JALI
MAYATI ISABELLA
ADRIANUS NATALATAMA
HERIYANTO
NOVITA SARI
EKO PRASETYO
HERIANSYAH
APRIANTO
TEGUH WIBOWO
FIRDAUS JAMBANG
BAB I
PEMILIHAN TAMBANG TERBUKA VERSUS TAMBANG
DALAM
Pemilihan metode penambangan didasarkan pada keuntungan
terbesar yang akan diperoleh, (note: pada awalnya pemilihan metode
penambangan didasarkan pada letak endapan relatif terhadap permukaan
dangkal atau dalam), serta mempunyai perolehan tambang yang terbaik
dengan memperhatikan karakteristik unik di daerah yang akan ditambang,
meliputi alamiah, geologi, lingkungan, dan lain sebagainya.
1.1 Faktor-faktor dalam pemilihan sistem penambangan yaitu :
Sifat keruangan dari endapan bijih
a. Ukuran (dimensi : tinggi atau tebal khususnya)
b. Bentuk (tanular, lentikular, massif, irregular)
c. Posisi (miring, mendatar atau tegak)
d. Kedalaman (nilai rata-rata, nisbah pengupasan)
Sifat geomekanik
a. Sifat elastis (kekuatan, modulus elastic, koefesien poison)
b. Perilaku plastis atau viscoelastis (flow, creep)
c. Keadaan tegangan (tegangan awal, induksi)
d. Konsolidasi, kompaksi dan kompeten
e. Sifat-sifat fisik yang lain (bobot isi, voids, porositas, permeabilitas)
Konsiderasi ekonomi
a. Cadangan (tonase dan kadar)
b. Laju produksi (produksi per satuan waktu)
c. Umur tambang
d. Produktivitas (produksi per satuan pekerja dan waktu)
e. Perbandingan ongkos penambangan untuk metode penambangan
yang cocok
Faktor teknologi
a. Perolehan tambang
b. Dilusi (jumlah waste yang dihasilkan dengan bijih)
c. Kefleksibilitas metode dengan perubahan kondisi-kondisi
BESR =
di mana:
E= pendapatan/ton bijih
F= ongkos produksi/ton bijih
G= ongkos pengupasan tanah/ton waste
Break Even Stripping Ratio(2) untuk menentukan maksimal berapa ton
waste yang disingkirkan untuk memperoleh 1 ton ore agar tahap
penambangan ini masih memberikan keuntungan (max allowable
Stripping Ratio) dan untuk menentukan batas pit (pit limit).
1.2.3 Cut off Grade (CoG)
Cut off Grade (CoG) adalah kadar bijih terendah (atau kadar rata-rata
terendah) yang masih dapat ditambang secara ekonomis berdasarkan
kondisi teknologi dan pasar. Ada 2 pengertian Cut off Grade, yaitu:
Kadar endapan bahan galian terendah yang masih memberikan
keuntungan bila ditambang
Kadar rata-rata terendah dari endapan bahan galian yang masih
memberikan keuntungan apabila ditambang
Cut off Grade ini yang akan menentukan batas-batas atau besarnya
cadangan, selain itu juga menentukan perlu tidaknya dilakukan
pencampuran (mining/blending) antara endapan bahan galian yang
berkadar tinggi dengan yang rendah.
1.3. Sistem penambangan yang ada pada umumnya
1.3.1 Tambang Terbuka (Surface Mining)
Merupakan suatu sistem penambangan dimana seluruh aktifitas
kerjanya berhubungan langsung dengan atmosfer atau udara luar.
Berdasarkan macam material yang ditambang, maka tambang terbuka
dibagi menjadi :
a. Open Pit/Open Cut/Open Cast/Open Mine
Suatu sistem penambangan yang diterapkan untuk endapan bijih yang
mengandung logam. Contoh : Tambang Nikel di Pomalla, Sulawesi
Tenggara, mineralnya Garnierite, Tambang Alumunium di Kijang Riau
Kepulauan, mineralnya Gibbsite, Boechmite, Diaspore (Bauksite),
Tambang Tembaga di Earthberg Irian Jaya, mineralnya Calcophyrite dan
Cuprite, Tambang Timah di Pemali Bangka mineralnya Cassiterite, dan
lain-lain.
