Anda di halaman 1dari 29

PROPOSAL TUGAS AKHIR

KAJIAN GEOMETRI JALAN TAMBANG PADA PENAMBANGAN


GRANIT DI PT WIRA ALAM DHARMAWANGSA KEC. BINTAN
TIMUR, BINTAN

Di ajukan untuk memenuhi syarat kurikulum pada jurusan Teknik pertambangan


fakultas teknologi mineral institute teknologi medan

DISUSUN OLEH :

JOHAN
17 306 013

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
INSTITUT TEKNOLOGI MEDAN
2020

II-1
LEMBAR PENGESAHAN
PROPOSAL TUGAS AKHIR

KAJIAN GEOMETRI JALAN TAMBANG PADA PENAMBANGAN


GRANIT DI PT WIRA ALAM DHARMAWANGSA KEC. BINTAN
TIMUR, BINTAN

Di ajukan untuk memenuhi syarat kurikulum pada jurusan Teknik pertambangan


fakultas teknologi mineral institute teknologi medan

DisusunOleh :
JOHAN
17 306 013

DisetujuiOleh :

Ketua Jurusan Teknik Pertambangan Dosen Pembimbing

( Ir.Eka Onwardana, MT ) ( Edy Yasa Ardiansyah. ST, MT)

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
INSTITUT TEKNOLOGI MEDAN
2020

II-2
BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

PT Wira Alam Dharmawangsa merupakan perusahaan yang bergerak di bidang


pertambangan yaitu khususnya tambang granit umumnya batu yang ditambang
digunakan untuk bahan dasar membuat keramik. Mengingat kebutuhan pasar
aluminium semakin meningkat mengakibatkan semakin banyak perusahaan yang
bergerak di bidang pertambangan granit salah satunya adalah PT Wira Alam
Dharmawangsa Prov Riau Kepri. Metode penambangan yang dipakai adalah
metode tambang terbuka back filling dengan kombinasi shovel-dump truck.

Salah satu kegiatan yang dapat mempengaruhi tercapainya produksi adalah proses
pengangkutan (hauling). Pada proses pengangkutan ini terdapat beberapa faktor
yang mempengaruhi pengangkutan produksi salah satunya adalah faktor kondisi
geometri jalan yang tidak dibuat dalam kondisi ideal, hal ini menyebabkan tidak
optimalnya kinerja dari alat angkut ,pada beberapa segmen geometri jalan angkut
meliputi lebar jalan, kemiringan jalan (grade), jari jari tikungan dan superelevasi,
dan belum memenuhi syarat lebar minimum, hal tersebut bisa menjadi hambatan
tidak tercapainya target produksi overburden, maka karena itu perlu dilakukan
analisa teknis kondisi geometri jalan angkut dari front ke disposal area agar
proses pengangkutan berjalan lancar dan aman.

Analisa teknis geometri jalan angkut tambang diharapkan dapat mengontrol dan
membantu mengatasi permasalahan proses pengangkutan overburden sehingga
produktivitas alat angkut meningkat dan produktivitas overburden tercapai.

II-3
1.2. Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk merumuskan bagaimana geometri jalan
yang ideal di PT Wira Alam Dharmawangsa.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui geometri jalan yang ada di PT Wira Alam


Dharmawangsa.

2. Mengevaluasi geometri jalan yang ideal untuk jalan angkut


Produksi overburden di PT Wira Alam Dharmawangsa.

3. Mengetahui pengaruh geometri jalan terhadap produksi


overburden di PT Wira Alam Dharmawangsa.

4. Merekomendasikan Lebar jalan yang ideal,pembuatan cross


slope,dan pembuatan superelevasi di jalan angkut tambang di PT
Wira Alam Dharmawangsa.

1.3. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang ditetapkan pada penelitian ini adalah :

1. Bagaimana geometri jalan yang ada di PT Wira Alam


Dharmawangsa?

2. Bagaimana geometri jalan yang ideal yang ada di PT Wira Alam


Dharmawangsa?

3. Bagaimana pengaruh geometri jalan terhadap produktivitas


overburden di PT Wira Alam Dharmawangsa ?

1.4. Batasan Masalah

Ruang lingkup pembatasan masalah dalam penelitian tugas akhir ini, penulis
hanya melakukan analisa pada geometri jalan angkut dari front ke disposal yang

II-4
dikaitkan dengan produktivitas overburden yang diangkut oleh alat angkut HD
465 pada bulan november 2020. Penulis tidak menghitung biaya produksi serta
biaya bahan bakar yang dikeluarkan oleh alat angkut ADT.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Dapat diketahui geometri jalan yang ideal di PT Wira Alam


Dharmawangsa.
2. Dapat diketahui bagaimana pengaruh geometri jalan terhadap target
produksi overburden yang ditetapkan oleh perusahaan pada bulan
november 2022.

