Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam pembangunan jalan raya yang harus diperhatikan ialah ketahanan

aspal terhadap oksidasi, retak, lendutan, dan gelombang yang diakibatkan oleh

muatan kendaraan yang berlebihan serta pengausan terhadap gesekan yang

diakibatkan oleh roda kendaraan. Pembangunan jalan raya juga dihadapkan pada

banyak tantangan selain kebutuhan terhadap jumlah dan panjang jalan yang terus

meningkat, juga menghadapi masalah seperti lapisan aspal yang rusak sebelum waktu

yang direncanakan juga masalah dana yang terbatas. Untuk itu, diperlukan cara-cara

yang ekonomis dan efisien sehingga diperoleh hasil yang optimal. Tantangan tersebut

dapat diatasi dengan diadakan penelitian ataupun percobaan.

Bertolak dari permasalahan diatas penulis melakukan penelitian untuk

menganalisa penggunaan sisa proses pembuatan semen sebagai bahan pengisi pada

campuran Hot Rolled Asphalt (HRA) terhadap sipat Marshall.

Adapun pengertian bahan pengisian adalah bahan yang berbutir halus yang

dijadikan sebagai bahan tambah pada suatu campuran, persentase berat butir

halusnya olos dari saringan No. 200.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh bahan

pengisi (fuler) dalam campuran Hot Rolled Aspalt (yang menggunakan sisa proses

pembuatan semen di PT Smen Baturaja terhadap sipat Marshall yang mencakup:

1
2

 Nilai stabilitas

 Nilai persentase rongga dalam campuran (void in the mix)

 Nilai persentase terisi aspal (void falled with asphalt)

 Kelelahan (flow)

 Nilai hasil bagi Marshall (Marshall quotient).

Dengan demikian penelitian ini hanya akan dibatasi pada hasil percobaan

Marshall terhadap benda uji laboratorium, dan untuk mengetahui apakah sisa proses

pembuatan semen ini bisa digunakan sebagai bahan tambah yang baik serta

menguntungkan yang nantinya dibahas sesuai dengan teori yang ada.

C. Batasan Masalah

Bahan pengisi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sisa proses

pembuatan semen dari pabrik PT Semen Baturaja (OKU). Sejauh mana pengaruhnya

bila dijadikan sebagai bahan tambah pada campuran Hot Rolled Asphalt terhadap

sipat Marshall Qoutient. Penelitian dilakukan di laboratorium Aspal / Jalan Raya

Jurusan Teknik Sipil universitas Muhammadiyah Palembang.

D. Manfaat Penelitian

Pembangunan kontruksi jalan dewasa ini memerlukan biaya yang tidak

sedikit, biaya pembangunan jalan permeter panjang memerlukan biaya yang sangat

mahal, dan bila kontruksi jalan yang dibuat tersebut tidak memenuhi karakteristik

seperti yang telah direncanakan maka akan menyebabkan harga pembangunan jalan

tersebut menjadi semakin mahal karena akan memerlukan biaya pemeliharaan dan

perbaikan sebelum waktu yang direncanakan.


3

Untuk mengatasi masalah tersbeut penulis berusaha mencoba melakukan

penelitian ini yaitu menggunakan sisa proses pembuatan semen di PT Semen

Baturaja sebagai bahan pengisi pada campuran Hot Rolled Asphalt. Dengan

dilakukan penelitian ini diharapkan dapat mengambil kesimpulan tentang manfaat

langsung dari penambahan sisa proses pembuatan semen sebagai bahan pengisi

campuran Hot Rolled Asphalt.

E. Metode Penelitian

Metode yang dipakai dalam penulisan dan penelitian ini yaitu:

1. Pendahuluan

Memaparkan tentang latar belakang, tujuan penelitian, batasan masalah,

ruang lingkup dan metode penelitian.

2. Tinjauan Pustaka

Pemahaman mengenai teori dan sifat dasar semen dan Hot Rolled Asphalt.

3. Tahap penelitian

Menjelaskan tentang bahan-bahan dan peralatan yang digunakan dalam

pelaksanaan penelitian. Pelaksanaan penelitian ini dimulai dari tahap

persiapan, pembuatan benda uji, pengujian Marshall dan analisa data.

4. Penyajian hasil

Memuat keismpulan dan saran dari hasil seluruh pengujian yaitu dari

pemahaman masalah sampai dengan pokok pembahasan,untuk lebih jelasnya

dapat dilihat pada bagan alir berikut ini:


4

Mulai

Pendahuluan

Tinjauan Pustaka

Pelaksanaan Penelitian

Pembahasan

Penyajian Hasil

Selesai

Gambar 1.1. Bagan Alir Metode Penulisan


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perkerasan Jalan

Perkerasan jalan adalah suatu lapisan yang diletakkan diatas tanah dasar yang

telah mengalami proses pemadatan. Adaput fungsi dari lapisan perkerasan jalan

adalah untuk mendukung beban lalu lintas dan menyebarkannya ke badan jalan

sehingga tak melampaui daya dukung tanah dasarnya.

Sejarah perkerasan jalan dimulai bersamaan dengan sejarah umat manusia

yang selalu berhasrat untuk mencari kebutuhan hidup dan berkomunikasi antar

manusia. Dengan demikian perkembangan jalan saling berkaitan dengan

perkembangan manusia dan perkembangan teknologi jalan raya seiring dengan

berkembangnya teknologi yang ditemukan umat manusia.

Berdasarkan bahan pengikat kontruksi, perkerasan jalan dapat dibedakan menjadi

tiga bagian yaitu:

1. Perkerasan lentur (Flexible Pavement), bahan pengikatnya menggunakan aspal,

lapisan keras ini bersifat mendukung dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah

dasar.

2. Perkerasan kaku/tegal (Rigid Pavement), bahan pengikatnya menggunakan semen

(PC), plat beton atau tanpa lapisan ponasi tanah, beban lalu lintas sebagian besar

didukung oleh plat beton.

3. Perkerasan komposit/gabungan (Composit Pavement), yaitu kombinasi atau

gabungan antara perkerasan lentur dan perkerasan kaku.

