Anda di halaman 1dari 25

EVALUASI TEKNIS DAN BIAYA OPERASIONAL ANTARA METODE

PEMBORAN–PELEDAKAN DAN SURFACE MINER WIRTGEN 2200 SM


DI QUARRY PT SEMEN BATURAJA (PERSERO) Tbk
SUMATERA SELATAN

PROPOSAL PENELITIAN TUGAS AKHIR

Dibuat Untuk Penelitian Tugas Akhir Mahasiswa


Jurusan Teknik Pertambangan
Universitas Sriwijaya

Oleh
Taufikurrahman Mulia
03021281520135

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2018
IDENTITAS DAN PENGESAHAN USULAN PENELITIAN
TUGAS AKHIR MAHASISWA

1. Judul : Evaluasi Teknis dan Biaya Operasional Antara Metode


Pemboran–Peledakan dan Surface Miner Wirtgen 2200
SM di Quarry PT Semen Baturaja (Persero) Tbk,
Sumatera Selatan
2. Pengusul
a. Nama : Taufikurrahman Mulia
b. Jenis Kelamin : Laki-laki
c. NIM : 03021281520135
d. Semester : VII (Tujuh)
e. Fakultas/Jurusan : Teknik/Teknik Pertambangan
f. Alamat e-mail : taufikurrahmanmulia15@gmail.com
g. Contact Person : 082175047984
3. Waktu Pelaksanaan : 17 September 2018 – 17 November 2018
4. Lokasi Penelitian : PT Semen Baturaja (Persero) Tbk

Indralaya, 27 Agustus 2018


Pembimbing Proposal, Pengusul,

Bochori, ST., MT Taufikurrahman Mulia


NIP. 197410252002121003 NIM. 03021281520135

Menyetujui:
Ketua Jurusan Teknik Pertambangan

Dr. Hj. Rr. Harminuke Eko Handayani ST., MT


NIP.196902091997032001
A. JUDUL
Evaluasi Teknis dan Biaya Operasional Antara Metode Pemboran–Peledakan
dan Surface Miner Wirtgen 2200 SM di Quarry PT Semen Baturaja (Persero)
Tbk, Sumatera Selatan

B. LOKASI PENELITIAN
PT Semen Baturaja (Persero) Tbk, Sumatera Selatan

C. BIDANG ILMU
Teknik Pertambangan

D. LATAR BELAKANG
Dalam industri pertambangan, batu gamping sering dijumpai sifat kekerasan
batuan yang relatif lunak maupun yang keras, sehingga memerlukan perlakuan
yang berbeda dalam melakukan penggalian bahan galian tersebut. Untuk batu
gamping yang bersifat lunak dapat langsung diberai dengan menggunakan ripping
atau shovel. Sedangkan untuk batu gamping yang bersifat keras perlu dilakukan
kegiatan pemboran-peledakan untuk memberaikan batuan tersebut.
Metode pemboran-peledakan terkadang tidak cocok pada beberapa lokasi
pertambangan yang dikarenakan berbagai faktor tertentu. Oleh karena itu dengan
berkembangnya teknologi dalam dunia pertambangan, ditemukan metode
pemberaian tanpa menggunakan pemboran-peledakan, yaitu dengan
menggunakan alat yang disebut surface miner. Metode pemberaian ini cocok
digunakan untuk lokasi pertambangan yang tidak memungkinkan untuk
dilakukannya kegiatan pemboran-peledakan dikarenakan sulitnya memperoleh
izin, seperti lokasi pertambangan yang dekat dengan pemukiman warga dan
daerah yang rawan apabila terkena getaran dari proses peledakan.
PT Semen Baturaja (Persero) Tbk menggunakan sistem penambangan secara
tambang terbuka (quarry). Aktivitas penambangan di quarry dilakukan dengan
menggunakan dua metode, yaitu metode pemboran-peledakan dan metode surface
miner Wirtgen 2200 SM. Hasil produksi batu gamping yang terberai dari metode
pemboran-peledakan dan metode surface miner Wirtgen 2200 SM ini sama-sama
dimuat lalu diangkut hingga sampai pada crusher. Namun, kedua metode ini
menghasilkan jumlah produksi, biaya operasional produksi dan ukuran batu
gamping yang berbeda. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan
pengamatan dan penelitian lebih lanjut dengan membandingkan jumlah produksi,
biaya operasional produksi dan ukuran batu gamping yang dihasilkan antara
penggunaan metode pemboran-peledakan dan metode surface miner Wirtgen 2200
SM.

E. RUMUSAN MASALAH
1. Berapa jumlah produksi yang dihasilkan pada saat menggunakan metode
pemboran-peledakan dan metode surface miner Wirtgen 2200 SM dalam
proses produksi batu gamping?
2. Berapa biaya operasional yang dibutuhkan pada saat menggunakan metode
pemboran-peledakan dan metode surface miner Wirtgen 2200 SM dalam
proses produksi batu gamping?
3. Bagaimana ukuran batu gamping yang dihasilkan pada saat menggunakan
metode pemboran-peledakan dan metode surface miner Wirtgen 2200 SM
dalam proses produksi batu gamping?

F. RUANG LINGKUP PENELITIAN


Ruang lingkup penelitian dalam penelitian ini adalah lokasi yang terletak di
pit Pusar PT Semen Baturaja (Persero) Tbk, dengan permasalahan dibatasi pada
metode pemboran-peledakan yang terdiri dari pola pemboran-peledakan, geometri
peledakan, biaya operasional pemboran-peledakan, jumlah produksi pemboran-
peledakan, ukuran batuan hasil pemboran-peledakan. Dan pada metode surface
miner Wirtgen 2200 SM yang terdiri dari prinsip kerja dan metode operasi surface
miner, biaya operasional surface miner, jumlah produksi surface miner, ukuran
batuan hasil surface miner.

