Anda di halaman 1dari 10

JURNAL HIMASAPTA, Vol. 1, No.

1, April 2016 : 1 - 10

PERBAIKAN JALAN ANGKUT TAMBANG : PENGARUH PERUBAHAN


STRUKTUR LAPIS JALAN TERHADAP PRODUKTIVITAS ALAT ANGKUT
Adip Mustofa2*, Jaka Guruh Wicaksono1, Nurhakim2, Afriko3, Sari Melati2
1 Mahasiswa Program Studi Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas Lambung Mangkurat
2 Program Studi Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas Lambung Mangkurat
3 PT Kalimantan Prima Persada, Job Site Rantau

e-mail: *adipmustofa@gmail.com

ABSTRAK
Jalan angkut memiliki peranan yang sangat penting dalam siklus operasi produksi penambangan. Kualitas jalan angkut akan
menjadi faktor penentu dalam pencapaian target produksi suatu perusahaan. Pencapaian target produksi antara lain dipengaruhi oleh
produktivitas alat. Penelitian ini bertujuan mengetahui bagaimana pengaruh perbaikan jalan angkut terhadap produktivitas alat angkut.
Perbaikan yang diterapkan berupa perubahan struktur lapis jalan berdasarkan daya dukung material jalan yang diperoleh
melalui uji lab serta beban maksimum yang diterima jalan. Penentuan rancangan ketebalan struktur lapis jalan mengacu pada nilai
California Bearing Ratio (CBR). Sedangkan beban maksimum dihitung dari alat angkut terbesar dalam keadaan bermuatan penuh yang
melewati jalan. Geometri jalan angkut yang meliputi panjang segmen, lebar jalan, dan kemiringannya merupakan perpaduan hasil
pengukuran langsung dan pengolahan data dari peta jalan angkut. Data waktu edar alat diambil langsung di lapangan sebelum dan
sesudah jalan diperbaiki untuk mengetahui dampaknya terhadap perubahan produktivitas.
Alat angkut terbesar yang melewati jalan berupa Komatsu HD465-7 dengan berat bermuatan 97,875 kg dan distribusi beban
maksimum terletak pada bagian belakang alat angkut sebesar 36,682.5 lbs. Tebal perkerasan di atas subgrade yang sesuai untuk
menahan beban ini adalah setebal 28 inch, dengan minimal lapisan base coarse 8 inch, dan lapisan surface coarse 9 inch. Hasil uji lab
material yang tersedia di lapangan yaitu batulempung dan batulempung pasiran memiliki nilai CBR maksimum masing-masing 43% dan
48%. Batulempung digunakan sebagai material surface coarse dengan tebal 7 inch. Batulempung pasiran digunakan sebagai material
base coarse dengan tebal 21 inch. Kecepatan rata-rata alat angkut yang sebelumnya 20.65 km/jam naik menjadi 22.19 km/jam setelah
jalan diperbaiki sehingga terjadi peningkatan produktivitas alat angkut yaitu sebesar 2.1 BCM/ jam untuk setiap alat angkut.

Kata-kata kunci: Jalan angkut tambang, perbaikan jalan, produktivitas alat angkut, struktur lapis jalan

PENDAHULUAN pencapaian target produksi suatu perusahaan. Pencapaian


Proses pembongkaran dan pengangkutan target produksi antara lain dipengaruhi oleh produktivitas
overburden mutlak dilakukan sebelum proses pengambilan alat. Oleh karena itu, dalam penelitian ini juga
bahan galian. Pada proses pembongkaran dan diidentifikasi bagaimana peningkatan produktivitas alat
pengangkutan overburden ini diperlukan jalan angkut dari angkut setelah jalan diperbaiki. Tujuannya yaitu
lokasi penambangan ke disposal. Jalan angkut yang mengetahui perubahan travel time alat angkut material
digunakan seharusnya dirancang sesuai dengan beban alat overburden pada jalan angkut sebelum dan sesudah
angkut bermuatan yang melewatinya. dilakukan perbaikan, mengetahui perubahan kecepatan
Penelitian ini berdasar pada pertimbangan jalan rata-rata alat angkut material overburden pada jalan
angkut di lokasi penelitian mengalami amblasan dan angkut sebelum dan sesudah dilakukan perbaikan, serta
belum adanya penelitian mengenai penggunaan material nengetahui jumlah peningkatan nilai produktivitas alat
perkerasan jalan berdasarkan keterdapatan material angkut setelah dilakukan perbaikan jalan angkut.
tersebut di lapangan. Agar suatu perlapisan jalan memiliki
daya dukung yang mampu menahan alat angkut yang akan
melewatinya, diperlukan suatu perancangan ketebalan METODOLOGI
perlapisan yang tepat untuk jalan tersebut berdasarkan Pemilihan Raw Material Lapis Jalan
kekuatan material yang tersedia. Sebelum dilakukan suatu penentuan material
Permasalahan yang diidentifikasi dalam yang akan digunakan untuk struktur lapis jalan nantinya,
penelitian ini yaitu untuk merancang suatu struktur lapis pertama-tama dilakukan pengamatan terhadap jenis
jalan berdasarkan nilai CBR material lapangan yang dapat material di lapangan yang nantinya akan digunakan
memberikan daya dukung yang sesuai dengan alat angkut sebagai material jalan angkut. Pengamatan dilakukan
yang melewati jalan tersebut. Berkaitan dengan rancangan langsung pada lokasi Pit Persada. Dari hasil pengamatan
perbaikan jalan, penelitian ini bertujuan menentukan nilai diketahui material yang paling banyak terdapat di pit
CBR material yang terdapat di lapangan dengan persada ini yaitu berupa material batulempung pasiran
melakukan pengujian laboratorium, menentukan yang tersebar hampir di seluruh areal penambangan.
perencanaan struktur lapis jalan angkut yang baik dan Tetapi selain material batulempung pasiran, pada lokasi pit
sesuai untuk alat angkut kapasitas terbesar yang melintas persada juga dapat ditemui keberadaan material
di atasnya, serta memberikan rekomendasi kepada batulempung. Material batulempung ini banyak ditemui
perusahaan mengenai tebal perlapisan material jalan pada sisi barat Pit Persada. Material-material tersebut
angkut, agar mampu memberikan daya dukung yang memiliki karakteristik sifat fisiknya masing-masing.
maksimal pada alat angkut yang melewatinya. Untuk material batulempung bersifat membentuk
Jalan angkut memiliki peranan yang sangat gumpalan keras saat kering dan lengket apabila basah
penting dalam siklus operasi produksi penambangan. terkena air dan sulit diolah. Ini disebabkan lempung
Kualitas jalan angkut akan menjadi faktor penentu dalam mengandung partikel yang berukuran sangat kecil

