Anda di halaman 1dari 52

STUDI KELAYAKAN

PERTAMBANGAN BAUKSIT

BAB IV
RENCANA PENAMBANGAN

4.1.Desain Tambang
Faktor-faktor penting yang perlu diperhatikan dalam pembuatan desain tambang adalah
pemilihan metode penambangan yang sesuai dengan kondisi teknis dan ekonomis
sumberdaya bauksit yang akan ditambang, serta menentukan jumlah bauksit yang dapat
ditambang (mineable) dari potensi sumberdaya yang ada tersebut. Secara teknis
pemilihan metode penambangan berdasarkan pertimbangan ketebalan lapisan dan
penyebaran buksit serta kondisi lapisan tanah penutup (overburden). Sedangkan secara
ekonomis pemilihan metode penambangan didasarkan kepada besarnya nisbah
pengupasan (stripping ratio), yaitu perbandingan besarnya volume pengupasan tanah
penutupan untuk mendapatkan setiap ton bauksit.

4.1.1.Pemilihan Metode Penambangan


Metode tambang terbuka dipilih berdasarkan pertimbangan faktor-faktor teknis yang
mencakup model geologi, kondisi lapangan bauksit (ketebalan lapisan), kondisi lapisan
penutup (overburden) serta pertimbangan jumlah sumberdaya bauksit. Pemilihan metoda
penambangan terbuka dapat lebih menguntungkan dalam hal:
Biaya investasi awal akan lebih kecil,
Perolehan sumberdaya (recovery resources) bauksit dapat lebih besar,
Tingkat produksi bauksit perhari (ton/man day) lebih besar,
Tingkat kecelakaan tambang lebih kecil.
Diantara teknik-teknik penambangan yang ada, maka yang dinilai sesuai untuk diterapkan
pada desain penambangan bauksit PT. Bintangar Maju Abadi adalah metode tambang
terbuka (open cut mining). Pada teknik penambangan secara open cut mining penggalian
dilakukan mulai dari singkapan (cropline) menuju ke bawah searah dengan ketebalan
lapisan bauksit (downdip).

IV-1
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT

Penggalian ini dilakukan dengan membentuk jenjang-jenjang atau lereng (multibench)


yang memiliki geometri tertentu berdasarkan hasil kajian geoteknik dan rencana
pengoperasian alat-alat penambangan. Dengan teknik penambangan ini diharapkan semua
lapisan bauksit yang penyebarannya jelas akan dapat ditambang dengan baik. Sedangka
berdasarkan cara pembuangan lapisan tanah penutupnya maka akan dilakukan cara back
filling.
Dalam kaitannya dengan reklamasi lahan bekas tambang, maka sistim back filling ini
diterapkan dengan urutan sebagai berikut : tanah penutup atau overburden yang terdapat
diatas lapisan bauksit pada jalur penambangan pertama diambil dan dikumpulkan
sedemikian rupa sehingga tidak hanyut, baik oleh aliran air hujan (run off) maupun aliran
sungai. Overburden ini akan digunakan untuk menutup kembali lubang bekas tambang
pada jalur penambangan terakhir dalam satu blok penambngan. Lubang tambang sebagai
akibat diambilnya lapisan bauksit, ditimbun dengan menggunakan overburden yang
diambil dari jalur penambangan kedua. Penimbunan sekaligus diatur panjang dan
kemiringan lereng sesuai dengan teknik konservasi yang diterapkan.

4.1.1.Parameter Dalam Desain Tambang


Desain penambangan bauksit PT. Bintangar Maju Abadi mengacu antara lain kepada:
Potensi sumberdaya bauksit
Parameter geoteknik

4.1.2.1. Potensi Sumberdaya Bauksit


Hal yang penting dalam penyusunan desain tambang adalah mengetahui jumlah
sumberdaya yang tersedia, karena kuantitas sumberdaya menyangkut penentuan kapasitas
produksi tambang dan umur tambang. Menurut hasil kegiatan eksplorasi menunjukkan
bahwa sumberdaya bauksit PT. Bintangar Maju Abadi sampai kedalaman penggalian 3,5
meter adalah sebesar 17.237.134 Ton. Keberadaan dan penyebaran kualitas bauksit sangat
berperan dalam penetapan urutan kemajuan penambangan dan rancangan penggalian
permuka penambangan dan rancangan penggalian permuka penambangan (front).

IV-2
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT

Berdasarkan kondisi kualitas bauksit, maka dalam penyusunan desain tambang perlu
dipikirkan rencana pendirian pabrik alumina chemical grade atau alumina smelter grade
karena memiliki implikasi yang luas, seperti : pembuatan instalasi air untuk mensuplai
kebutuhan proses pencucian, juga unit water treatment untuk mengolah buangan limbah
pencucian. Hal-hal tersebut akan terkait dengan pengaturan tata letak tambang (mine
layout).
Perbandingan antara karakteristik bauksit yang dijual oleh perusahaan dengan
karakteristik sumber daya bauksit yang dimiliki perusahaan, akan sangat menentukan
jenis kegiatan preparasi yang dilakukan. Beberapa alternatif proses preparasi diantaranya:
 Proses reduksi ukuran saja.
 Proses reduksi ukuran dan pencucian.
Pemilihan setiap alternatif akan mempengaruhi terhadap pengaturan urutan dan kegiatan
front penambangan. Harga jual bauksit sangat berpengaruh pada penentuan stripping
ratio (SR) karena harga jual yang sangat besar akan lebih membuka peluang untuk
melakukan operasi penambangan dengan SR yang besar pula, sehingga akan
memperbesar perolehan cadangan bauksit. Perubahan besaran SR mempunyai implikasi
yang luas terhadap desain tambang, demikian pula sebaliknya, karena secara teknis dapat
berakibat pada perubahan batas penambangan (pit limit) dan perubahan level
penambangan (pit level). Sehingga berakibat pada perubahan jumlah cadangan bauksit
dan umur tambang.

4.1.2.2.Parameter Geoteknik
Pengujian sifat fisik/mekanik overburden, interburden dan bauksit, yang telah dilakukan
di Laboratorium Geomekanika terdiri dari density, kuat tekan uniaksial (UCS) dan kuat
geser (puncak dan residu). Kekuatan batuan utuh dan residdu yang digunakan dalam
analisis geoteknik seperti tercantum dalam tabel di bawah ini.

IV-3
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT

Tabel 4-1
Parameter Kekuatan Batuan Lereng Di Area Tambang
Density ucs Peak Residual
Batuan
KN/nr Mpa CD (kPa) <M°) Cr (kPa) <M°)
Bauksit 13,20 1,464 111,3 35,7 14,5 16,6
Claystone 18,02 1,557 111,5 33,9 8,1 17,9
Siltstone 18,96 1,609 147,9 38,1 26,7 15,7
Sandstone 20,04 1,644 111,3 36,3 23,4 21,1

Silty Sandstone 19,88 0,923 81,2 28,4 26,9 11,2

a.Stabilitas Lereng Tambang


Analisis stabilitas untuk menentukan geometri lereng highwall dan sidewall yang aman
dan mantap, dilakukan dengan menggunakan metode kesetimbangan batas tipe longsoran
blok batuan. Parameter kekuatan batuan yang digunakan untuk analisis ditentukan dengan
cara pembobotan, sesuai dengan ketebalan lapisan batuan sepanjang bidang gelincir yang
potensial. Parameter yang digunakan dalam analisis, seperti tercantum dalam Tabel 4-1.

Faktor keamanan (FK) yang diaplikasikan dalam desain highwall dan sidewall adalah FK
= 1,4. Kurva hubungan antara tinggi lereng dengan sudut kemiringan lerangan untuk
highwall dan sidewall ditunjukkan pada Gambar 4.1. Berdasarkan kurva tersebut dapat
diketahui bahwa untuk tinggi lereng keseluruhan 80 meter, maka overall slope yang
direkomendasikan adalah 40°. Namun demikian, kedalaman lereng tambang bauksit
maksimal hanya sampai 7-8 meter saja.

IV-4
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT

Gambar 4.1
Rekomendasi Lereng Tambang

IV-5
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT

b.Stabilitas Lowwall
Penyebutan istilah lowwall pada umumnya banyak digunakan pada lereng tambang-
tambang batubara. Namun demikian, hal itu dapat saja digunakan dalam pengaturan
kelerengan pada tambang bahan galian lain dalam rangka memprediksi kestabilan lereng.
Potensi kelongsoran yang mungkin teijadi adalah berbentuk sliding block, toe crushing
atau kombinasi keduanya. Analisis kemantapan lereng lowwall mengganggap bahwa
lapisan batuan lowwal adalah material fractionless (tidak mempunyai kohesi, c = 0).
Pendekatan empiris adalah dengan cara menghitung komponen berat massa batuan lemah
ke arah kemiringan lereng dan dibandingkan dengan kuat tekan uniaksial (UCS) batuan.
Mengacu kepada mekanisme hancuran lereng lowwal yang potensial tergantung pada
kuat tekan uniaksial (UCS) dan sudut kemiringan lowwal, maka disarankan untuk
menambah jumlah pengujian UCS pada waktu tambang telah beroperasi. Kurva
hubungan antara kedalam pit dengan sudut kemiringan lowwall ditunjukkan pada Gambar
4.2.

c.