G. TUJUAN PENELITIAN
1. Mengevaluasi jumlah produksi yang dihasilkan pada saat menggunakan
metode pemboran-peledakan dan metode surface miner Wirtgen 2200 SM
dalam proses produksi batu gamping.
2. Menganalisis biaya operasional yang dibutuhkan pada saat menggunakan
metode pemboran-peledakan dan metode surface miner Wirtgen 2200 SM
dalam proses produksi batu gamping.
3. Menganalisis ukuran batu gamping yang dihasilkan pada saat
menggunakan metode pemboran-peledakan dan metode surface miner
Wirtgen 2200 SM dalam proses produksi batu gamping.

H. MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian tugas akhir ini memberikan manfaat sebagai bahan evaluasi
bagi perusahaan dalam mengestimasi jumlah produksi dan biaya operasional yang
dibutuhkan serta ukuran batu gamping yang dihasilkan pada saat menggunakan
metode pemboran-peledakan dan metode surface miner Wirtgen 2200 SM
sehingga diharapkan dalam penggunaannya menjadi lebih optimal.

I. TINJAUAN PUSTAKA
1. Genesa Batu Gamping
Batu gamping adalah jenis batuan sedimen yang mengandung senyawa
karbonat yang terdiri dari mineral kalsit dan argonit yang merupakan dua jenis
mineral yang berbeda dari CaCO3 (kalsium karbonat). Pada umumnya batu
gamping yang banyak terdapat adalah batu gamping yang mengandung kalsit.
Batu gamping terbentuk dari sisa-sisa kerang di laut maupun dari proses
presipitasi kimia. Batu gamping merupakan salah satu jenis batuan sedimen non-
klastik yaitu terbentuk akibat proses kimia baik dari larutan maupun aktivitas
organik dan mengandung authigenic minerals (mineral-mineral yang terbentuk di
cekungan atau lingkungan sedimentasi). Batu gamping yang mengandung
magnesium, lempung dan pasir merupakan unsur yang mengendap bersama-sama
pada saat proses pengendapan sehingga unsur-unsur tersebut disebut sebagai
pengotor. Persentase dari unsur-unsur pengotor ini sangat berpengaruh terhadap
karakteristik batu gamping seperti warna, kerapatan, kekerasan, berat jenis dan
lain-lain (Boggs, 1987).
Karakteristik dari batu gamping adalah sebagai berikut (Suhala, 1997):
a. Warna: putih, putih kecoklatan dan putih keabuan
b. Kilap: kaca dan tanah
c. Goresan: putih sampai putih keabuan
d. Pecahan: uneven (menunjukkan permukaan bidang pecahan yang kasar)
e. Kekerasan: 2,7 - 3,4 skala mohs
f. Berat jenis: 2,387 ton/m3
Karakteristik dari batuan juga akan mempengaruhi proses penggalian yang
dilakukan oleh alat gali. Sifat batuan tersebut diantaranya adalah kekerasan
(hardness), kekuatan (strength), elastisitas, plastisitas, abrasiveness, tekstur,
struktur dan karakteristik pecahan (Suhala, 1997).

2. Pola Pemboran
Kegiatan pemboran lubang ledak merupakan suatu hal yang sangat penting
diperhatikan sebelum kegiatan pengisisan bahan peledak. Kegiatan pemboran
lubang ledak dilakukan dengan menempatkan lubang-lubang ledak secara
sistematis, sehingga membentuk suatu pola. Berdasarkan letak lubang bor maka
pola pemboran dibagi menjadi dua pola dasar sebagai berikut (Suwandi, 2009):
a. Pola pemboran sejajar (paralel pattern), terdiri dari dua macam, yaitu:
1) Pola bujur sangkar (square pattern), yaitu jarak burden dan spasi yang sama.
2) Pola persegi panjang (rectangular pattern), yaitu jarak spasi dalam satu baris
lebih besar dibandingkan dengan burden.
b. Pola pemboran zigzag (staggered pattern), adalah pola pemboran yang
penempatan lubang ledak ditempatkan secara zigzag pada setiap
kolomnya. Dalam pola ini distribusi energi peledakan antar lubang akan lebih
terdistribusi secara merata daripada pola bukan zigzag. Pola zigzag terbagi
menjadi pola zigzag bujur sangkar dan pola zigzag persegi panjang. Beberapa
contoh pola pemboran dapat dilihat pada Gambar 1.

3. Pola Peledakan
Pola peledakan merupakan urutan waktu peledakan antara lubang-lubang bor
dalam satu baris dengan lubang bor pada baris berikutnya ataupun antara lubang
bor yang satu dengan lubang bor yang lainnya. Pola peledakan ini ditentukan
berdasarkan urutan waktu peledakan serta arah runtuhan material yang
diharapkan. Beberapa contoh pola peledakan berdasarkan sistem inisiasi dapat
dilihat pada Gambar 2 (Suwandi, 2009).
3m 3m

3m 2,5 m

Bidang bebas Bidang bebas


a. Pola bujursangkar b. Pola persegipanjang

3m 3m

2,5 m
3m

Bidang bebas Bidang bebas

c. Pola zigzag bujursangkar d. Pola zigzag persegipanjang

Gambar 1. Pola pemboran (Suwandi, 2009)

Gambar 2. Pola peledakan berdasarkan sistem inisiasi (Suwandi, 2009)


Berdasarkan arah runtuhan batuan, pola peledakan diklasifikasikan sebagai
berikut (Suwandi, 2009):
a. Box Cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke depan dan
membentuk kotak
b. Echelon Cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke salah satu
sudut dari bidang bebasnya.
c. “V” Cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya kedepan dan
membentuk huruf V.

