Anda di halaman 1dari 24

Proposal Kerja Praktek Pt Vale Indnesia Tbk

STUDY DESAIN JALAN TAMBANG DI WILAYAH “X”


PADA FRONT PENAMBANGAN PT VALE INDONESIA TBK
KEC. NUHA, KAB. LUWU TIMUR, PROV. SULAWESI SELATAN

PROPOSAL KERJA PRAKTEK


Dibuat Untuk Memenuhi Persyaratan Kerja Praktek

Pada Fakultas Teknik Jurusan Pertambangan

Universitas Karya Dharma Makassar

Oleh :

Rismawati

C. 08. 13. 31. 025

FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN

UNIVERSITAS KARYA DHARMA


MAKASSAR

2016
Proposal Kerja Praktek Pt Vale Indnesia Tbk

STUDY DESAIN JALAN TAMBANG DI WILAYAH “X”


PADA FRONT PENAMBANGAN PT VALE INDONESIA TBK
KEC. NUHA, KAB. LUWU TIMUR, PROV. SULAWESI SELATAN

PROPOSAL KERJA PRAKTEK

Mengetahui
Ketua jurusan
Teknik pertambangan

(Darwin mahyuddin, ST)

Disetuji oleh :

Pembimbin I Pembimbin II

( Dr. Yustin Paisal, ST.,MT ) ( Sarjan, ST )


Proposal Kerja Praktek Pt Vale Indnesia Tbk

STUDY DESAIN JALAN TAMBANG DI WILAYAH “X”


PADA FRONT PENAMBANGAN PT VALE INDONESIA TBK
KEC. NUHA, KAB. LUWU TIMUR, PROV. SULAWESI SELATAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang dengan sangat


cepat saat ini, menuntut pula adanya suatu peningkatan dari sumberdaya manusia sebagai
pengguna teknologi tersebut, ilmu pengetahuan yang diperoleh selama mengikuti
perkuliahan, dimana kebanyakan hanya berkutat pada teori tanpa adanya aplikasi
lapangan, dirasakan belum cukup untuk dapat mengimbangi perkembangan ilmu
pengetahuan. Kadang keterampilan maupun pengetahuan yang diperoleh bukan berasal
dari bangku kuliah justru dirasa lebih bermanfaat dalam memenangkan suatu kompetisi
masa depan.

Sejalan dengan perkembangan zaman, ternyata kemajuan ilmu pengetahuan dan


teknologi telah merambah pada semua sendi kehidupan manusia, salah satunya adalah
pada teknologi yang digunakan dalam proses penambangan. Setiap operasi penambangan
memerlukan jalan tambang sebagai sarana infrastruktur yang vital di dalam lokasi
penambangan dan sekitar-nya. Jalan tambang berfungsi sebagai penghubung lokasi-
lokasi penting, antara lain lokasi tambang dengan area crushing plant, pengolahan
bahan galian, perkantoran, perumahan karyawan dan tempat-tempat lain di wilayah
penambangan.

Konstruksi jalan tambang secara garis besar sama dengan jalan angkut di kota.
Perbedaan yang khas terletak pada permukaan jalannya (road surface) yang jarang sekali
dilapisi oleh aspal atau beton seperti pada jalan angkut di kota, karena jalan tambang
sering dilalui oleh peralatan mekanis yang memakai crawler track, misalnya bulldozer,
excavator, crawler rock drill (CRD), track loader dan sebagainya.

Disamping itu, kurikulum pendidikan yang berlaku di Program Studi Teknik


Pertambangan Fakultas Teknik Universitas Karya Dharma Makassar, mewajibkan setiap
mahasiswanya untuk melakukan suatu kerja praktek pada suatu perusahaan ataupun
Proposal Kerja Praktek Pt Vale Indnesia Tbk

industri, kemudian hasil dari kerja praktek tersebut dapat digunakan sebagai suatu studi
kasus khusus (spesifikasi), yang merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk
memperoleh gelar sarjana  program  pendidikan     Strata – I dalam bidang
pertambangan.

Berdasarkan atas berbagai pertimbangan yang telah dikemukakan diatas, dengan


ini saya bermaksud untuk melaksanakan Kerja Praktek (On Job Training) pada
perusahaan yang Bapak pimpin. Oleh karena itu saya sangat berharap kiranya perusahaan
dapat membantu kami dalam rencana kegiatan Kerja Praktek (On Job Training ) ini.

1.2. MASALAH
a. Bagimana proses desain jalan tambang di PT. Vale Indonesia Tbk ?
b. Apakah desain jalan tambang yang digunakan meningkatkan produksi
perusahaan ?
c. Apa saja yang mempengaruhi desain jalan tambang ?
1.3. TUJUAN
a. Mengetahui proses desain jalan tambang di PT. Vale Indonesia Tbk.
b. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi desain jalan tambang.
c. Mengetahui hubungan produksi dengan desain jalan tambang.
Proposal Kerja Praktek Pt Vale Indnesia Tbk

STUDY DESAIN JALAN TAMBANG DI WILAYAH “X”