Stabilitas Tanah Timbunan (Waste Dump)


Hasil penggalian lapisan penutup yang diangkut keluar tambang (pit), harus disimpan
pada lokasi waste dump yang permanen. Lokasi timbunan ini sedapat mungkin jangan
sampai masuk di daerah tambang, artinya tidak berada di atas cadangan bauksit. Perlu
diperhatikan pula agar lokasi timbunan tidak terlalu dekat dengan pit, karena akan
menyebabkan potensi kelongsoran lereng tambang menjadi bertambah besar.

IV-6
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT

Strategi penambangan secara keseluruhan adalah meminimalkan jumlah overburden yang


harus diangkut ke dumping area, dan memaksimalkan overburden sebagai material
pengisi (back filling). Lokasi dumping area berada di sebelah timur Blok II. Kurva
hubungan antara tinggi lereng timbunan dengan sudut kemiringan lereng timbunan
ditunjukkan pada Gambar 4.3. Berdasarkan kurva tersebut dapat diketahui bahwa untuk
tinggi lereng timbunan 12 meter, maka kemiringan lereng timbunan yang aman adalah 30
derajat.

Gambar 4.3.
Hubungan Antara Kemiringan dan Tinggi Lereng Tambang

4.1.3. Hasil Desain Tambang


Desain tambang bauksit PT. Bintangar Maju Abadi direncanakan terdiri dari 3
(tiga) lokasi bukaan tambang. Gambar 4.4 menunjukkan Peta tata letak tambang
(minelayout).

IV-7
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT

IV-8
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT

Gambar 4.4.
Mine Layout Penambangan Bauksit PT. Bintangar Maju Abadi

IV-9
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT

4.2.Perhitungan Cadangan Tertambang


Batasan-Batasan Perhitungan Cadangan Tertambang
Batasan-batasan yang digunakan untuk menghitung cadangan tertambang adalah
meliputi parameter sebagai berikut:
a.Kondisi geologi
b.Nisbah pengupasan {stripping ratio)
c.Geometri lereng penambangan

a. Kondisi Geologi
Mempertimbangkan penyebaran cadangan bauksit terhadap kendala-kendala alam yang
ada, seperti struktur geologi, maka ada sedikit cadangan yang secara teknis tidak
memungkinkan untuk ditambang.

b. Nisbah Pengupasan (Stripping Ratio)


Nisbah pengupasan {Stripping Ratio) yang diterapkan dalam perencanaan penambangan
bauksit dihitung dengan pendekatan Break Even Stripping Ratio (BESR).
Adapun tahapan perhitunghan BESR dapat dilakukan sebagai berikut:

IV-10
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT

Menghitung total biaya penambangan per ton bauksit (selain biaya pengupasan lapisan
penutup), dengan komponen biaya seperti tercantum dalam Tabel 4-3.
Menghitung balance yaitu selisih antara harga jual per ton bauksit dengan total biaya
penambangan per ton bauksit.
Menghitung BESR yaitu perbandingan antara balance dengan biaya pengupasan per
BCM lapisan penutup.

Mengacu pada perhitungan BESR ( = 1 : 2,67 ) seperti pada Tabel 4-2, berarti apabila
penambangan menggunakan SR = 1 : 1,3 maka besarnya keuntungan adalah sama dengan
nol {break even). Oleh sebab itu dalam studi kelayakan penambangan bauksit PT.
Bintangar Maju Abadi ini digunakan nisbah pengupasan SR = 1 :1,3.

Tabel 4-2
Perhitungan Break Even Stripping Ratio
Penambangan Bauksit PT. Bintangar Maju Abadi

No. Komponen Biaya Besar Biaya


1. Biaya penggalian dan pemuatan bauksit 1,00 $/ton
Biaya pengangkutan bauksit 1,50 $/ton
Biaya operasi alat pendukung 1,00 $/ton
Biaya pengolahan bauksit 1,00 $/ton
Biaya reklamasi + K3 + com dev. 1,58 $/ton
Biaya royalty, pajak, retribusi dll 2,88 $/ton
Biaya Overhead 1,30 $/ton
2. Total biaya penambangan 10,26 $/ton
3. Harga jual bauksit 14,00 $/ton
4. Balance 3,74 $/ton
5. Biaya pengupasan lapisan penutup 1,40 $/BCM
6. Break Even Stripping Ratio (BESR) 1 :2,67 BCM/ton

c.Geometri Lereng Penambangan


Geometri lereng penambangan bauksit yang digunakan sebagai batasan perhitungan
cadangan tertambang, berasal dari hasil penelitian terdahulu (penyelidikan geoteknik

IV-11
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT

yang dilakukan oleh PT. Bintangar Maju Abadi). Adapun besarnya geometri lereng yang
digunakan sebagai batasan perhitungan cadangan tertambang adalah sebagai berikut:
 Tinggi lereng tunggal (bench height) =10 meter
 Kemiringan lereng tunggal (bench slope) = 60°
Lebar jenjang (berm) =4 meter
Safety berm = 8 meter
Lereng lantai bauksit mengikuti kedudukan lapisan bauksit.

4.2.1.Kriteria Cadangan Bauksit Tertambang


Berdasarkan parameter geometri lereng, kondisi geologi dan nisbah pengupasan, maka
cadangan bauksit di wilayah konsesi penambangan PT. Bintangar Maju Abadi, dapat

IV-12
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT

dibagi menjadi 2 area penambangan (Blok I dan Blok II). Kriteria cadangan bauksit dapat
ditambang dari seluruh pit yang ada, ditetapkan dengan nilai batas sebagai berikut:
Kualitas bauksit
Endapan bauksit pada areal IUP PT. Bintangar Maju Abadi adalah endapan laterit
yang berbentuk konkresi yang terdapat pada puncak/dan atau lereng bukit-bukit
dengan ketebalan endapan berkisar antara 1-3,5 meter. Endapan ini ditutupi tanah
pucuk {topsoil) setebal 0,20 - 0,30 meter, overburden antara 1 - 3 meter ( rata-rata
1,5 meter ) dan pada umumnya tanah permukaan ditumbuhi semak-semak, karet dan
tanaman rakyat lainnya.
Endapan bauksit terdiri dari mineral-mineral Gibsite (Ab O3 3H2O ), Geotite
( Fe203 H2O), Ilmenit ( Fe Ti02) dan campuran pengotor antara lain Silikon dioksida
( SiCh) yang sangat menentukan ekonomisnya. Untuk mengetahui kadar bauksit
yang akan diekspor dilakukan dengan cara analisa kimia yang mana terlebih dahulu
dicari kadar Si02, Fe203 dan TiC>2. Selanjutnya dengan menggunakan tabel
monogram dapat diketahui kadar aluminium oksidanya ( AI2O3).
Ketebalan bauksit
Ketebalan lapisan bauksit pada areal Izin Usaha Pertambanganantara 1 - 3,5 meter.
Untuk menghindari dilusi, maka bauksit yang akan ditambang adalah pada ketebalan
> 1,0 m .
4.2.1.Jumlah Cadangan Bauksit Tertambang
Perhitungan cadangan bauksit tertambang yang dilakukan menggunakan metode
matematis integrasi numeric, dengan menggunakan bantuan software komputer. Hasil
perhitungan cadangan bauksit tertambang di daerah kajian seperti terlihat pada Tabel 4-4.
Jumlah cadangan bauksit tertambang {mineable reserve) dari daerah studi adalah sebesar
17.237.134 ton, dengan nisbah pengupasan (SR) = 1 : 1,3. Nilai cadangan bauksit tersebut
sekitar 60% dari besarnya nilai cadangan unwashed di daerah studi.

Tabel 4-3

IV-13
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT

Jumlah Cadangan Bauksit Tertambang


PT. Bintangar Maju Abadi
Raw Concretion Cadangan
Blok Luas Waste
Material Factor Tertambang
Penambangan (hektar) (BMC)
(ton) (62-63%) (ton)
Blok I ( Selatan ) 500 8.175.364 5.086.451 2.206.392
Blok I (Utara) 1.200 10.815.972 6.753.918 2.952.359
Blok II 1.800 16.840.438 10.590.126 4.622.915
Blok III 1.500 28.130.134 17.305.042 7.455.468

Total 5.000 63.961.908 39.735.537 17.237.134


= 17.000.000

4.2.1.Umur Tambang
Umur tambang dapat diperkirakan berdasarkan besarnya cadangan bauksit yang dapat
ditambang (mineable reserve), serta besarnya target produksi penambangan yang
direncanakan. Mempertimbangkan ketertsediaan bauksit yang dapat ditambang
(mineable reserve) dan faktor kehilangan selama proses penambangan dan pengolahan
bauksit serta sasaran produksi, maka umur tambang bauksit PT. Bintangar Maju Abadi
bisa lebih 17 tahun.

