Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lapisan Aspal Beton / Hot-Mix

Lapis aspal beton adalah lapisan pada konstruksi jalan raya, yang terdiri
dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus (well graded)
dicampur, dihamparkan dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu.
Jenis agregat yang digunakan terdiri dari agregat kasar, agregat halus dan filler,
sedangkan aspal yang digunakan sebagai bahan pengikat untuk lapis aspal beton
harus terdiri dari salah satu aspal keras penetrasi 40/50, 60/70 dan 80/100 yang
seragam, tidak mengandung air bila dipanaskan sampai suhu 175°C tidak berbusa
dan memenuhi persyaratan sesuai dengan yang ditetapkan. Pembuatan Lapis
Aspal Beton (Laston) dimaksudkan untuk mendapatkan suatu lapisan permukaan
atau lapis antara (binder) pada perkerasan jalan yang mampu memberikan
sumbangan daya dukung yang terukur serta berfungsi sebagai lapisan kedap air
yang dapat melindungi konstruksi dibawahnya (Bina Marga, 1987).
Menurut Sukirman, S (2003) menjelaskan bahwa lapis aspal beton (Laston)
digunakan untuk jalan-jalan dengan beban lalu lintas berat, laston juga dikenal
dengan nama AC (Asphalt Concrete). Ada tujuh karakteristik campuran yang
harus dimiliki oleh aspal beton sebagai berikut:
1. Tahan Terhadap Tekanan (Stability)
Tahan tehadap tekanan adalah kemampuan dari suatu perkerasan jalan
menerima beban lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti
gelombang, alur dan bleeding. Jalan yang melayani volume lalu lintas
yang tinggi dan dominan terdiri dari kendaraan berat, membutuhkan suatu
perkerasan jalan dengan stabilitas yang tinggi. Faktor yang dapat
mempengaruhi nilai stabilitas aspal beton adalah gesekan internal dan
kohesi.

1
2

2. Keawetan (Durability)
Keawetan adalah kemampuan beton aspal untuk menerima repetisi beban
lalu lintas seperti berat kendaraan dan gesekan antara roda kendaraan dan
permukaan jalan, serta menahan keausan akibat pengaruh cuaca dan iklim,
seperti udara, air atau perubahan temperatur. Durabilitas beton aspal
dipengaruhi oleh tebalnya film atau selimut aspal, banyaknya pori dalam
campuran, kepampatan dan kedap airnya campuran. Semakin tebal film
aspal akan mengakibatkan mudah terjadi bleeding yang akan
menyebabkan jalan semakin licin.
3. Kelenturan (Flexibility)
Kelenturan adalah kemapuan dari beton aspal untuk menyesuaikan diri
akibat penurunan (konsolidasi/settlement) dan pergerakan dari pondasi
atau tanah dasar, tanpa terjadi retak. Penurunan terjadi akibat repetisi
beban lalu lintas, ataupun penurunan akibat berat sendiri tanah timbunan
yang dibuat di atas tanah asli. Fleksibilitas dapat ditingkatkan dengan
mempergunakan agregat yang bergradasi terbuka dengan kadar aspal yang
tinggi.
4. Ketahanan Terhadap Kelelehan (Fatigue Resistance)
Ketahanan terhadap kelelehan adalah suatu kemampuan dari beton aspal
untuk menerima lendutan berulang akibat repetisi beban, tanpa terjadinya
kelelehan berupa alur dan retak.
5. Kekesatan atau Tahanan Geser
Kekesatan atau Tahanan Geser adalah kemampuan permukaan beton aspal
terutama pada kondisi basah, memberikan gaya gesek pada roda kendaraan
sehingga roda kendaraan tidak tergelincir, ataupun slip. Selain itu agregat
yang digunakan tidak saja harus mempunyai permukaan yang kasar, tetapi
juga harus mempunyai daya tahan untuk permukaannya tidak mudah
menjadi licin akibat repetisi kendaraan.
6. Kedap Air (Impermeable)
Kedap air adalah kemampuan beton aspal untuk tidak dapat dimasuki oleh
air ataupun udara ke dalam lapisan beton aspal. Air dan udara dapat
3

menyebabkan terjadinya percepatan proses penuaan aspal, dan


pengelupasan film/selimut aspal dari permukaan agregat. Tingkat
impermebilitas beton aspal berbanding terbalik dengan tingkat
durabilitasnya.
7. Mudah Dilaksanakan (Workability)
Workability adalah kemampuan campuran beton aspal untuk mudah
dihamparkan dan dipampatkan. Faktor yang mempengaruhi tingkat
kemudahan dalam proses penghamparan dan pemadatan adalah viskositas
aspal, kepekaan aspal terhadap perubahan temperatur gradasi serta kondisi
agregat.

