Anda di halaman 1dari 76

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jalan menurut undang-undang Nomor 2 tahun 2002 adalah prasarana
transportasi darat yang meliputi segala bagian Jalan, termasuk bangunan
penghubung, bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi
lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah
permukaan tanah, serta di atas permukaan air, kecuali jalan rel, jalan lori, dan
jalan kabel.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan
mendefinisikan jalan sebagai prasarana transportasi darat yang meliputi segala
bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang
diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas
permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan
air, kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan kabel.
Aspal merupakan salah satu bahan yang sering digunakan dalam
pembuatan konstruksi perkerasan jalan khusunya pada lapis permukaan karena
kelebihan yang dimilikinya antara lain, memiliki sifat elastis bila menerima beban
kendaraan, memiliki skin resistence, mampu menahan bising, dan nyaman.
Untuk mendapatkan perkerasan jalan yang memenuhi mutu yang
diharapkan, maka perlu pengetahuan tentang sifat, pengadaan dan pengolahan
agregat. Disamping itu, pengetahuan tentang sifat bahan pengikat seperti aspal
menjadi dasar untuk merancang campuran sesuai jenis perkerasan yang
Perencanaan konstruksi jalan raya terdiri dari beberapa bagian besar.
Bagian-bagian tersebut adalah geometrik jalan, Perencanaan Perkerasan Material
Jalan dan Perencanaan dalam Pembangunan serta administrasinya. Campuran
membutuhkan perkuatan dengan bahan tambahan pada apul schugai modifikasi
yang mempunyai beberapa tujuan seperti aspal pada temperatur rendah tidak rapat
atau getas sehingga mengurangi potensi terjadinya retak atau cracking tidak tahan
terhadap gangan air sehingga perlu drainase untuk pengaliran secara cepat

1
Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Pendahuluan

mencari sifat aspal baru dan meningkatkan stabilitas dan kekuatan campuran
beraspal
Campuran membutuhkan perkuatan dengan bahan tambahan pada aspal
sebagai modifikasi yang mempunyai beberapa tujuan seperti aspal pada
temperatur rendah tidak rapat atau getas sehingga mengurangi potensi terjadinya
retak atau cracking, tidak tahan terhadap yang air sehingga perlu drainase untuk
pengaliran secara cepat, mencari sifat aspal baru dan meningkatkan stabilitas dan
kekuatan campuran beraspal.
Kontruksi dalam pembangunan jalan raya harus memperhatikan beberapa
hal yang penting agar jalan tersebut memiliki kualitas konstruksi dalam jangka
waktu yang panjang untuk terjadinya kerusakan pada jalan tersebut agar hal
tersebut dapat tercapai maka sebelum melakukan kontruksi maka harus dilakukan
pengujian di laboratorium.
Uji di laboratorium meliputi beberapa hal sebagai berikut yaitu pertama
pengujian agregat berguna untuk mengetahui gradasi dan juga persentase (%)
agregat kasar, sedang, dan halus pada sumber agregat tersebut dengan kombinasi
analisa saringan, kedua pengujian aspal berguna untuk mengetahui titik nyala,
daktilitas, permabilitas dimana pengujian tersebut berfungsi untuk mengetahui
suhu aspal dan elastisitas aspal, ketiga pengujian desain aspal AC-BC, dimana
pada pengujian ini digunakan beberapa desain yaitu 4,5%, 5%, 5,5%, 6%, 6,5%
yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kekuatan aspal yang akan digunakan.
Jalan sendiri memiliki empat klasifikasi jalan, yaitu jalan arteri dimana ada
jalan arteri primer dan jalan arteri sekunder, jalan kolektor dimana ada jalan
kolektor primer dan jalan kolektor sekunder, jalan lokaldimana ada jalan lokal
primer dan jalan lokal sekunder, dan terkahir ada jalan lingkungan dimana dibagi
pula menjadi jalan lingkungan primer dan jalan lingkungan sekunder.
Berdasarkan klasifikasi yang telah disebutkan sebelumnya, pastinya setiap
jenis jalan memiliki fungsi yang berbeda-beda. Terkadang jalan-jalan tersebut
terjadi kerusakan sehingga kurang maksimalnya fungsi jalan tersebut. Untuk
mengurangi hal tersebut, pentingnya mengetahui kualitas dari perkerasan jalan
untuk mengetahui seberapa lama jalan tersebut dapat digunakan dengan
maksimal.

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 2


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Pendahuluan

Hendarsin (2000) menyebutkan perkerasan jalan adalah serangkaian


konstruksi yang dibangun di atas lapisan tanah dasar untuk menopang jalur lalu
lintas. Perkerasan jalan memungkinkan permukaan jalan lebih awet dan tahan
terhadap perubahan cuaca dibandingkan jalan tanpa perkerasan.
Jika kita mengkaji secara teori dan realita yang sudah berjalan selama ini,
dalam pembangunan jalan ada banyak yang harus diperhatikan lebih mendetail
dan teliti baik itu dari perencanaan jalan itu sendiri maupun pelaksanaan tentunya.
Kita sebagai pengguna jalan pastinya menginginkan jalan yang kita pakai itu
aman, nyaman, dan bersih.
Aspal sebagai salah satu bahan perkerasan jalan yang digunakan pastinya
perlu memiliki kualitas yang baik. Dengan mengetahui campuran aspal, maka kita
bisa menciptakan jalan raya yang memiliki fungsi maksimal. Oleh karena itu,
pembahasan mengenai perkerasan jalan raya ini penting dilakukan agar nantinya
masyarakat merasa terbantu dengan adanya jalan raya yang dibuat.

1.2 Pengertian Aspal


Aspal merupakan lapis perkerasan yang paling atas yang menerima
dampak langsung dari lalu lintas, maka aspal harus cukup kuat, stabil, dan tetap
meskipun ada pembebanan dari lalu lintas. Aspal adalah material yang pada
temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat, dan bersifat termoplastis.
Jadi, aspal akan mencair jika dipanaskan sampai temperatur tertentu, dan kembali
membeku jika temperatur turun. Bersama dengan agregat, aspal merupakan
material pembentuk campuran perkerasan jalan.
Aspal sebagai salah satu bahan bitumen atau perekat untuk konstruksi
jalan sudah lama digunakan secara luas dalam konstruksi jalan raya. Hal ini
disebabkan aspal memiliki beberapa kelebihan dibanding dengan bahan-bahan
lain, diantaranya harganya yang relatif lebih murah dari pada beton,
kemampuannya dalam mendukung beban berat kendaraan yang tinggi, sifat
lenturnya mendukung kenyamanan pengendara dan dapat dibuat dari bahan-bahan
dalam negeri yang tersedia. Jalan raya dengan perkerasan aspal merupakan
Sebagian besar prasarana transportasi di Indonesia.
Bitumen (The Asphalt Institute, 1993) adalah suatu campuran dari
senyawa hidrokarbon yang berasal dari alam atau dari suatu proses pemanasan,

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 3


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Pendahuluan

atau berasal dari kedua proses tersebut, kadang disertai dengan derivatnya yang
bersifat non logam, yang dapat berbentuk gas, cairan, setengah padat atau padat,
dan campuran tersebut dapat larut dalam karbon disulfide. Aspal yang dipakai
dalam konstruksi jalan mempunyai sifat fisis yang penting, yaitu kepekatan,
ketahanan lama atau ketahanan terhadap pelapukan oleh cuaca, derajat
pengerasasn dan ketahanan terhadap air.
Campuran beraspal adalah suatu kombinasi antara agregat dan aspal.
Dalam campuran beraspal, aspal berperan sebagai pengikat atau lem antar partikel
agregat, dan agregat berperan sebagai tulangan. Sifat-sifat mekanis aspal dalam
campuran beraspal diperoleh dari friksi dan kohesi dari bahan-bahan
pembentuknya. Friksi agregat diperoleh dari ikatan antar butir agregat
(interlocking), dan kekuatannya tergantung pada gradasi, tekstur permukaan,
bentuk butiran dan agregat maksimum yang disebabkan. Oleh karena itu kinerja
campuran beraspal sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat agregat dan aspal serta sifat-
sifat campuran padat yang sudah terbentuk dari kedua bahan tersebut. Perkerasan
beraspal dengan kinerja yang sesuai dengan persyaratan tidak akan dapat
diperoleh jika bahan yang digunakan tidak memenuhi syarat.
Berikut ini adalah analisa kualitas aspal yang dapat dihasilkan sesuai
standar, yakni meliputi:
1. Penetrasi, yaitu angka yang menunjukkan kekerasan aspal yang diukur dari
kedalaman jarum penetrasi yang diberi beban 100 gram selama 5 detik pada
suhu ruang 25°C. Penggolongan penetrasi juga dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 1.1 Persyaratan Penetrasi Aspal
Persyaratan
Jenis
No Pen 60/70 Pen. 80/100 Satuan
Pengujian
Min Max Min Max
Penetrasi
1 (25°C, 100 gr, 60 79 80 99 0,1 mm
5 detik)
2 Titik Lembek 48 58 46 54 °C
Daktilitas
3 (25°C, 5 100 - 100 - Cm
cm/menit)
Kehilangan
4 Berat (165°C, - 0,8 - 0,1 % berat
5 jam)
5 Berat Jenis 1 - 1 - -

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 4


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Pendahuluan

(25°C)
Penetrasi
6 setelah 54 - 50 - % semula
kehilangan
Penetrasi
setelah
7 50 - 75 - Cm
kehilngan
berat
8 Titik Nyala 200 225 °C
(Sumber: Modul Praktikum uji penetrasi)
2. Berat jenis, yaitu angka yang menunjukkan perbandingan berat aspal dengan
berat air pada volume yang sama pada suhu ruang. Semakin besar nilai berat
jenis aspal, maka semakin kecil kandungan mineral minyak dan partikel lain
didalam aspal. Semakin tinggi nilai berat jenis aspal, maka semakin baik
kualitas aspal. Berat jenis aspal minimum sebesar 1,0 gr/cc. pemeriksaan ini
adalah untuk mengetahui apakah berat jenis aspal memenuhi persyaratan.
3. Titik nyala aspal, yaitu angka besarnya suhu aspal yang dipanaskan ketika
dilewatkan nyala penguji diatas aspal terjadi kilatan api kurang dari 5 detik.
Semakin tinggi titik nyala dan titik bakar aspal, maka aspal tersebut akan
semakin baik. Syarat aspal AC 60/70 titik nyala sebesar minimal 200°C.
4. Titik lembek aspal (Ring and Ball test) yaitu angka yang menunjukkan suhu
(temperature) ketika aspal menyentuh plat baja. Titik lembek juga
mengindikasikan tingkat kepekaan aspal terhadap perubahan suhu, disamping
itu titik lembek juga dipengaruhi oleh kandungan parafin (lilin) yang terdapat
didalam aspal. Semakin tinggi kandungan parafin pada aspal, maka akan
semakin rendah titik lembeknya dan aspal semakin peka terhadap perubahan
suhu.
5. Daktilitas aspal, yaitu angka yang menunjukkan panjang aspal yang ditarik
pada temperatur 25oC dengan kecepatan 5 cm/menit hingga aspal putus.
Angka daktilitas yang tinggi mengindikasikan bahwasanya aspal tersebut
semakin lentur, sehingga akan semakin baik untuk digunakan sebagai bahan
ikat perkerasan.
Aspal adalah salah satu jenis bahan mirip petroleum hitam atau coklat
yang memiliki konsistensi bervariasi dari cairan kental hingga padatan kaca.
Aspal diperoleh baik sebagai residu dari jenis destilasi minyak bumi atau dari
endapan alam. Aspal terdiri dari senyawa ikatan hidrogen dan karbon dengan

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 5


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Pendahuluan

proporsi nitrogen, sulfur, dan oksigen yang kecil. Aspal alam disebut juga brea,
yang diyakini terbentuk pada tahap awal pemecahan endapan organik laut menjadi
minyak bumi, dengan ciri khas mengandung mineral, sedangkan aspal minyak
sisa tidak. Untuk dapat memberikan kinerja terbaik ke berbagai aplikasi, berbagai
macam campuran aspal dapat digunakan. Karena persyaratan yang berbeda
(jumlah lalu lintas, jumlah kendaraan berat, suhu, kondisi cuaca, persyaratan
pengurangan kebisingan, dan lain-lain), campuran yang digunakan harus memiliki
kekakuan dan ketahanan yang cukup terhadap deformasi untuk mengatasi tekanan
yang diberikan dari roda kendaraan di satu sisi.
Campuran aspal dapat diproduksi pada temperatur yang berbeda.
Berdasarkan temperatur saat diproduksi, aspal dibedakan menjadi tiga sebagai
berikut:
1. Hot mix asphalt (HMA) atau campuran aspal panas
Campuran aspal panas umumnya diproduksi pada suhu antara 150°C dan
180°C. Bergantung pada penggunaan, campuran aspal yang berbeda dapat
digunakan.
2. Warm mix asphalt (WMA) atau campuran aspal hangat
Campuran aspal hangat biasa diproduksi pada suhu sekitar 20 sampai dengan
40° C lebih rendah dari HMA yang setara. Secara signifikan lebih sedikit
energi yang terlibat dan akibatnya lebih sedikit asap yang dihasilkan. Hal ini
sebagai aturan praktis, pengurangan 25ºC menghasilkan pengurangan emisi
asap 75%. Selain itu, selama operasi pengerasan jalan, suhu material lebih
rendah, menghasilkan kondisi kerja yang lebih baik bagi awak dan
pembukaan jalan lebih awal.
3. Cold mix asphalt atau campuran aspal dingin
Campuran aspal dingin diproduksi tanpa memanaskan agregat. Hal ini
dikarenakan penggunaan bitumen yang diemulsi dalam arti air, yang pecah
selama pemadatan atau selama pencampuran. Memproduksi lapisan agregat.
Selama waktu pengawetan, air menguap dan kekuatan meningkat. Campuran
dingin sangat direkomendasikan untuk jalan dengan lalu lintas ringan.
Proses produksi aspal dilakukan di pabrik aspal. Ini bisa menjadi pabrik
tetap atau bahkan di pabrik pencampuran bergerak. Dimungkinkan untuk

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 6


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Pendahuluan

menghasilkan di pabrik aspal hingga 800 ton per jam. Suhu produksi rata-rata
aspal campuran panas adalah antara 150°C dan 180° C, tetapi saat ini telah
tersedia teknik-teknik baru untuk menghasilkan aspal pada suhu yang lebih
rendah. Mayoritas aspal yang digunakan secara komersial diperoleh dari minyak
bumi. Meskipun demikian, aspal dalam jumlah besar terjadi dalam bentuk
terkonsentrasi di alam. Endapan bitumen yang terjadi secara alami terbentuk dari
sisa-sisa ganggang mikroskopis purba (diatom) dan makhluk hidup lain yang
pernah hidup.
Sisa-sisa ini disimpan di lumpur di dasar laut atau danau tempat organisme
hidup. Di bawah panas (di atas 50°C) dan tekanan penguburan jauh di dalam
bumi, sisa-sisanya diubah menjadi bahan seperti aspal, kerogen, atau minyak
bumi. Endapan alami bitumen termasuk danau seperti Danau Pitch di Trinidad
dan Tobago dan Danau Bermudez di Venezuela. Rembesan alami terjadi di La
Brea Tar Pits dan di Laut Mati. Bitumen juga terdapat di batupasir tak
terkonsolidasi yang dikenal sebagai “pasir minyak” di Alberta, Kanada, dan “pasir
tar” serupa di Utah, AS. Provinsi Alberta di Kanada memiliki sebagian besar
cadangan dunia, dalam tiga deposit besar yang meliputi 142.000 kilometer persegi
(55.000 mil persegi), sebuah wilayah yang lebih luas dari Inggris atau negara
bagian New York. Pasir bitumen ini mengandung 166 miliar barel (26,4 × 109
m3) cadangan minyak komersial, memberi Kanada cadangan minyak terbesar
ketiga di dunia.
Meskipun secara historis digunakan tanpa penyulingan untuk mengaspal
jalan, hampir semua keluarannya sekarang digunakan sebagai bahan mentah untuk
penyulingan minyak di Kanada dan Amerika Serikat. Deposit aspal alami yang
paling besar di dunia, yang dikenal sebagai Athabasca oil sands, terdapat di
Formasi McMurray di Alberta Utara. Formasi ini berasal dari Zaman Kapur awal,
dan terdiri dari banyak lensa pasir bantalan minyak dengan minyak hingga 20%.
Studi isotop menunjukkan deposit minyak berusia sekitar 110 juta tahun.
Dua formasi yang lebih kecil tetapi masih sangat besar terjadi di Peace River oil
sands dan the Cold Lake oil sands, yang masing-masing berada di sebelah barat
dan tenggara dari Athabasca oil sands. Manfaat aspal, sebagian besar aspal olahan
digunakan dalam konstruksi. Terutama sebagai bagian dari produk yang