4.2. Rencana Produksi


Rencana produksi tambang bauksit PT. Bintangar Maju Abadi, memperhitungkan
adanya faktor losses yang terjadi pada waktu pengolahan dan pengangkutan, sehingga
dengan demikian sasaran produksi netto akan dapat terpenuhi. Dengan asumsi faktor
losses sebesar 1%, maka rencana produksi bauksit mulai tahun ke 1 sampai dengan
tahun ke 17 secara rinci seperti tercantum dalam Tabel 4-5.

IV-14
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT

Gambar 4.6.
Peta Sebaran Endapan Bauksit PT. Bintangar Maju Abadi

IV-15
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT

Dengan nisbah pengupasan (stripping ratio) sebesar 1 : 1,3 maka jumlah tanah penutup
atau overburden yang dipindahkan selama umur tambang adalah sebesar 5.498.314 BCM.
Pemindahan tanah dilakukan dari tambang ke lokasi pembuangan (dumping area)
termasuk ke bekas-bekas pit dengan cara back filling.

Tabel 4-4
Rencana Produksi Bauksit PT. Bintangar Maju Abadi
ROM Bauksit Faktor Konkresi
Tahun Blok Tambang WoB (ton )
(Ton) 62%

2017 Blok 1 (utara) 1,620,000.00 62/100 1,004,400.00


2018 Blok 1 ( utara ) 1,620,000.00 62/100 1,004,400.00
2019 Blok 1 (utara) 1,620,000.00 62/100 1,004,400.00
2020 Blok 1 (selatan) 1,620,000.00 62/100 1,004,400.00
2021 Blok 1 (selatan) 1,620,000.00 62/100 1,004,400.00
2022 Blok 1 (selatan) 1,620,000.00 62/100 1,004,400.00
2023 Blok II 1,620,000.00 62/100 1,004,400.00
2024 Blok II 1,620,000.00 62/100 1,004,400.00
2025 Blok II 1,620,000.00 62/100 1,004,400.00
2026 Blok II 1,620,000.00 62/100 1,004,400.00
2027 Blok II 1,620,000.00 62/100 1,004,400.00
2028 Blok II 1,620,000.00 62/100 1,004,400.00
2029 Blok III 1,620,000.00 62/100 1,004,400.00
2030 Blok III 1,620,000.00 62/100 1,004,400.00
2031 Blok III 1,620,000.00 62/100 1,004,400.00
2032 Blok III 1,620,000.00 62/100 1,004,400.00
2033 Blok III 1,620,000.00 62/100 1,004,400.00
2034 Blok III 1,620,000.00 62/100 1,004,400.00

TOTAL 29,160,000.00 18,079,200.00

IV-16
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT

Gambar 4.7.
Peta Blok Tambang di Luar area Kawasan Hutan

4.3. Rencana Kegiatan Operasi Penambangan


Kegiatan operasi penambangan bauksit yang direncanakan pada setiap tambang
mencakup:
4.4.1.Operasi Pembersihan Lahan
Operasi pembersihan lahan penambangan dilakukan pada lokasi dimana tambang akan
dibuka. Berkaitan dengan operasi ini akan dilakukan beberapa pekeijaan, yaitu :
a. Operasi Pembabatan Semak dan Perdu
Pekeijaan pembabatan ini dilakukan dengan menggunakan alat bulldozer, yang dapat
menjalankan gali dorong dengan memanfaatkan blade dan tenaga dorong yang besar dari
alat tersebut, semak dan perdu yang sudah dibabat tersebut lalu didorong ke daerah-
daerah tepi penambangan.

IV-17
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT

b. Operasi Penebangan Pohon dan Pemotongan Kayu


Dalam operasi pembersihan lahan, apabila ditemukan pohon-pohon, maka terlebih dahulu
dilakukan operasi penebangan pohon dan operasi pemotongan kayu. Bila pohon-pohon
tersebut dinilai mampu ditumbangkan dengan tenaga dorong bulldozer, maka operator
akan langsung menggunakan bulldozer. Untuk pohon-pohon berukuran besar, untuk
penebangannya perlu dibantu dengan menggunakan gergaji mesin. Bila kayu yang
dikeijakan dalam ukuran besar, maka dalam operasi pemindahan kayu dari lokasi
penambangan ketempat penyimpanan kayu ini digunakan juga alat-alat berupa perangkat
beban berat (icrane) dan rantai besi untuk pengikat dan penarik, serta truk pengangkut
kayu. Bila kayu memiliki ukuran kecil, maka dalam operasi ini digunakan tenaga manusia
dan truk pengangkut kayu.

4.4.2.Operasi Pengupasan Top Soil


Setelah operasi pembabatan selesai, selanjutnya dilakukan operasi pengupasan lapisan
top soil, yang banyak mengandung bahan-bahan organic hasil lapukan, yang dinilai baik
untuk penyuburan tanah. Lapisan tanah subur ini dikupas dengan menggunakan blade
dari bulldozer. Operator bulldozer sambil mengupas tanah subur tersebut sekaligus
mendorong dan mengumpulkan pada lokasi tertentu di dekat daerah operasi bulldozer.
Dengan demikian pada lahan penambangan akan terdapat lokasi pengumpulan tanah
subur.
Selanjutnya lapisan top soil ini dipindahkan ke lokasi utama penimbunan yang telah
ditentukan dekat daerah penambangan yang sedang dibuka. Pekerjaan pemindahan ini
menggunakan excavator sebagai alat muat, dan dump truck sebagai alat angkut.
Timbunan tanah subur ini nantinya akan dimanfaatkan pada saat melakukan pekerjaan
reklamasi, bila daerah ini telah selesai ditambang.

IV-18
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT

4.4.3.Operasi Penggalian dan Pemindahan Overburden


Operasi penggalian dan pemindahan overburdendan dilakukan dengan menggunakan
excavator dibantu dengan bulldozer. Untuk material lemah sampai sedang menggunakan
excavator langsung dilakukan penggalian dan langsung pemuatan ke dump truck. Bila
ditemukan material keras, bulldozer akan membantu memberaikan material tersebut,
sebelum digali dan dimuat oleh excavator. Pemakaian ripper pada bulldozer disesuaikan
dengan kebutuhan operasi pemberaian material. Dalam batas-batas penggalian yang telah
direncanakan operator excavator akan melakukan pembentukan jenjang (bench), dibantu
operator bulldozer.

Dalam pemindahan material hasil penggalian tanah penutup ini digunakan excavator
sebagai alat muat, dan dump truck sebagai alat angkut. Dump truck akan mengangkut
tanah penutup dari daerah penambangan menuju lokasi penimbunan (dumping area),
yang telah direncanakan atau ditimbun di dalam pit sebagai material back filling.
Timbunan tanah penutup ini akan dipadatkan dan diatur dengan menggunakan bulldozer
dan selanjutnya setelah ditutup dengan lapisan tanah subur baru ditanami.

4.4.4.Operasi Penggalian dan Pemindahan Bauksit


Operasi penggalian bauksit dilakukan dengan menggunakan excavator dibantu dengan
bulldozer. Untuk bauksit yang memiliki kekuatan lemah sampai sedang excavator
langsung melakukan penggalian dan pemuatan ke dump truck. Bila ditemukan bauksit
keras, bulldozer akan membantu memberaikan material tersebut terlebih dahulu sebelum
penggalian dan pemuatan oleh excavator. Pemakaian ripper pada bulldozer disesuaikan
dengan kebutuhan operasi pemberaian bauksit.
Dalam pemindahan bauksit digunakan excavator sebagai alat muat, dan dump truck
sebagai alat angkut. Dump truck akan mengangkut bauksit dari daerah penambangan
(Run Of Mine) menuju lokasi penimbunan bauksit {Stockpile), yang telah dipersiapkan.

IV-19
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT

Tumpukan bauksit di stockpile selanjutnya menjadi masukan pada proses pengolahan di


unit pengolahan bauksit.
Operasi penambangan bauksit berlangsung pada 2 pit seperti terlihat pada Peta Tata Letak
Tambang. Bauksit produksi penambangan (ROM) akan diangkut dari setiap pit dan
dikumpulkan pada lokasi penumpukan bauksit (stockpile). Semua bauksit ROM akan
ditampun di stockpile pengolahan diangkut ke tempat stockpile utama apabila ada hal-hal
yang bersifat insidentil.

4.5.Peralatan Tambang
4.5.1. Jenis dan Spesifikasi Peralatan
Teknik penambangan yang diterapkan dalam operasi penambangan PT. Bintangar Maju
Abadi adalah open pit mining. Untuk menentukan jenis peralatan yang digunakan dalam
metode ini, maka perlu dikaji dahulu jenis-jenis kegiatan yang akan dilakukan dalam
operasi penambangan tersebut, dengan gambaran jenis kegiatan yang jelas, maka
penentuan spesifikasi peralatan yang akan digunakan lebih mudah dilakukan. Hasil dan
pemilihan jenis peralatan yang akan digunakan dalam operasi penambangan bauksit dapat
dilihat pada Tabel 4-5.

