Anda di halaman 1dari 27

PROPOSAL SKRIPSI

ANALISIS PENGARUH GEOMETRI PELEDAKAN BATUAN


LAPISAN PENUTUP TERHADAP FRAGMENTASI BATUAN
HASIL PELEDAKAN PADA PT. BUMA

Oleh :
YOGI ANDREO PANGESTU
NIM. 1109055054

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA
2015

PROPOSAL SKRIPSI
ANALISIS PENGARUH GEOMETRI PELEDAKAN BATUAN
LAPISAN PENUTUP TERHADAP FRAGMENTASI BATUAN
HASIL PELEDAKAN PADA PT. BUMA
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Teknik
Oleh :

YOGI ANDREO PANGESTU


NIM. 1109055054

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA
2015

UNIVERSITAS MULAWARMAN
FAKULTAS TEKNIK
PS S1 TEKNIK PERTAMBANGAN

PROPOSAL
TUGAS SKRIPSI
Nama

: Yogi Andreo Pangestu

NIM
Peminatan
Judul Tugas Skripsi

: 1109055054
: Teknik Peledakan
: Analisis Pengaruh Geometri Peledakan Batuan
Lapisan Penutup Terhadap Fragmentasi Batuan Hasil
Peledakan Pada PT. BUMA

Pembimbing 1
Pembimbing 2

: Tommy Trides, ST., MT.


: Ir. Adi Uzaimi Winaswangusti

Dilaksanakan

: Semester Genap 2014/2015

1. Judul Penelitian

ANALISIS

PENGARUH

GEOMETRI

PELEDAKAN

BATUAN

LAPISAN

PENUTUP TERHADAP FRAGMENTASI BATUAN HASIL PELEDAKAN PADA


PT. BUMA

2. Latar Belakang

Salah satu tahapan dalam proses penambangan batubara adalah pengupasan batuan
lapisan penutup (overburden), pengupasan lapisan

penutup dimaksudkan untuk

membuang (memindahkan sementara) lapisan overburden agar endapan batubara


terkupas dan mudah untuk ditambang. Lapisan penutup sendiri terdiri atas top soil, sub
soil, dan lapisan batuan inti (claystone, sandstone, mudstone, dll). Secara umum
material penutup dapat dibedakan menjadi material lunak dan material keras.

Umumnya digunakan metode direct digging maupun ripping untuk melaksanakan


kegiatan pengupasan material penutup yang lunak. Sementara untuk material yang keras
akan dilakukan dengan metode peledakan.

Dengan dilakukannya kegiatan peledakan maka output yang dihasilkan berupa


fragmentasi batuan hasil peledakan. Fragmentasi batuan hasil peledakan dikatakan baik
apabila distribusi material hasil peledakan tersebut merata dan tidak ditemukan ukuran
boulder (bongkah), biasanya fragmentasi dikatakan boulder apabila material tersebut
ukurannya lebih besar dari 75% terhadap dimensi bucket excavator. Dengan demikian
efisiensi penggalian yang dilakukan excavator akan menurun, selain itu pemuatan
material boulder ke atas vessel dumptruck harus ditangani dengan hati-hati.

Salah satu hal yang mempengaruhi fragmentasi batuan hasil peledakan adalah geometri
peledakan. Untuk memperoleh hasil pembongkaran batuan sesuai dengan yang
diinginkan, maka perlu suatu perencanaan ledakan dengan memperhatikan besaranbesaran geometri peledakan. Umumnya setiap perusahaan memiliki standar geometri
peledakan yang telah ditentukan, namun dari standar tersebut tak jarang ditemukan
fragmentasi batuan yang kurang baik setelah dilakukannya peledakan. Oleh karena itu
dilakukan penelitian ini untuk merencanakan kembali geometri peledakan yang
digunakan, agar diperoleh fragmentasi batuan hasil peledakan yang lebih baik.

3. Tujuan

Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah:


a. Mengetahui geometri peledakan standar yang diterapkan di lapangan.
b. Mendapatkan ukuran fragmentasi batuan hasil peledakan menurut standar yang
digunakan perusahaan.
c. Menentukan geometri peledakan usulan yang tepat agar fragmentasi batuan hasil
peledakan menjadi optimal.
d. Mendapatkan ukuran fragmentasi batuan hasil peledakan berdasarkan geometri
peledakan yang diusulkan.
e. Mengetahui tingkat persentase Boulder.