1
JURNAL HIMASAPTA, Vol. 1, No. 1, April 2016 : 1 - 10

sehingga lebih padat karena ikatan partikel di dalamnya kepadatan laboratorium yang berbeda, yaitu dengan 10
lebih erat. Karena memiliki sifat seperti itu, batulempung tumbukan, 25 tumbukan dan 56 tumbukan sesuai dengan
akan terasa berat dan susah diolah terutama di musim prosedur standart uji laboratorium. Hal ini bertujuan untuk
penghujan, namun material ini akan menjadi sangat keras memperoleh nilai CBR maksimum pada material.
dan pecah di musim kemarau. Bahkan karena sifatnya itu, Pengujian ini menggunakan metode standart laboratorium
air lebih sulit meresap sehingga mempunyai kemampuan yaitu AASHTO T-193-74 dan SNI Termodifikasi 03 –
untuk menahan air cukup baik. 1743 - 1989. Dari hasil pengujian diperoleh nilai CBR
Material Batulempung pasiran terbentuk dari maksimum masing-masing material yaitu untuk material
sementasi dari butiran-butiran pasir yang terbawa oleh batulempung memiliki nilai CBR 43% dan untuk material
aliran sungai, angin, dan ombak dan akhirnya terakumulasi batulempung pasiran memiliki nilai CBR 48%.
pada suatu tempat. Ukuran butiran dari batu pasir ini 1/16
hingga 2 milimeter. Komposisi batuannya bervariasi,
tersusun terutama dari kuarsa, feldspar atau pecahan dari
batuan, misalnya basalt, riolit, sabak, serta sedikit klorit
dan bijih besi. Sifat material batulempung pasiran
umumnya memiliki daya dukung yang cukup baik jika
digunakan sebagai material lapis jalan, tetapi jenis
material ini memiliki kekurangan yang sangat krusial,
yaitu berupa kesukaran jenis material ini untuk tetap stabil
pada kondisi yang diinginkan setelah material ini
dipadatkan.

Gambar-3. Hasil Uji CBR Material Batulempung

Gambar-1. Batulempung Warna Keputihan Gambar-4. Hasil Uji CBR Material Batulempung Pasiran

Proses Perbaikan Jalan


Material yang digunakan sebagai material
perbaikan jalan yaitu berupa material lempung pasiran
untuk material base coarse dan menggunakan material
lempung untuk material surface coarse yang berfungsi
sebagai material lapis penutup permukaan jalan angkut
material overburden tersebut. Proses perbaikan jalan
dilakukan sebagai berikut:

▪ Persiapan alat-alat yang akan digunakan untuk


perbaikan jalan angkut seperti grader atau dozer
sebagai alat pembongkar material jalan dan compactor
sebagai alat kompaksi material perbaikan jalan.
▪ Pembongkaran konstruksi jalan angkut yang
Gambar-2. Batulempung Pasiran mengalami kerusakan dengan terlebih dahulu
melakukan kegiatan ripping terhadap jalan angkut yang
Pengujian CBR Laboratorium berlubang.
Pengujian CBR Laboratorium adalah pengujian ▪ Material hasil ripping kemudian dipindahkan ke
untuk mengetahui perbandingan antara beban penetrasi samping jalan angkut dengan menggunakan dozer.
suatu beban terhadap beban standar dengan kedalaman dan ▪ Lubang hasil bongkaran tadi kemudian ditimbun
kecepatan penetrasi yang sama pada laboratorium. kembali dengan material baru yang telah disesuaikan
Pemeriksaan CBR laboratorium ini dimaksudkan untuk dengan desain ketebalan konstruksi jalan angkut.
menentukan CBR material batulempung dan batulempung ▪ Material hasil timbunan pada lubang tadi kemudian di
pasiran. kompaksi menggunakan alat compactor yang bertujuan
Pada pengujian ini dilakukan 3 (tiga) kali untuk memadatkan material timbunan tersebut
percobaan untuk masing – masing sampel uji dengan sehingga mencapai daya dukung optimumnya.
2
JURNAL HIMASAPTA, Vol. 1, No. 1, April 2016 : 1 - 10

▪ Proses kompaksi ini dilakukan oleh compactor dengan peningkatan fungsi jalan setelah dilakukan perbaikan
cara melakukan passing pada lokasi timbunan terhadap jalan tersebut, maka setelah dilakukan perbaikan
sebanyak minimal 8 kali passing bolak-balik untuk terhadap jalan tersebut, dilakukan lagi pengamatan
memperoleh kepadatan optimum material. mengenai waktu edar alat angkut setelah dilakukan
▪ Sambil menunggu proses kompaksi pada lokasi perbaikan pada jalan tersebut. Pengamatan pada fase
timbunan pertama selesai, alat dozer dan grader kedua ini juga dilakukan selama 1 minggu pengamatan
melakukan pembongkaran material lagi pada titik untuk pengambilan data mengenai waktu edar alat angkut
berikutnya. Begitu seterusnya sampai semua lubang setelah dilakukan perbaikan terhadap jalan angkut
pada jalan angkut selesai diperbaiki. tersebut.