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 7


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Pendahuluan

digunakan dalam aplikasi pengerasan jalan dan atap. Menurut persyaratan


penggunaan akhir, aspal diproduksi sesuai spesifikasi. Ini dicapai baik dengan
pemurnian atau pencampuran. Diperkirakan penggunaan aspal dunia saat ini
sekitar 102 juta ton per tahun. Sekitar 85% dari seluruh aspal yang diproduksi
digunakan sebagai bahan pengikat pada beton aspal untuk jalan raya. Ini juga
digunakan di area beraspal lainnya seperti landasan pacu bandara, tempat parkir
mobil dan jalan setapak.
Produksi beton aspal melibatkan pencampuran agregat halus dan kasar
seperti pasir, kerikil dan batu pecah dengan aspal, yang bertindak sebagai bahan
pengikat. Bahan lain, seperti polymer daur ulang (misalnya, ban karet), dapat
ditambahkan ke aspal untuk memodifikasi sifatnya sesuai dengan aplikasi yang
pada akhirnya dimaksudkan untuk aspal. Sebanyak 10% produksi aspal global
digunakan dalam aplikasi atap, di mana kualitas kedap airnya sangat berharga.
Sisa 5% aspal digunakan terutama untuk tujuan penyegelan dan isolasi pada
berbagai bahan bangunan, seperti pelapis pipa, alas ubin karpet, dan cat. Aspal
diterapkan dalam konstruksi dan pemeliharaan banyak struktur, sistem, dan
komponen, seperti berikut ini:
1. Jalan raya.
2. Landasan pacu bandara.
3. Jalur pejalan kaki.
4. Arena balap.
Aspal berfungsi sebagai perekat antar agregat sehingga membentuk beton
aspal. Beton aspal ini digunakan sebagai struktur utama perkerasan jalan fleksibel.
Berdasarkan jenisnya aspal dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam,
diantaranya sebagai berikut:
1. Aspal modifikasi
Aspal modifikasi dibuat dengan mencampurkan aspal keras dengan suatu
bahan tambah lain. salah satu jenis bahan tambah yang banyak digunakan saat
ini adalah polymer. Campuran bahan tersebut berfungsi untuk meningkatkan
elastisitas serta sifat fisik pada aspal modifikasi. Bahan campuran tambahan
yang populer digunakan adalah polymer adalah, sehingga bahan aspal

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 8


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Pendahuluan

modifikasi ini sering disebut dengan aspal polymer. Aspal polimer ini
dibedakan menjadi dua jenis yaitu:
a. Aspal polymer plastomer
Penambahan bahan polymer pada aspal berfungsi untuk meningkatkan
sifat fisik campuran aspal dan sifat rheologinya. Jenis polymer plastomer
yang banyak digunakan adalah EVA (Ethylene vinyle acetate),
Polyethilene dan Polypropilene.
b. Aspal polymer elastomer
Aspal polymer elastomer sering digunakan sebagai campuran aspal keras
karena dapat memperbaiki sifat rheologi aspal yang meliputi penetrasi,
kekentalan, titik lembek dan elastisitas aspal keras. Aspal polymer
elastomer jenis SBS (Styrene butadiene sterene), SBR (Styrene butadiene
rubber), SIS (Styrene isoprene styrene) dan karet hadala adalah yang
umum digunakan sebagai pencampur penambah aspal keras. Penambahan
tersebut harus melewati uj laboratorium karena jika berlebihan akan
menimbulkan efek negatif pada aspal.
2. Aspal alam
Aspal alam adalah aspal yang secara alami dapat ditemukan di alam.
Berdasarkan depositnya aspal alam ini dikelompokkan ke dalam 2 kelompok,
yaitu sebagai berikut.
a. Aspal batu atau rock asphalt
Aspal gunung juga sering disebut dengan aspal batu. Di Indonesia, sumber
daya alam aspal terbesar didapat dari pulau Buton yang gunung aspalnya
dikenal dengan sebutan asbuton. Jenis aspal itu juga sering disebut
BUTAS (Buton Aspal), terdapat pada batu-batu karang sehingga
bercampur dengan kapur (CaCo). Umumnya berupa susunan bahan 35 %
bitumen, 60% bahan mineral, dan 5% bahan lainnya. Pemakaian aspal dari
batuan harus mengalami proses ekstraksi yang kemudian dicampur dengan
minyak pelunak.
b. Aspal danau atau lake asphalt
Aspal danau akan banyak ditemukan di pulau Trinidad dan Venezuela
yang aspalnya memiliki campuran mineral, bitumen serta bahan organik

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 9


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Pendahuluan

lain. Angka penetreasi dari jenis aspal danau memiliki tingkat yang rendah
dan titik lembek yang cukup tinggi. Oleh sebab itu penggunaan aspal
danau akan dicampur dengan aspal keras.
c. Aspal hasil destilasi
Minyak mentah disuling melalui proses destilasi, yaitu suatu proses
dimana terjadi pemisahan berbagai fraksi dari minyak mentah tersebut.
Proses destilasi ini dilakukan dengan menaikkan temperatur pemanasan
minyak mentah, dimana pada setiap temperatur tertentu dari proses
destilasi ini akan menghasilkan produk-produk khusus berbasis minyak
dan salah satunya adalah aspal.

1.2.1 Pengujian penetrasi bahan bitumen


Aspal adalah material termoplastis yang mencair apabila di panaskan dan
akan membeku atau mengental apabila didinginkan, namun demikian prinsip
material tersebut terhadap suhu prinsipnya membentuk sautu sprektum/beragam
tergantung komposisi unsur unsur penyusunnya.
Dari sudut pandang rekayasa, ragam dari komposisi unsur aspal biasanya
tidak ditnjau lebih lanjut, untuk menggambarkan karakteristik ragam respon aspal
tersebut diperkenalkan beberapa parameter, salah satunya adalah Pen (penetrasi).
Nilai ini menggambarkan kekerasan aspal pada suhu standar yaitu 25° C, yang
diambila dari pengukur kedalaman penetrasi jarum standar (5 gr atau 100 gr)
dalam rentang waktu standar (5 detik).
Nilai penetrasi atau PEN akan menggambarkan tingkat kekerasan suatu
bitumen dalam suhu standar yaitu 25˚C yang diambil dari pengukuran kedalaman
penetrasi jarum standar, dengan beban standar (50 sampai dengan 100 gram)
dalam rentang waktu yang juga standar (5 detik). Pada contoh pengujian kali ini,
digunakan beban standar 100 gram, dengan berat jarum sebesar 50 gram serta
berat beban adalah 50 gram.
BSI (British Standard International) membagi nilai penetrasi ini menjadi
10 macam pada rentang nilai PEN 15 sampai dengan 450, sedangkan AASHTO
mendefinisikan nilai PEN 40-50 sebagai nilai PEN untuk material bitumen yang
paling keras dan PEN 200-300 untuk material bitumen yang paling lembek.
Pengujian dalam suhu yang berbeda, dapat menghasilkan nilai yang berbeda pula.

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 10


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Pendahuluan

Variasi nilai PEN terhadap suhu dapat disusun sedemikian rupa sehingga
dihasilkan grafik hubungan antar suhu dengan nilai PEN.
British standar membagi nialai penetrasi tersebut menjadi 10 macam,
dengan rentang nialai penetrasi 15 s/d 40 , Sedangkan AASTHO mendefinisikan
nilai pen 40 – 50 sebagai nialai pen untuk material sebagai bahan bitumen
terlembek/terlunak.
Nilai penetrasi dinyatakan sebagai rata rata sekurang kurangnya dari 3
pembacaan Berdasarkan SNI 06–2456–1991 nilai penetrasi dinyatakan sebagai
rata-rata sekurang-kurangnya dari tiga pembacaan dengan ketentuan bahwa hasil
pembacaan tidak melampaui ketentuan dibawah ini.
Tabel 1.2 Nilai Toleransi Penetrasi
Hasil Penetrasi 0 – 49 50 – 149 150 – 179 200
Nilai Toleransi 2 4 6 8
(Sumber : SNI 06-2456-1991)
Nilai penetrasi diukur dinyatakan dalam nilai yang merupakan kelipatan
0,1 mm nilai penetrasi menentukan kekerasan aspal maikin tinggi nilai penetrasi
makin lunak aspal tersebut begitu sebaliknya. Pembagian kekerasan dan
kekenyalan aspal:
1. Aspal pen 40/50 : Bila jarum penetrasi benda pada range (40 – 59).
2. Aspal pen 60/70 : Bila jarum penetrasi benda pada range (60 – 79).
3. Aspal pen 85/100 : Bila jarum penetrasi benda pada range (85 – 100).
4. Aspal pen 120/150 : Bila jarum penetrasi benda pada range (120 – 150).
5. Aspal pen 200/300 : Bila jarum penetrasi benda pada range (200– 300).
Aspal yang penetrasinya rendah di guanakan untuk arah panas dan
lalulintas dengan volume tinggi, sedangkan aspal dengan penetrasi tinggi
digunakan untuk daerah bercuaca dingin dan lalu lintas rendah.

1.2.2 Pemeriksaan berat jenis bitumen


Berat jenis bitumen keras dan ter adalah perbandingan berat jenis bitumen
atau ter terhadap berat jenis air dengan isi yang sama pada suhu tertentu yaitu
dilakukan dengan cara menggantikan berat air dengna berat bitumen dalam udara
yang sama. Berat jenis dari bitumen sangat tergantung pada nilai penetrasi dan
suhu dari bitumen itu sendiri.

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 11


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Pendahuluan

Mencari berat jenis dapat dilakukan dengan perbandingan penentuan berat


jenis suatu material sebenarnya bisa dilakukan secara kualitatif dan visualisasi
yaitu dengan cara membandingkan berat jenis air. Macam-macam berat jenis
bitumen dan kisaran nilainya.
1. Penetration grade bitumen dengan berat jenis antara 1,010 sampai dengan
1,040.
2. Bitumen yang telah teroksidasi dengan berat jenis berkisar antara 1,015 –
1,035.
3. Hard grades bitumen dengan berat jenis berkisar antara 1,045 – 1,065.
4. Cut back grades bitumen dengan berat jenis berkisar antara 0,992 – 1,007.
5. Standar pengujian untuk berat jenis bitumen keras dan menurut SK SNI 30 –
1990 – f, berkisar antara 1,015 – 1,035.
Rumus yang digunakan untuk menghitung berat jenis bitumen adalah
sebagi berikut:
( )
( ) ( )
(2.1)
Keterangan :
A = Berat piknometer dengan penutup, gr
B = Berat piknometer berisi air, gr
C = Berat piknometer berisi bitumen, gr
D = Berat piknometer berisi bitumen dan air, gr

1.2.3 Daktilitas bitumen


Daktilitas adalah kohesi dari partikel aspal yang berusaha untuk terus
bersatu agar tidak sampai terlepas satu sama lainnya, dimana keadaan lepasnya
antara partikel aspal tersebut disebut kondisi putus. Daktilitas ialah sifat
pemuluran yang diukur pada saat putus. Daktilitas memiliki tujuan dalam
mengukur jarak terpanjang yang dapat ditarik antara 2 cetakan yang berisi
bitumen keras yang sudah disiapkan sebelum pengujian, sebelum putus pada suhu
dan kecepatan tarik tertentu dan untuk mengetahui sifat kohesi aspal. Daktilitas
aspal yang lebih besar akan mengikat butir agregat dengan baik dan peka terhadap
perubahan temperatur.
Daktilitas aspal sangat diperlukan dalam suatu campuran bahan perkerasan
jalan dengan aspal sebagai bahan perekat dari agregat yang ada. Gaya kohesi dari
aspal tersebut merupakan usaha untuk mempertahankan agregat tetap di
tempatnya dan tidak sampai terlepas, sehingga semakin tinggi nilai daktalitas
Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 12
Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Pendahuluan

aspal maka akan semakin baik mutu aspal tersebut sebagai bahan perekat atau
pengikat campuran bahan perkerasan jalan.
Pengujian benda uji dilakukan di dalam bak perendam pada suhu 25˚C
ditarik dengan menggunakan mesin uji dengan kecepatan 5 cm/menit sampai
benda uji putus. Pada pengamatan, benda uji ditarik menggunakan alat uji sampai
melebihi dari batas ukur alat uji. Benda uji tersebut tidak putus, hal ini
menunjukkan bahwa sifat kohesi dari benda uji tersebut sangat tinggi, besarnya
sifat kohesi sangat baik untuk bahan campuran perkerasan jalan. Karena dengan
kondisi tersebut bahan tidak mudah pecah atau rusak, akan membentuk ikatan
yang baik antara agregat dengan aspal. Berdasarkan standar minimal untuk
daktilitas adalah 1000 mm sesuai dengan SNI berdasarkan nilai penetrasinya
(penetrasi 60-70). (Sumber: SNI 06- 24320-1992).
1. Daktilitas tegangan (strain ductility)
Pengertian dasar dari daktilitas adalah kemampuan dari material/ struktur
untuk menahan tegangan plastis tanpa penurunan yang drastis dari tegangan,
daktilitas tegangan dapat diberikan dengan hubungan evaluasi. Daktilitas
yang sangat berpengaruh pada struktur dapat tercapai pada panjang tertentu
pada salah satu bagian dari struktur tersebut. Jika tegangan inelastik dibatasi
dengan panjang yang sangat pendek, maka akan terjadi penambahan yang
besar pada daktilitas tegangan. Daktilitas tengangan merupakan daktilitas
yang dimiliki oleh material yang digunakan.
2. Daktilitas lengkungan (curvature ductility)
Pada umumnya sumber yang paling berpengaruh dari lendutan struktur
inelastis adalah rotasi pada sambungan plastis yang paling potensial.
Sehingga, ini sangat berguna untuk menghubungkan rotasi per unit panjang
(curvature) dengan moment bending ujung. Daktilitas lengkungan maksimum
dapat ditunjukan sebagai berikut. Curvature ductility ini merupakan daktilitas
yang diberikan oleh penulangan struktur.

