Anda di halaman 1dari 22

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Konstruksi Pekerasan Jalan

Konstruksi jalan telah dibuat sejak lama, karena aktivitas pengangkutan


merupakan kegiatan dasar manusia. Pada awalnya, konstruksi jalan tanah yang
diperkeras dianggap cukup karena beban kendaraan dan arus lalu lintas masih
ringan. Dengan perkembangan zaman, jalan tanah dinilai tidak memadai karena
jalan tersebut mengalami kerusakan. Selanjutnya dipikirkan teknik untuk
memberi lapis tambahan di atas permukaan jalan dalam rangka memperkuat
daya dukung jalan terhadap beban. Oleh karena lapis tambahan tersebut perlu
diperkeras dengan maksud untuk memperkuat daya dukung terhadap beban lalu
lintas maka disebut perkerasan (pavement). Perkerasan yang dibuat untuk
konstruksi jalan disebut perkerasan jalan.

Menurut Sukirman (2003), Perkerasan jalan adalah lapisan perkerasan yang


terletak diantara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan, yang berfungsi
memberikan pelayanan kepada transportasi, dan selama masa pelayanannya
diharapkan tidak terjadi kerusakan yang berarti.

Agar lapis perkerasan tidak mudah mengalami kerusakan maka lapis perkerasan
harus mempunyai bahan campuran dengan kualitas yang baik dan dapat
menyebarkan beban roda yang lebih luas diatas permukaan tanah, dimana bahan
campuran lapis perkerasan terdiri dari agregat dan bahan ikat.

5
2.1.1 Jenis Konstruksi Perkerasan

Menurut Sukirman (1992) berdasarkan bahan pengikatnya, konstruksi perkerasan


dibedakan sebagai berikut :
1. Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement)
Konstruksi perkerasan lentur adalah perkerasan yang menggunakan aspal
sebagai bahan pengikatnya. Lapisan - lapisan perkerasannya bersifat memikul
dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar. Perkerasan lentur terdiri
dari beberapa komponen yang dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Komponen Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

2. Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement)


Konstruksi perkerasan kaku adalah perkerasan yang menggunakan semen
(portland cement) sebagai bahan ikat, Plat beton dengan atau tanpa tulangan
diletakkan di atas dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu
lintas sebagian dipikul oleh plat beton. Perkerasan kaku terdiri dari beberapa
komponen yang dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Komponen Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)

6
3. Konstruksi perkerasan komposit (composite pavement)
Konstruksi perkerasan komposit adalah perkerasan kaku yang
dikombinasikan dengan perkerasan lentur dapat berupa perkerasan lentur di
atas perkerasan kaku, atau perkerasan kaku di atas perkerasan lentur.
Perkerasan komposit terdiri dari beberapa komponen yang dapat dilihat pada
Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Komponen Perkerasan Komposit (Composite Pavement)

2.2. Aspal Beton

Aspal Beton (Asphalt Concrete) adalah jenis perkerasan jalan yang terdiri dari
campuran agregat dan aspal sebagai bahan pengikat dan agregat sebagai bahan
pengisi, yang dicampur, dihampar dan dipadatkan dalam keadaan panas atau
dingin dengan suhu tertentu. Temperatur adalah faktor utama dalam pemeriksaan
yang akan menentukan temperatur pemadatan. Temperatur pencampuran
ditentukan berdasarkan jenis aspal apa yang digunakan. Dalam pencampuran aspal
harus dipanaskan untuk memperoleh tingkat kecairan (viskositas) yang tinggi agar
mendapatkan mutu campuran yang baik dan kemudahan dalam pelaksanaan.
(Menurut Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum 2010) aspal beton atau sering
disebut lapisan aspal beton (LASTON) sesuai fungsinya terdiri atas 3 macam
campuran yaitu :
1. Lapisan AC-WC (Asphalt Concrete-Wearing Course) merupakan lapis
perkerasan yang terletak paling atas yang berfungsi sebagai lapisan aus dan
memiliki ketebalan minimum 4 cm.

7
2. Lapisan AC-BC (Asphalt Concrete-Binder Course) merupakan lapis
perkerasan yang terletak dibawah lapisan aus (Wearing Course) dan diatas
lapisan pondasi (Base Course) serta memiliki ketebalan minimum 6 cm.
3. Lapisan AC-Base (Asphalt Concrete-Base) merupakan lapis perkerasan yang
terletak dibawah lapisan pengikat (Binder Course) dan memiliki ketebalan
minimum 7,5 cm.
Campuran beraspal panas memiliki ketentuan sifat - sifat menurut Spesifikasi
Umum 2010 yang dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Spesifikasi sifat-sifat laston (AC) gradasi halus


