Anda di halaman 1dari 33

Metodologi penelitian dan presentasi

Tugas V

Membuat Proposal

Purnama Sari

190110082

A2

Teknik Sipil

Fakultas Teknik

Universitas Malikusssaleh
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jalan merupakan pendukung utama sebagai dinamika perubahan dan
paradigma baru pembangunan infrastruktur kota maupun wilayah. Tujuan jalan
untuk memperlancar arus distribusi barang dan jasa, serta berperan penting dalam
meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan manusia. Seiring dengan
berjalannya waktu, aktivitas tersebut akan mengakibatkan jalan menerima beban
berlebih dan mengalami kerusakan sehingga memperpendek umur jalan. Oleh
sebab itu perlu pertimbangan dalam pemilihan jenis aspal beton yang akan
digunakan.
Asphalt Concrete-Binder Course (AC-BC) merupakan lapisan perkerasan
yang terletak dibawah lapisan aus (wearing course) dan lapisan pondasi (base
course) yang menggunakan gradasi agregat rapat/menerus dan digunakan pada
jalan dengan lalu lintas berat (Sukirman, 2016). Lapisan ini tidak langsung
berhubungan dengan cuaca, tetapi harus mempunyai ketebalan dan kekakuan yang
cukup untuk mengurangi tegangan/regangan akibat beban lalulintas yang akan
diteruskan ke lapisan di bawahnya yaitu base (pondasi) dan subgrade (tanah dasar).
Aspal yang berfungsi sebagai perekat argegat dalam campuran aspal beton sangat
penting dipertahankan kemampuannya terhadap kelekatan, titik lembek dan
kelenturannya. Untuk mengetahui kelekatan aspal terhadap agregat di lakukan
pengujian kelekatan aspal terhadap batuan standar, dimana aspal dikatakan
memenuhi persyaratan apabila penyelimutan aspal pada permukaan agregat adalah
95% setelah direndam dalam air selama 24 jam. Material agregat yang digunakan
pada pencampuran sangat mempengaruhi kemampuan beton aspal terhadap
kelekatan, kelenturannya dalam menahan beban. Adapun dalam penelitian ini
digunakan material substitusi agregat kasar berupa batu bata klinker yang
merupakan batu bata yang mengalami kelebihan suhu (over heated) saat proses

1
2

pembakaran. Batu bata klinker adalah benda keras yang tidak dapat terurai secara
alami oleh lingkungan, jadi sangat cocok untuk subtitusi agregat kasar.
Dalam upaya memperbaiki perkerasan jalan campuran beraspal, selain
menggunakan campuran beraspal panas dengan pemilihan agregat dan material
yang bermutu baik dapat pula dengan memodifikasi aspal menggunakan bahan
tambahan. Salah satu bahan tambah yang dapat digunakan yaitu limbah ban bekas.
Pemilihan limbah ban bekas dalam pengujian ini digunakan sebagai bahan tambah
karena, limbah ban bekas mengandung zat pengikat yang bisa mengikat partikel dan
ban bekas kendaraan bermotor berasal dari bahan campuran seperti karet alam, karet
sintetik, bahan kimia, karbon hitam dan minyak tertentu. Limbah ban bekas
mengandung zat yang dapat meningkatkan homogenisasi sebagai pengikat partikel
karena kandungan zat adiktif yang ada pada limbah tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana pengaruh nilai uji marshall campuran aspal beton AC-BC dengan
menggunakan subtitusi batu bata klinker sebagai agregat kasar?
2. Bagaimana pengaruh penambahan limbah ban bekas pada aspal lapisan AC-
BC terhadap pengujian Marshall?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Mengetahui pengaruh nilai uji marshall campuran aspal beton AC-BC dengan
menggunakan subtitusibatu bata klinker sebagai agregat kasar
2. Mengetahui pengaruh nilai uji marshall campuran aspal beton AC-BC dengan
penambahan limbah ban bekas sebagai bahan tambah aspal

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah memberikan
informasi antara lain :
1. Memberikan informasi batu bata klinker sebagi subtitusi agregat kasar pada
aspal beton AC-BC
2. Memberikan informasi penambahan limbah ban bekas pada campuran asphalt
AC-BC
3

3. Salah satu upaya untuk memanfaatkan batu bata klinker dan limbah ban karet
yang melimpah keberadaanya pada konstruksi jalan dengan tujuan
meningkatkan kekuatan perkerasan jalan dalam meminimalisir kerusakan
yang terjadi pada masa usia layannya.