Persyaratan yang harus dipenuhi oleh campuran beton aspal dapat dilihat
pada Tabel 2.1

Tabel 2.1. Persyaratan Campuran Lapis Aspal Beton

Laston

Sifat-sifat
Campuran Lapis Aus Lapis Antara Pondasi

Halus Kasar Halus Kasar Halus Kasar

Kadar aspal efektif (%) Min. 5,1 4,3 4,3 4,0 4,0 3,5

Penyerapan aspal (%) Maks. 1,2

Jumlah tumbukan per bidang 75 112


4

Min. 3,0

Rongga dalam campuran (%)

Maks. 5,0

Rongga dalam Agregat 1


Min. 5 14 13
(VMA)(%)

6
Rongga Terisi Aspal (%) Min. 5 63 60

Stabilitas Marshall (kg) Min. 800 1800

Pelelehan (mm) Min. 2 4,5

Marshall Quotient (kg/mm) Min. 250 300

Stabilitas Marshall Sisa (%)

setelah perendaman selama


24 Min. 90

jam, 60°C
5

Rongga dalam campuran (%)


Min. 2
pada Kepadatan membal
(refusal)

Sumber: Dokumen Pelelangan Nasional. Kementerian Pekerjaan Umum. Direktorat


Jenderal Bina Marga.

1. Bahan Penyusun Perkerasan

Bahan utama penyusun perkerasan jalan adalah agregat, aspal, dan bahan
pengisi (filler). Untuk mendapatkan hasil yang baik dan berkualitas dalam
menghasilkan perkerasan jalan, maka bahan-bahan tersebut harus memiliki
kualitas yang baik pula.

2.2 Agregat

Agregat adalah bahan penyusun utama dalam perkerasan jalan. Mutu dari
agregat akan sangat menentukan mutu dari perkerasan yang akan dihasilkan.
Pengawasan terhadap mutu agregat dapat dilakukan dengan pengujian di
laboratorium.
Agregat didefinisikan sebagai batu pecah, kerikil, pasir atau komposisi
mineral lainnya, baik yang berupa hasil pengolahan (penyaringan, pemecahan)
yang merupakan bahan baku utama konstruksi perkerasan jalan. Pada perkerasan
beton aspal yang dibuat melalui proses pencampuran panas, agregat mengisi 95%
berat campuran atau 75-85% volume campuran. Oleh karena itu perlu
diperhatikan dengan baik kualitas agregat yang akan dipakai, yaitu
memperhatikan sifat-sifat dari agregat tersebut seperti gradasi dan ukuran butir,
kebersihan, bentuk dan tekstur permukaan, kekuatan dan porositas. Diperlukan
pemeriksaan laboratorium mengenai mutu dari agregat itu sendiri. Dengan
6

demikian agregat yang akan dipakai dalam penelitian dapat memenuhi sesuai
dengan syarat yang ditentukan.
Sifat agregat memberikan pengaruh yang penting pada campuran beton
aspal. Sifat agregat tersebut antara lain adalah gradasi. Gradasi adalah pembagian
ukuran agregat. Gradasi agregat dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu:
1. Gradasi seragam (uniform gradation) Adalah gradasi dengan ukuran butir yang
hampir sama
2. Gradasi baik (well gradation) Adalah agregat yang ukuran butir dari besar ke
kecil dengan porsi yang hampir seimbang
3. Gradasi senjang (gap gradation) Adalah gradasi dimana ada bagian tertentu
yang dihilangkan sebagaian.

Agregat yang digunakan harus memenuhi persyaratan seperti tercantum


dalam Tabel 2.2. dan 2.3.
Tabel 2.2 Persyaratan Pemeriksaan Agregat Kasar
Jenis Pemeriksaan Syarat Satuan

1 Keausan dengan mesin Los Angeles(SNI 2417 : 2008) <30 %

2 Kelekatan dengan aspal (SNI 2439 :2011) >95 %

Kekekalan bentuk agregat terhadap natrium (SNI


3 12 %
3407 : 2008)

4 Material lolos ayakan no:200 (SNI 03-4142 : 1996) <2 %


7

5 Partikel pipih dan lonjong (ASTM D4791 perb 1:5) <10 %

Sumber: Dokumen Pelelangan Nasional. Kementerian Pekerjaan Umum.