LASTON
Sifat - sifat Campuran AC-
AC-WC AC-BC Base
Kadar Aspal efektif Min 5,1 4,3 4,0
Penyerapan Aspal (%) Max 1,2
Jumlah Tumbukan Perbidang 75 112
Rongga dalam Campuran (VIM) Min 3,0
(%) Max 5,0
Rongga dalam Agregat (VMA) (%) Min 15 14 13
Rongga Terisi Aspal (VFA) (%) Min 65 65 65
Stabilitas Marshall (Kg) Min 800 1800
Min 2 3
Pelelehan (mm)
Max 4 6
Marshall Quotient (Kg/mm) Min 250 300
IRS (%) Min 90
Sumber: Spesifikasi umum Bina Marga 2010 Revisi 3 Pekerjaan Aspal Tabel 6.3.3. (1c)

Berdasarkan temperatur ketika mencampur dan memadatkan campuran, campuran


beraspal (aspal beton) dapat dibedakan atas 4 jenis (EAPA,2010) :
1. Aspal beton campuran panas (hot mix) adalah aspal beton yang material
pembentuknya dicampur pada suhu pencampuran sekitar 140ºC-190 ºC.
2. Aspal beton campuran sedang (warm mix) adalah aspal beton yang material
pembentuknya dicampur pada suhu pencampuran sekitar 100ºC-140 ºC.
3. Aspal beton campuran setengah hangat (half warm mix) adalah aspal beton
yang material pembentuknya dicampur pada suhu pencampuran sekitar 70ºC-
100 ºC.

8
4. Aspal beton campuran dingin (cold mix) adalah aspal beton yang material
pembentuknya dicampur pada suhu pencampurannya tanpa menggunakan
panas sama sekali.

2.3. Bahan Campuran Perkerasan Lentur

Pada umumnya bahan penyusun suatu perkerasan lentur adalah agregat, filler, dan
aspal. Bahan-bahan tersebut harus memenuhi kriteria atau syarat-syarat yang telah
ditetapkan oleh Bina Marga. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya
kegagalan konstruksi yang disebabkan oleh bahan.

2.3.1. Agregat

Agregat adalah sekumpulan butir-butir batu pecah, kerikil, pasir atau mineral
lainnya, baik berupa hasil alam maupun buatan (Petunjuk Pelaksanaan Laston
Untuk Jalan Raya SKBI -2.4.26.1987). Agregat sebagai komponen utama dari
lapisan perkerasan jalan yang mengandung 90% - 95% agregat berdasarkan
persentase berat atau 75% - 85% agregat berdasarkan persentase volume
(Sukirman, 1999). Dengan demikian kualitas pekerjaan jalan ditentukan juga dari
sifat agregat dan hasil campuran agregat dengan material lain.

Pemilihan jenis agregat yang sesuai untuk digunakan pada konstruksi perkerasan
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu gradasi, kekuatan, bentuk butir, tekstur
permukaan , kelekatan terhadap aspal serta kebersihan dan sifat kimia. Jenis dan
campuran agregat sangat mempengaruhi daya tahan atau stabilitas perkerasan
jalan (Kerbs and Walker, 1971).

9
Gambar 2.4. Agregat Pecah

Sebelum digunakan dalam campuran, agregat yang digunakan harus dilakukan


beberapa pengujian dan harus memenuhi syarat menurut Spesifikasi Bina Marga
2010 yang dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Spesifikasi Pengujian Agregat
No Jenis Pemeriksaan Standar Uji Syarat
Berat Jenis dan Penyerapan Maks 3 (%)
1 SNI 03-1968-1990
Penyerapan Agregat Kasar BJ Bulk Min 2,5
Berat Jenis dan
2 SNI 03-1970-1990 Penyerapan Maks 5 (%)
Penyerapan Agregat Halus
3 Tes Abrasi SNI 03-2417-1990 Maks 40 (%)
BS 812: part 3 :
4 Partikel Pipih dan Lonjong Maks 25 (%)
1975
Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 Revisi 3 Perkerasan Aspal

1. Gradasi Agregat
Gradasi agregat adalah distribusi dari ukuran partikel agregat dan dinyatakan
dalam persentase terhadap total beratnya. Gradasi agregat ditentukan oleh
analisis saringan, dimana contoh agregat ditimbang, dan dipersentasekan
agregat yang lolos atau tertahan pada masing-masing saringan terhadap berat
total. Agregat terbagi kedalam kelompok ukuran (fraksi) yang dapat dilihat
pada Tabel 2.3.

