Oleh :
Kiagus Husni Tamrin
03091002056
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2013
NIP.
I.
JUDUL
prosedur
dan
yang
dibutuhkan.
III. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis fragmentasi
batuan hasil peledakan yang dilakukan
apakah desain peledakan yang digunakan saat ini telah menghasilkan fragmentasi
batuan sesuai dengan yang diinginkan, sehingga proses pemuatan oleh alat muat
dapat dilakukan secara optimal.
IV. PERUMUSAN MASALAH
Permasalahan yang dibahas adalah fragmentasi batuan hasil peledakan
terhadap optimalisasi produksi alat muat di PT. Berau Coal. permasalahan yang
terjadi adalah hasil dari fragmentasi tersebut tidak sesuai dengan yang
direncanakan.
Dengan adanya masalah tersebut diatas, maka ditemukan dua
pertanyaan penting yang dapat dijadikan acuan dalam melakukan penelitian,
yaitu antara lain :
1. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan :
-
diledakkan,
digunakan untuk membongkar batuan. Lebih dari itu lubang bor miring
mempunyai lebih banyak keuntungan dari pada yang tegak, yaitu :
-
Lantai Atas
Daerah backbreak
450
Stemming
Gel.Tekan diteruskan
Gel.Tekan dipantulkan
450
Lantai Bawah
Lantai Atas
Stemming
Gel.Tekan diteruskan
450
Gel.Tekan dipantulkan
450
Lantai Bawah
GAMBAR 5.1.
PEMBORAN LUBANG TEMBAK VERTIKAL DAN MIRING 5)
DAN LUBANG TEMBAK miring
4. Pola Pemboran
Pola pemboran merupakan suatu pola pada kegiatan pemboran dengan
menempatkan lubang lubang tembak secara sistematis. Berdasarkan letak
letak lubang bor maka pola pemboran pada umumnya dibedakan menjadi dua
macam, yaitu :
Pola pemboran
sejajar (paralel).
S = Spasi
B = Burden
Free Face
S
Pola pemboran
selang-seling (staggered).
S = Spasi
B = Burden
B
Free Face
GAMBAR 5.2.
POLA PEMBORAN 3)
Dalam penerapannya di lapangan, pola pemboran sejajar merupakan
pola yang lebih mudah dalam pengaturan pemboran lebih lanjut. Tetapi
peledakan
merupakan
urutan
waktu
peledakan
antara
lubang lubang bor dalam satu baris dengan lubang bor pada baris berikutnya
ataupun antara lubang bor yang satu dengan lubang bor yang lainnya.
Pola peledakan ini ditentukan berdasarkan urutan waktu peledakan
serta arah runtuhan material yang diharapkan.
Berdasarkan arah runtuhan batuan, pola peledakan diklasifikasikan
sebagai berikut (Gambar 5.3) :
a. Box Cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke depan
dan membentuk kotak
b. Corner cut (echelon cut) , yaitu pola peledakan yang arah runtuhan
batuannya ke salah satu sudut dari bidang bebasnya.
c. V cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya kedepan
dan membentuk huruf V.
Berdasarkan
urutan
waktu
peledakan,
maka
pola
peledakan
dengan waktu tunda antara baris yang satu dengan baris lainnya.
Setiap lubang tembak yang akan diledakkan harus memiliki ruang
yang cukup kearah bidang bebas terdekat agar energi terkonsentrasi secara
maksimal sehingga lubang tembak akan terdesak, mengembang, dan pecah.
Secara teoritis, dengan adanya tiga bidang bebas (free face) maka kuat
tarik batuan akan berkurang sehingga meningkatkan energi ledakan untuk
pemecahan batuan dengan syarat lokasi dua bidang bebasnya memiliki jarak
yang sama terhadap lubang tembak.
6. Geomerti peledakan
Geometri peledakan terdiri dari burden, kedalaman lubang bor, subdrilling spacing dan stemming.
a. Burden
Burden dapat dihitung menurut formula R. L. Ash. sebagai berikut : 5)
Kb x De
B = 12
Dimana :
B
Burden, meter
Kb
Burden Ratio
De
Kh
H
B
dimana :
Kh = hole depth ratio
( Kh = 1,5 - 4,0)
H = kedalaman lubang bor, ft
c. Sub-drilling
Panjang subdrilling dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai
berikut : 5)
Kj
J
B
dimana :
Kj = sub-drilling ratio
= sub-drilling, ft
d. Stemming
Panjang stemming dapat ditentukan dengan menggunakan rumus : 5)
Kt
T
B
dimana :
Kh = stemming ratio
e. Spacing
Besar spasi dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut : 5)
Ks
S
B 5)
dimana :
Ks = spacing ratio
= Burden
4)
Dimana :
W = berat batuan
A = luas daerah yang akan diledakkan
L = tinggi jenjang
dr = densitas batuan
b. Penentuan Tingkat Fragmentasi Batuan Hasil Peledakan
Penentuan tingkat fragmentasi batuan hasil peledakan dengan cara
membandingkan antara volume nyata batuan hasil peledakan dengan
volume batuan yang tidak memerlukan pemecahan ulang.