PADA FRONT PENAMBANGAN PT VALE INDONESIA TBK
KEC. NUHA, KAB. LUWU TIMUR, PROV. SULAWESI SELATAN

BAB II LANDASAN TEORI

Setiap operasi penambangan memerlukan jalan tambang sebagai sarana


infrastruktur yang vital di dalam lokasi penambangan dan sekitar-nya. Jalan
tambang berfungsi sebagai penghubung lokasi-lokasi penting, antara lain lokasi
tambang dengan area crushing plant, pengolahan bahan galian, perkantoran, perumahan
karyawan dan tempat-tempat lain di wilayah penambangan.
Konstruksi jalan tambang secara garis besar sama dengan jalan angkut di kota.
Perbedaan yang khas terletak pada permukaan jalannya (road surface) yang jarang
sekali dilapisi oleh aspal atau beton seperti pada jalan angkut di kota, karena jalan
tambang sering dilalui oleh peralatan mekanis yang memakai crawler track, misalnya
bulldozer, excavator, crawler rock drill (CRD), track loader dan sebagainya. Untuk
membuat jalan angkut tambang diperlukan bermacam-macam alat mekanis, antara lain:
 bulldozer yang berfungsi antara lain untuk pembersihan lahan dan pembabatan,
perintisan badan jalan, potong-timbun, perataan dll;
 alat garu (roater atau ripper) untuk membantu pembabatan dan meng-atasi batuan
yang agak keras;
 alat muat untuk memuat hasil galian yang volumenya besar;
 alat angkut untuk mengangkut hasil galian tanah yang tidak diperlukan dan
membuangnya di lokasi penimbunan;
 motor grader untuk meratakan dan merawat jalan angkut;
 alat gilas untuk memadatkan dan mempertinggi daya dukung jalan;
Seperti halnya jalan angkut di kota, jalan angkut di tambang pun harus
dilengkapi penyaliran (drainage) yang ukurannya memadai. Sistem penyaliran harus
mampu menampung air hujan pada kondisi curah hujan yang tinggi dan harus mampu
pula mengatasi luncuran partikelpartikel kerikil atau tanah pelapis permukaan jalan yang
terseret arus air hujan menuju penyaliran.
Apabila jalan tambang melalui sungai atau parit, maka harus dibuat jembatan yang
konstruksinya mengikuti persyaratan yang biasa diterapkan pada konstruksi jembatan
Proposal Kerja Praktek Pt Vale Indnesia Tbk

umum di jalan kota. Parit yang dilalui jalan tambang mungkin dapat diatasi dengan
pemasangan gorong-gorong (culvert), kemudian dilapisi oleh campuran tanah dan batu
sampai pada ketinggian jalan yang dikehendaki.
2.1. GEOMETRI JALAN ANGKUT
Fungsi utama jalan angkut secara umum adalah untuk menunjang kelancaran
operasi penambangan terutama dalam kegiatan pengangkutan. Medan berat yang
mungkin terdapat disepanjang rute jalan tambang harus diatasi dengan mengubah
rancangan jalan untuk meningkatkan aspek manfaat dan keselamatan kerja. Apabila
perlu dibuat terowongan (tunnel) atau jembatan, maka cara pembuatan dan konstruksinya
harus mengikuti aturan-aturan teknik sipil yang berlaku. Lajur jalan di dalam terowongan
atau jembatan umumnya cukup satu dan alat angkut atau kendaraan yang akan
melewatinya masuk secara bergantian. Pada kedua pintu terowongan ditugaskan penjaga
(Satpam) yang mengatur kendaraan masuk secara bergiliran, terutama bila terowongan
cukup panjang.
Geometri jalan angkut yang harus diperhatikan sama seperti jalan raya pada
umumnya, yaitu:
 Lebar jalan angkut,
 Jari-jari tikungan dan super- elevasi,
 Kemiringan jalan, dan
 Cross slope.
Alat angkut atau truk-truk tambang umumnya berdimensi lebih lebar, panjang
dan lebih berat dibanding kendaraan angkut yang bergerak di jalan raya. Oleh sebab itu,
geometri jalan harus sesuai dengan dimensi alat angkut yang digunakan agar alat angkut
tersebut dapat bergerak leluasa pada kecepatan normal dan aman.
2.2. LEBAR JALAN ANGKUT
Jalan angkut yang lebar diharapkan akan membuat lalulintas pengangkutan lancar
dan aman. Namun, karena keterbatasan dan kesulitan yang muncul di lapangan, maka
lebar jalan minimum harus diperhitungan dengan cermat. Perhitungan lebar jalan angkut
yang lurus dan belok (tikungan) berbeda, karena pada posisi membelok kendaraan akan
membutuhkan ruang gerak yang lebih lebar akibat jejak ban depan dan belakang yang
ditinggalkan di atas jalan melebar. Disamping itu, perhitungan lebar jalan pun harus
mempertimbangkan jumlah lajur, yaitu lajur tunggal untuk jalan satu arah atau lajur
ganda untuk jalan dua arah.
Proposal Kerja Praktek Pt Vale Indnesia Tbk

4.1 . Lebar jalan angkut pada jalan lurus


Lebar jalan minimum pada jalan lurus dengan lajur ganda atau lebih, menurut
Aasho Manual Rural High Way Design, harus ditambah dengan setengah lebar alat
angkut pada bagian tepi kiri dan kanan jalan. Dari ketentuan tersebut dapat digunakan
cara sederhana untuk menentukan lebar jalan angkut minimum, yaitu menggunakan
rule of thumb atau angka perkiraan, dengan pengertian bahwa lebar alat angkut
sama dengan lebar lajur.
4.2 . Lebar Jalan Angkut Minimum
Dari kolom perhitunga dapat ditetapkan rumus lebar jalan angkut minimum pada
jalan lurus. Seandainya lebar kendaraan dan jumlah lajur yang direncanakan masing-
masing adalah Wt dan n, maka lebar jalan angkut pada jalan lurus dapat dirumuskan
sebagaiberikut:
L min = n.Wt + (n + 1) (½.Wt)………………………….(1)
di mana :
L min = lebar jalan angkut minimum, m
n = jumlah lajur
Wt = lebar alat angkut, m
Dengan demikian, apabila lebar truck 773D-Caterpillar antara dua kaca spion
kiri-kanan 5,076 m, maka lebar jalan lurus minimum dengan lajur ganda adalah
sebagai berikut:
L min = n.Wt + (n + 1) (½.Wt)
= 2 (5,076) + (3) (½ x 5,076)
= 17,77 m ˜ 18 m

4.3 . Lebar Jalan Angkut pada Belokan


Lebar jalan angkut pada belokan atau tikungan selalu lebih besar daripada lebar
jalan lurus. Untuk lajur ganda, maka lebar jalan minimum pada belokan didasarkan
atas:
• Lebar jejak ban;
• Lebar juntai atau tonjolan (overhang) alat angkut bagian depan dan belakang pada
saat membelok;
• Jarak antar alat angkut atau kendaraan pada saat bersimpangan;
• Jarak dari kedua tepi jalan.
Proposal Kerja Praktek Pt Vale Indnesia Tbk

