Anda di halaman 1dari 9

Tugas Mandiri

Rekayasa Bendungan dan Waduk

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Rekayasa Bendungan dan Waduk yang Dibimbing Oleh

Dr. Eng. Andre Primantyo H, ST., MT.

Disusun oleh :

Dewi Amalia (226060400011001)

Kelas A

PROGRAM MAGISTER TEKNIK PENGAIRAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
Oktober, 2023
1. Prosedur Pengujian dan Pekerjaan Pemadatan (Compaction) pada Bendungan
Tipe Urukan
a. Pekerjaan pemadatan (compaction) pada bendungan diawali dengan melakukan
trial embankment. Trial embankment dilakukan untuk mengetahui uji kepadatan
relatif di lapangan yang disesuaikan dengan hasil pengujian pemadatan di
laboratorium, sehingga dari hasil trial embankment akan didapat beberapa lintasan
yang akan digunakan dalam pekerjaan pemadatan bendungan.
Trial embankment perlu dilakukan untuk mendapatkan:
1) Hubungan derajat kepadatan dengan jumlah lintasan masing-masing tebal
lapis rencana;
2) Hubungna antara comprassion dan jumlah lintasan dengan masing-masing
tebal hamparan per lapis timbunan.
Trial embankment sangat perlu dilakukan untuk:
1) Menentukan ketebalan hamparan timbunan;
2) Menentukan jenis alat pemadat yang akan digunakan untuk pelaksanaan
timbunan;
3) Menentukan jumlah lintasan alat pemadat;
4) Menentukan metode kerja pelaksanaan;
5) Menentukan material borrow area yang cocok untuk material timbunan.
b. Laboratory test yang dilakukan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 1. Laboratory Test yang Dilakukan dalam Trial Embankment
Zona Jenis Tes Standar yang Diikuti
Kadar Air ASTM D 2216
Gradasi ASTM D 422
Stockpile Specific GravityASTM C 127
Atterberg LimitsASTM D 4318
Standar Pemadatan
ASTM D 698
Insitu Density Metode Sand Cone, Kepadatan ≥95% MDD
Metode Constant Head, Permeability <
Permeability
3x10-5 cm/dt
Setelah Embak Kadar Air ASTM D 2216
Gradasi ASTM D 422
Spesific Gravity ASTM C 127
Atterberg Limits ASTM D 698
Sumber: Kementerian PUPR, PT.Virama Karya-PT. Tata Guna Patria KSO, PT.PP (2022).
c. Ada 3 sifat tanah yang harus diuji dilaboratorium untuk memenuhi persyaratan
bahan timbunan, yaitu:
1) Standart Compaction (Pemadatan untuk mencari kepadatan kering);
2) Specific Gravity;
3) Sieve Analysis;
4) Liquid Limit, Plastic Limit, dan Plastisitas Indeks.
Untuk suatu usaha percobaan pemadatan, jika d digambarkan sebagai ordinat
berpasangan dengan kadar air (moisture content) sebagai absisnya, maka pada
d maksimum akan terdapat w (kadar air) optimum.

Gambar 1. Contoh Grafik Hasil Pemadatan Tanah di Laboratorium


Sumber: Kementerian PUPR, PT.Virama Karya-PT. Tata Guna Patria KSO, PT.PP (2022).

Dengan kondisi tanah jenuh air 100%, maka: e = w Gs dimana, e = void ratio,
w = kadar air dan Gs = specific gravity
Maximum dry unit weight untuk suatu kadar air dengan rongga udara nol atau
tanpa rongga udara adalah:

Dimana:
ɣw = unit weight of water;
ɣzav = zero air void unit weight (dry)
d. Berikut merupakan tahapan trial embankment (berdasarkan Modul Spesifikasi
pekerjaan tanah, Kementerian PUPR, 2016):
1) Lokasi pondasi trial embankment telah disiapkan dengan kondisi yang bersih,
padat dan stabil, lalu dilakukan pengukuran elevasi dan dimensi area trial sesuai
desain menggunakan alat auto-level. Material timbunan terdiri dari material
clay yang bergradasi baik dan telah dipadatkan yang sesuai ketentuan.
2) Material timbunan diturunkan dari Dumptruck dengan interval sekitar 5 sampai
8 menit, sehingga material dapat dihampar dengan mudah layer perlayer.
Sebelum dipadatkan dicek kadar air disyaratkan yaitu ( -1 dan +3) dari OMC.
3) Material yang telah dihampar diratakan dengan menggunakan Bulldozer secara
rutin dan horizontal lapis perlapis tidak lebih dari 25 cm setelah dipadatkan dan
dilakukan pengukuran elevasi hampar menggunakan alat auto-level.
4) Ketebalan lapis-lapis telah dikontrol oleh Tim pengukuran, dimana harus
seusuai dengan elevasi perletakannya.
5) Untuk layer pertama dilakukan pemadatan dengan sheep foot roller kapasitas
13 ton yang diajukan oleh Kontraktor dengan jumlah lintasan 6, 8, 10 kali
dengan kecepatan 3 km/jam (tanpa getar). Kemudian, diukur elevasi nya
menggunakan alat auto-level.
6) Setelah selesai pemadatan pada layer pertama, dilakukan pengkasaran
menggunakan excavator lalu, dilakukan penghamparan untuk layer yang kedua
dengan metode dan pemadatan seperti pada layer pertama.
7) Setelah selesai pemadatan pada layer yang kedua dengan jumlah lintasan 6, 8,
10 kali akan di ikuti dengan pengukuran elevasi dan dilakukan insitu test
density (sand cone) dan permeability (constant head) masing-masing 3 titik
lokasi.
8) Evaluasi trial embankment: Syarat density minimum 95% dari MDD dan
permeability < 3 x 10-5 cm/dt (sesuai dengan spesifikasi teknis yang termuat
dalam kontrak). Jika tidak memenuhi dilakukan perubahan jumlah lintasan atau
perubahan ketebalan.
e. Hasil dari trial embankment akan digunakan sebagai acuan pelaksanaan pemadatan
urugan bendungan, kemudian setelah dilakukan pemadatan akan dilakukan
pengambilan sampel untuk uji density dan permeability dengan jumlah titik
sampling sesuai seperti yang tertera pada spesifikasi teknis yang termuat pada
kontrak.
Komisi Internasional Bendungan Besar (ICOLD) telah menerbitkan beberapa
panduan terkait pengujian dan pemadatan bendungan tanah dan batuan, termasuk
bendungan cemented-sand gravel (CSG). Berikut adalah beberapa panduan umum
terkait pengujian dan pemadatan bendungan tanah dan batuan:
• Perancangan bendungan tanah dan batuan harus mencakup semua studi,
pengujian, analisis, dan evaluasi untuk memastikan bahwa tanggul memenuhi
semua kriteria teknis dan persyaratan keselamatan.
• Bendungan yang memerlukan masukan rekayasa selama tahap konstruksi
memerlukan persyaratan pengujian pemadatan khusus.
• Untuk menentukan metode konstruksi dan pemadatan terbaik perlu
berdasarkan hasil uji tambang dan pengisian uji.
• Kegiatan kontrol mutu, seperti pengujian yang dilakukan pada tanah padat
yang dipadatkan untuk mengukur kerapatan kering dan kandungan air, serta
penting untuk memastikan keselamatan dan stabilitas bendungan (USBR &
FEMA, 2011).

2. Penjelasan Terkait Istilah Berikut:


a. Lugeon value
Uji Lugeon adalah salah satu metode lapangan yang umum digunakan untuk
mengukur konduktivitas hidrolik dari massa batuan (kemampuan suatu batuan untuk
menghantarkan air di dalamnya.) (Öge, İbrahim Ferid dan Çırak, Mustafa, 2019).
Sehingga lugeon value atau nilai lugeon adalah angka yang menunjukan berapa liter
air yang bisa merembes ke dalam formasi batuan sepanjang satu meter selama periode
satu menit dengan menggunakan tekanan standar 10 bar atau 10 kg/cm2. Angka ini
hampir sama dengan koefisien kelulusan air sebesar 1x10 -5 cm/dt. Nilai lugeon dapat
memeberikan informasi mengenai sifat aliran dalam batuan dan sifat batuan itu sendiri
terhadap aliran air yang melaluinya. Untuk menadapatkan nilai lugeon dapat diperoleh
melalui pengujian water pressure (Prasetyo, 2023).

b. RMR (Rock Mass Rating)


Rock Mass Rating (RMR) merupakan suatu klasifikasi massa batuan yang
dipublikasikan oleh Bieniawski (1989) dan digunakan untuk menentukan
kestabilan massa batuan secara empiris dengan cara memberikan penilaian massa
batuan dengan bobot dan parameter berdasarkan kondisi geologinya (Wibowo, S. dkk.,
2018). Parameter dan pembobotan dalam klasifikasi RMR dapat dilihat pada Tabel 2.
RMR (Rock Mass Rating) atau geomekanika didasarkan pada kekuatan tekan
uniaxial batuan utuh, rock quality designation) (RQD), jarak retak, kondisi retak,
kondisi air tanah, dan orientasi retak terhadap orientasi ekskavasi (Singh, B. & Goel,
R.K., 2011).
Tabel 2. Parameter dan Pembobotan dalam Klasifikasi RMR

Sumber: Bieniawski (1989).


c. Modulus of elasticity of rock samples
Modulus of elasticity of rock samples adalah parameter fisik yang mencerminkan
perilaku mekanik dari material apapun dalam menanggapi tekanan yang diinduksi
akibat pembebanan. Modulus elastisitas juga dikenal sebagai modulus Young (E), yang
merupakan rasio tekanan yang diterapkan terhadap perpanjangan fraksional (atau
pemendekan) panjang sampel sejajar dengan tegangan (atau tekanan). Regangan adalah
perubahan linier dalam dimensi dibagi oleh panjang asli. Modulus elastisitas dapat
ditentukan berdasarkan uji tekan uniaxial, dan dapat dihitung dalam tiga cara berbeda
sesuai dengan International Society of Rock Mechanics (Małkowski, P. & Ostrowski,
L., 2017).