Penentuan Beban Jalan dan Waktu Edar Alat Angkut HASIL DAN PEMBAHASAN
Kegiatan pengamatan terhadap alat angkut ini Struktur Lapis Jalan Angkut
dilakukan untuk mengetahui jenis alat angkut apa yang Jalan angkut pada daerah penelitian memiliki
melewati jalan angkut. Spesifikasi alat angkut yang struktur lapis jalan tersusun berdasarkan 3 lapisan utama,
melewati jalan angkut tersebut dapat diketahui dengan dari atas ke bawah yaitu lapisan surface coarse, lapisan
mengetahui jenis alat angkutnya. Spesifikasi alat angkut base coarse, dan lapisan subgrade.
nantinya dapat digunakan sebagai pedoman dalam Lapisan pondasi atas (surface coarse) merupakan
menentukan perencanaan konstruksi jalan angkut. bagian perkerasan untuk menahan gaya melintang dari
Dari hasil pengamatan di lapangan, diketahui beban roda dan menyebarkannya ke lapisan di bawahnya.
bahwa alat angkut terbesar yang digunakan untuk Fungsi lapisan pondasi atas yaitu sebagai lapis peresapan
memindahkan overburden dari front kerja menuju area untuk lapisan di bawahnya dan sebagai bantalan bagi lapis
disposal yaitu berupa alat angkut HD465-7. Alat inilah permukaan. Lapisan surface coarse berfungsi sebagai lapis
yang nantinya akan digunakan sebagai dasar penentuan perkerasan penahan beban roda yang mempunyai stabilitas
ketebalan lapisan struktur jalan angkut. Pada Gambar-5 tinggi untuk menahan roda selama masa pelayanan jalan.
tampak lekukan pada jalan yang terbentuk pada sisi luar Lapisan ini juga dikenal sebagai lapis aus yang artinya
jejak roda ban (undulating), Undulating merupakan lapisan yang langsung menderita gesekan akibat rem
indikasi bahwa beban maksimum yang diterima jalan lebih kendaraan, sehingga mengakibatkan keausan ban, dan
besar dari daya dukungnya. sebagai lapis yang menyebarkan beban ke lapisan bawah,
Rangkaian kerja yang diperlukan untuk sehingga dapat dipikul oleh lapisan lain yang mempunyai
menghitung waktu edar dump truck dalam mengangkut daya dukung lebih jelek.
suatu ritasi bermuatan yaitu mulai penempatan posisi Pada lapisan ini digunakan material batulempung
pengisian (spotting), pemuatan (loading), perjalanan yang memiliki nilai CBR sebesar 43% dengan tebal
bermuatan (load travel), penempatan posisi penumpahan, lapisan sebesar 9 inch. Lempung terdiri dari butir – butir
penumpahan (dumping), kembali kosong (empty travel), yang sangat kecil dan menunjukkan sifat plastisitas dan
mengantri (queueing, apabila ada), dan penempatan posisi kohesi. Kohesi menunjukkan sifat bahwa bagian-bagian
untuk kembali melakukan pengisian. Rangkaian kerja dari bahan melekat satu sama lain, sedangkan plastisitas
tersebut yang disebut satu waktu edar bagi sebuah alat adalah sifat yang memungkinkan bentuk bahan itu dapat
angkut (cmt). diubah – ubah tanpa perubahan isi atau tanpa kembali ke
bentuk aslinya dan tidak terjadi retakan-retakan atau
pecah-pecah. Ciri -ciri tanah lempung (clay), dapat dirinci
sebagai berikut :

▪ Butir – butir halus dan melekat


▪ Rapat air
▪ Kembang susut besar (kalau basah mengembang
sampai menjadi cair, kalau kering sampai keras)
▪ Daya dukungnya sangat dipengaruhi oleh kandungan
air di dalamnya, semakin banyak kandungan airnya
maka akan semakin turun daya dukungnya.

Lapisan kedua yaitu lapisan tanah dasar


(subgrade). Lapisan tanah dasar ini mendefinisikan tanah
asli atau timbunan yang menerima beban dari perkerasan
Gambar-5. Dump truck Komatsu HD465-7 dan Undulating yang di atasnya. Pada bagian ini, digunakan batulempung
Terbentuk pada Jalan Angkut pasiran sebagai materialnya. Batulempung pasiran yang
digunakan sebagai material jalan ini memiliki nilai CBR
Waktu edar alat angkut ini diamati pada 2 waktu. sebesar 48% dengan tebal lapisan sebesar 27 inch. Ciri-ciri
Waktu pertama untuk pengamatan mengenai waktu edar batulempung pasiran dapat dirinci sebagai berikut :
alat angkut ini adalah pada saat sebelum dilakukan
perbaikan jalan. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui ▪ Gesekan tinggi
keadaan waktu-waktu edar yang dibutuhkan oleh alat ▪ Tembus air (tidak kedap air)
angkut pada kondisi jalan awal. Pengamatan pada fase ▪ Butir – butir kasar dan lepas
pertama ini dilakukan selama 1 minggu sebelum dilakukan ▪ Daya dukung tidak terlalu dipengaruhi oleh kandungan
perbaikan jalan. Untuk mengetahui apakah diperoleh air
3
JURNAL HIMASAPTA, Vol. 1, No. 1, April 2016 : 1 - 10

angkut dibagi menjadi 10 (sepuluh) segmen, antara lain:


Terahir pada lapisan terbawah jalan angkut, yaitu segmen jalan R1 (A-B), segmen jalan R2 (B-C),
lapisan subgrade jalan angkut, disusun oleh tanah dasar segmen jalan R3 (C-D), segmen jalan R4 (D-E), segmen
pada lokasi penelitian yang memiliki nilai CBR material jalan R5 (E-F), segmen jalan R6 (F-G), segmen jalan R7
5%. Di bawah ini adalah gambar ilustrasi dari susunan (G-H), segmen jalan R8 (H-I), segmen jalan R9 (I-J),
lapis material jalan angkut di lokasi penelitian. segmen jalan R10 (J-K).
Masing-masing segmen jalan angkut tersebut
memiliki kondisi relief tertentu, yaitu: segmen jalan R1
(A-B), R2 (B-C), R3 (C-D) dengan kondisi relief
menanjak; segmen jalan R4 (D-E), R5 (E-F) dengan
kondisi relief mendatar; segmen jalan R6 (F-G), R7 (G-
H), R8 (H-I), R9 (I-J) dengan kondisi relief sedikit
menurun; dan pada segmen jalan R10 (J-K) dengan
kondisi relief sedikit menanjak.