5
6

Untuk jalan raya terutama di Indonesia kontruksi perkerasan yang banyak

digunakan adalah kontruksi perkerasan lentur. Pada prinsipnya kontruksi perkerasan

lentur terdiri atas beberapa lapisan yaitu:

1. Lapisan permukaan (Surface Course)

2. Lapisan pondasi atas (Base Course)

3. Lapisan pondasi bawah (Subbase Course)

4. Lapisan tanah dasar (Sub Grade)

Antara lapisan pondasi atas (base course) dengan lapisan permukaan (surface

course) terdapat lapisan pengikat (binder).

Tiap-tiap lapisan keras mempunyai fungsi yang berbeda-beda. Pada

perkerasan lentur lapisan permukaan adalah:

 Sebagai lapisan perkerasan penahan beban roda.

 Sebagai lapisan yang menyebarkan beban ke lapisan bawah

 Sebagai lapisan kedap air, sehingga hujan yang jatuh dipermukaannya

tidak meresap kelapisan bawahnya.

 Sebagai lapis aus (wearing course), agar tidak mudah menjadi aus akibat

gesekan rem kendaraan.

Keruntuhan dini dari perkerasan aspal sering diamati di negara tropis.

Tingginya temperatur, curah hujan yang berkala, besarnya perbedaan temperatur dan

spektrum lalu lintas yang luas adalah penyebab utama terjadinya keruntuhan. Untuk

mengantisipasi tuntutan pengembangan industrialisasi yang cepat, lalu lintas berat

dan cuaca tropis maka diperlukan suatu bahan pengikat yang dimodifikasi.
7

Gambar 2.1. Susunan Lapis Perkerasan Lentur


Sumber: “Kontruksi Jalan Raya”, Ir. D.U. Soedarsono Badan
Penerbit PU, 1983.
8

B. Karakteristik Perkerasan

Apabila kita ingin melakukan penelitian ataupun percobaan lapisan keras

permukaan dengan menggunakan alat test Marshall, maka harus direncakan terlebih

dahulu agar supaya mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:

1. Fleksibel (fleksibility)

Fleksibelitas adalah kemampuan menyesuaikan diri lapisan perkerasan

terhadap lendutan atau perubahan bentuk BaseCouse dan Subgrade. Juga

kemampuan dari campuran lapisan perkerasan untuk dapat melendut berulang kali

menunjukkan ataupun mengalami keretakan. Adapun faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi fleksibelitas adalah kadar aspal yang tinggi dan gradasi batuan yang

relatif terbuka.

2. Stabilitas (stability)

Yang dimaksud stabilitas adalah kemampuan lapisan perkerasan didalam

menerima beban lalu lintas. Adapun faktor-faktor yang mempungaruhi stabilitas ini

adalah, adanya pengaruh dari lingkungan yang tidak tetap, banyaknya tipe-tipe

pembebanan, dan juga pengaruh dari tekanan alat pemadat serta pengaruh dari variasi

campuran yang dibuat.

3. Durabilitas (durability).

Durabilitas adalah kemampuan dari lapisan perkerasan terhadap disintegrasi

atau kehancuran yang diakibatkan oleh lalu lintas dan pengaruh cuaca. Hal-hal yang

dapat mempengaruhi durabilitas adalah dapat masuknya air diantara agregat dan

aspal yang dapat menyebabkan ikatan diantara keduanya menjadi berkurang.


9

4. Impermeabilitas (impermeability)

Impermeabilitas dalah kemampuan dari permukaan lapisan perkerasan untuk

menahan masuknya/remebesan air dan udara kedalam perkerasan. Impermeabilitas

ini sangat penting untuk durabilitas lapisan perkerasan.

Untuk mencegah agar tidak terjadi hal-hal tersebut, maka disaat dilakukannya

pemadatan lapisan perkerasan agar sekiranya dapat dilakukan dengan baik dan

rongga campuran harus memenuhi persyaratan.

C. Bahan Penyusun

Bahan yang digunakan dalam pembuatan lapisan perkerasan adalah agregat

dan aspal. Untuk mendapatkan kualitas jalan yang baik maka bahan yang digunakan

juga harus mempunyai kualitas yang baik.

1. Agregat

Agregat adalah sekumpulan butir-butir batu pecah, kerikil, pasir atau mineral

lainnya, baik berupa hasil dari alam maupun dari pembuatan atau pengolahan

(penyaringan, pemecahan) yang digunakan sebagai bahan utama lapis keras jalan

dalam mendukung kekuatan (Laston No. 12/PT/BI 1983).

Berdasarkan proses pengolahannya agregat yang dipergunakan pada lapisan

lentur dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu agregat alam, agregat yang

mengalami proses pengolahan terlebih dahulu, dan yang terakhir adalah agregat

buatan.

a. Agregat Alam

Agregat diperoleh langsung dari alam dan dapat langsung digunakan tanpa

harus melalui proses pengolahan. Agregat ini terbentuk melalui proses erosi dan
10

degradasi dan bentuk partikel dari agregat alam ditentukan dari proses

pembentukannya. Dua bentuk agregat alam yang sering digunakan yaitu kerikil dan

pasir.

b. Agregat yang mengalami proses pengolahan

Di gunung-gunung dan di bukit-bukit sering ditemui agregat yang masih

bernetuk alami, sehingga diperlukan proses pengolahan terlebih dahulu sebelum

digunakan sebagai agregat kontruksi perkerasan jalan. Di sungai juga sering dijumpai

agregat dengan ukuran besar melebihi ukuran yang diinginkan.

Agregat ini harus melalui proses pengolahan atau pemecahan terlebih dahulu agar

dapat diperoleh:

 Bentuk partikel sudut, diusahakan berbentuk kubus.

 Permukaan partikel kasar sehingga mempunyai gesekan yang baik.

 Gradasi sesuai yang diinginkan

Proses pemecahan agregat sebaiknya menggunakan mesih pemecah batu

(stone crusher) sehingga ukuran partikel-partikel yang dihasilkan dapat terkontrol,

sehingga gradasi yang diharapkan dapat mencapai sesuai dengan spesifikasi yang

ditetapkan.

c. Agregat buatan

Agregat buatan ini adalah agregat yang dibuat khusus sebagai pengganti

agregat alam atau agregat dari hasil pengolahan yang bertujuan mempunyai daya

tahan yang tinggi dan ringan untuk digunakan pada lapisan perkerasan jalan. Dalam

pemilihan agregat yang akan digunakan pada lapisan perkerasan yang diperlukan

adalah sifat-sifat dari agregat tersebut.


