PERTAMBANGAN BAUKSIT
BAB IV
RENCANA PENAMBANGAN
4.1.Desain Tambang
Faktor-faktor penting yang perlu diperhatikan dalam pembuatan desain tambang adalah
pemilihan metode penambangan yang sesuai dengan kondisi teknis dan ekonomis
sumberdaya bauksit yang akan ditambang, serta menentukan jumlah bauksit yang dapat
ditambang (mineable) dari potensi sumberdaya yang ada tersebut. Secara teknis
pemilihan metode penambangan berdasarkan pertimbangan ketebalan lapisan dan
penyebaran buksit serta kondisi lapisan tanah penutup (overburden). Sedangkan secara
ekonomis pemilihan metode penambangan didasarkan kepada besarnya nisbah
pengupasan (stripping ratio), yaitu perbandingan besarnya volume pengupasan tanah
penutupan untuk mendapatkan setiap ton bauksit.
IV-1
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT
IV-2
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT
Berdasarkan kondisi kualitas bauksit, maka dalam penyusunan desain tambang perlu
dipikirkan rencana pendirian pabrik alumina chemical grade atau alumina smelter grade
karena memiliki implikasi yang luas, seperti : pembuatan instalasi air untuk mensuplai
kebutuhan proses pencucian, juga unit water treatment untuk mengolah buangan limbah
pencucian. Hal-hal tersebut akan terkait dengan pengaturan tata letak tambang (mine
layout).
Perbandingan antara karakteristik bauksit yang dijual oleh perusahaan dengan
karakteristik sumber daya bauksit yang dimiliki perusahaan, akan sangat menentukan
jenis kegiatan preparasi yang dilakukan. Beberapa alternatif proses preparasi diantaranya:
Proses reduksi ukuran saja.
Proses reduksi ukuran dan pencucian.
Pemilihan setiap alternatif akan mempengaruhi terhadap pengaturan urutan dan kegiatan
front penambangan. Harga jual bauksit sangat berpengaruh pada penentuan stripping
ratio (SR) karena harga jual yang sangat besar akan lebih membuka peluang untuk
melakukan operasi penambangan dengan SR yang besar pula, sehingga akan
memperbesar perolehan cadangan bauksit. Perubahan besaran SR mempunyai implikasi
yang luas terhadap desain tambang, demikian pula sebaliknya, karena secara teknis dapat
berakibat pada perubahan batas penambangan (pit limit) dan perubahan level
penambangan (pit level). Sehingga berakibat pada perubahan jumlah cadangan bauksit
dan umur tambang.
4.1.2.2.Parameter Geoteknik
Pengujian sifat fisik/mekanik overburden, interburden dan bauksit, yang telah dilakukan
di Laboratorium Geomekanika terdiri dari density, kuat tekan uniaksial (UCS) dan kuat
geser (puncak dan residu). Kekuatan batuan utuh dan residdu yang digunakan dalam
analisis geoteknik seperti tercantum dalam tabel di bawah ini.
IV-3
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT
Tabel 4-1
Parameter Kekuatan Batuan Lereng Di Area Tambang
Density ucs Peak Residual
Batuan
KN/nr Mpa CD (kPa) <M°) Cr (kPa) <M°)
Bauksit 13,20 1,464 111,3 35,7 14,5 16,6
Claystone 18,02 1,557 111,5 33,9 8,1 17,9
Siltstone 18,96 1,609 147,9 38,1 26,7 15,7
Sandstone 20,04 1,644 111,3 36,3 23,4 21,1
Faktor keamanan (FK) yang diaplikasikan dalam desain highwall dan sidewall adalah FK
= 1,4. Kurva hubungan antara tinggi lereng dengan sudut kemiringan lerangan untuk
highwall dan sidewall ditunjukkan pada Gambar 4.1. Berdasarkan kurva tersebut dapat
diketahui bahwa untuk tinggi lereng keseluruhan 80 meter, maka overall slope yang
direkomendasikan adalah 40°. Namun demikian, kedalaman lereng tambang bauksit
maksimal hanya sampai 7-8 meter saja.