Gambar-6. Susunan Material Lapis Jalan Sebelum


Perbaikan

Distribusi Beban Maksimum


Distribusi beban maksimum alat angkut Komatsu
HD465-7 bermuatan merupakan beban terbesar alat
angkut pada saat bermuatan yang didistribusikan pada
masing-masing sisi alat angkut Komatsu HD465-7.
Berdasarkan data sekunder spesifikasi alat angkut
HD465-7 yang diperoleh dari handbook Komatsu,
diketahui bahwa alat angkut HD465-7 yang digunakan
sebagai alat untuk memindahkan material overburden
memiliki spesifikasi distribusi beban sebagai berikut:

▪ Berat alat angkut bermuatan 97,875 kg (215,780 lbs)


▪ Distribusi beban di depan 31,320 kg (69,050 lbs)
▪ Distribusi beban di belakang 66,555 kg (146.730 lbs)

Untuk mengetahui distribusi beban alat angkut


Komatsu HD465-7 pada masing-masing roda untuk roda
depan dan roda belakang pada masing-masing sisi alat
angkut, dapat diketahui dengan menggunakan rumus Gambar-7. Peta Segmen Jalan Angkut
umum distribusi beban = beban alat pada poros depan
alatau belakang : jumlah ban.
Kerusakan pada jalan angkut dapat disebabkan
Jumlah ban pada poros depan dump truck
oleh banyak hal. Salah satu penyebab kerusakan lapis jalan
Komatsu HD465-7 ada 2 dan di poros belakang ada 4.
angkut tersebut antara lain besar kecilnya nilai CBR
Dari hasil perhitungan diketahui distribusi beban pada material penyusun lapis jalan angkut tersebut. Semakin
poros depan alat angkut sebesar 34,545 lbs dan distribusi tinggi nilai CBR material penyusun lapis jalan, maka akan
beban pada poros belakang 36,682.50 lbs. Jadi, distribusi
semakin kuat pula daya dukung jalan tersebut. Tanpa
beban maksimum alat berada pada sisi belakang.
adanya proses pemadatan yang baik, menyebabkan
keadaan pemadatan yang kurang sempurna dan nilai CBR
Kerusakan Jalan Angkut material pembentuk lapis struktur jalan akan tetap rendah.
Area tapak jalan angkut menempati daerah Keadaan ini berakibat jalan tersebut juga akan sangat
topografi perbukitan bergelombang rendah dengan
rentan mengalami kerusakan.
ketinggian elevasi berkisar antara 22 m dpal sampai 49 m
Jalan yang baik juga tentunya harus tahan
dpal. Jalan angkut yang diteliti memiliki panjang 1.150
terhadap perubahan cuaca. Kondisi cuaca pada suatu areal
meter dengan lebar jalan untuk jalan lurus sebesar 16-18
penambangan tidak dapat diprediksi secara tepat kapan
meter dan lebar jalan tikungan sebesar 25 meter (lihat
akan terjadi hujan, atau akan tetap panas secara terus
Gambar-7). menerus. Beberapa material penyusun lapis jalan tambang
Pembagian segmen jalan angkut dilakukan
terkadang masih rentan terhadap pengaruh cuaca, terutama
berdasarkan perbedaan kondisi relief jalan angkut, dan
daya tahannya terhadap resapan air hujan yang dapat
situasi jalan angkut baik itu berupa jalan lurus serta
mengakibatkan menurunnya daya dukung jalan pada saat
tikungan jalan pada jalan angkut di daerah penelitian.
dilewati alat angkut sehingga menyebabkan kerusakan
Adapun gambaran dengan memperhatikan kondisi relief
pada jalan angkut tersebut.
dan situasi jalan angkut pada daerah penelitian, maka jalan

