Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
DASAR TEORI
Perkembangan mesin bor jacro ini pada tahu 1995 telah mengalami
kemajuan dengan menghasilkan beberapa mesin bor yaitu: bor Jacro 75 dan bor
Jacro 100 sehingga dapat digunakan untuk pengeboran dengan kedalaman 75 –
100 meter. Pada mesin bor tipe ini telah menggunakan material rangka besi (steel)
dan penambahan dua komponen hidrolik (mast cylinder dan rotari motor
hydraulic) dan mesin penggerak (1 cylinder). Mesin bor Jacro 75 dan Jacro 100
ini banyak digunakan perusahaan kontraktor untuk mendukung pemboran
eksplorasi batubara pada kedalaman dangkal.
Seiring dengan waktu dan kemajuan teknologi pada tahun 2000 – 2011,
perkembangan mesin bor jacro khususnya di Indonesia sangat pesat sehingga
menghasilkan mesin bor Jacro 175. Mesin bor tipe ini dibuat atas dasar
meningkatnya permintaan klien dalam eksplorasi barubara dengan penetrasi yang
lebih dalam. Kondisi ini juga membuat pabrikasi mesin jacro menyesuaikan
produknya. Banyak perubahan atau penambahan fitur komponen dilakukan pada
mesin bor jacro ini, terutama pada mesin penggerak, komponen mesin hidrolik
dan komponen mekaniknya.
7
3.2. Definisi Pemboran
Menurut Anggayana (2005), pemboran adalah salah satu kegiatan penting
dalam usaha pertambangan. Kegiatan pemboran memiliki banyak tujuan, dalam
kegiatan eksplorasi pemboran bertujuan untuk mengetahui letak, ketebalan,
dimensi, dan jumlah cadangan (dalam tonase) yang akan di eksplorasi. Secara
umum pemboran dalam ekplorasi memiliki tujuan untuk mengetahui kuantitas
suatu cebakan bijih dan mengetahui jumlah cadangan bijih.
2. Mapping
Merupakan proses pembuatan singkapan beserta struktur geologinya
dengan mengumpulkan data dari lapangan.
1. Planing pemboran
- Jarak interval
- Kedalaman
- Luasan wilayah
8
2. pemboran
- Open hole, yaitu mengetahui kondisi stratigrafi bawah permukaan.
- Coring, yaitu mengetahui kualitas.
3. Dekripsi
- Pasca drilling.
1. Open Hole
9
mengalir keluar ke permukaan bersama fluid. Cutting tersebut diambil setiap
interval 1,5 meter yang menjadi representasi jenis litologi yang sedang dibor pada
kedalaman interval tersebut.
2. Coring
- Pemboran Miring adalah pemboran yang dilakukan dengan sudut tertentu dari
permukaan tanah atau bidang Horizontal (< 900). Faktor apa saja yang harus ada
pada pemboran miring. Arah Azimuth pemboran merupakan posisi dari utara yang
sejajar dengan arah lapisan arah strike lapisan seam batubara. Kemiringan yang
10
merupakan selisih antara 900–Dip dari lapisan batubara tersebut sudut yang
dibentuk oleh sudut kemiringan Dip 1800=(900+Dip lapisan batubara tersebut).
1). Strike
2). Dip
3). Azimuth
d). Memasukan pipa dengan mata bor dan memasukan terus pipa bor sampai
dengan target yang ditentukan
11
4.) Pengambilan sampel dan pendeskripsian sampel
a. Sampel Cutting
Sampel cutting merupakan sampel yang berasal dari lubang bor dari proses
pemboran open hole,yang berupa material batuan yang tergerus oleh bit,
kemudian terbawa oleh mud fluid ke permukaan dan mengalir melalui parit kecil
menuju mud pond. Sampel cutting menunjukkan jenis litologi yang terdapat di
bawah permukaan pada kedalaman saat mata bor menggerus litologi tersebut.