Tebal 4-5
Jenis Peralatan Utama Penambangan
PT. Bintangar Maju Abadi

Kegiatan/Pekerjaan Nama Alat Tipe


Pembesih lahan (Land Cleaning) Bulldozer CAT D9R

Penggalian (Excavating) dan Pemuatan Excavator (Shovel) Komatsu PC 650 (bauksit)


(Loading) Excavator (Loader) PC 800 (OB/IB)

Pengangkutan (Hauling) dan Penimbunan


Dump truck Volvo20T (bauksitl)
(Dumping)
Bulldozer
Pembuatan Jenjang (Bench) CATD8R
Grader

Berdasarkan table diatas, jenis peralatan utama penambangan yang digunakan adalah
excavator/loader, bulldozer, grader dan dump truck. Dengan menggunakan jenis
peralatan itu orang lebih sering memberikan istilah cara penambangan dengan teknik
seperti itu disebut shovel and truck mining.

IV-20
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT

4.5.2. Jumlah Kebutuhan Peralatan


Perhitungan jumlah unit excavator, dump truck, bulldozer yang dibutuhkan, didasarkan
pada rencana produksi bauksit dan pemindahan tanah {waste) yang telah ditentukan.
Dalam melakukan perhitungan jumlah kebutuhan unit peralatan tersebut, baik untuk
operasi penambangan bauksit maupun operasi pengupasan/pemindahan tanah, harus
diperhatikan beberapa batasan-batasan yang berkaitan dengan karakteristik bauksit,
karakteristik overburden, maupun karakteristik masing-masing peralatan yang digunakan,
serta asumsi-asumsi yang perlu diterapkan berkaitan dengan gambaran operasional
penambangan yang direncanakan. Berdasarkan besarnya volume pekerjaan pemindahan
ke stockpile dan volume pekeijaan pemindahan tanah ke dumping area pertahun, maka
dapat ditentukan jumlah kebutuhan peralatan utama tambang dan pendukung untuk
operasi penambangan bauksit PT. Bintangar Maju Abadi, seperti terlihat pada Tabel 4-6
dan Tabel 4-7 di bawah ini.

Tabel 4-6
Jumlah Kebutuhan Peralatan Utama Pengolahan Bauksit
PT. Bintangar Maju Abadi

No. Peralatan Jumlah

1. Water Pump (Q = 200 M3/jam) 2


2. Start Up Pump for Water Pump 1
3. Grizzly Hopper 1
4. Vibrating Feeder 1
5. Jaw Crusher 1
6. Vibrating Scrubber 2
7. Vibrating Screen 2
8. Spraying Pump (Q = 1.500 M /jam)
3
2
9. Start Up Pump for Tailing Pump 1
10. Recycle Water Pump (Q = 2000 M /jam)
5
2
11. Start Up Pump for Recycle Tailing Pump 1
12. Belt Conveyor 1
13. Washing Water Pond (Cap = 1.500 M3) 1

IV-21
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT

Tabel 4-7
Jumlah Kebutuhan Peralatan Pendukung Operasi Penambangan Bauksit
PT. Bintangar Maju Abadi

Nama/Jenis Alat Jumlah kebutuhan (unit)

Excavator PC-650 1

Dump Truck Volvo 20T 1


Dump Truck Volvo 50T 1
Grader 1
Water Truck 1
Fuell/Lube Truck 1
Vibvrator Roller 1
Pond Backhoe 1
Pit Water Pump 2

Pit Water Pipe/Metre 1


Electrical Generator 2
Light Plants 10
Welder 2
Passenger Bus 2
Bauksit Sampling & Analysis Equipment 1
General Manager Vehicle 1
Mine Manager Vehicle 1
Safety Vehicle 1
Pool Vehicle 2
Computer 10
Telephone Communication Equipment 4
Mine Radio 20
Engineering & Survey Equipment 2

4.6.Tata Letak Fasilitas Tambang


Fasilitas yang digunakan untuk mendukung operasi penambangan bauksit PT. Bintangar
Maju Abadi terdiri kantor administrasi, gudang, (warehouse), bengkel, laboratorium
kualitas kontrol, ruang makan siang, masjid, stasiun bahan bakar, tangki air dan stasiun
generator.

IV-22
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT

Besar dan luas masing-masing fasilitas tersebut disesuaikan dengan kebutuhan dan
operasi keija yang akan dilakukan. Ukuran bangunan administrasi dibuat berdasarkan
perkiraan jumlah karyawan dan pengguna lainnya. Ukuran bengkel (workshop) sesuai
dengan fasilitas pemeliharaan peralatan utama dan ruang untuk mengganti suku cadang.
Laboratorium didesain sesuai dengan perlatanan yang dibutuhkan dan personil yang ada.
Secara global luas lantai dari masing-masing bangunan tersebut adalah sebagai berikut:

IV-23
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT

Gambar 4.8.
Blok Potensi Bauksit dan Rencana Lokasi Washing Plant

Tabel 4.8.
Daftar Penggunaan Lahan Untuk Fasilitas Penunjang

 Bangunan Kantor : 300 m2


Administrasi
 Bengkel {workshop) : 250 m2

 Gudang bagian dalam : 240 m2

 Gudang bagian luar : 580 m2

 Laboratorium : 1806 m2

 Ruang makan siang : 96 m2

 Masjid/rumah ibadah : 100 m2

Lokasi fasilitas tambang PT. Bintangar Maju Abadi dibangun di sebelah tenggara dari
daerah operasi penambangan sebagai pintu masuk ke area tambang (Gambar 4.8.).
Fasilitas pendukung operasi penambangan tersebut di atas dibangun menjadi satu lokasi
dengan unit pengolahan bauksit (Bauxite Pocessing Plant). Fasilitas yang ada di lokasi
BPP terdiri dari 20 tonne truck dump hopper, screening/'crushing facility, unit radial
stacker dan stasiun penimbangan, selain itu juga terdapat dua buah stockpile yaitu ROM
Stockpile dan Product Bauxite Stockpile.

Selain fasilitas pendukung yang berada di lokasi penambangan, direncanakan dibangun


Product Stockpile, di dekat area tambang. Pembangunan Stockpile tersebut dimaksudkan
agar kebutuhan bauksit untuk Washing Plant tetap dapat dipenuhi apabila teijadi
kemacetan pengangkutan dari raw material bauksite. Kapasitas Stockpile di area washing
plant direncanakan 60.000 ton dengan luas area 2 hektar.
IV-24
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT

1.5.Jalan Angkut
Jalan angkut (haulage road) yang digunakan untuk kegiatan operasi penambangan, terdiri
dari 3 (tiga) kelas yang berbeda. Perencanaan ketiga macam kelas jalan angkut tersebut
dimakdsudkan agar sesuai dengan fungsi jalan dan kekuatan yang diperlukan. Pembagian
kelas jalan angkut tersebut adalah Kelas I (kapasitas 50 ton), Kelas II (Kapasitas 20 ton)
dan Kelas III (kapasitas 10 ton).

Jalan angkut Kelas I digunakan untuk pengangkutan lapisan penutup (OB/IB) dan
didesain untuk dump truck kapasitas 50 ton. Konstruksi jalan adalah lebar 20 meter,
lapisan dasar (base) mempunyai nilai CBR 5, tebal lapisan pendukung 90 cm dengan
tahanan putar 3%. Panjang total jalan kelas I kurang lebih 2 km. Jalan ini dibangun untuk
mengakses jenjang tambang (pit benches), OB/IB dumping area, dan jalan antara area
penambangan dengan area backfilling.

Jalan angkut Kelas II digunakan untuk pengangkutan bauksit dan didesain untuk dump
truck kapasitas 20 ton. Konstruksi jalan adalah lebar 14 meter, nilai CBR lapisan dasar 5,
tebal lapisan pendukung 50 cm dengan tahanan putar 3%. Panjang total jalan kelas II
kurang lebih 2 km. Jalan ini dibangun untuk mengakses pit, ROM Bauxite Stockpile dan
Bauxite Processing Plant.
Jalan angkut Kelas III digunakan untuk mengangkut bauksit dari CPP ke Sale Stockpile di
area PLTU dengan truk kapasitas 16 ton. Konstruksi jalan adalah lebar 9 meter dengan
tebal lapisan pendukung 30 cm dan tahanan putar 3%. Panjang total jalan kelas III kurang
lebih 5 km.

1.6.Air Dalam Tambang


Air di dalam tambang mencakup keberadaan air di atas permukaan maupun bawah
permukaan. Air di atas permukaan meliputi adanya sungai dan anak-anak sungai di

IV-25
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT

daerah tambang serta aliran limpasan (run off) yang berasil dari curah hujan. Sedangkan
air bawah permukaan (groundwater) berkaitan dengan keberadaan lapisan batuan yang
berfungsi sebagai pembawa air (aquifer).