11

Sifat-ifat dari agregat yaitu gradasi dan ukuran maksimum, kekerasan dan

ketahanan, bentuk butir, tekstur permukaan, dan kelekatan terhadap aspal.

1. Gradasi dan ukuran maksimum

Gradasi adalah pembagian ukuran butiran dalam kelompok campuran agregat,

merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan stabilitas perkerasan. Gradasi

agregat mempengaruhi besarnya rongga antar butir yang akan menentukan stabilitas

dan kemudahan dalam proses pelaksanaan.

Gradasi dapat dibedakan menjadi tiga bagian yaitu:

 Gradasi seragam (uniform graded) merupakan agregat yang ukurannya

hampir sama/sejenis atau mengandung agregat galus yang sedikit

jumlahnya sehingga dapat mengisi rongga antar agregat.

 Gradasi rapat (dense graded) merupakan campuran agregat kasar dan

halus dalam porsi yang berimbang, sehingga dinamakan agregat

bergradasi baik (well graded).

 Gradasi buruk (poorly graded) merupakan campuran agregat yang tidak

memenuhi dua kategori diatas.

Gambar 2.2. Bentuk Kurva Gradasi


Sumber: Higway Engeneering (Krebs and Walker, 1971)
12

Berdasarkan besar partikel-partikelnya, agregat dapat dibedakan menjadi dua

bagian yaitu:

a. Agregat kasar, agregat yang besar partikelnya tertahan disaringan No. 8

(2,36 mm).

b. Agregat halus, agregat yang besar parikelnya lolos dari saringan No. 8

dan bertahan di saringan No. 200 (0,075 mm).

c. Mineral filler/agregat pengisi, agregat halus yang umumnya lolos saringan

No. 200 (0,075 mm).

Untuk mendapatkan ukuran agregat seperti yang diatas, maka kita harus

menggunakan beberapa ukuran saringan yaiu 2”, 3/2”, 1”, ¾”, ½”, 3/8”, no. 3, no. 4,

no. 10, no. 16, no. 30, no. 40, no. 50, no. 80, no. 100, no. 200 dan pan.

2. Kekerasan dan ketahanan

Agregat yang digunakan untuk lapisan perkerasan jalan harus mempunyai

daya tahan terhadap degradasi (pemecahan) yang mungkin timbul selama proses

pencampuran, pemadatan, akibat beban alu lintas dan disintegrasi (penghancuran)

yang terjadi selama masa pelayanan jalan tersebut.

Daya tahan agregat adalah ketahanan agregat untuk tidak ahncur/pecah oleh

pengaruh mekanis ataupun kimiawi, pengaruh mekanis bisa terjadi pada saat

penimbunan, pemadatan ataupun akibat beban lalu lintas sehingga dapat

menyebabkan hancurnya agregat menjadi partikel-partikel yang lebih kecil.

Sedangkan pengaruh kimiawi disebabkan oleh kelembaban, kepanasan ataupun

perbedaan temperatur sehari-hari. Untuk uji kekuatan dan kekerasan dapat kita

lakukan melalui uji abrasi dengan menggunakan mesin Los Angeles.


13

3. Bentuk Butir

Bentuk agregat ini sangatlah penting karena bentuk agregat dapat

mempengaruhi stabilitas dari lapisan perkerasan yang dibentuk oleh agregat tersebut.

Kemampuan saling mengunci batuan yang menentukan stabilitas kontruksi sangat

bergantung pada bentuk butirsan batuan. Batuan yang berbentuk menyerupai kubus

dan bersudut tajam dapat memberikan kemampuan saling mengunci daripada bentuk

batuan yang berbutir bulat.

4. Tekstur permukaan

Gesekan yang timbul atar partikel menentukan juga stabilitas dan daya

dukung dari lapisan perkerasan. Besarnya gesekan dipengaruhi oleh jenis permukaan

agregat yang dapat dibedakan menjadi beberapa bagian yaitu:

 Agregat yang permukaannya kasar (rought)

 Agregat yang permukaannya halus (smooth)

 Agregat yang permukaannya licin dan mengkilap (glassy)

 Agregat yang permukaannya berpori (porous)

Gesekan timbul terutama pada partikel-partikel yang permukaannya kasar (seperti

ampelas). Agregat yang merupakan hasil mesin pemecah batu mempunyai

permukaan kasar, sedangkan agregat dari sungai biasanya halus dan licin.

5. Kelekatan terhadap aspal

Kelekatan agregat terhadap aspal dapat dinyatakan dalam persentase luas

permukaan batuan yang tertutup aspal terhadap seluruh luas permukaan. Nilai

kelekatan agregat terhadap aspasl untuk bahan campuran dengan aspal minimal 95%.
14

Faktor-faktor yang mempengaruhi kelekatan aspal terhadap agregat dapat

dibedakan menjadi dua bagian yaitu aspal mekanis dan sifat kimiawi. Disamping itu

daya lekat aspal terhadap agregat juga dapat dipengaruhi oleh sfat agregat terhadap

air.

Granit dan batuan yang mengandung silica merupakan agregat yang bersifat

hydrophilie yaitu agregat yang senang terhadap air. Agergat yang demikian tidak

baik untuk campuran aspal karena mudah terjadi stripping, yaitu lepasnya lapisan

aspal dari argegat akibat pengaruh air. Sebaiknya agregat seperti dioritandesit disebut

agregat hydrophobie, adalah agregat yang tidak mudah terikat dengan air sehingga

ikatan aspal dan agregat sangat baik dan stripping yang terjadi sangat kecil.

2. Aspal

Aspal adalah material berwarna hitam atau coklat tua yang berbentuk padat

atau agak padat yang jika dipanaskan sampai pada temperatur tertentu akan menjadi

lunak/mencair. Aspal adalah salah satu material kontruksi perkerasan jalan. Siat aspal

akan berubah akibat panas dan umur, aspal akan menjadi kaku dan rapuh sehingga

daya adhesinya terhadap artikel agregat akan berkurang. Perubahan ini dapat

diatasi/dikurangi jika sifat-sifat aspal dikuasai dan dilakukan langkah-langkah yang

baik dalam proses pelaksanaan.

