Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

MATA KULIAH TAMBANG TERBUKA


METODE PENAMBANGAN QUARRY PADA BATU GRANIT

JALI

DBD 107 003

MAYATI ISABELLA

DBD 107 004

ADRIANUS NATALATAMA

DBD 107 011

HERIYANTO

DBD 107 014

NOVITA SARI

DBD 107 022

EKO PRASETYO

DBD 107 032

HERIANSYAH

DBD 107 040

APRIANTO

DBD 107 042

RIANA DEWI SIREGAR

DBD 107 054

TEGUH WIBOWO

DBD 107 058

FIRDAUS JAMBANG

DBD 107 067

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
2010

BAB I
PEMILIHAN TAMBANG TERBUKA VERSUS TAMBANG
DALAM
Pemilihan metode penambangan didasarkan pada keuntungan
terbesar yang akan diperoleh, (note: pada awalnya pemilihan metode
penambangan didasarkan pada letak endapan relatif terhadap permukaan
dangkal atau dalam), serta mempunyai perolehan tambang yang terbaik
dengan memperhatikan karakteristik unik di daerah yang akan ditambang,
meliputi alamiah, geologi, lingkungan, dan lain sebagainya.
1.1 Faktor-faktor dalam pemilihan sistem penambangan yaitu :
Sifat keruangan dari endapan bijih
a. Ukuran (dimensi : tinggi atau tebal khususnya)
b. Bentuk (tanular, lentikular, massif, irregular)
c. Posisi (miring, mendatar atau tegak)
d. Kedalaman (nilai rata-rata, nisbah pengupasan)

Kondisi geologi dan hidrologi


a. Mineralogi dan petrologi (sulfida atau oksida)
b. Komposisi kimia (utama, hasil samping, mineral by product)
c. Struktur endapan (lipatan, patahan, intrusi, diskontinuitas)
d. Bidang lemah (kekar, fracture, cleavage dalam mineral, cleat dalam
batubara)
e. Keseragaman, alterasi, erosi
f. Air tanah dan hidrologi

Sifat geomekanik
a. Sifat elastis (kekuatan, modulus elastic, koefesien poison)
b. Perilaku plastis atau viscoelastis (flow, creep)
c. Keadaan tegangan (tegangan awal, induksi)
d. Konsolidasi, kompaksi dan kompeten
e. Sifat-sifat fisik yang lain (bobot isi, voids, porositas, permeabilitas)

Konsiderasi ekonomi
a. Cadangan (tonase dan kadar)
b. Laju produksi (produksi per satuan waktu)
c. Umur tambang
d. Produktivitas (produksi per satuan pekerja dan waktu)
e. Perbandingan ongkos penambangan untuk metode penambangan
yang cocok

Faktor teknologi
a. Perolehan tambang
b. Dilusi (jumlah waste yang dihasilkan dengan bijih)
c. Kefleksibilitas metode dengan perubahan kondisi-kondisi

d. Selektifitas metode untuk bijih dan waste


e. Konsentrasi/penyebaran pekerjaan
Faktor Lingkungan
a. Kontrol Bawah Tanah
b. Penurunan Permukaan Tanah
c. Kontrol atmosfer (kont rol kualit as, kontrol panas dan kelembaban,
serta untuk tambang bawah tanah : ventilasi)
d. Kekuatan Pekerja (pelatihan, recruitment, kondisi kesehatan dan
keselamatan kerja, kehidupan dan pemukiman)

1.2 Dasar dalam pemilihan metode penambangan yaitu:


1.2.1 Stripping Ratio (SR)
Stripping Ratio atau nisbah pengupasan adalah perbandingan antara
overburden yang harus dikupas dengan cebakan bahan galian yang dapat
ditambang. Atau dengan kata lain adalah perbandingan antara tonase
waste yang harus dipindahkan terhadap satu ton bijih yang ditambang.
Hasil suatu perancangan pit akan menentukan beberapa tonase bijih dan
waste yang dikandung pit itu. Perbandingan antara waste dan bijih
tersebut akan memberikan nisbah pengupasan rata-rata suatu open pit.
SR =

Jumlah Waste (m3/ton)


Jumlah Ore (m3/ton)

SR > 1 = Ongkos pengupasan lebih kecil (Tambang Terbuka)


SR > 1 = Ongkos pengupasan lebih besar (Tambang Dalam)
SR = 1 = Bisa Tambang Terbuka/Tambang Dalam
1.2.2 Break Even Stripping Ratio (BESR)
Untuk menganalisis kemungkinan sistem penambangan yang akan
digunakan, apakah tambang terbuka atau tambang dalam, maka
digunakan konsep Break Even Stripping Ratio (BESR). Break Even
Stripping Ratio (BESR). adalah Stripping Ratio yang paling maksimum
berdasarkan perhitungan/pertimbangan ekonomik, dinyatakan
value of ore - production cost
stripping cost
SRmax =

BESR =

cost penggalian bijih


cost pengupasan OB

Untuk memilih sistem penambangan digunakan istilah BESR-1 bagi


open pit yaitu overall Stripping Ratio.
BESR-1 > 1 = Tambang Terbuka
BESR-1 < 1 = Tambang Dalam
BESR = 2 = Bisa Tambang Terbuka/tambang dalam

Break Even Stripping Ratio(1)(Overall Stripping Ratio) yaitu perbandingan


antara biaya penambangan bawah tanah dengan penambangan terbuka.
A B
C
BESR(1) =
=D
di mana:
A= biaya penambangan secara bawah tanah/ton bijih
B= biaya penambangan secara tambang terbuka/ton bijih
C= ongkos pengupasan tanah penutup/ton waste
Ini berarti hanya bagian endapan yang mempunyai BESR lebih kecil
dari D yang dapat ditambang secara terbuka dengan menguntungkan.
Jadi, D adalah BESR(1) tertinggi yang masih dibolehkan untuk operasi
tambang terbuka dengan kondisi tersebut di atas.
BESR-2 = Recovable value/ton ore - Production cost/ton ore
Stripping cost/ton ore
Setelah ditentukan bahwa akan digunakan sistem tambang terbuka,
maka dalam rangka pengembangan rencana penambangan digunakan
istilah economic Stripping Ratio, BESR(2) dengan rumus sebagai berikut:
Break Even Stripping Ratio(2) (Economic Stripping Ratio) artinya berapa
besar keuntungan yang dapat diperoleh bila endapan bijih itu ditambang
secara terbuka.
EF
G
BESR(2)=

di mana:
E= pendapatan/ton bijih
F= ongkos produksi/ton bijih
G= ongkos pengupasan tanah/ton waste
Break Even Stripping Ratio(2) untuk menentukan maksimal berapa ton
waste yang disingkirkan untuk memperoleh 1 ton ore agar tahap
penambangan ini masih memberikan keuntungan (max allowable
Stripping Ratio) dan untuk menentukan batas pit (pit limit).
1.2.3 Cut off Grade (CoG)

Cut off Grade (CoG) adalah kadar bijih terendah (atau kadar rata-rata
terendah) yang masih dapat ditambang secara ekonomis berdasarkan
kondisi teknologi dan pasar. Ada 2 pengertian Cut off Grade, yaitu:
Kadar endapan bahan galian terendah yang masih memberikan
keuntungan bila ditambang
Kadar rata-rata terendah dari endapan bahan galian yang masih
memberikan keuntungan apabila ditambang
Cut off Grade ini yang akan menentukan batas-batas atau besarnya
cadangan, selain itu juga menentukan perlu tidaknya dilakukan
pencampuran (mining/blending) antara endapan bahan galian yang
berkadar tinggi dengan yang rendah.
1.3. Sistem penambangan yang ada pada umumnya
1.3.1 Tambang Terbuka (Surface Mining)
Merupakan suatu sistem penambangan dimana seluruh aktifitas
kerjanya berhubungan langsung dengan atmosfer atau udara luar.
Berdasarkan macam material yang ditambang, maka tambang terbuka
dibagi menjadi :
a. Open Pit/Open Cut/Open Cast/Open Mine
Suatu sistem penambangan yang diterapkan untuk endapan bijih yang
mengandung logam. Contoh : Tambang Nikel di Pomalla, Sulawesi
Tenggara, mineralnya Garnierite, Tambang Alumunium di Kijang Riau
Kepulauan, mineralnya Gibbsite, Boechmite, Diaspore (Bauksite),
Tambang Tembaga di Earthberg Irian Jaya, mineralnya Calcophyrite dan
Cuprite, Tambang Timah di Pemali Bangka mineralnya Cassiterite, dan
lain-lain.

Foto 1. Tambang Open Pit


b. Quarry
Suatu sistem penambangan yang diterapkan untuk endapan mineral
industri (golongan C). Contoh : Tambang Batu Pualam di Tulung Agung
Jawa Timur batuannya Marmer, Tambang Aspal di Pulau Buton batuannya
batu gamping beraspal, Tambang Granit di Pulau Karimun batuannya
granit, dan lain-lain.