Sampel cutting diambil setiap kedalaman tertentu sesuai kebutuhan, dilakukan
pengambilan sampel setiap 1,5 meter dan kelipatannya. Kemudian diletakkan di
dekat rig dengan jarak aman yang tidak terganggu dengan aktivitas pengeboran
dan diberi garis/pagar line. Data sampel cutting kemudian di record pada lembar
Daily Drilling Report (DDR). Data cutting berfungsi sebagai :
1. Data awal untuk mengetahui kondisi litologi pada lubang bor terkait.
2. Data Coring sehingga menjadi lebih akurat dan valid.
b. Sampling Core
12
c. Deskripsi Core
13
bermacam-macam jenis batuan. Metode putar tumbuk terbagi menjadi dua,
yaitu: hydraulic top hammer dan pneumatic top hammer.
14
c. Kekuatan (strength)
Kekuatan mekanik suatu batuan merupakan daya tahan batuan terhadap
gaya dari luar, baik bersifat statis maupun dinamik. Kekuatan batuan
dipengaruhi oleh komposisi mineralnya, terutama kandungan kwarsa.
Batuan yang kuat memerlukan energi yang besar untuk menghancurkanya.
d. Bobot isi (density)
merupakan berat batuan per satuan volume. Batuan dengan bobot isi yang
besar untuk membongkarnya memerlukan energi yang besar pula.
e. Abrasivitas
Adalah sifat batuan yang dapat digores oleh batuan lain yang lebih keras.
Sifat ini dipengaruhi oleh kekerasan butiran batuan, bentuk butir, ukuran
butir, porositas batuan, dan sifat heterogenitas batuan.
f. Tekstur
Tekstur batuan dipengaruhi oleh struktur butiran mineral yang menyusun
batuan tersebut. Ukuran butir mempunyai pengaruh yang sama dengan
bentuk batuan, porositas batuan, dan sifat-sifat batuan lainya. Semua aspek
ini berpengaruh dalam keberhasilan operasi pemboran.
g. Elastisitas
Sifat elastisitas batuan dinyatakan dengan modulus elastisitas atau Modulus
Young (E). Modulus elastisitas batuan bergantung pada komposisi mineral
dan porositasnya. Umumnya batuan dengan elastisitas yang tinggi
memerlukan energi yang besar untuk menghancurkanya.
h. Plastisitas
Plastisitas batuan merupakan perilaku batuan yang menyebabkan deformasi
permanen setelah tegangan dikembalikan ke kondisi awal, dimana batuan
tersebut belum hancur. Sifat ini sangat dipengaruhi oleh komposisi mineral
penyusunya, terutama kuarsa. Batuan yang plastisitasnya tinggi memerlukan
energi yang besar untuk menghancurkannya.
15
3.7. Faktor Pemilihan Alat Bor
Mesin bor merupakan peralatan paling penting dalam operasi pengeboran
sebagai tenaga penggerak dari rangkaian bor. Dalam setiap metode pengeboran
maka akan digunakan jenis mesin bor yang berbeda pula tergantung dari
mekanisme metode pengeboran.
Beberapa hal penting dalam pemilihan mesin bor yang akan digunakan antara
lain:
1. Tipe dan model mesin bor, aspek ini berhubungan dengan jenis metode
pengeboran yang akan dilakukan
2. Kemampuan rotasi atau tumbukan dalam persatuan waktu
3. Momen puntir maksimum, yaitu kekuatan maksimum memutar mesin
untuk memutar stang bor.
4. Rentang diameter lubang bor yang bisa dibuat.
5. Total kedalaman yang bisa dicapai.
6. Hoisting capasity , yaitu kapasitas pengerakan terhadap rangkaian bor dari
mata bor sampai ke hoisting water swivel, termasuk sirkulasi fluida bor
yang berada di dalamnya.
7. Sliding stroke, yaitu mobilisasi mesin bor tanpa memindahkan bantalan
mesin atau tanpa kehilangan posisi titik lubang bor. Adakalanya unit
pemutar pada mesin bor harus digeser.
8. Dimensi
9. Power unit
16
3.8. Efisiensi Kerja Alat
Menurut Suwandhi (2001), efisiensi kerja merupakan elemen produksi yang
harus diperhitungkan di dalam upaya mendapatkan harga produksi alat persatuan
waktu yang akurat. Sebagian besar harga efisiensi kerja diarahkan terhadap
oprator, yaitu orang yang menjalankan atau mengoperasikan unit alat. Walaupun
demikian, apabila ternyata efisiensi kerjanya rendah belum tentu penyebabnya
adalah kesalahan operator yang bersangkutan. Mungkin ada penyebab lain yang
tidak dapat dihindari, antara lain cuaca, kerusakan mendadak, kabut dan lain –
lain.