10
Tabel 2.3. Klasifikasi Fraksi Gradasi
Klasifikasi Nama Batas Ukuran (mm)
Fraksi Halus Pasir Halus
0,05 - 0,5
Fraksi Debu Debu Batu
Fraksi Sedang Krasak atau Pasir Kasar 0,5 - 5
Fraksi Kasar Kerikil atau Koral 5 - 30
Sumber: Konstruksi Jalan Raya Cetakan ke 4, penerbit YBPPU 1987

Gradasi agregat mempengaruhi besarnya rongga dalam campuran dan


menentukan apakah gradasi agregat memenuhi spesifikasi atau tidak. Gradasi
agregat terbagi sebagi berikut :
a. Gradasi seragam (Uniform Graded), adalah campuran agregat memiliki
ukuran hampir sama atau mengandung agregat halus yang sedikit
jumlahnya, sehingga tidak dapat mengisi rongga antar agregat. Agregat
dengan gradasi seragam akan menghasilkan lapisan perkerasan dengan
sifat permeabilitas tinggi, stabilitas kurang, berat volume kecil.

Gambar 2.5. Gradasi Seragam (Uniform Graded)

11
b. Gradasi rapat (Dense Graded), adalah campuran agregat kasar dan halus
dalam porsi yang seimbang , sehingga dinamakan juga agregat bergradasi
baik. Gradasi rapat akan menghasilkan lapisan perkerasan dengan
stabilitas tinggi, kurang kedap air, sifat drainase jelek, dan berat volume
besar.

Gambar 2.6. Gradasi Rapat (Dense Graded)


c. Gradasi senjang (Gap Graded), adalah campuran yang tidak memenuhi
dua kategori gradasi diatas. Gradasi senjang akan menghasilkan lapis
perkerasan yang mutunya terletak antara kedua jenis diatas serta gradasi
ini juga lebih mudak dipadatkan disbanding kedua gradasi diatas.

Gambar 2.7. Gradasi Senjang (Gap Graded)

Gradasi agregat gabungan untuk campuran aspal, ditunjukan dalam persen


terhadap berat agregat dan berat pengisi, dimana harus memenuhi batas -
batas yang telah diberikan, pada penelitian ini gradasi yang digunakan adalah
gradasi nilai tengah dari spesifikasi AC-BC yang dapat dilihat pada Tabel 2.4.

12
Tabel 2.4. Gradasi Agregat AC-BC Gradasi Halus
Ukuran % Berat yang Lolos Terhadap Agregat Dalam
Ayakan (mm) Campuran Aspal
LASTON (AC)
Gradasi Halus
WC BC Base
37,5 100
25 100 90 – 100
19 100 90 – 100 73 – 90
12,5 90 – 100 74 – 90 61 – 79
9,5 72 -90 64 – 82 47 -67
4,75 54 – 69 47 – 64 39,5 -50
2,36 39,1 – 53 34,6 – 49 30,8 -37
1,18 31,6 – 40 28,3 – 38 24,1 -28
0,6 23,1 – 30 20,7 – 28 17,6 – 22
0,3 15,5 – 22 13,7 – 20 11,4 – 16
0,15 9 – 15 4 – 13 4 – 10
0,075 4 -10 4–8 3–6
Sumber: Spesifikasi Umum Bina Marga Revisi 3 Perkerasan Aspal

2. Ukuran Agregat
Ukuran agregat dalam suatu campuran beraspal terdistribusi dari yang
berukuran besar sampai ke yang kecil. Semakin besar ukuran maksimum
agregat yang dipakai semakin banyak variasi ukurannya dalam campuran
tersebut. Istilah lain yang biasa digunakan dengan ukuran agregat sebagai
berikut :
a. Agregat kasar merupakan agregat yang tertahan saringan no. 8 (2,36
mm).
b. Agregat halus merupakan agregat yang lolos saringan no. 8 (2,36 mm).
c. Mineral abu merupakan fraksi dari agregat halus yang 100% lolos
saringan no. 200 (0,0075 mm).

13
2.3.2. Aspal

Aspal pada lapis perkerasan berfungsi sebagai bahan ikat antara agregat untuk
membentuk suatu campuran yang kompak, sehingga akan memberikan kekuatan
masing-masing agregat (Kerbs and Walker, 1971). Selain sebagai bahan ikat,
aspal berfungsi untuk mengisi rongga antara butir agregat dan pori-pori yang ada
pada agregat itu sendiri.