Direktorat Jenderal

Tabel 2.3 Persyaratan Pemeriksaan Agregat Halus

No Jenis Pengujian Syarat

1 Sand equivalent (SNI 03-4428 : 1997) Min 60%

2 Berat jenis semu (SNI 3423 : 2008) < 3%

3 Peresapan terhadap air (SNI 03-6877 : >2,5 gr/cc

2002)

Sumber: Dokumen Pelelangan Nasional. Kementerian Pekerjaan Umum.

Gradasi agregat diperoleh dari hasil analisis pemeriksaan saringan dengan


menggunakan saringan ¾”, ½”, ⅜”, 4, 8, 30, 50, 100, 200 dan pan. Gradasi
agregat dinyatakan dalam persentase lolos dan persentase yang tertahan dalam
saringan, yang dihitung berdasarkan berat agregat keseluruhan.

3.3 Jenis-Jenis Campuran Aspal Panas (Hot-Mix)


Berikut ini adalah jenis campuran aspal panas yang telah dipakai sebagai
lapis perkerasan di Indonesia, antara lain :
8

1. Lapis Aspal Beton (Laston) atau AC (Asphalt Concrete)


Laston adalah suatu lapis permukaan yang terdiri dari campuran aspal
keras dan agregat yang bergradasi menerus, dicampur, dihamparkan dan
dipadatkan dalam kondisi panas dan suhu terteentu. Laston bersifat kedap air,
mempunyai nilai struktural, awet, kadar aspal berkisar 4-7 % terhadap berat
campuran, dan dapat digunakan untuk lalu lintas ringan, sedang sampai berat.
Campuran ini memiliki tingkat kekakuan tinggi. Karena itu, bahan ini tidak
cocok diletakan pada lapisan fleksibel, seperti lapis penetrasi. Tipe kerusakan
yang umumnya terjadi pada lapisan ini adalah retak dan terlepasnya butiran.
Hasil penelitian menunjukan bahwa campuran ini perlu perbaikan dalam hal
kelenturan dan daya tahannya (Yamin, 2002).
Kimpraswil (2000) membagi aspal beton menjadi tiga macam campuran,
yaitu Laston lapis AUS (AC-WC), Laston lapis pengikat (AC-BC), dan
Laston lapis pondasi (AC-Base), dengan ukuran maksimum agregat masing-
masing campuran adalah 19mm, 25,4mm dan 37,5mm. Lapis aspal beton
biasanya digunakan untuk lapis permukaan, lapis perata dan lapis pengikat.
Dalam penggunaannya, ketiganya mempunyai perbedaan dalam persyaratan
pencampurannya. Agregat yang digunakan umumnya mempunyai gradasi
rapat, dan memiliki rongga udara antar agregat kecil dan memerlukan sedikit
aspal. Kerusakan yang sering terjadi pada beton aspal, biasanya dimulai
dengan adanya retak-retak pada perkerasan. Hal ini, karena beton aspal
mempunyai rongga antara agregat yang kecil, sehingga volume aspal yang
menyelimuti butiran juga sedikit. Akibatnya, aspal dengan mudah teroksidasi,
lapisan kurang kedap air yang mengakibatkan aspal mudah terkelupas dari
agregat yang menyebabkan terjadinya pelepasan butir.
2. Lapis Tipis Aspal Beton (Lataston, HRS)
Lataston atau Hot Rolled Sheets (HRS) yang bergradasi senjang ini adalah
campuran aspal dengan kadar aspal yang relatif tinggi daripada jenis laston.
Maksud dari penggunaan kadar aspal yang tinggi adalah agar perkerasan
mempunyai fleksibilitas tinggi, awet dan tahan terhadap kelelehan. Ketiadaan
ukuran agregat antara 2,36 mm dan ukuran 0,6 mm, menyebabkan campuran
9