II-5
BAB II . DASAR TEORI

Produksi dari alat muat dan alat angkut adalah kemampuan optimal yang dapat
dicapai oleh alat tersebut setelah memperhitungkan faktor-faktor yang ikut
mempengaruhi pencapaian tersebut.

2.1.Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dump truck yaitu


(Siregar,2005):
2.1.1. Korelasi Cycle Time (Waktu edar) Shovel – Dump Truck

Dalam suatu sistem produksi pada tambang terbuka yang menerapkan sistem
shovel-dump truck sebagai alat tambang utama, unjuk kerja dump truck sebagai
alat angkutnya sangat berperan dalam pencapaian target produksi. Dapat juga
dikatakan, dump truck adalah komponen yang fleksibel yang mana jumlah dan
kapasitasnya disesuaikan dengan alat gali-muat yang melayaninya.

Produktivitas dump truck dipengaruhi oleh cycle time-nya, dimana cycle time
dump truck tergantung pada jumlah dump truck yang dilayani oleh satu unit
shovel. Secara umum, menurut Partanto, cycle time dump truck terdiri dari empat
segmen besar, yaitu :

 Loading time (waktu memuat)


 Hauling time (waktu mengangkut),
 Dumping time ( waktu pembongkaran),
 Return time (waktu kembali).

Cycle time untuk alat angkut secara teori dapat dirumuskan sebagai berikut :

II-6
D D
Ctm = n x cms + + t1 + + t2
V1 V2
Ket :
Cms = waktu untuk mengisi satu bucket

D = Jarak pengangkutan

V1 = Kecepatan rata-rata saat bermuatan

V2 = Kecepatan rata-rata saat bermuatan kosong

t1 = Waktu dumping

t2 = Waktu manuver + manuver + mundur

Menurut Peurifoy, cycle time dump truck terdiri dari lima segmen, yaitu ditambah
spot at the shovel yang terdiri dari waktu manuver di daerah penggalian dan
penimbunan serta waktu tunggu sebelum diisi shovel.

Menurut Rochmanhadi, cycle time shovel terdiri dari land bucket (waktu mengisi
bucket), swing loaded (waktu manuver untuk mengisi bak dump truck), dump
bucket (waktu menumpahkan galian ke bak dump truck), swing empty (waktu
manuver untuk mengisi kembali bucket). Shovel yang berfungsi sebagai alat
gali-muat dalam unjuk kerjanya mengalami digging resistance, yaitu tahanan
yang dialami waktu menggali tanah. Tahanan ini disebabkan oleh :

a. Gesekan antara alat gali dan tanah, dimana semakin besar kelembaban dan
kekerasan butiran tanah, semakin besar pula gesekan yang terjadi.
b. Kekerasan tanah yang umumnya bersifat menahan masuknya alat gali ke
dalam tanah.
c. Roughness (kekasaran) dan ukuran butiran tanah.
d. Adhesi antara tanah dengan alat gali dan kohesi antar butiran tanah.
e. Berat jenis tanah.

II-7
2.1.2. Rolling Resistance (Tahanan Gulir/gelinding)

Rolling resistance (RR) merupakan tahanan terhadap roda yang menggelinding


akibat adanya gesekan antara roda dengan permukaan tanah yang arahnya selalu
berlawanan dengan gerakan roda kendaraan. Besaran tahanan ini tergantung
keadaan permukaan tanah yang dilewati (kekerasan dan kehalusan), roda dan
berat kendaraan tersebut. Secara teoritis, tahanan ini dapat ditentukan dengan
persamaan berikut :

Sumber :PartantoProdjosumarto, 1993

Gambar 2.1 Penentuan Rolling Resistance

Arah Tahanan Gulir Besarnya tergantung pada kondisi permukaan tanah yang
dilewati (kekerasan dan kehalusan), tipe roda, dan berat dari kendaraan tersebut.
Secara teoritis nilai dari tahanan gelinding dapat ditentukan dengan persamaan
berikut :

Dimana :
P
RR=
W

RR = Rolling resistance (lb/ton)

P = gaya tarik kendaraan (lb)

W = berat kendaraan (ton)

II-8
Untuk menentukan nilai tahanan gulir adalah sulit untuk dilakukan karena
sebenarnya jenis dan tekanan ban serta kecepatan kendaraan ikut mempengaruhi
harga rolling resistance. jadi nilai rolling resistance ditentukan dalam persen berat
Untuk menentukan harga RR yang tepat bagi setiap macam jalan sulit dilakukan,
karena ukuran ban, tekanan ban, dan kecepatan gerak kendaraan pun sebenarnya
dapat mempengaruhi. Oleh karena itu cara untuk menyatakan RR dengan
menggunakan persentase berat kendaraan (Tabel 2.1).