4
JURNAL HIMASAPTA, Vol. 1, No. 1, April 2016 : 1 - 10

Pada daerah penelitian, kerusakan lapis jalan kerusakan sebesar 189,6200 m2. Lapisan konstruksi jalan
angkut banyak terjadi pada lapis struktur surface coarse yang rusak adalah lapis surface coarse.
jalan angkut. Pada musim penghujan, adanya resapan air d. Segmen R5 (E-F)
hujan secara berlebihan dapat menyebabkan turunnya nilai Pada segmen R5 (E-F) dengan panjang jalan 95 m,
CBR dari material pembentuk struktur lapis jalan angkut. kerusakan jalan angkut pada segmen ini berada pada
Dengan keadaan kadar air yang berlebihan, maka struktur bagian kanan badan jalan menuju ke disposal. Dimensi
lapis jalan ini akan sangat lemah dan membentuk lumpur kerusakan jalan pada segmen ini yaitu panjang 25,53 m,
pada badan jalan angkut. Keadaan ini akan sangat lebar 6,52 m dan kedalaman lubang 10 cm, dengan luas
berbahaya, karena selain memudahkan terbentuknya area kerusakan sebesar 156,5925 m2. Lapisan konstruksi
lendutan pada struktur lapis jalan angkut, keadaan ini juga jalan yang rusak adalah lapis surface coarse.
akan menyebabkan terjadinya slippery yang terntunya e. Segmen R6 (F-G)
akan sangat mempengaruhi terhadap laju perjalanan alat Pada segmen jalan R6 (F-G) dengan panjang 131 m,
angkut. kerusakan pada segmen ini berada pada tengah badan jalan
Faktor yang lebih berperan dalam menyebabkan menuju disposal. Dimensi kerusakan jalan pada segmen
kerusakan pada struktur lapis jalan angkut ini yaitu proses ini yaitu panjang 17,76 m, lebar 16,33 m dan kedalaman
abrasi yang terjadi secara terus menerus antara ban dengan lubang yang ada di segmen ini adalah 10 cm, dengan luas
lapisan atas struktur jalan angkut. Dengan adanya proses area kerusakan sebesar 214,7433 m2. Lapisan konstruksi
abrasi ini, maka tebal lapisan struktur jalan akan semakin jalan yang rusak adalah lapis surface coarse.
menipis, sehingga menyebabkan semakin mudah f. Segmen R7 (G-H)
terbentuknya suatu lendutan pada jalan struktur lapis jalan Pada segmen jalan R7 (G-H) dengan panjang 115 m,
angkut tersebut. Selain adanya proses abrasi yang terjadi kerusakan pada segmen ini berada pada sisi kiri badan
pada lapis struktur surface coarse, lendutan jalan yang jalan menuju disposal. Dimensi kerusakan jalan pada
terjadi pada lapis struktur jalan angkut lebih dominan segmen ini yaitu panjang 48,15 m, lebar 10,94 m, dan
disebabkan karena pada lapis struktur jalan tersebut kedalaman lubang 15 cm, dengan luas area kerusakan
banyak tercampur material batulempung pasiran yang sebesar 469,0758 m2. Lapisan konstruksi jalan yang rusak
seharusnya ditempatkan pada lapis struktur base coarse. adalah lapis surface coarse.
Sehingga jika pada lapis surface coarse jalan yang g. Segmen R8 (H-I)
terkontaminasi oleh batulempung pasiran dilewati oleh Pada segmen jalan R8 (H-I) dengan panjang 98 m
alat angkut, maka daerah tersebut akan sangat mudah kerusakan pada segmen ini berada pada sisi tengah badan
mengalami deformasi, sehingga menyebabkan jalan menuju disposal. Dimensi kerusakan jalan pada
terbentuknya lendutan pada jalan angkut. Pada lapis segmen ini yaitu panjang 25,41 m, lebar 11,53 m, dan
surface coarse seharusnya hanya di isi oleh material kedalaman lubang 4 cm, dengan luas area kerusakan
batulempung saja, meskipun nilai CBR dari material ini sebesar 249,9309 m2. Lapisan konstruksi jalan yang rusak
lebih rendah daripada nilai CBR material batulempung adalah lapis surface coarse.
pasiran, tetapi jenis material ini memiliki tingkat h. Segmen R9 (I-J)
kestabilan yang lebih baik jika dibandingkan dengan Pada segmen jalan R9 (I-J) dengan panjang 120 m,
material jenis batulempung pasiran kerusakan pada segmen ini berada pada sisi tengah badan
Kerusakan jalan diamati per segmen (lihat jalan menuju disposal. Dimensi kerusakan jalan pada
Gambar-8 sampai Gambar-15) dan diperoleh hasil dari 10 segmen ini yaitu panjang 18,80 m, lebar 5,90 m, dan
segmen jalan, hanya dua segmen yang tidak mengalami kedalaman lubang 8 cm, dengan luas area kerusakan
kerusakan, yaitu segmen R4 (D-E) dan segmen R10 (J-K). sebesar 91,9714 m2. Lapisan konstruksi jalan yang rusak
a. Segmen R1 (A-B) adalah lapis surface coarse.
Pada segmen jalan R1 (A-B) dengan panjang 180 m,
kerusakan pada segmen jalan ini berada pada sisi kiri
badan jalan menuju ke disposal. Dimensi kerusakan jalan
pada segmen ini yaitu panjang 15,7 m, lebar 4,8 m, dan
kedalaman lubang 2 cm dengan luas area total kerusakan
yaitu sebesar 62,992 m2. Lapisan konstruksi jalan yang
rusak adalah lapis surface coarse.
b. Segmen R2 (B-C)
Pada segmen jalan R2 (B-C) dengan panjang 135 m,
kerusakan pada segmen jalan ini berada pada sisi kanan
badan jalan menuju ke disposal. Dimensi kerusakan jalan
pada segmen ini yaitu panjang 12,6 m, lebar 2,5 m dan Gambar-8. Peta Kerusakan Jalan Segmen R1 (A-B)
kedalaman lubang 3 cm dengan luas area total kerusakan
yaitu sebesar 25,4888 m2. Lapisan konstruksi jalan yang
rusak adalah lapis surface coarse.
c. Segmen R3 (C-D)
Pada segmen jalan R3 (C-D) dengan panjang 101 m,
kerusakan pada segmen jalan ini berada pada sisi kiri
badan jalan menuju ke disposal. Dimensi kerusakan jalan
pada segmen ini yaitu panjang 31,85 m, lebar 5,86 m dan
memiliki kedalaman lubang 5 cm dengan luas area

5
JURNAL HIMASAPTA, Vol. 1, No. 1, April 2016 : 1 - 10

Gambar-9. Situasi Kerusakan Jalan Segmen R2 (B-C) Gambar-14. Situasi Kerusakan Jalan Segmen R8 (H-I)

Gambar-10. Situasi Kerusakan Jalan Segmen R3 (C-D)


Gambar-15. Situasi Kerusakan Jalan Segmen R9 (I-J)