Secara umum pola peledakan menunjukan urutan atau sekuensial ledakan dari
sejumlah lubang ledak. Adanya urutan peledakan berarti terdapat jeda waktu
ledakan diantara lubang-lubang ledak yang disebut dengan waktu tunda atau
delay time. Beberapa keuntungan yang diperoleh dengan menerapkan waktu tunda
(delay time) pada sistem peledakan antara lain (Suwandi, 2009):
a. Mengurangi getaran
b. Mengurangi overbreak dan batu terbang (fly rock)
c. Mengurangi getaran dan suara
d. Dapat mengarahkan lemparan fragmentasi batuan
e. Dapat memperbaiki ukuran fragmentasi batuan hasil peledakan

4. Hasil Peledakan
Energi bahan peledak ditimbulkan karena adanya reaksi eksotermis pada saat
terjadi reaksi kimia antara bahan-bahan penyusun bahan peledak menjadi gas-gas
dalam waktu yang sangat singkat melalui penyalaan oleh suatu inisiator atau
primer. Energi yang dilepaskan tersebut tidak dapat terkonsentrasi sepenuhnya
untuk menghancurkan massa batuan (membentuk fragmentasi), tetapi terbagi
dalam beberapa jenis energi yang terdistribusi menjadi dua bagian besar yaitu
sebagai berikut (Suwandi, 2009):
a. Energi Terpakai (Work Energy)
Terdapat dua jenis produk energi terpakai, yaitu energi kejut dan energi gas.
Ditinjau dari aspek pemanfaatannya, bahan peledak yang memiliki enegi kejut
yang tinggi dapat diterapkan dalam proses peledakan bongkah batu (boulder)
dengan metode mud capping boulders yang disebut juga plaster shooting atau
untuk proses peruntuhan bangunan. Dengan demikian energi kejut secara
efektif akan terlihat pada peledakan dengan menggunakan metode external
charge atau muatan di luar lubang tembak. Sedangkan pada kolom lubang
ledak dengan bahan peledak didalamnya disumbat atau dikurung rapat oleh
material penyumbat (stemming), maka digunakan bahan peledak yang memiliki
energi gas yang tinggi.

b. Energi Tak Terpakai (Waste Energy)


Reaksi peledakan disamping menghasilkan energi yang mampu
menghancurkan batuan, juga akan selalu menghasilkan energi yang tidak
berkaitan langsung dengan tujuan penghancuran batuan, bahkan akan memberi
dampak negatif terhadap lingkungan. Energi yang tidak berkaitan langsung
dengan proses penghancuran batuan dikelompokkan ke dalam energi tak
terpakai atau waste energy. Jenis energi tak terpakai adalah energi panas,
energi suara, energi sinar/cahaya dan energi seismik.

5. Geometri Peledakan
Untuk memperoleh hasil pembongkaran batuan sesuai dengan yang
diinginkan maka perlu suatu perencanaan ledakan dengan memperhatikan
besaran-besaran geometri peledakan. Berikut penjelasan mengenai perhitungan
geometri peledakan (Konya, 1990):
KOLO M LUBANG
LEDAK ( L )

PC

Gambar 3. Geometri peledakan jenjang (Suwandi, 2009)


Simbol yang digunakan pada geometri peledakan jenjang seperti terlihat pada
Gambar 3 memiliki arti sebagai berikut:
B : Burden
S : Spasi
H : Tinggi jenjang
L : Kedalaman kolom lubang ledak
PC : Isian utama (primary charge atau powder column)
T : Penyumbat (stemming)
J : Subdrilling

a. Burden
Yaitu jarak tegak lurus terpendek antara muatan bahan peledak dengan bidang
bebas yang terdekat atau ke arah mana pelemparan batuan akan terjadi.
1) Burden terlalu kecil: bongkaran terlalu hancur dan tergeser dari dinding
jenjang serta kemungkinan terjadinya batu terbang sangat besar.
2) Burden terlalu besar: fragmentasi kurang baik (gelombang tekan yang
mencapai bidang bebas menghasilkan gelombang tarik yang sangat lemah di
bawah kuat tarik batuan) dan besarnya burden tergantung dari karakteristik
batuan, karakteristik bahan peledak dan diameter lubang ledak.

b. Spasi
Yaitu jarak lubang ledak dalam satu garis yang sejajar dengan bidang bebas.
1) Spasi terlalu besar: fragmentasi tidak baik, dinding akhir yang ditinggalkan
relatif tidak rata.
2) Spasi terlalu kecil: tekanan sekitar stemming yang lebih besar dan
mengakibatkan gas hasil ledakan dihamburkan ke atmosfer diikuti dengan
suara bising (noise).

c. Stemming
Berfungsi untuk mengurung gas yang timbul dan mendapatkan stress balance,
maka steamming sama dengan burden.
1) Batuan masif: T = B
2) Batuan berlapis: T = 0,7B
d. Subdrilling
Yaitu tambahan kedalaman dari lubang bor di bawah rencana lantai jenjang.
Subdrilling berfungsi supaya batuan dapat meledak secara full face
sebagaimana yang diharapkan. Lantai yang tidak rata disebabkan oleh tonjolan-
tonjolan yang terjadi setelah dilakukan peledakan akan menyulitkan waktu
pemuatan dan pengangkutan. Tingginya subdrilling tergantung dari struktur
dan jenis batuan dan arah lubang bor. Pada lubang bor yang miring, subdrilling
lebih kecil. Nilai subdrilling: J = 0,3B.

e. Diameter Lubang dan Tinggi Jenjang


Terdiri dari dua aspek, yaitu biaya pemboran dan efek ukuran lubang ledak
terhadap fragmentasi, airblast, flyrock, dan getaran tanah. Tinggi jenjang (H)
dan burden (B) sangat erat hubungannya untuk keberhasilan peledakan dan
ratio H/B atau stiffness ratio yang bervariasi memberikan respon berbeda
terhadap fragmentasi, airblast, flyrock, dan getaran tanah yang hasilnya seperti
terlihat pada Tabel 1. Sementara diameter lubang ledak ditentukan secara
sederhana dengan menerapkan aturan lima atau rule of five, yaitu ketinggian
jenjang (dalam feet) nilainya sama dengan lima kali diameter lubang ledaknya
(dalam inch).