Tabel 2.1 Koefisien Rolling Resistance (r)

r
Tipe dan Keadaan Landasan
Roda besi Roda ban

Rel besi 0,01 -

Beton 0,02 0,02

Jalan, macadam 0,03 0,03

Perkerasan kayu 0,03 -

Jalan datar, tanpa perkerasan, kering 0,05 0,04

Landasan tanah keras 0,10 0,04

Landasan tanah gembur 0,12 0,05

Landasan tanah lunak 0,16 0,09

Kerikil, tidak dipadatkan 0,15 0,12

Pasir, tidak dipadatkan 0,15 0,12

Tanah pasar, lumpur - 0,16

Sumber : Rochmanhadi, 1982

Tabel 2.2 Angka Rata-rata Rolling Resistance untuk Berbagai Kondisi Jalan

Kondisi Jalan RR untuk ban karet

II-9
(lb/ton)

Jalan keras dan licin 40

Jalan yang diaspal 45-60

Jalan keras dengan permukaan terpelihara baik 45-70

Jalan yang sedang diperbaiki dan terpelihara 85-100

Jalan yang kurang terpelihara 85-100

Jalan berlimpur dan tidak terpelihara 165-210

Jalan berpasir dan berkerikil 240-275

Jalan berlumpur dan sangat lunak 290-370

Sumber : Partanto Prodjosumarto, 1993

2.1.3. Grade Resistance (Tahanan Kemiringan)

Grade resistance (GR) adalah besarnya gaya berat yang melawan atau membantu
gerak kendaraan karena kemiringan jalur jalan yang dilaluinya. Pengaruh
kemiringan terhadap harga GR adalah naik untuk kemiringan positif
(memperbesar rimpull) dan menurun untuk kemiringan negatif (memperkecil
rimpull). Besarnya GR tergantung pada dua faktor, yaitu besarnya kemiringan
jalan (%) dan berat kendaraan tersebut (gross ton). Besarnya GR rata-rata
dinyatakan dalam “20 lbs” dari rimpull untuk tiap gross berat kendaraan beserta
isinya pada setiap kemiringan satu persen (Tabel 4.3).

Tabel 2.3 Kemiringan Jalan dan Grade Resistance

Kemiringan GR Kemiringan GR

II-10
(%)

(%) (lb/ton) (lb/ton)

1 20 12 238,4

2 40 13 257,8

3 60 14 277,4

4 80 15 296,6

5 100 20 392,3

6 119,8 25 485,2

7 139,8 30 574,7

8 159,2 35 660,6

9 179,2 40 742,8

10 199 45 820,8

11 218 50 894,4

Sumber : Partanto Prodjosumarto, 1993

2.1.4. Coefficien of Traction

Coefficien of traction (CT) adalah suatu faktor yang menunjukan berapa bagian
dari seluruh kendaraan itu pada ban atau track yang dapat dipakai untuk menarik
atau mendorong kendaraan. Dengan kata lain, CT adalah suatu faktor dimana
jumlah berat kendaraan pada ban/track penggerak harus dikalikan dengan
permukaan jalan sebelum roda selip. Besarnya harga CT tergantung pada :

a. Keadaan ban atau track, yaitu keadaan dan bentuk kembangan ban.
b. Keadaan jalan (basah/kering, keras/lunak, bergelombang/rata).
c. Berat kendaraan yang diterima roda.

Tabel 2.4 Coefficient of Traction Untuk Berbagai Kondisi Jalan

II-11
CT untuk ban

Kondisi Jalan karet

(%)

Jalan kering dan keras 80-100

Jalan tanah liat kering 50-70

Jalan tanah liat basah 40-50

Jalan berpasir dan basah dan berkerikil 30-40

Jalan berpasir kering yang terpisah/terpencar 20-30

Sumber : Partanto Prodjosumarto, 1993

2.1.5. Rimpull

Rimpull (RP) adalah besarnya kekuatan tarik (pulling force) yang dapat diberikan
mesin atau suatu alat pada permukaan roda atau ban penggeraknya yang
menyentuh permukaan jalur jalan. Bila CT cukup tinggi untuk menghindari
terjadinya selip, maka RP maksimum adalah fungsi dari horse power (tenaga
mesin) dan versnelling (gear ratio) antara mesin dan roda-rodanya. Tetapi jika
selip, maka RP maksimum akan sama dengan besarnya tenaga pada roda
penggerak dikalikan CT. Besarnya harga RP dapat dihitung dengan rumus :