Perancangan Struktur Lapis Jalan Menurut Nilai CBR


Dalam perencanaan lapisan struktur jalan hal
yang menjadi acuan mengetahui total ketebalan yang
diperlukan agar mampu menopang beban alat angkut
adalah keadaan dan daya dukung tanah dasar. Dalam
perencanaan ini diasumsikan nilai CBR tanah dasar yang
digunakan adalah 5 % dimana jenis tersebut termasuk
jenis tanah yang daya dukungnya rendah. Sejalan dengan
teori perencanaan jalan pada umumnya material subgrade
Gambar-11. Situasi Kerusakan Jalan Segmen R5 (E-F) harus memiliki nilai CBR sekurang – kurangnya 5 %.
Dengan kondisi demikian perlu dilakukan penambahan
lapisan penutup untuk menyediakan lapisan struktur jalan
yang stabil bagi penghamparan dan pemadatan lapisan
pondasi bawah dan lapisan struktur jalan lainnya.
Pemilihan material untuk perencanaan lapisan
struktur jalan dilakukan berdasarkan nilai CBR dari
pengujian laboratorium dari masing – masing material.
Dalam Perencanaan struktur lapisan jalan ini digunakan
material batulempung dan material batulempung pasiran
sebagai penyusun lapisan-lapisan struktur jalan. Pada
struktur lapis jalan ini, material batu lempung pasiran
digunakan sebagai material penyusun untuk struktur
Gambar-12. Situasi Kerusakan Jalan Segmen R6 (F-G)
lapisan pondasi (base coarse), sedangkan material
batulempung digunakan sebagai material penyusun
struktur lapis permukaan (surface coarse).
Untuk mengetahui ketebalan struktur lapisan
jalan digunakan distribusi beban maksimum alat angkut
terbesar yang melewati jalan angkut tersebut. Dari hasil
perhitungan distribusi beban maksimum alat angkut
Komatsu HD465-7, diketahui distribusi beban maksimum
terdapat pada roda belakang yang digunakan sebagai
beban terbesar yaitu sebesar 36,682.50 lbs. Dengan
menggunakan data distribusi beban maksimum roda dan
data nilai CBR, dapat diketahui ketebalan struktur lapisan
Gambar-13. Situasi Kerusakan Jalan Segmen R7 (G-H) jalan angkut dengan cara melakukan plotting data-data
tersebut ke dalam kurva CBR seperti pada Gambar-16.
Berdasarkan pembacaan kurva CBR di atas dapat
dilakukan pengolahan data sehingga diperoleh ketebalan
6
JURNAL HIMASAPTA, Vol. 1, No. 1, April 2016 : 1 - 10

masing – masing material pada lapisan perkerasan jalan. (%) (inch)


Langkah – langkah pengolahan data desain perkerasan Surface Coarse 43 Clay 7
jalan adalah sebagai berikut : Base Coarse 48 Sandy Clay 21
Subgrade 5 Tanah Asli
1. Penentuan ketebalan total struktur lapis jalan
Pada desain ini nilai CBR asumsi tanah dasar adalah 5 %. 4. Penentuan ketebalan masing-masing struktur lapis
Pada kurva CBR ditarik garis vertikal (garis hijau) sampai jalan
bersinggungan dengan kurva wheel load 40,000 lb. Dari Dari hasil plotting ketebalan pada masing-masing
persinggungan garis tersebut ditarik garis horizontal struktur lapis jalan, diketahui total ketebalan struktur lapis
sehingga diperoleh ketebalan yang diperlukan yaitu 28 pondasi dan permukaan yaitu 13 inch, sehingga masih
inch. Ketebalan ini berarti ketebalan total perkerasan yang tersisa 15 inch dari total ketebalan struktur lapis jalan
ada di atas lapisan subgrade sampai pada lapisan seharusnya seharusnya. Pada kondisi ini, sisa ketebalan
permukaan jalan. digunakan untuk menambah ketebalan pada struktur lapis
2. Penentuan ketebalan minimal lapisan pondasi pondasi (base coarse), sehingga struktur lapis jalan ini
Pada lapisan pondasi menggunakan menggunakan material memiliki ketebalan total 21 inch.
Sandy-Claystone dengan nilai CBR 48%. Pada kurva CBR
ditarik garis vertikal (garis merah) dari nilai CBR 48%
sampai bersinggungan dengan kurva wheel load 40,000
lbs. Dari persinggungan garis tersebut ditarik garis
horizontal sehingga memotong garis ketebalan dan
diperoleh ketebalan yang diperlukan yaitu 6 inch.

Gambar-17. Desain Perbaikan Struktur Lapis Jalan

Perbaikan Jalan Angkut


Rusaknya jalan angkut, perlu dilakukan upaya
penanggulangan kerusakan agar jalan menjadi baik dan
alat angkut dapat berfungsi maksimal pada saat
mengangkut material overburden dari front kerja menuju
disposal. Ada dua upaya yang dapat dilakukan, yaitu :

1. Perawatan jalan angkut


Pada saat musim kemarau, kondisi jalan akan sangat
berdebu karena material pembentuknya berupa
batulempung. Dengan keadaan seperti ini, perawatan yang
dapat dilakukan pada badan jalan yaitu dengan melakukan
penyiraman terhadap badan jalan tersebut. Adanya
penyiraman pada badan jalan tersebut menyebabkan badan
jalan menjadi lembab sehingga debu pada jalan angkut
tidak berterbangan secara berlebihan. Penyiraman pada
badan jalan dilakukan berdasarkan permintaan orang
Gambar-16. Kurva CBR lapangan, jika dianggap keadaan jalan sudah sangat
berdebu. Pada musim penghujan, keadaan badan jalan
3. Penentuan ketebalan minimal lapisan permukaan akan sangat licin sekali, sehingga akan sangat berbahaya
(surface) jika terjadi slippery. Dengan keadaan seperti ini,
Pada lapisan surface material digunakan material
perawatan yang dapat dilakukan terhadap jalan angkut
Claystone dengan nilai CBR 43 %. Pada kurva CBR
yaitu dengan melakukan scrapping pada jalan angkut.
ditarik garis vertikal (garis biru) dari nilai CBR 43 %
Proses scrapping (Gambar-17) dilakukan dengan
sampai bersinggungan dengan kurva wheel load 40,000 menggunakan motor grader dengan cara melakukan
lbs. Dari persinggungan garis tersebut ditarik garis pengikisan tipis pada permukaan badan jalan sepanjang
horizontal sehingga memotong garis ketebalan dan jalan dari front kerja sampai ke daerah disposal. Perawatan
diperoleh ketebalan yang diperlukan yaitu 7 inch.
dengan cara ini telah dilakukan semenjak dilakukan
penambangan di lokasi ini.
Tabel-1. Desain Struktur Jalan
Lapisan CBR Material Ketebalan 2. Perbaikan jalan angkut
7
JURNAL HIMASAPTA, Vol. 1, No. 1, April 2016 : 1 - 10