IV-4
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT
Gambar 4.1
Rekomendasi Lereng Tambang
IV-5
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT
b.Stabilitas Lowwall
Penyebutan istilah lowwall pada umumnya banyak digunakan pada lereng tambang-
tambang batubara. Namun demikian, hal itu dapat saja digunakan dalam pengaturan
kelerengan pada tambang bahan galian lain dalam rangka memprediksi kestabilan lereng.
Potensi kelongsoran yang mungkin teijadi adalah berbentuk sliding block, toe crushing
atau kombinasi keduanya. Analisis kemantapan lereng lowwall mengganggap bahwa
lapisan batuan lowwal adalah material fractionless (tidak mempunyai kohesi, c = 0).
Pendekatan empiris adalah dengan cara menghitung komponen berat massa batuan lemah
ke arah kemiringan lereng dan dibandingkan dengan kuat tekan uniaksial (UCS) batuan.
Mengacu kepada mekanisme hancuran lereng lowwal yang potensial tergantung pada
kuat tekan uniaksial (UCS) dan sudut kemiringan lowwal, maka disarankan untuk
menambah jumlah pengujian UCS pada waktu tambang telah beroperasi. Kurva
hubungan antara kedalam pit dengan sudut kemiringan lowwall ditunjukkan pada Gambar
4.2.
c.
IV-6
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT
Gambar 4.3.
Hubungan Antara Kemiringan dan Tinggi Lereng Tambang
IV-7
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT
IV-8
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT
Gambar 4.4.
Mine Layout Penambangan Bauksit PT. Bintangar Maju Abadi
IV-9
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT
a. Kondisi Geologi
Mempertimbangkan penyebaran cadangan bauksit terhadap kendala-kendala alam yang
ada, seperti struktur geologi, maka ada sedikit cadangan yang secara teknis tidak
memungkinkan untuk ditambang.
IV-10
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT
Menghitung total biaya penambangan per ton bauksit (selain biaya pengupasan lapisan
penutup), dengan komponen biaya seperti tercantum dalam Tabel 4-3.
Menghitung balance yaitu selisih antara harga jual per ton bauksit dengan total biaya
penambangan per ton bauksit.
Menghitung BESR yaitu perbandingan antara balance dengan biaya pengupasan per
BCM lapisan penutup.
Mengacu pada perhitungan BESR ( = 1 : 2,67 ) seperti pada Tabel 4-2, berarti apabila
penambangan menggunakan SR = 1 : 1,3 maka besarnya keuntungan adalah sama dengan
nol {break even). Oleh sebab itu dalam studi kelayakan penambangan bauksit PT.
Bintangar Maju Abadi ini digunakan nisbah pengupasan SR = 1 :1,3.
Tabel 4-2
Perhitungan Break Even Stripping Ratio
Penambangan Bauksit PT. Bintangar Maju Abadi
IV-11
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT
yang dilakukan oleh PT. Bintangar Maju Abadi). Adapun besarnya geometri lereng yang
digunakan sebagai batasan perhitungan cadangan tertambang adalah sebagai berikut:
Tinggi lereng tunggal (bench height) =10 meter
Kemiringan lereng tunggal (bench slope) = 60°
Lebar jenjang (berm) =4 meter
Safety berm = 8 meter
Lereng lantai bauksit mengikuti kedudukan lapisan bauksit.
IV-12
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT
dibagi menjadi 2 area penambangan (Blok I dan Blok II). Kriteria cadangan bauksit dapat
ditambang dari seluruh pit yang ada, ditetapkan dengan nilai batas sebagai berikut:
Kualitas bauksit
Endapan bauksit pada areal IUP PT. Bintangar Maju Abadi adalah endapan laterit
yang berbentuk konkresi yang terdapat pada puncak/dan atau lereng bukit-bukit
dengan ketebalan endapan berkisar antara 1-3,5 meter. Endapan ini ditutupi tanah
pucuk {topsoil) setebal 0,20 - 0,30 meter, overburden antara 1 - 3 meter ( rata-rata
1,5 meter ) dan pada umumnya tanah permukaan ditumbuhi semak-semak, karet dan
tanaman rakyat lainnya.