4. Perumusan Masalah

Distribusi fragmentasi material hasil peledakan diharapkan selalu optimal, ukurannya


seragam dan tidak ditemukan ukuran bongkah (Boulder). Namun pada kenyataannya
ukuran Boulder masih sering dijumpai pada operasi peledakan. Hal ini menyebabkan
efisiensi penggalian yang dilakukan oleh excavator akan berkurang.

Salah satu faktor yang mempengaruhi fragmentasi batuan hasil peledakan adalah
geometri peledakan. Untuk memperoleh hasil pembongkaran batuan sesuai dengan yang
diinginkan, maka perlu suatu perencanaan ledakan dengan memperhatikan besaranbesaran geometri peledakan.

5. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah:


a. Geometri peledakan yang menjadi variabel penelitian adalah Burden, Spacing,
Stemming, Kedalaman lubang ledak, Subdrilling, Charge Length, dan Powder
Factor.
b. Penentuan geometri peledakan usulan dihitung berdasarkan rumus R.L. Ash.
c. Untuk memperkirakan fragmentasi batuan menggunakan persamaan Kuznetsov.
d. Untuk

mengetahui

distribusi

ukuran

fragmentasi

digunakan

persamaan

Cunningham yang digabungkan dengan persamaan Kuznetsov.


e. Tidak memperhatikan pola pemboran dan pola peledakan yang digunakan.

6. Tinjauan Pustaka
6.1 Fragmentasi

Fragmentasi adalah istilah umum untuk menunjukkan ukuran setiap bongkah batuan
hasil peledakan. Ukuran fragmentasi tergantung pada proses selanjutnya. Untuk tujuan
tertentu ukuran fragmentasi yang besar (Boulder) diperlukan, misalnya disusun sebagai
penghalang (Barrier) di tepi jalan tambang. Namun kebanyakan diinginkan ukuran

fragmentasi yang kecil karena penanganan selanjutnya akan lebih mudah. Ukuran
fragmentasi terbesar biasanya dibatasi oleh dimensi bucket alat gali (Excavator atau
Shovel) yang akan memuatnya ke dalam truck dan oleh ukuran gap bukaan crusher.

Beberapa ketentuan umum tentang hubungan frgamentasi dengan lubang ledak:


a. Ukuran lubang ledak yang besar akan menghasilkan bongkahan fragmentasi , oleh
sebab itu harus dikurangi dengan menggunakan bahan peledak yang lebih kuat.
b. Perlu diperhatikan bahwa dengan menambah bahan peledak akan menghasilkan
lemparan yang jauh.
c. Pada batuan dengan intensitas retakan tinggi dan jumlah bahan peledak sedikit
dikombinasikan dengan jarak spasi pendek akan menghasilkan fragmentasi kecil.

Penyimpangan dari ketentuan umum tentang ukuran fragmentasi di atas dapat terjadi
karena perbedaan yang spesifik dari kualitas batuan dan bahan peledak. Untuk itu,
percobaan pengeboran dan peledakan harus dilakukan untuk mendapat hasil yang
optimum (Pusdiklat Minerba, 2013).

6.2 Manfaat Optimalisasi Tingkat Fragmentasi

Ada beberapa manfaat yang diperoleh pada operasi penambangan apabila tingkat
fragmentasi batuan tersebut baik, utamanya pada kegiatan Loading, Hauling, Crushing,
dan Blasting.

a. Loading
Peningkatan derajat fragmentasi akan memberikan produktivitas yang lebih tinggi
terhadap alat muat. Dalam standar biaya operasi per jam hal ini akan menghasilkan
biaya pemuatan yang lebih rendah per tonnya maupun per meter kubiknya. Efeknya
adalah memberikan biaya operasi per jam yang lebih rendah.

b. Hauling
Sama halnya pada hauling, meningkatnya derajat fragmentasi akan membuat pemuatan
yang dilakukan alat angkut akan semakin cepat, hal tersebut akan mempengaruhi cycle

time dari alat angkut dan alat muat. Dalam standar biaya operasi per jam, hal ini akan
meningkatkan produktivitas alat angkut yang hasilnya akan menurunkan ongkos
produksi.

c. Crushing
Peningkatan derajat fragmentasi menghasilkan biaya crushing yang lebih rendah karena
material undersize akan lebih banyak jumlahnya. Biaya-biaya, waktu perawatan dan
perbaikan crusher akan menurun sehingga akan meningkatkan crushing rate per jam.
Dengan kinerja crusher yang optimal, maka tidak ada waktu tunggu bagi alat angkut di
area crusher dengan demikian produktivitas alat angkut semakin meningkat pula.
Artinya dengan meningkatnya fragmentasi batuan waktu kerja crusher bisa lebih
ditekan.

d. Blasting

Untuk jenis batuan yang diberikan, struktur geologi, dan sekuen peledakan, peningkatan
derajat fragmentasi dapat dicapai dengan:
-

Meningkatkan kuantitas konsumsi dari bahan peledak yang digunakan.