Pada temperatur ruang aspal bersifat thermoplastic, sehingga aspal akan mencair
jika dipanaskan sampai pada temperatur tertentu dan kembali membeku jika
temperatur turun. Banyaknya aspal dalam campuran perkerasan berkisar antara 4 -
10% berdasarkan berat campuran, atau 10 -15% berdasarkan volume campuran
(Silvia Sukirman, 2003). Menurut Departemen Pekerjaan Umum pada Petunjuk
Lapis Aspal Beton (Laston) Untuk Jalan Raya, SKBI-2.4.26.1987, aspal
dibedakan menjadi 3 jenis yaitu :
1. Aspal Keras
Aspal keras adalah suatu jenis aspal minyak yang merupakan residu hasil
destilasi minyak bumi pada keadaan hampa udara, yang pada suhu normal
dan tekanan atmosfir berbentuk pampat.
2. Aspal Cair
Aspal cair adalah aspal minyak yang pada suhu normal dan tekanan berbentuk
cair, terdiri dari aspal keras yang diencerkan dengan bahan pelarut.
3. Aspal Emulsi
Aspal emulsi adalah suatu jenis aspal yang terdiri dari aspal keras, air, dan
bahan pengemulsi dimana pada suhu normal dan tekanan normal berbentuk
cair.

Aspal yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis aspal keras pertamina pen
60/70. Aspal keras pen 60/70 mempunyai spesifikasi yang dapat dilihat pada
Tabel 2.5.

14
Tabel 2.5. Ketentuan-Ketentuan untuk aspal keras 60/70
Standar
No Jenis Pengujian Pengujian Syarat
1 Penetrasi, 25˚C (mm) SNI 06-2456-1991 60-70
2 Berat Jenis SNI 2432:2011 ≥1
3 Titik Lembek, (˚C) SNI 2434:2011 ≥ 48
4 Berat yang Hilang (%) SNI 06-2441-1991 Maksimum 0,4 %
5 Daktilitas 25˚C (cm) SNI 02432:2011 ≥ 100
Pengujian Residu hasil TFOT (SNI-06-2440-1991)
6 Berat yang Hilang (%) SNI 06-2441-1991 Maksimum 0,8%
7 Viskositas Dinamis 60˚C SNI-03-6441-2000 Maksimum 800
8 Penetrasi pada 25˚C (%) SNI-06-2456-1991 Maksimum 54
Keelastisan setelah AASHTO T 301-
9 Pengembalian (%) 98 -
Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 Revisi 3 Perkerasan Aspal

2.3.3. Bahan Pengisi (Filler)

Menurut Bina Marga (1983) Filler adalah bahan berbutir halus yang berfungsi
sebagai butiran pengisi pada pembuatan campuran aspal beton. Filler didefiniskan
sebagai fraksi debu mineral yang lolos saringan no. 200 (0,075 mm) bias berupa
debu kapur, debut dolomit, semen Portland, abu terbang atau bahan mineral tidak
plastis lainnya. Filler harus dalam keadaan kering dengan kadar air maks 1%.
Pemberian Filler pada lapis perkerasan mengurangi kadar pori. Partikel Filler
menempati rongga diantara partikel - partikel yang lebih besar, sehingga ruang
diantara partikel - partikel besar menjadi berkurang. Secara umum penambahan
Filler ini dimaksudkan untuk menambah stabilitas serta kerapatan dalam
campuran.

Penambahan bahan pengisi (Filler) harus ada batasnya sebab terlalu tinggi
kandungan bahan pengisi akan menyebabkan campuran menjadi getas dan mudah
retak bila terkena beban lalu lintas, begitupun sebaliknya bila terlalu sedikit bahan
pengisi akan menghasilkan campuran yang lembek pada cuaca panas. Bahan
pengisi pada penelitian ini adalah sement portland dan bahan zeolit. Sebelum
digunakan filler harus memenuhi standar yang dapat dilihat pada Tabel 2.6.

15
Tabel 2.6. Standar Pemeriksaan Filler
Jenis Pengujian Filler Spesifikasi Syarat
BJ Semen Portland ASTM C-128 3,1 – 3,2
BJ Zeolit - -
Sumber : American Standart Testing and Material (ASTM)

2.4. Zeolit

Zeolit merupakan suatu kelompok mineral yang dihasilkan dari proses hidrotermal
pada batuan beku. Zeolit merupakan Kristal alumina silica yang mempunyai
struktur kerangka tiga dimensi dengan rongga didalamnya. Struktur kerangka
zeolit tersusun atas unit-unit tetrahedral (A1O4) - 5 dan (SiO4) - 4 yang saling
berkaitan melalui atom oksigen membentuk pori-pori zeolit. Kandungan kimia
yang biasa terdapat pada zeolit terdiri dari 40,61% SiO2, 42,65% AI2O342,
15,31% Fe203, 15,92% CaO, 3,95% MgO, 4,13% Na20, 6,07% K2O, 5,67%
TiO2, 2,09% P205. Berdasarkan bahan baku pemanfaatannya, zeolit dibagi
kedalam 2 jenis, yaitu :
1. Zeolit Alam
Zeolit alam terbentuk karena proses perubahan alam (zeolitasi), dari batuan
vulkanik. Zeolit alam banyak ditemukan dalam bentuk batuan sedimen
sebagai hasil alterasi debu - debu vulkanis (mengandung Si) oleh air danau
asin. Pada awalnya zeolit alam sudah banyak digunakan untuk pupuk dan
penjernihan air.
2. Zeolit Sintesis
Zeolit Sintesis adalah suatu senyawa kimia yang mempunyai sifat fisik dan
kimia yang sama dengan zeolit alam, terbuat dari bahan lain dengan proses
sintesis dimodifikasi sedemikian rupa menyerupai zeolit yang ada dialam.
Zeolit sintetis merupakan usaha yang dilakukan karena zeolit alam sudah
banyak dimanfaatkan sehingga jumlahnya semakin berkurang
(Kusumaningtyas, 2003).