Endapan bauksit terdiri dari mineral-mineral Gibsite (Ab O3 3H2O ), Geotite
( Fe203 H2O), Ilmenit ( Fe Ti02) dan campuran pengotor antara lain Silikon dioksida
( SiCh) yang sangat menentukan ekonomisnya. Untuk mengetahui kadar bauksit
yang akan diekspor dilakukan dengan cara analisa kimia yang mana terlebih dahulu
dicari kadar Si02, Fe203 dan TiC>2. Selanjutnya dengan menggunakan tabel
monogram dapat diketahui kadar aluminium oksidanya ( AI2O3).
Ketebalan bauksit
Ketebalan lapisan bauksit pada areal Izin Usaha Pertambanganantara 1 - 3,5 meter.
Untuk menghindari dilusi, maka bauksit yang akan ditambang adalah pada ketebalan
> 1,0 m .
4.2.1.Jumlah Cadangan Bauksit Tertambang
Perhitungan cadangan bauksit tertambang yang dilakukan menggunakan metode
matematis integrasi numeric, dengan menggunakan bantuan software komputer. Hasil
perhitungan cadangan bauksit tertambang di daerah kajian seperti terlihat pada Tabel 4-4.
Jumlah cadangan bauksit tertambang {mineable reserve) dari daerah studi adalah sebesar
17.237.134 ton, dengan nisbah pengupasan (SR) = 1 : 1,3. Nilai cadangan bauksit tersebut
sekitar 60% dari besarnya nilai cadangan unwashed di daerah studi.
Tabel 4-3
IV-13
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT
4.2.1.Umur Tambang
Umur tambang dapat diperkirakan berdasarkan besarnya cadangan bauksit yang dapat
ditambang (mineable reserve), serta besarnya target produksi penambangan yang
direncanakan. Mempertimbangkan ketertsediaan bauksit yang dapat ditambang
(mineable reserve) dan faktor kehilangan selama proses penambangan dan pengolahan
bauksit serta sasaran produksi, maka umur tambang bauksit PT. Bintangar Maju Abadi
bisa lebih 17 tahun.
IV-14
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT
Gambar 4.6.
Peta Sebaran Endapan Bauksit PT. Bintangar Maju Abadi
IV-15
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT
Dengan nisbah pengupasan (stripping ratio) sebesar 1 : 1,3 maka jumlah tanah penutup
atau overburden yang dipindahkan selama umur tambang adalah sebesar 5.498.314 BCM.
Pemindahan tanah dilakukan dari tambang ke lokasi pembuangan (dumping area)
termasuk ke bekas-bekas pit dengan cara back filling.
Tabel 4-4
Rencana Produksi Bauksit PT. Bintangar Maju Abadi
ROM Bauksit Faktor Konkresi
Tahun Blok Tambang WoB (ton )
(Ton) 62%
IV-16
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT
Gambar 4.7.
Peta Blok Tambang di Luar area Kawasan Hutan
IV-17
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT
IV-18
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT
Dalam pemindahan material hasil penggalian tanah penutup ini digunakan excavator
sebagai alat muat, dan dump truck sebagai alat angkut. Dump truck akan mengangkut
tanah penutup dari daerah penambangan menuju lokasi penimbunan (dumping area),
yang telah direncanakan atau ditimbun di dalam pit sebagai material back filling.
Timbunan tanah penutup ini akan dipadatkan dan diatur dengan menggunakan bulldozer
dan selanjutnya setelah ditutup dengan lapisan tanah subur baru ditanami.
IV-19
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT
4.5.Peralatan Tambang
4.5.1. Jenis dan Spesifikasi Peralatan
Teknik penambangan yang diterapkan dalam operasi penambangan PT. Bintangar Maju
Abadi adalah open pit mining. Untuk menentukan jenis peralatan yang digunakan dalam
metode ini, maka perlu dikaji dahulu jenis-jenis kegiatan yang akan dilakukan dalam
operasi penambangan tersebut, dengan gambaran jenis kegiatan yang jelas, maka
penentuan spesifikasi peralatan yang akan digunakan lebih mudah dilakukan. Hasil dan
pemilihan jenis peralatan yang akan digunakan dalam operasi penambangan bauksit dapat
dilihat pada Tabel 4-5.