HPkendaraan . 375 . Efisiensi mekanis (%)


Rimpull=
Kecepat an ( mph)

Apabila RP tiap segmen jalan angkut diketahui, maka waktu tempuh alat angkut
dapat dihitung dengan rumus :

Jarak (feet )
t angkut ( menit)=
Kecepa tan( mph)

2.1.6. Acceleration (Percepatan)

II-12
Waktu yang diperlukan untuk mempercepat kendaraan dengan memakai
kelebihan rimpull yang tidak dipergunakan untuk menggerakkan kendaraan pada
jalur tertentu.

Lamanya waktu yang diperlukan untuk mempercepat kendaraan tergantung dari


beberapa faktor, yaitu :

a. Berat kendaraan, semakin berat kendaraan semakin lama waktu yang


dibutuhkan untuk mempercepat kendaraan.
b. Kelebihan rimpull yang ada, semakin besar rimpull yang berlebihan
semakin cepat kendaraan dipercepat.
c. Gradebility (kemiringan jalan).

2.1.7. Altitude of Elevation (Ketinggian Daerah dari Permukaan Laut)

Perubahan kadar oksigen dalam udara akan berpengaruh terhadap horse power
mesin dari suatu alat yang beroperasi pada suatu daerah dengan ketinggian
tertentu. Semakin tinggi suatu daerah kerja semakin berkurang persentase oksigen,
maka tenaga alat yang tersedia akan berkurang (perlu adanya koreksi) untuk
kenaikan 100 feet yang kedua. Besarnya penurunan tenaga tergantung dari sistem
pengisapan udara dari segi mesin alat tersebut.

2.1.8. Faktor Efisiensi

Nilai keberhasilan suatu pekerjaan sangat sulit ditentukan secara tepat karena
mencakup beberapa faktor seperti faktor manusia, mesin dan kondisi kerja.
Efisiensi waktu, efisiensi kerja, efisiensi operator, dan kesediaan alat sangat
mempengaruhi keberhasilan dari suatu operasi.

2.1.9. Swell Factor (Faktor Pengembangan)

Swell Factor material merupakan perbandingan antara material dalam keadaan


insitu (belum digali = BCM) dengan material loose (setelah digali = LCM).
Besarnya swell factor dihitung dengan rumus sebagai berikut :

II-13
V insitu
SwellFactor = .100 %
V loose

sebaliknya, apabila material tersebut dipindahkan dan dipadatkan dengan


compactor (alat pemadat), maka volumenya akan berkurang yang disebut dengan
shrinkage factor (faktor penyusutan) yang dihitung dengan rumus :

V compacted
Shrinkage Factor = 1−
( V loose )
. 100 %

Apabila angka dari shrinkage factor tidak ada, biasanya dianggap sama dengan
percent swelln yang dihitung dengan rumus :

V loose
Percent Swell =
( V insitu )
−1 . 100 %

Untuk perhitungan swell factor ini dapat juga digunakan rumus hubungan antara
swell factor dengan percent swell, yaitu :

a. Swell factor = 100/(100 + % swell)


b. Loose cubic yard weight = swell factor x bank cubic yard weight
c. Bank cubic yard weight = loose weight per cubic yard/swell factor

2.1.10. Density of Material (Berat isi Material)

Density of material yang akan digali, dimuat, dan diangkut oleh alat-alat mekanis
dapat mempengaruhi :

a. Kecepatan kendaraan dengan HP mesin yang dimilikinya.

II-14
b. Kemampuan kendaraan untuk mengatasi rolling resistance dan grade
resistance dari jalur yang dilaluinya.
c. Membatasi volume material yang dapat diangkut.

2.2. Produksi alat

Untuk memperkirakan produksi alat-alat berat dan alat angkut secara teoritis
dengan cara tanpa dikalikan dengan faktor koreksi sedangkan untuk memperoleh
kemampuan produksi secara nyata dikalikan dengan faktor koreksi, hal ini
bertujuan untuk mengurangi kesalahan-kesalahan yang terjadi akibat beberapa
faktor, seperti efisiensi waktu, efisiensi kerja atau kesediaan alat untuk
dioperasikan dan efisiensi operator.