Sebelum digunakan zeolit alam perlu diaktivasi terlebih dahulu sebab zeolit alam
adanya molekul air dalam pori dan oksida bebas dipermukaan seperti AI2O3,
SiO2,MgO, Na2O, K2O yang dapat menutupi pori - pori atau situs aktif dari zeolit

16
sehingga dapat menurunkan kapasitas absorpsi maupun sifat katalis dari zeolit
tersebut. Aktivasi dapat dilakukan secara fisika maupun kimia. Aktivasi secara
kimia dilakukan melalui pencucian zeolit dengan larutan Na2EDTA atau asam -
asam anorganik seperti HF, HCL dan H2SO4 untuk menghilangkan oksida-oksida
pengotor yang menutupi permukaan pori. Sedangkan secara fisika dilakukan
pemanasan pada suhu 300°C - 400°C dengan udara panas atau dengan sistem
vakum untuk melepaskan molekul air.

Zeolit memiliki kemampuan untuk melepas kandungan air tanpa mengubah


struktur kristal mereka. Zeolit alam memiliki 6% - 12% air dari massa mereka
yang terperangkap dalam kristal dan untuk zeolit sintesis memiliki kandungan air
sampai 25%. Zeolit alam dan sintesis adalah mineral aditif yang digunakan untuk
menambahkan air kedalam campuran beraspal sehingga berfungsi untuk
mengurangi viskositas aspal. Zeolit ditambahkan kecampuran bersamaan dengan
aspal yang telah dipanaskan sampai suhu tertentu. Aspal dan agregat pada suhu
tinggi akan menyebabkan zeolit melepaskan kandungan air. Air yang terlepas
menyebakan volume aspal bertambah dengan adanya busa aspal. Busa aspal
tersebut menandakan viskositas aspal menurun dengan cepat. Dengan viskositas
rendah pada tingkat tertentu proses pencampuran dapat dilakukan pada suhu lebih
rendah. Kandungan air pada zeolit mulai dilepaskan apabila dipanaskan mulai
suhu ±80°C. Pada awalnya zeolit berupa bongkahan-bongkahan besar yang
kemudian dipecahkan menjadi ukuran lebih kecil sesuai dengan kegunaan zeolit
nantinya. Pada penelitian ini digunakan zeolit yang berasal dari daerah Lampung
sebagai bahan pengisi (filler) pada campuran lapisan aspal beton (Laston)
terhadap AC-BC gradasi halus. Pada dasarnya Lampung merupakan salah satu
daerah penghasil zeolit terbesar di Indonesia.

17
Gambar 2.8. Bahan Zeolit

2.5. Volumetrik Campuran Aspal Beton

Kinerja aspal beton sangat ditentukan oleh volumetrik campuran aspal beton.
Volumetrik campuran beraspal adalah volume benda uji campuran yang telah
dipadatkan. Volumetrik campuran aspal beton terdiri dari :

2.5.1. Berat Jenis (Specific Gravity)


Berat jenis yang diuji terdiri dari tiga jenis yaitu :
1. Berat jenis bulk agregat

Berat jenis bulk adalah perbandingan antara berat agregat diudara (agregat
kering) pada satuan volume dan suhu tertentu dengan berat air suling serta
volume yang sama pada suhu tertentu pula. Karena agregat total terdiri dari
atas fraksi - fraksi agregat kasar, agregat halus dan bahan pengisi yang
masing-masing mempunyai berat jenis yang berbeda maka berat jenis bulk
(Gsb) agregat total dirumuskan yang dapat dilihat pada Persamaan 2.1.