Mengganti bahan peledak dengan bahan peledak yang mempunyai energi


peledakan yang lebih besar.

Mengkombinasikan kedua hal di atas (Hustrulid, 1999).

6.3 Mekanisme Pecahnya Batuan

Konsep yang dimaksud disini adalah konsep pemecahan dan reaksi-reaksi mekanik
dalam batuan homogen, berdasarkan salah satu teori peledakan. Sifat mekanis dalam
batuan yang homogen akan berbeda dari batuan yang mempunyai rekahan-rekahan dan
heterogen seperti yang dijumpai dalam pekerjaan peledakan.

Proses pecahnya batuan akibat energi ledakan dapat dibagi dalam tiga tingkat yaitu
dynamic loading, quasi-static loading, dan release of loading.

a. Proses pemecahan tingkat I (dynamic loading)


Pada saat bahan peledak meledak, tekanan tinggi menghancurkan batuan di daerah di
sekitar lubang ledak. Gelombang kejut yang meninggalkan lubang ledak merambat
dengan kecepatan 3000 5000 m/detik, akan mengakibatkan tegangan tangensial yang
menimbulkan rekahan menjari yang menjalar dari daerah lubang ledak. Rekah menjari
pertama terjadi dalam waktu 1 2 ms.

b. Proses pemecahan tingkat II (quasi-static loading)


Tekanan sehubungan dengan gelombang kejut yang meninggalkan lubang ledak pada
proses pemecahan tingkat I adalah positif. Apabila mencapai bidang bebas akan
dipantulkan, tekanan akan turun dengan cepat, kemudian berubah menjadi negatif dan
timbul gelombang tarik. Gelombang tarik ini merambat kembali ke di dalam bauan.
Oleh karena batuan lebih kecil ketahanannya terhadap tarikan daripada tekanan, maka
akan terjadi rekahan-rekahan primer disebabkan karena tegangan tarik dari gelombang
yang dipantulkan. Apabila tegangan regang cukup kuat akan menyebabkan slabbing
atau spalling pada bidang bebas. Dalam proses pemecahan tingkat I dan tingkat II
fungsi dari energi gelombang kejut adalah menyiapkan batuan dengan sejumlah
rekahan-rekahan kecil. Secara teoritis energi gelombang kejut jumlahnya antara 5 - 15%
dari energi total bahan peledak. Jadi gelombang kejut menyediakan kesiapan dasar
untuk proses pemecahan tingkat akhir.

c. Proses pemecahan tingkat III (release of loading)


Dibawah pengaruh tekanan yang sangat tinggi dari gas-gas hasil peledakan maka
rekahan radial primer (tingkat II) akan diperlebar secara cepat oleh kombinasi efek dari
tegangan tarik disebabkan kompresi radial dan pembajian (pneumatic wedging). Apabila
masa batuan di depan lubang ledak gagal dalam mempertahankan posisinya bergerak ke
depan maka tegangan tekan tinggi yang berada dalam batuan akan dilepas, seperti spiral
kawat yang di tekan kemudian dilepaskan. Efek dari terlepasnya batuan adalah
menyebabkan tegangan tarik tinggi dalam masa batuan yang akan melanjutkan
pemecahan hasil yang telah terjadi pada proses pemecahan tingkat II. Rekahan hasil
dalam pemecahan tingkat II menyebabkan bidang-bidang lemah untuk memulai reaksireaksi fragmentasi utama pada proses peledakan (Koesnaryo, 2001).

6.4 Rancangan Peledakan

Yang dimaksud dengan merancang peledakan ialah mencakup seluruh prosedur


perhitungan dan gambar dalam penentuan:

Geometri peledakan

Pola pemboran dan peledakan

Kebutuhan bahan peledak dan perlengkapannya

Produksi peledakan

Penanganan pasca produksi

Cukup banyak masukan yang harus diperhitungkan dalam merancang peledakan, dan
masukan-masukan tersebut digolongkan ke dalam:

Faktor rancangan yang tidak dapat dikontrol

Faktor rancangan yang dapat dikontrol

a. Faktor Rancangan yang Tidak Dapat Dikontrol


Faktor-faktor dalam rancangan peledakan yang tidak dapat dikontrol meliputi geologi,
sifat dan kekuatan batuan, struktur diskontinuitas, kondisi iklim, dan pengaruh air.