Tabel 1. Potensi yang terjadi akibat variasi stiffness ratio (Konya, 1990)

Stiffness Airblas Getaran


Fragmentasi Flyrock Komentar
Ratio t Tanah

1 Buruk Besar Banyak Besar Banyak muncul back-


break di bagian toe.
Jangan dilakukan dan
rancang ulang
2 Sedang Sedang Sedang Sedang Bila memungkinkan,
rancang ulang
3 Baik Kecil Sedikit Kecil Kontrol dan
fragmentasi baik
4 Memuaskan Sangat Sangat Sangat Tidak akan menambah
kecil sedikit kecil keuntungan bila
stiffness ratio di atas 4
6. Biaya Operasional Pemboran–Peledakan
a. Biaya Pemboran
Parameter-parameter yang diperlukan antara lain (Hemphill, 1981):
1) Kapasitas Pemboran
Kapasitas jangka pendek adalah kapasitas per daur (cycle) pemboran,
biasanya dinyatakan dalam meter/jam. Sedangkan, kapasitas jangka panjang
adalah kapasitas per shift pemboran, biasanya dinyatakan dalam drillmeter/
shift (drm/shift).
2) Investasi Alat Bor
Meliputi: * Pembelian alat bor
* Periode depresiasi
* Bunga dari modal
Penentuan bunga dan periode depresiasi tergantung pada kebijaksanaan
perusahaan yang biasanya dipengaruhi oleh tingkat suku bunga di bank.
3) Biaya Perawatan
Meliputi: * Suku cadang
* Material untuk service
* Upah mekanik
Biaya perawatan tersebut tergantung pada: * Jenis batuan
* Prosedur service
* Keterampilan mekanik
* Produksi lubang
4) Biaya Komponen Bor
Meliputi: * Bit
* Shank Adapter
* Kopling
* Batang Bor
5) Biaya Bahan Bakar
Faktor-faktor yang mempengaruhi perhitungan biaya untuk bahan bakar alat
bor adalah: * Efisiensi kerja alat bor
* Keadaan tempat kerja
* Jenis batuan
* Komponen bor yang dipakai
6) Biaya Tenaga Kerja

b. Biaya Peledakan
Parameter-parameter yang diperlukan antara lain (Hemphill, 1981):
1) Biaya Bahan Peledak
2) Biaya Sistem Penembakan
3) Biaya Alat Pengisian
4) Biaya Tenaga Kerja

7. Penggunan dan Prinsip Kerja Surface Miner


Proses penggalian batuan induk di area quarry salah satunya adalah dengan
menggunakan alat gali untuk membongkar batuan induknya. Alat gali yang
digunakan diantaranya adalah surface miner. Biasanya alat gali ini diaplikasikan
pada tambang batubara dan batu gamping. Kelebihan dari alat gali ini adalah tidak
perlu adanya primary crushing dikarenakan fragmentasinya sudah kecil (Nugraha
et al, 2017).
Surface miner merupakan alat gali yang digunakan sebagai alternatif ketika
pemboran dan peledakan tidak bisa dilakukan. Surface miner cocok digunakan
pada area tambang yang menggunakan metode selective mining. Bagian utama
alat surface miner terdiri dari cutting drum dan digging tooth yang berfungsi
untuk memotong material. Material hasil potongan surface miner merupakan
material kepingan dengan bentuk pipih dengan ukuran fragmentasi yang kecil
(<200 mm). Surface miner memiliki beberapa kelebihan diantaranya sebagai
berikut (Nugraha et al, 2017):
a. Lebih ramah lingkungan, tidak menimbulkan fumes seperti pada kegiatan
peledakan.
b. Tidak menimbulkan getaran seperti yang dihasilkan pada kegiatan peledakan.
c. Tidak membutuhkan primary crushing dikarenakan hasil fragmentasi yang
dihasilkan cukup kecil dan berbentuk kepingan.
Surface miner dirancang untuk penambangan yang berjalan secara kontinu.
Mesin tersebut dipasangkan dengan empat buah crawler tracks dengan kecepatan
yang dapat diatur. Seketika mesin melaju, sebuah drum yang dipasangkan dengan
alat potong akan berputar untuk memotong dan menghancurkan material dan
kemudian ditransportasikan dengan menggunakan belt conveyor. Cutting drum
berputar kearah atas secara konvensional sehingga terjadi proses rock cutting oleh
pick-pick yang berada di cutting drum tersebut (Nugraha et al, 2017).
Beberapa aspek penting dalam perancangan surface miner yaitu mesin diesel
yang berguna untuk menggerakkan drum dengan sabuk penggerak secara efisien.
Sistem lain seperti rantai dan belt conveyor yang digerakkan secara hidrolik. Dan
aspek penting selanjutnya yaitu cutting drum yang terletak pada bagian tengah
mesin, diantara empat crawler tracks, didekat pusat gravitasi dari surface miner.
Hal ini dapat memastikan bahwa seluruh berat mesin dan daya terinstalasi dapat
diubah menjadi daya potong (Nugraha et al, 2017).