P1 P2 Pn
sb (2.1)
P1 P2 Pn
1 2 n

Keterangan :
Gsb = Berat jenis bulk
P1, P2 Pn = Persentase masing-masing fraksi agregat
G1, G2 n = Berat jenis bulk masing-masing fraksi agregat

18
2. Berat Jenis Efektif Agregat
Berat jenis efektif adalah perbandingan antar agregat diudara (tidak termasuk
rongga yang menyerap aspal) pada satuan volume dan suhu tertentu dengan
berat air destilasi dengan volume yang sama dan suhu tertentu pula. Berat
jenis maksimum campuran (Gmm) diukur dengan AASHTO T-209-90, maka
berat jenis efektif campuran (Gse) termasuk rongga dalam partikel agregat
yang menyerap aspal dinyatakan dengan rumus yang dapat dilihat pada
Persamaan 2.2

Pmm – Pb
se (2.2)
Pmm Pb
– b
mm

Keterangan :
Gse = Berat jenis efektif agregat
Pmm = Persentase berat total campuran (100%)
Gmm = Berat jenis maksimum campuran
Pb = Kadar aspal berdasarkan berat jenis maksimum (%)
Gb = Berat jenis aspal
3. Berat Jenis Maksimum Campuran
Berat jenis maksimum campuran (Gmm) pada masing-masing kadar aspal
diperlukan untuk menghitung kadar rongga masing-masing kadar aspal.
Berat jenis maksimum campuran secara teoritis dirumuskan yang dapat
dilihat pada Persamaan 2.3.

Pmm
mm (2.3)
Ps Pb
se b

Keterangan :
Gmm = Berat jenis maksimum campuran
Pmm = Persentase berat total campuran (100%)
Pb = Kadar aspal berdasarkan berat jenis maksimum (%)
Ps = Kadar agregat persen terhadap berat total campuran

19
Gse = Berat jenis efektif agregat
Gb = Berat jenis aspal

2.5.2. Penyerapan Aspal

Penyerapan aspal dinyatakan dalam persen terhadap berat agregat total tidak
terhadap campuran yang dinyatakan dalam rumus yang dapat dilihat pada
Persamaan 2.4.

se – sb
Pba 100 b (2.4)
sb se

Keterangan :
Pba = Penyerapan aspal, persen total agregat
sb = Berat jenis bulk agregat
Gse = Berat jenis efektif agregat
Gb = Berat jenis aspal

2.5.3. Kadar Aspal Efektif

Kadar Aspal Efektif adalah kadar aspal total dikurangi jumlah aspal yang terserap
oleh partikel agregat. Kadar aspal efektif ini akan menyelimuti permukaan agregat
bagian luar yang pada akhirnya menentukan kinerja perkerasan aspal. Kadar aspal
efektif dinyatakan dengan rumus yang dapat dilihat pada Persamaan 2.5.

Pb (2.5)
Pbe Pb Ps
100
Keterangan :
Pbe = Kadar aspal efektif, persen total agregat
Pb = Kadar aspal persen terhadap berat total campuran
Pb = Penyerapan aspal, persen total agregat
Ps = Kadar agregat, persen terhadap berat total campuran

20
2.5.4. Rongga Udara Dalam Campuran

Rongga udara didalam campuran atau disebut void in the mix (VIM) adalah dalam
campuran perkerasan aspal terdiri atas ruang udara diantara partikel agregat yang
terselimuti aspal. Rongga udara yang terlalu kecil menyebabkan bleeding.
Bleeding disebabkan oleh penurunan rongga udara yang tidak diikuti oleh
penurunan kadar aspal, jika penurunan rongga udara seiring dengan penurunan
kadar aspal maka campuran tersebut mempunyai kemampuan menahan deformasi
permanen sekaligus memberikan durabilitas yang baik. Semakin tinggi rongga
udara dan kadar aspal yang rendah akan mengakibatkan kelelehan lebih cepat.
Rongga udara dalam persen dinyatakan dengan rumus yang dapat dilihat pada
Persamaan 2.6.

m m
V 100 (2.6)
m

Keterangan :
V = Rongga udara campuran, persen total campuran
m = Berat jenis maksimum, rongga udara 0 (nol)
m = Berat jenis bulk campuran padat

2.5.5. Rongga Pada Campuran Agregat

Rongga pada campuran agregat atau disebut void mineral aggregate (VMA)
adalah rongga antar butiran agregat dalam campuran aspal yang sudah dipadatkan
serta aspal efektif yang dinyatakan dalam persentase volume total campuran.
VMA yang kecil menyebabkan aspal menyelimuti agregat terbatas, sehingga
menyebabkan lapisan perkerasan tidak kedap air jadi oksidasi mudah terjadi dan
menyebabkan terjadinya kerusakan. VMA akan meningkat jika selimut aspal lebih
tebal atau agregat yang digunakan bergradasi terbuka. Seluruh jenis campuran
aspal mempunyai cukup aspal menyelimuti partikel agregat dan juga cukup
rongga udara dalam campuran (VIM) untuk mencegah adanya bentuk kerusakan
alur plastis. Perhitungan VMA terhadap campuran total dinyatakan dalam rumus
yang dapat dilihat pada Persamaan 2.7. dan Persamaan 2.8.