Foto 2. Tambang Quarry


c. Strip Mine
Suatu sistem penambangan yang diterapkan untuk endapan bijih yang
letaknya horizontal atau sedikit miring. Contoh : Tambang Batubara di
Tanjung Enim Sumatera Selatan, Tambang Batubara di Ombilin Sawah
Lunto Sumatera Barat mineralnya Bituminous Coal, dan lain-lain.

Foto 3. Tambang Strip mine


d. Alluvial Mine
Suatu sistem penambangan yang diterapkan untuk endapan alluvial.
Contoh : Tambang Bijih Timah di Bangka Belitung mineralnya Cassiterite,
Tambang Bijih Besi di Cilacap mineralnya Magnetite, Hematite, Ilmenite,
dan lain-lain.

Foto 4. Alluvial mine

1.3.2. Tambang Bawah Tanah (Underground Mining)


Suatu sistem penambangan dimana seluruh aktifitas kerjanya tidak
berhubungan langsung dengan udara luar dan kegiatannya dilakukan
dibawah tanah dengan cara terlebih dahulu membuat jalan masuk berupa
sumuran (shaft) atau terowongan bantu (adit). Berdasarkan cara
penyanggaannya maka tambang bawah tanah dibagi menjadi :
a. Untuk Batubara
Longwall Methode, dibagi 2 (dua) yaitu cara maju (advancing) dan cara
mundur (retreating)
Room and Pillar Methode
b. Untuk Endapan Bijih/Logam
Open Stope Methode, seperti underground gloryhole, gophering,
shrinkage stoping, sublevel stoping
Supported Methode, seperti cut and fill, stull stoping, shrink and full
stoping
Caving Methode, seperti top slicing, sub level caving, block caving
1.4 Perbandingan antara Tambang Terbuka dan Tambang Bawah
Tanah
Tabel 1. Perbandingan antara 2 (dua) metode penambangan
tersebut adalah:
Tambang Terbuka
1. Development sedikit
2. Stripping O/B banyak
3. Banyak lokasi untuk
dumping area
4. Gangguan pada
kemantapan lereng,
kelongsoran
5. Kebisingan, polusi debu
6. Keselamatan kerja baik
7. Penggunaan alat lebih
leluasa
8. Produktifitas dipengaruhi
oleh iklim
9. Kedalaman penggalian
dibatasi biaya SR O/B

Tambang Bawah Tanah


Shaft, bukaan-bukaan lain
Batubara ditambang dari bukaan
kearah lapisan batubara
Tidak ada
Ambegan (subsident) berakibat
pada instalasi diatasnya, gas
beracun
Daerah terganggu pada sekeliling
bukaan
Perlu ventilasi dan penerangan
Tidak leluasa
Semakin dalam temperatur naik
Tidak terbatas

10. Biaya reklamasi

Perawatan penyanggaan

Bagaimana memilih salah satu yang terbaik, ada 2 (dua) hal yang
harus diperhatikan yaitu:
1. Kedalaman endapan
a. Endapan emas cikotok 350 m (tambang bawah tanah)
b. Endapan tembaga di bingham Utah USA (tambang terbuka)
2. Pertimbangan ekonomis (menguntungkan atau tidak)
Tujuannya untuk memperoleh keuntungan yang maksimal dengan
mining recovery yang mungkin juga dan relatif aman bagi pekerja. Adanya
sistem penambangan yang baik akan meningkatkan Mining Recovery
(MR). MR = Perbandingan antara endapan yang berhasil ditambang
dengan endapan yang diperkirakan menurut perhitungan eksplorasi.
Dengan demikian usaha pertambangan ada hal-hal yang kontradiktif
dalam memilih sistem penambangannya, yaitu:
Dengan aman, biaya mahal tetapi tidak mendapatkan keuntungan yang
besar
Kurang aman, biaya yang tidak begitu besar dan mendapatkan
keuntungan yang besar

BAB II
METODE PENAMBANGAN QUARRY PADA GRANIT
2.1 Dasar Pemilihan
2.1.1 Genesa Batuan Granit
2.1.1.1 Tipe Batuan Granit
Granit adalah batuan beku plutonik, terbentuk oleh magma yang
bersifat asam, yang bertekstur granitik dan struktur holokristalin, serta
mempunyai komposisi kimia 70% SiO2 dan 15% Al2O3, sedangkan
mineral lainnya terdapat dalam jumlah kecil, seperti biotit, muskovit,
hornblende, dan piroksen. Pegmatisme, Setelah proses pembentukan
magmatisme, larutan sisa magma (larutan pegmatisme) yang terdiri dari
cairan dan gas. Stadium endapan ini 600-450 oC berupa larutan magma
sisa. Asosiasi batuan umumnya berupa granit. Umumnya granit berwarna
putih keabuan, Sebagai batu hias warna granit lainnya adalah merah,
merah muda, coklat, abu-abu, biru, hijau, dan hitam, hal ini tergantung
pada komposisi mineralnya. Kekerasan granit berkisar mulai dari 3 skala
Mohs (Biotit) sampai dengan & skala Mohs (Kuarsa). Granit merupakan
tipe batuan beku dalam, terbentuknya jauh di dalam permukaan bumi,
pada kedalaman 15-50 km, ketinggian 100-400 meter. Pendinginan
yang terjadi sangat lambat, batuannya besar-besar dan berstruktur
holokristalin atau terbentuk dari kristal sempurna (karena dekat
astenosfer). Ciri-cirinya berbutir kasar dibanding batuan beku luar, jarang
ada lubang gas.
2.1.1.2 Jenis Batuan Granit
Granit adalah jenis batuan intrusif, felsik, igneus yang umum dan
banyak ditemukan. Granit kebanyakan besar, keras dan kuat, dan oleh
karena itu banyak digunakan sebagai batuan untuk konstruksi. Kata granit
berasal dari bahasa Latin granum.
Batuan beku terbentuk dua cara. Air yang disebut magma lambat laun
dapat mengeras di dalam bumi lalu menjadi batuan beku seperti granit.
Magma dapat juga muncul kepermukaan bumi. Ini disebut lava atau lahar,
yang cepat mengeras menjadi batuan beku seperti basalt. Hal ini terjadi
bila gunung berapi meletus. Batuan beku tergolong batu tertua, terkuat, &
terkeras di bumi ini. Granit adalah jenis batuan beku yang umum terdapat.
Ada gunung yang seluruhnya terdiri dari granit saja. Susunan granit keras
& kasar, sehingga sangat baik untuk bahan bangunan. Granit biasanya
digunakan untuk bahan bangunan rumah dan gedung, untuk bangunan
monumen, jalan dan jembatan, sebagai batu hias (dekorasi)., sebagai
bahan baku industri poles (tegel, ornamen, dan lain-lain) dan bahan
bangunan (gedung, jalan, jembatan, dan lain-lain), selain itu dapat
digunakan sebagai bahan baku pembuatan aksesoris rumah.

2.1.1.3 Bentuk atau dimensi endapan Granit


Granit merupakan batuan beku plutonik umumnya terbentuk dari
pembekuan magma yang relative lebih lambat sehingga mineral-mineral
penyusunnya relatif besar. Batuan beku atau batuan igneus (dari Bahasa
Latin: ignis, api) adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma yang
mendingin dan mengeras, dengan atau tanpa proses kristalisasi, baik di
bawah permukaan sebagai batuan intrusif (plutonik) maupun di atas
permukaan sebagai batuan ekstrusif (vulkanik). Magma ini dapat berasal
dari batuan setengah cair ataupun batuan yang sudah ada, baik di mantel
ataupun kerak bumi. Umumnya, proses pelelehan terjadi oleh salah satu
dari proses-proses berikut: kenaikan temperatur, penurunan tekanan, atau
perubahan komposisi. Lebih dari 700 tipe batuan beku telah berhasil
dideskripsikan, sebagian besar terbentuk di bawah permukaan kerak
bumi. Granit biasanya ditemukan di daerah perbukitan atau berbentuk
bukit. Berdasarkan komposisi kimianya, granit juga merupakan batuan
beku asam dengan kandungan SiO 2 lebih dari 65%. Kepadatan rata-rata
granit adalah 2,75 gr/cm dengan jangkauan antara 1,74 dan 2,80.
Adapula bahan galian yang berbentuk seperti tubuh batuan beku yang
berbentuk dyke, yang memotong batuan sekitarnya dan terbentuk setelah
batuan induknya yang dikenal dengan istilan endapan epigenetic.
Berdasarkan letak dan bentuknya, batuan beku dapat digambarkan
seperti yang terlihat pada gambar berikut :

Gambar 1. Sketsa pembentukan, letak, dan bentuk batuan beku


2.2 Alat dan metode yang digunakan pada penambangan granit
Alat dan metode yang digunakan pada penambangan granit adalah
wheel loader/loader digunakan saat memuat material ore, batuan, atau
waste ke dalam haul truck atau memuat material yang diledakkan (pada
quarry) dan dump truck/haul truck sebagai alat angkut/muat material hasil

10

penggalian ( ore atau waste). Berdasarkan cara dumping; side dump dan
back dump.