Dengan menggunakan ilustrasi, dapat dihitung lebar jalan minimum pada belokan,


yaitu seperti terlihat di bawah ini:
di mana :
Wmin= lebar jalan angkut minimum pada belokan, m
U = lebar jejak roda (center to center tires), m
Fa = lebar juntai (overhang) depan, m
Fb = lebar juntai belakang, m
Z = lebar bagian tepi jalan, m
C = jarak antar kendaraan (total lateral clearance), m
Misalnya akan dihitung lebar jalan membelok untuk dua lajur truck 773D-Caterpillar.
Lebar sebuah ban pada kondisi bermuatan dan bergerak pada jalan lurus adalah 0,70
m. Jarak antara dua pusat ban 3,30 m. Pada saat membelok meninggalkan jejak di atas
jalan selebar 0,80 m untuk ban depan dan 1,65 m untuk ban belakang. Bila jarak antar
truck sekitar 4,50 m, maka lebar jalan membelok adalah sebagai berikut:
2.3. JARI–JARI TIKUNGAN DAN SUPERELEVASI
Pada saat kendaraan melalui tikungan atau belokan dengan kecepatan tertentu akan
menerima gaya sentrifugal yang menyebabkan kendaraan tidak stabil. Untuk
mengimbangi gaya sentrifugal tersebut, perlu dibuat suatu kemiringan melintang ke arah
titik pusat tikungan yang disebut superelevasi (e). Gaya gesek (friksi) melintang yang
cukup berarti antara ban dengan permukaan jalan akan terjadi pada daerah superelevasi.
Implementasi matematisnya berupa koefisien gesek melintang (f) yang merupakan per-
bandingan antara besar gaya gesek melintang dengan gaya normal.

• Jari-jari tikungan
Jari-jari tikungan jalan angkut berhubungan dengan konstruksi alat angkut yang
digunakan, khususnya jarak horizontal antara poros roda depan dan belakang.
memperlihatkan jari-jari lingkaran yang dijalani oleh roda belakang dan roda depan
berpotongan di pusat C dengan besar sudut sama dengan sudut penyimpangan roda
depan. Dengan demikian jari-jari belokan dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
di mana :
R = jari-jari belokan jalan angkut, m
W = jarak poros roda depan dan belakang, m
ß = sudut penyimpangan roda depan, °
Proposal Kerja Praktek Pt Vale Indnesia Tbk

Namun, rumus di atas merupakan perhitungan matematis untuk mendapatkan


lengkungan
belokan jalan tanpa mempertimbangkan faktor-faktor kecepatan alat angkut,
gesekan roda ban
dengan permukaan jalan dan superelevasi. Apabila ketiga faktor tersebkurva 
erhitungkan,
maka rumus jari-jari tikungan menjadi sebagai berikut:
• Sudut Maksimum Penyimpangan Kendaraan
Di mana V, e, f dan D masing-masing adalah kecepatan (km/jam), super-elevasi
(%), koefisien gesek melintang dan besar derajat lengkung. Agar terhindar dari
kemungkinan kecelakaan, maka untuk kecepatan tertentu dapat dihitung jari-jari
minimum untuk superelevasi maksimum dan koefisien gesek maksimum.
VR adalah kecepatan kendaraan rencana dan hubungannya emak dan fmak,
dimana titik-titik 1, 2 dan 3 pada kurva tersebut adalah harga emak 6%, 8% dan 10%.
Untuk pertimbangan perencanaan, digunakan emax = 10%. Dengan menggunakan
rumus (5) dapat dihitung jari-jari tikungan minimal (Rmin) untuk variasi VR dengan
konstanta emax = 10% serta harga fmax sesuai kurva 
 Jari-Jari Tikungan Minimum Untuk emak = 10%
1. Kurva Koefisien Gesek Untuk emax 6%, 8% dan 10% (menurut AASHTO)
• Bentuk busur lengkungan pada tikungan
Badan jalan secara horizontal dapat terbagi dua bagian, yaitu: bagian yang
lurus dan bagian yang melengkung. Rancangan pada kedua bagian tersebut
berbeda, baik ditinjau dari konsistensi lebar jalannya maupun bentuk potongan
melintangnya. Yang perlu diperhatikan dalam merancang bagian jalan yang lurus
adalah harus mempunyai panjang maksimum yang dapat ditempuh dalam tempo
sekitar 2,50 menit dengan pertimbangan keselamatan pengemudi akibat kelelahan.
Sedangkan pada bagian yang melengkung, biasanya digunakan dua jenis
rancangan, yaitu:
a) Tikungan berbentuk lingkaran (FC)
Tikungan berbentuk lingkaran artinya bahwa diantara bentuk badan jalan yang
lurus terdapat tikungan yang lengkungannya dirancang cukup dengan sebuah jari-
jari saja. Bentuk tikungan FC ini biasanya dirancang untuk tikungan yang besar,
Proposal Kerja Praktek Pt Vale Indnesia Tbk

sehingga tidak terjadi perubahan panjang jari-jari (R ) sampai ke bentuk jalan yang


lurus berikutnya.
• Komponen-komponen Tikungan “FC”
Parameter-parameter yang ditetapkan di dalam merancang tikungan FC
meliputi kecepatan (km/jam), sudut ? diukur dari Gambar(°) dan jari-jari (m).
Sedangkan panjang T, E dan L (lihat Gambar 5) dapat dihitung dengan persamaan
sebagai berikut:

T = R tan ½ ?………………………….(8)
E = T tan ¼ ?…………………………..(9)
L = 0,01744 ? R…………………………(10)
Batasan yang dipakai di Indonesia dengan menggunakan tikungan bentuk lingkaran
(FC) adalah sebagai berikut:

• Batas Tikungan Bentuk “FC”


b) Tikungan berbentuk Spiral–Lingkaran–Spiral (S-C-S)
Tikungan S-C-S dirancang apabila jari-jari lingkarannya terlalu kecil dari
harga pada Tabel 3, sehingga diperlukan lengkungan peralihan. Lengkungan
peralihan tersebut dinamakan “spiral” yang berfungsi sebagai penghubung antara
bagian jalan yang lurus dengan bentuk lingkaran. Panjang lengkung peralihan
(spiral) diperhitungkan dengan mempertimbangkan perubahan gaya sentrifugal dari
nol (pada bagian lurus) sampai bentuk lingkaran yang besarnya adalah:
Harga Ls dihitung menurut rumus Modifikasi Shortt sebagai berikut:
di mana :
Ls = panjang lengkung spiral, m
VR = kecepatan rencana, km/jam
R = jari-jari lingkaran, m
C = perubahan percepatan, 0,3 – 1,0 m/det³ disarankan 0,4 m/det³
e = superelevasi, m/m
Terlihat bahwa TS-SC atau CS-ST adalah panjang lengkung spiral
atau peralihan (Ls), sedangkan SC-CS adalah lengkung lingkaran dengan jari-jari
Rc (Lc). Dengan demikian panjang tikungan adalah:
Ltot = 2 Ls + Lc…………………………(13)
• Komponen-komponen Tikungan “S-C-S”
Proposal Kerja Praktek Pt Vale Indnesia Tbk

Xs = absis titik SC pada garis singgung jarak dari titik TS ke SC (jarak l lurus
dari garis lengkung peralihan).
Ys = ordinat titik SC pada garis tegak lurus garis singgung (jarak tegak l lurus ke
titik
SC pada garis lengkung peralihan).
Ts = panjang garis singgung dari titik PI ke titik TS atau ke titik ST.
TS = titik antara garis lurus (singgung) dan spiral.
SC = titik antara spiral dan lingkaran.
Es = jarak dari PI ke busur lingkaran.
?s = sudut lengkung spiral.
Rc = jari-jari lingkaran.
p = pergeseran garis singgung terhadap spiral.
k = absis dari p pada garis singgung spiral.
• Superelevasi
Pada jalan yang membelok, badan jalan dimiringkan ke arah titik pusat belokan
yang disebut superelevasi. Superelevasi berhubungan erat dengan jari-jari belokan,
kecepatan kendaraan dan perubahan kecepatan (0,40 m/det³) seperti terlihat pada
persamaan (12). Superelevasi
dicapai secara bertahap dari kemiringan normal pada bagian jalan yang lurus
sampai ke kemiringan penuh (superelevasi) pada bagian jalan yang lengkung 
Pada tikungan tipe S-C-S, pencapaian superelevasi dilakukan secara linear dari
bentuk normal sampai titik TS kemudian awal lengkung peralihan sepanjang Ls dan
akhirnya sampai pada
superelevasi penuh sepanjang Lc. Sedangkan pada tikungan tipe FC,
pencapaian superelevasi dilakukan secara linear, diawali dari bagian lurus sepanjang
2/3 LS sampai dengan bagian lingkaran penuh 1/3 Ls. Metoda untuk mencapai
superelevasi yaitu dengan membuat diagram superelevasi, baik untuk tikungan tipe
FC maupun S-C-S.
Kemiringan melintang atau kelandaian pada penampang jalan diantara tepi
perkerasan luar dan sumbu jalan sepanjang lengkung peralihan disebut landai relatif.
Harga landai relatif disesuaikan dengan kecepatan rencana (VR) dan jumlah lajur
yang tersedia. Persamaan (22) dipakai untuk menghitung landai relatif dan Tabel 4
merupakan hasil perhitungan landai relatif dengan variasi kecepatan.
Proposal Kerja Praktek Pt Vale Indnesia Tbk

di mana :
1/m = landai relatif, %
e = superelevasi, m/m’
e n = kemiringan melintang normal, m/m’
B = lebar lajur, m
Ls = panjang lengkung peralihan, m (gunakan rumus 12)

Landai Relatif Maksimum (untuk 2/2TB)

2.4. KEMIRINGAN JALAN ANGKUT


Kemiringan jalan berhubungan langsung dengan kemampuan alat angkut baik dalam
pengereman maupun dalam mengatasi tanjakan. Kemiringan jalan umumnya dinyatakan
dalam persen (%). Kemiringan jalan maksimum yang dapat dilalui dengan baik oleh alat
angkut truck berkisar antara 10% – 15% atau sekitar 6° – 8,50°. Akan tetapi untuk jalan
naik atau turun pada lereng bukit lebih aman bila kemiringan jalan maksimum sekitar 8%
(= 4,50°). Tabel 5 memperlihatkan kemiringan atau kelandaian maksimum pada
kecepatan truck yang bermuatan penuh di jalan raya mampu bergerak dengan kecepatan
tidak kurang dari separuh kecepatan semula tanpa harus menggunakan gigi rendah.

Kemiringan Maksimum Vs Kecepatan (data dari Bina Marga 1)

Pada jalan mendaki juga diperlukan adanya panjang kemiringan (kelandaian) kritis, yaitu
suatu jarak maksimum agar pengurangan kecepatan kendaraan tidak lebih dari separuh
VR. Lama perjalanan pada jarak kritis tidak lebih dari 1 menit.

Jarak Miring Kritis (meter), data dari Bina Marga 2)


2.5. CROSS SLOPE
Cross slope adalah sudut yang dibentuk oleh dua sisi permukaan jalan terhadap
bidang horizontal. Pada umumnya jalan angkut mem-punyai bentuk penampang
melintang cembung (lihat Gambar 8). Dibuat demikian dengan tujuan untuk
memperlancar penyaliran. Apabila turun hujan atau sebab lain, maka air yang ada pada
permukaan jalan akan segera mengalir ke tepi jalan angkut, tidak berhenti dan
mengumpul pada permukaan jalan. Hal ini penting karena air yang menggenang pada
Proposal Kerja Praktek Pt Vale Indnesia Tbk

permukaan jalan angkut akan membahayakan kendaraan yang lewat dan


mempercepat kerusakan jalan.