8. Perhitungan Produksi Surface Miner


Cara perhitungan produksi surface miner terdapat dua metode yaitu metode
perhitungan berdasarkan jarak dan waktu serta perhitungan berdasarkan kuat
tekan dan daya mesinnya.
a. Berdasarkan jarak dan waktu yang diambil secara langsung di lapangan pada
saat alat sedang beroperasi, sehingga dapat dihitung dengan persamaan 1
(Wirtgen, 2016).
Q = B × T × V × 60 .........................................................................................(1)
Keterangan:
Q : Kinerja alat gali (m3/jam)
B : Lebar penggalian (m)
T : Kedalaman penggalian (m)
V : Kecepatan maju alat (m/menit)

b. Berdasarkan kuat tekan dan daya mesin, perhitungan ini menggunakan


persamaan dimana output yang dihasilkan berupa kecepatan penggalian seperti
pada persamaan 2 dan produksi yang dihasilkan seperti pada persamaan 3
(Origliasso et al, 2014).
S = Pw. (59,6 – 12 ln UCS) .............................................................................(2)
CD
P = S × W × d ..................................................................................................(3)
Keterangan:
S : Kecepatan penggalian (m/jam)
Pw : Daya mesin (kW)
UCS : Nilai kekuatan batuan (MPa)
CD : Kedalaman penggalian (cm)
P : Produksi (m3/jam)
W : Lebar penggalian (m)
d : Kedalaman penggalian (m)

9. Metode Operasi Surface Miner


a. Front/rear loading to dumper/truck
Pada metode operasi ini, drum pada surface miner menambang material
kemudian terangkut menuju belt conveyor ke arah depan mesin dan menuju ke
dalam alat angkut. Metode ini melibatkan adanya kehilangan waktu yang terjadi
akibat kebutuhan penggantian alat angkut saat alat angkut sudah selesai dimuat.
Efisiensi dari metode operasi ini bergantung terhadap perencanaan penjadwalan
jumlah alat angkut terhadap fleeting time, ketersediaan tempat untuk melakukan
manuver alat angkut, dan kehandalan operator dalam memposisikan alat angkut
secara cepat dan tepat (Wirtgen, 2016).

b. Sidecasting
Dalam metode operasi ini, belt conveyor mencurahkan material tegak lurus dan
diletakkan di samping alat surface miner. Material kemudian akan dimuat oleh
alat muat dan dimuat kedalam alat angkut. Pada metode ini, surface miner
beroperasi tanpa gangguan yang dikarenakan proses pemuatan material (Wirtgen,
2016).

c. Windrowing
Pada metode operasi windrowing ini, surface miner tidak menggunakan
conveyor belt. Material dibiarkan ditinggalkan dibelakang jalur penggalian yang
kemudian akan ditangani terpisah oleh alat muat dan alat angkut secara mekanis.
Seperti halnya sidecasting, metode windrowing juga tidak bergantung terhadap
proses pemuatan dan transportasi material (Wirtgen, 2016).
Secara keseluruhan, efisiensi termasuk dalam hal ini adalah bahan bakar,
metode ini tanpa menggunakan conveyor belt sehingga menjadi lebih ringan, lebih
seimbang serta membutuhkan energi lebih sedikit dalam pengoperasinnya, dapat
dikatakan, metode ini adalah yang paling produktif dalam mengoperasikan
surface miner, akan tetapi lebih membutuhkan banyak ruang dibandingkan
metode lainnya (Wirtgen, 2016).

Ada beberapa pengertian yang dapat menunjukkan keadaan peralataan


sesungguhnya dan efektifitas pengoperasian alat tersebut antara lain:
a. Mechanical Availability (MA)
Mechanical Availability adalah suatu cara untuk mengetahui kondisi peralatan
yang sesungguhnya dari alat yang dipergunakan dapat ditentukan dengan
persamaan 4 (Partanto, 1993).
W
MA = ×
W+R
100% ..........................................................................................(4)
Keterangan:
W : Jumlah jam kerja, yaitu waktu yang dibebankan kepada suatu alat yang
dalam kondisi yang dapat dioperasikan, artinya tidak rusak. Waktu ini
meliputi pula tiap hambatan (delay time) yang ada.
R : Jumlah jam untuk perbaikan dan waktu yang hilang karena menunggu
saat perbaikan termasuk juga waktu untuk penyediaan suku cadang serta
waktu untuk perawatan prefentif.

b. Physical Availability (PA)


Physical Availability adalah catatan ketersediaan mengenai keadaan fisik dari
alat yang sedang dipergunakan dapat ditentukan dengan persamaan 5 (Partanto,
1993).
W +S
PA = ×
W + R+S
100% ........................................................................................(5)
Keterangan:
S : Jumlah jam suatu alat yang tidak dapat dipergunakan, akan tetapi alat
tersebut tidak dalam keadaan rusak dan siap untuk dioperasikan.

c. Use of Availability (UA)


Angka Use of Availability biasanya dapat memperlihatkan seberapa efektif
suatu alat yang sedang tidak rusak untuk dapat dimanfaatkan dapat ditentukan
dengan persamaan 6 (Partanto, 1993).
W
UA = ×
W +S
100% ...........................................................................................(6)

d. Effective Utilization (EU)


Effective Utilization adalah cara untuk menunjukkan berapa persen dari
seluruh waktu kerja yang tersedia yang dapat dimanfaatkan untuk kerja
produktif dapat ditentukan dengan persamaan 7 (Partanto, 1993).
W
EU = ×
W + R+S
100% ........................................................................................(7)