Perbaikan jalan angkut berfungsi untuk memperbaiki daya


dukung tanah pada permukaan jalan, sehingga tidak Dalam tahap perbaikan lapis jalan angkut, perlu
mudah terdeformasi saat menerima pembebanan yang dilakukan penentuan jenis material yang akan digunakan
dilakukan oleh alat angkut yang melewatinya. Dengan untuk perbaikan lapis jalan angkut. Dalam penentuan jenis
adanya kegiatan perbaikan pada lapis jalan angkut ini, material pembentuk lapis jalan ini, ada beberapa faktor
diharapkan nantinya dapat meminimalisir terjadinya yang dapat menjadi acuan dan bahan pertimbangan.
lendutan pada lapis badan jalan angkut tersebut. Proses Pertimbangan tersebut dapat berupa hitungan secara
perbaikan jalan angkut ini dilakukan dengan beberapa matematis yang lebih mengarah ke sisi mekanis seperti
tahap. Pada tahap pertama dilakukan persiapan alat-alat perhitungan distribusi beban yang akan diterima jalan dari
yang akan digunakan untuk perbaikan jalan angkut seperti alat angkut yang melewatinya dan juga seberapa kuat
grader atau dozer sebagai alat pembongkar material jalan material yang digunakan sehingga nantinya dapat
dan compactor sebagai alat kompaksi material perbaikan berfungsi dengan baik.
jalan. Kemudian diteruskan pada tahap kedua berupa
kegiatan pembongkaran konstruksi jalan angkut yang
mengalami kerusakan dengan terlebih dahulu melakukan
kegiatan ripping terhadap jalan angkut yang berlubang.
Setelah itu Material hasil ripping kemudian dipindahkan
ke samping jalan angkut dengan menggunakan dozer.
Padah tahap ke empat, lubang hasil bongkaran tadi
kemudian ditimbun kembali dengan material baru yang
telah disesuaikan dengan desain ketebalan konstruksi jalan
angkut. Setelah itu material hasil timbunan pada lubang
tadi kemudian di kompaksi menggunakan alat compactor
sebanyak minimal 8 kali passing bolak-balik yang
bertujuan untuk memadatkan material timbunan tersebut
sehingga mencapai daya dukung optimumnya. Sambil
menunggu proses kompaksi pada lokasi timbunan pertama
selesai, alat dozer dan grader melakukan pembongkaran Gambar-19. Perataan Material Perkerasan
material lagi pada titik berikutnya. Begitu seterusnya
sampai semua lubang pada jalan angkut selesai diperbaiki. Ditinjau dari aspek non-mekanis perlu
pertimbangan mengenai keterdapatan material yang akan
digunakan nantinya pada di sekitar lokasi penambangan.
Material yang akan digunakan pada lapis base coarse
yaitu material batulempung pasiran. Material ini mudah
didapatkan di lokasi penambangan, namun karena sifatnya
yang sangat tidak stabil pada saat dikompaksi, sehingga
jika keseluruhan material pembentuk jalan hanya
menggunakan material ini, maka jalan akan sering sekali
mengalami lendutan. Dari keadaan inilah, dipilih material
berikutnya, yaitu batulempung sebagai material
pembentuk lapis surface coarse. Material ini dipilih
karena keterdapatannya di areal penambangan juga sangat
mudah ditemui.

Gambar-17. Kegiatan Scrapping Jalan Angkut

Gambar-19. Material Perkerasan

Selain itu, pemilihan material lempung ini juga


dikarenakan sifatnya yang lebih stabil setelah mengalami
Gambar-18. Dumping Material Perkerasan proses kompaksi, kondisi fisiknya juga relatif stabil pada
8
JURNAL HIMASAPTA, Vol. 1, No. 1, April 2016 : 1 - 10