Geologi

Batuan yang menyusun kerak bumi dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar
yaitu batuan beku, batuan sedimen, dan batuan metamorf. Proses terbentuknya
suatu jenis batuan berbeda dengan jenis batuan lain. Tiap-tiap tipe batuan tersusun
dari mineral-mineral dalam berbagai komposisi, ukuran, tekstur, dan struktur yang
berlainan. Batuan yang tersingkap di permukaan bumi akan mengalami proses
pelapukan dan proses kecepatan pelapukan untuk tiap-tiap jenis batuan juga
berbeda. Hal ini sangat berpengaruh pada sifat fisik dan mekanik dari batuan.
Batuan yang masih segar umumnya memiliki kekuatan yang lebih besar, dan akan
berkurang sejalan dengan proses pelapukan yang dialami.

Struktur diskontinuitas

Sejauh menyangkut penggalian, massa batuan dapat dibedakan menjadi dua


kelompok yaitu yang segar dan yang lapuk. Untuk batuan segar, sifat
diskontinuitas berperan penting, karena melalui zona diskontinuitas ini proses
pelapukan akan berlangsung secara intensif. Diskontinuitas ini dapat berbentuk
kekar, retakan, sesar, bidang perlapisan, dan sebagainya. Struktur perlapisan
merupakan ciri utama dari batuan sedimen. Ketebalan lapisan ini berkisar dari
beberapa

sentimeter

hingga

puluhan

meter,

tergantung

pada

kondisi

pengendapannya.

Pada batuan berlapis seperti pada batuan sedimen sering dijumpai struktur kekar,
yang kemudian diperhitungkan dalam operasi peledakan. Kekar adalah struktur
geologi yang terjadi akibat adanya tekanan atau tarikan yang disebabkan oleh
gaya-gaya dari luar. Apabila patahan dari suatu massa batuan dapat menyebabkan
batuan disekitar daerah patahan akan terjadi kekar, struktur kekar sering terdapat
di lokasi peledakan. Struktur kekar ini sangat penting diketahui dan merupakan
pertimbangan utama dalam operasi peledakan. Adanya struktur kekas pada massa
batuan akan mempengaruhi penyebaran energi ledakan, penentuan arah peledakan
dan fragmentasi batuan yang dihasilkan berkaitan dengan struktur kekar.
Penentuan arah peledakan menurut R.L. Ash adalah:
-

Pada batuan sedimen bidang kekar berpotongan satu dengan yang lain, sudut
horizontal yang dibentuk oleh bidang kekar vertikal biasanya membentuk sudut
tumpul (mendekati 105o) dan pada bagian lain akan membentuk sudut lancip
(mendekati 75 o).

Fragmentasi yang dihasilkan umumnya mengikuti bentuk perpotongan bidang


kekar. Apabila peledakan diarahkan pada sudut runcing akan menghasilkan
pecahan melebihi batas (overbreak) dan retakan-retakan pada jenjang.
Peledakan selanjutnya menghasilkan bongkah, getaran tanah, suara peledakan
(air blast) dan batu terbang (fly rock). Untuk menghindari hal tersebut
peledakan diarahkan ke luar dari sudut tumpul.

Jika dijumpai kemiringan kekar horizontal atau miring maka lubang ledak
miring akan memberikan keuntungan karena energy peledakan dapat berfungsi

secara efisien. Jika kemiringan vertikal fragmentasi lebih seragam dapat


dicapai bila peledakan dilakukan sejajar dengan kemiringan kekar.

Sifat dan kekuatan batuan

Sifat batuan yang penting untuk dipertimbangkan dalam rangka perbaikan


fragmentasi hasil peledakan antara lain:
-

Sifat fisik: bobot isi

Sifat mekanik: cepat rambat gelombang, kuat tekan dan kuat tarik

Pada umumnya bobot isi batuan digunkan sebagai petunjuk kemudahan batuan
untuk dipecahkan dan dipindahkan. Batuan yang berat berarti untuk volume batuan
yang sama akan lebih berat dan memerlukan energi yang lebih banyak untuk
membongkarnya.

