Anda di halaman 1dari 15

KONTROL KEPADATAN DAN KUAT GESER MATERIAL TIMBUNAN

TANAH BERBUTIR KASAR SAAT KONSTRUKSI BENDUNGAN


URUKAN BATU

Ringkasan

Parameter kuat geser, kepadatan relatif, modulus deformasi dan sifat teknik lainnya adalah merupakan
parameter teknik penting yang harus diketahui baik dalam desain maupun pelaksanaan konstruksi
bendungan urugan batu termasuk bendungan urugan batu membran beton (Concrete Faced Rockfill Dam
atau CFRD). Timbunan random batu dan timbunan batu (rockfill) kalau tidak dipadatkan memenuhi
kriteria, (biasanya memenuhi kepadatan relatif) antara 85 – 90 %, akan mengalami masalah berkenaan
dengan kuat geser dan deformasi. Untuk timbunan random batu dan timbunan batu yang kurang padat,
kuat geser berpengaruh terhadap stabilitas lereng disamping deformasi yang cukup besar.

Pada bendungan timbunan batu dengan inti tegak, deformasi yang besar akan dapat menyebabkan
timbunan batu lereng bergerak vertikal dan lateral, terutama pada saat muka air waduk surut yang
mengakibatkan “tertariknya zona inti” ke arah hulu dan menyebabkan retakan memanjang pada puncak
bendungan. Retakan memanjang ini juga dapat disebabkan oleh perbedaan yang besar antara modulus
deformasi zona timbunan batu dan zona inti. Pada bendungan urukan batu dengan membran beton
(CFRD), deformasi yang besar dari timbunan batu dapat menyebabkan tertariknya slab beton hulu yang
dapat mengakibatkan slab tersebut mengalami masalah.

Tulisan ini mencoba menguraikan uji laboratorium dan uji lapangan skala besar disamping menguraikan
korelasi parameter-parameter yang terkait dengan analisis stabilitas lereng dan analisis deformasi dari
material timbunan random batu dan timbunan batu.

Kata-kata kunci: timbunan random batu, timbunan batu, kepadatan relatif, kuat geser,modulus
deformasi.

1. PENDAHULUAN
Banyak bendungan-bendungan tinggi di Indonesia dibangun dengan tipe bendungan urugan batu dengan
zona inti ditengah atau tipe bendungan urukan batu dengan membrane beton (Concrete Faced Rockfill
Dam, CFRD), tergantung dari kondisi geologi dan ketersediaan material di lokasi.

Beberapa bendungan tipe CFRD yang cukup tinggi, diantaranya adalah Ponre-Ponre, tinggi 55 m selesai
konstruksi 2008 dan Karalloe, tinggi 85 m selesai konstruksi tahun 2021 di Sulawesi Selatan, disamping
bendungan Cirata tinggi 125 m selesai konstruksi tahun 1985 dan Batu Besi (PT Inco), tinggi 32 m selesai
dibangun tahun 1978. Sedangkan yang sedang dibangun adalah bendungan Pamukulu dan bendungan
Bener di Jawa Tengah yang nantinya merupakan CFRD tertinggi di Indonesia.

1
Gambar 1 Potongan melintang bendungan urukan batu dengan inti tegak di tengah, Jatigede;
tinggi 114 m,ukuran maksimum butiran batu 40 cm (zona 3A) dan 80 cm (zona 3B)

Gambar 2 Potongan melintang bendungan urukan membran beton (CFRD) Karalloe, Sulsel tinggi 82 m

2
Yang dimaksudkan dengan material tanah berbutir kasar pada bendungan urukan adalah: pasir dan kerikil
(biasanya digunakan sebagai zona filter/transisi), campuran pasir, kerikil, kerakal dan bongkah batu
ukuran maksimum 20 cm (zona random batu) dan campuran kerakal dan bongkah batu ukuran maksimum
60 – 80 cm (zona rockfill).

Menurut Dr. N.P. Honkanadavar (2015), keuntungan digunakannya material timbunan batu (rockfill) pada
bendungan urukan, adalah mempunyai:

- sifat yang lentur (flexible)


- kapasitas menyerap energi seismic
- sifat penyesuaian terhadap berbagai kondisi fondasi
- kuat geser yang tinggi

Hampir semua bendungan-bendungan urukan batu tersebut mempunyai kelemahan dalam menentukan
parameter-parameter penting yang menyangkut keamanan bendungan, antara lain tingkat kepadatan
relatif (relative density), kuat geser, modulus deformasi, dan lain-lain.