1.2.4 Titik nyala dan titik bakar


Pengujian titik nyala dan titik bakar bertujuan untuk menentukan titik
bakar dan titik nyala dari aspal beton. Titik nyala adalah suhu pada saat terlihat
nyala sekurang-kurangnya 5 detik pada suatu titik di atas permukaan aspal. Titik

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 13


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Pendahuluan

nyala dan titik bakar perlu diketahui untuk menentukan temperatur maksimum
pemanasan aspal sehingga tidak terbakar. Jika terbakar tentunya akan
menyebabkan menurunnya kualitas aspal. Pengujian titik nyala dan titik bakar
sebaiknya dilakukan di ruang gelap sehingga nyala api pertama dapat terlihat
jelas. Proses pencampuran aspal beton dilakukan pada suhu aspal sekitar 100 C
sampai 140 C, maka aspal yang diuji tersebut dapat digunakan sebagai campuran
aspal beton. Titik nyala minimum menurut tabel penetrasi adalah 200 (untuk
penetrasi 60) dan 225.
Menurut SNI 06-2433-1991, titik nyala adalah suhu pada saat
terlihat nyala singkat kurang dari 5 detik pada suatu titik di atas permukaan aspal,
sedangkan titik bakar adalah suhu pada saat terlihat nyala sekurang-kurangnya 5
detik pada suatu titik pada permukaan aspal. Pemeriksaan titik nyala da titik bakar
untuk aspal keras mengiikuti prosedur AASHTO T48-81 atau PA 0303-76, hal ini
berguna untuk menentukan suhu dimana aspal tersebut terlihat menyala singkat di
permukaan aspal dan terlihat sekurang-kurangnya 5 detik. Pemeriksaan ini dengan
cleveland open cup. Titik nyala dan titik bakar perlu diketahui untuk
memperkirakan suhu maksimum pemanasan aspal, sehingga dalam pemanasan
aspal tidak boleh melampaui titik nyala tersebut. Pemanasan yang melampaui titik
nyala ataupun titik bakar akan menyebabkan aspal terbakar sehingga akan
mengakibatkan aspal tersebut menjadi keras dang getas jika aspal tersebut
digunakan untuk pencampuran perkerasan maka perkerasan tersebut akan mudah
retak, kurang fleksibel dan mudah pecah

1.3 Agregat
Agregat adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan
pengisi dalam campuran mortar atau beton kira-kira menempati sebanyak 75%
dari volume mortar. Pemilihan agregat merupakan bagian yang sangat penting
karena karakteristik agregat akan sangat mempengaruhi sifat-sifat mortar atau
beton. Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah gradasi atau distribusi ukuran
butir agregat, karena bila butir-butir agregat mempunyai ukuran yang seragam
berakibat volume pori lebih besar tetapi bila ukuran butirnya bervariasi maka
volume pori menjadi kecil. Hal ini disebabkan butir yang lebih kecil akan mengisi
pori di antara butiran yang lebih besar. Agregat sebagai bahan penyusun beton

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 14


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Pendahuluan

diharapkan mempunyai kemampatan yang tinggi, sehingga volume pori dan bahan
pengikat yang dibutuhkan lebih (Tjokrodimuljo, 1996).
Kualitas perkerasan jalan ditentukan juga dari sifat agregat dan hasil
campuran agregat dengan material lain. Agregat adalah bahan pengisi atau yang
dicampurkan dalam proses pembuatan aspal yang berasal dari batu dan
mempunyai peranan penting terhadap kualitas aspal maupun harganya. Sifat
agregat merupakan salah satu penentu kemampuan perkerasan jalan memikul
beban lalu lintas dan daya tahan terhadap cuaca, yang menentukan kualitas
agregat sebagai material perkerasan jalan adalah gradasi, kebersihan, kekerasan.
ketahanan agregat, bentuk butir, tekstur permukaan, porositas, kemampuan untuk
menyerap air, berat jenis, dan, daya kelekatan terhadap aspal. Butiran agregat
dapat menyerap air dan menahan lapisan air tipis di permukaannya.
Agregat dibedakan menjadi tiga jenis yang masing-masing agregat tersebut
mempunyai fungsi dan bentuk fisik yang berbeda-beda antara lain, yaitu :
1. Agregat kasar
Agregat kasar adalah agregat yang lolos pada saringan % (19,1 mm) dan
tertahan pada saringan No. 4 (4,75 mm) terdiri dari batu pecah atau koral
(kerikil pecah) berasal dari alam yang merupakan batu endapan. Stabilitas
mekanis agregat harus mempunyai suatu kekerasan untuk menghindari
terjadinya suatu kerusakan akibat beban lalu lintas dan kehilangan kestabilan.
Pemeriksaan ketahanan terhadap abrasi dengan menggunakan mesin Los
Angeles, jika dalam pemeriksaan ini kehilangan berat lebih dari harga yang
ditentukan, maka agregat tidak layak untuk digunakan sebagai bahan
perkerasan jalan Bentuk dan tekstur agregat mempunyai kestabilan dari
lapisan perkerasan yang dibentuk oleh agregat tersebut. Karakteristik dari
lapisan perkerasan dapat dipengaruhi dari bentuk dan tekstur dari agregat
tersebut
2. Agregat halus
Agregat yang termasuk dalam fraksi agregat halus adalah yang lolos saringan
No. 8 (2.38 mm) dan tertahan pada saringan No. 200 (0,075 mm) terdari
bahan-bahan berbidang kasar bersudut tajam dan bersih dari kotoran atau
bahan-bahan yang tidak dikehendaki. Karakteristik agregat halus yang

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 15


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Pendahuluan

menjadi tumpuan bagi kekuatan campuran aspal terletak pada jenis, bentuk
dan tekstur permukaan dari agregat. Agregat halus memegang peranan
penting dalam pengontrolan daya tahan terhadap deformasi, tetapi
penambahan daya tahan ini diikuti pula dengan penurunan daya tahan
campuran secara keseluruhan jika melebihi proporsi yang disyaratkan
3. Filler
Filler yang artinya sebagai filler dapat dipergunakan debu, batu kapur, debu
dolomite, atau semen dan harus bebas dari setiap benda yang harus dibuang.
Filler mempunyai ukuran yang lolos 100 % lolos dari 0,60 mm dan tidak
kurang dari 75 % berat partikel yang lolos saringan 0,075 mm (saringan
basah). Perlu diperhatikan agar bahan tersebut tidak tercampur dengan
kotoran atau bahan lain yang dikehendaki dan bahan dalam keadaan kering
(kadar air maksiumum 1 %).

1.3.1 Analisis saringan agregat kasar dan halus


Agregat pada umumnya ada yang berasal dari alam dan ada juga yang
buatan. Agregat yang dapat dipergunakan sebagaimana bentuknya di alam atau
sedikit proses pengolahannya, dinamakan agregat alam. Agregat ini terbentuk
melalui proses erosi dan degradasi. Bentuk partikel dari agregat alam ditentukan
dari proses pembentukannya. Dua bentuk agregat alam yang sering dipergunakan
yaitu kerikil dan pasir. Kerikil adalah agregat dengan ukuran >¼ inch (6.35 mm),
pasir adalah agregat dengan ukuran vertikal
Agregat alam juga memiliki daya serap kecil karena memiliki permukaan
yang halus. Keporusan agregat menentukan banyaknya zat cair yang dapat diserap
agregat. Kemampuan agregat untuk menyerap air dan aspal adalah suatu informasi
yang penting yang harus diketahui dalam pembuatan campuran beraspal. Jika
daya serap agregat sangat tinggi, agregat ini akan terus menyerap aspal baik pada
saat maupun setelah proses pencampuran agregat dengan aspal di unit pencampur
aspal (AMP). Hal ini akan menyebabkan aspal yang berada pada permukaan
agregat yang berguna untuk mengikat partikel agregat menjadi lebih sedikit
sehingga akan menghasilkan film aspal yang tipis. Oleh karena itu, campuran
yang dihasilkan tetap baik, agregat yang porus memerlukan aspal yang lebih
banyak dibandingkan dengan yang kurang porus.

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 16


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Pendahuluan

Agregat dibedakan menjadi dua macam yaitu, agregat halus dan kasar.
Agregat halus dapat berupa pasir alam, pasir hasil olahan atau gabungan dari
kedua pasir tersebut. Sesuai dengan SNI 03–2847–2002, bahwa agregat halus
merupakan agregat yang mempunyai ukuran butir maksimum sebesar 5,00 mm.
Agregat kasar dapat berupa split, pecahan split, batu pecah, terak tanur tiup atau
beton semen hidrolis yang dipecah. Sesuai dengan SNI 03-2847–2002, bahwa
agregat kasar merupakan agregat yang mempunyai ukuran butir antara 5,00 mm
sampai 40 mm. Agregat halus maupun kasar harus memenuhi syarat mutu berikut:
Agregat buatan adalah agreagt yang sudah diolah terlebih dahulu sebelum
digunakan. Digunung – gunung atau bukit – bukit sering ditemukan agregat masih
berbentuk batu gunung, sehingga diperlukan proses pengolahan terlebih dahulu
sebelum dapat digunakan sebagai agregat konstruksi perkerasan jalan. Disungai
sering juga diperoleh agregat berbentuk besar – besar melebihi ukuran yang
diinginkan. Agregat ini harus melalui proses pemecahan terlebih dahulu supaya
diperoleh:
1. Bentuk partikel bersudut, diusahakan berbentuk kubus.
2. Permukaan partikel kasar sehingga mempunyai gesekan yang bagus.
3. Gradasi sesuai yang diinginkan.
Proses pemecahan agregat sebaiknya menggunakan mesin pemecah batu
sehingga ukuran partikel yang dihasilkan dapat terkontrol, berarti gradasi yang
diharapkan dapat dicapai sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan. Gradasi
adalah susunan ukuran butir agregat. Ukuran butir agregat dapat diperoleh melalui
pemeriksaan analisa saringan. Analisa saringan dapat dilakukan secara basah atau
kering (saringan basah atau saringan kering).
Menurut Sukirman (2007), gradasi agregat menentukan besarnya rongga
atau pori yang mungkin terjadi dalam agregat campuran. Agregat campuran yang
terdiri dari agregat berukuran sama akan berongga atau berpori banyak karena
tidak terdapat agregat berukuran kecil yang dapat mengisi rongga antar butiran.
Sebaliknya, bila gabungan agregat terdistribusi dari agregat yang kecil sampai
besar secara merata, maka rongga yang terbentuk oleh susunan agregat akan kecil.

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 17


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Pendahuluan

Berdasarkan SNI 03-1968-1990, analisis saringan agregat ialah penentuan


persentase berat butiran agregat yang lolos dari satu set saringan kemudian angka-
angka persentase digambarkan pada grafik pembagian butir.
Ukuran perangkat saringan agregat kasar dan halus dijelaskan pada tabel
dibawah ini.
Tabel 1.3 Perangkat Saringan Agregat Kasar
Nomor Saringan Ukuran Lubang (mm)
1” 25,00
3/4" 19,00
1/2" 12,50
3/8” 9,500
No. 4 4,760
No. 8 2,380
No. 16 1,190
(Sumber : SNI 03-1968-1990)
Tabel 1.4 Perangkat Saringan Agregat Halus
Nomor Saringan Ukuran Lubang (mm)
1” 25,00
3/8” 9,500
No. 4 4,760
No. 8 2,380
No. 16 1,190
No. 30 0,595
No. 50 0,270
No. 100 0,149
No. 200 0,074
(Sumber : SNI 03-1968-1990)

1.3.2 Pemeriksaan berat jenis dan penyerapan agregat kasar


Berat jenis adalah nilai perbandingan antara massa dan volume dari bahan
yang kita uji. Sedangkan penyerapan berarti tingkat atau kemampuan suatu bahan
untuk menyerap air. Jumlah rongga atau pori yang didapat pada agregat disebut
porositas.
Pengukuran berat jenis agregat diperlukan untuk perencanaan campuran
aspal dengan agregat, campuran ini berdasarkan perbandingan berat karena lebih
teliti dibandingkan dengan perbandingan volume dan juga untuk menentukan
banyaknya pori agregat.
Agregat dengan kadar pori besar akan membutuhkan jumlah aspal yang
lebih banyak karena banyak aspal yang terserap akan mengakibatkan aspal
menjadi lebih tipis. Penentuan banyak pori ditentukan berdasarkan air yang dapat

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 18


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Pendahuluan

terarbsorbsi oleh agregat. Nilai penyerapan adalah perubahan berat agregat karena
penyerapan air oleh pori-pori dengan agregat pada kondisi kering.
Agregat kasar adalah agregat yang lolos pada saringan % (19,1 mm) dan
tertahan pada saringan No. 4 (4,75 mm) terdiri dari batu pecah atau koral (kerikil
pecah) berasal dari alam yang merupakan batu endapan. Stabilitas mekanis
agregat harus mempunyai suatu kekerasan untuk menghindari terjadinya suatu
kerusakan akibat beban lalu lintas dan kehilangan kestabilan. Pemeriksaan
ketahanan terhadap abrasi dengan menggunakan mesin Los Angeles (LA), jika
dalam pemeriksaan ini kehilangan berat lebih dari harga yang ditentukan, maka
agregat tidak layak untuk digunakan sebagai bahan perkerasan jalan Bentuk dan
tekstur agregat mempunyai kestabilan dari lapisan perkerasan yang dibentuk oleh
agregat tersebut. Karakteristik dari lapisan perkerasan dapat dipengaruhi dari
bentuk dan tekstur dari agregat tersebut.
Berat jenis (specific gravity) agregat adalah rasio antara massa padat
agregat terhadap massa air dengan volume dan suhu yang sama. Keadaan ini
agregat dapat menyerap air lebih banyak dan masih tampak kering pada
permukaan. Berat jenis ditentukan dengan menguji beberapa kondisi agregat yang
dipakai, seperti berikut ini.
1. Kondisi kering adalah kondisi dimana agregat kasar benar-benar kering
sampai ke pori pori.
2. Kering permukaan (Surface Saturated Dry) adalah kondisi dimana
permukaannya kering, namun semua rongganya terisi air.
3. Berat dalam air adalah kondisi dimana agregat yang diuji ditimbang saat
dimasukkan kedalam air.
Penyerapan berarti tingkat atau kemampuan suatu bahan untuk menyerap
air. Jumlah rongga atau pori yang didapat pada agregat disebut porositas. Agregat
dengan kadar pori besar akan membutuhkan jumlah aspal yang lebih banyak
karena banyak aspal yang terserap mengakibatkan aspal menjadi lebih tipis.
Penentuan banyak pori ditentukan berdasarkan air yang dapat terabsorbsi oleh
agregat.
Pori-pori agregat yang terbentuk pada saat pembentukannya terdapat udara
yang terperangkap, atau akibat dekomposisi mineral pembentuk tertentu akibat

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 19


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Pendahuluan

perubahan cuaca menyebabkan terjadinya rongga kecil/pori-pori pada agregat.


Beberapa merupakan pori-pori tertutup dan beberapa lainnya merupakan pori-pori
terbuka terhadap permukaan butiran.
Berat jenis dibedakan menjadi beberapa macam, diantaranya adalah
sebagai berikut.
1. Berat jenis curah (Bulk specific gravity), adalah berat jenis yang
diperhitungkan terhadap seluruh volume yang ada (volume pori yang dapat
diresapi aspal atau dapat dikatakan seluruh volume pori yang dapat dilewati
air dan volume partikel).
2. Berat jenis kering permukaan jenis (SSD specific gravity), adalah berat jenis
yang memperhitungkan volume pori yang hanya dapat diresapi aspal
ditambah dengan volume partikel.
3. Berat jenis semu (apparent specific gravity), adalah berat jenis yang
memperhitungkan volume partikel saja tanpa memperhitungkan volume pori
yang dapat dilewati air.Atau merupakan bagian relative density dari bahan
padat yang terbentuk dari campuran partikel kecuali pori atau pori udara yang
dapat menyerap air.
4. Berat jenis efektif, merupakan nilai tengah dari berat jenis curah dan semu,
terbentuk dari campuran partikel kecuali pori-pori atau rongga udara yang
dapat menyerap air yang selanjutnya akan terus diperhitungkan dalam
perencanaan campuran agregat dengan aspal.
Beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya penyerapan pada agregat
kasar dan agregat halus antara lain suhu yang tinggi, sehingga air yang mengisi
pori-pori pada agregat kasar dan halus yang tidak merata membuat pori-porinya
semakin mudah menyerap air. Kemudian jika terkena suhu yang tinggi, maka
akan cepat menguap dan berat keringnya menjadi kecil dibandingkan berat kering
normal dari kondisi agregat yang jenuh (terisi air). Berarti agregat kasar dan halus
ini tidak cocok digunakan untuk bahan campuran lapis perkerasan. Namun apabila
agregat ini digunakan untuk campuran lapis perkerasan, maka akan banyak
menyerap aspal pada pori-porinya.