Fragmentasi batuan yang memerlukan pemecahan ulang dinyatakan
sebagai bongkah (boulder) dari hasil peledakan, sehingga diperlukan upaya
pemecahan ulang agar batuan tersebut bisa digunakan.
Dalam menentukan tingkat fragmentasi batuan hasil peledakan ada
beberapa metode yang bisa digunakan, seperti :
a) Metode photography
b) Metode photogrametry
c) Metode photography berkecepatan tinggi
d) Analisa produtivitas alat muat
e) Analisa volume material pada pemecahan ulang
f) Analisa visual komputer
g) Analisa kenampakan kualitatif
h) Analisa ayakan
i) Analisa produktivitas alat peremuk
Salah satu penentuan fragmentasi batuan hasil peledakan yang
banyak digunakan adalah analisa volume produktivitas alat peremuk. Cara
ini
digunakan
karena
lebih
teliti
dalam
perhitungannya.
Untuk
Xc = 0,693
R
= e
X Xc
Dimana :
R
= target fragmentasi
= indeks keseragaman
Fragmentasi batuan merupakan pecahan batuan dalam ukuran
tertentu sebagai hasil dari suatu proses peledakan. Beberapa faktor yang
berpengaruh terhadap fragmentasi batuan hasil peledakan adalah :
a) Pola pemboran (drilling pattern)
b) Pola penyalaan (ignition pattern)
c) Charge concentration
d) Jumlah baris (number of rows)
e) Ketelitian pemboran (drilling precision)
f) Bahan peledak dan sistem penyalaan (explosives and ignition system)
4)
Dimana :
E = jumlah bahan peledak yang diperlukan
de = densitas bahan peledak
Pe = tinggi kolom isian bahan peledak
N = jumlah lubang tembak
d. Powder Factor (Pf)
Powder factor atau spesific charge merupakan suatu bilangan untuk
menyatakan berat bahan peledak yang dibutuhkan untuk menghancurkan
batuan (kg/m).
Dalam menentukan powder factor ada dua macam satuan yang
dapat digunakan, yaitu:
1) Berat bahan peledak per volume batuan yang diledakkan (kg/m3).
2) Berat bahan peledak per berat batuan yang diledakkan (kg/ton).
Perhitungan powder factor menurut R.L. Ash dalam buku The
Mechanics of Rock Breakage diformulasikan sebagai berikut: 4)
Pf
= W/E
Dimana :
Pf
karena semakin berat massa suatu batuan, maka bahan peledak yang
dibutuhkan untuk membongkar atau menghancurkan batuan tersebut akan
lebih banyak.
Elastisitas batuan adalah sifat yang dimiliki batuan untuk kembali
ke bentuk atau keadaan semula setelah gaya yang diberikan kepada
batuan tersebut dihilangkan. Secara umum batuan memiliki sifat Elastis
Bench
Floor
Floor
GAMBAR 5.4
ARAH PEMBORAN PADA BIDANG PERLAPISAN 5)
c. Pengaruh Air
Kandungan air dalam jumlah yang cukup banyak dapat
mempengaruhi stabilitas kimia bahan peledak yang sudah diisikan
kedalam lubang ledak. Kerusakan sebagian isian bahan peledak dapat
mengurangi kecepatan reaksi bahan peledak sehingga akan mengurangi
energi peledakan, atau bahkan isian akan gagal meledak (misfire).
Misalnya ANFO yang dapat larut dalam air , tidak dapat digunakan untuk
zona peledakan yang banyak airnya. Untuk mengatasi pengaruh air, dapat
menggunakan pompa untuk mengeluarkan air tersebut dari lubang ledak
kemudian membungkus bahan peledak menggunakan plastik.. Penutupan
pada lubang ledak pada
Studi Literatur
Dilakukan dengan mencari bahan-bahan pustaka yang menunjang, yang
diperoleh dari Instansi yang terkait, Perpustakaan, Brosur-brosur,
Informasi-informasi, Grafik, dan tabel.
2.
Penelitian di lapangan
Dalam pelaksanaan penelitian di lapangan ini akan dilakukan beberapa
tahap,
yaitu:
3.
Pengambilan data
Melakukan pengukuran-pengukuran
Wawancara seperlunya.
4.
Mengolah
nilai
karakteristik
data-data
yang
mewakili
obyek
Pengolahan data
Pengolahan data dilakukan dengan melekukan beberapa perhitungan dan
Kesimpulan
Diperoleh setelah dilakukan korelasi antara hasil pengolahan data yang
VII.
JADWAL PELAKSANAAN
Penelitian ini rencananya akan dilaksanakan selama 2 (dua) bulan, yaitu pada
Kegiatan
1
VIII.
1.
Orientasi Lapangan
2.
Pengumpulan
Referensi dan Data
3.
Pengolahan Data
4.
Konsultasi dan
Bimbingan
5.
Penyusunan dan
Pengumpulan Draft
Laporan
Waktu Pelaksanaan
Minggu Ke3
5
6
4
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
Konya C.J., and Walter E.J., Surface Blast Design, Prentice Hall, USA,
1990.
3.
4.
Jimeno C.l and Jimeno E.L (1995). Drilling and Blasting Rock.
Balkema/Rotterdam; Brookfield (Page 154 203).
5.