Adhesi adalah kemampuan aspal untuk mengikat agregat sehinga dihasilkan

ikatan yang baik antara agregat dan aspal. Berdasarkan proses cara diperolehnya

aspal dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu:

a. Aspal alam, dapat dibedakan atas:

- Aspal gunung (rock asphalt), contoh aspal dari pulau Buton.


15

- Aspal danau (lake asphalt), contoh aspal dari Bermudes, Trinidad

b. Aspal buatan, dapat dibedakan atas:

- Aspal minyak, merupakan hasil penyulingan minyak bumi.

- Tar, merupakan hasil penyulingan batubara, tidak umum digunakan

untuk perkerasan jalan karena cepat mengeras, peka terhadap

perubahan temperatur dan beracun.

Aspal yang dipergunakan pada kontruksi perkerasan jalan berfungsi sebagai

bahan pengikat kuat antara aspal dan agregat dan aspal itu sendiri. Disamping itu

aspal juga berfungsi sebagai pengisi rongga antara butir-butir agregat dan pori-pori

yang ada dari agregat itu sendiri.

D. Hot Rolled Asphalt (HRA)

Hot Rolled Asphalt adalah campuran bahan perkerasan jalan yang terdiri dari

mortar yaitu campuran agregat halus, filler, dan biumen keras sebagai bahan

pengikatnya dengan tambahan agregat kasar sebagai penguin dan rangka campuran.

Ciri campuran jenis adalah menggunakan agregat yang bergradasi senjang (gap

graded) dengan proporsi mortar antara 50% - 80% dari total campuran. Sedangkan

proporsi agregat kasar lebih kurang 30% - 40% yang ditentukan berdasarkan

perencanaan lapis perkerasan. Stabilitas campuran tergantung dari kekakuan

(stiffness) mortar, filler dan aspal. Keuntungan jenis campuran ini tahan terhadap

keausan, lebih lentur dan karena fleksibilitas yang tinggi dapat mengakomodasikan

beban berat tanpa mengalami keretakan leleh, juga mempunyai ketahanan terhadap

cuaca dan kemudahan dalam pengerjaannya. Namun demikian campuran ini juga

mempunyai kekurangan, diantaranya kurang kaku, kurang tahan terhadap deformasi


16

dan memerlukan bitumen 1% - 2% lebih banyak dibandingkan dengan campuran

lain.

Hot Rolled Asphalt (HRA) merupakan bahan kontruksi lapis keras lentur yang

pertama kalinya dikembangkan di Inggris, dan kemudian di indonesia dimodifikasi

menjadi lapis keras Hot Rolled Sheet (HRS) sebagai lapis keras non struktural.

Stabilitas HRA pada kadar batuan tinggi dipengaruhi oleh bentuk bentuk batuan

kasarnya tetapi nilai Marshal Quotient nya sangat dipengaruhi oleh bentuk batuan

halusnya. Namun begitu bila jumlah batuan meningkat, nilai stabilitas HRA naik

disertai dengan penurunan nilai flow.

Stabilitas HRA menurut Zamhari (1982) bergantung pada Stiffnes mortar

dalam campuran dan diskontinuitas gradasinya dengan cara saling mengunci antara

agregat halusnya. Kedudukan agregat kasar seolah-olah mengambang dalam mortar

sehingga deformasi yang etrjadi adalah deformasi pada mortarnya. Oleh sebab itu,

kualitas dari agregrat halus mempengaruhi stabilitas dari campurannya.

E. Spesifikasi Hot Rolled Asphalt (HRA)

Dalam perencanaan campuran HRA penggunaan dan penentuan jenis

komponen bahannya perlu pertimbangan dengan baik. Agregat kasar (tertahan

saringan BS 2,36 mm) dapat digunakan batu pecah atau kerikil, agregat halus (lolos

saringan BS 2,36 mm dan tertahan saringan 0,075 mm) dapat digunakan pasir alam,

pecahan halus batuan pecah. Sedangkan untuk mineral filler bisa digunakan semen

(Portland Cement), debu batuan kapur atau debu batuan lain dengan ukuran lolos

saringan BS 0,075 mm. Bitumen yang digunakan campuran ini adalah jenis bitumen

keras dengan tingkat penetrasi 80/100. Perencanaan campuran HRA berdasarkan


17

spesifikasi BS 954:1985 yang mencakup lapisan pondasi bawah dan lapisan

permukaan.

Pengujian karakteristik campuran menggunakan metode Marshall dengan

mengevaluasi parameter-parameter seperti stabilitas, eprsen (%) rongga dalam

campuran (VITM), persen (%) rongga dalam agregat (VFWA) dan kadar bitumen

optimum.

HRA untuk lapisan aus (wearing course) sering digunakan pada daerah-

daerah yang mempunyai iklim tropis dan subtropis karena sifatnya yang tahan

terhadap cuaca, air dan keausan. Menurut BS 954 : 1985, HRA lapis permukaan

dibagi menurut tipe gradasi agregat halusnya yaitu HRA time fine (F) dan Caorse

(C). Tipe F ditandai dengan gradasi senjang yang khas dari campuran lapisan

Traditional Rolled Asphalt dan biasanya berhubungan dengan penggunaan pasir

halus dengan agregat tertahan disaringan BS 2,36 mm tidak lebih dari 5% berat dan

yang lolos saringan BS 0,075 mm tidak lebih dari 8%.