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 20


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Pendahuluan

1.3.3 Pemeriksaan berat jenis dan penyerapan agregat halus


Pengukuran berat jenis agregat diperlukan untuk perencanaan campuran
aspal dengan agregat, campuran ini berdasarkan perbandingan berat karena lebih
teliti dibandingkan dengan perbandingan volume dan juga untuk menentukan
banyaknya pori agregat. Berat jenis yang kecil akan mempunyai volume yang
besar sehingga dengan berat sama akan dibutuhkan aspal yang banyak dan
sebaliknya.
Suatu agregat dengan kadar pori besar akan membutuhkan jumlah aspal
yang lebih banyak karena banyak aspal yang terserap akan mengakibatkan aspal
menjadi lebih tipis. Penentuan banyak pori ditentukan berdasarkan air yang dapat
terarbsorbsi oleh agregat. Nilai penyerapan adalah perubahan berat agregat karena
penyerapan air oleh pori-pori dengan agregat pada kondisi kering.
Agregat halus merupakan agregat yang termasuk dalam fraksi agregat
halus adalah yang lolos saringan No. 8 (2.38 mm) dan tertahan pada saringan No.
200 (0,075 mm) terdari bahan-bahan berbidang kasar bersudut tajam dan bersih
dari kotoran atau bahan-bahan yang tidak dikehendaki. Karakteristik agregat halus
yang menjadi tumpuan bagi kekuatan campuran aspal terletak pada jenis, bentuk
dan tekstur permukaan dari agregat. Agregat halus memegang peranan penting
dalam pengontrolan daya tahan terhadap deformasi, tetapi penambahan daya tahan
ini diikuti pula dengan penurunan daya tahan campuran secara keseluruhan jika
melebihi proporsi yang disyaratkan.
Berdasarkan standar peraturan BS 812:1975 ini adalah determination of
relative dan water arbsorbsi. Penyerapan berarti tingkat atau kemampuan suatu
bahan untuk menyerap air. Jumlah rongga atau pori yang didapat pada agregat
disebut porositas. Agregat dengan kadar pori besar akan membutuhkan jumlah
aspal yang lebih banyak karena banyak aspal yang terserap akan mengakibatkan
aspal menjadi lebih tipis. Penentuan banyak pori ditentukan berdasarkan air yang
dapat terabsorbsi oleh agregat.

1.3.4 Keausan dengan mesin los angeles


Keausan adalah perbandingan antara berat bahan aus lolos saringan No.12
terhadap berat semula dalam persen, untuk menguji kekuatan agregat dapat
dilakukan pemeriksaan dengan mesin los angeles. Menurut SNI 2417:1991, los

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 21


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Pendahuluan

angeles adalah mesin yang digunakan untuk pengujian keausan, berbentuk


silinder dengan diameter 170 cm dan terbuat dari baja. Pengujian keausan
menggunakan bola-bola baja yang berukuran 4-6 cm sebagai nilai bantu untuk
menghancurkan agregat, jumlah bola-bola baja yang digunakan dalam pengujian
tergantung pada tipe gradasi agregat yang di uji.
Pengujian keausan ini diperlukan untuk mengetahui tingkat ketahanan
agregat kasar terhadap keausan, percobaan yang dilakukan dengan menggunakan
bola-bola baja yang dimasukkan ke dalam mesin los angeles, selanjutnya mesin
diputar dengan kecepatan 30/33 sebanyak 500 putaran. Agregat yang sudah diuji
tersebut kemudian disaring dan dicuci lalu ditimbang beratnya. Berat jenis
merupakan nilai perbandingan antara massa dan volume dari bahan yang kita uji.
Keausan agregat terbagi menjadi dua golongan yaitu jika nilai keausan
yang diperoleh >40%, maka agregat yang diuji tidak baik digunakan pada bahan
perkerasan jalan. Jika nilai keausan agregat yang diperoleh <40%, maka agregat
yang di uji baik digunakan pada perkerasan jalan. Pengujian keausan pada agregat
meliputi prosedur pada pengujian keausan agregat kasar dengan ukuran 75 mm
sampai dengan ukuran 2,26 mm dengan menggunakan mesin los angeles.
Kemulusan fisik agregat juga dipengaruhi oleh ruang pori yang terdapat
pada agregat dan akan mengurangi volume bahan padat, sehingga air mudah
masuk dan ketahanan terhadap pengausan akan berkurang akibat porositas agregat
tersebut. Pemeriksaan keausan dengan mesin Los Angeles menggunakan bola baja
yang berukuran 4-6 cm, jumlah bola yang digunakan dalam pemeriksaan keausan
tergantung dari tipe gradasi agregat yang diuji yang dapat dilihat pada Tabel 1.5.
Tabel 1.5 Standar Pemeriksaan Keausan
Ukuran Saringan Berat dan Gradasi Benda Uji (gram)
Tertahan
Lolos (mm) A B C D E F G
(mm)
76,⅟ 63,5 2500
63,5 50,8 2500
50,8 38,1 5000 5000
38,1 25,4 1250 5000 5000
25,4 19,05 1250 5000
19,05 12,7 1250 2500
12,7 9,51 1250 2500
9,51 6,35 2500
6,35 4,75 2500
4,75 2,36 5000

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 22


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Pendahuluan

12 11 8 6 12 12 12
Jumlah Bola 5000 4584 3330 2500 5000 5000 5000
±25 ±25 ±25 ±25 ±25 ±25 ±25
(Sumber: SNI 03-2417-1991)
Pemeriksaan dengan mesin los angeles adalah suatu cara pemeriksaan
agregat yang memeriksa agregat dengan pukulan dan gesekan, agregat akan
mengalami gesekan antara agregat lainnya, banyaknya pecahan pada proses
pemeriksaan akan mendapatkan nilai abrasi yang besar dan sedikitnya pecahan
pada proses pemeriksaan akan mendapatkan nilai abrasi yang kecil.

1.4 Campuran Aspal


Campuran aspal merupakan campuran yang terdiri dari kombinasi agregat
yang dicampur dengan aspal melalui proses pembakaran atau pemanasan.
Pencampuran dilakukan di mesin pencampur hingga permukaan agregat
terselimuti aspal dengan seragam. Agregat dan kekentalan aspal yang mencukupi
dalam proses pencampuran dan pengerjaan sebelumnya dipanaskan terlebih
dahulu pada temperatur tertentu.
Di Indonesia jenis campuran aspal panas yang lazim digunakan antara lain
aspal beton, Hot RoIIed Sheet (HRS), dan Split Mastic Asphalt (SMA). Banyak
dilakukan percobaan-percobaan dengan menambahkan bahan tambahan untuk
meningkatkan mutu perkerasan. Hasil dari studi ini menunjukkan bahwa setiap
bahan tambahan memberikan hasil yang berbeda-beda terhadap nilai stabilitas
marshall, flow, void in mix, dan void filled bitumen.
Aspal pada perkerasan dalam jangka panjang bisa mengalami pengerasan,
maka perlu penambahan aditif supaya tetap lentur. Pada penelitian ini dicoba
membuat campuran aspal beton lapis aus (AC-WC) menggunakan aspal penetrasi
60/70 dengan penambahan lateks, dengan tujuan untuk mengetahui karakteristik
campuan AC-WC pada kadar aspal optimum dengan penambahan variasi lateks
0%, 2%, 4%, 6%, 8%, dan 10% terhadap total perekat. Lateks dicampur terlebih
dahulu dengan aspal, kemudian agregat diproporsikan berdasarkan gradasi ideal
campuran. Sampel dibuat dengan cara campuran panas. Sampel diuji Marshall dan
dynamic creep. Diperoleh berat jenis lateks sebesar 0,977 dan kadar kering karet
sebesar 61,95%. Kadar aspal optimum campuran didapat 5,7% dimana semua
karakeristik Marshall dipenuhi. Dipilih campuran AC-WC dengan variasi lateks

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 23


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Pendahuluan

4% terhadap total perekat dimana semua ketentuan sifat perekat aspal masih
dipenuhi. Diperoleh stabilitas = 1439,26 kg (≥ 800 kg), flow = 3,84 mm (2 - 4
mm), Marshall Quotient = 379,66 kg/mm (≥ 250 kg/mm), VIM = 4,437 % (3 - 5
%), VMA = 15,280 % (≥ 15 %), VFB = 70,961 (≥ 65%). Campuran yang
mengandung lateks memiliki kemampuan menahan deformasi lebih baik diuji
dengan dynamic creep pada suhu 40°C.
Saat ini bahan pengikat untuk perkerasan jalan yang banyak digunakan
adalah aspal minyak AC 60/70. Untuk meningkatkan kinerja campuran aspal
untuk perkerasan yang dalam jangka panjang mengalami deformasi maka perlu
penambahan aditif. Pada penelitian dicoba campuran aspal beton lapis aus (AC-
WC) menggunakan aspal penetrasi 60/70 dengan penambahan lateks (karet alam
cair).
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi dari setiap bahan yang
digunakan. rencana persentasi agregat campuran ini bertujuan untuk mengetahui
jumlah kebutuhan agregat yang akan digunakan dalam campuran aspal beton.
komposisi bahan dalam campuran beraspal panas terlebih dahulu harus
direncanakan sehingga setelah terpasang diperoleh perkerasan aspal yang
memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Stabilitas yang cukup, sehingga mampu mendukung beban lalu-lintas yang
melewatinya tanpa mengalami deformasi permanen dan deformasi plastis
selama umur rencana.
2. Durabilitas yang cukup, sehingga mempunyai keawetan yang cukup akibat
pengaruh cuaca dan beban lalu lintas.
3. Kelenturan yang cukup, sehingga harus mampu menahan lendutan akibat
beban lalu lintas tanpa mengalami retak.
4. Cukup kedap air, sehingga tidak ada rembesan air yang masuk ke lapis
pondasi di bawahnya.
5. Kekesatan yang cukup, kekesatan permukaan lapisan beraspal berhubungan
erat dengan keselamatan pengguna jalan
6. Ketahanan terhadap lelah (fatique), sehingga mampu menahan beban
berulang dari beban lalu lintas selama umur rencana

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 24


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Pendahuluan

7. Kemudahan kerja, sehingga campuran beraspal mudah dilaksanakan dan


mudah dihafalkan.
Agregat dalam campuran aspal, aspal berperan sebagai pengikat atau lem
antar partikel agregat, dan agregat berperan sebagai tulangan. Sifat-sifat mekanis
aspal dalam campuran aspal diperoleh dari reaksi dan kohesi dari bahan-bahan
pembentuknya. Agregat diperoleh dari ikatan antar butir agregat (interlocking),
dan kekuatannya tergantung pada gradasi, tekstur permukaan, bentuk butiran dan
ukuran agregat maksimum yang digunakan, sedangkan sifat kohesinya diperoleh
dari sifat-sifat aspal yang digunakan. Oleh sebab itu kinerja campuran beraspal
sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat agregat dan aspal serta sifat-sifat campuran
padat yang sudah terbentuk dari kedua bahan tersebut.

1.4.1 Marshall test


Alat Marshall merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan prooving ring
yang berkapasitas 22,5 KN atau 5000 lbs prooving ring dilengkapi dengan arloji
pengukur yang berguna untuk mengukur stabilitas campuran. di samping itu
terdapat arloji kelelehan (flowmeter) untuk mengukur kelelahan plastis, karena
prinsip dasar metode Marshall adalah pemeriksaan stabilitas dan kelelehan
(flow), serta analisis kepadatan dan Puri dari campuran padat yang berbentuk.
Rancangan campuran berdasarkan metode Marshall ditemukan
oleh Bruce Marshall, dan dan telah distandarisasi oleh ASTM ataupun
AASHTO melalui beberapa modifikasi, yaitu ASTM D 1959 - 76 , atau
AASHTO T-245-90.
Benda uji marshall berbentuk silinder berdiameter 4 inci (10,2 cm)
dan tinggi 2,5 inchi (6,35 cm). Campuran yang digunakan pada pengujian
marshall harus memenuhi beberapa persyaratan dalam pengujiannya. Adapun
persyaratan untuk nilai-nilai uji marshall dapat dilihat pada Tabel 1.6
spesifikasi AC konvensional.
Tabel 1.6 Spesifikasi AC konvensional
Uraian Spesifikasi
Kadar rongga udara (VIM) 3-5%
Kelelehan (flow) 2-4 mm
BJ Bulk Maks 2,5
Ruang terisi Aspal 75-82%
Rongga dalam mineral agregat Min 15%

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 25


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Pendahuluan

Marshall quotient Min 200 mm


(Sumber: Modul Pratikum Mix Design (Perencanaan Campuran Beraspal))
Secara garis besar, pengujian marshall meliputi persiapan benda uji,
penentuan berat jenis bulk dari benda uji, pemeriksaan nilai stabilitas dan flow,
dan perhitungan sifat volumetric benda uji. Pada persiapan benda uji, ada
beberapa hal-hal yang harus diperhatikan yaitu sebagai berikut :
1. Jumlah benda uji yang disiapkan.
2. Persiapan agregat yang akan digunakan.
3. Penentuan temperatur pencampuran dan pemadatan dan persiapan campuran
aspal beton.
4. Pemadatan benda uji dan persiapan untuk pengujian marshall.
Dari marshall test akan diketahui berapa persen kandungan aspal yang
diperlukan untuk gradasi batuan yang telah direncanakan, yang akan
menghasilkan kuat tekan optimum (disebut sebagai stabilitas marshall, atau juga
disebut sebagai static stability test, dinyatakan dalam kg) didapat silinder beton
aspal (benda uji), yang telah direndam satu jam pada suhu 60˚C. Dari tes tersebut
juga didapat angka lelehan (flow, dalam mm) yang menunjukkan tingkat
kelenturan atau kegetasan campuran beton aspal. Saat ini pemeriksaan marshall
dimaksudkan untuk menentukan ketahanan (stabilitas) terhadap kelelehan plastis
(flow) dari campuran yang terjadi akibat suatu beban sampai batas runtuh yang
dinyatakan dalam mm atau 0,01”.
Berdasarkan SNI 06-2486-1991 prinsip dasar dari metode Marshall
adalah pemeriksaan stabilitas dan kelelehan, serta analisis kepadatan dan Puri
dari campuran padat yang terbentuk. Parameter yang didapatkan dari metode
Marshall adalah sebagai berikut.
1. Void Filled with Asphalt (VFA), adalah rongga terisi aspal oada campuran
setelahmengalami proses pemadatan yang dinyatakan dalam persen terhadap
rongga antar butiran agregat (VMA), sehingga antara nilai VMA dan VFA
mempunyai kaitan yang sangat erat. Faktor – faktor yang mempengaruhi
VFA antara lain kadar aspal, gradasi agregat, energy pemadat (jumlah dan
temperatur pemadatan), dan absorpsi agregat. Mengecilnya nilai VMA pada
kadar aspal yang tetap, berakibat memperbesar presentase rongga terisi aspal

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 26


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Pendahuluan

2. Void in the Mix (VIM), menunjukkan presentase rongga dalam campuran.


Nilai VIM berpengaruh terhadap keawetan dari campuran aspal agregat,
semakin tinggi nilai VIM menunjukkan semakin besar rongga dalam
campuran sehingga campuran bersifat porrus.
3. Kelelehan (flow) adalah deformasi vertikal yang terjadi mulai awal
pembebanan sampai kondisi stabilitas menurun, yang menunjukkan besarnya
deformasi yang terjadi pada lapis perkerasan akibat menahan beban yang
diterimanya. Besarnya nilai flow dinyatakan dalam mm atau 0,01”. Nilai flow
dipengaruhi oleh kadar aspal, viskositas aspal, gradasi agregat, jumlah dan
temperatur pemadatan.
4. Stabilitas merupakan kemampuan lapis perkerasan menerima beban lalu-
lintas tanpa mengalami perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) seperti
gelombang, alur (rutting), maupun mengalami bleeding. Nilai stabilitas
dipengaruhi oleh kohesi atau penetrasi aspal, kadar aspal, gesekan (internal
friction), sifat saling mengunci (interlocking) dari partikel-partikel agregat,
bentuk dan tekstur permukaan, serta gradasi agregat.
5. Marshall Quotient (MQ), menyatakan sifat kekakuan suatu campuran. Bila
nilai MQ terlalu tinggi, maka campuran akan cenderung terlalu kaku dan
mudah retak. Sebaliknya bila nilai MQ terlalu rendah, maka perkerasan
menjadi terlalu lentur dan cenderung kurang stabil.
Ekstraksi adalah pemeriksaan sampel (benda uji) aspal yang bertujuan
untuk mengetahui kandungan aspal yang ada apakah sesuai dengan spesifikasi
yang telah ditentukan menurut SKBI – 24.26.1987: yaitu kadar aspal yang
diijinkan berkisar antara 4% sampai 7%. Kadar aspal merupakan presentase dari
berat endapan dan berat sampel campuran yang dibuat dalam percobaan. Berat
sampel campuran dibuat dengan cara menumbuk benda uji yang telah di uji
dengan test marshall seberat 300 gram.
Misalnya untuk sampel I diperoleh 5,5% kadar aspal, sedangkan kadar
aspal rencana adalah 6% dan untuk sampel II diperoleh 6,367% sedangkan kadar
aspal rencana 7%. Seharusnya, kadar aspal hasil pengujian dan kadar aspal
rencana harus sama. Jika kadar aspal yang diperoleh lebih besar dari pada yang
direncanakan, maka kemungkinan akan terjadi bleeding. Sebaliknya, jika kadar