Penentuan kuat geser di laboratorium di Indonesia biasanya dilakukan dengan menggunakan alat uji geser
Large Scale Direct Shear (LSDS) dengan ukuran boks 50 x 50 x 40 cm dan berukuran 125 x 125 x 60 cm
di laboratorium, namun alat-alat tersebut mempunyai keterbatasan, yakni dalam hal pemberian tekanan
normal maksimum yang hanya sebesar 3 kg/cm2. Pengujian geser insitu skala besar langsung di lapangan
(insitu large scale shear testing) jarang dilakukan dengan pertimbangan beaya yang mahal.

Kontrol kepadatan terhadap material timbunan random batu dan timbunan batu (rockfill) mempunyai
peranan penting dalam kendali mutu saat pelaksanaan konstruksi; tingkat kepadatan yang tidak memenuhi
kriteria akan mempengaruhi keamanan bendungan.

Di Indonesia, sampai saat ini belum ada pedomen atau standar pengujian-pengujian kepadatan relatif,
kuat geser dan modulus deformasi untuk material timbunan random dan timbunan batu.

2. PENGUJIAN KEPADATAN RELATIF


2.1 Material Pasir dan Kerikil
2.1.1 Uji Kepadatan
Material pasir dan kerikil ini digunakan sebagai zona filter dan transisi pada bendungan urukan tanah inti
tegak dan bendungan urukan membrane beton (CFRD) sebagai lapisan bantalan membran beton hulu
(upstream concrete faced).

Setelah lapisan pasir atau kerikil tersebut dipadatkan di lapangan dilakukan uji kepadatan menggunakan
alat konus pasir (sand cone) SNI 03-2828-1992 b, untuk lapisan pasir.atau water replacement, untuk
lapisan kerikil transisi, SNI 03-6872-2002. Kepadatan tersebut kemudian dibandingkan dengan kepadatan
minimum dan kepadatan maksimum dari hasil uji meja getar di laboratorium (ASTM D 4253), untuk
memperoleh kepadatan relatifnya. Gambar di bawah adalah alat uji meja getar tersebut.

3
Gambar 3 Alat uji meja getar di laboratorium

Kapadatan lapangan untuk tanah berbutir kasar (pasir dan kerikil) dinyatakan dalam kepadatan relatif
(Dr), yang merupakan perbandingan dengan kepadatan minimum dan maksimum hasil uji meja getar di
laboratorium, sesuai dengan rumus di bawah.

Dr= [(γd-γmin) /γmax-γmin)] x γmax/γd ]x 100%


dimana:
γd = berat volume kering hasil uji lapangan material urugan lulus air, t/m3
γmin = kepadatan minimum dari uji meja getar di laboratorium, t/m3
γmax = kepadatan maksimum dari uji meja getar di laboratorium, t/m3

Kepadatan relatif untuk zona filter dan transisi yang lebih dari 70% sudah dianggap memenuhi
spesifikasi.

Tabel 1 Ukuran silinder logam versus ukuran maksimum butiran tanah untuk pengujian water
replacement di lapangan.

4
Gambar 4 Pengujian kepadatan di lapangan untuk material timbunan batu dengan cara water
replacement

2.1.2 Uji Kuat Geser


Parameter kuat geser lapisan pasir atau kerikil dapat diperoleh dengan menggunakan uji kuat geser
langsung dimana ukuran benda uji 6,5 cm (SNI 03-2813), seperti gambar di bawah.

Gambar 5 Alat geser langsung di laboratorium

2.2 Material Random dan Timbunan Batu


Pengujian kepadatan minimum dan maksimum dengan menggunakan meja getar untuk material random
batu dengan ukuran maksimum sampai 20 cm sulit dilakukan, karena keterbatasan dari diameter mould
nya yang diameternya sekitar 30 cm. Oleh karena itu, pengujian untuk memperoleh kepadatan minimum
dan kepadatan maksimum untuk material-material tersebut sebaiknya dilakukan langsung di lapangan.