Sedangkan tipe C ditandai dengan gradasi lebih kasar dari biasanya

berhubungan penggunaan batu pecah atau slag agregat halus dengan agregat tertahan

saringan BS 2,36 mm lebih dari 10% berat dan lolos saringan BS 0,075 mm tidak

lebih dari 17% persyaratan gradasi agregat HRA tipe C dapat dilihat pada tabel 2.1.
18

Tabel. 2.1. Persyaratan Gradasi Agregat HRA


Tipe C Campuran Lapis Aus

Kadar batuan (%) 30/14


Tebal Lapisan (mm) 40
Ukuran saringan (%) Lolos Saringan (%)
20 mm 100
14 mm 85 – 100
10 mm 60 – 90
6,3 mm -
2,36 mm 60 – 72
600 μm 25 – 45
212 μm 15 – 30
75 μm 8 - 12
Sumber: British Standar Institution 594 - 1985

British Standar juga menentukan pencampuran dengan dua cara yaitu resep

(recipe design) dan metode perencanaan campuran (mix design). Metode resep

adalah menentukan gradasi agregat, komposisi campuran dan cara pelaksanaan

campuran berdasarkan pengalaman yang sudah diuji berulangkali sehingga

memudahkan pembuatan komposisi campuran, tetapi sulit diterapkan di daerah yang

memiliki kondisi yang berbeda dengan negara asal dikembangkannya campuran ini

(Inggris). Metode perencanaan campuran adalah metode dengan memberikan

pemilihan tipe agregat, gradasi dan kadar aspal dalam campuran HRA, sesuai dengan

lokasi pelaksanaan kontruksi. Kadar aspal ditentukan berdasarkan kecenderungan

yang paling mungkin dari sifat-sifat teknis campuran HRA berdasarkan hasil uji

Marshall. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode perencanaan

campuran.

F. Pengujian pada Hot Rolled Asphalt (HRA)


19

Analisa Marshall adalah prosedur yang paling sederhana dan yang aling luas

digunakan untuk mengevaluasi campuran bituminus adalah metode empiris yang

mencakup penerapan tingkat deformasi yang konstan pada suatu sampel. Nilai beban

deformasi pada sampel, pada saat runtuh dilaporkan sebagai stabilitas (S) dan

kelelehan (F). Perbandingan stabilitas dengan kelelehan dikenal sebagai Marshall

Quotient (Mq). Prosedur perencanaan berdasarkan analisa aspal pada stabilitas

maksimum, Marshall Quotient maksimum dan kepadatan maksimum. Kandungan

aspal optimum diterapkan pada batasan kriteria yang berdasarkan perilaku campuran

yang diinginkan. Serangkaian kriteria untuk kondisi Indonesia disusun oleh Croney

(1982) ditunjukkan sebagai berikut:

Tabel 2.2. Usulan Kriteria Batasan Untuk HRA Lapisan Aus

(Croney 1982)

Mix Crieteria Specification Limit

VIM 4 – 8%

Marshall Stability Min 450 kg

Flow for stability up to 850 kg Max < 5%

Flow for stability greter than 850 kg Max < 7%

VMA Max < 21%

Studi oleh Marias (1974) dan Brein (1978) menunjukkan bahwa hasil yang

didapat dari metode ini cukup berkorelasi dengan tes sumatif jejak roda, khususnya

jika Marshall Test dinyatakan dalam Marshall Quotient


BAB III

TAHAP PENELITIAN

A. Asal Bahan

Penelitian penggunaan sisa limbah debu PT Semen Baturaja sebagai bahan

pengisi pada campuran Hot Rolled Asphalt ini, digunakan bahan untuk percobaan

“Test Marshall” sebagai berikut:

a. Bahan agregat kasar dan halus yang digunakan berasal dari quarry sungai

Lematang, Muara Enim dan diperoleh dari hasil mesin pemecah batu.

b. Filler yang digunakan adalah bahan-bahan debu semen yang diperoleh dari

PT Semen Baturaja yang berlokasi di kelurahan Sukajadi Baturaja OKU.

c. Aspal yang digunakan adalah aspal keras (asphalt cement) dengan angka

penetrasi 80-100 yang merupakan produk Pertamina Plaju Sumatera Selatan.

B. Spesifikasi bahan

Persyaratan bahan yang digunakan untuk agregat kasar dan halus, dan aspal

sesuai dengan petunjuk pelaksanaan Laston untuk jalan raya, SKB-2.4.26.1987

Departemen Pekerjaan Umum.

a. Aspal

Aspal yang digunakan pada penelitian ini adalah aspal dengan jenis AC 80-

100. Persyaratan aspal jenis AC 80-100 sesuai dengan petunjuk pelaksanaan

LASTON no. 13/PT/B/1983 adalah sebagai berikut:

20
21

Tabel 3.1 Persyaratan Aspal AC 80/100 untuk Lapis Keras HRA

Syarat
No Pengajian Satuan
Min Max
0
1 Penetrasi (25 C, 5 detik) 80 99 0,1 mm
0
2 Titik lembek (ring & ball) 42 54 C
0
3 Titik Nyala (cleveland open cup) 225 - C
4 Kehilangan berat (1630C, 5 jam) - 0,4 % berat
5 Kelarutan pada CCL4 99 - % berat
6 Daktilitas (250C, 5 cm/menit) 100 - cm
7 Penetrasi setelah kehilangan berat 75 - cm
8 Berat jenis (250 C) 1,0 - Gr/cc
Sumber : Spesifikasi Teknik Bina Marga (1983), P3TN (1993)

b. Agregat

Persyaratan pemeriksanaan agregat dapat dilihat pada table 3.2 dibawah ini:

Tabel 3.2 Persyaratan Pemeriksaan Agregat

No Pengajian Satuan
1 Keausan dengan mesin Los Angeles (500 putaran) Max 40%
2 Kelekatan terhadap aspal Min 95%
3 Peresapan agregat terhadap air Max 3 %
4 Berat jenis semu Min 2,5
Sumber : Spesifikasi Teknik Bina Marga (1983), P3TN (1993)

Persyaratan Gradasi agregat dapat dilihat pada tabel 3.3 dibawah ini:

Tabel 3.3 Persyaratan Gradasi Agregat HRA Tipe C

Kadar batuan (%) 30/14


Tebal Lapisan (mm) 40
Ukuran Saringan (%) Lolos Saringan
20 mm 100
14 mm 850 – 100
10 mm 60 – 90
6,3 mm –
2,36 m 60 – 72
25 – 45
600 μ m 15 – 30
212 μ m 8 – 12
75 μ m
Sumber : Spesifikasi Teknik Bina Marga (1983), P3TN (1993)

c. Filter
22

Filter yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari empat macam yaitu:

1. Abu batu, yaitu debu dari hasil pemecahan batu

2. Semen bersih, yaitu semen asli dan berkualitas bagus yang dijual di pasar

adapun komposisi utama yang terkandung didalam semen bersih bisa

dilihat pada tabel 3.4 berikut ini:

Tabel 3.4 Komposisi Semen Bersih

S1O2 (%) AL2O1(%) Fe2O1 (%) CaO (%) MgO (%) K2O (%) SO3 (%)
21,23 6,31 2,87 64,91 1,17 0,36 2,61
Sumber : Laboratorium PT. Semen Baturaja OKU

3. Semen tercemar, yaitu semen dari pabrik yang tercecer/tertumpah dari alat

penggilingan dan sudah tercampur dengan zat lain. Adapun komposisi

utama yang terkandung dalam semen tercemat dapat dilihat pada tabel 3.5

Tabel 3.5 Komposisi Semen Bersih

S1O2 (%) AL2O1(%) Fe2O1 (%) CaO (%) MgO (%) K2O (%) SO3 (%)
19,86 6,17 3,21 64,23 1,00 0,47 3,39
Sumber : Laboratorium PT. Semen Baturaja OKU

4. Raw Meal, yaitu bahan untuk membuat semen namun masih perlu

pengolahan lebih lanjut agar bisa menghasilkan semen yang sempurna.

Bahan utama terkandung dalam Raw Meal dapat dilihat pada tabel 3.6

Tabel 3.6 Komposisi Raw Meal

Tabel 3.4 Komposisi Semen Bersih

Batu Kapur Tanah Liat Pasir Silika Pasir Besi


21,23 6,31 2,87 64,91
Sumber : Laboratorium PT. Semen Baturaja OKU

C. Alat-alat yang digunakan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

1. Alat tekan Marshall yang terdiri dari:


23

a. Kepala penekan (Breaking Head) yang berbentuk lengkung.

b. Arloji penunjuk kelalahan (flaw) dengan ketelitian 0.0001 mm.

c. Cincin penguji berkapasitas 250 kg yang dilengkapi dengan arloji tekan

yang mempunyai ketelitian 0.0025 cm 0,001 Inch).

2. Cetakan Benda Uji berbentuk silinder dengan diameter 10 cm (4 inch) tinggi

7,5 cm (3 inch) lengakp dengan plat atas dan leher sambung.

3. Ejaktor, berfungsi untuk mengeluarkan benda uji yang sudah dipadatkan dari

alat cetak

4. Oven, berfungsi untuk menjaga agar suhu benda uji tetap.

5. Penumbuk manual (Manual Hammer) dengan berat 4,536 kg dan dengan

tinggi jatuh bebas 45,7 cm.

6. Water Bath yang dilengkapi dengan pengatur suhu minimum 20oC

7. Perlengkapan lain seperti:

a. Panci pemanas,

b. Kompor untuk memanaskan dan menstabilkan suhu campuran,

c. Termometer berkapasitas 3000C.

d. Sendok pengaduk,

e. Spatula untuk menusuk-nusuk campuran

f. Timbangan berkapasitas 2 kg dan 5 kg dengan ketelitian 0,1 gram,

g. Satu set saringan


24

D. Pelaksanaan Penelitian

1. Tahap Persiapan

Tahap pertama dilakukan pengujian awal terhadap bahan yang akan

digunakan untuk penelitian. Pengujian ini dilakukan menurut metode Manual

Pemeriksaan Bahan Jalan (MPBJ) Departemen Pekerjaan Umum Direktorat

Jenderal Bina Marga dan menggunakan saringan standar America Society for

Testing and Materials (ASTM C-136-46).

a. Untuk agregat dilakukan pengujian/pemeriksaan

- Analisa saringan agregat halus dan kasar (Bina Marga PB-0201-76)

- Berat jenis dan penyerapan agregat kasar (Bina Marga PB-0202-76)

- Berat jenis dan penyerapan agregat halus (Bina Marga PB-0203-76)

- Kelekatan agregat terhadap aspal (Bina Marga PB-0205-76)

- Keausan agregat dengan mesin Los Angeles (Bina Marga PB-0206-76)

b. Untuk Aspal dilakukan pengujian/pemeriksaan

- Penetrasi aspal (PA-0301-76)

- Penetrasi aspal setelah kehilangan berat (PA-0301-76)

- Titik lembek aspal (PA-0303-76)

- Titik nyala aspal (PA-0304-76)

- Kehilangan berat aspal (PA-305-76)

- Kelarutan dalam CLL4 (PA-0305-76)

- Daktilitas (PA-0306-76)

- Berat jenis aspal (PA-0307-76)


25

Urutan jalannya penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3.1. berikut ini:

Persiapan Bahan

Pengujian

ASPAL AGREGAT FILLER


Penetrasi (Kasar dan Halus) Lolos
Penetrasi stlh kehil. Berat Analisa saringan saringan No. 200
Ttitik lembek Berat jenis dan
Titik nyala penyerapan
Kehilangan berat Kelekatan agregat
Kelarutan dalam CCL4 terhadap aspal
Daktilitas Keausan agregat
Berat jenis dengan mesin Los
Angeles

Analisa Analisa Analisa

Mix Desing

Job Mix Formula

Campuran HRA
Agregat+debu semen

Sifat Marshall

Pembahasan

Gambar 3.1. Bagan Alir Penelitian


26

2. Pembuatan Benda Uji

Untuk pembuatan benda uji, agregat yang digunakan dikeringkan terlebih

dahulu, kemudian disaring dengan saringan yang telah ditentukan. Setelah itu

ditimbang sesuai dengan kebutuhannya. Berat total agregat yang dibutuhan untuk

membuat satu benda uji sebesar 1100 gram yang terdiri dari agregat kasar,

agregat halus dan filler. Persentase masing-masing agregat yang dibutuhan dalam

pembuatan benda uji yaitu sebagai berikut:

- Agregat kasar = 34% x 1100 gr = 374 gr

- Agregat halus = 56% x 1100 gr = 616 gr

- Filler = 10% x 1100 gr = 110 gr

Dalam pelaksanaannya untuk memenuhi kriteria gradasi yang

diinginkan pengambilan agregat menurut persentase perukuran saringan yang

ada. Adapun komposisi agregat yang digunakan dalam penelitian ini dapat

dilihat pada tabel 3.7. berikut ini:

Tabel 3.7 Komposisi Agregat yang Digunakan

Lolos Ukuran Total Agregat Berat Agregat yang digunakan


No
Saringan (mm) (%) (Gram)
1 ¾” - - -
2 ½” 14 7,5 (7,5/100)x1100 = 82,5
3 3/8” 10 17,5 (17,5/100)x1100= 192,5
4 #8 2,36 9 (9/100)x1100 = 99
5 #30 600 31 (31/100)x110 = 341
6 #80 212 12,5 (12,5/100)x110=137,5
7 #200 75 12,5 (12,5/100)x110=137,5
8 #200 Passing 10 (10/100)x1100=110

Total 100 1100


27

Setelah semua agregat telag siap, kemudian dilakukan penelitian

mengenai kadar aspal optimum pada tiap jenis agregat. Kadar aspal optimum

digunakan sebagai penentu kadar aspal untuk benda uji yang diteliti pengaruh

kadar debu semen pada aspal untuk keperluan ini dibuat 12 benda uji yang

diteliti dengan nilai kadar aspal 6,5% dan dibuat 3 buah benda uji atau triplo

untuk setiap macam kadar aspal dan campuran debu semen.

Sebelum dilakukan pencampuran dengan aspal masing-masing agregat

benda uji dimasukkan dalam oven untuk membantu menghilangkan kandungan

airnya. Setelah cukup kering kemudian campuran agregat seberat 110 gr tersebut

dipanaskan diatas kompor hingga mencapai suhu ±165 0 C kemudian

dipindahkan dalam oven untuk menjaga agar suhu tetap konstan.

Untuk kadar aspal optimum dibuat dengan suhu pencampuran 1600C,

agar suhu tetap konstan maka pencampuran dilakukan dalam pengangas, diaduk

sampai homogen. Sementara itu cetakan benda uji dibersihkan terlebih dahulu

dari kotoran dan diberi vaselin agar memudahkan pengelauran benda uji setelah

dilakukan pemadatan. Kemudian cetakan benda uji dipanaskan agar penurunan

suhu tidak terlalu cepat dan bagian alasnya diberi selembar kertas berkode,

campuran agregat dan aspal yang homogen kemudian dituangkan kedalam

cetakan sambil ditusuk-tusuk dengan pisau spatula sebanyak 15 kali disebelah

pinggi dan 10 kali disebelah tengah dengan maksud agar benda uji tidak terlalu

berongga. Kemudian benda uji didiamkan hingga suhunya turun sampai dengan

suhu pemadatan, yaitu 140oC setelah suhu pemadatan turun benda uji dan

cetakannya dipasang pada alat pemadat otomatis sebanyak 75 kali penumbukan,


28

setelah benda uji dibalik dan dilakukan penumbukan kembali sebanyak 75 kali,

sehingga tiap benda uji mendapatkan penumbukan sebanyak 2 kali 75.

Setelah pemadatan selesai selanjutnya benda uji dan cetakannya

dikeluarkan dari alat penumbuk otomatis lalu keping alas dan leher cetakan atas

dilepas kemudian benda uji didinginkan dengan kipoas angin dengan maksud

agar diperoleh pendinginan yang lebih cepat. Setelah benda uji cukup dingin

benda uji dikeluarkan dari cetakannya dengan bantuan ejakator.

Dalam menentukan kadar aspal optimum dilihat sifat-sifat Marshall tiap

kadar aspal. Dari tes tersebut dihitung nilai kerapatan campuran (mix density),

persentase rongga dalam campuran (“VITM”), persentase rongga terisi aspal

(“VFWA”) stabilitas dan kelalahan (“flow”), kemudian dicari besar kadar aspal

yang menghasilkan semua sifat-sifat Marshall yang paling baik atau optimum.

Selanjutnya dilakukan persiapan pencampuran antara aspal dengan debu

semen. Kedua bahan dipanaskan sehingga menjadi cair. Pada saat dalam

keadaan cair, kedua bahan itu dicampur dan diaduk dengan kuat dengan cepat

kurang lebih 2 menit. Dalam pemanasan jangan sampai melebihi suhu 160 oC.

Campuran aspal disimpan dalam oven untuk menjaga suhunya tetap selanjutnya

adalah pembuatan benda uji.

3. Cara Melakukan Test

Test Marshall dilakukan untuk menentukan (stabilitas) terhadap

kelelehan (flow) dari campuran HRA, stabilitas adalah kemampuan suatu

campuran aspal panas untuk menerima beban sampai kelelehan plastis yang

dinyatakan dalam mm, metode uji Marshal dilakukan dengan cara:


29

a. Benda uji dibersihkan dari kotoran yang menempel

b. Benda uji diberi tanda pengenal,

c. Setiap benda uji diukur tingginya sebanyak 3 kali pada tempat yang berbeda

kemudian dirata-ratakan dengan ketelitian 0,1 mm,

d. Benda uji ditimbang untuk diketahui beratnya,

e. Direndam dalam air selama 24 jam agar benda uji menjadi jenuh air,

f. Benda uji dikeluarkan di dalam air untuk mendapat isi benda uji.

g. Benda uji dikeluarkan dari bak perendam, dikeringkan dengan kain supaya

tidak ada air yang melekat pada permukaannya, kemudian ditimbang pada

ondisi kering permukaah jenuh SSD (“Saturated Surface Dry”).

h. Benda uji direndam dalam bak perendam (Water Batch) pada suhu 60o selama

30 menit.

i. Kepala penekan alat Marshall dibersihkan dan permukaannya dilumasi

dengan oli untuk memudahkan melepaskan benda uji.

j. Benda uji dikeluarkan dari Water Batch segera diletakkan pada segmen

bawah kepala penekan. Segmen atas kepala penekan dimasukan pada batang

penuntun kemudian kepala penekan diletakkan diatas meja penguji,

k. Arloji kelelehan (flow mater) dipasang pada kedudukan diatas salah satu

batang penuntun,

l. Kepala penekan benda uji dinaikkan sehingga menyentuh alas cincin penguji,

kemudian diatur kedudukan jarum pengukur pada angka nol,

m. Pembebanan dimulai dengan kecepatan tetap 50 mm permenit sehingga

pembebanan maksimum tercapai pada saat arloji pembebanan berhenti dan


30

mulai kembali berputar menurun. Pada saat itu pula dibaca jarum arloji

kelelehan (flow),

n. Setelah pembebanan selesai, segmen atas diangkat dan benda uji diambil dari

penekanan. Benda uji selanjutnya siap dilakukan test.