21
1. Terhadap Berat Campuran Total

m Ps (2.7)
V 100
sb
2. Terhadap Berat Agregat Total

m 100 (2.8)
V 100 100
sb (100 Pb)

Keterangan :
VMA = Rongga diantara mineral agregat, persen volume bulk
Gsb = Berat jenis bulk agregat
Gmb = Berat jenis bulk campuran padat
Ps = Kadar agregat persen terhadap berat total campuran
Pb = Kadar aspal persen terhadap berat total campuran

2.5.6. Rongga Terisi Aspal

Rongga terisi aspal atau disebut void filled with asphalt (VFA) adalah persen
rongga yang terdapat diantara partikel agregat VMA yang terisi oleh aspal, tetapi
tidak termasuk aspal yang diserap oleh agregat. Nilai VFA berpengaruh pada sifat
kekedapan campuran terhadap air dan udara serta sifat elastisitas campuran.
Dengan kata lain VFA menentukan stabilitas, fleksibilitas dan durabilitas. Untuk
mendapatkan rongga terisi aspal dapat dinyatakan dengan rumus yang dapat dilihat
pada Persamaan 2.9.

100 (V V ) (2.9)
V
mm
Keterangan :
V = Rongga terisi aspal
V = Rongga diantara mineral agregat
V = Rongga udara campuran, persen total campuran

22
2.6. Kadar Aspal Rencana

Kadar aspal rencana merupakan perkiraan awal kadar aspal optimum dapat
direncanakan setelah dilakukan pemilihan dan penggabungan pada tiga fraksi
agregat. Kadar aspal yang terlalu berlebih akan mengakibatkan penggumpalan
aspal dipermukaan perkerasan (bleeding) yang berkontak langsung dengan roda
kendaraan sehingga mempercepat pengelupasan aspal dari agregat dan
berkurangnya ikatan antar agregat. Sedangkan apabila kadar aspal yang terlalu
sedikit mengakibatkan kurangnya ikatan antar agregat (interlocking) sehingga
masuknya air kedalam rongga. Penentuan kadar aspal optimum dinyatakan dalam
rumus yang dapat dilihat dalam Persamaan 2.10.

Pb 0,035(%C ) 0,045(% ) 0,18(% ) (2.10)

Keterangan :
Pb = Perkiraan kadar aspal optimum
CA = Nilai presentase agregat kasar
FA = Nilai presentase agregat halus
FF = Nilai presentase filler
K = Konstanta (0,5-1,0)

2.7. Metode Marshall

Metode Marshall dilakukan untuk mengetahui karakteristik dari suatu perkerasan


lentur. Metode Marshall terdiri dari uji Marshall dan parameter Marshall.

2.7.1. Uji Marshall

Kinerja campuran aspal beton dapat diperiksa dengan menggunakan alat


pemeriksaan Marshall yang pertama kali diperkenalkan oleh Bruce. Pengujian ini
bertujuan untuk mengukur daya tahan (stability) campuran agregat dan aspal
terhadap kelelehan plastis (flow). Pada percobaan ini menggunakan benda uji
Marshall standar berbentuk silinder berdiameter 4 inchi (10,16 cm) dan tinggi 2,5

23
inchi (6,35 cm). Benda uji didapatkan dari alat pemadat Marshall (Marshall
Compaction Hummer) berupa penumbuk yang mempunyai permukaan rata
berbentuk silinder dengan diameter 9,8 cm (3,86 inchi), berat 4,54 kg (10 lbs),
dengan tinggi jatuh 45,7 cm (18 inchi) yang dibebani kecepatan tetap
50mm/menit. Menurut Spesifikasi Bina Marga 2010 untuk pemadatan campuran
pada Laston AC-BC dilakukan sebanyak 75 kali tumbukan tiap sisi (atas bawah).

2.7.2.Parameter Pengujian Marshall

1. Daya Tahan (Static Stability)


Nilai stabilitas didapatkan dari hasil pembacaan langsung pada jarum dial alat
Marshall Test saat melakukan pengujian Marshall. Terlalu tinggi nilai
stabilitas maka akan menghasilkan perkerasan yang terlalu kaku sehingga
tingkat keawetannya berkurang. Stabilitas merupakan kemampuan lapisan
perkerasan menerima beban lalu lintas tanpa mengalami perubahan bentuk
tetap seperti gelombang, alur, bleeding.
2. Kelelehan Plastis (Flow)
Sama seperti cara memperoleh nilai stabilitas, Nilai flow juga diperoleh dari
pembacaan jarum dial alat Marshall Test saat melakukan pengujian Marshall.
Suatu campuran memiliki nilai kelelehan rendah akan lebih kaku dan
cenderung untuk mengalami retak dini pada usia pelayanannya, sedangkan
jika nilai kelelehannya tertalu tinggi maka mengindisikan campuran plastis
dan mudah berubah bentuk apabila mendapat beban lalu lintas.
3. Marshall Quotient
Marshall Quotient (MQ) merupakan hasil perbandingan nilai stabilitas
dengan nilai kelelehan (flow). Nilai MQ yang terlalu tinggi maka semakin
tinggi kekakuan suatu campuran sehingga campuran tersebut rentan terhadap
keretakan, sedangkan semakin rendah nilai MQ makan campuran semakin
lentur. Penentuan Nilai MQ dinyatakan dalam rumus yang dapat dilihat pada
Persamaan 2.10.