1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian


Mengingat beberapa keterbatasan ,maka penelitian ini hanya sebatas untuk
mengetahui pengaruh dari penggunaan batu bata klinker sebagai bahan pengganti
agregat kasar dengan penambahan limbah ban bekas pada campuran aspal beton
(AC-BC). Penelitian ini meliputi:
1. Perencanaan campuran aspal beton (AC-BC) mengacu pada spesifikasi
umum bina marga 2010 (Revisi 3),
2. Material yang dipakai berupa agregat kasar, agregat halus yang di peroleh
dari PT. Abad Jaya – Krueng Geukeuh,
3. Aspal yang digunakan adalah aspal penetrasi 60/70,
4. Batu bata klinker diperoleh di daerah Reuleut, Aceh Utara, Penambahan
dengan kadar sebanyak 0%, 20%, 40%, 60%, 80%,
5. Limbah ban bekas diperoleh di Batuphat Timur, Kecamatan Muara Satu
dengan penambahan kadar variasi sebesar 4%,
6. Pengujian dilakukan di Laboratorium Jurusan Teknik Sipil Universitas
Malikussaleh yang bertempat di Bukit Indah.
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Agregat
Menurut (Sukirman, 2003), agregat merupakan butir‐butir batu pecah kerikil,
pasir atau mineral lain, baik yang berasal dari alam maupun buatan yang berbentuk
mineral padat berupa ukuran besar maupun kecil1. Berdasarkan ukuran butirnya
agregat dapat dibedakan atas agregat kasar, agregat halus, dan bahan pengisi (filler).
(Sukirman, 1999) menyebutkan agregat memiliki proporsi terbesar dalam
campuran, umumnya berkisar antara 90% - 95% agregat berdasarkan persentase
berat atau 75% - 85% agregat berdasarkan volume2. Agregat merupakan komponen
utama dari lapisan perkerasan, oleh karena itu keawetan dan mutu suatu agregat
akan sangat berpengaruh pada kualitas perkerasan jalan. Agregat yang digunakan
harus bebas dari kotoran dan bahan organik, dengan kualitas tabel berikut yaitu :

Tabel 2. 1 Persyaratan Agregat


Syarat Minimum
Jenis pemeriksaan Satuan Fraksi Fraksi
agregat kasar agregat halus

Absorsi air % Maks 3 Maks 3

Berat jenis semu - Min 2,5 Min 2,5

Partikel lolos saringan No. 200 % - Maks 8

Sumber : (Direktorat Jendral Bina Marga, 2010)

2.1.1 Agregat Kasar


Agregat kasar adalah agregat bergradasi baik yang mempunyai susunan
agregat menerus dari kasar sampai halus tapi dominan berukuran kasar, agregat
kasar untuk rancangan campuran aspal adalah agregat yang tertahan ayakan No.4
(4,75 mm). Agregat kasar umumnya digunakan berupa batu pecah atau kerikil yang
kering, kuat, awet dan bebas dari bahan lain yang dapat mengganggu.

Agregat kasar harus mempunyai angularitas seperti apa yang disyaratkan


dalam tabel 2.1. Angularitas agregat kasar didefinisikan sebagai persen terhadap

1
sukirman, Sukirman, S. (2003). Beton Aspal Campuran Panas, Granit, Jakarta. Granit.
2
sukirman, Sukirman, S. (1999). Perkerasan Lentur Jalan Raya. In Buku. NOVA.
6
berat agregat yang lebih besar dari 4,75 mm dengan muka bidang pecah satu atau
lebih.

