Anda di halaman 1dari 8

BAB IV

GAMBARAN RONA AKHIR TAMBANG

BAB IV.
GAMBARAN RONA AKHIR TAMBANG
IV.1. Keadaan Cadangan

Setelah tambang selesai pada tahun produksi ke-4 lokasi masih meninggalkan
batubara yang dianggap tidak menguntungkan untuk ditambang pada saat ini. Dengan
pertimbangan teknis dan ekonomisnya. Berdasarkan sebaran dan ketebalan untuk setiap
lapisan batubara di daerah penyelidikan dapat dihitung besarnya cadangan batubara.
Cadangan batubara adalah merupakan hasil perkalian antara tebal batubara, panjang
batubara kearah jurus,lebar batubara kearah dip serta berat jenis batubara yang harga
rata – ratanya diambil 1,3.

Berdasarkan kriteria tersebut diatas cadangan batubara dihitung dengan asumsi


sebagai berikut :

A+B
V = ------------------- x d
2
Ketengan: V : Volume, M3
A : Luas Penampang 1 ( A – A’ ), M3
B : Luas Penampang 2 ( B – B’ ), M3
d : Jarak antar Penampang ( slice ), M
d’ : Kedalaman Penambangan

Perhitungan cadangan didasarkan pada data yang didapat dari pemboran dan
interpretasinya. Dalam hal ini dari beberapa lubang bor di dapatkan ketebalan batubara,
splitting, dan interburden, dengan pendekatan sbb :

 Daerah lingkup (pengaruh) yang digunakan adalah dari masing-masing bor


dengan acuan dasar adalah garis sebaran (cropline) seam batubara.
 Ketebalan batubara sama untuk satu daerah pengaruh titik bor (yang dihitung
sebagai potensi geologi adalah batubara dengan ketebalan > 0.4 meter).

DOKUMEN RENCANA PASCATAMBANG


1

PT. TUJUH BERSAUDARA


BAB IV
GAMBARAN RONA AKHIR TAMBANG

 Tonase = luas daerah pengaruh dikalikan tebal batubara (hasil pemboran)


dikalikan 1,3 (sebagai berat jenis batubara).
 Sebagai pembanding dalam perhitungan potensi geologi dilakukan 2 (dua) cara
dengan 2 (dua) pendekatan yaitu :
 Metode poligon, tonase dihitung untuk masing-masing daerah pengaruh
(lingkup/cakupan daerah)
 Matode USGS 83 dengan menggunakan pendekatan jumlah luas seluruh daerah
pengaruh dikalikan dengan rata-rata tebal batubara keseluruhan.

Berdasarkan pendekatan tersebut, diperoleh 5 seam batubara yang


representative yaitu Block I, block II, block III dan Block IV dengan ketebalan diatas 2,5 m
hingga 4 m.

Nisbah pengupasan yang diterapkan dalam perencanaan penambangan


batubara dihitung dengan pendekatan break even stripping ratio (BESR). Adapun
tahapan perhitungan BESR adalah sebagai berikut :

a. Menghitung total biaya penambangan per ton batubara (selain biaya pengupasan
overburden).
b. Menghitung balance yaitu selisih harga jual per ton batubara dengan total biaya
penambangan.
c. Menghitung BESR.

Metode perhitungan yang digunakan adalah metode penampang, yaitu


penentuan luas overburden dan batubara dilakukan pada masing-masing penampang.
Sedangkan penentuan volume antara dua penampang digunakan rumusan mean area
(luas rata-rata antara dua penampang dikalikan dengan jarak antar penampang),
sehingga tonase batu-bara dapat dihitung dengan cara mengalikan volume terhadap
berat jenis batubara (1,3 ton/m3)

Selain itu dalam penentuan cadangan tertambang ini juga telah memasukkan
faktor koreksi (losses) yaitu geological losses dan minning losses dengan bobot sebagai
berikut :

DOKUMEN RENCANA PASCATAMBANG


1

PT. TUJUH BERSAUDARA


BAB IV
GAMBARAN RONA AKHIR TAMBANG

- Geological losses, penentuannya dilakukan berdasarkan analisis statistik terhadap


variasi ketebalan masing-masing seam batubara (lampiran tabel cadangan). Variasi
ketebalan yang besar akan mengakibatkan kemungkinan losses yang besar.
- Mining losses, dihitung tiap penampang dengan perkiraan bahwa batubara akan
tertinggal  10 cm yaitu sekitar 5 cm di bagian atas (top) dan sekitar 5 cm di bagian
bawah (bottom) akibat teknis penambangan.
- Mining losses akibat faktor oksidasi (umumnya diasumsikan sampai dengan
kedalaman 5 m dari permukaan) tidak diperhitungkan lagi karena sudah termasuk
dalam pengurangan perhitungan akibat adanya aktivitas penambangan rakyat
(dibeberapa tempat).