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 27


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Pendahuluan

aspal yang diperoleh lebih kecil dari yang direncanakan, maka akan berpengaruh
terhadap kemampuannya dalam menahan beban lalu-lintas.
Salah satu metode yang telah dikembangkan untuk menguji kandungan
kadar aspal dalam campuran (Mix Design) adalah dengan menggunakan metode
Ekstraksi menurut prosedur pemeriksaan AASTHO T–164–80. Pengujian
Ekstraksi menunjukan bahwa gradasi agregat berubah menjadi lebih halus dari
gradasi semula perubahan gradasi agregat diakibatkan oleh kehancuran, beberapa
partikel agregat ini menaikan volume rongga udara dalam campuran yang
menghasilkan penurunan kepadatan serta peningkatan VIM dan VMA.
Prinsip dasar metode Marshall adalah pemeriksaan stabilitas dan kelelehan
(flow), serta analisis kepadatan dan pori dari campuran padat yang terbentuk. Alat
marshall merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan proving ring berkapasitas
22,2 KN (5000 lbs) dan flowmeter. Proving ring digunakan untuk mengukur nilai
stabilitas, dan flow meter untuk mengukur kelelehan plastis atau flow. Benda uji
Marshall berbentuk silinder berdiameter 4 inchi (10,2 cm) dan tinggi 2,5 inchi
(6,35 cm).
Pengujian marshall digunakan untuk mengetahui karakteristik campuran,
menentukan ketahanan atau stabilitas terhadap kelelehan plastis (flow) dari
campuran aspal. Hubungan antara ketahanan dan kelelehan plastisitas (flow)
adalah berbanding lurus dimana semakin besar stabilitas maka semakin besar pula
flow-nya, dan begitu juga sebaliknya. Dengan demikian, semakin besar
stabilitasnya maka aspal akan semakin mampu menahan beban, dan begitu pula
sebaliknya. Jika flow semakin tinggi maka aspal semakin mampu menahan beban.
Secara garis besar, pengujian marshall meliputi persiapan benda uji, penentuan
berat jenis bulk dari benda uji, pemeriksaan nilai stabilitas dan flow, dan
perhitungan sifat volumetric benda uji.

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 28


BAB II
PENGUJIAN BAHAN BITUMEN

2.1 Pengujian Penetrasi Bitumen


Aspal adalah material termoplastis yang mencair apabila di panaskan dan
akan membeku atau mengental apabila didinginkan, namun demikian prinsip
material tersebut terhadap suhu prinsipnya membentuk sautu sprektum/beragam
tergantung komposisi unsur unsur penyusunnya.
Dari sudut pandang rekayasa, ragam dari komposisi unsur aspal biasanya
tidak ditnjau lebih lanjut, untuk menggambarkan karakteristik ragam respon aspal
tersebut diperkenalkan beberapa parameter, salah satunya adalah Pen (penetrasi).
Nilai penetrasi diukur dinyatakan dalam nilai yang merupakan kelipatan
0,1 mm nilai penetrasi menentukan kekerasan aspal maikin tinggi nilai penetrasi
makin lunak aspal tersebut begitu sebaliknya. Pembagian kekerasan dan
kekenyalan aspal adalah sebagai berukut:
1. Aspal pen 40/50 : Bila jarum penetrasi benda pada range (40 – 59)
2. Aspal pen 60/70 : Bila jarum penetrasi benda pada range (60 – 79)
3. Aspal pen 85/100 : Bila jarum penetrasi benda pada range (85 – 100)
4. Aspal pen 120/150 : Bila jarum penetrasi benda pada range (120 – 150)
5. Aspal pen 200/300 : Bila jarum penetrasi benda pada range (200– 300)
Pengujian penetrasi bitumen terbagi menjadi beberapa tahap, antara lain
sebagai berikut:

2.1.1 Prosedur pelaksanaan percobaan


Prosedur pelaksanaan penetrasi bahan-bahan bitumen mengacu pada SNI
2456-2011, AASHTO T-49-89:1990, ASTM D 5-86 dan SK.SNI M-08-1989-F.

2.1.2 Maksud dan tujuan


Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan penetrasi bitumen keras
atau lembek (solid atau semi solid) dengan cara menusukkan jarum ukuran 1 mm,
beban 50 gram, setiap 5 detik ke dalam bitumen pada suhu tertentu.
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mendapatkan angka penetrasi dari
aspal keras yang diuji. Kemudian angka penetrasi ini digunakan untuk

29
Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Penetrasi Bitumen
menentukan beban maksimum kendaraan yang masih diijinkan melalui jalan yang
ditinjau supaya tidak terjadi kerusakan jalan.

2.1.3 Bahan dan peralatan


Bahan dan peralatan yang digunakan dalam pengujian penetrasi bahan-
bahan bitumen berikut:
1. Bahan.
Berikut merupakan bahan yang digunakan pada percobaan pengujian
penetrasi bahan-bahan bitumen:
a. Aspal keras yang akan digunakan pada pembuatan campuran aspal panas.
b. Air (Aquades)
2. Peralatan.
Berikut ini alat yang digunakan pada percobaan pengujian penetrasi bahan-
bahan bitumen:
a. Alat penetrasi yang dapat menggerakkan pemegang jarum naik turun tanpa
gesekan dan dapat mengukur penetrasi sampai 0,1 mm.
b. Pemegang jarum seberat (47,5 ± 0,05) gram yang dapat dilepas dengan
mudah dari alat penetrasi.
c. Pemberat dari (50±0,05) gram dipergunakan untuk pengukuran penetrasi
dengan beban 50 gram.
d. Jarum penetrasi dibuat dari stainless steel mutu 44 oC atau HRC 54 sampai
60. Ujung jarum harus berbentuk kerucut terpancung.
e. Cawan logam atau gelas berbentuk silinder dengan dasar yang rata-rata
berukuran sebagai berikut:
Tabel 2.1 Ukuran cawan untuk percobaan penetrasi
Penetrasi Diameter Dalam
< 200 55 mm 35 mm
200-300 70 mm 45 mm
(Sumber:Modul Praktikum Mix Design Perencanaan Campuran Beraspal, 2019)
f. Bak perendam (waterbath), terdiri dari bejana dengan isi tidak kurang dari
10 liter dan dapat menahan suhu tertentu dengan ketelitian lebih kurang
0,1oC. Bejana dilengkapi pelat dasar berlubang-lubang, terletak 50 mm di
atas dasar bejana dan tidak kurang dari 100 mm di atas dasar bejana tidak
kurang dari 100 mm di bawah permukaan air dalam bejana.

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 30


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Penetrasi Bitumen
g. Wadah air untuk benda uji ditempatkan di bawah alat penetrasi. Tempat
tersebut mempunyai isi tidak kurang dari 350 ml dan tinggi yang cukup
untuk merendam benda uji tanpa gerak.
h. Pengukur waktu.
i. Pengukuran penetrasi dengan tangan diperlukan stopwatch dengan skala
pembagian terkecil 0,1 detik atau kurang dari kesalahan tertinggi 0,1
detik/detik. Untuk pengukuran penetrasi dengan alat otomatis kesalahan
alat tersebut tidak boleh melebihi 0,1 detik.
j. Termometer.
k. Termometer.

Aspal keras Air (aquades) Alat penetrasi

Cawan Waterbath Wadah air

Termometer

Gambar 2.1 Peralatan dan Bahan Pengujian Penetrasi

2.1.4 Penyiapan benda uji


Penyiapan benda uji dalam pengujian penetrasi bahan-bahan bitumen
adalah sebagai berikut:
1. Siapkan sampel bitumen (aspal).

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 31


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Penetrasi Bitumen
2. Panaskan bitumen keras perlahan-lahan serta aduklah hingga cukup cair
sampai suhu 110 c.
3. Setelah bitumen cair merata dengan suhu 110 C, tuangkan kedalam tempat
cawan dan diamkan hingga dingin pada suhu ruangan selama 1 jam.
4. Kemudian letakkan benda uji ke dalam waterbath dengan suhu 250 C selama
1 jam.

2.1.5 Prosedur pengujian


Prosedur pengujian yang dilakukan dalam pengujian penetrasi bahan-
bahan bitumen adalah sebagai berikut:
1. Siapkan penetrometer.
2. Angkat benda uji dari waterbath setelah direndam 1 jam
3. Siapkan wadah berisi aquades dengan pembebanan 100 dan diletakkan diatas
penetrometer.
4. Masukkan cawan benda uji kedalam wadah air tersebut untuk dilakukan
pengujian.
5. Menurunkan jarum perlahan-lahan hingga jarum tersebut menyentuh
permukaan benda uji dengan jarak jarum 1 cm dari tepi dinding cawan.
6. Kemudian mengatur angka 0 di arloji penetrometer, sehingga jarum penunjuk
berhimpit dengan benda uji.
7. Setelah itu tekan tombol start, lalu lakukan pembacaan saat alat penetrasi
berhenti dengan jangka waktu (5 ± 0,1) detik.
8. Melakukan pekerjaan di atas sampai 5 kali untuk benda uji yang sama dengan
ketentuan setiap titik pemeriksaan berjarak satu sama lain dari tepi dinding
cawan dari 1 cm.

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 32


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Penetrasi Bitumen

Panaskan bitumen keras perlahan- Setelah bitumen cair merata


lahan serta aduklah hingga cukup dengan suhu 110 c, tuangkan
cair sampai suhu 110°c. kedalam tempat cawan dan
diamkan hingga dingin pada
suhu ruangan selama 1 jam.

Masukkan mould kedalam wadah


berisi air dan posisikan dibawah Kemudian letakkan benda uji ke
dalam water bath dengan suhu
alat penetrasi. 0
25 C selama 1 jam.

Menurunkan jarum perlahan-lahan Setelah itu tekan tombol start, lalu


hingga jarum tersebut menyentuh lakukan pembacaan saat alat
permukaan benda uji dengan jarak penetrasi berhenti dengan jangka
jarum 1 cm dari tepi dinding waktu (5 ± 0,1) detik.
cawan.

Gambar 2.2 Prosedur Pengujian Penetrasi

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 33


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Titik Lembek Bitumen
2.2 Pengujian Titik Lembek Bitumen
Titik lembek adalah suhu pada saat bola baja, dengan berat tertentu,
mendesak turun suatu lapisan aspal yang tertahan dalam cincin berukuran tertentu,
sehingga aspal menyentuh pelat dasar yang terletak di bawah cincin pada tinggi
25,4 mm sebagai akibat kecepatan pemanasan tertentu (SNI 2434:2011).
Titik lembek sangat penting digunakan untuk pengaspalan hotmix. Untuk
itu mengetahui perihal titik lembek bahan bitumen sangat diperlukan. Berikut ini
adalah penjelasan mengenai pengujian titik lembek bitumen.

2.2.1 Maksud dan tujuan


Pengujian titik lembek bitumen dimaksudkan untuk menentukan titik
lembek aspal dengan cara mengukur temperatur pada saat bola baja mendesak
turun lapisan semen aspal yang ada pada cincin, sehingga semen aspal tersebut
menyentuh dasar pelat yang terletak di bawah cincin pada jarak 25,4 mm sebagai
akibat dari percepatan pemanasan tertentu. Dengan demikian dapat mengetahui
aspal tersebut sudah memenuhi atau belum.

2.2.2 Bahan dan peralatan


Bahan dan peralatan yang digunakan pada pengujian titik lembek
bitumen antara lain sebagai berikut:
1. Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada pengujian titik lembek bitumen antara
lain sebagai berikut:
a. Aspal Keras.
b. Es Batu.
2. Peralatan
Adapun bahan yang digunakan pada pengujian titik lembek bitumen antara
lain sebagai berikut:
a. Cincin kuningan.
b. Bola baja, diameter 9,53 mm, berat 3,45-3,55 gram.
c. Dudukan benda uji, lengkap dengan pengarah bola baja dan plat dasar
yang mempunyai jarak tertentu.
d. Bejana gelas, tahan pemanasan mendadak dengan diameter dalam 85 cm
dengan tinggi sekurang-sekurangnya 12 cm berkapasitas 800 ml.

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 33


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Titik Lembek Bitumen
e. Termometer.
f. Penjepit.
g. Alat pengarah bola.

2.2.3 Prosedur pengujian


Adapun untuk prosedur pelaksaan pengujian titik lembek bitumen adalah
sebagai berikut:
1. Pilih salah satu cairan perendam dan termometer yang sesuai untuk titik
pengujian lembek.
2. Siapkan peralatan, benda uji, pengarah bola dan termometer. Isi bejana
perendam dengan cairan perendam sampai dengan 105 ± 3 mm, masukkan
peralatan pada tempatnya dalam bak perendam. Bila menggunakan ethylene
glycol, pastikan penghisap udara berfungsi untuk menghindari uap beracun.
3. Tempatkan dua bola baja pada dasar bak perendam dengan menggunakan
penjepit, agar benda uji memperoleh temperatur yang merata.
4. Tempatkan bejana perendam dan peralatan di dalamnya pada air es di dalam
bak perendam, pertahankan temperatur perendaman selama 15 menit. Jaga
dengan hati – hati tidak terjadinya kontaminasi antara cairan perendam dalam
bejana dengan air es dalam bak perendam.
5. Letakkan bola baja yang telah dikondisikan dalam bak perendam
menggunakan penjepit di atas alat pengarah bola.
6. Panaskan bejana perendam dengan kecepatan rata-rata kenaikan temperatur
5ºC/menit.
7. Catat temperatur pada saat bola yang diselimuti aspal jatuh menyentuh pelat
dasar.

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 34


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Titik Nyala dan Titik Bakar Bitumen
2.3 Pemeriksaan Titik Nyala dan Titik Bakar
Titik nyala adalah temperatur terendah dimana uap benda uji dapat
menyala apabila dilewatkan api penguji. Titik nyala dapat digunakan untuk
mengukur kecenderungan aspal dapat terbakar akibat panas dan api pada kondisi
terkontrol di laboratorium. Titik bakar adalah temperatur terendah ketika uap
benda uji terbakar selama minimum 5 detik apabila dilewatkan api penguji.
Temperatur titik nyala dan titik bakar harus dikoreksi pada tekanan barometer
udara 101,3 kPa (760 mm Hg). Pengujian titik nyala dan titik bakar menentukan
titik nyala dan titik bakar aspal dengan menggunakan alat cleveland open cup
secara manual dan dapat digunakan untuk semua jenis aspal yang mempunyai titik
nyala dalam rentang 79°C-400°C (SNI 2433:2011).

2.3.1 Maksud dan tujuan


Maksud dari pemeriksaan ini adalah untuk menentukan suhu pada saat
diperoleh nyala pertama permukaan aspal. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah
untuk menentukan titik nyala aspal.

2.3.2 Bahan dan peralatan


Alat dan bahan yang digunakan dalam pemeriksaan titik nyala dan titik
bakar, yaitu:
1. Alat
Alat-alat yang digunakan untuk pemeriksaan titik nyala dan titik bakar yaitu
sebagai berikut:
a. Cawan.
b. Termometer.
c. Kompor Gas.
d. Stopwatch.
e. Penyangga.
f. Penjepit.