Pengaruh sungai dan anak sungai dari segi keberadaannya jelas akan menjadi faktor
pembatas luar daerah yang akan ditambang (open pit) dan perlu diantisipasi sebagai
sumber air rembesan (seepage) baik melalui lapisan akuifer ataupun rekahan yang ada.
Hal ini akan mengganggu kegiatan penambangan. Air hujan termasuk yang harus
diperhitungkan karena air yang masuk daerah tambang secara langsung ataupun sebagai
air limpasan dapat menimbulkan genangan sehingga mengganggu operasi penambangan.
Secara keseluruhan akan menurunkan efisiensi kerja. Disamping itu, bila tidak ditangani
dengan baik bisa menjadi sumber pencemaran air (water pollution).

Keberadaan air bawah permukaan (groundwater) juga perlu diperhitungkan, karena


berkaitan efek tekanan air pori (water pressure) yang dapat menurunkan kekuatan
(strength material) dari masa batuan pembentuk lereng tambang. Sehingga akan
mempengaruhi stabilitas atau kemantapan lereng tambang.

1.6.1.Sistem Penyaliran Tambang


Karena hasil kegiatan penambangan akan berentuk cekungan (pit) maka operasi
penambangan akan selalu berhadapan dengan masalah air. Air tersebut berupa air tanah,
air sungai dan air hujan. Jika daerah tambang tergenang air, maka alat-alat akan sulit
beroperasi. Kemantapan lereng di dalam tambang pun akan terganggu bila lereng selalu
dalam keadaan basah. Sehingga untuk mengatasi masalah ini diperlukan suatu system
penyaliran yang baik.
Penanganan terhadap air yang masuk ke dalam tambang dilakukan dengan membuat
beberapa saluran penyaliran di beberapa tempat. Saluran penyaliran yang direncanakan
adalah sebagai berikut:
• Saluran penyaliran di sekeliling tambang

IV-26
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT

Saluran penyaliran ini berfungsi untuk mencegah air yang berasal dari luar tambang
masuk ke dalam tambang. Dalam pembuatan saluran ini perlu diperhatikan keadaan
topografi sekitar tambang agar dapat ditentukan daerah penampungan air hujan secara
tepat.

Saluran penyaliran di atas jenjang


Saluran penyaliran ini berfungsi untuk mengalirkan air yang berada di atas jenjang
menuju lantai tambang sehingga tidak teijadi genangan air di atas jenjang yang dapat
mempengaruhi kemantapan lereng.
Saluran penyaliran di lantai tambang
Saluran penyaliran ini berfungsi untuk mengalirkan air yang masuk ke lantai
tambang yang berasal dari jenjang maupun air hujan yang jatuh langsung di lantai
tambang tersebut. Dengan pembuatan saluran penyaliran ini maka dapat menghindari
teijadinya genangan air di lantai tambang sehigga tidak mengganggu keija peralatan-
peralatan tambang.

Selain pembuatan saluran-saluran penyaliran tersebut maka di lantai tambang perlu juga
dibuat sumuran (sump) untuk menampung air yang masuk ke dalam tambang dan
memompakannya ke luar.

Penentuan dimensi saluran menggunakan rumus Manning sebagai berikut:


Q = (1/nilai tukar ) R2/3 S1//2A

dimana: Q = debit (m3/detik)


R = jari-jari hidraulik = A/P
A = luas penampang basah (m2)
P = keliling basah (m)
S = gradien (%)
N = koefisien kekasaran Manning, yang menunjukkan kekasaran
dinding saluran (perhitunga adalah sebesar 0,02 - 0,03)

IV-27
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT

Gambar 4.9.
Skema Saluran Penyaliran( drainase) dan Tailing Dam

IV-28
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT

1.5.1.Program Pengendalian Air Tambang


Pengendalian air tambang yang berupa system penirisan dan pengeringan air tambang,
direncanakan untuk mengatasi masalah yang ada pada daerah penambangan, seperti
keberadaan air tanah (ground water) dan air permukaan (surface water). Dengan adanya
system penirisan dan pengeringan air tambang ini diharapkan kegiatan operasi
penambangan dapat lebih lancar.

Penyaliran yang diuraikan berikut ini dititikberatkan pada metode atau teknik
penanggulangan air pada tambang terbuka. Penyaliran bisa bersifat pencegahan atau
pengendalian air yang masuk ke lokasi penambangan. Hal yang perlu diperhatikan adalah
kapan cuaca ekstrim teijadi, yaitu ketika air tanah dan air limpasan dapat membahayakan
kegiatan penambangan, oleh sebab itu kondisi cuaca pada tambang terbuka sangat besar
efeknya terhadap aktifitas penambangan. Apabila hal ini sudah diperhitungkan
sebelumnya, maka kegiatan penambangan akan terhindar dari kondisi yang
membahayakan tersebut.

1.5.1.1.Pengertian Sistem Penyaliran Tambang


Sistem penyaliran tambang adalah suatu metode yang dilakukan untuk mencegah
masuknya aliran air ke dalam lubang bukaan tambang atau mengeluarkan air tersebut.

1.5.1.2.Pengendalian Air Tambang


Terdapat dua cara pengendalian air tambang yang sudah terlanjur masuk ke dalam front
penambangan yaitu dengan sistem kolam terbuka (sump) atau membuat paritan dan adit.
Sistem penyaliran dengan membuat kolam terbuka dan paritan biasanya ideal diterapkan
pada tambang open cast atau kuari, karena dapat memanfaatkan gravitasi untuk

IV-29
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT

mengalirkan air dari bagian lokasi yang lebih tinggi ke lokasi yang lebih rendah. Pompa
yang digunakan pada sistem ini lebih efektif dan hemat.

4.8.3. Metode Penyaliran Tambang


Penanganan mengenai masalah air tambang dalam jumlah besar pada tambang terbuka
dapat dibedakan menjadi beberapa metode, yaitu:

4.8.3.1.Mengeluarkan Air Tambang (Mine Dewatering)


Merupakan upaya untuk mengeluarkan air yang telah masuk ke lokasi penambangan.
Beberapa metode penyaliran tambang (mine dewatering) adalah sebagai berikut:
1.Membuat Sump di Dalam Front Tambang (Pit)
Sistem ini diterapkan untuk membuang air tambang dari lokasi kerja. Air tambang
dikumpulkan pada sumuran (sump), kemudian dipompa keluar. Pemasangan jumlah
pompa tergantung pada kedalaman penggalian, dengan kapasitas pompa menyesuaikan
debit air yang masuk ke dalam lokasi penambangan.
2.Membuat Puritan
Pembuatan parit sangat ideal diterapkan pada tambang terbuka open cast atau kuari. Parit
dibuat berawal dari sumber mata air atau air limpasan menuju kolam penampungan,
langsung ke sungai atau diarahkan ke selokan (riool). Jumlah parit ini disesuaikan dengan
kebutuhan, sehingga bisa lebih dari satu. Apabila parit harus dibuat melalui lalulintas
tambang maka dapat dipasang gorong-gorong yang terbuat dari beton atau galvanis.
Dimensi parit diukur berdasarkan volume maksimum pada saat musim penghujan deras
dengan memperhitungkan kemiringan lereng. Bentuk standar melintang dari parit
umumnya trapesium.

4.8.3.1.Penyaliran Tambang (Mine drainage)


Penyaliran tambang adalah mencegah air masuk ke lokasi penambangan dengan cara
membuat saluran terbuka sehingga air limpasan yang akan masuk ke lubang bukaan dapat

IV-30
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT

langsung dialirkan ke luar lokasi penambangan. Upaya ini umumnya dilakukan untuk
penanganan air tanah yang berasal dari sumber air permukaan.

Beberapa metode penyaliran tambang (mine drainage) adalah sebagai berikut:


a.Metode Siemens
Pada setiap jenjang dari kegiatan penambangan dipasang pipa ukuran 8 inch, di setiap
pipa tersebut pada bagian ujung bawah diberi lubang-lubang, pipa yang berlubang ini
berhubungan dengan air tanah, sehingga di pipa bagian bawah akan terkumpul air, yang
selanjutnya dipompa ke atas secara seri dan selanjutnya dibuang.
b.Metode Elektro Osmosis
Bilamana lapisan tanah terdiri dari tanah lempung, maka pemompaan sangat sulit
diterapkan karena adanya efek kapilaritas yang disebabkan oleh sifat dari tanah lempung
itu sendiri. Untuk mengatasi hal tersebut, maka diperlukan cara elektro osmosis. Pada
metode ini digunakan batang anoda serta katoda. Bila elemen- elemen ini dialiri listrik,
maka air pori yang terkandung dalam batuan akan mengalir menuju katoda (lubang
sumur) yang kemudian terkumpul dan dipompa keluar.
c.Metode kombinasi dengan lubang bukaan bawah tanah
Dilakukan dengan membuat lubang bukaan mendatar didalam tanah guna menampung
aliran air dari permukaan. Beberapa lubang sumur dibuat untuk menyalurkan air
permukaan kedalam terowongan bawah tanah tersebut. Cara ini cukup efektif karena air
akan mengalir sendiri akibat pengaruh gravitasi sehingga tidak memerlukan pompa.