Angka cross slope dinyatakan dalam perbandingan jarak vertikal (b) dan horizontal
(a) dengan satuan mm/m atau m/m’ (lihat rumus 22). Jalan angkut yang baik memiliki
cross slope antara 1/50 sampai 1/25 atau 20 mm/m sampai 40 mm/m.
2.6. PERKERASAN JALAN ANGKUT
Perkerasan jalan adalah konstruksi yang dibangun di atas lapisan tanah dasar (sub-
grade) yang berfungsi untuk menopang beban lalulintas. Jenis konstruksi perkerasan
jalan pada umumnya ada tiga jenis, yaitu:
(1) perkerasan lentur (flexible pavement),
(2) perkerasan kaku (rigid pavement), dan
(3) perkerasan kombinasi lentur-kaku (composite pavement).
Perkerasan jalan angkut harus cukup kuat untuk menahan berat kendaraan dan
muatan yang melaluinya, dan permukaan jalannya harus dapat menahan gesekan roda
kendaraan, pengaruh air permukaan atau air limpasan (run off water) dan hujan. Bila
perkerasan jalan tidak kuat menahan beban kendaraan, maka jalan tersebut akan
mengalami penurunan dan pergeseran, baik pada bagian perkerasan jalan itu sendiri
maupun pada tanah dasarnya (sub-grade), sehingga akan menyebabkan jalan ber-
gelombang, berlubang dan bahkan bisa rusak berat. Bila perkerasan permukaan jalan
(road surface) rapuh terhadap gesekan ban atau aliran air, maka akan mengalami
kerusakan yang pada mulanya terjadi lubang-lubang kecil, lama kelamaan menjadi besar,
dan akhirnya rusak berat.
Tujuan utama perkerasan jalan angkut adalah untuk membangun dasar jalan yang
mampu menahan beban pada poros roda yang diteruskan melalui lapisan fondasi,
sehingga tidak melampaui daya dukung tanah dasar (sub-grade). Dengan demikian
perkerasan jalan angkut dipengaruhi oleh faktor-faktor kepadatan lalulintas, sifat fisik
dan mekanik bahan (material) yang digunakan, dan daya dukung tanah dasar.
2.7. EVALUASI LAPISAN TANAH DASAR (SUB-GRADE)
Daya dukung lapisan tanah dasar merupakan bagian yang sangat penting di dalam
merencanakan tebal lapisan perkerasan jalan. Oleh sebab itu evaluasi lapisan sub-grade
diarahkan untuk memperoleh suatu estimasi harga atau ukuran daya dukung tanah yang
caranya dapat dilakukan di lapangan atau di laboratorium mekanika tanah. Faktor-faktor
Proposal Kerja Praktek Pt Vale Indnesia Tbk

yang harus dipertimbangkan di dalam mengestimasi ukuran kekuatan daya dukung


lapisan tanah dasar antara lain:
 kadar air,
 kepadatan (compaction),
 perubahan kadar air selama usia pelayanan,
 variabilitas tanah dasar,
 ketebalan lapisan perkerasan total yang dapat diterima oleh lapisan lunak yang
ada di bawah lapisan tanah dasar.
Adapun cara pengukuran daya dukung lapisan sub-grade dapat dilakukan dengan
pengujian California Bearing Ratio (CBR), Parameter Elastis dan Modulus Reaksi Tanah
Dasar (k). Ketiga pengujian tersebut umumnya dilaksanakan di laboratorium mekanika
tanah dengan mengikuti prodesur standardisasi yang ditetapkan oleh ASTM, AASHTO,
SNI dan lain-lain.

Yang sering digunakan dalam perkerasan jalan tambang adalah pengujian CBR
yang dikembangkan oleh California State High-way Department. Hasil pengujian CBR
di laboratorium mekanika tanah diplot ke dalam kurva CBR. Hasil yang diharapkan dari
kurva CBR adalah ketebalan lapisan-lapisan perkerasan di atas sub-grade sesuai
dengan jenis-jenis tanah atau material yang digunakan untuk perkerasan jalan tersebut.
Contoh penggunaan kurva CBR diberikan sebagai berikut:
Suatu konstruksi jalan tambang akan dibuat di atas lapisan sub-grade berjenis
lempung-lanauan dengan plastisitas sedang (silty clay of medium plasticity) dengan
harga CBR 5. Truck atau wheel loader yang melewati jalan tersebut mempunyai berat
maksimum 40.000 lbs. Disekitar jalan terdapat banyak pasir yang agak bersih dengan
harga CBR 15 yang dapat digunakan untuk lapisan diatasnya (sub-base). Diatas sub-base
adalah lapisan permukaan (road surface) yang dilapisi krakal yang baik (good gravel)
dengan harga CBR 80. Berapa tebal lapisan sub-base dan road surface agar daya dukung
lapisan sub-grade stabil.
Jawaban:
Step A: Dari titik harga CBR lapisan sub-grade = 5 ditarik garis vertikal ke bawah
hingga memotong kurva lengkung berat kendaraan 40.000 lbs. Dari titik perpotongan
tersebut ditarik garis horizontal ke arah ordinat “ketebalan sub-base” dan diperoleh
angka tebal 28 inci. Artinya, bahwa ketebalan permukaan jalan akhir paling tidak harus
28 inci di atas sub-grade.
Proposal Kerja Praktek Pt Vale Indnesia Tbk

Step B: Kemudian pasir bersih dengan CBR 15 dipotongkan dengan kurva lengkung
berat kendaraan 40.000 lbs. Dari titik perpotongan tersebut ditarik garis horizontal ke
arah ordinat “ketebalan sub-base” dan diperoleh angka tebal 14 inci. Artinya, bahwa
ketebalan material pasir bersih harus tetap 14 inci di bawah permukaan jalan.
Step C: Perpotongan antara harga CBR krakal yang baik 80 dengan berat kendaraan
40.000 lbs menghasilkan ketebalan lapisan 6 inci dari ordinat “ketebalan sub-base”.
Krakal yang merupakan material dipermukaan akhir jalan harus disebar-kan tetap 6 inci.
Dari contoh soal di atas diperoleh manfaat bahwa: (a) harga CBR sub-grade
menentukan ketebalan total lapisan perkerasan, (b) jumlah lapisan perkeras-an jalan
paling tidak ada dua lapis di atas sub-grade, dan (c) berat kendaraan berpengaruh
terhadap penentuan ketebalan perkerasan. Tabel 6 memperlihatkan daya dukung
beberapa material.
2.8. MATERIAL PERKERASAN
Material perkerasan yaitu material yang digunakan untuk melapisi permukaan sub-
grade. Berdasarkan atas sifat dasarnya, material perkerasan diklasifikasikan menjadi
empat kategori,yaitu:
(1) material berbutir lepas; 
(2) material pengikat; 
(3) aspal
(4) beton semen