Tebal 4-5
Jenis Peralatan Utama Penambangan
PT. Bintangar Maju Abadi
Berdasarkan table diatas, jenis peralatan utama penambangan yang digunakan adalah
excavator/loader, bulldozer, grader dan dump truck. Dengan menggunakan jenis
peralatan itu orang lebih sering memberikan istilah cara penambangan dengan teknik
seperti itu disebut shovel and truck mining.
IV-20
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT
Tabel 4-6
Jumlah Kebutuhan Peralatan Utama Pengolahan Bauksit
PT. Bintangar Maju Abadi
IV-21
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT
Tabel 4-7
Jumlah Kebutuhan Peralatan Pendukung Operasi Penambangan Bauksit
PT. Bintangar Maju Abadi
Excavator PC-650 1
IV-22
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT
Besar dan luas masing-masing fasilitas tersebut disesuaikan dengan kebutuhan dan
operasi keija yang akan dilakukan. Ukuran bangunan administrasi dibuat berdasarkan
perkiraan jumlah karyawan dan pengguna lainnya. Ukuran bengkel (workshop) sesuai
dengan fasilitas pemeliharaan peralatan utama dan ruang untuk mengganti suku cadang.
Laboratorium didesain sesuai dengan perlatanan yang dibutuhkan dan personil yang ada.
Secara global luas lantai dari masing-masing bangunan tersebut adalah sebagai berikut:
IV-23
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT
Gambar 4.8.
Blok Potensi Bauksit dan Rencana Lokasi Washing Plant
Tabel 4.8.
Daftar Penggunaan Lahan Untuk Fasilitas Penunjang
Laboratorium : 1806 m2
Lokasi fasilitas tambang PT. Bintangar Maju Abadi dibangun di sebelah tenggara dari
daerah operasi penambangan sebagai pintu masuk ke area tambang (Gambar 4.8.).
Fasilitas pendukung operasi penambangan tersebut di atas dibangun menjadi satu lokasi
dengan unit pengolahan bauksit (Bauxite Pocessing Plant). Fasilitas yang ada di lokasi
BPP terdiri dari 20 tonne truck dump hopper, screening/'crushing facility, unit radial
stacker dan stasiun penimbangan, selain itu juga terdapat dua buah stockpile yaitu ROM
Stockpile dan Product Bauxite Stockpile.
1.5.Jalan Angkut
Jalan angkut (haulage road) yang digunakan untuk kegiatan operasi penambangan, terdiri
dari 3 (tiga) kelas yang berbeda. Perencanaan ketiga macam kelas jalan angkut tersebut
dimakdsudkan agar sesuai dengan fungsi jalan dan kekuatan yang diperlukan. Pembagian
kelas jalan angkut tersebut adalah Kelas I (kapasitas 50 ton), Kelas II (Kapasitas 20 ton)
dan Kelas III (kapasitas 10 ton).
Jalan angkut Kelas I digunakan untuk pengangkutan lapisan penutup (OB/IB) dan
didesain untuk dump truck kapasitas 50 ton. Konstruksi jalan adalah lebar 20 meter,
lapisan dasar (base) mempunyai nilai CBR 5, tebal lapisan pendukung 90 cm dengan
tahanan putar 3%. Panjang total jalan kelas I kurang lebih 2 km. Jalan ini dibangun untuk
mengakses jenjang tambang (pit benches), OB/IB dumping area, dan jalan antara area
penambangan dengan area backfilling.
Jalan angkut Kelas II digunakan untuk pengangkutan bauksit dan didesain untuk dump
truck kapasitas 20 ton. Konstruksi jalan adalah lebar 14 meter, nilai CBR lapisan dasar 5,
tebal lapisan pendukung 50 cm dengan tahanan putar 3%. Panjang total jalan kelas II
kurang lebih 2 km. Jalan ini dibangun untuk mengakses pit, ROM Bauxite Stockpile dan
Bauxite Processing Plant.