Kecepatan rambat tiap batuan berbeda. Batuan masif mempunyai kecepatan


perambatan gelombang yang tinggi, dapat memberikan hasil fragmentasi yang baik
bila diledakkan menggunakan bahan peledak yang mempunyai kecepatan detonasi
yang tinggi.

Kuat tekan dan kuat tarik juga dapat digunakan sebagai petunjuk kemudahan
batuan untuk dipecahkan. Batuan pada dasarnya lebih kuat atau tahan terhadap
tekanan daripada tarikan, hal ini dicirikan oleh kuat tekan batuan lebih besar
dibandingkan dengan kuat tariknya.

Pengaruh air

Kandungan air dalam jumlah yang cukup banyak dapat mempengaruhi stabilitas
kimia bahan peledak yang sudah diisikan ke dalam lubang ledak. Kerusakan
sebagian isian bahan peledak dapat mengurangi kecepatan reaksi bahan peledak
sehingga akan mengurangi energi peledakan, atau bahkan isian akan gagal
meledak (misfire). Misalnya ANFO yang dapat larut dalam air, tidak baik
digunakan untuk zona pledakan yang banyak airnya. Untuk mengatasi pengaruh

air, jika lubang ledak berisi air maka air dikeluarkan dengan udara bertekanan
tinggi dari kompresor.

Kondisi cuaca

Kondisi cuaca berhubungan erat dengan jadwal kerja dan waktu kerja efektif ratarata. Dalam suatu operasi peledakan, proses pengisian dan penyambungan ragkaian
lubang-lubang ledak dilakukan pada cuaca normal, dan harus dihentikan manakala
cuaca mendung (akan hujan).

Pada daerah tropis, semakin banyak hari hujan berarti jumlah jam kerja efektif
untuk operasi peledakan akan menjadi semakin pendek.

b. Faktor Rancangan yang Dapat Dikontrol


Faktor-faktor rancangan peledakan yang dapat dikontrol meliputi geometri pemboran,
geometri peledakan, bahan peledak, sistem penyalaan dan urutannya.

Geometri pemboran

Yang dimaksud geometri pemboran ialah:


-

Diameter lubang bor

Kedalaman lubang ledak

Inklinasi lubang ledak

Tinggi jenjang

Pola pemboran

Geometri peledakan

Geometri peledakan yang ditentukan terlebih dahulu ialah Burden (B). Jika B
sudah ditentukan maka besaran yang lain seperti Spacing, Stemming, Subdrilling,
dsb dapat ditentukan.
Pedoman perhitungan Geometri Peledakan menurut R.L. Ash
R.L. Ash (1967) membuat suatu pedoman perhitungan geometri peledakan
jenjang berdasarkan pengalaman empirik yang diperoleh di berbagai tempat

dengan jenis pekerjaan dan batuan yang berbeda-beda. Sehingga R.L. Ash
berhasil mengajukan rumusan-rumusan empirik yang dapat digunakan
sebagai pedoman dalam rancangan awal suatu peledakan batuan.
Dalam pelaksanaannya hasil perhitungan dengan cara R.L. Ash harus
dicoba di lapangan untuk memperoleh gambaran dan perubahan kea rah
geometri yang lebih mendekati kondisi sesungguhnya. Percobaan di
lapangan dilakukan dengan cara trial and error sampai diperoleh geometri
peledakan yang optimal.

I.

Penentuan Burden (B)


Untuk menentukan Burden, R.L. Ash (1967) mendasarkan pada acuan
yang dibuat secara empirik, yaitu adanya batuan standar dan bahan
peledak standar. Bahan peledak standar memiliki bobot isi 160 lb/cuft,
dan bahan peledak standar memiliki berat jenis 1,2 dan kecepatan
detonasi 12000 fps. Apabila batuan yang diledakkan sama dengan
batuan standard an bahan peledak yang dipakai ialah bahan peledak
standar, maka digunakan Burden ratio (Kb) standar yaitu 30. Tetapi
apabila batuan yang akan diledakkan tidak sama dengan batuan
standar dan bahan peledak yang dipakai bukan pula bahan peledak
standar, maka harga Kb standar itu harus dikoreksi menggunakan
faktor penyesuai (adjustment factor).


12

..... (6.1)

Dimana:
B

= Burden (ft)

Kb = Burden ratio

Maka:
Kb terkoreksi

30 Af1 Af2 (6.2)

Dimana:
Af1 = Adjustment factor batuan yang diledakkan
Af2 = Adjustment factor handak yang dipakai
Dengan:
Af1 = (

Af2 = (

1/3
) ....... (6.3)

2
2

)1/3 ... (6.4)

Dimana:
D

Bobot isi batuan yang diledakkan

Dstd

Bobot isi batuan standar (160 lb/cuft)

SG

Bj handak yang dipakai

SGstd =

Bj handak standar (1,20)

Ve

VOD handak yang dipakai

Vestd

12000 fps

Jadi:
B

II.