Dibawah adalah contoh pengujian kepadatan minimum dan maksimum yang dilakukan di bendungan
urukan tanah Yulongkashi di China dengan tinggi lebih dari 200 m (2016). Pada kasus di bendungan
Yulongkashi tersebut, pengujian dilakukan terhadap material random batu yang mempunyai 5 gradasi
berbeda.

5
(a) (b) (c)
Gambar 6 Pengujian kepadatan minimum dan maksimum untuk material yang mempunyai 5 gradasi
berbeda. (a) penempatan ring besi (b) menuangkan material batu kondisi urai untuk memperoleh
kepadatan minimum (c) kepadatan maksimum setelah dilakukan penggilasan menggunakan alat pemadat
26 ton smooth drum vibrating roller

Peralatan uji kepadatan relatif skala besar terdiri dari: mesin drum dengan getaran ( rolling machine
smooth drum vibrating roller) seberat 26 ton, ring besi/baja berdiameter 120 cm, tinggi 80 cm dan tebal
1,2 cm, mesin pengayak, dan lain-lain. Ring ditempatkan pada suatu paritan yang digali terlebih dahulu
dengan lebar 2,5 m, panjang 15 m dan dalam 1,2 m. Dasar paritan dipadatkan dengan mesin penggilas,
kemudian sekeliling ring diisi kembali dengan material yang propertiesnya sama dan kemudian
dipadatkan menggunakan mesin penggilas untuk memastikan bahwa ring betul-betul tertanam kuat pada
tanah yang dipadatkan, Gambar 6(a).

Kepadatan minimum diperoleh dengan cara mengisi ring dalam kondisi urai (belum terpadatkan), saat
pengisian material ke dalam ring harus dihindari adanya getaran. Ketika material tanah telah penuh,
permukaan ring diratakan dengan menggunakan alat perata. Catat berat material yang dimasukkan ke
dalam ring yang sebelumnya telah diketahui volumenya, sehingga kepadatan minimum dapat diketahui.
Proses pengisian secara urai tersebut dapat dilihat pada Gambar 6 (b).

Pengujian dilanjutkan untuk memperoleh kepadatan maksimum, ring diisi kembali dengan material yang
sama sampai permukaan tanah mencapai sekitar 20 cm di atas permukaan ring, permukaan ring diratakan,
kemudian dilakukan penggilasan dengan menggunakan alat penggilas yang sama dengan kecepatan
sekitar 2 km/jam dengan 26 gilasan, kemudian dilakukan penggilasan mundur dan maju pada setiap ring
dengan kecepatan lebih rendah selama 15 menit. Pada proses pemadatan tersebut, material batu harus
ditambahkan sedemikian rupa, sehingga mesin penggilas tidak langsung kontak dengan permukaan ring
baja, Gambar 6(c). Setelah penggilasan selesai, kelebihan tanah pada permukaan ring diratakan dengan
alat perata. Gali semua tanah dari dalam ring, timbang dan hitung kepadatan maksimumnya.

Setelah pemadatan sebenarnya di lapangan selesai, lakukan pengujian kepadatan material timbunan batu
dengan menggunakan water replacement dan hasilnya dibandingkan terhadap kepadatan minimum dan

6
maksimum di atas untuk memperoleh kepadatan relatif (relative density). Untuk material timbunan batu
pada kadini, kepadatan relatif DR yang disyaratkan minimum mencapai 85%.

3. PENGUJIAN KUAT GESER


3.1 Triaksial Skala Besar
Pada bendungan urukan batu yang cukup tinggi, pengujian kuat geser dilakukan dengan menggunakan
alat geser skala besar di laboratorium lapangan dan pengujian geser insitu dengan mempertimbangkan
efek skala.
1. Pengujian laboratorium skala besar: menggunakan triaksial berdiameter 30 cm dan hasilnya dianalisis
untuk memperoleh: hubungan tegangan-regangan, karakteristik kuat geser, efek skala, kerusakan
butiran (grain breakage), perilaku deformasi rayapan (creep deformation), dan lain-lain. Untuk
mempelajari pengaruh skala dapat dilakukan dengan menggunakan triaksial kapasitas 1.500 ton
dengan diameter dari 30 cm hingga 100 cm.