Jalan angkut Kelas III digunakan untuk mengangkut bauksit dari CPP ke Sale Stockpile di
area PLTU dengan truk kapasitas 16 ton. Konstruksi jalan adalah lebar 9 meter dengan
tebal lapisan pendukung 30 cm dan tahanan putar 3%. Panjang total jalan kelas III kurang
lebih 5 km.
IV-25
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT
daerah tambang serta aliran limpasan (run off) yang berasil dari curah hujan. Sedangkan
air bawah permukaan (groundwater) berkaitan dengan keberadaan lapisan batuan yang
berfungsi sebagai pembawa air (aquifer).
Pengaruh sungai dan anak sungai dari segi keberadaannya jelas akan menjadi faktor
pembatas luar daerah yang akan ditambang (open pit) dan perlu diantisipasi sebagai
sumber air rembesan (seepage) baik melalui lapisan akuifer ataupun rekahan yang ada.
Hal ini akan mengganggu kegiatan penambangan. Air hujan termasuk yang harus
diperhitungkan karena air yang masuk daerah tambang secara langsung ataupun sebagai
air limpasan dapat menimbulkan genangan sehingga mengganggu operasi penambangan.
Secara keseluruhan akan menurunkan efisiensi kerja. Disamping itu, bila tidak ditangani
dengan baik bisa menjadi sumber pencemaran air (water pollution).
IV-26
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT
Saluran penyaliran ini berfungsi untuk mencegah air yang berasal dari luar tambang
masuk ke dalam tambang. Dalam pembuatan saluran ini perlu diperhatikan keadaan
topografi sekitar tambang agar dapat ditentukan daerah penampungan air hujan secara
tepat.
Selain pembuatan saluran-saluran penyaliran tersebut maka di lantai tambang perlu juga
dibuat sumuran (sump) untuk menampung air yang masuk ke dalam tambang dan
memompakannya ke luar.
IV-27
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT
Gambar 4.9.
Skema Saluran Penyaliran( drainase) dan Tailing Dam
IV-28
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT
Penyaliran yang diuraikan berikut ini dititikberatkan pada metode atau teknik
penanggulangan air pada tambang terbuka. Penyaliran bisa bersifat pencegahan atau
pengendalian air yang masuk ke lokasi penambangan. Hal yang perlu diperhatikan adalah
kapan cuaca ekstrim teijadi, yaitu ketika air tanah dan air limpasan dapat membahayakan
kegiatan penambangan, oleh sebab itu kondisi cuaca pada tambang terbuka sangat besar
efeknya terhadap aktifitas penambangan. Apabila hal ini sudah diperhitungkan
sebelumnya, maka kegiatan penambangan akan terhindar dari kondisi yang
membahayakan tersebut.
IV-29
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT
mengalirkan air dari bagian lokasi yang lebih tinggi ke lokasi yang lebih rendah. Pompa
yang digunakan pada sistem ini lebih efektif dan hemat.
IV-30
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT
langsung dialirkan ke luar lokasi penambangan. Upaya ini umumnya dilakukan untuk
penanganan air tanah yang berasal dari sumber air permukaan.
IV-31
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT
4.8.4.3.Curah Hujan
Sumber utama air yang masuk ke lokasi penambangan adalah air hujan, sehingga besar
kecilnya curah hujan yang terjadi di sekitar lokasi penambangan akan mempengaruhi
banyak sedikitnya air tambang yang harus dikendalikan. Data curah hujan biasanya
disajikan dalam data curah hujan harian, bulanan, dan tahunan yang dapat berupa grafik
atau tabel.
Analisa curah hujan dilakukan dengan menggunakan Metode Gumbel yang dilakukan
dengan mengambil data curah hujan bulanan yang ada, kemudian ambil curah hujan
maksimum setiap bulannya dari data tersebut, untuk sampel dapat dibatasi jumlahnya
sebanyak n data.