2.2.1. Dump Truck

Produktivitas dump truck dapat dihitung dengan rumus

3600
Q = Cx xE
Ctm

C = n x q1 x k

Dimana,

Q = Produktivitas per jam

C = Produktivitas persiklus

n = jumlah pengisian alat muat (bucket)

q1 = Kapasitas bucket untuk mengisi alat angkut

K = Faktor pengisian/ bucket

E = Efesiensi kerja

II-15
ctm = Cycle time

2.2.2. Excavator

Produktivitas excavator dapat dihitung dengan rumus :

3600
Q=q x xE
ctm

q = q1 x K

Dimana :

Q = Produktivitas/jam

q = Produktivitas/cycle time

K = Efesiensi bucket excavator

E = Efesiensi kerja

ctm = Cycle time

q1 = kapasitas excavator bucket

2.3. Perencanaan Geometri Jalan

Perencanaan geometri jalan merupakan bagian dari perencanaan yang dititik


beratkan pada bentuk fisik sehingga dapat memenuhi fungsi dasar jalan, yaitu
memberikan pelayanan yang optimum pada arus lalu lintas yang beroperasi di
atasnya.

2.3.1. Lebar Jalan

Lebar jalan produksi penting ditentukan untuk kelancaran dan keberhasilan


operasi pengangkutan. Perhitungan mengenai lebar jalan disesuaikan dengan
kebutuhan, yaitu dapat untuk satu jalur, dua jalur atau lebih.

II-16
2.3.1.1. Lebar Jalan Pada Keadaan Lurus

Penentuan lebar jalan minimum untuk jalan lurus didasarkan pada rule of thumb
yang dikemukakan oleh AASHTO Manual Rural Hihgway Design (1990), yaitu
jumlah jalur kali lebar truck ditambah setengah lebar truck untuk tepi kiri dan
kanan jalan, juga jarak antara dua truck yang sedang bersilangan. Lebar jalan
minimum yang dipakai sebagai jalur ganda atau lebih pada jalan lurus adalah
sebagai berikut :

Lm=n . Wt + ( n+ 1 ) (1 2 . Wt )
dimana :

Lm = lebar jalan minimum (m)

n = jumlah jalur

Wt = lebar alat angkut (m)

Gambar 2.2. Lebar Jalan Pada Keadaan Lurus

Lebar jalan untuk keadaan lurus dapat juga langsung menggunakan tabel estimasi
lebar jalan (Tabel 2.5).

2.3.1.2 Lebar Jalan Angkut Pada Tikungan

II-17
Lebar jalan angkut pada tikungan selalu dibuat lebih besar dari pada jalan lurus.
Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi adanya penyimpangan lebar alat
angkut yang disebabkan oleh sudut yang dibentuk oleh roda depan dengan badan
truk saat melintasi tikungan (Gambar 2.3). Untuk jalur ganda, lebar jalan
minimum pada tikungan dihitung berdasarkan pada :

a. Lebar jejak roda


b. Lebar juntai atau tonjolan (overhang) alat angkut bagian
depan dan belakang pada saat membelok
c. Jarak antar alat angkut saat bersimpangan
d. Jarak jalan angkut terhadap tepi jalan

Gambar 2.3 Lebar Jalan Angkut Pada Tikungan Untuk 2 Jalur

Tabel 2.5 Estimasi Lebar Jalan

Lebar truck (m) 1 jalur (m) 2 jalur (m) 3 jalur (m) 4 jalur (m)

2,4 4,9 8,5 12,2 15,8

2,7 5,5 9,6 13,7 17,8

3,0 6,1 10,7 15,2 19,8

3,4 6,7 11,7 16,8 21,8

II-18
3,7 7,3 12,8 18,3 23,8

4,0 8,0 13,9 19,8 25,8

4,3 8,5 15,0 21,3 27,7

4,6 9,1 16,0 22,9 29,7

Sumber : Erika Buchari, 1996


W =n (U + Fa+Fb+Z ) +C

C=Z =0,5( U + Fa+ Fb)

dimana :

W = lebar jalan pada tikungan (m)

n = jumlah jalur

Fa = lebar juntai (over hang) depan (m)

Fb = lebar juntai (over hang) belakang (m)

U = lebar jejak roda (centre to centre tyre) (m)

Z = jarak sisi luar truck ke tepi jalan (m)

2.3.1.3. Superelevasi (Kemiringan Jalan Pada Tikungan)

Komponen berat kendaraan untuk mengimbangi gaya sentrifugal diperoleh


dengan membuat kemiringan melintang jalan. Kemiringan melintang jalan pada
lengkungan horizontal yang bertujuan untuk memperoleh komponen berat
kendaraan guna mengimbangi gaya sentrifugal biasanya disebut superelevasi.
Semakin besar superelevasi semakin besar pula komponen berat kendaraan yang
diperoleh.