Pekerjaan mekanik untuk perawatan alat tidak dapat dimasukan sebagai
penyebab berkurangnya efisiensi kerja alat, karana pekerjan perawatan alat
(maintenance) harus sudah terjadwal untuk masuk bengkel (workshop). Agar
memperoleh harga efisiensi kerja alat yang mewakili perlu diberikan batasan –
batasan pekerjaan. Acuan untuk membatasi porsi pekerjaan operasional dan
mekanik. Mungkin setiap perusahaan harus memberikan definisi yang berbeda
tentang pengertian waktu tertunda, terhenti dan sebagainya. Tabel di bawah ini
bisa digunakan sebagai acuan pembagian waktu.
17
Tabel. 3.1. Parameter Pengukuran Efisiensi Kerja (Suwandhi, 2009)
TERJADWAL (SCHEDULED) S
PERAWATAN
TERJADWAL (AVAILABLE) A
(MAINTENANCE) M
Dari tabel di atas dapat diukur tingkat efisiensi kerja operator yang lebih
teliti karena pengelompokkan penyebab alat berhenti dibuat atas dasar kondisi
sebenarnya dan yang lebih penting pengelompokkan tersebut telah disepakati dan
dipahami oleh seluruh karyawan.
18
1. Efektivitas (effectiveness) artinya jam kerja efektif selama waktu yang
disediakan untuk operasi, persamaannya adalah :
E = ( W / O ) x 100 %
Keterangan :
E : Efektivitas (%)
W : Waktu kerja produktif
O : Waktu kerja produktif + tertunda
PA = ( A / S ) x 100 %
Keterangan :
PA : Ketersediaan Fisik (%)
A : Waktu kerja tersedia yang meliputi (waktu terhenti + tertunda +
produktif)
S : Waktu kerja terjadwal
3. Utilitas (utility) adalah alat yang sehat terpaksa tidak dioperasikan karena
beberapa sebab, misalnya hujan lebat, rapat, kecelakaan tambang dan lain-
lain, persamaannya adalah :
U= ( O / A ) x 100 %
Keterangan:
U : Utilitas (%)
O : Waktu kerja produktif + tertunda
A : Waktu kerja tersedia yang meliputi (waktu terhenti + tertunda +
produktif)
19
Tiga faktor efisiensi kerja alat di atas dapat kita artikan satu persatu mulai
dari, waktu kerja produktif (W), waktu kerja produktif ditambah tertunda (O),
waktu kerja tersedia yang meliputi terhenti ditambah tertunda ditambah produktif
(A), dan waktu terjadwal (S), sebagai berikut :
a. Waktu kerja produktif (W) adalah waktu kerja alat terjadwal semua kegiatan
jam alat di lapangan dari shift pertama sampai dengan shift ke dua, atau shift
ke tiga sesuaikan dengan keadaan, tetapi di sini mengunakan dua shift,
dikurangi waktu alat rusak mendadak, dikurangi adanya waktu yang
meliputi hujan lebat, kabut, tidak ada oprator, istirahat dan semua kegiatan
yang tak bisa dihindari atau terhenti (idle). dan dikurangi waktu yang
meliputi kegiatan mengisian bbm, moving alat, operator terlambat dan
semua kegiatan yang bisa dihindari atau tertunda (delayed), sehingga
terdapat waktu produktif.
b. Waktu kerja produktif ditambah tertunda (O) adalah waktu terjadwal awal
kerja alat di lapangn sampai dengan waktu yang tersedia, dan ditambah
waktu tertunda (delayed) seperti mengisian bbm, moving alat, tunggu alat
muat, operator terlambat dan semua kegiatan yang bisa dihindari.
c. Waktu kerja yang tersedia meliputi terhenti (idle), ditambah tertunda
(delayed), ditambah waktu produktif (A) adalah waktu yang meliputi semua
kegiatan baik itu hujan lebat, kabut, tak ada operator, istirahat dan semua
kegiatan yang tak bisa dihindari, ditambah dengan semua kegiatan yang
tertunda seperti, waktu alat mengisi bbm, adanya operator terlambat,
pengecekan awal sebelum jalan dan semua kegiatan tertunda dan, ditambah
waktu produktif seperti waktu terjadwal, awal kerja alat di lapangan sampai
dengan waktu yang tersedia.
d. Waktu terjadwal (S) adalah semua kegiatan jam kerja alat di lapangan dari
shift pertama sampai dengan shift ke dua.