Daya Dukung Material

Pada jalan tambang jarang sekali digunakan material aspal atau beton semen
karena pemanfaatan jalannya tidak terlalu lama atau selalu berpindah-pindah dalam
tempo yang relatif singkat mengikuti area penambangan. Namun, di lokasi perkantoran,
fasilitas kesehatan atau perumahan karyawan tetap digunakan material perkerasan dari
aspal atau beton semen. memperlihatkan karakteristik keempat jenis material perkerasan.
• Material berbutir
Material berbutir terdiri atas kerikil dari sungai atau agregat batuan hasil mesin
pemecah batu (crusher). Distribusi ukuran butir material tersebut harus mengikuti
standar baku, baik ASTM, AASHTO, NAASRA atau SNI, agardapat menghasilkan
kestabilan secara mekanis dan dapat dipadatkan. Dalam proses perkerasannya dapat
pula ditambahkan aditif untuk menambah kestabilan tanpa menambah kekakuan.
Proposal Kerja Praktek Pt Vale Indnesia Tbk

• Material terikat
Material terikat adalah material perkerasan yang dihasilkan dengan
menambahkan semen, kapur, atau zat cair lainnya dalam jumlah tertentu untuk
menghasilkan bahan yang terikat. Ikatan antar butir akan menghasilkan kuat tarik
yang besar, sehingga diharapkan lapisan perkerasan dapat menahan beban kendaraan
dengan baik dan berumur pakai lama.
• Aspal
Aspal adalah kombinasi bitumen dengan agregat yang dicampur, dihamparkan
dan dipadatkan dalam kondisi campuran yang masih panas, sehingga terbentuk
lapisan perkerasan. Kekuatan aspal diperoleh dari gesekan antara partikel-agregat,
viskositas bitumen pada saat pelaksanaan perkerasan, kohesi dalam massa bitumen,
dan adhesi antara bitumen dengan agregat. Adapun kegagalan perkerasan aspal yang
umum terjadi adalah akibat stabilitas yang kurang sehingga terjadi deformasi
permanen, atau akibat kelelahan sehingga terjadi retakan-retakan.
• Beton semen
Beton semen adalah agregat yang dicampur dengan semen PC secara basah.
Lapisan beton semen dapat digunakan sebagai lapisan fondasi bawah pada perkerasan
lentur dan kaku dan sebagai lapisan fondasi atas pada perkerasan kaku.
Sebagai lapisan fondasi bawah, beton semen dapat dituangkan begitu saja di
atas lapisan subgrade yang jelek (poor sub-grade) tanpa digilas., Beton semen harus
memiliki kuat tekan minimum 5 MPa setelah 28 hari jika menggunakan campuran
abubatu (flyash) dan jika tanpa abu batu kuat tekan minimumnya 7 MPa.
Pada perkerasan kaku memang selalu menggunakan beton semen sebagai
lapisan atau landasan fondasi atas. Prinsip parameter perencanaan fondasi beton
didasarkan atas kuat lentur rencana 90 hari. Setelah 90 hari diestimasi bahwa kuat
lentur fondasi cukup stabil pada ketebalan perkerasan yang telah diperhitungkan.
Karekteristik dan Kategori Material Perkerasan
2.9. LAPISAN PERKERASAN JALAN
Seperti telah disinggung sebelumnya bahwa terdapat tiga jenis konstruksi lapisan
perkerasan, yaitu lapisan perkerasan lentur, lapisan per-kerasan kaku dan lapisan
perkerasan kombinasi lentur-kaku. Setiap jenis lapisan perkerasan umumnya terdiri dari
2 – 3 susunan material di atas lapisan tanah dasar (sub-grade). Lapis paling atas adalah
lapis permukaan (surface course), dibawahnya adalah lapis fondasi atas (base course) dan
diantara base-course dengan sub-grade adalah lapis fondasi bawah (sub-base course).
Proposal Kerja Praktek Pt Vale Indnesia Tbk

• Susunan lapisan perkerasan


Jenis-jenis susunan lapisan perkerasan yang terlah disebutkan di atas
mempunyai fungsi yang berbeda-beda di dalam merespon beban yang diterimanya.
Rancangan konstruksinya didasarkan atas kondisi alamiah lapisan tanah dasar,
intensitas lalulintas yang akan melaluinya, faktor lingkungan dan kondisi cuaca serta
air tanah. Adapun fungsi dari masingmasing lapisan dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Lapis permukaan
• Sebagai lapis perkerasan penahan beban roda yang mempunyai stabilitas tinggi
untuk menahan roda selama masa pelayanan
• Lapis kedap air, sehingga air hujan yang mengalir diatasnya tidak meresap
kedalamnya dan tidak pula melemahkan lapisan tersebut.
• Sebagai lapis aus (wearing course), artinya lapisan yang langsung menderita
gesekan akibat rem kendaraan, sehingga mengakibatkan keausan ban.
• Sebagai lapis yang menyebarkan beban ke lapisan bawah, sehingga dapat dipikul
oleh lapisan lain yang mempunyai daya dukung lebih jelek.
b. Lapis fondasi atas
• Merupakan bagian perkerasan untuk menahan gaya melintang dari beban roda
dan menyebarkannya ke lapisan dibawahnya.
• Sebagai lapis peresapan untuk lapisan dibawahnya.
• Sebagai bantalan bagi lapis permukaan.
c. Lapis fondasi bawah
• Merupakan bagian perkerasan untuk menyebarkan beban roda kendaraan ke tanah
dasar.
• Untuk mengurangi tebal lapisan diatasnya karena material atau bahan untuk
fondasi bawah umumnya lebih murah dibanding perkerasan diatasnya, sehingga
dapat
• mengefisiensikan penggunaan material.
• Sebagai lapis peresapan agar air tanah tidak berkumpul di fondasi.
• Merupakan lapis pertama yang harus dikerjakan cepat agar dapat menutup lapisan
tanah dasar dari pengaruh cuaca, atau melemahkan daya dukung tanah dasar akibat
selalu menahan roda alat berat.
• Mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar naik ke lapis fondasi.
d. Lapisan perkerasan lentur
Proposal Kerja Praktek Pt Vale Indnesia Tbk