12

(6.5)

Spacing (S)
S

= Ks . B. (6.6)

Dimana:
S

= Spacing

(meter)

Ks = S/B
Ks = Spacing ratio

(1,00 2,00)

Ukuran Spacing dipengaruhi oleh:


-

Cara peledakan yang digunakan, serentak atau berurutan

Fragmentasi yang diinginkan

Delay interval

Spacing yang lebih kecil dari ketentuan aka menyebabkan ukuran


batuan hasil peledakan terlalu hancur. Tetapi jika Spacing lebih besar
dari ketentuan, akan menyebabkan banyak terjadi bongkah (Boulder)
dan tonjolan (Stump) di antara dua lubang setelah peledakan.

Berdasarkan cara urutan peledakannya, pedoman penentuan Spacing


adalah sebagai berikut:
-

Peledakan serentak, S = 2B

Peledakan beruntun dengan delay interval lama (second delay),


S=B

Peledakan dengan millisecond delay, S antara 1B hingga 2B

Jika terdapat kekar yang tidak saling tegak lurus, S antara 1,2B
hingga 1,8B

Peledakan dengan pola equilateral dan berurutan tiap lubang


ledak dalam baris yang sama, S = 1,15B

III.

Stemming (T)
T

= Kt . B.(6.7)

Dimana:
T

= Stemming

(meter)

Kt = T/B
Kt = Stemming ratio

(0,75 1,00)

Fungsi Stemming:
-

Meningkatkan confining pressure dari akumulasi gas hasil


ledakan

Menyeimbangkan tekanan di daerah Stemming

IV.

Kedalaman lubang tembak (H)


H

= Kh . B. (6.8)

Dimana:
H

= Kedalaman lubang tembak (meter)

Kh = H/B
Kh = Hole depth ratio

(1,5 4,0)

Kedalaman lubang ledak biasanya disesuaikan dengan tingkat


produksi (kapasitas alat muat) dan pertimbangan geoteknik.

V.

Subdrilling (J)
J

= Kj . B.. (6.9)

Dimana:
J

= Subdrilling

(meter)

Kj = J/B
Kj = Subdrilling ratio

(0,2 0,3)

Panjang Subdrilling dipengaruhi oleh struktur geologi, tinggi jenjang


dan kemiringan lubang ledak.

VI.

Charge Length (PC)


PC = H T.. (6.10)

Dimana:
PC = Panjang kolom isian

(meter)

= Kedalaman lubang ledak (meter)

= Stemming

(meter)

VII.

Stick Count (SC)


Jumlah dodol ukuran standar 3,175 cm x 20,32 cm yang terdapat
dalam satu doos seberat 22,68 kg.

VIII.

Loading Density (de)


Loading density ialah jumlah isian handak per meter panjang kolom
isian.
de = 0,508 De2 / (SG).. (6.11)

Dimana:
de = Loading density

(kg/m)

De = Diameter lubang ledak

(inchi)

SG = BJ bahan peledak

Jadi, jumlah handak dalam satu lubang ledak (E) = PC . de . Kilogram

IX.

Powder Factor (Pf)


Powder Factor adalah perbandingan antara banyaknya bahan peledak
yang digunakan untuk meledakkan sejumlah batuan. Persamaan
umum yang digunakan untuk menentukan besarnya powder factor
adalah:
Pf = W/E.... ... (6.12)
Dimana:
Pf = Powder Factor

(Ton batuan / Kg handak)

W = berat batuan yang diledakkan

(Ton)

(Kg)

= berat handak yang digunakan

6.5 Target Produksi Peledakan

Target produksi merupakan jumlah batuan yang akan diledakkan yang dihitung dari luas
area dan kedalaman lubang ledaknya. Persamaan umum yang digunakan untuk
menentukan target produksi peledakan adalah:

A x L x dr... (6.13)

Dimana:
W

Jumlah batuan yang diledakkan

Luas daerah yang diledakkan

Tinggi jenjang

dr

Bobot isi batuan ton/m3

6.6 Perkiraan Fragmentasi Batuan

Fragmentasi batuan hasil peledakan sangat dipengaruhi oleh faktor batuan dan bahan
peledak yang digunakan, rumusan yang digunakan untuk memperkirakan fragmentasi
batuan hasil peledakan adalah rumusan yang dibuat oleh Kuznetsov (Koesnaryo, 2001).