2. Pengujian di lapangan: ukuran butiran material batu biasanya berkisar antara 60 – 80 cm, sehingga
perlu dilakukan pengujian skala besar di lapangan (in situ).

Penelitian terbaru oleh Dr.N.P.Honkanadavar , Divisional Head, Rockfill Technology, India (2015)
terhadap mekanisme efek skala dari material timbunan batu tergantung dari: metoda regradasi atau
scaling down, persyaratan pemadatan, properties partikel, dan lain sebagainya. Dengan menggunakan
model numerik mesoscopic, dilakukan pengujian kuat geser terhadap material timbunan batu yang
hasilnya menunjukkan bahwa dibandingkan dengan hasil pengujian laboratorium parameter deformasi
dari Duncan – Chang, yakni: k, n dan kb berkurang dengan bertambahnya ukuran benda uji. Efek skala
dari timbunan batu akan meningkat dengan meningkatnya tekanan samping (lateral pressure) dan kuat
geser. Meskipun demikian, pengujian triaksial laboratorium dengan diameter 30 cm menunjukkan bahwa
parameter deformasi timbunan batu akan meningkat dengan meningkatnya ukuran benda uji.

Gambar 7 Alat uji triaksial material timbunan batu

7
Gambar 8 Hubungan tegangan dan regangan timbunan batu hasil uji triaksial

Gambar 9 Penentuan parameter kuat geser berdasarkan stress path, p vs q

8
Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan mekanisme terjadinya pecahnya partikel (particle breakage)
dari timbunan batu. Pada partikel yang besar akan pecah lebih mudah yang menghasilkan parameter
modulus deformasi benda uji (berukuran lebih besar) lebih rendah dibandingkan dengan benda uji yang
berukuran lebih kecil. Sedangkan interlocking dari partikel yang lebih besar akan lebih kuat dibandingkan
dengan ukuran partikel yang lebih kecil; hal tersebut menghasilkan parameter modulus deformasi benda
uji berukuran besar menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan benda uji berukuran kecil.

Tekanan samping (confining pressure) pada timbunan batu akan bekerja sebagai akibat pengaruh dari
penggetaran alat pemadat, berat sendiri timbunan batu dan beban air waduk. Bila tekanan samping
tersebut relatif rendah, interlocking partikel timbunan batu (efek skeleton) akan menjaga stabilitas
timbunan; bila tekanan samping meningkat dan melebihi daya dukung timbunan batu, partikel batuan
menjadi pecah (breakage) dan struktur timbunan berubah mencari kestabilan baru, dua kondisi tersebut
terjadi secara berulang-ulang sampai struktur timbunan batu mencapai keseimbangan baru. Dalam proses
antara interlocking dan pecahnya partikel batu akan menentukan efek skala.

Untuk CFRD yang tinggi, pecahnya partikel timbunan batu tidak dapat dicegah selama proses pemadatan
menggunakan alat berat pemadat. Selama tahap konstruksi dan impounding, pecahnya partikel batu
sekunder akan terjadi akibat kombinasi berat sendiri timbunan dan beban air waduk. serta degradasi
material yang disebabkan oleh pembasahan yang akan menambah pecahnya partikel batu dan menambah
besar modulus deformasi. Jadi, efek dari pecahnya partikel batu lebih kuat dibandingkan efek skeleton.
Akhir-akhir ini, akibat keterbatasan ukuran benda uji, pengujian triaksial di laboratorium mengalami
kesulitan memperoleh status riil dari material timbunan CFRD yang tinggi. Hal ini menjelaskan kenapa
deformasi hasil pemantauan pada bendungan yang tinggi akan lebih tinggi dibandingkan nilai yang
diprediksi dalam perhitungan dan kenapa parameter deformasi material timbunan batu aktual dari
bendungan urukan batu yang tinggi akan lebih rendah dibandingkan parameter deformasi yang diperoleh
dari pengujian triaksial di laboratorium.

Gambar 10 Hasil uji Oedometer material timbunan batu bendungan Romaine dengan kepadatan 1,83
kg/cm3 (Konrad and Boisvert, 2010).