2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan untuk pemeriksaan titik nyala dan titik bakar
yaitu sebagai berikut:
a. Bitumen (aspal)

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 35


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Titik Nyala dan Titik Bakar Bitumen

2.3.3 Prosedur Pengujian


Adapun untuk prosedur pelaksaanan titik nyala dan ttik bakar yaitu sebagai
berikut:
1. Persiapkan peralatan beserta benda uji yang diperlukan .
2. Panaskan aspal sampai aspal mencair, diperkirakan suhunya 60⁰C.
3. Kemudian isikan cawan cleveland sampai garis dan hilangkan (pecahan)
gelembung udara yang ada pada permukaan cawan.
4. Letakkan cawan diatas kompor pemanas tetap dibawah titik tengah-tengah
cawan.
5. Letakkan nyala penguji dengan poros pada jarak 7,5 cm dari titik tengah
cawan.
6. Pasangkan termometer, nyalakan kompor dan atur pemanas sehingga
kenaikan suhu adalah 15⁰C tiap menit.
7. Tempatkan nyala angin di depan nyala penguji.
8. Nyalakan sumber pemanas dan aturlah pemanas.
9. Panaskan benda uji diatas api yang panasnya sudah diatur sebesar 200⁰C.
10. Setiap kenaikan 5⁰C di catat dalam tabel yang sudah disediakan.
11. Ulangi langkah diatas sampai menemukan titik nyala namun dalam hal ini
digunakan penembak api yang berfungsi untuk mengetahui apakah api sudah
mencapai titik nyala atau belum.
12. Jika sudah menemukan nyala api maka tunggu sampai aspal mendidih
mengeluarkan gelembung maka tembak dengan penembak api untuk
mengetahui apakah aspal sudah mencapai titik bakar atau belum, jika sudah
maka catat pada suhu berapa dan berapa menit selang waktu dari titik nyala
ke titik bakar.

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 36


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Daktilitas Bitumen

2.4 Pemeriksaan Daktilitas Bitumen


Daktilitas bitumen merupakan nilai keplastisan suatu aspal. Daktilitas
bitumen memiliki sifat reologis yang memiliki ketahanan aspal terhadap retak
dalam penggunaannya sebagai lapis perkerasan. Aspal dengan daktilitas rendah
akan mengalami retak-retak dalam penggunaannya karena lapisan perkerasan
mengalami perubahan suhu yang tinggi. Oleh karena itu, diharuskan bagi aspal
memiliki daktilitas yang tinggi.

2.4.1 Prosedur pelaksanaan percobaan


Prosedur pelaksanaan pemeriksaan kelarutan bitumen ini akan dikerjakan
berdasarkan SNI 2432:2011.

2.4.2 Maksud dan tujuan


Maksud dari percobaan ini adalah untuk mengukur jarak yang terpanjang
yang dapat ditarik antara dua cetakan yang berisi bitumen keras sebelum putus
pada suhu 25 C dan kecepatan tarik 5 cm/menit. Tujuan dari percobaan ini adalah
untuk mengetahui nilai daktilitas aspal dimana akan berpengaruh dalam
pengikatan terhadap agregat pada campuran aspal panas.

2.4.3 Bahan dan peralatan


Bahan dan peralatan yang digunakan pada pemeriksaan daktilitas
bitumen adalah sebagai berikut:
1. Bahan
a. Aspal keras.
b. Garam.
c. Air.
d. Sabun
2. Peralatan:
a. Cetakan daktilitas yang terbuat dari kuningan (mould).
b. Waterbath.
c. Termometer.
d. Mesin uji (bitumen dactility test apparatus) dengan ketentuan sebagai
berikut:
1) Dapat menarik benda uji dengan kecepatan tetap.

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 36


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Daktilitas Bitumen

2) Dapat menjaga benda uji tetap terendam dan tidak menimbulkan


getaran selama pemeriksaan.

3)
4)
5)
6)
7)
Aspal Air Mesin Daktilitas
8)

9)
Cetakan (mould)
10) Termometer Waterbath

11)
Sabun Garam
12)

Gambar 2.3 Peralatan dan Bahan Pengujian Daktilitas Bitumen


2.4.4 Prosedur pengujian
Berikut ini adalah urutan prosedur pengujian pada pengujian daktilitas
bitumen:
1. Bersihkan cetakan (mould).
2. Olesi cetakan dengan sabun agar bitumen tidak lengket pada mould.
3. Panaskan bitumen hingga cair dengan suhu 1100C.
4. Tuang bitumen cair pada cetakan (mould).
5. Ratakan bitumen cair pada cetakan menggunakan spatula.
6. Diamkan hingga dingin di suhu ruangan.

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 37


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Daktilitas Bitumen

7. Setelah dingin masukan bitumen dan cetakan (mould) kedalam waterbath


selama 60 menit dengan suhu 250C.
8. Isi mesin daktilitas dengan aquades dan garam.
9. Lepas cetakan pinggir dari bitumen.
10. Letakkan benda uji (bitumen) pada mesin uji daktilitas.
11. Nyalakan mesin daktilitas.
12. Tunggu hingga bitumen putus, syarat putus bitumen adalah 100 cm. jika
kurang dari 100 cm berarti bitumen getas, tidak elastis dan tidak dapat
digunakan dalam konstruksi. Baca hasil yang didapatkan.

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
1. Panaskan aspal hingga mencair 2. Tuangkan Aspal pada cetakan
dengan suhu 120°. daktilitas (mould).

4. Diamkan selama kurang lebih 3. Ratakan kembali cetakan


60 menit. dengan menggunakan spatula.

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 38


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Daktilitas Bitumen

5. Masukan dalam bak perendaman 6. Tuangkan air dan garam ke


selama 60 menit. dalam mesin pengujian
daktilitas.

7. Keluarkan sampel kemudian


masukan kedalam mesin
daktilitas hingga putus dan
catatlah hasilnya.

Gambar 2.4 Persiapan Benda uji dan Prosedur Daktilitas Bitumen

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 39


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Kelarutan Bitumen
2.5 Pemeriksaan Kelarutan Bitumen
Aspal sebagai bahan pengikat dalam perkerasan lentur mempunyai sifat
viskoelastis. Aspal tampak padat pada suhu ruang. Aspal merupakan bahan yang
sangat kompleks, dan secara kimia belum dikarakterisasi dengan baik. Untuk itu
sifat kemurnian aspal perlu diketahui.

2.5.1 Prosedur pelaksanaan percobaan


Prosedur pelaksanaan percobaan pemeriksaan kelarutan bitumen ini akan
dilaksanakan dengan berdasarkan AASTHO T-44-70 dan ASTM D-165-42.

2.5.2 Maksud dan tujuan


Pemeriksaan kelarutan bitumen memiliki maksud dan tujuan yaitu
kemurnian aspal dapat diketahui melalui jumlah bitumen yang larut dalam CCL,
dimana semakin sedikit residu atau kotoran yang larut maka kemurnian aspal
makin tinggi. Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan kadar bitumen yang
larut dalam karbon tetra klorida (CCl) sehingga dapat diketahui kemurnian aspal.
Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui tingkat kemurnian
aspal dan untuk menentukan apakah aspal yang diuji, layak atau tidak untuk
digunakan sebagai bahan pengikat.

2.5.3 Bahan dan peralatan


Pemeriksaan kelarutan bitumen memiliki beberapa peralatan yaitu
sebagai berikut:
1. Bahan
Bahan yang digunakan pada pemeriksaan kelarutan bitumen adalah sebagai
berikut:
a. Aspal cair 3 gram.
b. Karbon tetra klorida (CCl) 100 ml.
2. Peralatan
Peralatan yang digunakan pada pemeriksaan kelarutan bitumen adalah
sebagai berikut:
a. Kertas saring.
b. Labu Erlenmeyer berkapasitas 250 ml.
c. Pompa hisap.

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 38


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Kelarutan Bitumen
d. Oven.
e. Timbangan.

2.5.4 Penyiapan benda uji


Pemeriksaan kelarutan bitumen memiliki langkah penyiapan benda uji
ysitu bitumen sudah disiapkan di laboratorium dalam bentuk aspal cair dengan
penetrasi 60/70 sebesar 3 gram.

2.5.5 Prosedur pengujian


Pemeriksaan kelarutan bitumen memiliki prosedur pengujian yaitu sebagai
berikut:
1. Menimbang labu erlenmeyer.
2. Memasukkan benda uji ke dalam labu erlenmayer hingga suhunya sama
dengan suhu ruangan. Setelah itu, tuangkan 100 ml Karbon tetraklorida
(CCl4) sedikit demi sedikit sehingga bitumen larut.
3. Menuangkan kertas saring dan mengovennya selama 5 menit yang
sebelumnya sudah ditimbang.
4. Melipat kertas saring yang telah dioven sehingga menyerupai corong
kemudian meletakkan di atas mulut pompa hisap.
5. Menuang larutan dari prosedur 2 ke atas kertas saring yang telah disiapkan.
6. Setelah larutan habis, memasukan kertas saring ke dalam oven selama 15
menit, lalu ditimbang.

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 39


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Berat Jenis Bitumen
2.6 Pemeriksaan Berat Jenis Bitumen
Berat jenis bitumen keras merupakan perbandingan berat jenis bitumen
terhadap berat jenis air dengan isi yang sama pada suhutertentu. Berat jenis dari
bitumen sangat tergantung pada nilai penetrasi dan suhu dari bitumen itu sendiri.
Berat jenis bitumen adalah perbandingan antara berat bitumen terhadap air
suling pada suhu tertentu dengan volume yang sama. Berat jenis aspal merupakan
salah satu parameter yang digunakan dalam mendesain perencanaan campuran
aspal dan agregat.

2.6.1 Maksud dan tujuan


Pemeriksaan berat jenis bitumen bertujuan untuk menentukan berat jenis
aspal dengan picnometer. Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui
apakah berat jenis aspal memenuhi syarat yang ditentukan untuk digunakan dalam
analisa campuran.

2.6.2 Bahan dan peralatan


Bahan dan peralatan yang digunakan pada pengujian berat jenis bitumen
antara lain sebagai berikut:
1. Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada pengujian titik lembek bitumen adalah
sebagai berikut:
a. Aspal keras.
b. Aquades.
c. Es batu.
2. Peralatan
Adapun peralatan yang digunakan pada pengujian berat jenis bitumen antara
lain sebagai berikut:
a. Timbangan.
b. Piknometer 24 ml.
c. Waterbath.

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 39


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Berat Jenis Bitumen

Aquades Aspal Piknometer

Waterbath Timbangan Es batu

Gambar 2.5 Peralatan dan Bahan Pengujian Berat Jenis Bitumen


2.6.4 Penyiapan benda uji
Berikut merupakan tahap penyiapan benda uji pada pengujian berat jenis
bitumen:
1. Benda uji adalah contoh aspal padat sebanyak  100 gr.
2. Panaskan contoh bitumen keras sampai menjadi cair dan aduklah untuk
mencegah pemanasan setempat. Pemanasan dilakukan hingga aspal mencapai
suhu minimal 110C.
3. Bersihkan, keringkan dan timbanglah piknometer.
4. Tuangkan contoh aspal ke dalam piknometer yang telah kering hingga terisi
¾ bagian.
2.6.5 Prosedur pengujian
Berat jenis aspal dapat dipengaruhi dari sifat-sifat fisik aspal itu sendiri,
antara lain seperti titik leleh, titik lembek, daktilitas, uji kelenturan dan lain-lain.
Berat jenis diperlukan sebagai data konversi lapangan, yaitu mengkonversi dari
berat ke volume atau dari volume ke berat. Pengujian berat jenis bitumen
berdasarkan prosedur 2441-2011 (Cara Uji Berat Jenis Aspal). Terdapat tahapan
prosedur pengujian berat jenis bitumen, antara lain sebagai berikut:
1. Nyalakan timbangan.
2. Bersihkan piknometer 24 ml lalu timbang dalam keadaan kosong.

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 40


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Berat Jenis Bitumen
3. Timbang piknometer yang telah diisi air (piknometer dapat dikatakan penuh
jika saat piknometer ditutup, terdapat cipratan air yang keluar).
4. Panaskan bitumen keras, lalu cek suhunya menggunakan termometer (angkat
bitumen apabila suhunya sudah mencapai minimal 110 C).
5. Tuangkan bitumen yang telah cair sebanyak ¾ piknometer.
6. Diamkan pada suhu ruangan selama 45 sampai 60 menit.
7. Bersihkan sisa bitumen yang tertumpah pada piknometer.
8. Masukkan piknometer berisi bitumen ke dalam waterbath dengan suhu air
25C selama 30 menit dalam keadaan terbuka.
9. Setelah direndam, angkat kemudian keringkan.
10. Lalu, timbang berat piknometer yang berisi aspal.
11. Lalu, tambahkan air hingga penuh ke piknometer yang berisi bitumen dan
timbang untuk memperoleh berat picnometer + aspal + air.
12. Setelah itu, bersihkan piknometer dan kembalikan ke tempatnya semula

a.

1. Siapkan timbangan dan 2. Bersihkan dan keringkan alat


kalibrasi terlebih dahulu. piknometer.

4. Isi piknometer dengan air 3. Timbang berat kosong


kemuduan ditimbang piknometer

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 41


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Berat Jenis Bitumen

5. Panaskan bitumen dengan suhu 6. Tuang bitumen kedalam


110℃ . piknometer sebanyak 3/4

8. Rendam dengan waterbath 7. Diamkan piknometer berisi


selama 30 menit. bitumen selama 30 menit.

9. Masukan air kedalam 10. Keringkan kemudian timbang


picnometer kemudian timbang. piknometer berisi aspal.

Gambar 2.6 Persiapan Benda uji dan Prosedur Daktilitas Bitumen

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 42


BAB III
PENGUJIAN BAHAN AGREGAT

3.1 Analisa Saringan


Analisa saringan agregat adalah suatu kegiatan analisis yang digunakan
untuk menentukan presentase berat butiran agregat yang lolos dalam suatu set
saringan, yang angka persentase kumulait digambarkan pada grafik pembagian
butir.
Ukuran butir yang maksimum dan agregat ditunjukan dengan saringan
terkecil dimana agregat tersebut masih bisa lolos 100%. Ukuran nominal
maksimum agregat adalah ukuran saringan maksimum agregat adalah ukuran
saringan yang terbesar dimana diatas saringan tersebut terdapat sebagian agregat
yang tertahan. Ukuran butiran maksimum dan gradasi agregat di kontrol oleh
spesifikasi susunan dari butiran agregat sangat berpengaruh dalam perencanaan
suatu perkerasan (ASTM C-136-46).

3.1.1 Prosedur pelaksanaan percobaan


Prosedur pelaksanaan percobaan menggunakan ASTM C 136 sebagai
acuan dan pengajuan dalam pengujian analisa saringan agregat halus dan kasar.

3.1.2 Maksud dan tujuan


Maksud pengujian ini adalah untuk menentukan pembagian butir (gradasi)
agregat halus dan kasar dengan menggunakan saringan atau ayakan. Tujuan
pengujian ini adalah untuk membuat suatu distribusi ukuran agregat dalam bentuk
grafik yang dapat memperlihatkan pembagian butir (gradasi) suatu agregat dengan
menggunakan saringan.

3.1.3 Bahan dan peralatan


Bahan dan peralatan yang digunakan pada pengujian analisa saringan
agregat adalah sebagai berikut:
1. Bahan
Adapun bahan-bahan yang akan digunakan dalam pengujian analisa saringan
agregat adalah sebagai berikut:
a. Agregat halus berupa pasir 1100 gram dan abu batu 1100 gram.
41
Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Analisa Saringan
b. Agregat kasar split (1.1) 5000 gram, split (1.2) 5000 gram.
2. Peralatan
Adapun peralatan yang digunakan pada pengujian analisa saringan agregat
adalah sebagai berikut:
a. Timbangan dan neraca dengan ketelitian 0.2% dari berat benda uji.
b. Satu set saringan tes 20 mm (3/4”), 12.5 mm (1/2”), 10mm (3/8”), dan
saringan no. 4, 8, 16, 30, 50, 100, 200.
c. Kompor yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk pemanasan sampai
(110±5)C.
d. Kuas, sikat kuningan, sendok dan alat lainnya.