Perhitungan cadangan tertambang yang diperhitungan sudah dimasukkan faktor


keamanan penambangan (mine safety) sebesar 5 %. Adapun besaran cadangan mulai
dari tereka sampai dengan tertambang dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel IV.1. Perkiraan Besaran Cadangan

PIT SHELL VOLUME


PIT 2.298.539,6

SEAM COAL TON


BLOCK I 770579,76
BLOCK II 553430
BLOCK III 509237,5
BLOCK IV 465292,3
TOTAL 2298539,56
SR CALCULATED 1:6

IV.2. Peruntukkan Lahan

Bangunan dan tanah yang membahayakan kepentingan umum perlu diamankan.


Untuk peralatan dan bangunan, cara pengamannya adalah dengan membongkar dan
menata lahan bekas pembongkaran tersebut. Peralatan dan bangunan yang harus
dibongkar pada kegiatan pengakhiran tambang ini dapat dilihat pada Tabel

DOKUMEN RENCANA PASCATAMBANG


1

PT. TUJUH BERSAUDARA


BAB IV
GAMBARAN RONA AKHIR TAMBANG

Tabel IV.2
Bangunan / Peralatan Yang Akan Dibongkar Pada Pengakhiran Tambang
No. Sarana / Prasarana Luas Lahan (m2) Luas Bangunan (m2) Jumlah (Unit)
1. Perumahan Senior Staff 15.000 120 4
2. Perumahan Junior Staff 20.000 80 6
3. Bangunan Generator 100 25 1
4. Pos jaga 25 25 5
5. Gudang dan Stasiun 500 150 1
BBM
6. Garasi dan cuci mobil 150 57,75 2
7. Stockpile 2 1
8. Settling Pond 1 2

Pengelolaan terhadap lahan bekas tambang dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

- Pemulihan lahan bekas tambang untuk memperbaiki lahan yang terganggu


ekologinya;
- Mempersiapkan lahan bekas tambang yang sudah diperbaiki ekologinya untuk
pemanfaatan berikutnya.

Pelaksanaan reklamasi untuk kegiatan tersebut meliputi pekerjaan-pekerjaan sebagai


berikut:

- Persiapan lahan yang berupa pengaman lahan bekas tambang, pengaturan bentuk
lahan (landscaping).
- Pengendalian erosi dan sedimentasi.
- Pengelolaan tanah pucuk (top soil)
- Revegetasi (penanaman kembali)/pemanfaatan lahan bekas tambang untuk tujuan
lainnya.

Reklamasi bekas tapak lain/bukan tambang

Pada penambangan batubara di PT. Tujuh Bersaudara ini, reklamasi terhadap


bekas tapak lain/bukan tambang meliputi penanganan terhadap ampas, oli bekas dan
jalan tambang. Penanganan terhadap ampas dilakukan dengan cara pengendapan pada
kolam pengendap dan kemudian dilakukan proses pengelolaan lahan seperti prosedur
pada lahan bekas tambang. Oli bekas dari bengkel atau tempat lainnya ditampung pada

DOKUMEN RENCANA PASCATAMBANG


1

PT. TUJUH BERSAUDARA


BAB IV
GAMBARAN RONA AKHIR TAMBANG

tempat-tempat khusus, seperti drum minyak, penangkap oli (oil catcher) atau ditanam di
suatu tempat yang konstruksi menjamin tidak terjadi rembesan oli ke lapisan tanah.

Jalan tambang di lokasi bekas penambangan batubara, umumnya dimanfaatkan


oleh penduduk sebagai sarana transportasi. Namun demikian, karena jalan tambang
tersebut umumnya belum dilakukan pengaspalan, maka sebaiknya dibuat saluran
penirisan yang baik, sehingga tidak terjadi erosi pada badan jalan.

Pemakaian khusus tanah daerah pertambangan


Tanah bekas penambangan setelah dilakukan reklamasi, dapat dimanfaatkan
untuk berbagai keperluan, misalnya untuk pertanian, perkebunan, peternakan, industri,
pariwisata dan lain sebagainya sesuai dengan pengembangan wilayah (tata ruang)
daerah setempat.