Superelevasi maksimum yang dapat dipergunakan pada suatu dan komposisi jenis
kendaraan. Rumus-rumus umum untuk superelevasi adalah :

II-19
2
V 11913 .53 ( emaks + f maks )
( e maks +f maks ) = 127 R min Dmaks= 2
atau V

dimana :

emaks = Superelevasi maksimum pada tikungan jalan (m/m)

fmaks = Koefisien gesekan samping maksimum (Tabel 2.6)

V = Kecepatan rencana (km/jam)

Rmin = Radius lengkung minimum tikungan (m)

Dmaks = Derajat lengkung maksimum tikungan jalan (o)

Gambar 2.4 Gaya Sentrifugal Pada Tikungan

Hubungan antara R dan D berbanding terbalik, yaitu semakin besar R semakin


kecil D dan semakin tumpul lengkung horizontal rencana. Sebaliknya semakin
kecil R semakin besar D dan semakin tajam lengkung horizontal yang
direncanakan. Berdasarkan pertimbanagan peningkatan jalan dikemusian hari,
sebaiknya dihindarkan merencanakan alinyemen horizontal jalan menggunakan
radius minimum yang menghasilkan derajat lengkung tajam tersebut. Disamping
sukar untuk menyesuaikan diri dengan peningkatan jalan, juga menimbulkan rasa
kurang nyaman pada operator yang bergerak dengan kecepatan lebih tinggi dari
kecepatan rencana.

II-20
Tabel 2.6 Rekomendasi AASHTO Untuk Koefisien Gesekan Samping

Kecepatan rencana (mph) 20 30 40 50 60 70 80

Kecepatan rencana (km/jam) 32 48 64 80 97 113 129

Koefisien 0,17 0,16 0,15 0,14 0,12 0,10 0,08

Sumber : Oglesby, 1990

2.3.1.4. Cross Slope

Untuk menghindari agar disaat hujan, air tidak tergenang pada jalan, maka
pembuatan kmiringan melintang (cross slope) dilakukan dengan cara membuat
bagian tengah jalan lebih tinggi dari bagian tepi jalan. Nilai yang umum dari
kemiringan melintang (cross slope) yang direkomendasikan adalah sebesar 40
mm/m jarak ketinggian bagian tepi jalan ke bagian tengah/pusat jalan
(sukirman,1994). Berikut merupakan perhitungan cross slope :

p = ½ x lebar jalan

q = p x 40 mm/m

2.3.1.5 Grade (Kemiringan) Jalan Produksi

Grade jalan produksi merupakan salah satu faktor penting yang harus diamati
secara detil dalam kajian teknis geometri jalan produksi. Hal ini karena grade
jalan produksi berhubungan langsung dengan kemampuan alat angkut, baik dalam
mengatasi tanjakan maupun melakukan pengereman.

Grade jalan biasanya dinyatakan dalam persentase (%). Grade satu persen adalah
kemiringan permukaan yang menanjak atau menurun satu meter atau satu feet
secara verikal dalam jarak horizontal 100 meter atau 100 feet. Grade dihitung
menggunakan rumus (Gambar 4.4) sebagai berikut :

Δh
Grade ( α ) = . 100 %
Δx

dimana :

∆h = beda tinggi antara dua titik yang diukur (m)

II-21
∆x = jarak antara dua titik yang diukur (m)

h

Gambar 2.6 Perhitungan Grade Jalan Angkut


Secara umum, grade jalan yang dapat atau masih diperbolehkan untuk dilalui
berkisar antara 10 – 18 %, tetapi tanjakan yang baik sekitar 9 % atau 5,2 o. Grade
jalan juga disesuaikan dengan kemampuan alat-alat yang berdasarkan spesifikasi
teknis mampu mengatasi tanjakan sebesar 35 % melewati jalan tersebut agar
diperoleh efisiensi kerja yang optimal.

2.4. Konstruksi Jalan Produksi


Jalan produksi yang baik merupakan kunci keberhasilan dalam kegiatan
pengangkutan pada tambang terbuka. Rancangan, konstruksi dan perawatan jalan
yang kurang baik merupakan penyebab timbulnya hal-hal yang berbahaya bagi
keselamatan kerja dan tingginya biaya pengangkutan. Secara umum badan jalan
terdiri dari empat lapisan yang berbeda, yaitu :
a. Subgrade (lapisan tanah dasar/pondasi),
b. Subbase (lapisan pondasi bawah),
c. Base (lapisan pondasi atas),
d. Surface (lapisan permukaan jalan).