Agregat Kasar 1.1 Agregat Kasar 1.2 Abu Batu

Pasir Seperangkat Saringan Kompor

Timbangan Talam Kuas

Gambar 3.1 Alat dan Bahan Analisa Saringan Agregat

3.1.4 Penyiapan benda uji


Penyiapan benda uji dalam pengujian analisa saringan agregat sebagai
berikut:

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 42


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Analisa Saringan
1. Mengeringkan benda uji didalam oven/kompor dengan suhu (110 ± 5) oC,
hingga beratnya tetap.
2. Menyaring benda uji dengan saringan 3/4” dan benda uji yang lolos minimum
5 kg (agregat kasar) ditimbang.
3. Menyaring benda uji dengan saringan 1/2” dan benda uji yang lolos minimum
2,5 kg (agregat kasar) ditimbang.
4. Menyaring benda uji dengan saringan no. 4 dan benda uji yang lolos masing-
masing minimum 0,5 kg pasir dan 0,5 kg abu batu ditimbang.

3.1.5 Prosedur pengujian


Prosedur pengujian yang dilakukan dalam pengujian analisa saringan
agregat sebagai berikut:
1. Agregat halus
a. Siapkan abu batu yang lolos saringan No.4 sebanyak 1100 gram.
b. Cuci agregat (abu batu) sampai bersih dan rendam selama 24 jam.
c. Kemudian keringkan agregat yang sudah dicuci, kemudian dinginkan, lalu
timbang sebanyak 1100 gram.
d. Saring abu batu menggunakan satu set saringan (4,8,16,30,50,100,200,
Pan).
e. Timbang agregat yang tertahan disetiap saringannya.
2. Agregat kasar
a. Siapkan agregat kasar (split 1.1) yang tertahan saringan No.4.
b. Bersihkan (cuci) agregat kasar sampai bersih.
c. Keringkan agregat yang sudah dicuci, kemudian dinginkan.
d. Timbang agregat sebanyak 5000 gram.
e. Kemudian saring agregat menggunakan satu setsaringan sesuai
spesifikasi.
f. Timbang agregat yang tertahan sesuai dengan saringan (gradasi) yang
tertahan pada setiap saringan.

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 43


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Analisa Saringan

2. Cuci dan rendam selama ± 24


jam.
1. Siapkan abu batu lolos saringan
No.4 sebanyak 1100 gram.

3. Timbang agregat yang telah di


keringkan dan dicuci sebanyak
4. Saring menggunakan satu set 1100 gram.
saringan (4,8,16,30,50,100,200,
dan Pan.

5. Timbang berat tertahan agregat


tiap saringan.

Gambar 3.2 Penyiapan bahan dan Prosedur Agregat Halus (Pasir)

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 44


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Analisa Saringan

1. Siapkan agregat kasar yang 2. Bersihkan (cuci) agregat sampai


tertahan saringan No.4 bersih

3. Keringkan agregat yang telah


4. Timbang agregat sebanyak dicuci
5000 gram

6. Timbang berat tertahan agregat


5. Saring agregat menggunakan tiap saringan
satu set saringan yang telah
ditentukan

Gambar 3.3 Penyiapan bahan dan Prosedur Agregat Kasar

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 45


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar

3.2 Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar


Berat jenis merupakan nilai perbandingan antara massa dan volume dari
suatu agregat (SNI 1969:2008). Sedangkan penyerapan berarti tingkat atau
kemampuan suatu bahan untuk menyerap air. Jumlah rongga atau pori yang
didapat pada agregat disebut porositas. Berat jenis agregat digunakan dalam
perencanaan campuran aspal dengan agregat, campuran ini berdasarkan
perbandingan berat karena lebih teliti dibandingkan dengan perbandingan volume
dan juga untuk menentukan banyaknya pori agregat. Berat jenis yang kecil akan
mempunyai volume yang besar sehingga dengan berat sama akan dibutuhkan
aspal yang banyak dan sebaliknya.

3.2.1 Maksud dan tujuan


Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui berapa besar kadar
penyerapan dan berat jenis agregat kasar dalam campuran beton aspal tipe AC.
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis (bulk), berat
jenis kering permukaan jenis (Saturated Surface Dry = SSD) berat jenis semu
(apparent) dari agregat kasar dan penyerapan agregat terhadap aspal dalam
campuran.

3.2.2 Bahan dan peralatan


1. Bahan
Bahan yang digunakan dalam pengujian pemeriksaan berat jenis dan
penyebaran angregat kasar sebagai berikut:
a. Agregat kasar ukuran 1.1.
b. Agregat kasar ukuran 1.2.
2. Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam pengujian pemeriksaan berat jenis dan
penyebaran angregat kasar sebagai berikut:
a. Keranjang kawat kapasitas + 5 kg.
b. Saringan No. 4.
c. Tempat air dengan kapasitas dan bentuk yang sesuai untuk pemeriksaan.
Tempat ini harus dilengkapi dengan pipa sehingga permukaan air tetap.
d. Baskom.
e. Cawan besar untuk wadah mengeringkan di kompor.

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 43


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar

f. Timbangan dengan kapasitas 5 kg.


g. Timbangan dengan ketelitian 0,1% pori berat contoh yang ditimbang dan
dilengkapi dengan alat penggantung keranjang.
h. Kompor.

3.
4.
5.

Benda uji Timbangan Timbangan

6.
7.
8.

Kerangjang besi Kompor Wadah

Baskom Wadah air Lap/handuk

Gambar 3.9 Bahan dan Peralatan Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan
3.2.3 Produser pengujian
Prosedur pengujian yang dilakukan dalam pengujian pemeriksaan berat
jenis dan penyebaran agregat kasar sebagai berikut:
1. Siapkan benda uji agregat kasar dengan menyaring benda uji menggunakan
saringan No. 4.
2. Timbang agregat kasar sebanyak 5000 gram dengan dua ukuran yaitu ukuran
1.1 dan 1.2.
3. Cuci agregat kasar hingga bersih dari kotoran.
4. Rendam benda uji selama ± 24 jam.
5. Setelah direndam buang air rendaman dan kemudian timbang mengunakan
timbangan yang dilengkapi dengan tempat wadah air dan penggantung

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 44


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar

keranjang kawat/besi untuk mendapatkan berat agregat didalam air.


6. Setelah ditimbang keluarkan benda uji dari wadah air lalu keringkan benda uji
menggunakan handuk/lap dan setelahnya timbang benda uji untuk
mendapatkan berat agregat kering permukaan (SSD).
7. Setelah ditimbang keringkan benda uji menggunakan kompor sampai kering
menyeluruh dan dinginkan benda uji.
8. Kemudian setelah di dinginkan ditimbang kembali untuk mendapatkan berat
agregat dalam keadaan kering.

1. Siapkan benda uji agregat kasar 2. Timbang agregat kasar


dengan menyaring benda uji sebanyak 5000 gram dengan
menggunakan saringan no. 4. dua ukuran yaitu ukuran 1.1
dan 1.2.

4. Rendam benda uji selama ± 24 3. Cuci agregat kasar hingga


jam. bersih dari kotoran.

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 45


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar

5. Timbang menggunakan 6. Setelah ditimbang keluarkan


timbangan yang dilengkapi benda uji dari wadah air lalu
dengan tempat wadah air dan keringkan benda uji
penggantung keranjang menggunakan lap dan
kawat/besi untuk mendapatkan setelahnya timbang benda uji
berat agregat didalam air. untuk mendapatkan berat
agregat kering permukaan
(SSD).

8. Kemudian setelah di dinginkan 7. Setelah ditimbang keringkan


ditimbang kembali untuk benda uji menggunakan
mendapatkan berat agregat kompor sampai kering
dalam keadaan kering. menyeluruh dan dinginkan
benda uji.

Gambar 3.10 Prosedur Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 46


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus

3.3 Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyebaran Agregat Halus


Pemeriksaan berat jenis dan penyerapan agregat halus dilakukan dengan
mengacu pada SNI 1970:2008 tentang cara uji berat jenis dan penyerapan agregat
halus. Berat jenis agregat adalah rasio antara massa padat agregat dan massa air
dengan volume sama pada suhu yang sama. Sedangkan penyerapan adalah
kemampuan agregat untuk menyerap air dalam kondisi kering sampai dengan
kondisi jenuh permukaan kering (saturday surface dry).

3.3.1 Prosedur pelaksanaan percobaan


Prosedur pelaksanaan percobaan dalam pemeriksaan berat jenis dan
penyerapan agregat halus berdasarkan ASTM C-128-84 dan AASHTO T 84-88.

3.3.2 Maksud dan tujuan


Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis (bulk), berat
jenis kering permukaan jenuh SSD (saturated surface dry), berat jenis semu
(apparent) dan penyerapan dari agregat halus.

3.3.3 Bahan dan peralatan


Bahan dan peralatan yang digunakan pada pemeriksaan berat jenis dan
penyerapan agregat halus adalah sebagai berikut:
1. Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada pengujian pemeriksaan berat jenis dan
penyerapan agregat halus bitumen antara lain sebagai berikut:
a. Agregat halus, pasir dan abu batu.
b. Air.
2. Peralatan
Adapun bahan yang digunakan pada pemeriksaan berat jenis dan penyerapn
agregat halus adalah sebagai berikut:
a. Timbangan, kapasitas 1 kg atau lebih dengan ketelitian 0,1 gram.
b. Labu erlenmeyer dengan kapasitas 500 ml.
c. Kerucut terpancung (cone), diameter bagian atas (40 + 3) mm, diameter
bagian bawah (90 + 3) mm dan tinggi (75 + 3) mm dibuat dari logam
dengan tebal minimum 0,8 mm.
d. Batang penumbuk.

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 45


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus

e. Talam.
f. Hot plate.
g. Gas.
h. Corong.

Abu batu 500 gram. Labu erlenmeyer 500 Timbangan.


ml.

Talam. Batang penumbuk. Keruncut.

Hot plate. Corong. Gas.

Gambar 3.13 Alat dan Bahan Pengujian Berat Jenis Agregat Halus

3.3.1 Penyiapan benda uji


Penyiapan benda uji dalam pengujian pemeriksaan berat jenis dan
penyebaran angregat halus sebagai berikut:
1. Mengambil agregat halus berupa abu batu yang telah direndam selama 24 jam.
2. Mengambil agregat halus berupa pasir yang telah direndam selama 24 jam.
3.3.2 Prosedur pengujian
Prosedur pengujian yang dilakukann dalam pengujian pemeriksaan berat
jenis dan penyebaran angregat halus sebagai berikut:

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 46


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus

1. Siapkan agregat halus


2. Lalu disaring dengan menggunakan saringan No.4 lolos sebanyak 1100 gram
3. Rendam agregat tersebut selama 24 jam
4. Kemudian keringkan agregat menggunakan kompor sampai dalam keadaan
SSD.
5. Setelah dikeringkan, masukan abu batu kedalam kerucuk (cone) sebanyak 1/3
dengan 9 kali tumbukan
6. Lapis kedua, masukan abu batu sebanyak 2/3 dan tumbuk sebanyak 9 kali
tumbukan
7. Lapis ketiga, masukan abu batu sebanyak 3/3 lalu ditumbuk sebanyak 7 kali
tumbukan.
8. Kemudian, timbang piknometer kosong
9. Masukan abu batu kedalam piknometer sebanyak 500 gram
10. Masukan air suling hingga bata leher piknometer.
11. Goyong/digoncang piknometer agar gelombang udara keluar
12. Timbang piknometer yang berisi air
13. Keringkan benda uji tersebut denga menggunakan kompor untuk
mendapatkan hasil berat kering.
14. Kemudian didinginkan agregat abu batu dan ditimbang lagi agregat tersebut

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 47


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus

1. Keringkan dengan 2. Rendam sampel agregat selama


menggunakan hot plate untuk 24 jam.
mendapatkan nilai SSD.

4. Tumbuk sebanyak 25 kali. 3. Masukkan ke dalam keruncut


abraham.

5. Masukkan agregat ke dalam 6. Angkat kerucut abraham untuk


erlenmeyer. melihat keruntuhannya.

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 48


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus

8. Masukkan air sebanyak 3/4. 7. Masukkan benda uji sebanyak


500 gram ke dalam labu
erlenmeyer.

9. Benda uji dikeluarkan dan 10. Goyangkan labu erlenmeyer


dimasukkan ke cawan. sampai tidak ada lagi
gelembung.

11. keringkan benda uji dengan


kompor untuk mendapatkan berat
kering.

Gambar 3.14 Prosedur Pengujian Berat Jenis Agregat Halus

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 49


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Kelekatan Agregat
3.4 Kelekatan Agregat Terhadap Aspal
Kelekatan agregat terhadap aspal adalah angka yang menunjukkkan
persentase luasan permukaan agregat yang masih terselimuti oleh aspal setelah
agregat tersebut direndam selama 24 jam. Pengujian ini dapat dilakukan terhadap
semua jenis bahan yang digunakan sebagai agregat bahan jalan dan campuran
aspal. Kelekatan aspal terhadap agregat dinyatakan dalam persen (%). Menurut
standar SNI-03-2439-1991 atau AASTHO 182-84. Nilai kelekatan aspal yang
baik minimal 95%.

3.4.1 Maksud dan tujuan


Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menguji besarnya kelekatan agregat
terhadap aspal dengan cara visual.

3.4.2 Bahan dan peralatan


Bahan dan peralatan yang digunakan dalam pengujian kelekatan agregat
terhadap aspal sebagai berikut:
1. Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada pengujian kelekatan agregat terhadap
aspal bitumen antara lain sebagai berikut:
a. Agregat yang lolos saringan 3/8” dan tertahan pada saringan no. 4 ±100
gram.
b. Aspal keras.
c. Air suling.
2. Peralatan
Adapun alat yang digunakan pada pengujian kelekatan agregat terhadap aspal
bitumen antara lain sebagai berikut:
a. Wadah untuk mengaduk, kapasitas minimal 500 ml
b. Timbangan, kapasitas 200 gram dengan ketelitian 0,1 gram
c. Spatula
d. Tabung gelas kimia (beker) kapasitas 600 ml
e. Oven
f. Saringan 6.3 mm 1/4” dan 9.5 mm 3/8” 4

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 48


BAB IV
PENGUJIAN BAHAN AGREGAT

4.1 Pengujian dengan Marshall Test


Marshall test adalah tes wajib untuk beton aspal agar dapat mengetahui
dan memenuhi sifat beton aspal sesuai dengan yang kita harapkan. Stabilitas
adalah kemampuan suatu campuran aspal untuk menerima beban sampai terjadi
alir (flow) yang dinyatakan dalam kilogram. Alir (flow) adalah keadaan perubahan
bentuk suatu campuran aspal yang terjadi akibat suatu beban yang dinyatakan
dalam mm. Rancangan campuran berdasarkan metode marshall ditemukan oleh
Bruce Marshall dan telah distandarisasi oleh ASTM ataupun AASHTO melalui
beberapa modifikasi seperti ASTM 1559-76 atau AASHTO T-245-90.

4.1.1 Maksud dan tujuan


Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan ketahanan (stabilitas)
terhadap kelelehan plastis (flow) dari campuran beton aspal. Ketahanan (stabilitas)
adalah kemampuan suatu campuran beton aspal untuk menerima beban sampai
terjadi kelelehan plastis yang dinyatakan dalam kilogram. Kelelehan plastis ialah
keadaan perubahan bentuk suatu campuran beton aspal yang terjadi akibat suatu
beban sampai batas runtuh yang dinyatakan dalam mm atau 0,01”.
Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui kadar semen aspal
optimum dari campuran beton aspal.

4.1.2 Bahan dan peralatan


Bahan dan peralatan yang digunakan pada pengujian dengan marshall test
adalah sebagai berikut:
1. Bahan
Adapun bahan-bahan yang akan digunakan dalam pengujian dengan marshall
test adalah sebagai berikut:
a. Agregat 1-2 yang lolos saringan ¾”.
b. Agregat 1-1 yang lolos saringan ½”.
c. Pasir yang lolos saringan No. 4.
d. Abu batu yang lolos saringan No. 4.