10. Biaya Operasional Surface Miner


Biaya operasional atau operating cost adalah biaya-biaya yang harus
dikeluarkan untuk bisa mempekerjakan suatu alat berat seperti surface miner.
Operating cost ini merupakan variable cost, sehingga besar kecilnya operating
cost bergantung pada output produksi yang dikehendaki. Biaya operasional ini
terdiri dari beberapa item sebagai berikut (Indonesianto, 2005).
a. Repairs dan Maintenance
Untuk kepentingan pembiayaan reparasi dan perawatan maka harus
disisihkan sejumlah uang yang besarnya dinyatakan dalam persen dari annual
depreciation rate (Indonesianto, 2005).

b. Fuel dan Lubricator


Bahan bakar yang dibutuhkan oleh suatu alat berat dapat ditentukan dengan
persamaan 8 (Indonesianto, 2005).
FC = weight of fuel used/hp/hr × brake hp × load factor ................................(8)
weight of fuel per gallon
Keterangan:
FC : Penggunaan bahan bakar (gal/hr)

Weight of fuel used/hp/hr : Berat bahan bakar dalam lb yang dibutuhkan mesin
setiap “horsepower” tiap jamnya
Untuk bahan bakar diesel = 0,5 lb
Untuk bahan bakar gasoline = 0,7 lb
Weight of fuel per gallon : Untuk bahan bakar diesel = 7,2 lb/gallon
Untuk bahan bakar gasoline = 6,2 lb/gallon

Biaya untuk lubrikasi atau pelumas setiap jamnya (the hourly cost of
lubrication oil) untuk peralatan berat adalah merupakan jumlah dari:
1) Oil burned
2) Oil changed
3) Filter cost
Diberikan dalam persamaan 9 dan 10 sebagai berikut (Indonesianto, 2005).
1) Oil burned, in gallons per hour
= weight of oil burned/hp/hr × brake hp × load factor ................................(9)
weight of oil per gallon
2) Oil changed, in gallons per hour
= volume of crankcase, cooler and filter (gallons) ....................................(10)
hours of operation between oil change
Factor-faktor diatas (weight of oil burned/hp/hr, brake hp, volume of crankcase
dan sebagainya) dapat dilihat pada spesifikasi mesinnya.
3) Filter cost, setiap pergantian filter baru tiap periode penggantian oli maka
perlu diperhitungkan pula biayanya, yaitu berkisar antara 1,5 - 6,5 $/hr.

c. Tires
Biaya yang dikeluarkan karena dipakainya ban oleh suatu alat berat diperoleh
dengan persamaan 11 sebagai berikut (Indonesianto, 2005).
The hourly cost of tires = cost of complete set of tires and tubes ..................(11)
tire life in hours
Untuk memberi kemungkinan adanya reparasi terhadap ban yang dipakai,
maka harus ditambahkan biaya reparasi ban sebesar 15% dari hourly cost of
tires. Yang dimaksud cost of complete set of tires and tubes adalah harga beli
dari semua ban yang dipakai sampai pada ongkos pemasangannya. Dan tire life
adalah umur pakai ban, disini dinyatakan dalam keadaan ideal, sedangkan
sesungguhnya tire life suatu ban bergantung pada job condition. Untuk
keperluan perhitungan umur ban yang sesungguhnya, maka umur ban ideal
biasanya 5000 hrs dikalikan dengan faktor-faktor yang bersangkut paut dengan
menyusutnya umur pemakaian ban (Indonesianto, 2005).

d. Operator’s Labor
Biaya yang harus dikeluarkan sehubungan dengan dipakainya tenaga
kerja/buruh. Biaya untuk operator’s labor antara daerah satu dengan lainnya
tentunya tidak sama, karena didasarkan atas kondisi ekonomi (nilai uang)
setempat, meskipun demikian biaya untuk operator’s labor harus meliputi:
1) Upah dasar/pokok untuk operator (base rate of operator)
2) Upah dasar untuk asisten (base rate of assistant)
3) Tambahan upah lembur (overtime charge)
4) Kesejahteraan social (social security)
5) Untuk asuransi si buruh
6) Hospitalization (kemungkinan adanya perawatan terhadap buruh)
7) Biaya untuk training
Umumnya untuk point 1 - 3 besarnya masing-masing sudah ditentukan oleh
perusahaan, sedangkan point 4 - 7 besarnya kira-kira 25 - 40% dari jumlah
biaya untuk point 1 - 3 (Indonesianto, 2005).

J. PENELITIAN TERDAHULU
Nugraha et al. (2017) dalam penelitiannya mengenai kajian teknis terhadap
kinerja alat surface miner Trencor T1460 dalam upaya optimalisasi produksi
penggalian batu gamping di PT Tambang Semen Sukabumi, Jawa Barat.
Penelitian dilakukan pada 2 area penambangan yaitu area A dengan efesiensi kerja
sebesar 39,5 % dan di area B2 sebesar 44,8 %. Produktivitas yang dihasilkan alat
ini adalah berkisar 133,09 - 200,61 ton/jam/alat (area A) dan 114,78 - 137,63
ton/jam/alat (area B2). Pada saat ini, produksi surface miner memenuhi target
produksi sebesar 132 ton/jam/alat di area A dan 110 ton/jam/alat di area B2.
Upaya optimasi produksi yang dilakukan untuk mengoptimalkan kegiatan
produksi dari alat surface miner agar menghasilkan produktivitas alat sebesar 200
ton/jam/alat di area A dan 130 ton/jam/alat di area. Metode upaya optimalisasi
yang dilakukan adalah metode trial and error dengan mengkombinasi hasil
perhitungan berdasarkan jarak dan waktu dengan perhitungan berdasarkan kuat
tekan dan daya mesin untuk mendapatkan produksi penggalian yang optimal.
Parameter optimalisasi produksi yang digunakan adalah panjang lintasan,
kedalaman penggalian, kecepatan penggalian, dan manuver. Upaya peningkatan
optimalisasi alat surface miner yaitu dengan cara menyesuaikan kedalaman
penggalian dengan panjang lintasan yang akan digali. Panjang lintasan yang harus
digali di area A adalah 68,74 s/d 201,37 m dengan kedalaman 0,1 s/d 0,9 m dan
panjang lintasan yang harus digali di area B2 adalah 12,15 s/d 144,84 m dengan
kedalaman penggalian 0,1 s/d 0,9 m.