Perawatan penyanggaan
Bagaimana memilih salah satu yang terbaik, ada 2 (dua) hal yang
harus diperhatikan yaitu:
1. Kedalaman endapan
a. Endapan emas cikotok 350 m (tambang bawah tanah)
b. Endapan tembaga di bingham Utah USA (tambang terbuka)
2. Pertimbangan ekonomis (menguntungkan atau tidak)
Tujuannya untuk memperoleh keuntungan yang maksimal dengan
mining recovery yang mungkin juga dan relatif aman bagi pekerja. Adanya
sistem penambangan yang baik akan meningkatkan Mining Recovery
(MR). MR = Perbandingan antara endapan yang berhasil ditambang
dengan endapan yang diperkirakan menurut perhitungan eksplorasi.
Dengan demikian usaha pertambangan ada hal-hal yang kontradiktif
dalam memilih sistem penambangannya, yaitu:
Dengan aman, biaya mahal tetapi tidak mendapatkan keuntungan yang
besar
Kurang aman, biaya yang tidak begitu besar dan mendapatkan
keuntungan yang besar
BAB II
METODE PENAMBANGAN QUARRY PADA GRANIT
2.1 Dasar Pemilihan
2.1.1 Genesa Batuan Granit
2.1.1.1 Tipe Batuan Granit
Granit adalah batuan beku plutonik, terbentuk oleh magma yang
bersifat asam, yang bertekstur granitik dan struktur holokristalin, serta
mempunyai komposisi kimia 70% SiO2 dan 15% Al2O3, sedangkan
mineral lainnya terdapat dalam jumlah kecil, seperti biotit, muskovit,
hornblende, dan piroksen. Pegmatisme, Setelah proses pembentukan
magmatisme, larutan sisa magma (larutan pegmatisme) yang terdiri dari
cairan dan gas. Stadium endapan ini 600-450 oC berupa larutan magma
sisa. Asosiasi batuan umumnya berupa granit. Umumnya granit berwarna
putih keabuan, Sebagai batu hias warna granit lainnya adalah merah,
merah muda, coklat, abu-abu, biru, hijau, dan hitam, hal ini tergantung
pada komposisi mineralnya. Kekerasan granit berkisar mulai dari 3 skala
Mohs (Biotit) sampai dengan & skala Mohs (Kuarsa). Granit merupakan
tipe batuan beku dalam, terbentuknya jauh di dalam permukaan bumi,
pada kedalaman 15-50 km, ketinggian 100-400 meter. Pendinginan
yang terjadi sangat lambat, batuannya besar-besar dan berstruktur
holokristalin atau terbentuk dari kristal sempurna (karena dekat
astenosfer). Ciri-cirinya berbutir kasar dibanding batuan beku luar, jarang
ada lubang gas.
2.1.1.2 Jenis Batuan Granit
Granit adalah jenis batuan intrusif, felsik, igneus yang umum dan
banyak ditemukan. Granit kebanyakan besar, keras dan kuat, dan oleh
karena itu banyak digunakan sebagai batuan untuk konstruksi. Kata granit
berasal dari bahasa Latin granum.
Batuan beku terbentuk dua cara. Air yang disebut magma lambat laun
dapat mengeras di dalam bumi lalu menjadi batuan beku seperti granit.
Magma dapat juga muncul kepermukaan bumi. Ini disebut lava atau lahar,
yang cepat mengeras menjadi batuan beku seperti basalt. Hal ini terjadi
bila gunung berapi meletus. Batuan beku tergolong batu tertua, terkuat, &
terkeras di bumi ini. Granit adalah jenis batuan beku yang umum terdapat.