aspal yang diproduksi cenderung menjadi jenis aspal bergradasi relatife halus,
serta kadar aspal yang berlebihan. Campuran ini lebih tahan terhadap retak,
tetapi mudah mengalami deformasi plastis yang berupa timbulnya alur
(rutting) pada permukaan perkerasan, terutama akibat lalu lintas berat.
Lataston terdiri dari 2 macam, yaitu : Lataston Lapis Pondasi (HRS-base)
dan Lataston Lapis Permukaan (HRS-Wearing course) dan ukuran maksimum
agregat masing-masing campuran adalah 19 mm. lataston lapis pondasi (HRS-
base) mempunyai gradasi yang lebih kasar daripada Lataston lapis permukaan
(HRS-Wearing Course) (Yamin, 2002).
HRS termasuk kelompok jenis campuran HRA (Hot Rolled Asphalt).
Selain itu, terdapat pula Asphalt Treated Base Levelling (ATBL) untuk bahan
perata sebelum HRS dihamparkan. Dan Asphalt Treated Base (ATB) yang
digunakan sebagai lapis pondasi atas.
3. Latasir (Sandsheet)
Lapis Tipis Aspal Pasir (Latasir) adalah lapis peenutup yang terdiri dari
aspal keras dan pasir alam yang bergradasi menerus, dicampur, dihamparkan
dan dipadatkan, pada suhu tertentu dengan tebal setelah padat 1-2 cm. latasir
ini berfungsi sebagai lapis penutup, lapis aus, dan dapat memberikan
permukaan jalan yang rata dan licin. Latasir bersifat kedap air dan kenyal,
tidak mempunyai nilai struktural, tahan terhadap keausan akibat lalu lintas
dan pengaruh cuaca. Campuran ini digunakan pada jalan dengan lalu lintas
ringan, khususnya pada daerah dimana agregat kasar sulit diperoleh.
Pemilihan kelas, yaitu kelas A atau B, bergantung pada gradasi pasir yang
digunakan. Campuran latasir biasanya memerlukan penambahan bahan
pengisi (filler) agar memenuhi sifat-sifat yang disyaratkan. Campuran ini
ketahanannya rendah terhadap alur (rutting), karena itu tidak boleh digunakan
untuk lapisan yang tebal, pada jalan lalu lintas berat, dan pada daerah
tanjakan. Dalam perkembangannya, terutama dalam proyek pemeliharaan
jalan, penggunaan latasir ditingkatkan kedalam spesifikasi bahan HRSS (Hot
Rolled Sand Sheet).
10

3.4 Reclaimed Asphalt Pavement (RAP)


RAP adalah bahan bongkaran perkerasan jalan lama yang sudah rusak,
biasanya digunakan sebagai bahan urugan atau bahkan sering menjadi limbah.
Karena desakan krisis minyak dan isu lingkungan untuk mereduksi limbah,
material RAP kemudian mulai dimanfaatkan secara progresif dengan cara diolah
kembali dengan diberi bahan peremaja untuk dijadikan bahan perkerasan baru.
Pada mulanya RAP diolah secara panas (hot-mix), namun dengan berkembangnya
teknologi dan desakan hemat energi, pengolahan kemudian dilakukan secara
dingin (cold-mix).  (Sunarjono, 2009). Menurut suhu pencampurannya metode
daur ulang dapat dibagi menjadi:
A. Cold-Mix Recycling
Daur ulang campuran dingin (cold mix recycling) yaitu material
jalan yang sudah dihancurkan di-tempat, kemudian dicampur dengan
semen aspal emulsi atau kombinasi keduanya dengan sistem pencampuran
dingin (tidak perlu memanaskan agregat RAP), sebelum dipadatkan
menjadi konstruksi perkerasan jalan yang baru. Pada teknologi cold-mix
recycling yang terkini, bahan tambah aspal emulsi diganti dengan foamed
bitumen yang menghasilkan hasil campuran yang lebih cepat mengeras.
sehingga bias langsung open traffic begitu proses pemadatan selesai
(Sunarjono, 2008).
B. Hot-Mix Recycling
Hot-mix recycling, konstruksi perkerasan aspal yang telah rusak
digali, digiling dan dihancurkan dengan mesin, kemudian ditambahkan
sedikit aspal baru dengan pencampuran dalam kondisi panas (sekitar suhu
140˚C-180˚C). Material yang sudah tercampur rata kemudian digelar dan
dirapikan permukaannya, untuk kemudian dipadatkan dengan roller
compactor, sehingga terbentuklah konstruksi perkerasan jalan yang baru
(Sunarjono, 2008).
C. Warm-Mix Recycling
Warm-mix recycling, konstruksi perkerasan aspal yang telah rusak
digali, digiling dan dihancurkan dengan mesin, kemudian ditambahkan
11