Ramadhani (2018) dalam penelitiannya mengenai analisis perhitungan biaya


pemboran dan peledakan pada proses pembongkaran batu gamping di quarry PT
Lafarge Cement Indonesia, Aceh Besar. Dari hasil penelitiannya, geometri
peledakan aktual untuk lokasi RL 120 didapatkan nilai powder factor yaitu 0,08
kg/ton dengan jumlah lubang yaitu 78 lubang ledak dan berat batuan hasil
peledakan yang dihasilkan yaitu sebesar 7.300,8 ton, didapatkan total biaya
pemboran dan peledakan yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk mendapatkan
satu ton batu gamping yaitu sebesar Rp. 5.271/ton. Untuk mendapatkan biaya
pemboran dan peledakan yang optimal, dilakukan perbaikan rancangan geometri
peledakan dengan menggunakan metode R.L. Ash. Dan berdasarkan perhitungan
dengan menggunakan geometri peledakan usulan didapatkan nilai powder factor
yaitu 0,08 kg/ton dengan jumlah lubang yaitu 78 lubang ledak dan berat batuan
hasil peledakan yang dihasilkan yaitu sebesar 10.058,88 ton, didapatkan total
biaya pemboran dan peledakan yang dikeluarkan untuk satu ton batu gamping
yaitu sebesar Rp. 4.758/ton.

K. METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan untuk menyelesaikan penelitian ini
berguna untuk memberikan arah yang jelas dalam pemecahan masalah sehingga
mempermudah dalam penyusunan laporan penelitian. Penulis menggabungkan
antara studi literatur, observasi, pengumpulan data-data langsung di lapangan,
sampling dan pengukuran terhadap objek penelitian. Adapun urutan pekerjaan
penelitian ini antara lain:
1. Studi Literatur
Studi literatur dilakukan untuk memperoleh referensi berupa bahan-bahan
pustaka yang dapat menunjang penelitian. Bahan-bahan pustaka tersebut dapat
diperoleh dari instansi terkait, perpustakaan jurusan Teknik Pertambangan
Universitas Sriwijaya, buku-buku, jurnal-jurnal ilmiah, dan laporan-laporan yang
berhubungan dengan kegiatan penelitian ini.

2. Pengamatan Lapangan (Observasi)


Pengamatan lapangan dilakukan untuk mengetahui keadaan di lokasi
penelitian. Pengamatan lapangan ini akan difokuskan pada area pemboran-
peledakan dan surface miner Wirtgen 2200 SM beroperasi.

3. Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan dengan mengumpulkan data primer dan data
sekunder. Selain itu, pengambilan data juga dilakukan dengan metode sampling
terhadap objek penelitian yaitu sampling mengenai karakteristik batu gamping di
area pemboran-peledakan dan surface miner Wirtgen 2200 SM beroperasi.
Adapun data-data yang diperlukan adalah sebagai berikut:
a. Data Primer
Data primer merupakan data yang diukur langsung di lapangan yang masih
berbentuk data mentah, meliputi:
1. Data waktu pemberaian
2. Data lebar dan kedalaman pemberaian
3. Data volume batuan yang terberai
4. Data ukuran/fragmentasi batuan yang terberai
b. Data Sekunder
Data penunjang yang berasal dari literatur (kepustakaan) dan data perusahaan
yang menunjang dalam penelitian, meliputi:
1. Peta kesampaian daerah
2. Peta geologi wilayah pertambangan
3. Peta topografi wilayah pertambangan
4. Data kuat tekan batu gamping
5. Data jam kerja alat
6. Data spesifikasi alat
7. Data maintenance dan reparasi alat
8. Data pemakaian bahan bakar alat
9. Data pemakaian pelumas alat
10. Data pemeliharaan ban pada alat
11. Data gaji operator alat
12. Data layout penambangan

4. Pengolahan Data
Setelah data hasil penelitian diperoleh, maka akan dilakukan proses
pengolahan dengan menganalisis data-data tersebut sehingga didapat hasil berupa
data jumlah produksi, biaya operasional produksi dan ukuran batu gamping yang
dihasilkan dari metode pemboran-peledakan dan surface miner Wirtgen 2200 SM.
Data-data tersebut mencakup data primer dan data sekunder penelitian. Setelah
data primer dan data sekunder yang diperoleh tersebut diolah, kemudian akan
dilakukan analisis terhadap data. Setelah analisis dilakukan, maka didapatkan
beberapa hasil yang mengacu pada tujuan penelitian.

5. Analisis Data
Analisis data yang akan dilakukan dapat berupa perhitungan, permodelan,
tabulasi dan grafik yang disajikan dalam hasil pembahasan. Dalam melakukan
pengolahan dan analisis data di lapangan turut serta mengacu dan berpedoman
terhadap literatur-literatur yang berhubungan dengan permasalahan yang ada.
Sehingga hasil analisis data yang dilakukan diharapkan dapat memecahkan
rumusan masalah dan sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditentukan.
Kemudian pada akhirnya didapatkan suatu evaluasi dan rekomendasi terhadap
penggunaan metode pemboran-peledakan dan surface miner Wirtgen 2200 SM di
quarry PT Semen Baturaja (Persero) Tbk yang menjadi kesimpulan akhir dalam
penelitian ini.