Dengan menggunakan Distribusi Gumbel curah hujan rencana untuk periode ulang
tertentu dapat ditentukan. Periode ulang merupakan suatu kurun waktu dimana curah
hujan rencana tersebut diperkirakan berlangsung sekali. Penentuan curah hujan rencana
untuk periode ulang tertentu berdasarkan Distribusi Gumbel. Untuk itu data curah hujan
harus diolah terlebih dahulu menggunakan kaidah statistik mengingat kumpulan data
adalah kumpulan yang tidak tergantung satu sama lain, maka untuk proses pengolahannya
digunakan analisis regresi metode statistik.
Xr = X + (axon ) . (Yr - Yn) ...........................................................................(3.1)
Keterangan:
Xr = Hujan harian maksimum dengan periode ulang tertentu (mm)
IV-32
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT
Tabel 4.9
Periode Ulang Hujan Untuk Sarana Penyaliran
Yn = Koreksi rata-rata
YN = Nilai rata-rata Y n
n = Jumlah data
Besarnya intensitas hujan yang kemungkinan terjadi dalam kurun waktu tertentu dihitung
berdasarkan persamaan Mononobe, yaitu :
I = R2424 {24t)2/3................................................................................ (3.7)
Keterangan :
R24 = Curah hujan rencana perhari (24jam)
IV-34
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT
Tabel 4.10
Hubungan Derajat dan Intensitass Curah Hujan
IV-35
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT
Catchment area adalah suatu daerah tangkapan hujan yang dibatasi oleh wilayah
tangkapan hujan yang ditentukan dari titik-titik elevasi tertinggi sehingga akhirnya
merupakan suatu poligon tertutup dengan pola yang sesuai dengan topografi dan
mengikuti kecenderungan arah gerak air. Dengan pembuatan catchment area maka
diperkirakan setiap debit hujan yang tertangkap akan terkonsentrasi pada elevasi
terendah. Pembatasan catchment area dilakukan pada peta topografi, dan untuk
merencanakan sistem penyalirannya dianjurkan menggunakan peta rencana penambangan
dan peta situasi tambang.
2.Waktu konsentrasi
Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan hujan untuk mengalir dari titik teijauh
ke tempat penyaliran. Waktu konsentrasi dapat dihitung dengan rumus dari “Kirpich”.
tc = HL........................................................................................ (3.8)
Keterangan :
U = Waktu terkumpulnya air (menit)
L = Jarak teijauh sampai titik penyaliran (meter)
H = Beda ketinggian dari titik teijauh sampai ke tempat berkumpulnya air (meter)
3.Saluran Terbuka
Bentuk penapang saluran yang paling sering digunakan dan umum adalah bentuk
trapesium, sebab mudah dalam pembuatannya, murah, efisien, mudah dalam
perawatannya, dan stabilitas kemiringan lerengnya dapat disesuaikan dengan keadaan
daerahnya.
Setelah diketahui luas penampang bisa ditentukan jari-jari hidrolis dengan Rumus
Manning. Untuk bentuk saluran yang akan dibuat ada beberapa macam bentuk dengan
perhitungan geometrinya sebagai berikut:
IV-36
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT
1:1 —► x : h
b+2y
b + 2x y 1:1,5—>x=l,5y (b+x)y (b+x)y/(b+2y(t+x2)1/2
(l+x2)
1:2—>x=2y
JID (1-
0/180)+ (JLD( 1 -O/180)+4(d-
2(d- <3>=cos"!((d- JI.D(1-
d (d- O^DJ^gOJMjiDJl-
0,5D)tg<D 0,5D)/0.5D) 0/180)
0,5D) 2
0/180)
tgO
Tabel 4.12.