4.8.4.Hal Yang Mempengaruhi Sistem Penyaliran Tambang


4.8.4.1.Permeabilitas
Disamping parameter-parameter lain, permeabilitas merupakan salah satu yang perlu
diperhitungkan. Secara umum permeabilitas dapat diartikan sebagai kemapuan suatu
fluida bergerak melalui rongga pori massa batuan.

IV-31
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT

4.8.4.2.Rencana Kemajuan Tambang


Rencana kemajuan tambang nantinya akan mempengaruhi pola alir saluran yang akan
dibuat, sehingga saluran tersebut menjadi efektif dan tidak menghambat sistem keija yang
ada.

4.8.4.3.Curah Hujan
Sumber utama air yang masuk ke lokasi penambangan adalah air hujan, sehingga besar
kecilnya curah hujan yang terjadi di sekitar lokasi penambangan akan mempengaruhi
banyak sedikitnya air tambang yang harus dikendalikan. Data curah hujan biasanya
disajikan dalam data curah hujan harian, bulanan, dan tahunan yang dapat berupa grafik
atau tabel.
Analisa curah hujan dilakukan dengan menggunakan Metode Gumbel yang dilakukan
dengan mengambil data curah hujan bulanan yang ada, kemudian ambil curah hujan
maksimum setiap bulannya dari data tersebut, untuk sampel dapat dibatasi jumlahnya
sebanyak n data.

Dengan menggunakan Distribusi Gumbel curah hujan rencana untuk periode ulang
tertentu dapat ditentukan. Periode ulang merupakan suatu kurun waktu dimana curah
hujan rencana tersebut diperkirakan berlangsung sekali. Penentuan curah hujan rencana
untuk periode ulang tertentu berdasarkan Distribusi Gumbel. Untuk itu data curah hujan
harus diolah terlebih dahulu menggunakan kaidah statistik mengingat kumpulan data
adalah kumpulan yang tidak tergantung satu sama lain, maka untuk proses pengolahannya
digunakan analisis regresi metode statistik.
Xr = X + (axon ) . (Yr - Yn) ...........................................................................(3.1)
Keterangan:
Xr = Hujan harian maksimum dengan periode ulang tertentu (mm)

IV-32
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT

X = Curah hujan rata-rata


ox = Standar deviasi curah hujan

a n = Reduced standart deviation, nilai tergantung dari banyaknya data


Yr = Reducet variate, untuk periode hujan tertentu (table 4.9)

Tabel 4.9
Periode Ulang Hujan Untuk Sarana Penyaliran

Keterangan Periode ulang hujan (tahun)


Daerah terbuka 0-5
Sarana tambang 2-5
Lereng-lereng tambang dan 5-10
penimbunan
Sumuran utama 10-25
Penyaliran keliling tambang 25
Pemindahan aliran sungai 100

Untuk menentukan reduced variate digunakan rumus dibawah ini:


Yt = f-ln f-ln(T-1))T ....................................................................(3.2)
Keterangan:
Yt = Reduced variate (koreksi variasi)
T = Periode ulang (tahun)
Untuk menentukan koreksi rata-rata digunakan rumus:
Yn = lnf-ln (n+l-m))n+l...............................................................(3.3)
Rata-rata Yn, YN = ZYnN

Untuk menghitung koreksi simpangan {reduced standar deviation) ditentukan dengan


rumus sebagai berikut:
Sn = Z(Yn-YN)2(n-l) ............................................................................(3.4)
Keterangan:
IV-33
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT

Yn = Koreksi rata-rata
YN = Nilai rata-rata Y n
n = Jumlah data

Untuk menentukan curah hujan rencana digunakan rumus:


CHR = X + SSn(Yt-YN)................................................................ (3.5)
Dari hasil perhitungan diperoleh suatu debit rencana dalam satuan mm/hari, yang
kemudian debit ini bisa dibagi dalam perencanaan penyaliran. Selain itu juga harus
diperhatikan resiko hidrologi (PR) yang mungkin terjadi, resiko hidrologi merupakan
angka dimana kemungkinan hujan dengan debit yang sama besar angka tersebut,
misalnya 0,4 maka kemungkinan hujan dengan debit yang sama atau melampaui adalah
sebesar 40%. Resiko hidrologi dapat dicari dengan menggunakan rumus:
PR = \-{l-\TR) TL.......................................................................... (3.6)
Keterangan:
PR = Resiko hidrologi
TR = Periode ulang
TL = Umur bangunan

Besarnya intensitas hujan yang kemungkinan terjadi dalam kurun waktu tertentu dihitung
berdasarkan persamaan Mononobe, yaitu :
I = R2424 {24t)2/3................................................................................ (3.7)
Keterangan :
R24 = Curah hujan rencana perhari (24jam)

IV-34
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT

I = Intensitas curah hujan (mm/jam)


t = Waktu konsentrasi (jam)
Hubungan antara derajat curah hujan dan intensitas curah hujan dapat dilihat pada tabel
3.2.

Tabel 4.10
Hubungan Derajat dan Intensitass Curah Hujan

Intensitas curah hujan


Derajat hujan Kondisi
(mm/menit)
Hujan lemah 0.02 - 0.05 Tanah basah semua
Hujan normal 0.05-0.25 Bunyi hujan terdengar
Hujan deras 0.25-1.00 Air tergenang diseluruh

permukaan dan terdengar bunyi


dari genangan Hujan seperti
Hujan sangat deras >1.00
ditumpahkan, saluran pengairan
meluap

4.8.4.Perencanaan Saluran Terbuka


Pada perencanaan saluran terbuka ada beberapa faktor lapangan yang perlu diperhatikan
yaitu:
1.Catchment area/water deviden

IV-35
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT

Catchment area adalah suatu daerah tangkapan hujan yang dibatasi oleh wilayah
tangkapan hujan yang ditentukan dari titik-titik elevasi tertinggi sehingga akhirnya
merupakan suatu poligon tertutup dengan pola yang sesuai dengan topografi dan
mengikuti kecenderungan arah gerak air. Dengan pembuatan catchment area maka
diperkirakan setiap debit hujan yang tertangkap akan terkonsentrasi pada elevasi
terendah. Pembatasan catchment area dilakukan pada peta topografi, dan untuk
merencanakan sistem penyalirannya dianjurkan menggunakan peta rencana penambangan
dan peta situasi tambang.

2.Waktu konsentrasi
Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan hujan untuk mengalir dari titik teijauh
ke tempat penyaliran. Waktu konsentrasi dapat dihitung dengan rumus dari “Kirpich”.
tc = HL........................................................................................ (3.8)
Keterangan :
U = Waktu terkumpulnya air (menit)
L = Jarak teijauh sampai titik penyaliran (meter)
H = Beda ketinggian dari titik teijauh sampai ke tempat berkumpulnya air (meter)

3.Saluran Terbuka
Bentuk penapang saluran yang paling sering digunakan dan umum adalah bentuk
trapesium, sebab mudah dalam pembuatannya, murah, efisien, mudah dalam
perawatannya, dan stabilitas kemiringan lerengnya dapat disesuaikan dengan keadaan
daerahnya.
Setelah diketahui luas penampang bisa ditentukan jari-jari hidrolis dengan Rumus
Manning. Untuk bentuk saluran yang akan dibuat ada beberapa macam bentuk dengan
perhitungan geometrinya sebagai berikut:

IV-36
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT

Table 4.11. Perhitungan Geometri Dari Beberapa Bentuk Saluran Terbuka

Dimensi Penampang basah


Tinggi
Penampang Lebar Faktor Luas Keliling
muka air Jari-jari hidrolis (R)
atas (B) kemiringan (x) (A) (D)
(y)

b y b.y b + 2h (b. y)/ (b+2y)

1:1 —► x : h
b+2y
b + 2x y 1:1,5—>x=l,5y (b+x)y (b+x)y/(b+2y(t+x2)1/2
(l+x2)
1:2—>x=2y

JID (1-
0/180)+ (JLD( 1 -O/180)+4(d-
2(d- <3>=cos"!((d- JI.D(1-
d (d- O^DJ^gOJMjiDJl-
0,5D)tg<D 0,5D)/0.5D) 0/180)
0,5D) 2
0/180)
tgO

Tabel 4.12.
Kemiringan dinding saluran yang sesuai untuk berbagai jenis bahan
IV-37
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT

Bahan Kemiringan dinding saluran


Batu/cadas Hampir tegak lurus
Tanah gambut/peat 1/
4 :1
Tanah berlapis beton 1/
2:1

Tanah bagi saluran yang lebar 1:1


Tanah bagi parit kecil 1,5 : 1
Tanah berpasir lepas 2:1
Lempung berpori 3:1

Tabel 4.13
Sifat-sifat hidrolik pada saluran terbuka
Kemiringan rata-rata dasar saluran Kecepatan rata-rata
(%) (m/det)
Kurang dari 1 0,4
1-2 0,6
2-4 0,9
4-6 1,2
6-10 1,5
10-15 2,4