9
Gambar 11 Alat pengujian large triaxial dan large compression pada pelaksanaan CFRD Nam Ngum 2,
Laos (2010)

Faktor-faktor yang mempengaruhi kuat geser material timbunan batu (rockfill) menggunakan triaksial
skala besar (Dr.N.P.Honkanadavar) , adalah:
1) Komposisi mineral, bentuk, ukuran, tekstur permukaan, kekuatan partikel individual, dll.
2) Angka pori (void ratio).
3) Tekanan samping (confining pressure).
4) Laju pembebanan (rate of loading).
5) Vibrasi dan beban berulang (repeated loading).
6) Kadar air.
7) Ketelitian pengujian.

Hasil penelitian Dr.N.P.Honkanadavar, menunjukkan bahwa:

1) Kuat geser material batu akan menurun dengan bertambahnya ukuran butiran untuk material kuari,
sedangkan kuat geser akan meningkat sesuai dengan bertambahnya ukuran butiran untuk material dari
sungai.

2) Faktor breakage meningkat dengan meningkatnya tekanan samping (confining pressure) dan ukuran
partikel maksimunm, baik untuk material batu kuari maupun dari sungai. Laju perubahan faktor
breakage terhadap tekanan samping lebih tinggi untuk material batu kuari dibandingkan dengan
material batu sungai. Faktor breakage meningkat dengan meningkatnya kepadatan relatif.

3) Modulus elestisitas material batu sungai meningkat terhadap ukuran maksimum partikel sedangkan
material batu kuari menurun terhadap ukuran maksimum partikel. Parameter modulus elastisitas akan
meningkat bila kepadatan relatif juga meningkat untuk kedua jenis material tersebut.

4) Pada kondisi dimana data triaksial tidak tersedia, nilai ø dapat ditentukan menggunakan rumus
kekuatan (strength law) berdasarkan ukuran dmaks.

10
Demikian juga untuk memperoleh parameter-parameter lainnya, seperti modulus elastisitas, poissons
ratio, modulus stiffness, dan lain-lainnya dapat diperoleh dengan menggunakan krumus-rumus korelasi.

3.2 Ukuran Benda Uji


Pada umumnya timbunan batu(rockfill) terdiri dari partikel berukuran besar. Untuk melakukan pengujian
kuat geser terhadap material sesuai dengan ukuran sebenarnya mengalami kesulitan. Untuk mengatasi hal
tersebut perlu dilakukan metoda scaling down. Cara yang paling sederhana adalah dengan membuang
material berukuran besar, sehingga memenuhi persyaratan ukuran maksimum partikel sesuai dengan
diameter alatnya. Anagnosti and Popovic (1982) merekomendasikan rasio ukuran maksimum partikel
dengan ukuran diameter atau boks alat uji adalah 1 : 8 atau 1 : 10, dan rasio lebih rendah diberikan untuk
material yang mempunyai kurva gradasi yang lebar.

Ada empat teknik untuk memodelkan material timbunan batu dalam pengujian di laboratorium:
1) Teknik scalping (Zeller and Wullimann 1957); dengan melakukan regradasi terhadap fraksi terkasar
dari gradasi sebelumnya. Ukuran maksimum setelah diregradasi yang diuji di laboratorium adalah
1/5 atau 1/6 diameter benda uji.

11
2) Teknik gradasi parallel (parallel gradation technique ,Lowe 1964); kurva gradasi material digeser ke
diameter yang lebih kecil 1/5 atau 1/6 diameter benda uji dan dibuat sejajar terhadap gradasi material
aslinya.
3) Metoda oleh Fumagalli (1969), dengan menggunakan kurva distribusi umuran butiran kuadrat
berdasarkan ukuran maksimum yang diperbolehkan pada alat pengujian.
4) Replacement Technique (Frost 1973), pengujian dilakukan dengan dengan mengganti fraksi yang
besar dengan sejumlah fraksi yang relatif lebih kecil, tetapi fraksi kasarnya tetap mempunyai berat
yang sama.

Dari keempat teknik tersebut di atas, teknik gradasi paralel dianggap lebih baik dan banyak digunakan
(Ramamurthy and Gupta 1986).