Di lapangan, konstruksi jalan tambang hanya terdiri dari material subgrade atau
lapisan tanah dasar yang dipadatkan dengan menggunakan peralatan compactor.
Kekuatan jalan produksi terhadap dump truck yang melaluinya ditentukan oleh
daya dukung jalan dan beban kendaraan terhadap permukaan jalan. Kekuatan
jalan angkut dapat diupayakan agar mampu mengatasi beban kendaraan dengan

II-22
cara perkerasan. Perkerasan jalan angkut harus cukup kuat untuk memenuhi dua
syarat, yaitu :

a. Secara keseluruhan harus mampu untuk menahan berat kendaraan dan muatan
yang melaluinya.
b. Permukaan jalan harus dapat menahan gesekan roda kendaraan, pengaruh air
dan hujan.

Bila syarat pertama tidak terpenuhi, maka jalan tersebut akan mengalami
penurunan dan pergeseran baik pada permukaan maupun tanah dasarnya. Hal ini
akan menyebabkan jalan menjadi bergelombang atau berlubang. Sedangkan bila
syarat kedua tidak terpenuhi maka permukaan jalan akan mengalami kerusakan
akibat adanya lubang-lubang.
Untuk dapat mengetahui kemampuan atau kekuatan jalan produksi terhadap berat
beban kendaraan dan muatan yang melaluinya perlu diketahui daya dukung tanah
dan beban kendaraan yang akan diteruskan roda terhadap permukaan jalan
produksi.
Daya dukung tanah dasar dipengaruhi oleh jenis tanah, tingkat kepadatan tanah,
kadar air, kondisi drainase, dan lain-lain. Tanah dengan tingkat kepadatan tinggi
akan mengalami perubahan volume yang kecil jika terjadi perubahan kadar air dan
mempunyai daya dukung yang lebih besar jika dibandingkan dengan tanah sejenis
yang tingkat kepadatannya lebih rendah.

Untuk mengetahui besarnya tekanan alat angkut terhadap tanah atau ground
pressure (GP), dapat digunakan persamaan berikut :
Berat kendaraan ( kosong + bermuatan ) ( kg )
GP= . Wp
n x Luas permukaan ban yang menyentuh permukaan tanah ( cm2 )

dimana :
n = Jumlah roda belakang dump truck
Wp = Distribusi berat kendaraan, depan 40 % dan belakang 60 %

II-23
Tabel 2.7 Nilai Kekuatan Tanah Dasar
Kekuatan
Tanah Dasar
No Klasifikasi
Jenis Tanah yang
. Tanah Dasar
Diperbolehkan
(Kg/Cm2)
Tanah pasir, berbatu atau
1 Tanah baik sekali 9
berkerikil
2 Tanah baik Tanah pasir 2.75
3 Tanah sedang Tanah liat atau silt 1.75
Tanah liat mengandung
4 Tanah jelek 1.25
tanah organik
Tanah rawa
5 Tanah jelek sekali -
Tanah berlumpur
Sumber : Silvia Sukirman, 1992

BAB III . METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian

PT Wira Alam Dharmawangsa terletak pada kecamatan Bintan Timur,


Bintan Provinsi kepulauan Riau. Wilayah IUP terletak pada posisi 1°2’49’’ LU –
104° 49’47’’ BT. PT Wira Alam Dharmawangsa berlokasi di Kec. bintan, bintan,
Propinsi Kepulauan Riau (Gambar 3.1).

Waktu tempuh dari Jakarta ± 1 jam jalur udara menuju Palembang,


dilanjutkan jalur darat melewati jalan raya ± 200 kilometer dari Kota Palembang
menuju Tanjung Enim.

II-24
Gambar 3.1 peta kesampaian daerah (sumber: satker eksplorasi rinci
PT.Bukit Asam)

3.2. Rancangan Penelitian


Rancangan penelitian merupakan suatu cara yang akan digunakan dalam
pelaksanan penelitian. Suatu rencana dan struktur penelitian untuk menjawab
permasalahan yang dihadapi dengan mengetahui dan menganalisa berbagai
variabel yang berpengaruh terhadap penelitian. Oleh karena itu dalam penelitian
ini ada beberapa variabel rancangan penelitian yang dilakukan yaitu studi literatur
penelitian dilapangan, pengumpulan data, pengolahan data, dan analisis data.

3.2.1.Studi literatur

Mempelajari literatur literatur yang ada baik berupa text book, maupun refrensi
laporan penelitian yang berhubungan dengan produktivitas alat berat, seperti alat
gali muat, alat angkut dan geometri jalan angkut tambang. data yang digunakan
dalam pembuatan laporan adalah, seperti data data curah hujan, spesifikasi alat
berat, cycle time dan jam kerja alat.