Tabel 2. 2 Ketentuan Agregat Kasar


Pengujian Standar Nilai
Natrium Sulfat 12%
Kekekalan bentuk agregat
terhadap larutan Magnesium SNI 3407:2008 18%
Sulfat
100
Maks 6%
Campuran AC Putaran
Abrasi modifikasi 500
Maks 30%
dengan Putaran
SNI 2417:2008
mesin Los Semua jenis 100
Maks 8%
Angeles campuran aspal Putaran
bergradasi 500
Maks 40%
lainnya Putaran
Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 2439:2011 Min 95%
Butir pecah pada Agregat Kasar SNI 7619:2012 95/90

ASTM D4791
Partikel pipih dan lonjong Maks 10%
Perbandingan 1:5
Material lolos Ayakan No. 200 SNI 03-4142-1996 Maks 2%
Sumber: (Direktorat Jendral Bina Marga, 2010)

2.1.2 Agregat Halus


Agregat halus dari sumber bahan manapun, harus terdiri dari pasir atau hasil
pengayakan batu pecah dan terdiri dari bahan yang lolos ayakan no.4 (4,75 mm).
Pasir boleh digunakan dalam campuran dalam suatu batas 15 % pada AC terhadap
berat total campuran. Agregat halus merupakan bahan yang bersih, keras, bebas dari
lempung dan bebas dari bahan-bahan lainnya.
7

Tabel 2. 3 Ketentuan Agregat Halus


Pengujian Standar Nilai
Nilai Setara Pasir SNI 03-4428-1997 Min 60%
Angularitas dengan Uji Kadar Rongga SNI 03-6877-2002 Min. 45
Gumpalan lempung dan Butir-butir
SNI 03-4141-1996 Maks 1%
Mudah Pecah dalam Agregat
Agregat Lolos Ayakan No. 200 SNI ASTM C117:2012 Maks 10%
Sumber: (Direktorat Jendral Bina Marga, 2010)

2.2 Sifat Agregat


Menurut (Sukirman, 2016), Sifat agregat merupakan salah satu faktor penentu
kemampuan perkerasan jalan memikul beban lalu lintas dan daya tahan terhadap
cuaca3.

2.2.1 Berat jenis Agregat


Menurut (Sukirman, 2003), menyatakan berat jenis merupakan perbandingan
antara volume agregat dengan berat volume air4. Berat jenis agregat meliputi:
a. Berat jenis bulk (bulk spesifikasi gravity), adalah berat jenis dengan
memperhitungkan berat agregat dalam keadaan kering dan seluruh volume
agregat. Jadi dapat disimpulkan dengan persamaan berikut:
𝐵𝑗𝑘 = 𝐵𝑘
............................................................................................. (2.1)
𝐵𝑗−𝐵𝑎

b. Berat jenis kering permukaan (saturated surface dry), adalah berat jenis
dengan perhitungan berat agregat kering permukaan, jadi merupakan berat
agregat kering tambah berat air yang dapat meresap kedalam pori agregat dan
seluruh volume agregat, dapat disimpulkan dengan persamaan berikut:
𝐵𝑗𝑗 = 𝐵𝑗
.............................................................................................. (2.2)
𝐵𝑗−𝐵𝑎

3
sukirman, Sukirman,S. (2016). Beton Aspal Campuran Panas. In Journal of Chemical Information and
Modeling (Vol. 53, Nomor 9).
4
sukirman, Sukirman, S. (2003). Beton Aspal Campuran Panas, Granit, Jakarta. Granit.
8

c. Berat jenis semu (apparent specific grafity), adalah berat jenis dengan
memperhitungkan berat agregat dalam keadaan kering dan volume agregat
yang dapat diresapi oleh air, dapat disimpulkan dengan persamaan berikut:
𝐵𝑘
𝐵𝑗𝑠 = .............................................................................................. (2.3)
𝐵𝑘−𝐵𝑎
Dimana:
Bk = berat benda uji kering oven (gr)
Bj = berat benda uji kering permukaan jenuh (gr)
Ba = berat benda uji dalam air (gr)

2.1.1 Penyerapan (Absorbsi) Agregat


Menurut (Sukirman, 2003), agregat berpori berguna untuk menyerap aspal
sehingga ikatan antara agregat dan aspal akan mengikat dengan baik dan kuat, tetapi
pori yang terlalu besar akan menyebabkan aspal yang terserap lebih banyak dan
menyebabkan aspal cepat pecah serta memungkinkan terjadi degradasi, maka
disarankan agar pori pada agregat tersebut sedikit yang berguna hanya untuk
menyerap melicinkan permuakaan aspal5. Banyaknya pori diperkirakan dari
banyaknya air yang terserap agregat dengan menggunakan persamaan berikut,
dimana besarnya penyerapan dibatasi ≤ 3% untuk lapis permukaan.