Ada gunung yang seluruhnya terdiri dari granit saja. Susunan granit keras
& kasar, sehingga sangat baik untuk bahan bangunan. Granit biasanya
digunakan untuk bahan bangunan rumah dan gedung, untuk bangunan
monumen, jalan dan jembatan, sebagai batu hias (dekorasi)., sebagai
bahan baku industri poles (tegel, ornamen, dan lain-lain) dan bahan
bangunan (gedung, jalan, jembatan, dan lain-lain), selain itu dapat
digunakan sebagai bahan baku pembuatan aksesoris rumah.
10
penggalian ( ore atau waste). Berdasarkan cara dumping; side dump dan
back dump.
Gambar 2. Loader
BAB III
KAJIAN GEOTEKNIK ATAU LERENG TAMBANG
Kemantapan (stabilitas) lereng merupakan suatu faktor yang sangat
penting dalam pekerjaan yang berhubungan dengan penggalian dan
penimbunan tanah, batuan dan bahan galian, karena menyangkut
persoalan keselamatan manusia (pekerja), keamanan peralatan serta
kelancaran produksi. Keadaan ini berhubungan dengan terdapat dalam
bermacam-macam jenis pekerjaan, misalnya pada pembuatan jalan,
bendungan, penggalian kanal, penggalian untuk konstruksi, penambangan
dan lain-lain.
Dalam operasi penambangan masalah kemantapan lereng ini akan
diketemukan pada penggalian tambang terbuka, bendungan untuk
cadangan air kerja, tempat penimbunan limbah buangan (tailing disposal)
dan penimbunan bijih (stockyard). Apabila lereng-lereng yang terbentuk
sebagai akibat dari proses penambangan (pit slope) maupun yang
merupakan sarana penunjang operasi penambangan (seperti bendungan
dan jalan) tidak stabil, maka akan mengganggu kegiatan produksi.
Dari keterangan di atas, dapat dipahami bahwa analisis kemantapan
lereng merupakan suatu bagian yang penting untuk mencegah terjadinya
gangguan terhadap kelancaran produksi maupun terjadinya bencana yang
fatal. Dalam keadaan tidak terganggu (alamiah), tanah atau batuan
umumnya berada dalam keadaan seimbang terhadap gaya-gaya yang
timbul dari dalam. Kalau misalnya karena sesuatu sebab mengalami
perubahan keseimbangan akibat pengangkatan, penurunan, penggalian,
penimbunan, erosi atau aktivitas lain, maka tanah atau batuan itu akan
berusaha untuk mencapai keadaaan yang baru secara alamiah. Cara ini
biasanya berupa proses degradasi atau pengurangan beban, terutama
dalam bentuk longsoran-longsoran atau gerakan-gerakan lain sampai
tercapai keadaaan keseimbangan yang baru. Pada tanah atau batuan
dalam keadaan tidak terganggu (alamiah) telah bekerja tegangantegangan vertikal, horisontal dan tekanan air dari pori. Ketiga hal di atas
mempunyai peranan penting dalam membentuk kestabilan lereng.
Sedangkan tanah atau batuan sendiri mempunyai sifat-sifat fisik asli
tertentu, seperti sudut geser dalam (angle of internal friction), gaya kohesi
dan bobot isi yang juga sangat berperan dalam menentukan kekuatan
tanah dan yang juga mempengaruhi kemantapan lereng. Oleh karena itu
dalam usaha untuk melakukan analisis kemantapan lereng harus
diketahui dengan pasti sistem tegangan yang bekerja pada tanah atau
batuan dan juga sifat-sifat fisik aslinya. Dengan pengetahuan dan data
tersebut kemudian dapat dilakukan analisis kelakuan tanah atau batuan
12
tersebut jika digali atau diganggu. Setelah itu, bisa ditentukan geometri
lereng yang diperbolehkan atau mengaplikasi cara-cara lain yang dapat
membantu lereng tersebut menjadi stabil dan mantap.