6.6.1 Persamaan Kuznetsov

Persamaan Kuznetsov yang asli diberikan sebagai berikut:

( 0 )0,8 0,167 .. (6.14)

Dimana:
x

Ukuran rata-rata fragmentasi batuan (cm)

Faktor batuan (7 untuk batuan medium 10 untuk batuan


keras, 13 untuk batuan keras yang banyak retakan)

Volume batuan yang terbongkar (m3)

Berat bahan peledak TNT tiap lubang ledak (kg)

Lang (1987) mengatakan bahwa biasanya bahan peledak pada bagian sub-drill harus
dikeluarkan, karena hal tersebut jarang memeberikan kontribusi yang signifikan
terhadap fragmentasi di dalam kolom peledakan.

Dengan menggunakan persamaan Kuznetsov yang asli dan persamaan modifikasi yang
dibuat oleh Cunningham, kita dapat menentukan ukuran rata-rata fragmentasi dengan
setiap bahan peledak dan indeks keseragaman. Dengan informasi ini, proyeksi distribusi
ukuran pada kurva Rosin Rammler dapat dibuat.

6.6.2 Distribusi Ukuran

Cunningham menyadari bahwa kurva Rosin Rammler telah diakui secara luas sebagai
gambaran yang tepat terhadap fragmentasi untuk batuan yang diledakkan dan yang telah
dihancurkan. Salah satu poin pada kurva tersebut, ukuran rata-rata, dapat ditentukan
dengan menggunakan persamaan Kuznetsov. Untuk menetapkan benarnya kurva Rosin
Rammler, yang dibutuhkan adalah eksponen n dalam persamaan berikut:

( ) .. (6.15)

Dimana:
R

Perbandingan dari material yang tertinggal pada ayakan

Ukuran ayakan

Xc

x / (0,693)1/n

Indeks keseragaman

Untuk mendapatkan nilai ini, Cunningham menggunakan data lapangan dan analisis
regresi terhadap parameter lapangan yang sebelumnya dipelajari dan diperoleh n
dalam hal:

Akurasi pemboran

Rasio burden terhadap diameter lubang bor

Pola pemboran Staggered dan Square

Rasio spacing / burden

Rasio panjang kolom isian terhadap tinggi jenjang

Kombinasi algoritma di atas kemudian berkembang bersamaan dengan persamaan


Kuznetsov, yang kemudian dikenal dengan Kuz-Ram model, bentuk dari persamaan
Kuz-Ram tersebut adalah:
n

2,2 14

1+

1
2

.. (6.16)

Dimana:
n

Indeks keseragaman

Diameter isian (mm)

Burden (m)

Standar deviasi pemboran (m)

Spacing (m)

Panjang isian (m)

Tinggi jenjang (m)

Dalam pengembangan lebih lanjut dimungkinkan penggunaan bahan peledak lain selain
TNT, yang dimasukkan ke dalam persamaan Kuznetsov oleh Cunningham. Sehingga
persamaan akhir untuk menentukan fragmentasi rata-rata ditunjukkan di bawah ini:

115

( 0 )0,8 0,167 (

)0,63 (6.17)

Dimana:
x

Ukuran rata-rata fragmentasi batuan (cm)

Faktor batuan (7 untuk batuan medium 10 untuk batuan


keras, 13 untuk batuan keras yang banyak retakan)

Volume batuan yang terbongkar (m3)

Berat bahan peledak tiap lubang ledak (kg)

Relative strength (ANFO = 100)

7. Metodologi

Langkah-langkah yang dilakukan dalam kegiatan penelitian ini tersusun atas:


a. Studi litelatur (Sekunder)
Merupakan studi pustaka yaitu kegiatan mengutip dari berbagai literatur baik berupa
buku, penelitian terdahulu, data-data yang telah dimiliki perusahaan, dan sebagainya
yang merujuk pada hal-hal yang mendukung kegiatan penelitian.

b. Pengambilan data (Primer)


Kegiatan yang dilaksanakan dengan tujuan untuk menghimpun data yang ada
dilapangan yang dilakukan dengan observasi dan pengamatan secara langsung. Adapun
data yang dihimpun berupa data geometri peledakan, data fragmentasi hasil peledakan,
serta alat muat yang digunakan.