d. Cemented-sand gravel (CSG) dam


Cemented-sand gravel (CSG) dam telah menarik perhatian luas dari industri
konstruksi bendungan global karena ramah lingkungan dan manfaat ekonominya yang
besar (Ding, Z., Wang, X., Xu, L., & Wang, J.,2023). Cemented-sand gravel (CSG)
dam merupakan jenis bendungan yang dibangun menggunakan campuran pasir,
kerikil, dan semen. Campuran ini dipadatkan dan dibiarkan mengeras, membentuk
massa padat yang dapat menahan tekanan air. Cemented-sand gravel (CSG) dam
umum digunakan di daerah di mana tanah alami tidak cocok untuk konstruksi
bendungan, atau di mana biaya membangun bendungan konvensional terlalu tinggi.
Cemented-sand gravel (CSG) dam juga digunakan dalam situasi di mana bendungan
harus dibangun dengan cepat, seperti dalam situasi darurat.
Konstruksi Cemented-sand gravel (CSG) dam melibatkan langkah-langkah berikut
(Guo, L., Zhang, J., Wang, J., & Shen, W., 2022):
1. Persiapan lokasi: Lokasi dibersihkan dari vegetasi dan tanah longsor
dihilangkan.
2. Persiapan pondasi: Pondasi digali hingga kedalaman dan bentuk yang
diperlukan, dan bahan yang lunak atau tidak stabil dihilangkan.
3. Penempatan kerikil: Lapisan kerikil ditempatkan di atas pondasi dan dipadatkan
untuk membentuk dasar yang stabil.
4. Aplikasi adukan semen: Adukan semen diaplikasikan ke lapisan kerikil
menggunakan semprotan atau metode aplikasi lainnya.
5. Penempatan pasir: Lapisan pasir ditempatkan di atas adukan semen dan
dipadatkan.
6. Ulangi: Langkah 4 dan 5 diulangi hingga mencapai tinggi yang diinginkan.
7. Pengerasan: Bendungan dibiarkan mengeras selama periode waktu, biasanya
beberapa minggu, untuk memungkinkan semen mengeras dan bendungan
menjadi kokoh secara struktural.
Cemented-sand gravel (CSG) dam memiliki beberapa keunggulan dibandingkan
dengan bendungan konvensional, termasuk biaya konstruksi lebih rendah, waktu
konstruksi lebih cepat, dan kemampuan untuk dibangun di daerah dengan kondisi tanah
yang buruk. Namun, mereka juga memiliki beberapa kelemahan, termasuk potensi
retak dan kebutuhan pemeliharaan rutin untuk mencegah erosi dan bentuk kerusakan
lainnya.
Daftar Pustaka

• Bieniawski, Z.T. (1989). Engineering Rock Mass Classification. A Complete


Manual for Engineers and Geologist in Mining, Civil, and Petroleum Engineering.
New York: John Wiley and Sons.
• Ding, Z., Wang, X., Xu, L., & Wang, J. (2023). Study on the safety of cemented
sand and gravel dams based on the profile form of model tests. Structures
(56):104978.
• Federal Emergency Management Agency. (2011). Filters for Embankment Dams
Best Practices for Design and Construction. United States: FEMA.
• Guo, L., Zhang, J., Wang, J., & Shen, W. (2022). Research on profile design
criteria of 100 m CSG dams. Case Studies in Construction Materials (16): e01137.
• Kementerian PUPR, PT.Virama Karya-PT. Tata Guna Patria KSO, PT.PP. (2022).
Pembangunan Bendungan Pidekso (Lanjutan) di Kabupaten Wonogiri.Wonogiri:
Kementerian PUPR, PT.Virama Karya-PT. Tata Guna Patria KSO, PT.PP.
• Małkowski, P. & Ostrowski, L. (2017). The Methodology for the Young Modulus
Derivation for Rocks and Its Value. Procedia Engineering (191):134-141.
• Öge, I. F. & Çırak, M. (2019). Relating Rock Mass Properties with Lugeon Value
Using Multiple Regression and Nonlinear tools in an Underground Mine Site.
Bulletin of Engineering Geology and the Environment (78):1113-1126.
• Prasetyo, D. (2023). Analisis Biaya, Mutu, dan Waktu pada Pekerjaan Pemboran
Untuk Lubang Grouting, Perbandingan antara Mesin Rotari dan Mesin Perkusi
(Studi Kasus Proyek Pembangunan Bendungan Tugu, Trenggalek). Tesis. Tidak
dipublikasikan. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia.
• Singh, B. & Goel, R.K. (2011). Engineering Rock Mass Classification Tunneling,
Foundations, and Landslides. UK: Elsevier.
• U.S. Department of Interior Bureau of Reclamation. (2011). Design Standards No.
13 Embankment Dams. United States: USBR.
• Wibowo, S. dkk. (2018). Kajian Kestabilan Lereng Batuan Menggunakan
Klasifikasi Massa Batuan, Metode Elemen Hingga, dan Analisis Batuan Jatuh.
Padjadjaran Geoscience Journal (2):364-375.

Anda mungkin juga menyukai