4. Efisiensi kerja rata-rata merupakan penjumlahan dari persamaan rumus di
atas dibagi 3, jadi :
E+ PA+U
Eff =
3
20
Keterangan :
Eff rata-rata : Efisiensi kerja rata-rata (%)
E : Efektivitas (%)
PA : Ketersediaan Fisik (%)
U : Utilitas (%)
Menurut Wilopo, (2009), waktu kerja efektif adalah waktu kerja yang
digunakan selama yaktu kerja produksi di luar waktu stand by dan waktu
perbaikan (break down). Hambatan yang terjadi selama operasi dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu:
21
yang tidak dapat dihindari, maka waktu kerja efektif dapat dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
We = Wt – ( Wn + Wu)
Keterangan :
We = waktu produksi efektif.
Wt = waktu produksi yang tersedia
Wn = waktu hambatan yang tidak dapat dihindari
Wu = waktu hambatan yang dapat dihindari
22
batubara yang terjadi dengan proses ini mempunyai penyebaran luas dan merata,
kualitasnya lebih karena kadar abunya relatif kecil. Batubara yang terbentuk
seperti ini di Indonesia di dapatkan dilapangan batubara Muara Enim (Sumatra
Selatan).
23
(tidak mengalami dekomposisi) dengan warna coklat. Dengan demikian peat
merupakan tahap awal dalam pembentukan batubara yang merupakan
pemadatan dari bahan tumbuhan yang mengalami pembusukan dan kemudian
terakumuliasi. Pada saat itu pula akan mengalami tekanan yang diakibatkan
oleh beban sedimen yang ada diatasnya, sehingga tekanan yang ditembulkan
merupakan aktifitas pertama yang menyebabkan perubahan terhadap sisa-sisa
organik tersebut. Sumber panas dapat juga disebabkan oleh panas bumi dan
intrusi.
2. Tahap dinamo kimia/ Metmorfisme
Tahap ini merupakan tahap perubahan yang terjadi karena faktor takanan dan
temperatur (panas). Jika peat sudah terbentuk, maka proses selanjutnya
tergantung keadaannya. Pada saat peat tertimbun oleh sedimen-sedimen, maka
pada saat peat itu pula akan mengalami tekanan yang diakibatkan oleh beban
yang berlebihan dari sedimen diatasnya, sehingga tekanan yang ditimbulkan
tersebut merupakan aktifitas pertama yang menyebabkan perubahan terhadap
sisa-sisa organik / tumbuhan tersebut. Sumber panas biasa beasal dari panas
bumi atau karena intrusi.
24
terkekarkan. Perubahan karena pengaruh batuan beku, misalnya lapisan batubara
yang terintrusi oleh batuan beku.
3.13. Bentuk lapisan batubara
Bentuk cekungan, proses sedimentasi, proses geologi selama dan sesudah
proses coalifikasi akan menentukan bentuk lapisan batubara. Mengetahui bentuk
lapisan batubara sangat menentukan dalam menghitung sumberdaya dan
merencanakan cara penambangannya.
Dikenal beberapa bentuk lapisan batubara yaitu :
1. Bentuk Horse Back
Bentuk ini dicirikan oleh lapisan batubara dan lapisan batuan sedimen yang
menutupinya melengkung ke arah atas, akibat adanya gaya kompresi.
Kenampakan ini dapat terlihat langsung pada singkapan lapisan batubara yang
dijumpai dilapangan (dalam skala kecil), atau dapat diketahui dari hasil
rekonstruksi beberapa lubang pemboran eksplorasi pada saat dilakukan coring
secara sistematis. Akibat dari perlengkungan ini lapisan batubara terlihat
pecah-pecah akibatnya batubara menjadi kurang kompak.
2. Bentuk Pinch
Bentuk ini dicirikan oleh perlapisan menipis dibagian tengah. Pada umumnya
bagian bawah (dasar) dari lapisan batubara merupakan batuan pelastis
misalnya batuan lempung sedang diatas lapisan batubara secara setempat
25
ditutupi oleh batupasir yang secara lateral merupakan pengisian suatu alur.