Gambar 2. Loader

Gambar 3. Dump Truck

Penambangan granit dilakukan dengan blasting (peledakan). Berbeda


dengan penambangan bahan galian pada umumnya, penambangan granit
(dan batu dimensi lainnya) mempunyai ciri khusus, baik dalam cara
penggalian maupun bentuk produknya. Penambangan dalam hal ini
bertujuan untuk menghasilkan bongkahan batuan dengan ukuran tertentu.
2.3 Fasilitas atau tata letak tambang
Fasilitas Pertambangan sebagaimana tertuang dalam Keputusan
Menteri Pertambangan dan Energi No. 555.K/26/M.PE/1995 tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum adalah
Kantor tambang
(1) Pada atau berdekatan dengan tempat usaha pertambangan atau
bagian kegiatan penambangan yang dilaksanakan secara teratur
harus dibangun kantor tambang.
(2) Kantor Tambang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus
disediakan peta-peta yang berhubungan dengan usaha
pertambangan umum.
(3) Pada atau dekat kantor tambang harus disediakan tempat untuk
memasang:
a. pemberitahuan yang oleh peraturan perundang-undangan harus
dipasang
b. pemberitahuan yang diharuskan oleh Kepala Pelaksana Inspeksi
Tambang.
Akomodasi, pada tempat usaha pertambangan yang terletak di daerah
terpencil harus disediakan akomodasi bagi pekerja tambang yang layak
dan memenuhi persyaratan kesehatan.
2.4 Contoh Tambang Granit
Di Indonesia, tambang granit terdapat di Kepulauan Riau, Lampung,
Kabupaten Banjar, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Kotabaru,
11

Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah,


Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kabupaten Tapin dan Kabupaten Tabalong
(Banjarmasin), Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat,
Sumatera Selatan, Kabupaten Banjarnegara kecamatan Banjarmangu
Jawa Tengah, di desa Paisumosoni, Lambako di Kecamatan Banggai, di
desa Pangke kecamatan Meral Tanjung Balai Karimun, kabupaten
Sijunjung kecamatan Tanjung Gadang Sumatera, dan lain-lain.

BAB III
KAJIAN GEOTEKNIK ATAU LERENG TAMBANG
Kemantapan (stabilitas) lereng merupakan suatu faktor yang sangat
penting dalam pekerjaan yang berhubungan dengan penggalian dan
penimbunan tanah, batuan dan bahan galian, karena menyangkut
persoalan keselamatan manusia (pekerja), keamanan peralatan serta
kelancaran produksi. Keadaan ini berhubungan dengan terdapat dalam
bermacam-macam jenis pekerjaan, misalnya pada pembuatan jalan,
bendungan, penggalian kanal, penggalian untuk konstruksi, penambangan
dan lain-lain.
Dalam operasi penambangan masalah kemantapan lereng ini akan
diketemukan pada penggalian tambang terbuka, bendungan untuk
cadangan air kerja, tempat penimbunan limbah buangan (tailing disposal)
dan penimbunan bijih (stockyard). Apabila lereng-lereng yang terbentuk
sebagai akibat dari proses penambangan (pit slope) maupun yang
merupakan sarana penunjang operasi penambangan (seperti bendungan
dan jalan) tidak stabil, maka akan mengganggu kegiatan produksi.
Dari keterangan di atas, dapat dipahami bahwa analisis kemantapan
lereng merupakan suatu bagian yang penting untuk mencegah terjadinya
gangguan terhadap kelancaran produksi maupun terjadinya bencana yang
fatal. Dalam keadaan tidak terganggu (alamiah), tanah atau batuan
umumnya berada dalam keadaan seimbang terhadap gaya-gaya yang
timbul dari dalam. Kalau misalnya karena sesuatu sebab mengalami
perubahan keseimbangan akibat pengangkatan, penurunan, penggalian,
penimbunan, erosi atau aktivitas lain, maka tanah atau batuan itu akan
berusaha untuk mencapai keadaaan yang baru secara alamiah. Cara ini
biasanya berupa proses degradasi atau pengurangan beban, terutama
dalam bentuk longsoran-longsoran atau gerakan-gerakan lain sampai
tercapai keadaaan keseimbangan yang baru. Pada tanah atau batuan
dalam keadaan tidak terganggu (alamiah) telah bekerja tegangantegangan vertikal, horisontal dan tekanan air dari pori. Ketiga hal di atas
mempunyai peranan penting dalam membentuk kestabilan lereng.
Sedangkan tanah atau batuan sendiri mempunyai sifat-sifat fisik asli
tertentu, seperti sudut geser dalam (angle of internal friction), gaya kohesi
dan bobot isi yang juga sangat berperan dalam menentukan kekuatan
tanah dan yang juga mempengaruhi kemantapan lereng. Oleh karena itu
dalam usaha untuk melakukan analisis kemantapan lereng harus
diketahui dengan pasti sistem tegangan yang bekerja pada tanah atau
batuan dan juga sifat-sifat fisik aslinya. Dengan pengetahuan dan data
tersebut kemudian dapat dilakukan analisis kelakuan tanah atau batuan
12

tersebut jika digali atau diganggu. Setelah itu, bisa ditentukan geometri
lereng yang diperbolehkan atau mengaplikasi cara-cara lain yang dapat
membantu lereng tersebut menjadi stabil dan mantap.
Dalam menentukan kestabilan atau kemantapan lereng dikenal istilah
faktor keamanan (safety factor) yang merupakan perbandingan antara
gaya-gaya yang menahan gerakan terhadap gaya-gaya yang
menggerakkan tanah tersebut dianggap stabil, bila dirumuskan sebagai
berikut:
Faktor kemanan (F) = gaya penahan / gaya penggerak
Dimana untuk keadaan :
F > 1,0 : lereng dalam keadaan mantap
F = 1,0 : lereng dalam keadaan seimbang, dan siap untuk longsor
F < 1,0 : lereng tidak mantap
Jadi, dalam menganalisis kemantapan lereng akan selalu berkaitan
dengan perhitungan untuk mengetahui angka faktor keamanan dari lereng
tersebut. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemantapan lereng,
antara lain :

Penyebaran batuan
Penyebaran dan keragaman jenis batuan sangat berkaitan dengan
kemantapan lereng, ini karena kekuatan, sifat fisik dan teknis suatu
jenis batuan berbeda dengan batuan lainnya. Penyamarataan jenis
batuan akan mengakibatkan kesalahan hasil analisis. Misalnya :
kemiringan lereng yang terdiri dari pasir tentu akan berbeda dengan
lereng yang terdiri dari lempung atau campurannya.

Struktur geologi
Struktur geologi yang mempengaruhi kemantapan lereng dan perlu
diperhatikan dalam analisis adalah struktur regional dan lokal. Struktur
ini mencakup sesar, kekar, bidang perlapisan, sinklin dan antiklin,
ketidakselarasan, liniasi, dll. Struktur ini sangat mempengaruhi
kekuatan batuan karena umumnya merupakan bidang lemah pada
batuan tersebut, dan merupakan tempat rembesan air yang
mempercepat proses pelapukan.

Morfologi

13

Keadaan morfologi suatu daerah akan sangat mempengaruhi


kemantapan lereng didaerah tersebut. Morfologi yang terdiri dari
keadaan fisik, karakteristik dan bentuk permukaan bumi, sangat
menentukan laju erosi dan pengendapan yang terjadi, menent ukan
arah aliran air permukaan maupun air tanah dan proses pelapukan
batuan.

Iklim
Iklim mempengaruhi temperatur dan jumlah hujan, sehingga
berpengaruh pula pada proses pelapukan. Daerah tropis yang panas,
lembab dengan curah hujan tinggi akan menyebabkan proses
pelapukan batuan jauh lebih cepat daripada daerah sub-tropis. Karena
itu ketebalan tanah di daerah tropis lebih tebal dan kekuatannya lebih
rendah dari batuan segarnya.

Tingkat pelapukan
Tingkat pelapukan mempengaruhi sifat-sifat asli dari batuan, misalnya
angka kohesi, besarnya sudut geser dalam, bobot isi, dll. Semakin
tinggi tingkat pelapukan, maka kekuatan batuan akan menurun.