IV.3. Morfologi

Kegiatan penggalian Batubara menyebabkan penurunan topografi antar 2-6


meter sehingga terjadi perubahan bentang alam. Perubahan lain yang terjadi adalah
perubahan susunan lapisan tanah, yaitu lapisan bawah (sub soil) yang mempunyai sifat-
sifat kurang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman terangkat ke permukaan
karena rendahnya kesuburan tanah.
Selain itu, sifat kimia yang dimiliki juga kurang mendukung bagi pertumbuhan
tanaman, hal ini disebabkan oleh lapisan atas dominan konkresi/fragmen batuan dengan
ketebalan 0 - 30 cm yang merupakan sisa lapisan Batubara dan di bawahnya terdapat
lapisan bedrock berupa tanah liat (clay) yang mepunyai sifat kompak dan mempunyai
sifat permeabilitas yang sangat rendah. Akibat sangat menpengaruhi terhadap
penyediaan air dan sirkulasi udara menunjukkan tanah bekas tambang dan ampas
pencucian dapat diklasifikasikan ke dalam liat (pasir 35%, debu 7%, liat 58%) dan pasir
berlempung (pasir 86%, debu 2%, liat 12%).
a) Bentang Alam
Lahan bekas tambang dan ampas pencucian yang dibuang di daerah tambang juga
mempunyai kesuburan yang rendah. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu
dilakukan pengelolaan lingkungan dengan mereklamasikan lahan berupa penataan
lahan bekas tambang yang dilanjutkan dengan revegetasi sehingga dapat
mengembalikan nilai estetika dan kondisi lahan sesuai dengan peruntukannya. Lahan

DOKUMEN RENCANA PASCATAMBANG


1

PT. TUJUH BERSAUDARA


BAB IV
GAMBARAN RONA AKHIR TAMBANG

bekas tambang dan ampas pencucian juga dapat dimanfaatkan untuk bangunan dan
jalan umum tanpa pengerasan karena hasil analisis CBR terhadap kedua contoh
tanah tersebut menunjukkan tingkat kekuatan yang tinggi.
b) Revegetasi
Revegetasi dilakukan pada lahan bekas tambang dan ampas. Keberhasilan revegetasi
ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu kesuburan lahan dan ampas, pemilihan jenis
tanaman dan pemeliharaan tanaman.
Berdasarkan hasil Analisis, lahan bekas tambang dan ampas memiliki banyak
kendala terutama dari aspek fisik dan kimia. Kendala yang bersifat fisik antar lain:
1. Persentase liat yang tinggi pada daerah tambang mengakibatkan ketersediaan udara
tanah rendah pada tanah di lokasi bekas tambang. Sedangkan ampas memiliki
persentase fraksi pasir yang sangat tinggi sehingga kurang mampu mengikat air.
2. Tanah bekas tambang dan juga ampas peka terhadap erosi karena sangat rendahnya
kandungan bahan organik tanah (2%).
Seperti disebutkan sebelumnya, bahwa penambangan dengan sistem kupasan
memungkinkan bentuk topografi mendekati kontur asalnya. Hal itu
dimungkinkan,karena dengan cara timbun kembali (backfilling) dan perataan (leveling)
yang kemudian dilanjutkan dengan penanaman. Bentuk topografi ini mempunyai
pengaruh kuat terhadap karakteristik daerah. Diharapkan dengan konfigurasi atau relief
topografi permukaan lahan pascapenambangan menguntungkan bagi badan air, arah
angin, kelembaban udara dan jumlah curah hujan. Bentuk kontur atau kemiringan
mempengaruhi limpasan dan penirisan, sehingga mempengaruhi kadar air di dalam
tanah.

IV.4. Air Permukaan dan Air Tanah

Kegiatan pengupasan, penambangan, pencucian, buangan limbah pencucian dan


pengangkutan dapat mencemari badan perairan sehingga menurunkan kualitas air. Erosi
tanah juga menimbulkan penurunan kualitas air. Limbah pencucian Batubara
mengandung timbal, besi, mangan, dan padatan tersuspensi dalam konsentrasi yang
tinggi. Apablia limbah tersebut masuk ke badan perairan dapat menurunkan kualitas
sehingga peruntukannya dapat berubah. Dengan demikian diperlukan pengelolaan
lingkungan berupa:
- Reklamasi dan revegetasi lahan bekas tambang yang dapat menurunkan laju erosi.

DOKUMEN RENCANA PASCATAMBANG


1

PT. TUJUH BERSAUDARA


BAB IV
GAMBARAN RONA AKHIR TAMBANG

- Pembuatan parit cegat dan kolam cegat untuk menampung hasil erosi.

Pembuatan kolam pengendap/bendungan untuk penampung dan mengendapkan


padatan terlarut (lumpur) dan berbagai logam antara lain timbal, besi, mangan sehingga
air limbah yang masuk ke sungai dan badan perairan kualitasnya telah memenuhi
standar baku mutu.