Sangat dimungkinkan, bentuk pinch ini bukan merupakan penampakan
tunggal, melainkan merupakan penampakan yang berulang-ulang. Ukuran
bentuk pinch bervariasi dari beberapa meter sampai puluhan meter. Dalam
proses penambangan batubara, batupasir yang mengisi pada alur-alur tersebut
tidak terhindarkan ikut tergali, sehingga keberadaan fragmen-fragmen
batupasir tersebut juga dianggap sebagai pengotor anorganik. keberadaan
pengotor ini tidak diinginkan apabila batubara tersebut akan dimanfaatkan
sebagai bahan bakar.
26
Gambar 3.3. Clay Vein
5. Bentuk Fault
Bentuk ini terjadi apabila di daerah dimana deposit batubara mengalami seri
patahan. Apabila hal ini terjadi, akan mempersulit dalam melakukan
27
perhitungan cadangan batubara. Hal ini disebabkan telah terjadi pergeseran
perlapisan ke arah vertikal. Dalam melaksanakan eksplorasi batubara di
daerah yang memperlihatkan banyak gejala patahan diperlukan tingkat
ketelitian yang tinggi, tidak dibenarkan hanya berpedoman pada hasil
pemetaan geologi permukaan saja.
6. Bentuk Folding
Bentuk ini terjadi apabila di daerah endapan batubara, mengalami proses
tektonik sehingga terbentuk perlipatan. Perlipatan tersebut dimungkinkan
masih dalam bentuk sederhana, misalnya bentuk antiklin atau bentuk sinklin,
atau sudah merupakan kombinasi dari kedua bentuk tersebut. Lapisan batubara
bentuk fold, memberi petunjuk awal pada kita bahwa batubara yang terdapat
di daerah tersebut telah mengalami proses coalification relatif lebih sempurna,
akibatnya batubara yang diperoleh kualitasnya relatif lebih baik. Sering sekali
terjadi, lapisan batubara bentuk fold berasosiasi dengan lapisan batbara
berbentuk fault. Dalam melakukan eksplorasi batubara di daerah yang banyak
perlitan dan patahan, kegiatan pemboran inti perlu mendapat prioritas utama
agar ahli geologi mampu membuat rekonstuksi struktur dalam usaha
menghitung jumlah cadangan batubara.
28
Gambar 3.6. Bentuk Folding
c. Bituminous
29
Batubara yang tebal, biasanya berwarna hitam mengkilat, terkadang,
coklat tua. Bituminous coal mengandung 86% karbon dari beratnya dengan
kandungan abu dan sulfur yang sedikit. Umumnya dipakai untuk PLTU, tapi
dalam jumlah besar juga dipakai untuk pemanas dan aplikasi sumber tenaga
dalam industri dengan membentuknya menjadi kokas-residu karbon berbentuk
padat.
d. Antrasit
Peringkat teratas batubara, biasanya dipakai untuk bahan pemanas ruangan
di rumah dan perkantoran. Batubara antrasit berbentuk padat (dense), batu-
keras warna jet-black berkilaw (luster) metalic, mengandung antara 86% - 98%
karbon dari beratnya dengan kadar air kurang dari 8%, terbakar lambat, dengan
batasan nyala api biru (pale blue flame) dengan sedikit sekali asap.
Batubara dengan mutu yang rendah, seperti batubara muda dan sub-
bituminous biasanya lebih lembut dengan materi yang rapuh dan berwarna
suram seperti tanah. Batubara muda memiliki tingkat kelembaban yang tinggi
dan kandungan karbon yang rendah, dan dengan demikian kandungan
energinya rendah.
Batubara dengan mutu lebih tinggi umumnya lebih keras dan kuat dan
seringkali berwarna hitam cemerlang seperti kaca. Batubara dengan mutu yang
lebih tinggi memiliki kandungan karbon yang lebih banyak, tingkat kelembaban
yang lebih rendah dan menghasilkan energi yang lebih banyak. Antrasit adalah
batubara dengan mutu paling baik dan dengan demikian memiliki kandungan
karbon dan energi yang lebih tinggi serta tingkat kelembaban yang lebih rendah.
30