• Lapisan perkerasan lentur terdiri dari 3 lapisan di atas tanah dasar, yaitu lapis
fondasi bawah, lapis fondasi atas dan lapisan permukaan seperti terlihat pada
Gambar 10. Dengan tiga susunan lapisan tersebut, maka jalan diharapkan memiliki
karakteristik sebagai berikut:
• Bersifat elastis jika menerima beban, sehingga dapat memberi kenyaman-an
bagi pengguna jalan;
• Pada umumnya menggunakan bahan pengikat aspal;
• Seluruh lapisan ikut menanggung beban;
• Penyebaran tegangan diupayakan tidak merusak lapisan tanah dasar;
• Usia maksimum yang diharapkan adalah 20 tahun;
• Selama usia tersebut diperlukan pemeliharaan secara berkala (routine maintenance).
• Untuk memperoleh kualitas jalan yang memadai agar sesuai dengan karakteristik di
atas, maka jenis material dan tebal lapisan masing-masing susunan lapisan harus
diperhatikan. memperlihatkan batas-batas minimum tebal lapisan perkerasan dan
bahan yang digunakannya.

Batas-Batas Minimum Tebal Lapisan Perkerasan dan Bahan yang Digunakan

*) Batas 20 cm dapat diturunkan menjadi 15 cm bila fondasi bawahnya menggunakan


material berbutir kasar.
e. Lapisan perkerasan kaku
Lapisan perkerasan kaku maksudnya adalah lapisan permukaannya terbuat dari plat
beton. Metoda perencanaan untuk menentukan tebal lapisan perkerasan didasarkan pada
perkiraan sebagai berikut:
• Kekuatan lapisan tanah dasar atau harga CBR atau angka Modulus Reaksi
Tanah Dasar (k);
• Kekuatan beton yang digunakan untuk lapisan perkerasan;
• Prediksi volume dan komposisi lalulintas selama usia rencana;
Ketebalan dan kondisi lapisan fondasi bawah (sub-base) yang diperlukan untuk
menopang konstruksi, lalulintas, penurunan akibat air dan perubahan volume lapisan tanah
dasar serta sarana perlengkapan daya dukung permukaan yang seragam di bawah dasar
beton. Terdapat dua jenis lapisan perkerasan kaku, yaitu
(1) perkerasan beton semen dan
Proposal Kerja Praktek Pt Vale Indnesia Tbk

(2) perkerasan dengan permukaan aspal.


Perkerasan beton semen didefinisikan sebagai perkerasan yang mempunyai lapisan
dasar beton dari Portland Cement (PC); sedangkan perkerasan dengan permukaan aspal
adalah salah satu dari jenis komposit. 

a. Aspek Keselamatan Jalan Angkut


Aspek-aspek teknis yang telah diuraikan sebelumnya, di samping diarahkan untuk
meraih umur layanan jalan sesuai yang direncanakan, juga harus memenuhi persyaratan
keselamatan, keamanan dan kenyamanan pengemudi. Beberapa aspek keselamatan
sepanjang jalan angkut yang akan diuraikan meliputi :
(1) jarak pandang yang aman,
(2) rambu-rambu pada jalan angkut, 
(3) lampu penerangan, dan
(4) jalur pengelak untuk menghindari kecelakaan.

b. Jarak Pandang yang Aman


Jarak pandang yang aman (safe sight distance) diperlukan oleh pengemudi
(operator) untuk melihat ke depan secara bebas pada suatu tikungan. Jika pengemudi
melihat suatu penghalang yang membahayakan, pengemudi dapat melakukan antisipasi
untuk menghindari bahaya tersebut dengan aman. Jarak pandang minimum sama dengan
sama dengan jarak berhenti. Jarak pandang terdiri dari (1) Jarak Pandang Henti (Jh) dan
(2) Jarak Pandang Mendahului (Jd).
Jarak Pandang Henti adalah jarak minimum yang diperlukan oleh setiap
pengemudi untuk menghentikan kendaraannya dengan aman begitu melihat adanya
halangan di depan. Ketinggian mata pengemudi berkisar antara 4,00 – 4,90 m, sedangkan
tinggi penghalang yang dapat menimbulkan kecelakaan berkisar antara 0,15 – 0,20 m
diukur dari permukaan jalan. Jarak Pandang Henti berkaitan erat dengan kecepatan laju
kendaraan, gesekan ban dengan jalan, waktu tanggap dan gravitasi dan dapat
diformulasikan sebagai berikut:
Persamaan (23) untuk jalan datar dan (24) untuk jalan dengan kemiringan tertentu,
di mana:
VR = kecepatan rencana, km/jam
T = waktu tanggap, ditetapkan 2,50 detik
Proposal Kerja Praktek Pt Vale Indnesia Tbk

fp = koefisien gesek memanjang antara ban dengan perkerasan jalan, menurut AASHTO


= 0,28 – 0,45; menurut Bina Marga = 0,35 – 0,55
L = kemiringan jalan, %
Tabel 8 memperlihatkan panjang Jh minimum yang dihitung berdasarkan rumus
(23) dengan pembulatan-pembulatan.

