Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Umum
Perkerasan lentur (Flexible Pavement) adalah sistem perkerasan
jalan di mana konstruksinya terdiri dari beberapa lapisan. Tiap-tiap lapisan
perkerasan pada umumnya menggunakan bahan maupun persyaratan yang
berbeda sesuai dengan fungsinya yaitu, untuk menyebarkan beban roda
kendaraan sedemikian rupa sehingga dapat ditahan oleh tanah dasar dalam
batas daya dukungnya. Lapis permukaan lapis Aus AC-WC adalah bagian
perkerasan terletak paling atas. Lapis permukaan ini berfungsi antara lain:
(1) Sebagai perkerasan untuk menahan beban roda kendaraan, (2) Sebagai
lapisan kedap air untuk melindungi badan jalan dari kerusakan akibat
cuaca, dan (3) Sebagai lapisan Aus AC-WC (Wearing Course). Jenis
perkerasan lentur yang digunakan di Indonesia umumnya menggunakan
campuran aspal panas baik untuk pelapisan ulang, pemeliharaan maupun
pembangunan jalan baru. Jenis-jenis perkerasan di Indonesia yang sering
mempergunakan campuran aspal panas antara lain: Lapis Aspal Beton
(Laston) atau AC (Asphalt Concrete), Lapis Tipis Aspal Beton (Lataston)
atau HRS (Hot Rolled Sheets) dan Lapis Tipis Aspal pasir (Latasir).

1.2 Latar Belakang


Kota Pekanbaru selain kota wisata belanja juga merupakan kota
industri yang tentu saja sering dilintasi oleh kendaraan bertonase berat,
Jalan H.R. Subrantas yang ada di kota Pekanbaru salah satu ruas jalan
Nasional yang ditangani langsung oleh Pemerintah Pusat.

Jalan H.R. Subrantas sebelumnya satu jalur dua lajur dan


ditingkatkan menjadi dua jalur empat lajur yang selesai dibangun tahun
2004 sepanjang 7,09 KM, pada tahun 2009 telah dilakukan lapis ulang satu

1
lapis dan di tahun 2013 dilakukan peningkatan struktur overlay dua lapis,
dan untuk kondisi sekarang sudah beralur serta bergelombang.

Dilihat dari kerusakan yang terjadi di jalan H.R Subrantas akibat


nilai stability yang rendah serta aspal yang digunakan kurang mempunyai
daya lekat terhadap agregat.

Daya lekat antara aspal dan agregat merupakan hal yang sangat
penting dalam perkerasan jalan. Hal ini sangat menentukan lamanya umur
perkerasan tersebut. Hilangnya ikatan atau adhesi dari suatu campuran
aspal disebabkan oleh melemahnya ikatan antara agregat dan aspal.
Hilangnya adhesi dapat menimbulkan beberapa jenis kerusakan perkerasan
seperti bergelombang, retak-retak, dan mendorong terjadinya pelepasan
butir, untuk meningkatkan ikatan antara agregat dan aspal dapat dilakukan
penambahan zat aditif anti pengelupasan yang dikenal dengan anti striping
agent. Aspal yang merupakan salah satu bahan pengikat perkerasan yang
paling banyak dipakai dan bahan dasar aspal banyak tersedia di Indonesia,
yang diperoleh dari pengolahan minyak mentah yang banyak mengandung
aspal. Pesatnya pertumbuhan lalu lintas juga cenderung memperpendek
umur pelayanan dari prasarana transportasi darat, misalnya saja pada
pembuatan jalan baru maupun pemeliharaan jalan yang ada dituntut agar
semakin tinggi kualitasnya, baik dari segi kekuatan maupun dari segi
keamanan dan kenyamanannya. Sementara di lain pihak dana
pembangunan sangat terbatas. Untuk memenuhi tuntutan tersebut maka
perlu diupayakan adanya efisiensi dari berbagai komponen pembangunan
jalan, baik dari bahan konstruksi perkerasan, peralatan yang digunakan
maupun biaya-biaya konstruksi lainnya.