4. Anggapan Dasar

Penelitian ini dimaksud untuk melihat pengaruh variasi kadar debu

semen dengan aspal ditinjau secara laboratorium terhadap sifat-sifat Marshall

bahan campuran perkerasan lentur bergradasi timpang dan menerus. Penggunaan

debu semen diharapkan mempunyai pengaruh yang positif terhadap karakteristik

lapis keras. Pengaruh yang akan ditinjau adalah nilai-nilai “VITM”, “VFWA”.

Stabilitas kelelehan dan “Marshall Quotient”. Pada penelitian ini juga

digunakan variasi penggunaan agregat, yaitu agregat kasar, agregat halus dan

filler. Maksud digunakannya agregat berbeda tersebut adalah untuk

membandingkan perubahan sifat-sifat Marshall yang terjadi akibat variasi kadar

debu semen yang terdapat pada bahan ikat. Aspal yang digunakan dianggap

tidak mengandung debu semen sebelumnya atau pengaruh debu semen pada

aspal asli diabaikan karena hanya mengandung 0% sampai dengan 4%.

Percobaan di laboratorium ini dianggap mewakili keadaan sebenarnya

dilapangan.

5. Cara Analisis

Data-data yang diperoleh dari percobaan Test Marshall di laboratorium

adalah sebagai berikut:

a. Berat sebelum direndam air (gram)

b. Berat dalam keadaan jenuh air (SSD) (gram).


31

c. Berat didalam air (gram)

d. Tebal benda uji (mm)

e. Pembebanan arloji stabilitas (kg)

f. Kelelehan atau “flow” (0,01 mm)

Untuk memperoleh harga-harga VITM, VFWA, stabilitas dalam kg dan

Marshall Quotient (QM) diperlukan data-data lain seperti:

a. Berat jenis aspal = (berat/volume)

b. Berat jenis agregat

Berat jenis agregat merupakan suatu hasil gabungan antara berat jenis

agregat kasar, agregat halus dan filler untuk nilai berat jenis tersebut

digunakan rumus sebagai berikut:

( X x F 1 ) + ( Y x F 2 ) +(Z x F 3)
BJ agregat =
100

Dengan:

X = persentase agregat kasar

Y = Persentase agregat halus

Z = Persentase agregat filler

F1 = Berat jenis agregat kasar

F2 = Berat jenis agregat halus

F3 = Berat jenis agregat filler


32

Kemudian harga-harga VITM, VFWA, stabilitas dan QM dapat dihitung

dengan bantuan data-data diatas.

1. Density

Nilai density (g) dihitung dengan rumus:

g = c/f ; f=d–e

Dengan:

c = Berat benda uji sebelum direndam air (gram)

d = Berat benda uji jenuh air (SSD) (gram)

e = Berat benda uji di dalam air (gram)

f = Volume benda uji (cc)

g = Berat volume benda uji (gr/cc)

2. VFWA (Void Filled with Asphalt)

Untuk memperoleh nilai VFWA atau persen rongga terisi aspal, dihitung

dulu nilai-nilai:

a
b= x 100
100+ a

k = 100 I j

bxg
i=
BJ aspal

( 100−b ) x g
j=
BJ agregat

I = 100 – j
33

Dengan:

a = Persentase aspal terhadap batuan (%)

b = Persentase aspal terhadap campuran (%)

g = Berat isi benda uji (gram/ml)

i = Volume aspal (%)

j = Volume agregat (%)

l = Persen rongga terhadap agregat

k = Kadar rongga dalam campuran (%)

Dari data tersebut diatas maka dapat dihitung nilai VFWA sebagai

berikut:

VFWA = 100 x i/l

3. “VITM”, (Void in The Mix)

Untuk mendapatkan nilai VITM atau persen rongga dalam campuran

digunakan rumus:

VITM = 100 – (100 x g/h

Dengan:

g = berat volume benda uji (gr/cc)

h = BJ maksimum teoritis (gr/cc)

100
h =
{ 100−b
BJ agregat +b /BJ aspal }
34

4. Stabilitas

Angka stabilitas benda uji didapat dari pembacaan arloji stabilitas alat

tekan Marshall. Angka stabilitas ini masih harus dikoreksi terhadap harga

kalibrasi alat dan angka koreksi ketebalan benda uji. Angka koreksi

ketebalan benda uji dapat dilihat pada tabel 3.8 yang diambil dari “The

Asphalt Institute 1983. Asphalt Technology and Construction Pretice

intructor’s Guide”.

Nilai stabilias diperoleh berdasarkan rumus:

Q = p x koreksi benda uji p = o x kalibrasi proving ring

Dengan:

q = Angka stabilitas terpakai (kg)

o = Pembacaan arloji stabilitas (lbs)

Tabel 3.8. Angka Koreksi Ketebalan Benda Uji

Tebal Benda Uji Tebal Benda Uji


Angka Koreksi Angka Koreksi
(mm) mm)

60 1,095 71 0,835
61 1,065 72 0,825
62 1,035 73 0,810
63 1,015 74 0,791
64 0,960 75 0,772
65 0,935 76 0,762
66 0,900 77 0,752
67 0,885 78 0,742
68 0,865 79 0,733
69 0,855 80 0,724
70 0,845 - -
Sumber: “American Society for Testing and Materials (ASTM C-0201-76)
35

5. Kelelehan (flow)

Nilai kelelehan atau (flow) dibaca dari pembacaan arloji flow yang

menyatakan deformasi benda uji dalam satuan 0,01 mm.

6. Marshall Quotient (QM)

Nilai marshall Quotient (QM) diperoleh dengan rumus QM = q.r.

Dengan:

q = Nilai stabilitas terpakai (kg)

r = Nilai kelelehan (mm)

QM = Nilai Marshall Quotient (kg/mm)

Nilai Marshall Quotient diperoleh dari hasil bagi rata antara nilai

stabilitas dan nilai kelelehan (flow) dengan satuan kg/mm nilai QM digunakan

sebagai pendekatan terhadap tingat kekakuan atau fleksibilitas campuran,

semakin besar nilai QM, berbarti semakin kaku suatu campuran sebaliknya

semakin kecil nilai QM maka semakin lentur campurannya.

Anda mungkin juga menyukai