Jarak Pandang Henti (Jh ) Minimum


Jarak pandang lengkung horizontal
Jarak pandang pengemudi pada lengkung horizontal (di tikungan) adalah pandangan
bebas pengemudi dari halangan benda-benda di sisi jalan (daerah bebas samping). Daerah
bebas samping adalah ruang untuk menjamin kebebasan pandang di tikungan sehingga Jh
terpenuhi.
Dengan demikian, daerah bebas samping dimaksudkan untuk memberikan
kemudahan pandangan di tikungan dengan membebaskan objek-objek penghalang sejauh E
meter diukur dari garis tengah lajur dalam sampai objek penghalang pandangan Daerah bebas
samping dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
(1) Jika Jh < Lt :
(2) Jika Jh > Lt :
di mana :
R = jari-jari tikungan, m
R’ = jari-jari sumbu lajur dalam, m
Jh = jarak pandang henti, m
Lt = panjang tikungan, m

Jarak pandang lengkung vertikal


Lengkung vertikal direncanakan untuk mengubah secara bertahap perubahan daru dua
macam kemiringan arah memanjang jalanpada setiap lokasi yang diperlukan. Hal ini
dimaksudkan untuk menyediakan Jarak Pandang Henti yang cukup demi keamanan dan
kenyamanan. Lengkung
vertikal terdiri dari dua jenis, yaitu (1) Lengkung Cembung dan (2) Lengkung Cekung.

a. Lengkung vertikal cembung


Sketsa lengkung vertikal cembung, diperlihatkan ketentuan tinggi untuk lengkung cembung
menurut Bina Marga (1997).
Proposal Kerja Praktek Pt Vale Indnesia Tbk

Ketentuan Tinggi Untuk Jarak Pandang


Dapat ditentukan panjang lengkung parabola pada lengkung vertikal cembung sebagai
berikut:
(1) Jika Jh < L :
(2) Jika Jh > L :
di mana :
L = panjang lengkung parabola, m
A = perbedaan kemiringan dua titik pengamatan, m
Jh = jarak pandang henti, m
b. Lengkung vertikal cekung
Tidak ada dasar yang dapat digunakan untuk menentukan panjang lengkung
cekung vertikal ( L ), akan tetapi ada empat kriteria sebagai pertimbangan yang dapat
digunakan, yaitu:
 Jarak sinar lampu besar kendaraN
 Kenyamanan pengemudi
 Ketentuan drainase
 Penampilan secara umum
c. Rambu-Rambu Pada Jalan
Untuk lebih menjamin menjamin keamanan sehubungan dengan di-operasikannya
suatu jalan angkut, maka perlu kiranya dipasang rambu-rambu sepanjang jalan angkut
tersebut terutama pada tempat-tempat yang berbahaya. Rambu-rambu dipasang untuk
keselamatan:
 Pengemudi dan kendaraan itu sendiri;
 Binatang yang ada di sekitar jalan angkut;
 Masyarakat setempat yang biasa menggunakan jalan tambang;
 Kendaraan lain yang mungkin lewat pada jalan tersebut;
 Tanda adanya perempatan, pertigaan, persilangan dengan jalan umum, misalnya rel.
d. Lampu Penerangan Jalan
Lampu penerangan perlu dipasang apabila jalan angkut akan digunakan pada
malam hari. Pemasangan bisa dilakukan berdasarkan jarak maupun tingkat bahayanya.
Lampu-lampu tersebut dipasang antara lain pada:
 Tikungan (belokan),
 Perempatan atau pertigaan jalan,
Proposal Kerja Praktek Pt Vale Indnesia Tbk

 Jembatan,
 Tanjakan maupun turunan yang cukup tajam.
e. Jalur Pengelak Untuk Menghindari Kecelakaan
Untuk menghindari kecelakaan yang mungkin terjadi karena kendaraan slip, rem
blong atau sebab lain, maka pada jalur angkut perlu dibuat jalur pengelak (runaway
precaution). Ditinjau dari daerah datar sepanjang jalur memanjang yang tersedia, terdapat
dua cara membuat jalur pengelak. Untuk daerah yang sempit, misalnya jalan dibuat antara
tebing dan jurang, maka dibuat lajur khusus untuk mengelakkan kendaraan.

STUDY DESAIN JALAN TAMBANG DI WILAYAH “X”


PADA FRONT PENAMBANGAN PT VALE INDONESIA TBK
KEC. NUHA, KAB. LUWU TIMUR, PROV. SULAWESI SELATAN

BAB III METODE KERJA PRAKTEK

3.1. METODE KERJA


 Teknik Pengambilan Data
- Studi literatur dengan menggunakan referensi yang ada ditempat praktek untuk
melengkapi data-data yang tidak dapat diamati langsung di lapangan
- Praktek langsung di lapangan berupa pengambilan data-data yang diperlukan
dilapangan
 Jenis data antara lain :
a. Data primer, yaitu data yang dikumpulkan berdasarkan pengamatan langsung
dilapangan, antara lain :
- Area yang akan di jadikan jalan tambang
- Kondisi jalan tambang di PT. Vale Indonesia Tbk
- Proses pembuatan jalan tambang di PT. Vale Indonesia Tbk
b. Data sekunder, data yang diperloleh dari hasil pengumpulan beberapa daftar
bacaan yang berhubungan dengan permasalahan yang ada, antara lain :
Proposal Kerja Praktek Pt Vale Indnesia Tbk

- Keadaan Geografis daerah praktek.


- Lokasi kesampaian daerah praktek
- Iklim dan curah hujan daerah praktek
- Geografi daerah praktek, dan lain-lain
 Teknik Pengolahan Data
a. Metode statistik (perhitungan nilai rata-rata)
b. Menggunakan rumus yang berkaitan dengan masalah praktek.

3.2. PERENCANAAN WAKTU KERJA

Perencanaan waktuk kerja Praktek


Bulan Juni – Agustus 2016
J u n i J u l i A g u s t u s
K e g i a t a n
I I I I I I I I I I v I I I I I
Orientasi Lapangan                  

Pengamblan Data                  

Pengolahan Data                  

Penyusunan Laporan                  

Konsultasi Laporan                  

Persiapan Meninggalkan Lokasi                  


Proposal Kerja Praktek Pt Vale Indnesia Tbk

STUDY DESAIN JALAN TAMBANG DI WILAYAH “X”


PADA FRONT PENAMBANGAN PT VALE INDONESIA TBK
KEC. NUHA, KAB. LUWU TIMUR, PROV. SULAWESI SELATAN

BAB IV PEUTUP

4.1 . PENUTUP
Demikian proposal ini dibuat, untuk menjadi pertimbangan dari Bapak /Ibu, atas
perhatiannya diucapkan terima kasih.

Anda mungkin juga menyukai