Dalam menentukan kestabilan atau kemantapan lereng dikenal istilah
faktor keamanan (safety factor) yang merupakan perbandingan antara
gaya-gaya yang menahan gerakan terhadap gaya-gaya yang
menggerakkan tanah tersebut dianggap stabil, bila dirumuskan sebagai
berikut:
Faktor kemanan (F) = gaya penahan / gaya penggerak
Dimana untuk keadaan :
F > 1,0 : lereng dalam keadaan mantap
F = 1,0 : lereng dalam keadaan seimbang, dan siap untuk longsor
F < 1,0 : lereng tidak mantap
Jadi, dalam menganalisis kemantapan lereng akan selalu berkaitan
dengan perhitungan untuk mengetahui angka faktor keamanan dari lereng
tersebut. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemantapan lereng,
antara lain :
Penyebaran batuan
Penyebaran dan keragaman jenis batuan sangat berkaitan dengan
kemantapan lereng, ini karena kekuatan, sifat fisik dan teknis suatu
jenis batuan berbeda dengan batuan lainnya. Penyamarataan jenis
batuan akan mengakibatkan kesalahan hasil analisis. Misalnya :
kemiringan lereng yang terdiri dari pasir tentu akan berbeda dengan
lereng yang terdiri dari lempung atau campurannya.
Struktur geologi
Struktur geologi yang mempengaruhi kemantapan lereng dan perlu
diperhatikan dalam analisis adalah struktur regional dan lokal. Struktur
ini mencakup sesar, kekar, bidang perlapisan, sinklin dan antiklin,
ketidakselarasan, liniasi, dll. Struktur ini sangat mempengaruhi
kekuatan batuan karena umumnya merupakan bidang lemah pada
batuan tersebut, dan merupakan tempat rembesan air yang
mempercepat proses pelapukan.
Morfologi
13
Iklim
Iklim mempengaruhi temperatur dan jumlah hujan, sehingga
berpengaruh pula pada proses pelapukan. Daerah tropis yang panas,
lembab dengan curah hujan tinggi akan menyebabkan proses
pelapukan batuan jauh lebih cepat daripada daerah sub-tropis. Karena
itu ketebalan tanah di daerah tropis lebih tebal dan kekuatannya lebih
rendah dari batuan segarnya.
Tingkat pelapukan
Tingkat pelapukan mempengaruhi sifat-sifat asli dari batuan, misalnya
angka kohesi, besarnya sudut geser dalam, bobot isi, dll. Semakin
tinggi tingkat pelapukan, maka kekuatan batuan akan menurun.
14
15
BAB IV
KAJIAN HIDROLOGI, HIDROGEOLOGI, DAN SISTEM
PENYALIRAN
16
18
tersebut air dipompa keluar tambang. Penyaliran tak langsung ini dapat
dilakukan dengan beberapa macam cara, antara lain:
Siemens methods
Kedalam lubang bor dimasukkan casing yang bertujuan agar air
mudah masuk kedalam pipa. Kerugian cara ini adalah banyak pipa
yang digunakan dan kedalaman lubang bor harus melebihi tinggi
bench. Jadi biaya akan lebih besar karena disamping biaya pipa
juga biaya pemboran.
21
Jenis Tanah
Pasir, Kerikil
Pasir+Lempung
Lempung tidak kompak
Lempung kompak
Silt
Silt yang halus
Permeabilitas
10-1
Tinggi
10-1-10-3
Sedang
10-3-10-5
Cara Penyaliran
Tunnel dan open
sump
Open sump,
Siemens
Small pipe, deep
well pump
Rendah
10-5-10-7
Electro osmosis
Kohesif Material
Sangat rendah
10-7
Tidak dapat
dipompa
Sumber: http://www.bosstambang.com/open-pit/sistem-penyaliran
tambang
BAB V
PENANGANAN WASTE MATERIAL ATAU TAILING
Tailing adalah bahan-bahan yang dibuang setelah proses pemisahan
material berharga dari material yang tidak berharga. Pengelolaan tailing
merupakan salah satu aspek kegiatan pertambangan yang menimbulkan
dampak lingkungan sangat penting. Tailing biasanya berbentuk lumpur
dengan komposisi 40-70% cairan. Penampungan tailing, pengolahan dan
pembuangannya memerlukan pertimbangan yang teliti terutama untuk
kawasan yang rawan gempa. Kegagalan desain dari sistem
penampungan tailing akan menimbulkan dampak yang sangat besar, dan
dapat menjadi pusat perhatian media serta protes dari berbagai lembaga
swadaya masyarakat (LSM).
