Anda di halaman 1dari 2

ANDAL

Peningkatan Kapasitas Produksi Batubara


PT Kaltim Prima Coal

Di bawah surge bin terdapat 2 trestle conveyor, satu menuju shiploader 5.400/5.450 dan yang lain
menuju shiploader 15.400. Hampir seluruh bagian trestle conveyor dengan panjang keselurahan
2.400 m berada dan ditopang di atas laut. Pada ujung trestle conveyor terdapat peralatan pembagi
batubara ke 2 double quadrant shiploader secara proporsional, dengan kapasitas masing-masing
4.200 tph. Kedalaman minimum tempat kapal sandar adalah 17,2 m sehingga dapat mengakomodasi
kapal berbobot hingga 200.000 DWT. Dari stockpile 14.000, batubara dapat pula dikapalkan melalui
dermaga ketiga, yaitu dermaga pemuat tongkang (barge loader). Di bagian selatan stockpile
terdapat reclaim feeder yang mengumpan batubara ke conveyor menuju pemuat tongkang yang
berlokasi sekitar 1 Km dari stockpile di TBCT. Barge loader yang ada terdiri atas reclaim feeder dan
conveyor yang mencurahkan batubara ke atas tongkang. Tongkang maksimum berukuran 8.000 ton
untuk selanjutnya dipindahkan ke kapal menggunakan fasilitas transhipment atau fasilitas grab
crane yang ada di kapal.
Stockpile di TBCT dilengkapi dengan kolam pengendap untuk menangani air limpasan, dimana
partikel batubara diendapkan sehingga efluen kolam pengendap melalui overflow memenuhi baku
mutu.
Pengapalan Batubara dari Lubuk Tutung Terminal
Setelah OLC dan pemuat kapal di Bengalon dibangun, pengapalan batubara dari LTT akan dilakukan
melalui dermaga pemuat kapal. LTT menerima batubara dari OLC, awalnya ditumpuk di stockpile
dan selanjutnya diangkut melalui reclaim conveyor dan jetty conveyor ke kapal melalui shiploader.
Stockpile dilengkapi dengan kolam pengendap untuk menangani air limpasan.

Perawatan Alur Tongkang Batubara di Tanjung Bara dan LubukTutung

Sebagai prasarana pendukung transfer batubara dari pelabuhan dan dermaga ke coalship di tengah
laut, pada tahun 2004 PT KPC membangun alur (access channel) melalui pengerukan. Untuk
pelabuhan Tanjung Bara dilakukan pengerukan dengan lebar 75 m dan panjang 600 m dan di Lubuk
Tutung dengan lebar 75 m dan panjang 2.000 m. Kedalaman alur di Tanjung Bara dan Lubuk Tutung
adalah -5m LWS. Guna memastikan alur pelayaran tetap berfungsi dengan optimal, maka
direncanakan perawatan alur tongkang (maintenance dredging) secara reguler setiap lima tahunan
sesuai dengan kondisi pendangkalan yang terjadi.
Volume lumpur yang dihasilkan dari kegiatan di Tanjung Bara adalah sekitar 41.000 m3, sedangkan
di Lubuk Tutung sekitar 370.000 m3 untuk lebar alur 55 m. Untuk kepentingan peningkatan
angkutan batubara mendatang akan dilakukan pelebaran alur untuk kebutuhan fuel berthing di
Tanjung Bara dengan volume pengerukan lumpur sekitar 49.000 m3 serta di Lubuk Tutung sekitar
210.000 m3 untuk pelebaran alur menjadi 72 m. Selain itu, untuk rencana fuel berthing di Bengalon
akan dilakukan pengerukan lumpur sekitar 180.000 m3.
Secara teknis perawatan alur direncanakan melalui dua opsi berikut, yaitu :
- Pengerukan menggunakan clamshell dregder (alat pengeruk), dilengkapi hopper barge dan
kapal tunda sama dengan cara pengerukan awal (capital dredging).
- Pengerukan menggunakan cutter suction dredger pump dengan cara menghisap lumpur
menggunakan mesin dredger dan selanjutnya dibuang ke darat melalui pipa.

2.2.5.4 Tahap Pasca Operasi Penambangan

a. Reklamasi dan Rehabilitasi Lahan

Prosedur reklamasi dan rehabilitasi lahan penimbunan dan bekas tambang dilakukan sesuai prosedur
operasi standar mengacu Sistem QA/QC menurut Spesifikasi Rehabilitasi PT KPC Tahun 2000 tentang

Rencana Peningkatan Produksi Batubara II - 93


ANDAL
Peningkatan Kapasitas Produksi Batubara
PT Kaltim Prima Coal

Revegetasi. Lapisan penutup akan ditimbunkan kembali ke dalam dua lokasi yang berbeda, yaitu
ditempatkan kembali ke dalam lubang tambang dan ke luar tambang.
Prosedur penempatan batuan penutup di luar daerah tambang :
– Pembukaan lahan.
– Pemindahan tanah pucuk.
– Pemadatan tanah lapisan bawah bila memungkinkan.
– Penempatan batuan buangan dalam jenjang setinggi 10 m.
– Penempatan material yang mungkin menghasilkan asam pada timbunan batuan buangan.
– Pembuatan kontur untuk mencegah terjadinya genangan.
– Pembuatan saluran air ke arah kolam pengendapan untuk dialirkan ke sungai guna mencegah
terjadinya genangan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan lereng timbunan batuan di luar tambang adalah :
– Kondisi dasar daerah timbunan.
– Tekanan air internal dalam batuan buangan.
– Tegangan kuat geser material buangan.
Reka bentuk timbunan batuan penutup telah ditentukan berdasarkan kekuatan material di Sangatta
dan Bengalon, sedangkan kekuatan fondasi ditentukan dari hasil pengujian. Prosedur konstruksi
timbunan batuan penutup di luar tambang adalah sebagai berikut :
– Penimbunan pada daerah dataran dengan pondasi endapan aluvial yang tebal dan sudut
lereng yang dibuat sedatar mungkin agar terjaga kestabilannya.
– Penimbunan pada daerah aluvial tipis dengan sudut kemiringan kecil.
– Penimbunan pada daerah berbukit yang tidak mengandung endapan aluvial dengan sudut
lereng H : V = 1 : 3, mengacu pada pengalaman di daerah tambang Sangatta.
– Penempatan batuan penutup juga meliputi kontrol aliran air permukaan untuk meminimalkan
erosi.
– Berdasarkan proses rehabilitasi lahan bekas tambang mlalui penghijauan dan penghutanan
kembali di areal timbunan yang dilakukan di tambang Sangatta pada tahun 1996, diketahui
bahwa timbunan harus relatif datar agar tumbuhan yang ditanam dapat tumbuh dengan baik
dan permukaan tanah tidak mengalami erosi. Ketentuan yang ditetapkan saat ini tentang
sudut akhir lereng timbunan batuan tanah penutup berkisar antara H : V = 1 : 5 dan 1 : 6.
Berdasarkan kajian geoteknik, dengan sudut lereng tersebut tidak akan menimbulkan masalah
bila terjadi tekanan air dalam tanah. Pengalamana di lapangan juga menunjukkan bahwa
keberhasilan penempatan lapisan tanah pucuk, pengontrolan erosi, dan pelaksanaan
penghijauan pada lokasi dengan kemiringan besar sangat sulit dicapai, sehingga pelestarian
lingkungan lebih dititikberatkan pada pembentukan reka bangun bentuk geometri timbunan
batuan penutup.
Berdasarkan kajian geoteknik yang dilakukan disimpulkan bahwa dengan sudut lereng timbunan
batuan penutup kurang dari H : V = 1 : 5 tidak menimbulkan masalah tekanan air internal pada
timbunan. Strategi penimbunan meliputi :
– Meminimalkan jarak tempuh vertikal dan horisontal bagi material buangan.
– Menyediakan ruang yang cukup untuk mengontrol sedimen terlarut dari timbunan.
– Mencegah pembentukan asam dengan cara menjaga agar tidak terjadi oksidasi dari sulfida
besi yang terkandung dalam timbunan.
– Memaksimalkan ruang kosong dalam lubang tambang untuk tempat penimbunan.
– Memastikan kestabilan timbunan dengan cara mengukur ketinggian tebing timbunan maksimal
yang diperbolehkan.

Rencana Peningkatan Produksi Batubara II - 94

Anda mungkin juga menyukai