II-25
3.2.2. Pengumpulan data

Untuk memperoleh data yang sesuai dengan masalah yang diteliti, maka
peneliti menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1.Data primer

Adalah data yang diambil dari pengamatan dilapangan dengan mencatat


secara sistematis data tersebut meliputi:

a. Data cycle time alat angkut


Data ini didapat dari hasil pengukuran dengan stopwatch dilapangan
secara langsung pada 1 fleet yang terdiri dari 1 PC 1250 dan 5 HD
465 dengan jarak front ke disposal 700 m. Data cycle time alat
angkut yang didapa berjumlah 30. dalam mengambil data cycle time
alat angkut tahapan variabel yang digunakan adalah set time load
(stl),loading time (lt),hauling time full (htf),set time dump (std),dan
hauling time empty (hte).kemudian memisahkan waktu delay time
pada tahapan variabel yang mana dan mengetahui dan mengetahui
cycle time tanpa delay cycle time.
b. Data geometri jalan
Data geometri jalan seperti data lebar jalan diambil dengan cara
manual menggunakan meteran fujiama 50 m.

2.Data Sekunder
Data sekuder yaitu data yang dikumpulkan berdasarkan refrensi dari
perusahaan dan buku buku handbook atau laporan perusahaan yang
mendukung :
a. Data curah hujan, daerah tangkapan hujan, dan peta sekuen
penambangan, data curah huja yang diambil adalah data curah hujan
bulan november 2020 yang diperoleh dari satuan kerja rencana sipil
dan hidrologi. Dan peta sekuen diperoleh dari kontraktror yaitu PT
Satria Bahana Sarana (PT SBS).
b. Data spesifikasi alat

II-26
Data spesifikasi ini berupa data lebar alat, tenaga penggerak, berat alat
kosong, kapasitas bahan bakar, jarak antar roda dan sebagainya, data
ini didapatkan dari handbook alat.

c. Data jam perawatan alat


Data jam perawatan alat diperoleh dari laporan bulanan PT.SBS
selaku kontraktor yang memiliki wewenang langsung dibidang
penambangan dan penyediaan alat berat untuk PT Wira Alam
Dharmawangsa. Data jam kerja alat ini terbagi tiga variabel yaitu
kerja aktual alat (working hours), waktu stand by alat, dan waktu
reparasi alat.

3.2.3. Pengolahan data

Data yang didapatkan setelah tahapan pengumpulan data, selanjutnya diolah agar
sesuai dengan kriteria data yang diperlukan. Pengolahan data yang dilakukan
meliputi:

1. Cycle time alat dan produktivitas aktual overburden


Data cycle time alat didapat sebanyak 30 sample selanjutnya diolah
mengguakan microsoft excel, sehingga didapat besarnya data cycle time
alat angkut rata-rata baik disetiap tahapan variabel, total cycle time
maupun cycle time tanpa delay. Kemudian akan di analisis dan
dibandingkan cycle time secara teoritis dengan cycle time aktual di
lapangan.

2. Geometri jalan angkut overburden


Data geometri jalan angkut overburden aktual yang didapatkan dengan
cara melakukan pengukuran secara manual dilapangan dan kemudian jalan
dibagi kedalam beberapa segmen, data tersebut kemudian akan diolah
dengan menggunakan rumus-rumus berdasarkan teori yang ada.

II-27
3.2.4. Analisis data

Setelah dilakukan pengolahan dari data primer dari hasil pengamatan dilapangan
dan data sekunder dari berbagai pihak, maka akan dianalisis terhadap data
pengolahan sebagai berikut:

a) Lebar jalan yang ideal, grade jalan, cross slope, superelevasi Jalan angkut
di PT Wira Alam Dharmawangsa.
b) Perbandingan produksi nyata dengan target produksi.
c) Pengaruh geometri jalan terhadap produktivitas HD 465.

3.3. Diagaram Alir Penelitian

ANALISA GEOMETRI JALAN TAMBANG PADA PENAMBANGAN


BAUKSIT DI PT ASA TATA MARDIVKA KEC. BINTAN TIMUR,
BINTAN

Studi Pustaka

Pengamatan Lapangan

II-28
Pengambilan Data

Data Primer: Data Sekunder:


1.Cycle time alat angkut 1.Rencana produksi OB
2.Geometri jalan november 2020
2.Spesifikasi alat berat
3.Curah hujan
4.Peta Catchmen area

Pengolahan data menggunakan rumus yang ada didalam teori

Geometri jalan produksi Produktivitas alat angkut (BCM/jam)

Pengaruh geometri jalan terhadap target produksi overburden yang direncanakan

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Gambar 3.3. Diagram Alir Penelitian

II-29

Anda mungkin juga menyukai