Pengendalian polusi dari pembuangan tailing selama proses operasi
harus memperhatikan pencegahan timbulnya rembesan, pengolahan
fraksi cair tailing, pencegahan erosi oleh angin, dan mencegah
pengaruhnya terhadap hewan-hewan liar.
22
23
waktu tunda untuk setiap baris peledakan; serta arah peledakan yang
dikehendaki. Jika arah peledakan sudah dirancang sedemikian rupa,
juru ledak dan blasting engineer harus berkoordinasi untuk menentukan
titik di mana akan dilakukan penembakan (firing) dan radius jarak aman
yang diperlukan. Ini perlu dilakukan supaya juru ledak memahami
potensi bahaya yang berhubungan dengan broken rock hasil peledakan
dan batu terbang (flyrock) yang mungkin terjadi.
Training kepada juru ledak
Hal ini sangat penting dilakukan, karena sumber daya ini memegang
peranan penting untuk menerjemahkan keinginan insinyur tambang
yang membuat rancangan peledakan. Hal ini sudah diatur dalam
Keputusan Menteri, yang mengharuskan setiap juru ledak harus
mendapatkan training yang memadai dan hanya petugas yang ditunjuk
oleh Kepala Teknik Tambang yang bersangkutan yang dapat
melakukan peledakan. Juru ledak dari tambang tertentu tidak
diperbolehkan untuk melakukan peledakan di tambang yang lain karena
karakterisktik suatu tambang yang berbeda-beda.
Prosedur kerja yang memadai
Prosedur kerja atau biasa disebut SOP (Safe Operating Procedure) ini
memegang peranan penting untuk memastikan semua kegiatan yang
berhubungan dengan peledakan dilakukan dengan aman dan selalu
mematuhi peraturan yang berlaku, baik peraturan pemerintah maupun
peraturan di tambang yang bersangkutan. Prosedur ini biasanya dibuat
berdasarkan pengujian resiko (risk assessment) yang dilakukan oleh
tambang tersebut sebelum suatu proses kerja dilakukan. Prosedur ini
mencakup keamanan bahan peledak, proses pengisian bahan peledak
curah, proses perangakaian bahan peledak , proses penembakan
(firing) termasuk jarak aman dan clearing daerah disekitar lokasi
peledakan.
JARAK AMAN
Jarak aman pada suatu peledakan (safe blasting parameter) saat ini
memang tidak mempunyai standard yang dibakukan, termasuk tambangtambang di Australia. Di dalam Keputusan Menteri pun, tidak dijelaskan
secara detail berapa jarak yang aman bagi manusia dari lokasi peledakan.
Hal ini disebabkan oleh setiap tambang mempunyai metode peledakan
yang berbeda-beda tergantung kondisi daerah yang akan diledakkan dan
tentu saja hasil peledakan yang dikehendaki. Akan tetapi bukan berarti
setiap juru ledak boleh menentukan sendiri jarak aman tersebut.
Keputusan mengenai keselamatan khususnya jarak aman tersebut berada
pada seorang Kepala Teknik Tambang yang ditunjuk oleh perusahaan
setelah mendapat pengesahan dari Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang.
Di tambang-tambang terbuka di Indonesia, jarak aman terhadap
manusia boleh dikatakan hampir mempunyai kesamaan yaitu dalam
kisaran 500 meter. Dari mana jarak ini diperoleh? Jelas seharusnya dari
hasil risk assessment (pengujian terhadap resiko) yang telah dilakukan di
24
BAB VI
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DAN
LINGKUNGAN
Kegiatan pertambangan untuk mengambil bahan galian berharga dari
lapisan bumi telah berlangsung sejak lama. Selama kurun waktu 50 (Lima
Puluh) tahun, konsep dasar pengolahan relatif tidak berubah, yang
berubah adalah skala kegiatannya. Mekanisasi peralatan pertambangan
telah menyebabkan skala pertambangan semakin membesar.