kondisi kering. Untuk mengantisipasi kerusakan jalan sehingga akan berpengaruh terhadap besaran nilai
yang sangat parah pada musim penghujan, maka dipilihlah produktivitas alat angkut yang digunakan.
material batulempung berwarna keputihan dibandingkan Pada kondisi ini, terjadi peningkatan
dengan batulempung berwarna kehitaman. Alasan produktivitas alat angkut antara sebelum dilakukan
pemilihan ini dikarenakan kandungan mineral yang perbaikan jalan dengan kondisi setelah dilakukannya
terdapat didalamnya. Untuk material batulempung perbaikan jalan angkut. Pada kondisi jalan sebelum
berwarna keputihan, mengandung lebih banyak unsur dilakukan perbaikan jalan angkut, dengan kecepatan rata-
mineral non-organik, sehingga jika dikenai oleh air, rata alat angkut sebesar 20.73 Km/jam, travel time total
terutama air hujan maka material jenis ini tidak akan sebesar 7.08 menit, diperoleh produktivitas alat angkut
terlalu rusak jika dibandingkan dengan material lempung sebesar 118,24 BCM/ jam. Setelah dilakukan perkerasan
kehitaman yang mengandung lebih banyak unsur organik pada jalan, diperoleh peningkatan kecepatan rata-rata alat
di dalamnya. angkut menjadi 22.19 Km/ jam dan otomatis menurunkan
Produktivitas Alat Angkut dan Perubahan Kecepatan travel time total alat angkut menjadi 6,22 menit. Dengan
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di keadaan ini diperoleh peningkatan produktivitas alat
lapangan, peningkatan kecepatan alat angkut terjadi baik angkut menjadi sebesar 120,34 BCM/ jam. Dari hasil
pada saat bermuatan maupun pada saat kosongan. perbandingan produksi alat angkut sebelum dan sesudah
Peningkatan kecepatan alat angkut ini dipengaruhi karena perbaikan jalan angkut, diperoleh peningkatan produksi
berkurangnya travel time alat angkut saat melewati jalan sebesar 2,1 BCM/ jam.
angkut. Dengan adanya kegiatan perbaikan jalan angkut,
terjadi perubahan travel time alat angkut dimana travel
time alat angkut bermuatan yaitu sebesar 3.48 menit
berkurang menjadi 3.17 menit setelah perbaikan jalan.
Sedangkan travel time alat angkut pada saat kembali
kosong berkurang dari 3.21 menit menjadi 3.05 menit
setelah dilakukan perbaikan jalan.
Setelah dilakukan kegiatan perbaikan pada jalan
angkut, diperoleh kenaikan tingkat kecepatan rata-rata alat
angkut saat melewati jalan. Pada saat bermuatan sebelum
perbaikan jalan, kecepatan alat angkut yaitu 19.82
Km/jam, sedangkan setelah dilakukan perbaikan jalan
kecepatan rata-rata alat angkut menngkat menjadi 21.76
Km/jam. Kemudian pada saat kembali kosong, sebelum
perbaikan jalan dilakukan alat angkut memiliki kecepatan
rata-rata sebesar 21.63 Km/jam, dan setelah dilakukan
perbaikan jalan angkut kecepatannya dapat meningkat Gambar-20. Jalan Setelah Perbaikan
menjadi 22.62 Km/jam. Hal ini berarti terjadi peningkatan
kecepatan rata-rata alat angkut baik dalam keadaan Tabel-2. Travel Time Aktual Alat Angkut Material
bermuatan yaitu sebesar 1,94 Km/jam dan dalam keadaan Overburden Sebelum Perbaikan Jalan
kembali kosong yaitu sebesar 0.99 Km/jam.
Perubahan ini dikarenakan berkurangnya keadaan
jalan berlubang atau undulasi, sehingga dapat mengurangi
waktu bagi alat angkut untuk menurunkan kecepatannya.
Pada saat jalan dalam keadaan berlubang, alat angkut akan
cenderung menurunkan kecepatannya untuk menghidari
terjadinya tumpahan pada material yang dibawanya.
Dengan keadaan jalan yang rata, maka akan mengurangi
waktu bagi alat angkut untuk menurukan kecepatannya
sehingga secara otomatis akan menaikkan kecepatan rata-
rata alat angkut tersebut, baik pada saat pergi bermuatan Tabel-3. Travel Time Aktual Alat Angkut Material
untuk menuju disposal maupun pada saat kembali dalam Overburden Setelah Perbaikan Jalan
keadaan kosong menuju loading point.
Besar kecilnya produktivitas ditentukan oleh
banyak faktor yang antara lain kinerja alat angkut dan alat
muat, kemampuan operator, juga kondisi jalan angkut
yang dilewatinya. Pembahasan mengenai produktivitas
alat ini dilakukan dengan memandang dari segi waktu edar
alat angkut pada jalan angkut yang telah diperbaiki.
Dengan kondisi jalan yang semakin baik, diharapkan dapat
memberikan pengaruh terhadap total waktu waktu edar
alat angkut, karena dengan meningkatnya kualitas jalan
KESIMPULAN
angkut, maka kecepatan alat angkut akan semakin
meningkat. Kecepatan alat angkut yang semakin tinggi Jalan angkut di lokasi penelitian mengalami
akan mempersingkat waktu edar alat angkut tersebut amblasan karena daya dukung struktur lapis jalan belum
sesuai dengan beban maksimum yang melewatinya.
9
JURNAL HIMASAPTA, Vol. 1, No. 1, April 2016 : 1 - 10

Perbaikan jalan dilakukan dengan mengubah ketebalan 154. [4] H. Saodang. 2005. Konstruksi Jalan
struktur lapis jalan yang terdiri dari base coarse 21 inch Raya Buku 2. Penerbit Nova, Bandung.
menggunakan batulempung pasiran dan surface coarse 7
inch menggunakan batulempung. Perbaikan jalan ini [5] Slamet, M. 1995. Petunjuk Praktikum Mekanika
secara tidak langsung telah meningkatkan produktivitas Tanah II. ITB, Bandung. hal : 10-15.
alat angkut sebanyak 2.1 BCM/jam.
[6] Prodjosumarto, P. 1989. Pemindahan Tanah
UCAPAN TERIMA KASIH Mekanis. Jurusan Teknik Pertambangan, ITB,
Terima kasih disampaikan kepada Bapak Arditya Bandung.
Koesnidar atas kesempatan yang telah diberikan untuk
melakukan penelitian ini. Terima kasih kepada seluruh staf [7] Sukirman, S. 2010. Perencanaan Tebal Struktur
Engineering Department PT Kalimantan Prima Persada Perkerasan Lentur, Nova, Bandung. hal 14-30.
Job Site Rantau, yang telah membantu dalam pengambilan
data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini. [8] Kaufman W.W., and Ault J.C. 1977. Design of
Surface Mine Haulage Roads – A Manual. United
DAFTAR PUSTAKA States. 50 p.
[1] Asiyanto. 2010. Metode Konstruksi Proyek Jalan. UI
Pressm Jakarta. hal : 5-55.

[2] Suwandhi, A. 2004. Diklat Perencanaan Tambang


Terbuka. UNISBA, Bandung.

[3] Soedarmo, G. D., dan Purnomo, S. J. E. 1993.


Mekanika Tanah 1. Kanisius, Yogyakarta. hal : 153-

10

Anda mungkin juga menyukai