Kemiringan dinding saluran yang sesuai untuk berbagai jenis bahan
IV-37
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT
Tabel 4.13
Sifat-sifat hidrolik pada saluran terbuka
Kemiringan rata-rata dasar saluran Kecepatan rata-rata
(%) (m/det)
Kurang dari 1 0,4
1-2 0,6
2-4 0,9
4-6 1,2
6-10 1,5
10-15 2,4
Besarnya air limpasan tergantung dari banyak faktor, sehingga tidak semua air
yang berasal dari curah hujan akan menjadi sumber bagi sistem drainase. Dari
banyak faktor, yang paling berpengaruh yaitu :
IV-38
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT
Faktor-faktor ini digabung dan dinyatakan oleh suatu angka yang disebut
koefisien air limpasan. Penentuan besarnya debit air limpasan maksimum
ditentukan dengan menggunakan Metode Rasional, antara lain sebagai berikut:
Q = 0,278 x C x I x A..........................................................................(3.10)
Keterangan:
4.8.4.Jenis Material
Jenis material pada areal penambangan berpengaruh terhadap kondisi
penyebaran air limpasan karena untuk setiap jenis dan kondisi material yang
berbeda memiliki koefisien materialnya masing-masing. Beberapa perkiraan
koefisien limpasan terlihat pada tabel 4.14:
IV-39
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT
Tabel 4.14
Beberapa Harga Koefisien Kekasaran Manning
Tipe dinding saluran n
Semen 0,010-0,014
Beton 0,011-0,016
Bata 0,012-0,020
Besi 0,013-0,017
Tanah 0,020 - 0,030
Gravel 0,022-0,035
Tanah yang ditanami 0,025 - 0,040
Tabel 4.15
Koefisien Material Dan Kecepatan Izin Aliran
IV-40
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT
IV-41
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT
IV-42
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT
1.Pertimbangan ekonomi
Pertimbangan ini menyangkut masalah biaya, baik biaya investasi untuk
pembangunan instalasi maupun biaya operasi dan pemeliharaannya.
2.Julang total pompa
Julang total pompa yang harus disediakan untuk mengalirkan jumlah air seperti
direncanakan, dapat ditentukan dari kondisi instalasi yang akan dilayani oleh
pompa. Julang total pompa dapat ditulis sebagai berikut:
Keterangan:
Ht = Julang total pompa (m)
hc = Julang statis total (m)
hv = Velocity head (m)
hf = Julang gesek (m)
hi = Jumlah belokan (m)
hc=h2-h,............................................................................................(3.12)
IV-43
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT
Dimana:
h2 = Elevasi air keluar
hI = Elevasi air masuk
hv = (v22 xg ).................................................................(3.13)
Dimana:
v = Kecepatan air yang melalui
pompa (m/detik)
g = Gaya gravitasi (m/detik)
Keterangan :
v = Kecepatan rata-rata aliran didalam pipa (m/dtk)
C,p,q = Koefisien-koefisien
R = Jari-jari hidrolik (m)
S = Gradien hidrolik
hf = Julang kerugian gesek dalam pipa (m)
k = Koefisien kerugian gesek
g = Percepatan gravitas (ms'2)
L = Panjang pipa (m)
D = Diameter pipa (m)
IV-44
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT
Selanjutnya untuk aliran turbulen julang kerugian gesek dapat dihitung dengan berbagai
rumus empiris.
i.Rumus Darcy
Dengan cara Darcy, maka koefisien kerugian gesek (k) dinyatakan sebagai berikut:
Rumus ini berlaku untuk pipa baru dari besi cor. Jika pipa telah dipakai selama bertahun-
tahun, harga koefisien kerugian gesek (k) akan menjadi 1,5 sampai 2 kali harga barunya.
ii.Rumus Hazen-Williams
Rumus ini pada umumnya dipakai untuk menghitung kerugian head dalam pipa yang
relatif sangat panjang.