4.Air limpasan (run off)


Air limpasan adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di atas permukaan
tanah menuju sungai, danau atau laut. Dalam neraca air digambarkan hubungan
antara curah hujan (CH), evapotranspirasi (ET), air limpasan (RO), infiltrasi (I),
dan perubahan permukaan air tanah (dS), sebagai berikut:
CH = I + ET + RO ± dS.................................................. (3.9)

Besarnya air limpasan tergantung dari banyak faktor, sehingga tidak semua air
yang berasal dari curah hujan akan menjadi sumber bagi sistem drainase. Dari
banyak faktor, yang paling berpengaruh yaitu :

1. Kondisi penggunaan lahan


2. Kemiringan lahan

IV-38
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT

3. Perbedaan ketinggian daerah

Faktor-faktor ini digabung dan dinyatakan oleh suatu angka yang disebut
koefisien air limpasan. Penentuan besarnya debit air limpasan maksimum
ditentukan dengan menggunakan Metode Rasional, antara lain sebagai berikut:
Q = 0,278 x C x I x A..........................................................................(3.10)
Keterangan:

Q = Debit air limpasan maksimum (m3 /detik)


C = Koefisien limpasan (Tabel 3.7)
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
A = Luas daerah tangkapan hujan (km2 )

Penggunaan Rumus Rasional mengasumsikan bahwa hujan merata di seluruh


daerah tangkapan hujan, dengan lama waktu hujan sama dengan waktu
konsentrasi.

4.8.4.Jenis Material
Jenis material pada areal penambangan berpengaruh terhadap kondisi
penyebaran air limpasan karena untuk setiap jenis dan kondisi material yang
berbeda memiliki koefisien materialnya masing-masing. Beberapa perkiraan
koefisien limpasan terlihat pada tabel 4.14:

IV-39
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT

Tabel 4.14
Beberapa Harga Koefisien Kekasaran Manning
Tipe dinding saluran n
Semen 0,010-0,014
Beton 0,011-0,016
Bata 0,012-0,020
Besi 0,013-0,017
Tanah 0,020 - 0,030
Gravel 0,022-0,035
Tanah yang ditanami 0,025 - 0,040

Tabel 4.15
Koefisien Material Dan Kecepatan Izin Aliran

Nilai Kecepatan aliran (m/det)


No Material
n Air jernih Air keruh
1 Pasir halus koloida 0.020 0.457 0.672
2 Lanau kepasiran non koloida 0.020 0.534 0.762

IV-40
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT

3 Lanau non koloida 0.020 0.610 0.914


4 Lanau alluvial non koloiada 0.020 0.610 1.067
5 Lalau kaku 0.020 0.672 1.067
6 Debu vulkanis 0.020 0.672 1.067
7 Lempung kompak 0.025 1.143 1.525
8 Lanau alluvial, koloida 0.025 1.143 1.524
9 Kerikil halus 0.025 0.672 1.524
10 Pasir kasar non koloida 0.030 1.143 1.524
11 Pasir kasar koloida 0.025 1.129 1.829
12 Batuan D 20 mm 0.028 1.340 1.9
13 Batuan D 50 mm 0.028 1.980 2.4
14 Batuan D 100 mm 0.030 2.810 3.4
15 Batuan D 200 mm 0.030 3.960 4.5
16 Tanah berumput 0.030 - 2
17 Pasangan batau 0.017 - 5
18 Tembok diplester 0.010 - 5

IV-41
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT

4.8.7. Perencanaan Sump


Sump merupakan kolam penampungan air yang dibuat untuk menampung air limpasan,
yang dibuat sementara sebelum air itu dipompakan serta dapat berfungsih sebagai
pengendap lumpur. Tata letak sump akan dipengaruhi oleh sistem drainase tambang yang
disesuaikan dengan geografis daerah tambang dan kestabilan lereng tambang.

4.8.8. Perencanaan Sistem Pemompaan


1.Tipe sistem pemompaan
Sistem pemompaaan dikenal ada beberapa macam tipe sambungan pemompaan yaitu:
a. Seri
Dua atau beberapa pompa dihubungkan secara seri maka nilai head akan bertambah
sebesar jumlah head masing-masing sedangkan debit pemompaan tetap.
b.Pararel
Pada rangkaian ini, kapasitas pemompaan bertambah sesuai dengan kemampuan
debit masing-masing pompa namun head tetap. Kemudian untuk kebutuhan pompa
ada dua hal yang perlu untuk diperhatikan.

1.Batas Kapasitas Pompa


Batas atas kapasitas suatu pompa pada umumnya tergantung pada kondisi berikut ini:

IV-42
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT

a.Berat dan ukuran terbesar yang dapat diangkut dari pabrik ke


tempat pemasangan.
b.Lokasi pemasangan pompa dan cara pengangkutannya.
c.Jenis penggerak dan cara pengangkatannya.
d.Pembatasan pada besarnya mesin perkakas yang dipakai untuk
mengeijakan bagian-bagian pompa
e.Pembatasan pada performansi pompa.

1.Pertimbangan ekonomi
Pertimbangan ini menyangkut masalah biaya, baik biaya investasi untuk
pembangunan instalasi maupun biaya operasi dan pemeliharaannya.
2.Julang total pompa
Julang total pompa yang harus disediakan untuk mengalirkan jumlah air seperti
direncanakan, dapat ditentukan dari kondisi instalasi yang akan dilayani oleh
pompa. Julang total pompa dapat ditulis sebagai berikut:

Ht=hc+ hv+hf+ hl ......................................................................... (3.11)

Keterangan:
Ht = Julang total pompa (m)
hc = Julang statis total (m)
hv = Velocity head (m)
hf = Julang gesek (m)
hi = Jumlah belokan (m)

a. Julang statis {static head)


Adalah kehilangan energi yang disebabkan oleh perbedaan tinggi antara tempat
penampungan dengan tempat pembuangan.

hc=h2-h,............................................................................................(3.12)

IV-43
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT

Dimana:
h2 = Elevasi air keluar
hI = Elevasi air masuk

b.Julang kecepatan (’velocity head)


Julang kecepatan adalah kehilangan yang diakibatkan oleh kecepatan air yang
melalui pompa.

hv = (v22 xg ).................................................................(3.13)
Dimana:
v = Kecepatan air yang melalui
pompa (m/detik)
g = Gaya gravitasi (m/detik)

c.Julang kerugian gesek dalam pipa


Untuk menghitung julang kerugian gesek didalam pipa dapat
dipakai salah satu dari dua rumus berikut ini:
V = C . Rp. Sq.................................................................(3.14)
Atau
hF = λ . LD . v22g(3.15)

Keterangan :
v = Kecepatan rata-rata aliran didalam pipa (m/dtk)
C,p,q = Koefisien-koefisien
R = Jari-jari hidrolik (m)
S = Gradien hidrolik
hf = Julang kerugian gesek dalam pipa (m)
k = Koefisien kerugian gesek
g = Percepatan gravitas (ms'2)
L = Panjang pipa (m)
D = Diameter pipa (m)

IV-44
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT

Selanjutnya untuk aliran turbulen julang kerugian gesek dapat dihitung dengan berbagai
rumus empiris.
i.Rumus Darcy
Dengan cara Darcy, maka koefisien kerugian gesek (k) dinyatakan sebagai berikut:

λ = 0,020 + 0.0005D................................................................. (3.16)

Rumus ini berlaku untuk pipa baru dari besi cor. Jika pipa telah dipakai selama bertahun-
tahun, harga koefisien kerugian gesek (k) akan menjadi 1,5 sampai 2 kali harga barunya.

ii.Rumus Hazen-Williams
Rumus ini pada umumnya dipakai untuk menghitung kerugian head dalam pipa yang
relatif sangat panjang.
V = 0,849CR°’63S°’54 ................................................................. (3.17)
Atau
Hf = 10.666.Ql.85x LC1.85 D4,85 ...................................................(3.18)
Keterangan:
hf = Julang kerugian (m)
v = Kecepatan rata-rata didalam pipa (m/s)
C = Koefisien (table 3.9)
R = Jari-jari hidrolik (m)
S = Gradien hidrolik (S=hfL )Q = Laju Aliran (m3/s)
L = Panjang pipa

IV-45
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT

Tabel 4.16
Kondisi Pipa Dan Harga Koefisien (Formula Hazen-William)

Jenis Pipa C
Pipa besi cor baru 130
Pipa besi cor tua 100
Pipa baja baru 120-130
Pipa baja tua 80-100
Pipa dengan lapisan semen 130-140
Pipa dengan lapisan terarang batu 140

b.Julang kerugian dalam jalur pipa


Dalam aliran melalui jalur pipa, kerugian juga akan terjadi apabila ukuran pipa,
bentuk penampang atau arah aliran berubah. Kerugian ditempat-tempat transisi
yang demikian ini dapat dinyatakan secara umum dengan rumus:
h f = n .fv22g................................................................... (3.19)
Keterangan :
v = kecepatan rata-rata di dalam pipa (m/s)
F= Koefisien kerugian
g = Percepatan gravitasi (9.8m/dtk2)
hf = Julang kerugian (m)

Cara menentukan harga koefisien kerugian (F) untuk berbagai bentuk transisi
pipa akan diperinci seperti dibawah ini:

IV-46
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT

Jika kecepatan aliran (v) setelah masuk pipa, maka harga koefisien kerugian dari
rumus (3.17) untuk berbagai bentuk ujung masuk pipa menurut Weisbach adalah
sebagai berikut:
F = 0,5.............................................................................................................. (il)
F= 0,25.............................................................................................................(i2)
F = 0,06 (untuk r kecil) sampai ........................................................................(i3)
F= 0,005 (untuk r besar) ................................................................................. (i4)
F=0,56............................................................................................................... (i5)
F= 3,0 (untuk sudut tajam) sampai
F= 1,3 (untuk sudut 45)....................................................................................(i6)

F=F+ 0,3 cos 0 + 0,2 cos 20, dimana fi adalah koefisien bentuk dari ujung masuk
dan mengambil harga (il) sampai (i6) sesuai dengan bentuk yang dipakai.