L. JADWAL PELAKSANAAN
Rencana pelaksanaan Tugas Akhir ini dimulai tanggal 17 September 2018
sampai dengan 17 November 2018, dengan jadwal pelaksanaan sebagai berikut:
Tabel 2. Jadwal pelaksanaan Tugas Akhir

Waktu Pelaksanaan
N Minggu Ke -
Kegiatan
o
1 2 3 4 5 6 7 8
1. Orientasi Lapangan
Pengamatan dan
2.
Observasi Lapangan
Pengumpulan dan
3.
Pengolahan Data
Konsultasi dan
4.
Bimbingan
5. Penyusunan Laporan

M. PENUTUP
Demikian proposal permohonan penelitian Tugas Akhir yang kami
rencanakan akan dilaksanakan di PT Semen Baturaja (Persero) Tbk, Sumatera
Selatan. Besar harapan kami untuk dapat melaksanakan Tugas Akhir dan
mendapat sambutan yang baik dari pihak perusahaan. Melihat keterbatasan dan
kekurangan yang kami miliki, maka kami sangat mengharapkan bantuan dan
dukungan baik moril maupun materil dari pihak perusahaan untuk pelaksanaan
Tugas Akhir ini.
Bantuan yang sangat kami harapkan dalam pelaksaan Tugas Akhir ini adalah:
1. Adanya bimbingan selama melaksanakan Tugas Akhir.
2. Kemudahan dalam mengadakan penelitian (akomodasi) ataupun pengambilan
data-data yang diperlukan selama melaksanakan Tugas Akhir.
Semoga hubungan baik antara pihak industri pertambangan dengan pihak
institusi pendidikan pertambangan di Indonesia tetap berlangsung secara harmonis
demi kemajuan dunia pendidikan dan perkembangan industri pertambangan
Indonesia. Atas perhatian dan bantuan yang diberikan, kami ucapkan terimakasih.

N. DAFTAR PUSTAKA
Amar, P., Ramachandra, M. V., dan Bahadur, S. K., 2013. Performance Simulaton
of Surface Miners with Varied Machine Parameters and Rock Conditions:
Some Investigations. Journal of Geology and Mining Research, 5(1): 12-
22.
Dey, K., dan Ghose, A. K., 2008. Predicting “Cuttability” with Surface Miners –
A Rockmass Classification Approach. Journal of Mines, Metals and Fuels,
56(5): 85-92.

Hemphill, B. G., 1981. Blasting Operation. New York: McGraw-Hill Company.

Imron, M., 2016. Variation of Production with Time, Cutting Tool and Fuel
Consumption of Surface Miner 2200 SM. International Journal of
Technical Research and Applications, 4(1): 224-226.

Indonesianto, Y., 2005. Pemindahan Tanah Mekanis. Yogyakarta: Seri Tambang


Umum UPN “Veteran” Yogyakarta.

Konya, C. J., dan Walter, E. J., 1990. Surface Blast Design. New Jersey: Prentice
Hall.

Kramadibrata, S., Simangunsong, G. M., Widodo, N. P., Wattimena, R. K.,


Tanjung, R. A., dan Wicaksana, Y., 2015. Rock Excavation by Continuous
Surface Miner in Limestone Quarry. Journal of Geosystem Engineering,
18(3): 127-139.

Nugraha, D. A., Solihin, dan Zaenal, 2017. Kajian Teknis terhadap Kinerja Alat
Surface Miner Trencor T1460 dalam Upaya Optimalisasi Produksi
Penggalian Batu Gamping di PT Tambang Semen Sukabumi. Prosiding
Teknik Pertambangan, 3(1): 157-165.

Pradhan, P., 2009. Rock Cutting With Surface Miner: A Computational Approach.
Department of Technology in Mining Engineering: Nasional of Institute of
Technology Rourkela.

Suhala, S., 1997. Bahan Galian Industri. Bandung: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Mineral.

Suwandi, A., 2009. Diktat Kursus Juru Ledak XIV pada Kegiatan Penambangan
Bahan Galian. Bandung: Pusdiklat Teknologi Mineral dan Batubara.

Wirtgen, 2016. Wirtgen Surface Mining Manual Applications and Planning


Guide. Germany: Wirtgen Group.

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Taufikurrahman Mulia


NIM : 03021281520135
Tempat/ Tanggal Lahir : Jakarta/ 15 Juli 1997
Agama : Islam
Golongan Darah : AB
Jurusan : Teknik Pertambangan
IPK : 3, 39
Nomor HP : 082175047984
Email : taufikurrahmanmulia15@gmail.com
Alamat : Jl. Padat Karya Komplek Griya Permata Sako Blok.
Seruni 5 RT. 019 RW.004 Kelurahan Srimulya
Kecamatan Sematang Borang, Palembang

Riwayat Pendidikan
Jenjang Tahun Tahun
Nama Lembaga
Pendidikan Masuk Lulus
SD 2003 2009 SD Kartika II-I Palembang
SMP 2009 2012 SMPN 8 Palembang
SMA 2012 2015 SMA YPI Tunas Bangsa Palembang

Riwayat Organisasi
Nama Organisasi Jabatan Tahun
MSC (Mathematic Study Club) Anggota 2012-2013
Sekretaris
BO KST FT UNSRI 2015-2018
Departemen KPK
CORPS ASISTEN P. KIMIA FISIKA Anggota 2015-Sekarang
PERMATA FT UNSRI Anggota 2016-Sekarang
CORPS ASISTEN EKSPLORASI DAN
Anggota 2017-Sekarang
HIDROGEOLOGI

Demikian Daftar Riwayat Hidup ini saya buat dengan sesungguh-sungguhnya


dan menurut keadaan yang sebenarnya.

Indralaya, 27 Agustus 2018

Taufikurrahman Mulia
NIM. 03021281520135

Anda mungkin juga menyukai