Hasil kerja manusia


Selain faktor alamiah, manusia juga memberikan andil yang tidak kecil.
Misalnya, suatu lereng yang awalnya mantap, karena manusia
menebangi pohon pelindung, pengolahan tanah yang tidak baik,
saluran air yang tidak baik, penggalian / tambang, dan lainnya
menyebabkan lereng tersebut menjadi tidak mantap, sehingga erosi
dan longsoran mudah terjadi. Pada dasarnya longsoran akan terjadi
karena dua sebab, yaitu naiknya tegangan geser (shear strees) dan
menurunnya kekuatan geser (shear strenght).

Untuk penambangan granit, meskipun bukit lereng tambang granit


memiliki kemiringan yang curam, namun hal ini tidak menyebabkan
keruntuhan. Hal ini disebabkan dari bentuk endapan yang cenderung
besar, kasar, dan kuat. Granit juga memiliki komposisi kuarsa yang sangat
besar yaitu lebih dari 65 %. Di dalam batuan granit, tidak terdapat struktur
geologi yang merupakan bidang lemah dan merupakan tempat rembesan
air yang mempercepat proses pelapukan.

14

15

BAB IV
KAJIAN HIDROLOGI, HIDROGEOLOGI, DAN SISTEM
PENYALIRAN

Hidrogeologi adalah suatu studi interaksi antara kerja kerangka


batuan dan air tanah yang dalam prosesnya menyangkut aspek-aspek
kimia dan fisika yang terjadi di dekat atau di bawah permukaan bumi
(Kodoatie, 1996). Berbicara hidrogeologi tidak akan lepas dari daur
hidrologi sebagai berikut; evaporasi dari tanah atau air laut dan transpirasi
dari tumbuh-tumbuhan kondensasi dalam awan presipitasi dalam
bentuk hujan infiltrasi dan perkolasi ke dalam tanah atau menjadi air
limpasan (sungai dan danau) kembali evapotranspirasi (Davies dan
DeWiest, 1966, dalam Rahn, 1996).

16

Gambar 4. Daur Hidrologi (Davies dan DeWiest, 1966, dalam


Rahn, 1996)
4.1 Air Permukaan dan Air Bawah Permukaan (Air tanah)
Data curah hujan di suatu daerah pada kurun waktu tertentu
merupakan unsur penting dalam penentuan neraca keseimbangan air
(water balance). Di daerah pedataran dan kaki pegunungan yang memiliki
vegetasi sangat lebat hujan akan meresap (infiltrasi) dengan baik ke
dalam tanah, sedangkan di daerah lereng pegunungan yang cukup terjal
hujan akan lebih cepat melimpas ke dalam saluran-saluran sungai
daripada berinfiltrasi ke dalam tanah (kecepatan run off > infiltrasi). Air
yang melimpas ini akan membentuk suatu sistem daerah aliran sungai
(DAS), yang dibatasi oleh batas-batas aliran air (watershed). Sungaisungai dalam DAS di sekitar kawasan pertambangan sering dipergunakan
sebagai sungai pembuangan tailing (seperti DAS Wanagon-AghawagonOtomona di Papua), dengan harapan kepekatan lumpur tailing akan cepat
berkurang seiring dengan perjalanannya menuju daerah hilir atau laut.
Penataan lingkungan pertambangan dengan memanfaatkan air
permukaan (sungai, danau, laut) harus direncanakan sebaik mungkin dan
tidak mengganggu air permukaan yang sering dipergunakan oleh
penduduk setempat untuk mandi, mencuci, minum, dan lain sebagainya.
Air yang meresap ke dalam tanah akan membentuk suatu sistem
aliran air bawah permukaan (airtanah), yang akan berbeda pada masingmasing daerah, tergantung dari litologi dan bentang alamnya. Litologi atau
lapisan batuan yang mengandung airtanah disebut lapisan akifer.
Berdasarkan sifat fisik dan kedudukannya dalam kerak bumi, akifer dapat
dibedakan menjadi empat jenis, yaitu :
Akifer bebas, yaitu akifer tak tertekan (unconfined aquifer) dan
merupakan airtanah dangkal (umumnya <20 m), umum dijumpai pada
daerah endapan aluvial. Airtanah dangkal adalah airtanah yang paling
umum dipergunakan sebagai sumber airbersih oleh penduduk di
sekitarnya.
Akifer setengah tertekan, disebut juga akifer bocor (leaky aquifer),
merupakan akifer yang ditutupi oleh lapisan akitard (lapisan setengah
17

kedap) di bagian atasnya, dapat dijumpai pada daerah volkanik (daerah


batuan tuf).
Akifer tertekan (confined aquifer), yaitu akifer yang terletak di antara
lapisan kedap air (akiklud), umumnya merupakan airtanah dalam
(umumnya > 40 m) dan terletak di bawah akifer bebas. Airtanah dalam
adalah airtanah yang kualitas dan kuantitasnya lebih baik daripada
airtanah dangkal, oleh karenanya umum dipergunakan oleh kalangan
industri termasuk di dalamnya kawasan pertambangan.

Gambar 5. Ilustrasi dari tiga jenis akifer menurut Kruseman dan


deRieder, 1994
Airtanah mengalir dari daerah yang lebih tinggi (daerah tangkapan) ke
daerah yang lebih rendah (daerah buangan) menuju laut. Daerah
tangkapan didefinisikan sebagai bagian dari suatu daerah aliran
(catchment area) dimana aliran airtanah jenuh menjauhi permukaan
tanah, sedangkan daerah buangan didefinisikan sebagai bagian dari
catchment area dimana aliran airtanah menuju permukaan tanah
(Kodoatie, 1996). Kedudukan muka airtanah (pada akifer bebas) maupun
muka pisometrik (pada akifer tertekan) merupakan hal yang penting untuk
diketahui, karena mencerminkan kesetimbangan hidrodinamika airtanah di
suatu daerah. Pengukuran kedudukan airtanah dapat dilakukan pada
sumur gali penduduk atau pada sumur bor dalam waktu yang relatif sama
dan dibedakan antara muka airtanah bebas dengan muka airtanah
tertekan, sehingga hasil pengukuran hanya menggambarkan kondisi
airtanah pada suatu waktu tertentu. Hasil pengukuran ini dituangkan
menjadi suatu peta yang menggambarkan bentuk morfologi permukaan
airtanah beserta arah alirannya (termasuk di dalamnya aliran permukaan),
berdasarkan peta tersebut dapat dihitung gradien hidrolika (kemiringan
muka airtanah) daerah bersangkutan. Peta ini, apabila digabungkan
dengan peta topografi permukaan dan peta geologi, berguna untuk
membuat perencanaan kawasan pertambangan yang aman dan tidak
merusak lingkungan di sekitarnya. Namun demikian, kadang-kadang arah
aliran airtanah pada daerah pertambangan agak sulit untuk ditentukan,
seperti misalnya daerah satuan batugamping yang memiliki sistem
rekahan yang cukup kompleks.
4.2 Sistem Penyaliran

18

Secara garis besar, sistem penyaliran (sering pula disebut


pengawairan) dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu :
Sistem Penyaliran Langsung (Konvensional) adalah sistem
penyaliran dengan cara mengeluarkan (memompa) air yang sudah
masuk ke dalam tambang. Sistem ini dapat dibagi dua lagi, menjadi:
Penyaliran dengan terowongan (tunnel) atau terowongan
buntu (adit)
Cara penyaliran ini hanya bisa diterapkan pada tambang yang
terletak di daerah pegunungan atau berbentuk bukit. Air yang
masuk ke dalam tambang dikeluarkan dengan cara mengalirkan air
dari dasar tambang melalui terowongan keluar tambang.

Gambar 6. Penyaliran dengan terowongan (tunnel) atau terowongan


buntu (adit)

Penyaliran dengan sumuran (sump)


Cara penyaliran ini sangat umum diterapkan ditambang terbuka. Air
yang masuk ke dalam tambang dikumpulkan ke suatu sumuran
yang biasanya dibuat di dasar tambang dan dari sumuran tersebut
air dipompa keluar tambang.

Gambar 7. Penyaliran dengan sumuran (sump)

Sistem Penyaliran Tak Langsung (Inkonvensional) adalah sistem


penyaliran dengan cara mencegah masuknya air ke dalam tambang.
Adapun cara yang dapat dilakukan pada preventive drainage system ini
adalah dengan membuat beberapa lubang bor di bagian luar daerah
penambangan atau di jenjang-jenjang, kemudian dari lubang-lubang
19

tersebut air dipompa keluar tambang. Penyaliran tak langsung ini dapat
dilakukan dengan beberapa macam cara, antara lain:
Siemens methods
Kedalam lubang bor dimasukkan casing yang bertujuan agar air
mudah masuk kedalam pipa. Kerugian cara ini adalah banyak pipa
yang digunakan dan kedalaman lubang bor harus melebihi tinggi
bench. Jadi biaya akan lebih besar karena disamping biaya pipa
juga biaya pemboran.

Gambar 8. Siemens Method

Small pipe with vacuum pump


Lubang bor dibuat dengan diameter 6 8 inch, lubang tidak diberi
casing, tetapi dimasukkan dengan pipa berdiameter 2 2,5 inch.
Pasir dimasukkan sebagai saringan sehingga yang masuk adalah
material yang larut dalam air. Melalui small pipe ini lubang bor
dibuat vakum dengan menggunakan pompa.

Gambar 9. Small pipe with vacuum pump

Deep well pump method


Digunakan untuk material yang mempunyai permeabilitas tendah
dan bench yang tinggi. Lubang bor dibuat dengan diameter 6 inch,
20

kemudian dipasang casing. Pompa dimasukkan ke dalam lubang


bor (submercible pump) yang digerakkan dengan listrik. Pompa ini
ada yang otomatis, jika tercelup ke dalam air, maka mesin pompa
akan hidup dengan sendirinya.

Gambar 10. Deep well pump method

Electro osmosis method


Merupakan cara terbaru dan biasanya digunakan pada daerah
yang mempunyai permeabilitas sangat kecil. Lubang bor dibuat
dengan diameter 3 5 inch dan 1 3 inch, kemudian masukkan
casing pipe. Prinsip yang digunakan adalah prinsip elektrolisa. H +
akan mengalir menuju katoda sehingga terjadi netralisasli H +
dengan OH- dan membentuk H2O (air). Kemudian air yang telah
terkumpul ini dipompa keluar, dimana sebelumnya tidak terdapat
air.

Gambar 11. Electro osmosis method


Tabel 2. Hubungan antara permeabilitas dengan sistem penyaliran

21

Jenis Tanah
Pasir, Kerikil
Pasir+Lempung
Lempung tidak kompak
Lempung kompak
Silt
Silt yang halus

Permeabilitas
10-1
Tinggi
10-1-10-3
Sedang
10-3-10-5

Cara Penyaliran
Tunnel dan open
sump
Open sump,
Siemens
Small pipe, deep
well pump

Rendah
10-5-10-7
Electro osmosis

Kohesif Material

Sangat rendah
10-7

Tidak dapat
dipompa
Sumber: http://www.bosstambang.com/open-pit/sistem-penyaliran
tambang

BAB V
PENANGANAN WASTE MATERIAL ATAU TAILING
Tailing adalah bahan-bahan yang dibuang setelah proses pemisahan
material berharga dari material yang tidak berharga. Pengelolaan tailing
merupakan salah satu aspek kegiatan pertambangan yang menimbulkan
dampak lingkungan sangat penting. Tailing biasanya berbentuk lumpur
dengan komposisi 40-70% cairan. Penampungan tailing, pengolahan dan
pembuangannya memerlukan pertimbangan yang teliti terutama untuk
kawasan yang rawan gempa. Kegagalan desain dari sistem
penampungan tailing akan menimbulkan dampak yang sangat besar, dan
dapat menjadi pusat perhatian media serta protes dari berbagai lembaga
swadaya masyarakat (LSM).
Pengendalian polusi dari pembuangan tailing selama proses operasi
harus memperhatikan pencegahan timbulnya rembesan, pengolahan
fraksi cair tailing, pencegahan erosi oleh angin, dan mencegah
pengaruhnya terhadap hewan-hewan liar.

22

Isu-isu penting yang perlu dipertimbangkan dalam evaluasi alternatif


pembuangan tailing meliputi :
1. Karakteristik geokimia area yang akan digunakan sebagai tempat
penimbunan tailing dan potensi migrasi lindian dari tailing.
2. Daerah rawan gempa atau bencana alam lainnya yang mempengaruhi
keamanan lokasi dan desain teknis .
3. Konflik penggunaan lahan terhadap perlindungan ekologi peninggalan
budaya, pertanian serta kepentingan lain seperti perlindungan terhadap
ternak, binatang liar dan penduduk lokal.
4. Karakteristik kimia pasir, lumpur, genangan air dan kebutuhan untuk
pengolahannya.
5. Reklamasi setelah pasca tambang.
Studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) juga harus
mengevaluasi resiko yang disebabkan oleh kegagalan penampungan
tailing dan pemrakarsa harus menyiapkan rencana tanggap darurat yang
memadai. Pihak yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan tanggap
darurat ini harus dinyatakan secara jelas.
Namun, pada penambang batu granit, tidak didapatkan adanya tailing
karena penambangan granit dilakukan dengan proses blasting
(peledakan). Peledakan atau penambangan granit hanya menghasilkan
bongkahan batu besar atau kecil, yang masih bisa dimanfaatkan,
sehingga tidak ada tailing atau buangan material sisa yang mengandung
zat kimia.
Akan tetapi, kegiatan peledakan di tambang merupakan salah satu
kegiatan yang dianggap mempunyai resiko cukup tinggi. Contohnya saja,
akan muncul dampak sosial pada hasil kegiatan peledakan tersebut.
Bongkahan batu hasil dari peledakan tersebut dapat terlempar sehingga
mengenai tempat tinggal penduduk, sehingga dapat merusak bahkan
dapat mencelakai masyarakat yang terkena bongkah batu hasil
peledakan, kebisingan, getaran tanah, dan tertekannya udara yang
mengakibatkan efek ledakan. Dalam hal ini, merupakan salah satu contoh
perlunya pengetahuan yang lebih mendalam dalam hal blasting
management system (sistem pengaturan atau pengontrolan peledakan)
terhadap semua yang terlibat di dalam kegiatan peledakan. Dalam suatu
peledakan terdapat banyak hal-hal yang harus diperhatikan untuk
mendapatkan hasil peledakan sesuai dengan yang diinginkan oleh
perusahaan tambang bersangkutan. Proses pengontrolan kegiatan ini
dapat dimulai dari proses pencampuran ramuan bahan peledak, proses
pengisian bahan peledak ke lubang ledak, proses perangakaian dan
proses penembakan. Dalam kasus ini yang memegang peranan penting
adalah kontrol terhadap proses penembakan. Ada beberapa hal yang
perlu dilakukan adalah sebagi berikut:
Desain Peledakan
Bagian ini memegang peranan penting dalam mengurangi kecelakaan
kerja yang berhubungan dengan aktivitas peledakan. Rancangan
peledakan yang memadai akan mengidentifikasi jarak aman; jumlah
isian bahan peledak per lubang atau dalam setiap peledakan; waktu
tunda (delay period) yang diperlukan untuk setiap lubang ledak atau

23

waktu tunda untuk setiap baris peledakan; serta arah peledakan yang
dikehendaki. Jika arah peledakan sudah dirancang sedemikian rupa,
juru ledak dan blasting engineer harus berkoordinasi untuk menentukan
titik di mana akan dilakukan penembakan (firing) dan radius jarak aman
yang diperlukan. Ini perlu dilakukan supaya juru ledak memahami
potensi bahaya yang berhubungan dengan broken rock hasil peledakan
dan batu terbang (flyrock) yang mungkin terjadi.
Training kepada juru ledak
Hal ini sangat penting dilakukan, karena sumber daya ini memegang
peranan penting untuk menerjemahkan keinginan insinyur tambang
yang membuat rancangan peledakan. Hal ini sudah diatur dalam
Keputusan Menteri, yang mengharuskan setiap juru ledak harus
mendapatkan training yang memadai dan hanya petugas yang ditunjuk
oleh Kepala Teknik Tambang yang bersangkutan yang dapat
melakukan peledakan. Juru ledak dari tambang tertentu tidak
diperbolehkan untuk melakukan peledakan di tambang yang lain karena
karakterisktik suatu tambang yang berbeda-beda.
Prosedur kerja yang memadai
Prosedur kerja atau biasa disebut SOP (Safe Operating Procedure) ini
memegang peranan penting untuk memastikan semua kegiatan yang
berhubungan dengan peledakan dilakukan dengan aman dan selalu
mematuhi peraturan yang berlaku, baik peraturan pemerintah maupun
peraturan di tambang yang bersangkutan. Prosedur ini biasanya dibuat
berdasarkan pengujian resiko (risk assessment) yang dilakukan oleh
tambang tersebut sebelum suatu proses kerja dilakukan. Prosedur ini
mencakup keamanan bahan peledak, proses pengisian bahan peledak
curah, proses perangakaian bahan peledak , proses penembakan
(firing) termasuk jarak aman dan clearing daerah disekitar lokasi
peledakan.

JARAK AMAN
Jarak aman pada suatu peledakan (safe blasting parameter) saat ini
memang tidak mempunyai standard yang dibakukan, termasuk tambangtambang di Australia. Di dalam Keputusan Menteri pun, tidak dijelaskan
secara detail berapa jarak yang aman bagi manusia dari lokasi peledakan.
Hal ini disebabkan oleh setiap tambang mempunyai metode peledakan
yang berbeda-beda tergantung kondisi daerah yang akan diledakkan dan
tentu saja hasil peledakan yang dikehendaki. Akan tetapi bukan berarti
setiap juru ledak boleh menentukan sendiri jarak aman tersebut.
Keputusan mengenai keselamatan khususnya jarak aman tersebut berada
pada seorang Kepala Teknik Tambang yang ditunjuk oleh perusahaan
setelah mendapat pengesahan dari Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang.
Di tambang-tambang terbuka di Indonesia, jarak aman terhadap
manusia boleh dikatakan hampir mempunyai kesamaan yaitu dalam
kisaran 500 meter. Dari mana jarak ini diperoleh? Jelas seharusnya dari
hasil risk assessment (pengujian terhadap resiko) yang telah dilakukan di

24

tambang-tambang tersebut. Risk assessment ini tidak saja berbicara


secara teknik peledakan dan pelaksanaannya, namun perlu juga
dimasukkan contoh-contoh hasil perbandingan dari tambang-tambang
yang ada, baik di dalam ataupun luar negeri. Jarak aman dari hasil risk
assessment inilah yang seharusnya menjadi acuan bagi pembuatan
prosedur kerja dalam lingkup pekerjaan peledakan di lapangan. Walaupun
ada beberapa tambang yang membuat standard yang lebih kecil dari 500
meter; tapi hal itu diperbolehkan sepanjang risk assessment sudah
dilakukan dan sudah disetujui oleh Kepala Teknik Tambang yang
bersangkutan. Biarpun tidak menutup kemungkinan terjadinya
pelanggaran terhadap jarak aman dari peledakan, akan tetapi seorang
juru ledak yang kompeten semestinya akan mentaati aturan dan prosedur
kerja. Pelanggaran prosedur kerja akan berakibat fatal, baik bagi diri dia
sendiri, teman kerja maupun ada perusahaan tempat dia bekerja.

BAB VI
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DAN
LINGKUNGAN
Kegiatan pertambangan untuk mengambil bahan galian berharga dari
lapisan bumi telah berlangsung sejak lama. Selama kurun waktu 50 (Lima
Puluh) tahun, konsep dasar pengolahan relatif tidak berubah, yang
berubah adalah skala kegiatannya. Mekanisasi peralatan pertambangan
telah menyebabkan skala pertambangan semakin membesar.
Perkembangan teknologi pengolahan menyebabkan ekstraksi bijih kadar
rendah menjadi lebih ekonomis, sehingga semakin luas dan dalam lapisan
bumi yang harus digali. Hal ini menyebabkan kegiatan tambang
menimbulkan dampak lingkungan yang sangat besar dan bersifat penting.
US-EPA (1995) telah melakukan studi tentang pengaruh kegiatan
pertambangan terhadap kerusakan lingkungan dan kesehatan manusia
pada 66 (Enam Puluh Enam) kegiatan pertambangan.
25

Pembangunan infrastruktur jalan akses dan pembangkit energi


Kegiatan pembangunan infrastruktur meliputi pembuatan akses di
dalam daerah
tambang, pembangunan fasilitas penunjang
pertambangan, akomodasi tenaga kerja, pembangkit energi baik untuk
kegiatan konstruksi maupun kegiatan operasi dan pembangunan
pelabuhan. Termasuk dalam kegiatan ini adalah pembangunan sistem
pengangkutan di kawasan tambang (misalnya : crusher, ban berjalan,
rel kereta, kabel gantung, sistem perpipaan untuk mengangkut tailing
atau konsentrat bijih).
Dampak lingkungan, sosial dan kesehatan yang ditimbulkan oleh
kegiatan ini dapat bersifat sangat penting dan dipengaruhi oleh faktorfaktor sebagai berikut :
1. Letak dan lokasi tambang terhadap akses infrastruktur dan sumber
energi.
2. Jumlah kegiatan konstruksi dan tenaga kerja yang diperlukan serta
tingkat migrasi pendatang.
3. Letak kawasan konsensi terhadap kawasan lindung dan habitat
alamiah, sumber air bersih dan badan air, pemukiman penduduk
setempat dan tanah yang digunakan oleh masyarakat adat.
4. Tingkat kerawanan kesehatan penduduk setempat dan pekerja
terhadap penyakit menular seperti malaria, AIDS, schistosomiasis.

Pembangunan Pemukiman Karyawan dan Base Camp Pekerja


Kebutuhan tenaga kerja dan kualifikasi yang dibutuhkan untuk kegiatan
pertambangan seringkali tidak dapat dipenuhi dari penduduk setempat.
Tenaga kerja terampil perlu didatangkan dari luar, dengan demikian
diperlukan pembangunan infrastruktur yang sangat besar. Jika jumlah
sumberdaya alam dan komponen-komponen lingkungan lainnya sangat
terbatas sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan pendatang,
sumberdaya alam akan mengalami degradasi secara cepat. Akibatnya
akan terjadi konflik sosial karena persaingan pemanfaatan sumber daya
alam. Sebagai contoh, kegiatan pertambangan seringkali dikaitkan
dengan kerusakan hutan, kontaminasi dan penurunan penyediaan air
bersih, musnahnya hewan liar dan perdagangan hewan langka, serta
penyebaran penyakit menular.
Decomisioning dan Penutupan Tambang
Setelah ditambang selama masa tertentu cadangan bijih tambang akan
menurun dan tambang harus ditutup karena tidak ekonomis lagi.
Karena tidak mempertimbangkan aspek lingkungan, banyak lokasi
tambang yang ditelantarkan dan tidak ada usaha untuk rehabilitasi.
Pada prinsipnya kawasan atau sumberdaya alam yang dipengaruhi
oleh kegiatan pertambangan harus dikembalikan ke kondisi yang aman
dan produktif melalui rehabilitasi. Kondisi akhir rehabilitasi dapat
diarahkan untuk mencapai kondisi seperti sebelum ditambang atau
kondisi lain yang telah disepakati. Namun demikian, uraian di atas tidak
menyarankan agar kegiatan rehabilitasi dilakukan setelah tambang
selesai. Reklamasi seharusnya merupakan kegiatan yang terus
menerus dan berlanjut sepanjang umur pertambangan. Tujuan jangka

26

pendek rehabilitasi adalah membentuk bentang alam (landscape) yang


stabil terhadap erosi. Selain itu rehabilitasi juga bertujuan untuk
mengembalikan lokasi tambang ke kondisi yang memungkinkan untuk
digunakan sebagai lahan produktif. Bentuk lahan produktif yang akan
dicapai menyesuaiakan dengan tataguna lahan pasca tambang.
Penentuan tataguna lahan pasca tambang sangat tergantung pada
berbagai faktor antara lain potensi ekologis lokasi tambang dan
keinginan masyarakat serta pemerintah. Bekas lokasi tambang yang
telah direhabilitasi harus dipertahankan agar tetap terintegrasi dengan
ekosistem bentang alam sekitarnya.
6.1 Klasifikasi Bahan Tambang
Bahan galian seringkali dibedakan menjadi tiga kelompok besar, yakni
bahan galian metalliferous, nonmetalliferous dan bahan galian yang
digunakan untuk bahan bangunan atau batuan ornamen.
Kelompok bahan galian metalliferous antara lain adalah emas, besi,
tembaga, timbal, seng, timah, mangan. Sedangkan bahan galian
nonmetalliferous terdiri dari batubara, kwarsa, bauksit, trona, borak,
asbes, talk, feldspar dan batuan pospat. Bahan galian untuk bahan
bangunan dan batuan ornamen termasuk di dalamnya slate, marmer,
kapur, traprock, travertine, dan granite.

6.2 Dampak Lingkungan Akibat Kegiatan Pertambangan


United
Nations
Environment
Programme
(UNEP,
1999)
menggolongkan dampak-dampak yang timbul dari kegiatan pertambangan
sebagai berikut:
1. Kerusakan habitat dan biodiversity pada lokasi pertambangan
2.Perlindungan ekosistem/habitat/biodiversity di sekitar lokasi
pertambangan.
3.Perubahan landskap/gangguan visual/kehilangan penggunaan
lahan
4. Stabilisasi site dan rehabilitasi
5. Limbah tambang dan pembuangan tailing
6. Kecelakaan/ terjadinya longsoran fasilitas tailing
7. Peralatan yang tidak digunakan, limbah padat, limbah rumah
tangga
8. Emisi Udara
9. Debu
10. Perubahan Iklim
11. Konsumsi Energi
12. Pelumpuran dan perubahan aliran sungai