Spesifikasi Campuran Beraspal Panas, Seksi 6.3 tahun 2010,


Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat telah mensyaratkan pemakaian bahan tambahan aditif
anti pengelupasan dalam campuran beraspal. Untuk mengetahui pengaruh

2
aditif anti pengelupasan perlu dilakukan pengujian secara eksperimen di
laboratorium, untuk mengamati dan mengetahui pengaruh bahan aditif
maka persentase aditif terhadap kadar aspal dalam campuran dijadikan
sebagai variabel pada penelitian ini.

1.3 Tujuan Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui atau
mendapatkan beberapa hal antara lain.
1. Mengetahui pengaruh aditif terhadap sifat-sifat fisik aspal.
2. Mengetahui pengaruh aditif anti pengelupasan terhadap karakteristik
Marshall dalam campuran aspal beton lapis Aus AC-WC dengan
metoda Marshall Test SNI 06-2489-1991.
3. Mengetahui pengaruh aditif anti pengelupasan terhadap karakteristik
campuran aspal setelah perendaman 24 jam metoda Marshall
Immersion Test ASTM D.1075-54.
4. Mengetahui pengaruh aditif anti pengelupasan terhadap karakteristik
Marshall dalam campuran aspal dengan suhu pemadatan kurang dari
100 C (rentang 95 - 100C)
5. Mengetahui perbandingan antara karakteristik Marshall dengan
Karakteristik Marshall Immersion Test atau setelah perendaman 24 jam.
6. Mengetahui perbandingan antara karakteristik Marshall terhadap
Karakteristik Marshall dengan suhu pemadatan < 100 C.

1.4 Manfaat Penelitian


Bagi penulis, agar lebih mendalami ilmu pengetahuan tentang
aditif anti pengelupasan selain itu antara lain ;

1. Mengetahui secara teoritis maupun eksperimental kinerja aspal


Pertamina 60/70 dicampur dengan aditif anti pengelupasan sebagai
daya lekat material perkerasan lapis Aus AC-WC.
2. Untuk industri aspal beton dan Instansi terkait (Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat), serta Stakeholder lainnya diharapkan

3
hasil penelitian ini dapat dijadikan alternatif untuk bahan campuran
aspal panas.
1.5 Batasan Masalah
Penelitian ini perlu dibatasi agar dapat dilakukan secara efektif dan
tidak menyimpang dari tujuan penelitian.
Adapun lingkup penelitian ini terbatas pada ;
1. Sampel Job Mix Formula (JMF) yang diambil dari Proyek Peningkatan
Jalan H.R Subrantas Pekanbaru.
2. Ruas jalan yang menjadi objek penelitian Jalan H.R Subrantas
Pekanbaru.
3. Fraksi agregat kasar, agregat halus menggunakan sumber material dari
Batu Bersurat Kabupaten Kampar dan untuk bahan pengisi dari semen.
4. Aspal keras yang digunakan aspal minyak Pen. 60/70 produksi
PT.Pertamina.
5. Aditif anti pengelupasan yang digunakan jenis Wetbond-SP produksi
PT. Petrochema Specialites India.
6. Penggunaan aditif anti pengelupasan dalam campuran 0.2%, 0.4%,
dan 0.6 % terhadap berat aspal.
7. Metoda pengujian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda
Marshall Test SNI 06-2489-1991, metoda Marshall Immersion Test
ASTM D.1075-54 dan metoda Marshall Test dengan temperatur
pemadatan < 100 C ( rentang 90 – 100 C ).
8. Tidak melakukan penelitian secara kimia senyawa aditif anti
pengelupasan maupun aspal keras yang digunakan.
9. Parameter campuran aspal yang diteliti adalah karakteristik Marshall
seperti; Stabilitity Marshall, Flow, Density, VIM, VMA, VFB dan
Marshall Quotient.

4
5

Anda mungkin juga menyukai