktu yang cukup lama dan berulang
ulang sehingga mineral penyusunnya mengalami desintegrasi dan dekomposisi.
Stratigrafi daerah Weda project disusun oleh beberapa batuan diantaranya adalah
batuan ultra basa dan batuan sediment kapur :
– Batuan Ultra Basa :
Dunit umumnya berwarna hijau tua franerik, granular eahedral dalam keadaan segar, dan
mengandung olivine > 90% dan piroksin. Harzburgit : berwarna hijau tua, fanerik
sedang, granular subhedral mengandung piroksin dan olivine.
ℎ
Grade= x100%
𝑝𝑝
Dimana :
h = Beda tinggi antara tiap patok
PP = JD = Panjang jalan di atas peta atau jarak datar
G = Persen kemiringan jalan (%)
E. Derajat Kelengkungan
Derajat kelengkungan sangat mempengaruhi jarak pandang bagi operator dan
menghindari adanya kecelakaan pada kendaraan yang berpapasan.
Dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
D = 1432,4 / R min
Dimana :
D = Derajat Kelengkungan ( 0 )
R min = Jari – Jari Kelengkungan (meter)
b. Permukaan jalan harus dapat menahan gesekan roda kendaraan, pengaruh air limpasan
dan air hujan. Bila tidak terpenuhi maka permukaan perkerasan jalan akan mengalami
kerusakan.
Tujuan utama perkerasan jalan angkut adalah untuk membangun dasar jalan yang
mampu menahan beban pada poros roda yang diteruskan melalui lapisan pondasi
sehingga tidak melampaui daya dukung tanah dasar (sub-grade). Perkerasan jalan
angkut dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :
- Kepadatan lalu-lintas kendaraan
- Sifat fisik dan mekanis bahan yang digunakan
- Daya dukung tanah dasar
Lebar perkerasan jalan pada umumnya ditentukan oleh lebar jalur lalu lintas normal.
Lebar jalan lalu lintas normal adalah 3,50 m. Persamaan yang digunakan dalam
menentukan tebal perkerasan pada jalan angkut adalah :
CBR
h = 20√𝑃𝑜(1 + 0,7log𝑛𝑜)
CBR
no = U x β x δ x n
Dimana :
Po = tekanan ganda atau tunggal standar (dalam ton)
h = tebal perkerasan (cm)
no = lalu lintas ekuivalen yang diperhitungan
n = lalu lintas ekuivalen yang direncanakan
U = umur (tahun)
β = faktor keadaan drainase
δ = faktor curah hujan
Perkerasan jalan angkut yang direncanakan meliputi dua bagian, yaitu bagian
permukaan jalan (road surface) dan bagian dasar (sub- grade). Bagian permukaan
material perkerasan adalah sirtu (pasir batu) dengan ketebalan sekitar 25-30 cm. Bagian
dasar atau tanah dasar adalah permukaan tanah asli yang merupakan perletakan bagian
permukaan jalan.
2. Lampu Penerangan
Lampu penerangan perlu dipasang karena aktifitas penambangan juga berlangsung
pada malam hari. Pemasangan lampu ini didasarkan pada jarak dan tingkat bahayanya.
Lampu-lampu tersebut terutarna dipasang pada belokan jalan, turunan jalan, jembatan
dan perempatan jalan atau pertigaan.
Berdasarkan hasil perhitungan yang didasarkan pada teori yang ada, maka dimensi
dari tiap saluran penyaliran memiliki ukuran sebagai berikut:
Tabel 1. Panjang sisi Lebar dasar Kedalaman Lebar muka
Dimensi Saluran Saluran Aliran air
Saluran (a) (b) (d) (B)
Saluran m m m m
1 1.396 1.392 1.209 2.794
Penelitian dilakukan dengan suatu metodologi yang dimulai dari studi literatur,
pengambilan data lapangan baik data primer maupun data sekunder, uji contoh di
laboratorium, pengolahan dan analisis data sampai pada penyusunan laporan penelitian
(lihat Gambar 4.1 Diagram alir penelitian). Beberapa metodologi penelitian yang akan
dilakukan secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut.