Anda di halaman 1dari 76

EKSPLOTASI Merupakan kegiatan yang dilakukan baik secara sederhana (manual) maupun mekanis yang

meliputi penggalian, pemberaian, pemuatan dan pengangkutan bahan galian. Beberapa tahapan kegiatan
penambangan secara garis besar adalah :
1. Pembabatan (clearing)
2. Pengupasan tanah penutup (stripping)
3. Penggalian bahan galian (mining)
4. Pemuatan (loading)
5. Pengangkutan (hauling)
6. Penumpahan (waste dump)
Faktor-faktor dalam pemilihan system penambangan yaitu :
1. Sifat keruangan dari endapan bijih
a. Ukuran (dimensi : tinggi atau tebal khususnya)
b. Bentuk (tanular, lentikular, massif, irregular)
c. Posisi (miring, mendatar atau tegak)
d. Kedalaman (nilai rata-rata, nisbah pengupasan)
2. Kondisi Geologi dan Hidrologi
a. Mineralogy dan petrologi (sulfida atau oksida)
b. Komposisi kimia (utama, hasil samping, mineral by product)
c. Struktur endapan (lipatan, patahan, intrusi, diskontinuitas)
d. Bidang lemah (kekar, fracture, cleavage dalam mineral, cleat dalam Batubara)
e. Keseragaman, alterasi, erosi
f. Air tanah dan hidrologi
3. Sifat geomekanik
a. Sifat elastic (kekuatan, modulus elastic, koefesien poison)
b. Perilaku plastis atau viscoelastis (flow, creep)
c. Keadaan tegangan (tegangan awal, induksi)
d. Konsolidasi, kompaksi dan kompeten
e. Sifat-sifat fisik yang lain (bobot isi, voids, porositas, permeabilitas, lengas bebas, lengas bawaan)
4. Konsiderasi ekonomi
a. Cadangan (tonnage dan kadar)
b. Produksi
c. Umur tambang
d. Produktifitas
e. Perbandingan ongkos penambangan untuk metode penambangan yang cocok
5. Faktor teknologi
a. Perolehan tambang
b. Dilusi (jumlah waste yang dihasilkan dengan bijih)
c. Kefleksibilitas metode dengan perubahan kondisi-kondisi
d. Selektifitas metode untuk bijih dan waste
e. Konsentrasi/penyebaran pekerjaan
Dasar dalam pemilihan metode penambangan yaitu :
1. Stripping Ratio (SR)
Yaitu berapa jumlah waste (tanah buangan baik O/B maupun batuan samping) yang harus dibuang/disingkirkan
untuk memperoleh 1 ton endapan bijih sampai pada ultimate pit limit.
Jumlah Waste (m3/ton)
————————————-
SR =
Jumlah Ore (m3/ton)
SR > 1 = Ongkos pengupasan lebih kecil (Tamka)
SR > 1 = Ongkos pengupasan lebih besar (Tamda)
SR = 1 = Bisa Tamka/Tamda
2. Break Even Stripping Ratio (BESR)
Yaitu perbandingan antara keuntungan kotor dengan ongkos pembuangan O/B.

Cost penggalian bijih


—————————————
BESR =
Cost pengupasan OB
Untuk memilih system penambangan digunakan istilah BESR-1 bagi open pit yaitu overall stripping ratio.
BESR-1 > 1 = Tamka
BESR-1 < 1 = Tamda
BESR = 2 = Bisa Tamka/Tamda
Kemudian setelah ditentukan yang dipilih Tamka, maka dalam rangka pengembangan rencana penambangan tiap
tahap digunakan istilah economic stripping ratio (BESR-2).
Recovable value/ton ore – Production cost/ton ore
—————————————————————————–
BESR-2 =
Stripping cost/ton ore
BESR-2 untuk menentukan maksimal berapa ton waste yang disingkirkan untuk memperoleh 1 ton ore agar tahap
penambangan ini masih memberikan keuntungan (max allowable stripping ratio) dan untuk menentukan batas pit
(pit limit).
SISTEM PENAMBANGAN BATUBARA
Sistem penambangan adalah suatu cara atau teknik yang dilakukan untuk membebaskan atau mengambil
endapan bahan galian yang mempunyai arti ekonomis dari batuan induknya untuk diolah lebih lanjut sehingga
dapat memberikan keuntungan yang besar dengan memperhatikan keamanan dan keselamatan kerja yang terbaik
serta meminimalisasi dampak lingkungan yang dapat ditimbulkannya
Agar dapat tercapai hal-hal yang terdapat dalam defenisi sistem penambangan di atas, maka cara penambangan
yang diterapkan harus dapat menjamin :
1. Ongkos penambangan yang seminimal mungkin.
2. Perolehan atau mining recovery harus tinggi.
3. Efisiensi kerja harus tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh :
– Jenis alat yang digunakan.
– Sinkronisasi kerja yang baik.
– Tenaga kerja yang terampil.
– Organisasi dan manajemen yang baik.
Penambangan batubara terbuka
Kegiatan-kegiatan dalam Tambang Batubara terbuka adalah sebagai berikut :
a. Persiapan daerah penambangan
b. Pengupasan dan penimbunan tanah humus
c. Pengupasan tanah penutup
d. Pemuatan dan pembuangan tanah penutup (misalnya dengan shovel dan truk, BWE, dan dragline)
e. Penggalian batubara
f. Pemuatan dan pengangkutan batubara
g. Penirisan tambang
h. Reklamasi
Secara garis besarnya, sistem dan metode penambangan dibagi atas 4 (empat) bagian, yaitu :
1. Tambang terbuka (surface mining).
2. Tambang dalam atau tambang bawah tanah (underground mining).
3. Tambang bawah air (underwater mining).
4. Tambang di tempat (insitu mining).
1. Tambang terbuka (surface mining).
Tambang terbuka (surface mining) adalah metode penambangan yang segala kegiatan atau aktifitas
penambangannya dilakukan di atas atau relatif dekat dengan permukaan bumi, dan tempat kerjanya berhubungan
langsung dengan udara luar.
Menurut materi yang ditambang, dibagi menjadi 4 bagian, yaitu :
a. “Open Pit / Open Cut / Open Cast / Open Mine mining”.
b. “Stripping mining”. (khusus pada tambang batubara)
c. “Quarrying mining”.
d. “Alluvial Mining”.
2. Tambang dalam atau tambang bawah tanah (underground mining).
Tambang dalam atau tambang bawah tanah (underground mining) adalah metode penambangan yang segala
kegiatan atau aktifitas penambangannya dilakukan di bawah permukaan bumi, dan tempat kerjanya tidak
langsung berhubungan dengan udara luar.
Tambang bawah tanah ini dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :
a. Metode tanpa penyanggaan (Non Supported / Open Stope Method).
b. Metode dengan penyanggaan (Supported Stope Method).
c. Metode ambrukan (Caving Method)
3. Tambang bawah air (underwater mining).
Tambang bawah air (underwater mining) adalah metode penambangan yang kegiatan penggaliannya dilakukan di
bawah permukaan air atau endapan mineral berharganya terletak di bawah permukaan air.
Menurut jenis peralatan yang digunakan, dibagi atas 4 jenis, yaitu :
a. Menggunakan kapal keruk laut dalam ( > 50 m ).
b. Menggunakan kapal keruk hidrolik.
c. Menggunakan kapal keruk dengan jaring tarik (drag net).
d. Menggunakan kapal isap laut dalam.Tambang di tempat (insitu mining)
4. Tambang di tempat (insitu mining)
Tambang di tempat (insitu mining) adalah metode penambangan yang dilakukan terhadap endapan mineral dan
batuan yang terbentuk secara khusus (model endapan geologi tertentu), di mana penambangannya langsung
dilakukan di tempat tersebut dengan cara khusus pula.
Contohnya adalah gasifikasi batubara, metode pelindian, metode pemanasan bawah tanah, metode penyaliran
metan, dan lain-lain.
Praktek Pertambangan Yang Baik
(Good Mining Practice = GMP).
Praktek pertambangan yang baik (GMP) adalah seluruh proses penambangan yang dilakukan dari awal hingga
akhir harus dilakukan dengan baik dengan mengikuti standar yang telah ditetapkan, mengikuti norma dan
peraturan yang berlaku sehingga dapat dicapai tujuan pertambangan yang efisien.

Salah satu bagian penting dari tujuan pertambangan adalah pengembangan berkelanjutan (sustainable
development).

Macam-macam tambang batubara terbuka


Pengelompokan jenis-jenis tambang terbuka batubara didasarkan pada letak endapan, dan alat-alat mekanis yang
dipergunakan. Teknik penambangan pada umumnya dipengaruhi oleh kondisi geologi dan topografi daerah yang
akan ditambang. Jenis-jenis tambang terbuka batubara dibagi menjadi :
1) Contour Mining
Contour mining cocok diterapkan untuk endapan batubara yang tersingkap di lereng pegunungan atau bukit. Cara
penambangannya diawali dengan pengupasan tanah penutup (overburden) di daerah singkapan di sepanjang
lereng mengikuti garis ketinggian (kontur), kemudian diikuti dengan penambangan endapan batubaranya.
Penambangan dilanjutkan ke arah tebing sampai dicapai batas endapan yang masih ekonomis bila ditambang.
Menurut Robert Meyers, Contour Mining dibagi menjadi beberapa metode, antara lain :

a. Conventional Contour Mining


Pada metode ini, penggalian awal dibuat sepanjang sisi bukit pada daerah dimana batubara tersingkap.
Pemberaian lapisan tanah penutup dilakukan dengan peledakan dan pemboran atau menggunakan dozer dan
ripper serta alat muat front end leader, kemudian langsung didorong dan ditimbun di daerah lereng yang lebih
rendah. Pengupasan dengan contour stripping akan menghasilkan jalur operasi yang bergelombang, memanjang
dan menerus mengelilingi seluruh sisi bukit.

Gambar 1. Conventional Contour Mining


b. Block-Cut Contour Mining
Pada cara ini daerah penambangan dibagi menjadi blok-blok penambangan yang bertujuan untuk mengurangi
timbunan tanah buangan pada saat pengupasan tanah penutup di sekitar lereng. Pada tahap awal blok 1 digali
sampai batas tebing (highwall) yang diijinkan tingginya. Tanah penutup tersebut ditimbun sementara,
batubaranya kemudian diambil. Setelah itu lapisan blok 2 digali kira-kira setengahnya dan ditimbun di blok 1.
Sementara batubara blok 2 siap digali, maka lapisan tanah penutup blok 3 digali dan berlanjut ke siklus
penggalian blok 2 dan menimbun tanah buangan pada blok awal.
Pada saat blok 1 sudah ditimbun dan diratakan kembali, maka lapisan tanah penutup blok 4 dipidahkan ke blok 2
setelah batubara pada blok 3 tersingkap semua. Lapisan tanah penutup blok 5 dipindahkan ke blok 3, kemudian
lapisan tanah penutup blok 6 dipindahkan ke blok 4 dan seterusnya sampai selesai. Penggalian beruturan ini akan
mengurangi jumlah lapisan tanah penutup yang harus diangkut untuk menutup final pit.
Gambar 2. Block-Cut Contour Mining
c. Haulback Contour Mining
Metode haulback ini merupakan modifikasi dari konsep block-cut, yang memerlukan suatu jenis angkutan
overburden, bukannya langsung menimbunnya. Jadi metode ini membutuhkan perencanaan dan operasi yang teliti
untuk bisa menangani batubara dan overburden secara efektif .
Ada tiga jenis perlatan yang sering digunakan, yaitu :
a. Truk atau front-end loader
b. Scrapers
c. Kombinasi dari scrapers dan truk
Gambar 3. Haulback contour mining
d. Box-Cut Contour Mining
Pada metode box-cut contour mining ini lapisan tanah penutup yang sudah digali, ditimbun pada daerah yang
sudah rata di sepanjang garis singkapan hingga membentuk suatu tanggul-tanggul yang rendah yang akan
membantu menyangga porsi terbesar dari tanah timbunan.

Gambar 4. Box-Cut Contour Mining


2) Mountaintop removal method
Metode mountaintop removal method ini dikenal dan berkembang cepat, khususnya di Kentucky Timur (Amerika
Serikat). Dengan metode ini lapisan tanah penutup dapat terkupas seluruhnya, sehingga memungkinkan
perolehan batubara 100%.

Gambar 5. Mountaintop Removal Methode


3) Area mining method
Metode ini diterapkan untuk menambang endapan batubara yang dekat permukaan pada daerah mendatar sampai
agak landai. Penambangannya dimulai dari singkapan batubara yang mempunyai lapisan dan tanah penutup
dangkal dilanjutkan ke yang lebih tebal sampai batas pit.
Terdapat tiga cara penambangan area mining method, yaitu :

a. Conventional area mining method


Pada cara ini, penggalian dimulai pada daerah penambangan awal sehingga penggalian lapisan tanah penutup dan
penimbunannya tidak terlalu mengganggu lingkungan. Kemudian lapisan tanah penutup ini ditimbun di belakang
daerah yang sudah ditambang.

Gambar 6. Conventional Area Mining Methode


b. Area mining with stripping shovel
Cara ini digunakan untuk batubara yang terletak 10–15 m di bawah permukaan tanah. Penambangan dimulai
dengan membuat bukaan berbentuk segi empat. Lapisan tanah penutup ditimbun sejajar dengan arah penggalian,
pada daerah yang sedang ditambang. Penggalian sejajar ini dilakukan sampai seluruh endapan tergali.
Gambar 7. Area Mining with Stripping Shovel
c. Block area mining
Cara ini hampir sama dengan conventional area mining method, tetapi daerah penambangan dibagi menjadi
beberapa blok penambangan. Cara ini terbatas untuk endapan batubara dengan tebal lapisan tanah penutup
maksimum 12 m. Blok penggalian awal dibuat dengan bulldozer. Tanah hasil penggalian kemudian didorong pada
daerah yang berdekatan dengan daerah penggalian.

Gambar 8. Block Area Mining


4) Open pit Method
Metode ini digunakan untuk endapan batubara yang memiliki kemiringan (dip) yang besar dan curam. Endapan
batubara harus tebal bila lapisan tanah penutupnya cukup tebal.
a. Lapisan miring
Cara ini dapat diterapkan pada lapisan batubara yang terdiri dari satu lapisan (single seam) atau lebih (multiple
seam). Pada cara ini lapisan tanah penutup yang telah dapat ditimbun di kedua sisi pada masing-masing
pengupasan.

Gambar 9. Open Pit Methode Lapisan Miring


b. Lapisan tebal
Pada cara ini penambangan dimulai dengan melakukan pengupasan tanah penutup dan penimbunan dilakukan
pada daerah yang sudah ditambang. Sebelum dimulai, harus tersedia dahulu daerah singkapan yang cukup untuk
dijadikan daerah penimbunan pada operasi berikutnya.
Pada cara ini, baik pada pengupasan tanah penutup maupun penggalian batubaranya, digunakan sistem jenjang
(benching system).
Gambar 10. Open Pit Methode Lapisan Tebal

1.2 Penambangan batubara bawah tanah


Metode penambangan batubara bawah tanah ada 2 buah yang populer, yaitu:
– Room and Pillar
– Longwall
1.2.1 Room and Pillar
Metode penambangan ini dicirikan dengan meninggalkan pilar-pilar batubara sebagai penyangga alamiah. Metode
ini biasa diterapkan pada daerah dimana penurunan (subsidence) tidak diijinkan. Layout Metode Room and Pillar
dapat dilihat pada Gambar. Penambangan ini dapat dilaksanakan secara manual maupun mekanis.

Gamabr 11. Room and Pillar Methode


1.2.2 Longwall
Metode penambangan ini dicirikan dengan membuat panel-panel penambangan dimana ambrukan batuan atap
diijinkan terjadi di belakang daerah penggalian. Layout Metode Longwall dapat dilihat pada Gambar. Penambangan
ini juga dapat dilaksanakan secara manual maupun mekanis.
Gambar 12. Longwall
1.3 Penambangan dengan Auger (Auger Mining)

Auger mining adalah sebuah metode penambangan untuk permukaan dengan dinding yang tinggi atau
penemuan singkapan (outcrop recovery) dari batubara dengan pemboran ataupun penggalian bukaan ke dalam
lapisan di antara lapisan penutup. Auger mining dilahirkan sebelum 1940-an adalah metode untuk mendapatkan
batubara dari sisi kiri dinding tinggi setelah penambangan permukaan secara konvensional. Penambangan
batubara dengan auger bekerja dengan prinsip skala besar drag bit rotary drill. Tanpa merusak batubara, auger
mengekstraksi dan menaikkan batubara dari lubang dengan memiringkan konveyor atau pemuatan dengan
menggunakan loader ke dalam truk.
Pengembangan dan persiapan daerah untuk auger mining adalah tugas yang mudah jika dilakukan bersamaan
dengan pemakaian metode open cast atau open pit. Setelah kondisi dinding tinggi, auger drilling dapat
ditempatkan pada lokasi. Kondisi endapan yang dapat menggunakan metode ini berdasarkan Pfleider (1973) dan
Anon (1979) adalah endapan yang memiliki penyebaran yang baik dan kemiringannya mendekati horisontal, serta
kedalamannya dangkal (terbatas sampai ketinggian dinding dimana auger ditempatkan.

Gambar 13. Auger Mining Methode


Gambar 14. Auger Drills
GAMBAR – GAMBAR
Auger Holes

COAL EXTRACTION ACTIVITY


Continuous Mining1
Continuous Mining2
Contour Mining
Direct Dozing Method
Direct Dozing Method
Downhill – Dozer Wedge

Dragline
Example Dozer Method
Example Dozer Method Cross Section
High wall Mining (Auger Mining)
High Wall Mining Configuration
High Wall Mining EquipmentLAUNCH VEHICLEMountain top RemovalQuarry Mining
Open Pit Mining
Truck and Shovel
Open Pit Mining
Quarry Mining
Strip Mining
Truck and Shovel
LAUNCH VEHICLE
Mountain top Removal
Report this ad

Report this ad

Posted 24/06/2011 by Sibotolungun in Teknik Pertambangan

KEGIATAN EKSPLORASI 3 comments


EKSPLORASI MINERAL itu tidak hanya berupa kegiatan sesudah penyelidikan umum itu secara positif menemukan tanda-tanda
adanya letakan bahan galian, tetapi pengertian eksplorasi itu merujuk kepada seluruh urutan golongan besar pekerjaan yang terdiri
dari :
1. Peninjauan (reconnaissance atau prospeksi atau penyelidikan umum) dengan tujuan mencari prospek,

2. Penilaian ekonomi prospek yang telah diketemukan, dan

3. Tugas-tugas menetapkan bijih tambahan di suatu tambang


Di Indonesia sendiri nama-mana dinas atau divisi suatu organisasi perusahaan, lembaga pemerintahan serta penelitian
memakai istilah eksplorasi untuk kegiatannya yang mencakup mulai dari mencari prospek sampai menentukan besarnya cadangan
mineral. Sebaliknya ada beberapa negara, misalnya Perancis dan Uni Soviet (sebelum negara ini bubar) yang menggunakan istilah
eksplorasi untuk kegiatan mencari mineralisasi dan prospeksi untuk kegiatan penilaian ekonomi suatu prospek (Peters, 1978).
Selanjutnya istilah eksplorasi mineral yang dipakai dalam buku ini berarti keseluruhan urutan kegiatan mulai mencari letak
mineralisasi sampai menentukan cadangan insitu hasil temuan mineralisasi. Selanjutnya istilah eksplorasi mineral yang dipakai
dalam buku ini berarti keseluruhan urutan kegiatan mulai dari mencari letak mineralisasi sampai menentukan cadangan insitunya.

Pentahapan Dalam Perencanaan Kegiatan Eksplorasi


1. Tahap Eksplorasi Pendahuluan
Menurut White (1997), dalam tahap eksplorasi pendahuluan ini tingkat ketelitian yang diperlukan masih kecil sehingga peta-
peta yang digunakan dalam eksplorasi pendahuluan juga berskala kecil 1 : 50.000 sampai 1 : 25.000. Adapun langkah-langkah
yang dilakukan pada tahap ini adalah :
a. Studi Literatur
Dalam tahap ini, sebelum memilih lokasi-lokasi eksplorasi dilakukan studi terhadap data dan peta-peta yang sudah ada (dari
survei-survei terdahulu), catatan-catatan lama, laporan-laporan temuan dll, lalu dipilih daerah yang akan disurvei. Setelah
pemilihan lokasi ditentukan langkah berikutnya, studi faktor-faktor geologi regional dan provinsi metalografi dari peta geologi
regional sangat penting untuk memilih daerah eksplorasi, karena pembentukan endapan bahan galian dipengaruhi dan tergantung
pada proses-proses geologi yang pernah terjadi, dan tanda-tandanya dapat dilihat di lapangan.
b. Survei Dan Pemetaan
Jika peta dasar (peta topografi) dari daerah eksplorasi sudah tersedia, maka survei dan pemetaan singkapan (outcrop) atau
gejala geologi lainnya sudah dapat dimulai (peta topografi skala 1 : 50.000 atau 1 : 25.000). Tetapi jika belum ada, maka perlu
dilakukan pemetaan topografi lebih dahulu. Kalau di daerah tersebut sudah ada peta geologi, maka hal ini sangat menguntungkan,
karena survei bisa langsung ditujukan untuk mencari tanda-tanda endapan yang dicari (singkapan), melengkapi peta geologi dan
mengambil conto dari singkapan-singkapan yang penting.
Selain singkapan-singkapan batuan pembawa bahan galian atau batubara (sasaran langsung), yang perlu juga diperhatikan
adalah perubahan/batas batuan, orientasi lapisan batuan sedimen (jurus dan kemiringan), orientasi sesar dan tanda-tanda lainnya.
Hal-hal penting tersebut harus diplot pada peta dasar dengan bantuan alat-alat seperti kompas geologi, inklinometer, altimeter,
serta tanda-tanda alami seperti bukit, lembah, belokan sungai, jalan, kampung, dll. Dengan demikian peta geologi dapat dilengkapi
atau dibuat baru (peta singkapan).
Tanda-tanda yang sudah diplot pada peta tersebut kemudian digabungkan dan dibuat penampang tegak atau model
penyebarannya (model geologi). Dengan model geologi hepatitik tersebut kemudian dirancang pengambilan conto dengan cara
acak, pembuatan sumur uji (test pit), pembuatan paritan (trenching), dan jika diperlukan dilakukan pemboran. Lokasi-lokasi
tersebut kemudian harus diplot dengan tepat di peta (dengan bantuan alat ukur, teodolit, BTM, dll.).
Dari kegiatan ini akan dihasilkan model geologi, model penyebaran endapan, gambaran mengenai cadangan geologi, kadar
awal, dll. dipakai untuk menetapkan apakah daerah survei yang bersangkutan memberikan harapan baik (prospek) atau tidak.
Kalau daerah tersebut mempunyai prospek yang baik maka dapat diteruskan dengan tahap eksplorasi selanjutnya.

2. Tahap Eksplorasi Detail


Setelah tahapan eksplorasi pendahuluan diketahui bahwa cadangan yang ada mempunyai prospek yang baik, maka diteruskan
dengan tahap eksplorasi detail (White, 1997). Kegiatan utama dalam tahap ini adalah sampling dengan jarak yang lebih dekat
(rapat), yaitu dengan memperbanyak sumur uji atau lubang bor untuk mendapatkan data yang lebih teliti mengenai penyebaran
dan ketebalan cadangan (volume cadangan), penyebaran kadar/kualitas secara mendatar maupun tegak. Dari sampling yang rapat
tersebut dihasilkan cadangan terhitung dengan klasifikasi terukur, dengan kesalahan yang kecil (<20%), sehingga dengan
demikian perencanaan tambang yang dibuat menjadi lebih teliti dan resiko dapat dihindarkan.
Pengetahuan atau data yang lebih akurat mengenai kedalaman, ketebalan, kemiringan, dan penyebaran cadangan secara 3-
Dimensi (panjang-lebar-tebal) serta data mengenai kekuatan batuan sampling, kondisi air tanah, dan penyebaran struktur (kalau
ada) akan sangat memudahkan perencanaan kemajuan tambang, lebar/ukuran bahwa bukaan atau kemiringan lereng tambang.
Juga penting untuk merencanakan produksi bulanan/tahunan dan pemilihan peralatan tambang maupun prioritas bantu lainnya.
3. Studi Kelayakan
Pada tahap ini dibuat rencana peoduksi, rencana kemajuan tambang, metode penambangan, perencanaan peralatan dan
rencana investasi tambang. Dengan melakukan analisis ekonomi berdasarkan model, biaya produksi penjualan dan pemasaran
maka dapatlah diketahui apakah cadangan bahan galian yang bersangkutan dapat ditambang dengan menguntungkan atau tidak.
Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan Dalam Kegiatan Eksplorasi
1. Tujuan Eksplorasi
Tujuan kegiatan ekpslorasi antara lain untuk mengetahui :
a. Melokalisasi suatu endapan bahan galian :
*) Eksplorasi pendahuluan/prospeksi dan
*) Eksplorasi detail
b. Endapan/bijih yang dicari : sulfida, timah, bauksit, nikel, emas/perak, minyak/gas bumi, endapan golongan C, dll.
c. Sifat tanah dan batuan :
*) untuk penambangan,
*) untuk konstruksi,
*) dll.
2. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan dilakukan untuk mendapatkan data-data tentang :
a. Peta dasar sudah tersedia/belum.
b. Peta Geologi/topografi (satelit, udara, darat).
c. Analisis regional :
*) Sejarah,
*) Struktur/tektonik, dan
*) Morfologi.
d. Laporan-laporan penyelidikan terdahulu.
e. Teori-teori dan metode-metode lapangan yang ada.
f. Geografi :
*) Kesampaian daerah (desa/kota terdekat, transportasi),
*) Iklim/musim (cuaca, curah hujan/banjir),
*) Sifat angin, keadaan laut, gelombang, dll.,
*) Tumbuhan, binatang, dan
*) Komunikasi.
g. Sosial budaya dan adat istiadat :
*) Sifat penduduk,
*) Kebiasaan,
*) Pengetahuan/pendidikan,
*) Mata pencaharian, dll.
h. Hukum :
*) Pemilikan tanah,
*) Ganti rugi, dan
*) Perizinan.
3. Pemilihan Metode
Metode eksplorasi yang digunakan umumnya dikelompokkan menjadi tiga, yaitu :
a. Cara tidak langsung :
*) Geofisika dan
*) Geokimia.
b. Cara langsung :
*) Pemetaan langsung dan
*) Pemboran.
c. Gabungan cara langsung dan tak langsung.
Dalam pemilihan metode-metode yang akan digunakan, harus disesuaikan dengan jenis endapan yang akan dicari. Adapun
pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan pada masing-masing tahapan eksplorasi serta pemilihan metode dapat digambarkan secara
umum seperti terlihat pada Tabel.Tabel Tahapan EKSPLORASI dan metode yang digunakan sesuai dengan endapan
mineral yang dicari

Jenis
Tahapan Metode Endapan
Mineral
Pendahuluan Citra landsat semua
Sintesis
semua
regional
Survei Tinjau
Foto udara semua
(Reconnaissance)
Aeromagnetik logam dasar
Pemetaan
semua
Geologi
Pengukuran misalnya
penampang Batubara
Stratigrafi
Stream
sediment logam dasar
sampling
Pendulangan mineral berat
Pemetaan
Prospeksi umum semua
geologi
Stream
sediment logam dasar
sampling
Pendulangan mineral berat
Gaya berat non-metalik
Seismik singenetik
logam dasar
Magnetik
tertentu
Rock sampling semua
Prospeksi detail
Pemetaan
(Eksplorasi semua
geologi
pendahuluan)
Uji sumuran semua
Geolistrik
logam
(tahanan jenis,
dasarsingenetik
IP, SP, dll.)
Seismik
refraksi/refleksi logam dasar
Detail tertentu
magnetik
Soil sampling
logam dasar
(geokimia)
Rock sampling
semua
(geokimia)
Rock sampling
logam dasar,
(petrografi,
dll
alterasi)
Pengambilan
conto
sistematik
dengan:
Eksplorasi detail pemboran inti, semua
sumur uji atau
dengan
logging
Geofisika
Agar EKSPLORASI dapat dilaksanakan dengan efisien, ekonomis, dan tepat sasaran, maka diperlukan perencanaan berdasarkan
prinsip-prinsip dan konsep-konsep dasar eksplorasi sebelum program eksplorasi tersebut dilaksanakan.
Prinsip-prinsip (konsep) dasar eksplorasi tersebut antara lain :
a. Target eksplorasi
*) Jenis bahan galian (spesifikasi kualitas) dan
*) Pencarian model-model GEOLOGI yang sesuai
b. Pemodelan eksplorasi
*) Menggunakan model geologi regional untuk pemilihan daerah target eksplorasi,
*) Menentukan model geologi lokal berdasarkan keadaan lapangan, dan mendiskripsikan petunjuk-petunjuk geologi yang akan
dimanfaatkan, serta
*) Penentuan metode-metode eksplorasi yang akan dilaksanakan sesuai dengan petunjuk geologi yang diperoleh.
Selain itu, perencanaan program eksplorasi tersebut harus memenuhi kaidah-kaidah dasar ekonomis dan perancangan (desain)
yaitu :
a. Efektif ; penggunaan alat, individu, dan metode harus sesuai dengan keadaan geologi endapan yang dicari.

b. Efisien ; dengan menggunakan prinsip dasar ekonomi, yaitu dengan biaya serendah-rendahnya untuk memperoleh hasil yang
sebesar-besarnya.

c. Cost-beneficial ; hasil yang diperoleh dapat dianggunkan (bankable).


Model geologi regional dapat dipelajari melalui salah satu konsep genesa bahan galian yaitu Mendala Metalogenik, yaitu yang
berkenaan dengan batuan sumber atau asosiasi batuan, proses-proses geologi (tektonik, sedimentasi), serta waktu terbentuknya
suatu endapan bahan galian.

Beberapa contoh kegiatan perencanaan eksplorasi :


1. Rencana pemetaan, mencakup ;
*) Perencanaan lintasan,
*) Perencanaan tenaga pendukung, yang didasarkan pada keadaan geologi regional.
2. Rencana survei geofisika dan geokimia, mencakup ;
*) Perencanaan lintasan,
*) Perencanaan jarak/interval pengambilan data (sampling/record data), yang didasarkan pada keadaan umum model badan bijih.
3. Perencanaan sampling, melalui pembuatan paritan uji, sumuran uji, pemboran eksplorasi, yang mencakup :
*) Jumlah paritan uji, sumuran uji, titik pemboran eksplorasi,
*) Interval/spasi antar paritan (lokasi),
*) Kedalaman/panjang sumuran/paritan, kedalaman lubang bor,
*) Keamanan (kerja dan lingkungan),
*) Interval/metode sampling, dan
*) Tenaga kerja
yang didasarkan pada proyeksi/interpretasi dari penyebaran singkapan endapan di permukaan.
4. Perencanaan pemboran inti, meliputi :
*) Target tubuh bijih yang akan ditembus,
*) Lokasi (berpengaruh pada kesampaian ke titik bor dan pemindahan (moving) alat),
*) Kondisi lokasi (berpengaruh pada sumber air, keamanan),
*) Kedalaman masing-masing lubang,
*) Jenis alat yang akan digunakan, termasuk spesifikasi,
*) Jumlah tenaga kerja,
*) Alat transportasi, dan
*) Jumlah (panjang) core box.
Sedapat mungkin, pada masing-masing perencanaan tersebut telah mengikutkan jumlah/besar anggaran yang dibutuhkan. Selain
itu, prinsip dasar dalam penentuan jarak sedapat mungkin telah memenuhi beberapa faktor lain, seperti :
1. Grid density (interval/jarak) antar titik observasi. Semakin detail pekerjaan maka grid density semakin kecil (interval/jarak)
semakin rapat.
2. Persyaratan pengelompokan hasil perhitungan cadangan/endapan. Contoh pada Batubara ; syarat jarak untuk klasifikasi terukur
(measured) £ 400 m antar titik observasi.
Setiap tahapan/proses eksplorasi harus dapat memenuhi strategi pengelolaan suatu proyek/pekerjaan eksplorasi, antara lain :
1. Memperkecil resiko kerugian,
2. Memungkinkan penghentian kegiatan sebelum meningkat pada tahapan selanjutnya jika dinilai hasil yang diperoleh tidak
menguntungkan
3. Setiap tahapan dapat melokalisir (menambah/mengurangi) daerah target sehingga probabilitas memperoleh keuntungan lebih
besar, dan
4. Memungkinkan penganggaran biaya eksplorasi per setiap tahapan untuk membantu dalam pengambilan keputusan.
Secara umum suatu manajemen kegiatan EKSPLORASI telah meliputi beberapa hal berikut antara lain:
1. Jenis kegiatan.
2. Operasi lapangan.
3. Layanan pendukung.
4. Layanan teknis, logistik, dan administrasi.
5. Koordinasi, komunikasi, dan pengawasan.
6. Analisis dan integrasi data hasil eksplorasi.
7. Pengambilan keputusan.
Teori manajemen dapat diterapkan dalam kegiatan eksplorasi. Secara umum, dalam suatu program penentuan
yang mengarah ke eksplorasi harus dimulai dengan hipotesa pekerjaan, yang merupakan rencana ulang pemilihan
fakta-fakta dari beberapa observasi dan intepretasi dengan spekulasi dari pengeluaran.

Syarat untuk perumusan hipotesis dari suatu penemuan (dalam hal ini endapan bahan galian) adalah sebagai berikut :
1. Pengetahuan staf (pekerja) yang baik tentang keadaan/kontrol GEOLOGI suatu endapan,
2. Mempunyai wawasan dan imajinasi,
3. Mempunyai bakat intuisi,
4. Mempunyai keberanian,
5. Mempunyai keyakinan tentang penilaian hipotesis,
6. Kemampuan untuk berdiri sendiri.
Untuk mencapai kesuksesan dalam EKSPLORASI, maka urutan-urutan yang perlu diperhatikan oleh seorang (badan)
pengelola eksplorasi antara lain :
1. Penentuan tujuan jangka panjang yang realistik dan tidak bersifat subjektif,
2. Pendelegasian tanggung jawab pada masing-masing individu/tim,
3. Penciptaan suasana kerja yang produktif sehingga mampu merangsang munculnya inovasi-inovasi dan penemuan-penemuan
baru,
4. Pemastian adanya komunikasi yang baik, baik dari pusat kelapangan, atau dalam satu kerja tim lapangan,
5. Penekanan dan proporsi yang baik dalam pengelolaan sumberdaya (manusia, uang, dan waktu),
6. Membiasakan dalam peninjauan kembali keputusan sebelum memutuskan/membuat keputusan akhir (final decission).
GAMBAR – GAMBAR

PETA GEOLOGI
PETA GEOLOGI
PETA TOPOGARFI
PETA TOPOGRAFI
PETA GEOMORFOLOGI
PETA GEOMORFOLOGI
Posted 22/06/2011 by Sibotolungun in Teknik Pertambangan

SURVEY PENDAHULUAN Leave a comment


1. KEGIATAN PEMETAAN
Berdasarkan PP No.24/1997 dan PMNA / KBPN No.3/1997, rincian kegiatan pengukuran dan pemetaan terdiri dari ;
1. Pengukuran dan Pemetaan Titik Dasar Teknik
2. Pembuatan Peta Dasar Pendaftaran
3. Pemetaan Indeks Grafis
4. Pengukuran Bidang dan Pembuatan Gambar Ukur
5. Pembuatan Peta Bidang
6. Pembuatan Peta Pendaftaran
7. Pembuatan Surat Ukur
8. Penyimpanan
Pengukuran Bidang Tanah secara sporadik adalah proses pemastian letak batas satu atau beberapa bidang tanah berdasarkan
permohonan pemegang haknya atau calon pemegang hak baru yang letaknya saling berbatasan atau terpencar-pencar dalam satu
desa/kelurahan dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah secara sporadik (pasal 1 butir 4). Setelah petugas pengukuran
menerima perintah pengukuran, segera dilakukan persiapan sebagai berikut (pasal 79) :
1. Memeriksa tersedianya sarana peta seperti ; peta pendaftaran atau peta dasar pendaftaran atau peta lainnya pada lokasi yang
dimohon.
2. Merencanakan pengukuran di atas peta pendaftaran atau peta dasar pendaftaran atau peta-peta lainnya yang memenuhi syarat,
apabila tanah yang dimohon belum mempunyai gambar situasi/surat ukur.
3. Dalam hal tidak terdapat peta pendaftaran atau peta dasar pendaftaran atau peta lain yang memenuhi syarat, maka segera
disiapkan perencanaan pembuatan peta pendaftaran.
4. Memeriksa tersedianya titik dasar teknik disekitar bidang tanah yang dimohon.
5. Dalam hal tidak terdapat titik dasar teknik di sekitar bidang tanah yang akan diukur, meminta kepada pemohon untuk
menyiapkan tugu titik dasar teknik minimal 2 (dua) buah.
6. Apabila kegiatan pengukuran bidang tanah diperlukan, mengadakan persiapan-persiapan seperti menyiapkan formulir
pengukuran.
7. Memberikan pemberitahuan tertulis kepada pemohon mengenai waktu penetapan batas dan pengukuran.

Pengukuran bidang tanah secara sistematik adalah proses pemastian letak batas bidang-bidang yang terletak dalam satu atau
beberapa desa/kelurahan atau bagian dari desa/kelurahan atau lebih dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah secara
sistematik (pasal 1 butir 3). Setelah lokasi pendaftaran tanah secara sistematik ditetapkan, segera dilakukan persiapan sebagai
berikut (pasal 47) :
1. Kepala Kantor Pertanahan menyiapkan peta dasar pendaftaran, berupa peta dasar yang berbentuk berbentuk peta garis atau
peta foto.
2. Peta dasar pendaftaran sebagaimana dimaksud di atas telah memuat semua pemetaan bidang-bidang tanah yang sudah
terdaftar haknya dalam bentuk peta indeks grafis.
3. Dalam hal peta pendaftaran telah tersedia pada wilayah yang telah ditetapkan sebagai lokasi pendaftaran tanah sistematik, peta
pendaftaran tersebut dapat dianggap sebagai peta indeks grafis.
4. Apabila karena alasan teknis pembuatan peta indeks grafis tersebut tidak dapat dilaksanakan sebelum dilakukan pendaftaran
tanah secara sistematik, pemetaan bidang-bidang tanah yang sudah terdaftar tersebut dilakukan bersamaan dengan pemetaan
bidang-bidang tanah hasil pengukuran bidang tanah secara sistematik.
5. Dalam hal desa/kelurahan yang wilayah atau bagian wilayahnya ditetapkan sebagai lokasi pendaftaran tanah secara sistematik
belum tersedia peta dasar pendaftaran, maka pembuatan peta dasar pendaftaran dapat dilakukan bersamaan dengan pengukuran
dan pemetaan bidang tanah yang bersangkutan.Petunjuk Teknis Pengukuran dan Pemetaan Pendaftaran Tanah ini dibuat sebagai
bahan panduan kerja bagi pelaksana di lingkungan Badan Pertanahan Nasional. Untuk penyeragaman, yang dimaksud dengan
peraturan, pasal, ayat, butir dan lampiran pada Petunjuk Teknis ini adalah pasal, ayat, butir dan lampiran seperti dinyatakan pada
PMNA / KBPN No.3/1997, kecuali dinyatakan lain.
PETA merupakan media untuk menyimpan dan menyajikan informasi tentang rupa bumi dengan penyajian pada
skala tertentu

Mengapa memahami peta topografi itu penting ?


a. Informasi tentang keadaan suatu daerah.
b. Gambaran tentang kondisi bentang alam (bukit, sungai, jalan, dll)
c. Jarak, arah, luas, dll.
d. Kita dapat menempatkan data hasil eksplorasi
e. Menginterpretasikan sebaran
f. Menginterpretasikan potensi, dll
g. Kita dapatmerancangsuatukegiatandiatasnya
h. Membuat rencana tambang
i. Menentukan water devide dan arah aliran air hujan, dll
Turunan Peta Topografi
a. Peta hasil eksplorasi, yang memuat informasi tentang posisi singkapan batubara, posisi titik bor
b. Peta ketebalan batubara
c. Peta ketebalan overburden
d. Peta distribusi fungsi kualitas, misalnya kadar sulfur, distribusi kalori, dll.
e. Peta jalan tambang dan kemiringan lereng
f. Peta kemajuan tambang
g. Peta perencanaan drainase tambang (peta penyaliran)

Jenis-Jenis Peta
1. Berdasarkan isinya :
a. Peta Hidrografi (Peta Bathymetri )
b. Peta Geologi
c. Peta Kadaster (peta kepemilikan tanah)
d. Peta Irigasi (jaringan saluran air) dan lain-lain.
2. Berdasarkan skalanya :
a. peta skala besar (1 : 10.000 atau lebih besar)
b. peta skala sedang (1 : 10.000 – 1 : 100.000)
c. peta skala kecil (< 1 : 100.000).
3. Berdasarkan penurunan dan penggunaan :
a. Peta Dasar, untuk membuat peta turunan dan perencanaan umum maupun pengembangan suatu wilayah ;
b. Peta Tematik, memuat tema -tema tertentu

Unsur-Unsur Peta Topografi


Supaya peta mudah dibaca dan dipahami
a. Simbol : digunakan untuk membedakan berbagai obyek, misalnya jalan, sungai, rel dan lain lainnya .
* Daftar kumpulan simbol pada suatu peta disebut legenda peta .
b. Warna : digunakan untuk membedakan atau memerincikan lebih jauh dari simbol suatu obyek .

Peta Geologi :
a. batupasir berwarna kuning
b. batulempung berwarna hijau
Koordinat Peta
a. Koordinat Bassel
b. Koordinat UTM
c. Koordinat lokal
Konversi, dengan mengikat kepada benchmark Umum

Garis Kontur
a. Garis: kumpulan titik
b. Kontur: kesamaan nilai dengan rujukan tertentu
c. Interval Kontur: menyatakan jarak vertikal atau beda tinggi antara dua kontur yang berdekatan.

Sifat Garis Kontur


a. Garis kontur saling melingkari satu sama lain dan tidak akan saling berpotongan .
b. Pada daerah yang curam garis kontur lebih rapat dan pada daerah yang landai lebih jarang .
c. Pada daerah yang sangat curam kemiringan lerengnya mencapai 900, garis-garis kontur membentuk satu garis
d. Garis kontur pada bukit atau cekungan membentuk garis-garis kontur yang menutup melingkar .
e. Garis kontur harus menutup pada dirinya sendiri .
f. Dua garis kontur yang mempunyai ketinggian sama tidak dapat dihubungkan dan dilanjutkan menjadi satu garis kontur .
Jarak Datar : Jarak pada Peta x Skala Peta

DIGITASI PETA
Program Terapan SURFER, mengapa ?
a. Mudah digunakan (user friendly)
b. Mudah ditransfer dari data lapangan (dari koordinat X,Y,Z).
c. Jika peta sudah tersedia, pelaksanaan digitasi dapat dilakukan dengan cara yang cukup mudah .
d. Mudah dimodifikasi, dengan teknik manipulasi kontur sebagai bagian dari bentang alam yang terubah (misal setelah terbentuk
bench penambangan)
e. Perhitungan volume sebelum dan sesudah kondisi bentang alam berubah dapat dilakukan dengan cara sederhana
f. Dengan fasilitas yang tersedia (vector), kita dapat melakukan pembagian daerah berdasarkan kawasan penyaliran ; misal untuk
kebutuhan perencanaan drainage tambang
g. Dan lain -lain
Fasilitas
a. Data Spreadsheet; *. dat , *.txt, *. xls , *. bna , *. bln dan lain -lain
b. Data Topo Cotour Map; *. srf , *. wmf , *.jpg, *.bmp, *.gif dan lain -lain
c. Menungkinkan dilakukan tranfer antar program terapan lainnya, yang menggunakan basis data dan format gambar yang sama

Pengolahan Data Hasil Pengukuran Lapangan


a. Hasil pengukuran lapangan:
b. Koordinat X dan Y;
c. Elevasi Z

GPS/GLOBAL POSITIONING SYSTEM


Adalah sistem radio navigasi untuk penentuan posisi geografis menggunakan bantuan satelit dikembangkan sejak Tahun 1973
Oleh Departemen Pertahanan AS (AU-US) sampai sekarang

Sistem ini terdiri dari 3 segmen utama :


1. Segmen angkasa/space segment (satelit)
2. Segmen kontrol/control segment (stasiun pengendali)
3. Segmen pemakai/user segment (alat/GPS)

Segmen angkasa/satelit
– terdiri dari 24 satelit
– menempati 6 orbit (bentuknya mendekati lingkaran)
– setiap orbit ditempati 4 satelit (diatur sedemikian rupa agar minimal selalu nampak 4 satelit
– orbit satelit berinklinasi 55° terhadap bidang ekuator
– ketinggian rata-rata dari permukaan bumi  20.200 km
– beratnya lebih dari 800 kg
– bergerak dengan kecepatan rata-rata 4 km/detik
– mempunyai periode 11 jam 58 menit (12 jam)
– gelombang sinyal GPS pada 2 frekuensi (l-band) yaitu l1 dan l2
– l1 berfrekuensi 1575,42 mhz dan l2 berfrekuensi 1227,60 mhz
– l1 membawa 2 buah kode biner (P-code, Precise or Private code) dan code C/A (Clear Access or Coarse Aquisation)
– L2 hanya membawa kode C/A
– satelit GPS secara kontinyu memancarkan sinyal gelombang
Segmen Kontrol
– Mengontrol masalah kesehatan, komponen dan menentukan orbit seluruh satelit
– Terbagi di beberapa daerah, yaitu :
1) P. Ascension (Samudera Atlantik Bagian Selatan)
2) Diego Garcia (Samudera Hindia)
3) Kwajalein (Samudera Pasifik Bagian Utara)
4) Hawaii
5) Colorado

Segmen pengguna
– pertama kali digunakan untuk kepentingan militer (perang)
– selanjutnya dikembangkan untuk kepentingan yang lebih luas (iptek)
– dapat digunakan baik di darat, di laut maupun di udara
– tidak dibatasi oleh waktu dan tempat

Jenis/tipe GPS
1. Navigasi ——> 50 – 100 meter
2. Pemetaan —–> 1 -5 meter (deferensial dan dilengkapi peta)
3. Geodetik ——-> orde mm

Metode pembacaan
1. Statik (diam ditempat)
2. Kinematik (bergerak)
DOP = Delution of Precision/ Bilangan yang digunakan untuk merefleksikan kekuatan geometri dari konstelasi satelit. Semakin
kecil bilangannya semakin bagus akurasinya

Prinsip kerja GPS interaksi dengan SIG, Keunggulan GPS


– Dapat memberikan informasi posisi geografis, kecepatan dan waktu secara tepat dan cepat
– dapat digunakan setiap saat
– tidak terpengaruh oleh cuaca
– tidak terpengaruh oleh topografi daerah
– dapat menentukan posisi pada lingkup yang luas
– mudah digunakan dan relatif murah
Penentuan tinggi dengan GPS (ellipsoid)
H = Tinggi orthometrik (geoid)
h = Tinggi ellipsoid
N = Tinggi undulasi geoid (MSL)
ε = Defleksi vertikal (< 30 ―)

CATATAN
– Rumus di atas adalah untuk pendekatan
– Cukup teliti untuk keperluan praktis
– Besarnya defleksi vertikal (ε ) umumnya tidak melebihi 30″
GAMBAR-GAMBAR
Peta Geologi
Peta Geologi
Peta Topografi
Peta Topografi
PETA GEOMORFOLOGI
PETA GEOMORFOLOGI
Posted 22/06/2011 by Sibotolungun in Teknik Pertambangan

ESTIMASI SUMBERDAYA BATUBARA DENGAN MENGGUNAKAN METODA SEGITIGA 2 comments


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sejalan dengan meningkatnya pembangunan nasional, pemanfaatan sumber daya alam yang tersedia merupakan
tujuan utama, sehingga pembangunan tersebut dapat menghemat dan menghasilkan devisa negara. Di Indonesia,
terdapat sumber daya alam yang sangat berlimpah, namun pemanfaatannya masih terbatas. Oleh karena itu,
perlu diupayakan pengenalan dan penelitian yang terencana dan terarah, sehingga diketahui potensi yang tersedia
dan pemanfaatannya dalam menunjang pembangunan yang optimal.

Batubara merupakan salah satu sumber energi yang peranannya terus meningkat, mengingat cadangannya cukup
banyak dengan total sumber daya sebesar 57,8 Milyar Ton, dimana sekitar 44% dikategorikan sebagai batubara
peringkat rendah (low rank coal) dan 28% peringkat menengah, 27% termasuk peringkat tinggi serta 1 %
peringkat sangat tinggi. Peringkat batubara ini didasarkan kriteria kalori per gram batubara seperti terlampir pada
tabel 1.1.

Tabel 1.1
Batubara Indonesia Berdasarkan Peringkat
Peringkat Kriteria (kkl/gr, adb)
Rendah < 5100
Menengah 5100 – 6100
Tinggi 6100 – 7100
Sangat tinggi > 7100
Sumber : Seminar Nasional 25 tahun Jurusan Teknik Pertambangan
Fakultas Teknik-UNISBA 2004
Mengingat kualitas batubara yang cukup baik dan teknologi pemanfaatan yang telah maju, maka batubara telah
menjadi komoditi yang strategis, baik untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri maupun untuk menambah
devisa negara melalui ekspor.
Pengusaha kecil dan menengah merupakan bentuk usaha yang paling banyak keberadaannya di bumi Indonesia.
Apalagi sekarang ini Indonesia sedang giat-giatnya membangun di semua bidang terutama pembangunan di
bidang pertambangan yang menuju pada pembangunan ekonomi yang adil dan merata, maka usaha
penambangan batubara merupakan salah satu contoh usaha dibidang pertambangan yang bisa diharapkan dalam
menyokong pertumbuhan ekonomi kearah yang lebih baik khususnya untuk penduduk di sekitar lokasi
penambangan.
Pada saat ini perkembangan industri pertambangan batubara cukup meningkat. Dengan ketersediaan potensi
cadangan yang cukup besar dan harga yang memadai di pasaran, dan mengingat naiknya harga bahan bakar
minyak sekarang ini, kemajuan industri ini tergantung dari besarnya konsumsi batubara dari industri pemakainya.
Ditinjau dari industri pemakainya, maka batubara dapat dipakai untuk industri besar dan industri kecil, sedangkan
penggunaannya sebagai bahan bakar dan bahan baku.

Sumber daya batubara (Coal Resources) di Indonesia cukup besar dengan total cadangan kurang lebih 39 milyar
ton. Bila diasumsikan laju pertumbuhan produksi batubara mencapai 12,4 % per tahun, maka batubara Indonesia
dapat dimanfaatkan hingga tahun 2166. Lokasi cadangan umumnya berada di Sumatera (64%) dan Kalimantan
(35%). Sementara itu daerah-daerah lain seperti pulau Jawa dan Sulawesi walaupun cadangannya sedikit tetapi
telah dimanfaatkan, karena di kedua daerah tersebut lokasi konsumen tidak jauh. Sehingga batu bara tetap
ekonomis untuk dimanfaatkan. Di pulau Jawa, banyak pemakai batubara untuk berbagai keperluan, sedangkan di
Sulawesi terdapat pabrik semen dengan kapasitas yang cukup besar.

Cadangan batu bara Indonesia saat ini berjumlah sekitar 7 miliar ton yang terdiri dari batu bara berkualitas
rendah, yaitu lignite (49%), dan sub-bituminous (26%), serta batu bara berkualitas tinggi yaitu bituminous (24%)
dan antrachite (1%). Cadangan batubara (Coal Reserves) adalah bagian dari sumber daya batubara yang telah
diketahui dimensi, sebaran kuantitas, dan kualitasnya, yang pada saat pengkajian kelayakan dinyatakan layak
untuk ditambang Batubara berkualitas rendah ditandai dengan kandungan air yang tinggi dan karbon yang
rendah. Sementara itu, batu bara berkualitas tinggi memiliki kandungan air yang rendah dan karbon yang tinggi,
dan umumya dijual ke pasar ekspor internasional

Sebelum melakukan eksploitasi maka diperlukan suatu tahapan eksplorasi yang akan memudahkan dalam
penentuan suatu cebakan-cebakan batubara, menentukan kecenderungan akumulasi endapan batubara dan
penyebarannya secara lateral. Disamping itu potensi kuantitas dan kualitas dari sumberdaya batubara dapat
ditentukan dari tahapan eksplorasi.

Eksplorasi batu bara umumnya dilaksanakan melalui empat tahap, survei tinjau, prospeksi, eksplorasi
pendahuluan dan eksplorasi rinci. Tujuan penyelidikan geologi ini adalah untuk mengidentifikasi keterdapatan,
keberadaan, ukuran, bentuk, sebaran, kuantitas, serta kualitas suatu endapan batu bara sebagai dasar
analisis/kajian kemungkinan dilakukannya investasi. Tahap penyelidikan tersebut menentukan tingkat keyakinan
geologi dan kelas sumber daya batubara yang dihasilkan.

BAB II
Permodelan Cadangan

2.1 Penaksiran Cadangan


Penaksiran cadangan merupakan salah satu tugas terpenting dan berat tanggungjawabnya dalam mengevaluasi
suatu proyek pertambangan karena semua keputusan-keputusan teknis amat tergantung padanya. Model
cadangan yang dibuat adalah pendekatan dari keadaan cadangan nyata berdasarkan data/informasi yang tersedia
dan masih mengandung ketidakpastian.

Ada beberapa hal yang mendasari sehingga penaksiran cadangan dianggap penting, antara lain:

1) Penaksiran cadangan merupakan taksiran dari kuantitas (tonase) dan kualitas dari suatu cadangan.
2) Penaksiran cadangan memberikan perkiraan bentuk 3 dimensi dari cadangan serta distribusi ruang (spatial)
dari nilainya. Hal ini penting untuk menentukan urutan atau tahapan penambangan yang pada gilirannya akan
mempengaruhi pemilihan peralatan dan Net Present Value (NPV) dari tambang.

3) Jumlah cadangan menentukan umur tambang. Hal ini penting dalam perancangan pabrik pengolahan dan
kebutuhan infrastruktur lainnya.

4) Batas-batas kegiatan penambangan (pit limit) dibuat berdasarkan taksiran cadangan. Faktor ini harus
diperhatikan dalam menentukan lokasi penambangan tanah atau batuan penutup dan tailing (waste dump &
tailing impoundment), pabrik pengolahan bijih, bengkel dan fasilitas lainnnya.
Syarat – syarat untuk dapat melaksanakan penaksiran cadangan suatu daerah cadangan penambangan antara
lain:

a) Suatu taksiran cadangan harus mencerminkan kondisi geologis dan karakter atau sifat dari mineralisasi.

b) Penaksiran cadangan harus sesuai dengan tujuan dari evaluasi suatu model cadangan yang akan
digunakan untuk perancangan tambang harus konsisten dengan metode penambangan dan teknik perencanaan
tambang yang akan diterapkan.

c) Taksiran yang baik harus didasarkan pada data faktual yang diolah atau diperlakukan secara obyektif.
Keputusan dipakai tidaknya suatu data dalam penaksiran harus diambil dengan padanan yang jelas dan konsisten.
Tidak boleh ada pembobotan data yang semena-mena. Pembobotan yang berbeda harus dilakukan dengan dasar
yang kuat.

d) Metode penaksiran yang digunakan harus memberikan hasil yang dapat diuji ulang atau diverifikasi.
Tahap pertama setelah penaksiran cadangan selesai dilakukan adalah memeriksa atau mengecek taksiran kadar
blok (unti penambangan kecil). Hal ini dilakukan dengan menggunakan data pemboran (komposit atau assay)
yang ada disekitarnya. Setelah penambangan dimulai, taksiran kadar dari model cadangan harus diperiksa ulang
dengan kadar dan tonase hasil penambangan yang sesungguhnya.

2.2 Metode Penaksiran Cadangan


Prinsip umum dalam penaksiran cadangan adalah bagaimana mendapatkan suatu nilai pengganti terbaik dari
sejumlah perconto yang diambil dari suatu badan mineral. Secara lebih spesifik kita ingin menaksir kadar pada
suartu lokasi dimana kita tidak memiliki data dengan menggunakan sejumlah perconto yang letaknya dekat
dengan lokasi terbentuk.

Ada beberapa metode yang dapat digunakan antara lain metode konvensional dan geostatistik. Metode
konvensional dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu metode luas dan faktor rata-rata, metode blok-blok
penambangan, metode penampang, dan metode analitik.

Untuk memilih salah satu diantara metode itu diperlukan beberapa pertimbangan, yaitu analisis cadangan, tujuan
perhitungan cadangan, system penambangan dan prinsip-prinsip dari interpretasi dan eksplorasi yang dipakai.

Rumus-rumus yang digunakan untuk menghitung volume, tonase, faktor rata-rata merupakan suatu pendekatan.
Hal ini disebabkan bentuk dan ukuran badan bijih yang tidak teratur, penyederhanaan geometris, interpretasi
geologi, dan asumsi dari variable-variabel yang tidak konsisten (Popoff,1966).
Hasil dari permodelan dan penghitungan cadangan ini juga sangat berperan untuk memberikan analisis tentang
apa yang akan kita lakukan terhadap tambang baik itu tentang metoda penambangan yang akan digunakan,
batasan lokasi penambangannya (pit limit) atau bahkan perkiraan tentang umur dari penambangan tersebut. Hasil
tersebut dimungkinkan karena perkiraan umur suatu penambangan akan dipengaruhi oleh jumlah cadangan yang
ada.

Hal yang sedikit berbeda diberikan dalam pemodelan sumberdaya dan penghitungan cadangan untuk batubara,
langkah yang dilakukan akan lebih kompleks dan spesiifik lagi. Hal ini disebabkan karena cadangan batubara itu
berbentuk lapisan-lapisan sehingga pemodelan dan perhitungan cadangannnya juga akan saling berhubungan
yang berarti perkiraan penambangannya tidak bisa hanya untuk satu seam lapisan batubara saja. Kita dapat
mengambil contoh, bahwa untuk permodelan dan perhitungan cadangan batubara maka keadaan antar lapisan itu
sangat diperhitungkan yang berarti bila memungkinkan untuk pengambilan batubara pada satu seam apakah itu
juga memungkinkan untuk pengambilan seam selanjutnya. Hal ini kembali lagi pada nilai ekonomis pada batubara
tersebut yaitu apakah dengan batubara yang kita ambil itu maka hasil penjualannya dapat mengganti biaya yang
dikeluarkan untuk pengambilanya. Inilah alasan yang membuat permodelan dan perhitungan cadangan batubara
menjadi sangat penting khusunya pada penambangan batubara.

Secara umum permodelan sumberdaya dan perhitungan cadangan batubara memerlukan data-data dasar sebagai
berikut :
1. Peta Topografi

2. Data penyebaran singkapan batubara

3. Data sebaran titik bor

4. Peta Geologi

5. Peta Situasi

Keterkaitan antar seam sangat diperhatikan dalam pemodelan dan perhitungan cadangan batubara maka data
yang diperlukan pada permodelan dan perhitungan cadangan batubara juga menjadi sangat kompleks.
Penggambaran persebaran batubara tidak hanya untuk satu lapisan saja melainkan juga keseluruhan lapisan
sehingga pada analisa akhir dapat ditetapkan nilai cadangan yang potensial baik secara teknis maupun secara
ekonomis.

Pengolahan data yang harus kita lakukan juga sangat beragam, tergantung mana yang dapat memberikan nilai
yang lebih tepat. Tetapi tetap saja pada permodelannya haruslah dapat menunjukkan semua segi dengan lengkap
dan tepat khususnya secara visual, baik itu tentang topografinya, gambaran tiap seamnya baik roof atau floornya,
dan gambaran ketebalan tiap lapisan serta data tentang overburdennya.

Aplikasi penggunaan komputer untuk pengolahan datanya juga akan sangat membantu dibanding dengan
menggunakan pengolahan secara manual, selain dari segi keakuratan yang jauh lebih teliti dengan menggunakan
komputer. Beberapa program aplikasi yang sering digunakan mampu memberikan permodelan dan perhitungan
secara langsung akan tetapi sering pula harus memadukan kemampuan antara dua atau lebih program aplikasi.

Dalam menaksir suatu sumberdaya mineral, diperlukan suatu persyaratan penaksiran data lapangan melihat
pentingnya bahwa semua keputusan teknis sangat tergantung pada data lapangan merupakan salah satu tugas
penting dan mempunyai tanggungjawab yang berat dalam evaluasi sumberdaya (resource). Model data yang kita
buat adalah pendekatan dari realitas, berdasarkan data/informasi yang kita dapatkan di lapangan. Beberapa faktor
yang menentukan dalam perhitungan cadangan yaitu ;
1. Luas dan Ketebalan
2. Kadar dari pada Bahan Galian (bijih)
3. Berat jenis
4. Sebaran Bahan Galian (Endapan Mineral), dll
Validitas data berkaitan dengan tingkat keyakinan dari data geologi terhadap suatu model akan tergantung dari ;

1. Jarak antar titik informasi


2. Konsep dalam pengkorelasian data
3. Tingkat ketelitian dalam mengidentifikasi struktur geologi

2.3 METODA ESTIMASI SUMBERDAYA BATUBARA


Kegiatan evaluasi data ini merupakan rangkuman antara studi awal dan interpretasi lapangan dengan hasil analisis
laboratorium sehingga diperoleh data dan informasi yang lebih akurat, untuk selanjutnya diolah menurut
rumusan-rumusan pemetaan bahan galian golongan “A” dengan meliputi beberapa aspek.

2.3.1 Estimasi Potensi Sumberdaya Bahan Galian


Badan Standarisasi Nasional (BSN) telah menetapkan pembakuan mengenai klasifikasi Sumberdaya Mineral dan
Cadangan SNI No. 13-4726-1998. Dalam pembakuan ini didefinisikan bahwa Sumber Mineral (mineral resource)
adalah endapan mineral yang diharapkan dapat dimanfaatkan secara nyata. Sumberdaya mineral dengan
keyakinan geologi tertentu dapat berubah menjadi cadangan setelah dilakukan pengkajian kelayakan tambang
dan memenuhi kriteria layak tambang. Keyakinan geologi diperoleh berdasarkan tahap penyelidikan sebagai
berikut :
1. Survei Tinjau (reconnaissance) adalah tahap eksplorasi untuk mengidentifikasi daerah berpotensi bagi
keterdapatan mineral pada skala regional berdasarkan hasil studi geologi regional, diantaranya pemetaan geologi
regional, pemotretan udara dan metoda tidak langsung lainnya, dan inspeksi lapangan pendahuluan yang
penarikan kesimpulannya berdasarkan ekstrapolasi.
2. Prospeksi (Prospecting) adalah tahap eksplorasi pemetaan geologi untuk mengidentifikasi singkapan, dan
metoda yang tidak langsung seperti studi geokimia dan geofisika. Paritan yang terbatas, pemboran dan
pencontohan mungkin juga dilaksanakan. Estimasi kuantitas dihitung berdasarkan interpretasi data
geologi,geokimia dan geofisika.
3. Eksplorasi Umum (General Exploration) adalah tahap eksplorasi yang merupakan delineasi awal dari suatu
endapan yang teridentifikasi. Metoda yang digunakan termasuk pemetaan geologi, pencontohan dengan jarak
yang lebar, membuat paritan dan pemboran untuk evaluasi pendahuluan kuantitas dan kualitas dari suatu
endapan. Interpolasi bisa dilakukan secara terbatas berdasarkan metoda penyelidikan tak langsung.
4. Eksplorasi Terinci (Detailed Exploration) adalah tahap eksplorasi untuk mendeliniasi secara rinci dalam 3
dimensi terhadap endapan mineral yang telah diketahui dari pencontohan singkapan, paritan, lubang
bor, shafts dan terowongan. Jarak pencontohan sedemikian rapat sehingga ukuran, bentuk, sebaran,
kemenerusan, kuantitas dan kualitas serta ciri-ciri yang lain dari endapan mineral tersebut dapat ditentukan
dengan tingkat ketelitian yang tinggi. Uji pengolahan dari pencontohan ruah (bulk sampling) mungkin diperlukan.
Berdasarkan tahap penyelidikannya, Sumberdaya Mineral dikelompokkan menjadi empat kategori, yaitu:
a) Sumberdaya Mineral Hipotetik (hypothetical mineral resource) adalah sumberdaya mineral yang kuantitas
dan kualitasnya diperoleh berdasarkan perkiraan pada tahap Survai Tinjau.
b) Sumberdaya Mineral Tereka (inferred mineral resource) adalah sumberdaya mineral yang kuantitas dan
kualitasnya diperoleh berdasarkan hasil tahap Prospeksi.
c) Sumberdaya Mineral Terunjuk (indicated mineral resource) adalah sumberdaya mineral yang kuantitas dan
kualitasnya diperoleh berdasarkan hasil tahap Eksplorasi Umum.
d) Sumberdaya Mineral Terukur (measured mineral resource) adalah sumberdaya mineral yang kuantitas dan
kualitasnya diperoleh berdasarkan hasil tahap Eksplorasi Terinci.
Sedangkan yang dimaksud dengan Cadangan (reserve) adalah endapan mineral yang telah diketahui ukuran,
bentuk, sebaran, kemenerusan, kuantitas dan kualitasnya dan yang secara ekonomi, pemasaran, teknologi
(penambangan, pengolahan), kebijaksanaan pemerintah, hukum, lingkungan dan sosial dapat ditambang pada
saat perhitungan dilakukan. Cadangan dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu:
1. Cadangan Terkira (probable reserve) adalah sumberdaya mineral terunjuk dan sebagian sumberdaya mineral
terukur yang tingkat keyakinan geologinya masih lebih rendah, yang berdasarkan studi kelayakan tambang
semua faktor yang terkait telah terpenuhi, sehingga penambangan dapat dilakukan secara ekonomis.
2. Cadangan Terbukti (proved reserve) adalah sumberdaya mineral terukur yang berdasarkan studi kelayakan
tambang semua faktor yang terkait telah terpenuhi, sehingga penambangan dapat dilakukan secara ekonomis.
Dalam proses penambangan sering digunakan istilah atau jenis cadangan sebagai berikut:

1. Cadangan geologi (geological reserve) adalah sejumlah cadangan yang batas-batasnya ditentukan oleh suatu
model geologi. Dalam cadangan ini belum diperhitungkan faktor lain seperti prosentase perolehan
penambangan dan pengurang lainnya.
2. Cadangan dapat ditambang (mineable reserve) adalah sejumlah cadangan yang secara teknis-ekonomis dapat
ditambang. Faktor seperti cut-of gradedan stripping ratio telah diperhitungkan.
3. Cadangan terambil (recoverable reserve) adalah sejumlah cadangan dari mineable reserve yang telah
memperhitungkan faktor prosentase perolehan penambangan.

2.3.2 Metoda Estimasi Sumberdaya


Estimasi sumberdaya secara konvensional dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu metoda plan (Planar Method)
dan metoda penampang (Sectional Method). Metoda plan meliputi metoda segi banyak (Poligonal Method) atau
metoda blok, metoda daerah pengaruh (Area Of Influence Method), metoda segitiga (Trigonal Method).
Metoda Segitiga
 Metoda ini digunakan untuk blok sumberdaya yang didasarkan oleh desain eksplorasi dengan menggunakan
cara segitiga atau acak.
 Penghitungan rata-rata (ketebalan, kadar dls). Didasarkan dari setiap titik/ujung segitiga.

Gambar 3.1

Metoda Segitiga
LST = {s(s – a)(s – b)(s – c)}1/2
s = ½ (a + b + c)
dimana :
a, b, dan c = titik-titik lubang bor

Tebal batubara = Tebal semu batubara × cos dip

Ketebalan rata-rata = (a + b+ c) m / 3

V = Luas ∆ × ketebalan rata-rata

2.4 Sumber Daya dan Cadangan Batubara


2.4.1 Klasifikasi Sumberdaya dan Cadangan Batubara
Menurut kamus istilah Teknik Pertambangan Umum (DJPU, 1994)

 Sumberdaya Mineral / Batubara adalah endapan mineral berharga yang terdapat disuatu wilayah, baik yang
sudah diketahui maupun yang masih bersifat potensi.
 Cadangan adalah kumpulan cebakan bahan galian yang mempunyai nilai ekonomis untuk ditambang.
Dapat disimpulkan bahwa sumberdaya lingkupnya lebih besar daripada cadangan, dan sumberdaya dapat menjadi
cadangan apabila secara teknis penambangan dan pengolahannya dapat menguntungkan secara ekonomis.

2.4.2 Dasar Klasifikasi


Dua hal yang menjadi faktor utama dalam pengklasifikasian sumberdaya dan cadangan adalah :
1. Faktor Geologi
Semakin rapat titik formasi geologi yang diperoleh akan meningkatkan keyakinan kemenerusan dan penyebaran
geologinya. Hal ini juga menandakan bahwa semakin jauh tahapan eksplorasi yang dilalui seharusnya juga
meningkatkan kelas dari sumberdaya / cadangan tersebut.

2. Faktor Ekonomi

Faktor ini memegang peranan penting dalam tahapan kelayakan kepastian kegiatan tambang dapat dilakukan
atau tidak. Banyak hal yang menjadi pertimbangan untuk faktor ini, diantaranya ; faktor pasar, lingkungan,
pengolahan, pemerintahan, dan teknis. Faktor batubara juga menjadi pertimbangan, karena ada batasan secara
umum untuk ketebalan minimum batubara dan ketebalan overburden maksimum agar masih bisa ditambang.
Perubahan sumberdaya menjadi cadangan sangat dipengaruhi oleh tingkat kelayakan endapan batubara.
Tabel 3.1
Jarak Titik Informasi Menurut Kondisi Geologi (BSN, 1997)
Kondisi Sumberdaya
Geologi KriteriaHipotetikTereka Terunjuk Terukur
1000 < X 500 < X =
Sederhana = 1500 1000 X = 500
Jarak
Tak 500 < X = 250 < X =
Titik
Moderat Terbatas 1000 500 X = 250
Formasi
200 < X = 100 < X =
Kompleks 400 200 X = 100
Tabel 3.2
Persyaratan Ketebalan Batubara dan Overburden (BSN, 1997)
Jenis Batubara
Ketebalan
Brown Coal Hard Coal
> 0,40
Lapisan > 1,00 meter meter
Batubara < 0,30
< 0,30 meter meter

Anda mungkin juga menyukai