49
Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Marshall Test

e. Aspal.
2. Peralatan
Adapun peralatan yang digunakan pada pengujian dengan marshall test
adalah sebagai berikut:
a. Cetakan benda uji 5 buah, diameter 10 cm 4”) dan tinggi 7,5 cm (3”)
lengkap dengan pelat atas dan leher sambung.
b. Dongkrak.
c. Automatic compaction.
d. Marshall test set:
1) Kepala penekan berbentuk lengkung (Breaking Head).
2) Silinder cetak yang berkapasitas 2500 kg (5000 lb) dengan ketelitian
12,5 kg (25 lb) dilengkapi arloji tekan dengan ketelitian 0,0025 cm
(0,0001“).
3) Arloji kelelehan dengan ketelitian 0,25 mm (0,01”) dengan
perlengkapannya. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk
memanasi sampai 200ºC.
e. Bak perendam (waterbath) dengan suhu minimum 20ºC.
g. Wajan untuk memanaskan agregat, semen aspal, dan campuran beton
aspal.
h. Pengukur suhu dari logam (metal thermometer) berkapasitas 250ºC dengan
ketelitian 0,5% atau 1% dari kapasitas.
i. Timbangan yang dilengkapi penggantung benda uji berkapasitas 2 kg
dengan ketelitian 0,1 gr dan timbangan berkapasitas 5 kg dengan ketelitian
1 gr.
j. Kompor.
k. Sendok pengaduk.
l. Waterbath.
m. Wadah.
n. Spidol putih untuk memberi label.
o. Spatula.
p. Milimeter skrup, untuk mengukur dimensi benda uji.

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 50


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Marshall Test

Agregat 1.2 Agregat 1.1 Pasir

Abu batu Aspal Semen

Marshall machine Dongkrak Automatic compaction

Kompor Waterbath Mould

Timbangan Metal termometer

Gambar 4.1 Bahan dan Peralatan Marshall Test

4.1.3 Penyiapan benda uji


Agar pencampuran dan pemadatan dapat menghasilkan campuran yang
baik, maka salah satu syaratnya adalah kekentalan aspal harus cukup sedemikian
sehingga peran aspal dalam proses pencampuran dan pemadatan dapat maksimal.
Nilai kekentalan ini dapat dicapai pada rentang suhu tertentu yang sering disebut
sebagai suhu pencampuran dan suhu pemadatan. Kedua rentang suhu ini dapat
dicari dengan mengunakan grafik hubungan antara suhu dengan viskositas yang

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 51


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Marshall Test

dapat dikembangkan untuk setiap jenis aspal. Dari percobaan viskositas aspal
diperoleh temperatur pencampuran 156ºC dan temperatur pemadatan 145ºC.

4.1.4 Prosedur percobaan


Kinerja beton aspal dapat diperiksa dengan mempergunakan alat
pemeriksaan Marshall. Untuk saat ini prosedur pengujian mengikuti SNI 06-2489-
1991, atau AASHTO T 245-90, atau ASTM D1559-76. Prosedur pengujian yang
akan dilakukan dalam pengujian dengan Marshall Test sebagai berikut.
1. Pembuatan benda uji
a. Keringkan agregat pada suhu 105 - 110ºC minimum dengan menggunakan
kompor dan tunggu sampai beratnya tetap.
b. Pisah-pisahkan agregat ke dalam fraksi-fraksi yang dikehendaki (sesuai
spek) dengan cara penyaringan.
c. Siapkan bahan untuk setiap benda uji yang diperlukan yaitu agregat
sebanyak ± 1200 gram sehingga menghasilkan tinggi benda uji kira-kira
63,5 mm ± 1,27 mm.
d. Pencampuran agregat agar sesuai dengan gradasi yang diinginkan
dilakukan dengan cara mengambil nilai tengah dari batas spekulasi. Untuk
memperoleh berat agregat yang diperlukan dari masing-masing fraksi
untuk membuat satu benda uji adalah dengan mengalikan nilai tengah
tersebut terhadap total berat agregat.
e. Panaskan panci pencampur beserta agregat kira-kira 28ºC di atas suhu
pencampuran untuk aspal padat, bila menggunakan aspal cair pemanasan
sampai 14ºC di atas suhu pencampuran.
f. Tuangkan aspal yang sudah mencapai tingkat kekentalan sebanyak yang
dibutuhkan ke dalam agregat yang sudah dipanaskan tersebut, kemudian
aduklah dengan cepat, dengan tetap mempertahankan masih di dalam
rentang suhu pemadatan, sampai agregat terselimuti aspal secara merata.
g. Sementara itu, atau sebelumnya, perlu disiapkan alat untuk memadatkan,
yaitu dengan membersihkan perlengkapan cetakan benda uji serta bagian
muka penumbuk dengan seksama dan panaskan sampai suhu antara 93,3 -
148,9ºC.

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 52


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Marshall Test

h. Letakkan cetakan di atas landasan pemadat dan tahan dengan pemegang


cetakan.
i. Letakkan selembar kertas saring atau kertas penghisap yang sudah
digunting menurut ukuran cetakan ke dalam dasar cetakan.
j. Masukkan seluruh campuran ke dalam cetakan dan tusuk-tusuk campuran
keras-keras dengan spatula yang dipanaskan sebanyak 15 kali keliling
pinggirannya dan 10 kali di bagian tengahnya.
k. Siapkan alat memadat dan lakukan pemadatan dengun menumbuk
sepesimen dengan jumlah tumbukan sebanyak 35, 50, atau 75 yang
disesuaikan dengan jenis lalu lintas yang direncanaka
l. Tumbukan dilakukan dengan tinggi jatuh 457,2 mm dan selama pemadatan
harus diperhatikan agar kedudukan sumbu palu pemadat
m. Lepaskan pelat alas berikut leher sambung dari cetakan benda uji,
kemudian cetakan yang berisi benda uji dibalikkan dan pasang kembali
pelat alas berikut leher sambung pada cetakan yang dibalikkan tadi.
Lakukan penumbukan lagi dengan jumlah yang sama.
n. Lepaskan keping alas dan dinginkan sampai diperkirakan tidak akan
terjadi perubahan bentuk jika benda uji dikeluarkan dari mould. Untuk
memeprcepat proses pendinginan berat benda uji kering (berat benda uji
kondisi jenuh kering permukaan – berat benda uji dalam air), dapat
digunakan kipas angin. Proses pendinginan biasanya dilakukan sekitar 2-3
jam.
o. Keluarkan benda uji atau spesimen Marshall dari mould dengan hati-hati
dan kemudian letakan spesimen permukaan yang rata dan biarkan sampai
benar-benar dingin. Sebaiknya didiamkan pada suhu ruang selama 24 jam.
2. Pengujian berat jenis campuran
a. Timbang benda uji dan didapatkan berat benda uji kering
b. Masukkan benda uji ke dalam air bersuhu 25ºC selama 3 sampai 5 menit
dan kemudian ditimbang untuk mendapatkan berat benda uji dalam air
c. Angkat benda uji dari dalam air, selimuti dengan kain yang dapat
menyerap air, dan segera timbang untuk mendapatkan berat benda uji
kondisi jenuh – kering permukaan (SSD). Penyelimutan dengan kain

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 53


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Marshall Test

adalah hanya untuk menghilangkan air yang berada di permukaan dan


dilakukan dengan cepat. Proses dari sejak pengambilan benda uji dari
dalam air, menyelimutan dengan kain dan penimbangan sebaiknya
dilakukan tidak lebih dari 30 detik.
d. Berat jenis curah (bulk spesific gravity) benda uji.
3. Pengujian stabilitas dan flow
a. Rendamlah benda uji dalam bak perendam (waterbath) selama 30-40
menit dengan suhu tetap (60 ± 1) ºC
b. Keluarkan benda uji dari bak perendam atau dari oven dan letakkan ke
dalam segmen bawah kepala penekan dengan catatan bahwa waktu yang
diperlukan dari saat diangkatnya benda uji dari bak perendaman sampai
tercapainya beban maksimum tidak boleh melebihi 30 detik.
c. Pasang segmen atas di atas benda uji dan letakkan keseluruhannya dalam
mesin penguji.
d. Pasang arloji pengukur pelelehan (flow) pada kedudukannya di atas salah
satu batang penuntun dan atur kedudukan jarum penunjuk pada angka nol,
sementara selubung tangkai arloji (sleeve) dipegang teguh terhadap
segmen atas kepala penekan.
e. Naikkan kepala penekan beserta benda ujinya dinaikkan hingga
menyentuh alas cincin penguji, sebelum pembebanan diberikan.
f. Atur jarum arloji tekan pada kedudukan angka nol.
g. Berikan pembebanan pada benda uji dengan kecepatan tetap sekitar 50
mm per menit sampai pembebanan maksimum tercapai, atau pembebanan
menurun seperti yang ditunjukkan oleh jarum arloji tekan dan catat
pembebanan maksimum.
h. Catat nilai pelelehan (flow) yang ditunjukkan oleh jarum arloji pengukur
pelelehan pada saat pembebanan maksimum tercapai. Pastikan data yang
didpatkan sesuai untuk mengurangi kesalahan analisa data.

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 54


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Marshall Test

1. Ambil agregat lolos saringan 2. Keringkan agregat dengan


yang telah ditentukan menggunakan kompor

4. Masukan agregat yang telah


dicampurkan kedalam plastik 3. Timbang agregat sebanyak
jumlah yang telah ditentukan
lalu dicampurkan dengan bahan
lainnya

5. Siapkan mould / cetakan benda 6. Panaskan agregat yang telah


uji dimasukan kedalam plastik
dengan suhu 165o dan aspal
dengan suhu 160o

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 55


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Marshall Test

8. Masukan benda uji yang telah 7. Campurkan agregat dan aspal


dicampur kedalam mould yang dengan takaran yang telah
telah disiapkan kemudian tutup ditentukan
atas benda uji dengan kertas
kalender

9. Masukan benda uji kedalam 10. Keluarkan benda uji dari


automatic compaction lakukan mould dengan menggunakan
pemukulan sebanyak 75 kali dongkrak
pada 1 sisi. Lakukan
pemukulan pada kedua sisi
benda uji

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 56


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Marshall Test

12. Masukkan benda uji ke dalam 11. Hitung berat kering benda uji
air bersuhu 25ºC selama 3
sampai 5 menit dan kemudian
ditimbang untuk mendapatkan
berat benda uji dalam air

13. Rendam lagi benda uji dalam 14. Keluarkan benda uji dari
water bath dengan suhu 60 0 waterbath
selama 30 menit

16. Hitung kecepatan 15. Masukkan kedalam mesin


pembebanan dan nilai marshall test kemudian
pelelehan pada arloji jalankan mesinnya

Gambar 4.2 Prosedur Pengujian Marshall Test

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 57


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Ekstrasi
4.2 Pengujian Kadar Semen Aspal dengan Cara Ekstraksi
Ekstraksi adalah pemeriksaan sampel (benda uji) aspal yang bertujuan
untuk mengetahui kandungan aspal yang ada apakah sudah sesuai dengan
spesifikasi yang telah ditentukan menurut SKBI-24.26.1987 yaitu tentang kadar
aspal yang diizinkan berkisar antara 4% sampai 7%. Kadar aspal merupakan
persentase dari berat endapan dan berat sampel campuran yang dibuat dalam
percobaan. Berat sampel campuran dibuat dengan cara menumbuk benda uji yang
telah di uji dengan test marshall seberat 300 gram.

4.2.1 Maksud dan tujuan


Maksud dari pengujian ini untuk menentukan kadar semen aspal dalam
campuran beton aspal dengan jalan melarutkan bagian-bagian yang terlarut.
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui kadar mineral (tak larut) yang
terdapat pada beton aspal tersebut.

4.2.2 Bahan dan peralatan


Bahan dan peralatan yang digunakan pada pengujian kadar semen aspal
dengan cara ekstraksi antara lain sebagai berikut:
1. Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada pengujian kadar semen aspal dengan
cara ekstraksi antara lain sebagai berikut:
a. Beton aspal 700 gram.
b. Bensin sebagai pelarut.
2. Peralatan
Adapun peralatan yang digunakan pada pengujian kadar semen aspal dengan
cara ekstraksi antara lain sebagai berikut:
a. Alat ekstraksi berkapasitas 1000 ml yang dilengkapi dengan ekstraktor 500
ml (Centrifuge).
b. Kertas saring (Kertas filter).
c. Timbangan.
d. Kompor.

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 51


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Ekstrasi

Campuran aspal Bensin. Mesin centrifuge.


sebanyak 700 gram.

1 Set Saringan Timbangan. Wajan.

Kompor Kertas saring

Gambar 4.9 Bahan dan Peralatan Pengujian Kadar Semen Aspal dan Ektraksi.

4.2.1 Prosedur percobaan


Prosedur pengujian yang akan dilakukan dalam pengujian kadar aspal
dengan ekstraksi sebagai berikut.
1. Panaskan agregat dan aspal menggunakan kompor, dengan suhu 160o untuk
agregat dan aspal dengan suhu 165o.
2. Masukan agregat dan aspal yang telah dipanaskan kedalam wadah kemudian
aduk hingga rata.
3. Letakkan benda uji dalam talam yang dilapisi dengan kertas kalender,
kemudian diamkan selama 30 menit hingga dingin
4. Setelah dingin, Timbang benda uji sebanyak 700 gram sebanyak 2 sampel
5. masukan benda uji kedalam mesin centrifuge kemudian rendam dengan
bensin sampai terendam seluruhnya, diamkan selama 24 jam.
6. Tutup dengan menggunakan kertas saring dan penutup centrifuge.
7. Nyalakan alat ekstraksi dengan kecepatan 3800 rpm sampai bensin tidak
keluar lagi dari alat ekstraksi.

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 52


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Ekstrasi
8. Setelah bensin habis, masukkan kembali bensin kedalam alat ekstraksi.
9. Ulangi sampai bensin yang keluar dalam keadaan jernih.
10. Keluarkan benda uji dari dari alat ekstraksi dan bersihkan kertas saring.
11. Benda uji yang sudah kering dipanaskan dengan kompor sampai kering
permukaan.
12. Saring agregat yang sudah dingin dengan set saringan.
13. Timbang berat yang tertahan di tiap saringan
14. lakukan pada setiap saringan hingga mendapatkan berat tertahan pada
masing-masing saringan.

2.
1. Panaskan agregat dan aspal 2. Masukan agregat dan aspal
menggunakan kompor, dengan yang telah dipanaskan kedalam
suhu 160o untuk agregat dan wadah kemudian aduk hingga
aspal dengan suhu 165o. rata.

3.
4.

4. Setelah dingin, ambil benda uji 3. Letakkan benda uji dalam


sebanyak 700 gram. talam yang dilapisi dengan
kertas kalender, kemudian
diamkan selama 30 menit
hingga dingin.

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 53


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Ekstrasi

5. masukan benda uji kedalam 6. Timbang berat kertas filter.


mesin centrifuge kemudian
rendam dengan bensin sampai
terendam seluruhnya, diamkan
selama 24 jam.

8. Nyalakan alat ekstraksi dengan 7. Tutup dengan menggunakan


kecepatan 3800 rpm sampai kertas saring dan penutup
bensin tidak keluar lagi dari centrifuge.
alat ekstraksi.

9. Setelah bensin habis, masukkan 10. Ulangi sampai bensin yang


kembali bensin kedalam alat keluar dalam keadaan jernih.
ekstraksi.

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 54


Laporan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Ekstrasi

12. Benda uji yang sudah kering 11. Keluarkan benda uji dari dari
dipanaskan dengan kompor alat ekstraksi dan bersihkan
sampai kering permukaan. kertas saring.

13. Kemudian saring agregat 14. Lalu timbang berat yang


yang sudah dingin dengan set tertahan di tiap saringan.
saringan.

15. Lakukan pada setiap saringan


hingga mendapatkan berat
tertahan pada masing-masing
saringan.

Gambar 4.10 Prosedur Pengujian Kadar Semen Aspal dan Ektraksi

Farhan Wisnu Nugraha – F1G221023 55

Anda mungkin juga menyukai