sedikit aspal baru dengan pencampuran dalam kondisi hangat pada suhu
pencampuran sekitar 600˚C. Material yang sudah tercampur rata kemudian
digelar dan dirapikan permukaannya, untuk kemudian dipadatkan dengan
roller compactor, sehingga terbentuklah konstruksi perkerasan jalan yang
baru (Sunarjono, 2008). Menurut tempat pencampurannya metode daur
ulang dapat dibagi menjadi In-plant recycling dan In-place recycling.

1. In-Plant Recycling

Pada metode ini, material RAP hasil penggarukan dengan menggunakan


alat penggaruk (milling) diangkut ke Asphalt Mixing Plant (AMP) tipe
Bach atau Continous, yang telah dimodifikasi. Didalam unit pencampur ini
material RAP tersebut dicampur dengan material baru yaitu agregat, aspal
dan bahan peremaja bila diperlukan. Campuran tersebut kemudian
diangkut ke lokasi penghamparan dan dihampar dengan mennggunakan
alat penghampar kemudian dipadatkan.
2. In-Place Recycling
Pada metode ini digunakan, In Place Recycling Machine. Pemanasan lapis
perkerasan, pembongkaran, penggemburan lapis lama, penambahan bahan
baru (agregat, aspal dan bahan peremaja)

Pada dasarnya perbaikan lapis keras dengan metode daur ulang dapat
dilaksanakan setelah terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan perkerasan. Dari
pemeriksaan awal ini akan diketahui metode yang sesuai untuk digunakan dalam
teknik daur ulang maupun cara modifikasi yang harus dilakukan untuk
menghasilkan lapis keras daur ulang dengan kualitas dan kuantitas optimal yang
direncanakan.
RAP diperiksa dan dievaluasi untuk mengetahui komposisi material pada
campuran dan mengetahui kualitas dan sifat-sifat yang dimiliki secara garis besar
evaluasi bahan ini dibagi menjadi tiga, yaitu:
12

1. Evaluasi campuran perkerasan lama.


Pemeriksaan campuran perkerasan diperlukan untuk mengetahui
komposisi material pada campuran dan untuk mengetahui kualitas
campuran perkerasan. Besarnya komposisi material agregat dan aspal
dalam campuran diperoleh dari pengujian ekstraksi, dengan demikian
kadar aspal dalam campuran dapat diketahui.
2. Evaluasi agregat.
Evaluasi agregat dilakukan setelah pemeriksaan ekstraksi. Agregat yang
telah terpisah dari campuran perkerasan diperiksa untuk menentukan
gradasinya. Gradasi agregat ini diperlukan untuk menentukan kombinasi
agregat yang harus ditambahkan kedalam campuran kerja. Agergat
berfungsi sebagai pendukung utama dari beban yang diterima oleh lapis
keras, dengan demikian agregat harus memenuhi persyaratan seperti yang
diterapkan dalam spesifikasi konstruksi (Krebs dan Walter, 1971).
Persyaratan pokok yang harus dipenuhi oleh batuan yang akan
dipergunakan sebagai bahan untuk lapis perkerasan adalah :
a. Tahan Terhadap Keausan.
b. Mempunyai kekerasan tertentu agar dapat bertahan pada saat
penggilasan dan mendukung beban kendaraan.
3. Evaluasi aspal.
Kandungan aspal dalam campuran perkerasan lama yang telah diketahui
dari pemeriksaan sebelumnya perlu diperiksa kembali untuk mengetahui
sifat-sifat fisiknya. Selanjutnya dari sifat-sifat fisiknya, maka kualitas aspal
dan campuran dapat diketahui. Pemeriksaan yang harus dilakukan untuk
evaluasi aspal ini yaitu pemeriksaan penetrasi, daktalitas dan titik lembek
aspal. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui sebarapa jauh
perubahan sifat-sifat fisik yang terjadi pada aspal akibat dari pengaruh
lingkungan dan pembebanan. Aspal akan masih bertahan sesuai dengan
sifat aslinya apabila komponen-komponen aslinya masih seimbang, yang
artinya apabila kita uji masih menunjukkan kualitas sesuai dengan
spesifikasi.
13

Anda mungkin juga menyukai