- Wilayah areal/lokasi yang direncanakan untuk kegiatan penambangan batubara oleh


PT. Tujuh Bersaudara, khususnya pada areal ±20 ha ha merupakan daerah dengan
vegetasi hutan hujan tropis yang didalamnya terdapat sungai dan anak-anak sungai,
kualitas air sungai dan anak-anak sungai berdasarkan hasil analisis laboratorium balai
besar teknologi pencegahan pencemaran industri semarang 2010 terhadap beberapa
parameter kualitas air (fisik kimia) seperti ditunjukkan dalam lampiran dapat
disimpulkan tergolong sangat baik. Melalui rencana pembangunan jalan,
pembangunan sarana dan prasarana pada tahap konstruksi akan mengakibatkan
lahan menjadi terbuka, dengan terbukanya beberapa luasan lahan, maka potensi
tingginya laju erosi manakalah turun hujan relatif tinggi, sehingga sedimentasi di
sungai akan relatif tinggi dan pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas air,
khususnya parameter fisik dan kimia air. Air permukaan dalam kolam pengendap
yang berasal dari pencucian Batubara pada tahap pascaoperasi kemungkinan
mengandung timbal, besi, mangan, dan padatan tersuspensi. Dari hasil pemantauan
kandungan Mn, Fe, Pb dan Zn masih belum mengalami penurunan di setiap lokasi per
tahunnya.

IV.5. Biologi Aquatik dan Teresterial

Kegiatan pengupasan, penambangan, pencucian, buangan limbah ampas


pengangkutan yang mencemari perairan dapat menurunkan kualitas air sungai menjadi
keruh. Hal ini secara tidak langsung dapat mempengaruhi biota perairan di daerah
pertambangan seperti plankton, benthos dan ikan/Nekton.

1) Plankton dan Benthos


Berdasarkan golongannya, plankton dapat dibagi atas dua, yaitu : plankton nabati
yang dikenal dengan fitoplankton dan plankton hewani atau zooplankton.
Fitoplankton berfungsi sebagai produsenutama dalam sistem jaringan makanan

DOKUMEN RENCANA PASCATAMBANG


1

PT. TUJUH BERSAUDARA


BAB IV
GAMBARAN RONA AKHIR TAMBANG

disebagian besar perairan, sedangkan zooplankton merupakan konsumen utama


yang kemudian mentransfer energi dari produsen primer ke konsumen yang lebih
tinggitingkatannya, seperti kelompok nekton. Dalam suatu ekosistem perairan,
keberadaan plankton sangat dipengaruhi oleh perubahan /dinamika kualitas
perairan. Dengan demikian plankton sering juga dijadikan indikator untuk penilaian
kualitas air di suatu perairan.

Hasil pengamatan laborotorium terhadap sampel plankton pada kedua lokasi


pengamatan teridenfikasi 4 phyllum phytoplankton dengan 16 negara dan 2 phyllum
zooplankton dengan 5 negara. Hasil idenfikas jenis phytoplankton dan zooplankton
selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.

Strutur komunitas organisme planktonik (indeks kenaekragaman, keseragaman, dan


domonasi) di kedua lokasi pengamatan menunjukan perbedaan dengan
kecendrungan kondisi struktur komunitas yang lebih baik. Nilai-nilai tersebut
terutama indeks keanekaragaman setelah dibandingkan dengan tabel kriteria
kualitas air berdasarkan indeks keanekaragaman menurut Poole (1974), maka sungai
jatus dan sungai tuyau tergolong memiliki kondisi strutur komunitas lebih stabil dan
termasuk kategori baik dengan nilai indeks keanekaragaman 2,12 – 2,54.

Keberadaan organisme benthik (zoobenthos) dilokasi pengamatan sungai Jatus dan


sungai Tuyau memperlihatkan kondisi yang buruk karena jumlah jenis dan individu
organisme benthik yang ditemukan tergolong kecil, yaitu hanya satu jenis pada
masing-masing lokasi pengamatan.

2) Ikan / Nekton

Biota nekton yang diamati dalam studi ini adalah ikan yang mengcangkup kelompok
nekton yang hidup/menghuni perairan alamiah. Dari hasil wawancara dengan
penduduk setempat diketahui bahwa keragaman spesies ikan disungai ini tergolong
sedang. Jenis ikan penghuni ketiga sungai tersebut dapat dikelompokan menjadi
kelompok menetap dan kelompok migrasi

DOKUMEN RENCANA PASCATAMBANG


1

PT. TUJUH BERSAUDARA

Anda mungkin juga menyukai