27

13. Buangan air limbah dan air asam tambang


14. Perubahan air tanah dan kontamninasi
15. Limbah B3 dan bahan kimia
16. Pengelolaan bahan kimia, keamanan, dan pemaparan bahan
kimia di tempat kerja
17. Kebising
18. Radiasi
19. Keselamatan dan kesehatan kerja
20. Toksisitas logam berat
21. Peninggalan budaya dan situs arkeologi
22. Kesehatan masyarakat dan pemukiman disekitar tambang
6.3 Metode Pengelolaaan Lingkungan
Mengingat besarnya dampak yang disebabkan oleh aktifitas tambang,
diperlukan upaya-upaya pengelolaan yang terencana dan terukur.
Pengelolaan lingkungan di sektor pertambangan biasanya menganut
prinsip Best Management Practice. US EPA (1995) merekomendasikan
beberapa upaya yang dapat digunakan sebagai upaya pengendalian
dampak kegiatan tambang terhadap sumberdaya air, vegetasi dan hewan
liar. Beberapa upaya pengendalian tersebut adalah :
1. Menggunakan struktur penahan sedimen untuk meminimalkan jumlah
sedimen yang keluar dari lokasi penambangan
2. Mengembangkan rencana sistim pengedalian tumpahan untuk
meminimalkan masuknya bahan B3 ke badan air
3. Hindari kegiatan konstruksi selama dalam tahap kritis
4. Mengurangi kemungkinan terjadinya keracunan akibat sianida terhadap
burung dan hewan liar dengan menetralisasi sianida di kolam
pengendapan tailing atau dengan memasang pagar dan jaring untuk
5. Mencegah hewan liar masuk kedalam kolam pengendapan tailing
6. Minimalisasi penggunaan pagar atau pembatas lainnya yang
menghalangi jalur migrasi hewan liar. Jika penggunaan pagar tidak
dapat dihindari gunakan terowongan, pintu-pintu, dan jembatan
penyeberangan bagi hewan liar.
7. Batasi dampak yang disebabkan oleh frakmentasi habitat minimalisasi
jumlah jalan akses dan tutup serta rehabilitasi jalan-jalan yang tidak
digunakan lagi.
8. Larangan berburu hewan liar di kawasan tambang.
KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI
No. 555.K/26/M.PE/1995
TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
PERTAMBANGAN UMUM
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Pertama
Umum

28

Pasal 1
Pengertian
Dalam Keputusan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
1. Tempat Usaha Pertambangan adalah setiap pekerjaan yang bertujuan
atau berhubungan langsung dengan penyelidikan umum, eksplorasi,
studi kelayakan, konstruksi, operasi produksi atau eksploitasi,
pengolahan atau pemurnian, pengangkutan atau penjualan bahan
galian golongan a, b, dan c termasuk sarana dan prasarana
penunjang yang ada di atas atau di bawah tanah, baik yang berada di
dalam satu wilayah atau pada tempat yang terpisah.
2. Perusahaan Pertambangan adalah orang atau badan usaha yang
diberi wewenang untuk melaksanakan usaha pertambangan
berdasarkan Kuasa Pertambangan atau Perjanjian Karya.
3. Tambang adalah suatu tempat kegiatan penambangan yang dilakukan
untuk mendapatkan bahan galian.
4. Tambang Permukaan adalah suatu sistem penambangan untuk
mendapatkan bahan galian yang kegiatannya dilakukan di atas
permukaan air.
5. Tambang Bawah Tanah adalah suatu sistem penambangan
untukmendapatkan bahan galian yang kegiatannya dilakukan di
bawah tanah.
6. Kepala Tekhnik Tambang adalah seseorang yang memimpin dan
bertanggung jawab atas terlaksananya serta ditaatinya peraturan
perundangundangan keselamatan dan kesehatan kerja pada suatu
kegiatan usaha pertambangan di wilayah yang menjadi tanggung
jawab.
7. Pekerja Tambang adalah setiap orang yang langsung bekerja pada
kegiatan usaha pertambangan.
8. Kecelakaan Tambang adalah setiap kecelakaan yang menimpa
pekerja tambang atau orang yang mendapat izin masuk pada kegiatan
usaha pertambangan.
9. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Pertambangan Umum.
10. Pengusaha adalah Pemimpin perusahaan.
11. Buku Tambang adalah buku catatan yang memuat larangan, perintah,
dan petunjuk Pelaksana Inspeksi Tambang yang wajib dilaksanakan
oleh Kepala Teknik Tambang.
12. Pelaksana Inspeksi Tambang adalah aparat pengawas pelaksanaan
peraturan keselamatan dan kesehatan kerja di lingkungan
pertambangan umum.
13. Wilayah Proyek adalah tempat yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal
atau Gubernur Kepala Daerah Tingkat I yang digunakan untuk
penyediaan fasilitas tambang.
14. Bahan Peledak adalah semua senyawa kimia, campuran, atau alat
yang dibuat, diproduksi atau digunakan untuk membuat bahan
peledak dengan reaksi kimia yang berkesinambungan di dalam
bahan-bahannya. Bahan peledak dalam hal ini termasuk mesiu,
nitrogliserin, dinamit, gelatin, sumbu ledak, sumbu bakar, detonator,

29

15.

16.
17.

18.

19.
20.
21.

22.
23.
24.
25.

26.

amonium nitrat, apabila dicampur dengan hydrokarbon dan bahan


ramuan lainnya.
Donator adalah suatu benda yang mengandung isian bahan peledak
yang digunakan sebagai penyala awal ledakan dan dalam hal ini
termasuk detonator listrik, detonator biasa, detonator bukan listrik
(nonel) atau detonator tunda.
Gudang adalah suatu bangunan atau kontener yang secara teknis
mampu menyimpan bahan peledak secara aman.
Juru ledak adalah seseorang yang diangkat oleh perusahaan
pertambangan atau Kepala Teknik Tambang untuk melaksanakan
pekerjaan peledakan dan orang tersebut harus memiliki Kartu Izin
Meledakkan (KIM).
Pekerjaan Peledakan adalah pekerjaan yang terdiri dari meramu
bahan peledak, membuat primer, mengisi dan menyumbat lubang
ledak, merangkai dan menyambung suatu pola peledakan,
menyambung suatu sirkuit alat penguji atau mesin peledak,
menetapkan daerah bahaya, menyuruh orang menyingkir, dan
berlindung, menguji sirkit peledakan, meledakkan lubang ledak,
menangani kegagalan peledakan, dan mengendalikan akibat
peledakan yang merugikan seperti lontaran batu, getaran tanah,
kebisingan, dan tertekannya udara yang mengakibatkan efek ledakan
(air blast).
Calon juru ledak adalah seseorang yang disetujui oleh Kepala Teknik
Tambang untuk mengikuti pelatihan dalam pekerjaan peledakan
dengan pengawasan yang ketat dari seseorang juru ledak.
Ledakan adalah suatu ledakan tunggal atau seri yang diledakkan
sebagai bagian dari suatu ledakan.
Jarak aman gudang adalah jarak minimum dimana gudang bahan
peledak harus terpisah dengan gudang-gudang yang lain, bangunan
yang dihuni orang, jalan kereta api serta jalan umum dan yang
tergantung pada jenis dan jumlah bahanpeledak yang disimpan di
dalammya.
Bahan peledak peka detonator adalah bahan peledak yang dapat
meledak dengan detonator No. 8.
Bahan peledak peka primer adalah bahan peledak yang hanya dapat
meledak dengan menggunakan primer atau booster dengan detonator
No. 8.
Bahan ramuan bahan peledak adalah bahan baku yang apabila
dicampur dengan bahan tertentu akan menjadi bahan peledak peka
primer.
Gudang bahan peledak utama adalah gudang yang digunakan
sebagai tempat penyimpan bahan peledak yang letaknya tidak terlalu
jauh dari tambang dan dari gudang ini bahan peledak dipakai untuk
keperluan peledakan.
Gudang bahan peledak transit adalah gudang yang dipergunakan
sebagai
tempat
penyimpanan
sementara
sebelum
diangkut/dipindahkan kegudang bahan peledak utama.

30

27. Gudang bahan peledak sementara adalah gudang yang dipergunakan


untuk kegiatan pertambangan pada tahap eksplorasi atau persiapan
penambangan.
28. Kontainer adalah gudang bahan peledak yang berbentuk peti kemas
yang terbuat dari plat logam.
29. Bahan mudah terbakar adalah sesuatu bahan yang apabila digunakan
akan menyala, membara, membantu pembakaran atau menghasilkan
uap yang menyala apabila menghasilkan api atau panas.
30. Gas mudah menyala adalah gas yang akan menyala pada kadar
oksigen yang normal di udara.
31. Titik nyala adalah temperatur minimum dari uap yang dihasilkan
sesuatu bahan cair, cukup untuk membentuk campuran uap dan
udara yang mudah menyala terdapat di atas permukaan bahan cair
tersebut.
32. Derajat ketahanan api adalah waktu yang dinyatakan dalam menit
atau jam dari sesuatu benda akan tetapi bertahan pada sifat dan
bentuknya bila terkena api.
Pasal 23
Bagian Keenam
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
Pada Setiap kegiatan usaha pertambangan berdasarkan pertimbangan
jumlah pekerja serta sifat atau luasnya pekerjaan, Kepala Pelaksana
Inspeksi Tambang dapat mewajibkan pengusaha untuk membentuk unit
organisasi yang menangani Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang
berada di bawah pengawasan Kepala Teknik Tambang.
Pasal 33
Tindakan Mencegah Bahaya
Setiap pekerja tambang wajib untuk:
a. Memperhatikan dan menjaga kesehatan dan keselamatan dirinya serta
orang-orang lain yang mungkin terkena dampak dari perbuatannya atau
ketidak hadirannya di tempat kerjanya.
b. Melaksanakan instruksi-instruksi yang diberikan demi keselamatan dan
kesehatannya serta orang lain.
c. Menggunakan alat-alat keselamatan dan pelindung diri dengan benar;
d. Segera melaporkan keatasannya langsung tentang keadaan yang
menurutpertimbangannya akan dapat menimbulkan bahaya dan yang
tidak diatasinyasendiri dan
e. Melaporkan setiap kecelakaan atau cidera yang ditimbulkan oleh
pekerjaan atau yang ada hubungannya dengan pekerjaan.

KESIMPULAN
Dasar pemilihan sistem tambang terbuka dan tambang dalam adalah
bergantung pada Stripping Ratio, Break Even Stripping Ratio 1, dan Cut
off Grade. Dasar Pemilihan Metode penambangan yang digunakan pada
Sistem tambang terbuka, bergantung pada sifat keruangan dari endapan

31

bijih, kondisi geologi dan hidrologi, sifat geomekanik, konsiderasi ekonomi,


faktor teknologi, dan faktor Lingkungan.
Dalam
metode
tambang
quarry,untuk
mengangkut
granit
menggunakan alat-alat seperti loader, dan dump truck, selain itu juga
dilakukan blasting (peledakan) untuk dapat menambang granit. Fasilitas
yang ada di sekitar area pertambangan ada, alat-alat berat, endapan
granit, dan basecamp.
Kemantapan (stabilitas) lereng merupakan suatu faktor yang sangat
penting dalam pekerjaan yang berhubungan dengan penggalian dan
penimbunan tanah, batuan dan bahan galian, karena menyangkut
persoalan keselamatan manusia (pekerja), keamanan peralatan serta
kelancaran produksi. Untuk penambangan granit, meskipun bukit lereng
tambang granit memiliki kemiringan yang curam, namun hal ini tidak
menyebabkan keruntuhan. Hal ini disebabkan dari bentuk endapan yang
cenderung besar, kasar, dan kuat. Granit juga memiliki komposisi kuarsa
yang sangat besar yaitu lebih dari 65 %. Di dalam batuan granit, tidak
terdapat struktur geologi yang merupakan bidang lemah dan merupakan
tempat rembesan air yang mempercepat proses pelapukan.
Hidrogeologi adalah suatu studi interaksi antara kerja kerangka
batuan dan air tanah yang dalam prosesnya menyangkut aspek-aspek
kimia dan fisika yang terjadi di dekat atau di bawah permukaan bumi
(Kodoatie, 1996). Air yang meresap ke dalam tanah akan membentuk
suatu sistem aliran air bawah permukaan (air tanah), yang akan berbeda
pada masing-masing daerah, tergantung dari litologi dan bentang
alamnya. Litologi atau lapisan batuan yang mengandung airtanah disebut
lapisan akifer. Air tanah mengalir dari daerah yang lebih tinggi (daerah
tangkapan) ke daerah yang lebih rendah (daerah buangan) menuju laut.
Daerah tangkapan didefinisikan sebagai bagian dari suatu daerah aliran
(catchment area) dimana aliran air tanah jenuh menjauhi permukaan
tanah, sedangkan daerah buangan didefinisikan sebagai bagian dari
catchment area dimana aliran airtanah menuju permukaan tanah
(Kodoatie, 1996).
Secara garis besar, sistem penyaliran (sering pula disebut :
pengawairan) dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu Sistem Penyaliran
Langsung (Konvensional) adalah sistem penyaliran dengan cara
mengeluarkan (memompa) air yang sudah masuk ke dalam tambang dan
Sistem Penyaliran Tak Langsung (Inkonvensional) adalah sistem
penyaliran dengan cara mencegah masuknya air ke dalam tambang.
Adapun cara yang dapat dilakukan pada preventive drainage system ini
adalah dengan membuat beberapa lubang bor di bagian luar daerah
penambangan atau di jenjang-jenjang, kemudian dari lubang-lubang
tersebut air dipompa keluar tambang.
Tailing adalah bahan-bahan yang dibuang setelah proses pemisahan
material berharga dari material yang tidak berharga. Namun, pada
penambang batu granit, tidak didapatkan adanya tailing karena
32

penambangan granit dilakukan dengan proses blasting (peledakan).


Peledakan atau penambangan granit hanya menghasilkan bongkahan
batu besar atau kecil, yang masih bisa dimanfaatkan, sehingga tidak ada
tailing atau buangan material sisa yang mengandung zat kimia. Akan
tetapi, kegiatan peledakan di tambang merupakan salah satu kegiatan
yang dianggap mempunya resiko cukup tinggi. Contohnya saja, akan
muncul dampak sosial pada hasil kegiatan peledakan tersebut.
Bongkahan batu hasil dari peledakan tersebut dapat terlempar sehingga
mengenai tempat tinggal penduduk, sehingga dapat merusak bahkan
dapat mencelakai masyarakat yang terkena bongkah batu hasil
peledakan, kebisingan, getaran tanah, dan tertekannya udara yang
mengakibatkan efek ledakan. Dalam hal ini, merupakan salah satu contoh
perlunya pengetahuan yang lebih mendalam dalam hal blasting
management system (sistem pengaturan atau pengontrolan peledakan)
terhadap semua yang terlibat di dalam kegiatan peledakan. Dalam suatu
peledakan terdapat banyak hal-hal yang harus diperhatikan untuk
mendapatkan hasil peledakan sesuai dengan yang diinginkan oleh
perusahaan tambang bersangkutan. Proses pemgontrolan kegiatan ini
dapat dimulai dari proses pencampuran ramuan bahan peledak, proses
pengisian bahan peledak ke lubang ledak, proses perangakaian dan
proses penembakan.
Mengingat besarnya dampak yang disebabkan oleh aktifitas tambang,
diperlukan upaya-upaya pengelolaan yang terencana dan terukur.
Pengelolaan lingkungan di sektor pertambangan biasanya menganut
prinsip Best Management Practice. US EPA (1995) merekomendasikan
beberapa upaya yang dapat digunakan sebagai upaya pengendalian
dampak kegiatan tambang terhadap sumberdaya air, vegetasi dan hewan
liar. Seluruh peraturan tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Pertambangan Umum tertuang dalam Keputusan Menteri Pertambangan
dan Energi No. 555.K/26/M.PE/1995.

DAFTAR PUSTAKA

33

http://achmadinblog.wordpress.com/2010/04/20/morfologi-dan-bentukendapan-bahan-galian (diunduh tanggal 12 Juni 2010)


http://afandi92.multiply.com/journal/item/3 (diunduh tanggal 15 Juni 2010)
http://amalmadina.blogspot.com/2007/07/pengukuran-pencadanganwilayah.html (diunduh tanggal 13 Juni 2010)
http://artikelbiboer.blogspot.com/2009/12/pengantar-kestabilan-lereng.html
(diunduh tanggal 4 Juni 2010)
http://bosstambang.com/open-pit/sistem-penyaliran-tambang
tanggal 4 Juni 2010)

(diunduh

http://tekmira.esdm.go.id/data/Granit (diunduh tanggal 4 Juni 2010)

Iskandarsyah, T. Yan W. M, 2008, Aplikasi Geologi Tata Lingkungan untuk


Wilayah Pertambangan, Universitas Padjajaran, Bandung.
(diunduh pada tanggal 4 Juni 2010)
KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI No.
555.K/26/M.PE/1995
TENTANG
KESELAMATAN
DAN
KESEHATAN KERJA PERTAMBANGAN UMUM (diunduh tanggal
13 Juni 2010)
Nurhakim, 2004, Tambang Terbuka, Universitas Lambung Mangkurat,
Banjarbaru. (diunduh tanggal 4 Juni 2010)
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:wsEELcXcIcJ:wartawarga.gunadarma.ac.id (diunduh tanggal 6 Juni 2010)
http://webcache.googleusercontent.com/search?
q=cache:njHiW0Fqau8J:www.sijunjung.go.id (diunduh tanggal 6
Juni 2010)
http://webcache.googleusercontent.com/search?
q=cache:UPZyku3kkGMJ:www.kanwilbckepri.com
tanggal 6 Juni 2010)

(diunduh

http://webcache.googleusercontent.com/search?
q=cache:0qwpd7gitcYJ:www.infokom-sulteng.go.id
tanggal 6 Juni 2010)

(diunduh

34

35

Anda mungkin juga menyukai