Bila ujung pipa isap yang berbentuk lonceng dan tercelup dibawah permukaan air
maka harga/berkisar antara 0,2 sampai 0,4. Terdapat dua macam belokan, yaitu
belokan lengkung dan belokan patah. Untuk belokan lengkung digunakan rumus:

F= [0,131 + 1,847 (D/2R)3,5] (690 )0’5............................................. (3.20)


Dari percobaan Weisbach dihasilkan rumus yang umum dipakai untuk belokan
patah adalah:

F= 0,946 sin2.0/2 + 2,047 sin4.0/2.................................................... (3.21)

keterangan:
F = Koefisien kerugian
R = Jari-jari lengkung belokan
0 = Sudut belokan

IV-47
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT

c.Daya poros dan efisiensi pompa


Daya air
Daya air adalah energi yang secara efektif diterima oleh air dari pompa
persatuan waktu. Daya air (Pw) dapat dihitung dengan menggunakan Rumus:
P W = Y - Q . H ............................................................. ( 3 . 2 2 )

Keterangan:
y = Bobot isi air (kN/m3)
Q = Kapasitas (m3/detik)
H = Julang total (m)
Pw = Daya air (kW)

Daya poros
Daya poros yang diperlukan untuk menggerakkan pompa adalah sama dengan
daya air ditambah kerugian daya di dalam pompa. Daya poros (P) dapat
dihitung dengan menggunakan rumus:
P = Pwrjp............................................................................ (3.23)
Keterangan:
n|p = Efesiensi pompa
P = Daya poros

Efesiensi pompa untuk pompa-pompa jenis khusus harus diperoleh dari pabrik
pembuatnya.

4.8.9. Settling Pond


Berfungsi sebagai tempat menampung air tambang sekaligus untuk
mengendapkan partikel-partikel padatan yang ikut bersama air dari lokasi
penambangan, kolam pengendapan ini dibuat dari lokasi terendah dari suatu
daerah penambangan, sehingga air akan masuk ke settling pond secara alami
dan selanjutnya dialirkan ke sungai melalui saluran pembuangan.

IV-48
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT

Dengan adanya settling pond, diharapkan air yang keluar dari daerah
penambangan sudah bersih dari partikel padatan sehingga tidak menimbulkan
kekeruhan pada sungai atau laut sebagai tempat pembuangan akhir. Selain itu
juga tidak menimbulkan pendangkalan sungai akibat dari partikel padatan yang
terbawa bersama air.
Bentuk settling pond biasanya hanya digambarkan secara sederhana, yaitu berupa
kolam berbentuk empat persegi panjang, tetapi sebenarnya dapat bermacam-
macam bentuk disesuaikan dengan keperluan dan keadaan lapangannya.
Walaupun bentuknya dapat bermacam-macam, namun pada setiap settling pond
akan selalu ada 4 zona penting yang terbentuk karena proses pengendapan
material padatan. Keempat zona tersebut adalah :

1.Zona masukan (inlet)


Merupakan tempat masuknya air lumpur kedalam settling pond dengan anggapan
campuran padatan-cairan yang masuk terdistribusi secara seragam.
2.Zona pengendapan (settlement zone)
Merupakan tempat partikel padatan akan mengendap. Batas panjang zona ini
adalah panjang dari kolam dikurangi panjang zona masukan dan keluaran.
3.Zona endapan lumpur (sediment)
Merupakan tempat partikel padatan dalam cairan (lumpur) mengalami
sedimentasi dan terkumpul di bagian bawah kolam.
4.Zona keluaran (outlet)
Merupakan tempat keluaran buangan cairan yang jernih. Panjang zona ini kira-
kira sama dengan kedalaman kolam pengendapan, diukur dari ujung kolam
pengendapan.

4.8.9.1. Ukuran Settling Pond


Untuk menentukan dimensi settling pond dapat dihitung berdasarkan hal-hal
sebagai berikut:

IV-49
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT

1.Diameter partikel padatan yang keluar dari kolam pengendapan tidak lebih dari
9 x 10-6 m, karena akan menyebabkan pendagkalan dan kekeruhan sungai.
2.Kekentalan air
3.Partikel dalam lumpur adalah material yang sejenis
4.Kecepatan pengendapan material dianggap sama
5.Perbandinga dan cairan padatan diketahui

Luas settling pond dapat dihitung dengan menggunakan rumus:


A = QtotaIV....................................................................(3.24)
Keterangan:
A = Luas settling pond (m2)
Qtotal = Debit air yang masuk settling pond (m3/detik)
V = Kecepatan pengendapan (m/dtk)

4.8.9.2. Perhitungan Prosentasi Pengendapan


Perhitungan prosentase pengendapan ini bertujuan untuk mengetahui kolam
pengendapan yang akan dibuat dapat berfungsih untuk mengendapkan partikel
padatan yang terkandung dalam air limpasan tambang. Untuk perhitungan,
diperlukan data-data antara lain (%) padatan dan persen (%) air yang terkandung
dalam lumpur
Waktu yang dibutuhkan partikel untuk mengendap dengan kecepan (V) sejauh
(h) adalah:
tv = hV(detik).................................................................(3.25)
Waktu yang dibutuhkan partikel untuk keluar dari kolam pengendapan dengan
kecepatan (Vh) adalah:
Vh = QtotalA
....................................
(3.26)
Th = PVh (detik)
....................................
(3.27)

IV-50
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT

Dalam proses pengendapan ini partikel mampu mengendap dengan baik jika
(tv) tidak lebih besar dari (th).
Persentase pengendapan = th(th+tv) x 100%................(3.28)

4.9. Alternatif Design Tambang


Faktor-faktor penting yang perlu diperhatikan dalam pembuatan desain
tambang adalah pemilihan metode tambang yang sesuai dengan kondisi teknis
dan ekonomis sumber daya bauksit yang ditambang, serta menentukan jumlah
bauksit yang dapat ditambang. Secara teknis pemilihan metode tambang
berdasarkan pertimbangan ketebalan lapisan dan penyebaran bauksit serta
kondisi lapisan tanah penutup (over burden). Sedangkan secara ekonomis
pemilihan metode pertambangan didasarkan kepada besarnya nisbah
pengupasan (stripping ratio), yaitu perbandingan besarnya volume pengupasan
tanah penutup untuk mendapatkan setiap ton bauksit.
Metode tambang terbuka (open cut mining) dipilih berdasarkan pertimbangan
faktor teknis yang meliputi keadaan geologi, kondisi lapangan bauksit (sebaran
dan ketebalan lapisan), kondisi lapisan penutup (overburden) serta
pertimbangan jumlah sumber daya bauksit. Pemilihan metode tambang terbuka
(open cut mining) dapat lebih menguntungkan dalam hal biaya investasi awal
lebih kecil, perolehan sumberdaya bauksit dapat lebih besar, tingkat produksi
bauksit lebih besar dan tingkat kecelakaan tambang lebih kecil.
Adapun tahapan kegiatan Pertambangan PT. Bintangar Maju Abadi dengan
metode tambang terbuka (open cut mining) adalah sebagai berikut:
a.Pembersihan lahan tambang;
b.Pengupasan Tanah Pucuk / Top Soil (Stripping);
c.Pengupasan lapisan tanah penutup (overburden)-,
d.Penggalian dan pemuatan bijih bauksit;
Pengangkutan bijih bauksit ke unit instalasi pencucian (washingplant).

IV-51
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT

Selanjutnya design gambar tahapan operasional penambangan dengan metode


tambang terbuka (open cut mining) disajikan pada gambar berikut:

Gambar 4.10. Skema Tahapan Operasional Penambangan

IV-52
PT. BINTANGAR MAJU ABADI

Anda mungkin juga menyukai