c. Pengolahan data
Data yang diperoleh dari observasi dan pengamatan di lapangan, data-data tersebut lalu
dikelompokkan berdasarkan data yang dibutuhkan. Data kemudian diolah untuk
mengetahui distribusi ukuran dari material hasil peledakan.

d. Analisis data
Dari data yang diolah kemudian dianalisis geometri peledakan yang digunakan pihak
perusahaan terhadap fragmentasi batuan hasil peledakan, lalu diusulkan geometri
peledakan baru. Dari usulan geometri baru tersebut kemudian diolah kembali data-data
lapangannya untuk dianalsis lebih lanjut.

e. Kesimpulan
Hasil analisis data kemudian ditarik kesimpulannya dan diajukan kepada pihak
perusahaan sebagai bahan pertimbangan untuk langkah perbaikan dalam permasalahan
distribusi fragmentasi hasil peledakan yang dialami.

Studi Literatur

- Penelitian terdahulu
- Jurnal
- Buku

- Observasi lapangan
- Pengambilan data

Geometri peledakan
- Aktual
- Teoritis

Fragmentasi batuan
- Aktual
- Teoritis

Alat muat
- Dimensi bucket

Pengolahan data

Geometri peledakan
baru
- Persamaan R.L. ash

Fragmentasi teoritis
baru
- Permodelan Kuz-Ram

Analisis data

Grafik perbandingan fragmentasi


teoritis dengan aktual

Kesimpulan

Gambar 7.1 Diagram alir penelitian

8. Relevansi
Dari rencana penelitian yang akan dilakukan ini diharapkan dari apa yang dihasilkan
pada penelitian ini dapat diterapkan oleh pihak perusahaan untuk memperbaiki geometri
peledakan yang digunakan sebelumnya, agar fragmentasi batuan yang diledakkan
hasilnya akan semakin baik.

Penelitian ini juga dapat menjadi motivasi untuk peneliti lain dalam menganalisa
variabel-variabel lain yang juga berpengaruh terhadap tingkat fragmentasi batuan hasil
peledakan sehingga dapat dilengkapi pada penelitian selanjutnya.

9. Jadwal Kegiatan
Kegiatan penelitian ini akan dimulai pelaksanaannya pada tanggal 13 April 2015 atau
dapat menyesuaikan dengan ketentuan yang diberikan pihak perusahaan. Jadwal
kegiatan penelitian yang akan dilaksanakan adalah sebagai berikut:
Tabel 9.1 Jadwal kegiatan penelitian
Minggu

Keterangan

Kegiatan
1
Perencanaan penelitian dan
studi literatur
Penelitian dan pengambilan
data
Pengolahan data
Penyusunan skripsi

10

Pelaksanaan
di lapangan
disesuaikan
dengan
kondisi
tempat
penelitian

10. Daftar Pustaka


1. Hustrulid, William, 1999, Blasting Principle For Open Pit Mining, A.A. Balkema,
Rotterdam.

2. Koesnaryo, S., 2001, Rancangan Peledakan Batuan, Universitas Pembangunan


Nasional Veteran Yogyakarta, Yogyakarta.

3. Lang, L.C., 1987, Gas Expansion, Stress Wave / Flaw, and Refelction in Atlas
Powder Company. Explosive and Rock Blasting, Maple Press.

4. Pusdiklat Minerba, 2013, Diklat Teknik Pemberaian Batuan pada Penambangan


Bahan Galian, Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral RI, Bandung.

LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI
Nama Lengkap

Yogi Andreo Pangestu

Tempat, Tanggal Lahir

Banggai, 22 Agustus 1994

Alamat Domisili

Jl. Durian III, Gg. Padang, Tanjung Redeb, Berau

Jenis Kelamin

Laki-laki

Agama

Islam

Status

Belum Menikah

Telepon

085251559551

Email

yogiandreopangestu@gmail.com

RIWAYAT PENDIDIKAN
(2005) Lulus dari SDN 006 Tanjung Redeb
(2008) Lulus dari SMPN 1 Tanjung Redeb
(2011) Lulus dari SMKN 1 Tanjung Redeb
(2011) Mulai menempuh pendidikan tinggi di Universitas Mulawarman, Samarinda

KEMAMPUAN
1. Menguasai program komputer (MS Word, Excel, Power Point).
2. Menguasai software tambang (Surpac 6.4).

PENGALAMAN
1. Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Saptaindra Sejati, Sambarata Mine Operation
Periode

Agustus September 2014

Anda mungkin juga menyukai