Gambar 12 Contoh teknik regradasi parallel material rockfill bendungan Koldam

Keuntungan dari uji triaksial dibandingkan dengan uji geser langsung (direct shear test) adalah dapat
meniru kondisi lapangan dengan memberikan tegangan samping, sesuai dengan tinggi bendungan.
3.3 Geser Langsung Skala Besar
Geser langsung skala besar dapat dilakukan di laboratorium lapangan dan secara langsung di lapangan
(insitu testing). Di Indonesia untuk memperoleh parameter kuat geser material random batu digunakan
boks berukuran 50 x 50 x 40 cm. Material yang boleh dimasukkan ke dalam boks alat uji adalah 1/8 dari

12
ukuran maksimum batu yang ada. Biasanya ukuran maksimum tersebut adalah sekitar 20 – 30 cm,
sehingga perlu dilakukan regradasi atau scaling down terlebih dahulu, seperti yang dijelaskan di atas.

Faktor-faktor yang perlu dilakukan pada pengujian geser langsung skala besar di laboratorium, adalah:
a) Pengujian bersifat terdrainasi (drain test), sehingga laju penggeseran bisa lebih cepat.
b) Dilakukan perendaman dan kalau sebelum dilakukan penggeseran.
c) Kepadatan material di dalam boks (remoulded) disesuaikan dengan kepadatan lapangan.
d) Tekanan normal disesuaikan disesuaikan dengan tinggi bendungan (dilatancy and breakage effect).

Gambar 13 Peralatan Large Scale Direct Shear, ukuran boks 50 cm x 50 cm tinggi 40 cm, bendungan
Sadawarna (2021)

Sedangkan untuk pengujian geser skala besar untuk material timbunan batu dapat menggunakan boks
berukuran 125 x 125 x 60 cm. Keterbatasan dari alat ini adalah kapasitas pemberian tekanan normal yang
hanya sampai 3 kg/cm2.

13
Gambar 14 Peralatan uji geser skala besar 125 x 125 x 60 cm

Disamping pengujian di laboratorium, dikenal juga uji geser langsung skala besar di lapangan ( insitu
testing). Pengujian di lapangan ini jarang dilakukan di Indonesia, karena beayanya yang cukup besar.

Pengujian kuat geser di lapangan (insitu testing), dilakukan seperti gambar di bawah.

Gambar 15 Insitu shear box untuk timbunan batu dengan partikel ukuran 20 cm (Jain and Gupta, 1974)

Suatu boks berukuran 120 x 120 cm dengan kedalaman 80 cm digunakan untuk pengujian batu
mengandung partikel sampai ukuran 20 cm. Boks yang kosong ditekan (penetrasi) ke lapisan timbunan

14
batu (rockfill) yang telah dipadatkan dengan menggunakan dongkrak hidraulis (hydraulic jack) kapasitas
50 – 100 ton pada suatu platform pembeban melalui suatu paritan, seperti Gambar 15. Pengukuran
pergerakan di lakukan dengan menggunakan dial gauges dengan ketelitian 0,001 mm. Pengujian
dilakukan pada tiga titik uji untuk memperoleh parameter kuat geser.

4. KESIMPULAN DAN SARAN


1) Sampai saat ini standar dan pedoman mengenai pengujian-pengujian skala besar untuk material
random batu dan timbunan batu (rockfill) belum tersedia. Alat-alat dan pengujian skala besar
yang ada di Indonesia masih terbatas dengan kemampuan yang terbatas pula yang berpengaruh
terhadap hasil pengujiannya.
2) Kontrol terhadap kepadatan dan kuat geser material random batu dan timbunan batu saat
konstruksi mempunyai peranan penting dalam kontrol terhadap stabilitas lereng dan deformasi
bendungan urukan batu.
3) Ke depan, pembangunan bendungan urukan batu membran beton (CFRD) dengan tinggi lebih
dari 200 m banyak dilakukan diberbagai negara, sehingga kontrol kepadatan tersebut di atas
menjadi isu penting.
4) Mempertimbangkan bahwa Indonesia juga sedang membangun banyak bendungan urukan batu
dan CFRD yang cukup tinggi, maka disarankan untuk melakukan kontrol kepadatan dan kuat
geser menggunakan alat-alat uji skala besar yang memadai.
5) Standar-standar pengujian-pengujian skala besar tersebut di atas juga sebaiknya dibuat yang akan
digunakan sebagai petunjuk dan pedoman pelaksanaan pengujiannya.

15

Anda mungkin juga menyukai