(2.11)

24
Keterangan :
MQ = Marshall Quotient (kg/mm)
S = Nilai stabilitas terkoreksi (kg)
F = Nilai flow (mm)
4. Void In Mix (VIM) merupakan persentase volume rongga udara yang terdapat
dalam campuran aspal.
5. Void In Mineral Aggregate (VMA) merupakan ruang rongga diantara partikel
agregat pada suatu perkerasan, termasuk rongga udara dan volume aspal
efektif.
6. Void Filled With Asphlat (VFA) merupakan persentase rongga yang terdapat
diantara partikel agregat (VMA) yang terisi oleh aspal, tidak termasuk aspal
yang diserap oleh agregat.
7. Index of Retained Strength (IRS) atau Indeks Stabilitas Sisa merupakan
perbandingan stabilitas campuran yang direndam dengan stabilitas standar
yang dinyatakan dalam persen. Nilai IRS menunjukan besarnya stabilitas
yang masih dimiliki oleh campuran setelah dipengaruhi oleh air dari
perendaman dengan lama waktu tertentu.

i
(2.12)
s

Keterangan :
MSi = Stabilitas marshall perendaman 24 jam
MSs = Stabilitas marshall perendaman 30 menit

2.8. Penelitian Sejenis Terdahulu

Beberapa penelitian yang berkaitan dengan penggantian filler lapis perkerasan


beraspal telah dilakukan para peneliti terdahulu dan dapat dijadikan acuan atau
literature untuk penyusunan penelitian ini. Adapun hasil penelitian yang berkaitan
antara lain :
1. Penelitian sejenis yang terdahulu sudah pernah dibahas yaitu : penambahan
jenis filler Aditif Zeolit, yang disusun oleh Andry Febriansyah Siregar 2016,

25
dengan judul “Pengaruh Penggunaan Aditif Zeolit Pada Warm Mix Asphalt
Terhadap Mutu Campuran Beraspal Di Laboratorium” Pada penelitian ini
zeolit yang digunakan dengan kadar 0%, 2%, 3% dan 4%. Dari keempat kadar
tersebut yang menghasilkan nilai paling maksimam adalah kadar zeolite 3%.
Dimana diperoleh nilai stabilitasnya sebesar 1228 kg, flow sebesar 3,73 mm,
VIM sebesar 3,20%, dan VIM PRD 2,19%, VMA sebesar 16,29%, dan VFB
sebesar 80,37%.
2. Penelitian sejenis yang terdahulu sudah pernah dibahas yaitu : penambahan
jenis filler Zeolit Alam, yang disusun oleh Puri Nurani 2015, dengan judul
“Pengaruh Penambahan Zeolit Alam Terhadap Karakteristik Campuran
Warm Mix Asphalt” Pada penelitian ini zeolit yang digunakan dengan kadar
0%, 5%, 10%, 20%. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa nilai stabilitas
cenderung naik dengan penggunaan zeolit dengan kadar 0% dan 5%
mengalami peningkatan 7,88%, sedangkan dengan penambahan 10%
meningkat menjadi 9,43%, penambahan zeolite dengan kadar 15%
mengalami penurunan sebesar 1,94% diikuti dengan kadar 20% turun sebesar
3,96%. Namun secara keseluruhan nilai stabilitas dan flow yang diperoleh
masih memenuhi persyaratan teknis minimum yaitu 800 kg untuk stabilitas
dan flow harus berada rentang 3-5 mm.
3. Penelitian sejenis yang terdahulu sudah pernah dibahas yaitu : penambahan
jenis filler Toner, yang disusun oleh Ferriyansyah Ramanda 2018, dengan
judul “Analisis Karakteristik Marshall Dengan Penambahan Limbah Toner
Sebagai Filler Pada Laston AC-BC” Pada penelitian ini didapat nilai kadar
aspal optimum sebesar 5,65% dengan kadar toner sebesar 0%, 25%, 50%,
75% dan 100%. Dimana nilai stabilitas tertinggi pada variasi toner 100%
yaitu 3383,23 kg, nilai flow tertinggi pada variasi toner 0% yaitu 3,27 mm.

26

Anda mungkin juga menyukai