V = 0,849CR°’63S°’54 ................................................................. (3.17)
Atau
Hf = 10.666.Ql.85x LC1.85 D4,85 ...................................................(3.18)
Keterangan:
hf = Julang kerugian (m)
v = Kecepatan rata-rata didalam pipa (m/s)
C = Koefisien (table 3.9)
R = Jari-jari hidrolik (m)
S = Gradien hidrolik (S=hfL )Q = Laju Aliran (m3/s)
L = Panjang pipa
IV-45
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT
Tabel 4.16
Kondisi Pipa Dan Harga Koefisien (Formula Hazen-William)
Jenis Pipa C
Pipa besi cor baru 130
Pipa besi cor tua 100
Pipa baja baru 120-130
Pipa baja tua 80-100
Pipa dengan lapisan semen 130-140
Pipa dengan lapisan terarang batu 140
Cara menentukan harga koefisien kerugian (F) untuk berbagai bentuk transisi
pipa akan diperinci seperti dibawah ini:
IV-46
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT
Jika kecepatan aliran (v) setelah masuk pipa, maka harga koefisien kerugian dari
rumus (3.17) untuk berbagai bentuk ujung masuk pipa menurut Weisbach adalah
sebagai berikut:
F = 0,5.............................................................................................................. (il)
F= 0,25.............................................................................................................(i2)
F = 0,06 (untuk r kecil) sampai ........................................................................(i3)
F= 0,005 (untuk r besar) ................................................................................. (i4)
F=0,56............................................................................................................... (i5)
F= 3,0 (untuk sudut tajam) sampai
F= 1,3 (untuk sudut 45)....................................................................................(i6)
F=F+ 0,3 cos 0 + 0,2 cos 20, dimana fi adalah koefisien bentuk dari ujung masuk
dan mengambil harga (il) sampai (i6) sesuai dengan bentuk yang dipakai.
Bila ujung pipa isap yang berbentuk lonceng dan tercelup dibawah permukaan air
maka harga/berkisar antara 0,2 sampai 0,4. Terdapat dua macam belokan, yaitu
belokan lengkung dan belokan patah. Untuk belokan lengkung digunakan rumus:
keterangan:
F = Koefisien kerugian
R = Jari-jari lengkung belokan
0 = Sudut belokan
IV-47
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT
Keterangan:
y = Bobot isi air (kN/m3)
Q = Kapasitas (m3/detik)
H = Julang total (m)
Pw = Daya air (kW)
Daya poros
Daya poros yang diperlukan untuk menggerakkan pompa adalah sama dengan
daya air ditambah kerugian daya di dalam pompa. Daya poros (P) dapat
dihitung dengan menggunakan rumus:
P = Pwrjp............................................................................ (3.23)
Keterangan:
n|p = Efesiensi pompa
P = Daya poros
Efesiensi pompa untuk pompa-pompa jenis khusus harus diperoleh dari pabrik
pembuatnya.
IV-48
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT
Dengan adanya settling pond, diharapkan air yang keluar dari daerah
penambangan sudah bersih dari partikel padatan sehingga tidak menimbulkan
kekeruhan pada sungai atau laut sebagai tempat pembuangan akhir. Selain itu
juga tidak menimbulkan pendangkalan sungai akibat dari partikel padatan yang
terbawa bersama air.
Bentuk settling pond biasanya hanya digambarkan secara sederhana, yaitu berupa
kolam berbentuk empat persegi panjang, tetapi sebenarnya dapat bermacam-
macam bentuk disesuaikan dengan keperluan dan keadaan lapangannya.
Walaupun bentuknya dapat bermacam-macam, namun pada setiap settling pond
akan selalu ada 4 zona penting yang terbentuk karena proses pengendapan
material padatan. Keempat zona tersebut adalah :
IV-49
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT
1.Diameter partikel padatan yang keluar dari kolam pengendapan tidak lebih dari
9 x 10-6 m, karena akan menyebabkan pendagkalan dan kekeruhan sungai.
2.Kekentalan air
3.Partikel dalam lumpur adalah material yang sejenis
4.Kecepatan pengendapan material dianggap sama
5.Perbandinga dan cairan padatan diketahui
IV-50
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT
Dalam proses pengendapan ini partikel mampu mengendap dengan baik jika
(tv) tidak lebih besar dari (th).
Persentase pengendapan = th(th+tv) x 100%................(3.28)
IV-51
PT. BINTANGAR MAJU ABADI
STUDI KELAYAKAN
PERTAMBANGAN BAUKSIT
IV-52
PT. BINTANGAR MAJU ABADI