Perkembangan teknologi pengolahan menyebabkan ekstraksi bijih kadar
rendah menjadi lebih ekonomis, sehingga semakin luas dan dalam lapisan
bumi yang harus digali. Hal ini menyebabkan kegiatan tambang
menimbulkan dampak lingkungan yang sangat besar dan bersifat penting.
US-EPA (1995) telah melakukan studi tentang pengaruh kegiatan
pertambangan terhadap kerusakan lingkungan dan kesehatan manusia
pada 66 (Enam Puluh Enam) kegiatan pertambangan.
25
26
27
28
Pasal 1
Pengertian
Dalam Keputusan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
1. Tempat Usaha Pertambangan adalah setiap pekerjaan yang bertujuan
atau berhubungan langsung dengan penyelidikan umum, eksplorasi,
studi kelayakan, konstruksi, operasi produksi atau eksploitasi,
pengolahan atau pemurnian, pengangkutan atau penjualan bahan
galian golongan a, b, dan c termasuk sarana dan prasarana
penunjang yang ada di atas atau di bawah tanah, baik yang berada di
dalam satu wilayah atau pada tempat yang terpisah.
2. Perusahaan Pertambangan adalah orang atau badan usaha yang
diberi wewenang untuk melaksanakan usaha pertambangan
berdasarkan Kuasa Pertambangan atau Perjanjian Karya.
3. Tambang adalah suatu tempat kegiatan penambangan yang dilakukan
untuk mendapatkan bahan galian.
4. Tambang Permukaan adalah suatu sistem penambangan untuk
mendapatkan bahan galian yang kegiatannya dilakukan di atas
permukaan air.
5. Tambang Bawah Tanah adalah suatu sistem penambangan
untukmendapatkan bahan galian yang kegiatannya dilakukan di
bawah tanah.
6. Kepala Tekhnik Tambang adalah seseorang yang memimpin dan
bertanggung jawab atas terlaksananya serta ditaatinya peraturan
perundangundangan keselamatan dan kesehatan kerja pada suatu
kegiatan usaha pertambangan di wilayah yang menjadi tanggung
jawab.
7. Pekerja Tambang adalah setiap orang yang langsung bekerja pada
kegiatan usaha pertambangan.
8. Kecelakaan Tambang adalah setiap kecelakaan yang menimpa
pekerja tambang atau orang yang mendapat izin masuk pada kegiatan
usaha pertambangan.
9. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Pertambangan Umum.
10. Pengusaha adalah Pemimpin perusahaan.
11. Buku Tambang adalah buku catatan yang memuat larangan, perintah,
dan petunjuk Pelaksana Inspeksi Tambang yang wajib dilaksanakan
oleh Kepala Teknik Tambang.
12. Pelaksana Inspeksi Tambang adalah aparat pengawas pelaksanaan
peraturan keselamatan dan kesehatan kerja di lingkungan
pertambangan umum.
13. Wilayah Proyek adalah tempat yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal
atau Gubernur Kepala Daerah Tingkat I yang digunakan untuk
penyediaan fasilitas tambang.
14. Bahan Peledak adalah semua senyawa kimia, campuran, atau alat
yang dibuat, diproduksi atau digunakan untuk membuat bahan
peledak dengan reaksi kimia yang berkesinambungan di dalam
bahan-bahannya. Bahan peledak dalam hal ini termasuk mesiu,
nitrogliserin, dinamit, gelatin, sumbu ledak, sumbu bakar, detonator,
29
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
30
KESIMPULAN
Dasar pemilihan sistem tambang terbuka dan tambang dalam adalah
bergantung pada Stripping Ratio, Break Even Stripping Ratio 1, dan Cut
off Grade. Dasar Pemilihan Metode penambangan yang digunakan pada
Sistem tambang terbuka, bergantung pada sifat keruangan dari endapan
31
DAFTAR PUSTAKA
33
(diunduh
(diunduh
http://webcache.googleusercontent.com/search?
q=cache:0qwpd7gitcYJ:www.infokom-sulteng.go.id
tanggal 6 Juni 2010)
(diunduh
34
35