𝐴𝑏𝑠 = 𝐵𝑗−𝐵𝑘 𝑥100%.......................................................................................... (2.4)


𝐵𝑘
Dimana:
Abs = nilai absorbsi (%)
Bk = berat agregat kering oven (gr)
Bj = berat agregat kering permukaan jenuh (gr)

2.3 Aspal
Menurut (Sukirman, 2016) menyatakan aspal atau Bitumen adalah zat perekat
material (viscous cementitious material), berwarna hitam atau gelap, berbentuk
padat atau semi padat, yang dapat diperoleh di alam ataupun sebagai hasil produksi.
Bitumen dapat berupa aspal, tar, atau pitch6. Aspal dapat diperoleh di alam ataupun
merupakan residu dari pengilangan minyak bumi.
Aspal yang digunakan pada perkerasan jalan berfungsi sebagai bahan
pengikat untuk memberikan ikatan antara agregat dan aspal, aspal juga berfungsi
sebagai bahan pengisi, mengisi rongga antara butir-butir agregat dan pori-pori yang

5
sukirman.
6
sukirman, Sukirman,S. (2016). Beton Aspal Campuran Panas. In Journal of Chemical Information and
Modeling (Vol. 53, Nomor 9).
9

ada pada agregat itu sendiri. Dengan demikian aspal harus mempunyai daya tahan
(durability) terhadap cuaca, mempunyai ikatan antar agregat (adhesi dan kohesi)
yang baik, serta memberikan sifat elastis yang baik.
Untuk menentukan kadar aspal tengah (Pb) dalam pembuatan campuranbenda
uji dapat dihitung dengan persamaan berikut:
Pb = 0,035 (%CA) + 0,045 (%FA) + 0,18 (%Filler) + K................................... (2.5)

Keterangan :
Pb = Kadar aspal tengah, persen terhadap campuran
CA = Persen agregat terhadap saringan No. 4
FA = Persen agregat lolos saringan No. 4
Filler = Persen butimen lolos seringan No. 200
K = Konstanta 0,5 – 1 untuk lapis AC (Asphalt Concrete)

2.4 Beton Aspal


Menurut (Sukirman, 2016) Beton aspal adalah jenis perkerasan jalan yang
terdiri dari campuran agregat dan aspal secara homogen, dengan atau tanpa bahan
tambahan7.Material-material pembentuk beton aspal dicampur di instalasi
pencampur pada suhu tertentu, kemudian diangkut ke lokasi, dihamparkan, dan
dipadatkan.

2.4.1 Karakteristik Beton Aspal


Menurut (Sukirman, 2016) Sebagai lapisan permukaan jalan raya, campuran
beraspal di syaratkan mampu melayani beban lalu lintas dan pengaruh cuaca sampai
usia pelayanan8. Tujuh karakteristik campuran yang harus dimiliki oleh beton aspal
adalah stabilitas, keawetan atau durabilitas, kelenturan atau fleksibilitas, ketahanan
terhadap kelelahan (fatique resistance), kekesatan permukaan atau ketahanan geser,
kedap air, dan mudah untuk dilaksanakan.
Stabilitas adalah kemampuan perkerasan jalan menerima beban lalu lintas
tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur, dan bleeding.
Kebutuhan akan stabilitas sebanding dengan fungsi jalan, dan beban lalu lintas yang
akan dilayani. Jalan yang melayani volume lalulintas tinggi dan dominan terdiri dari
kendaraan berat membutuhkan perkerasan jalan dengan stabilitas tinggi.
Sebaliknya perkerasan jalan yang diperuntukan untuk melayani lalulintas
kendaraan ringan, tentu tidak memerlukan nilai stabilitas yang tinggi. Faktor-faktor
yang membentuk stabilitas beton aspal adalah:

7
sukirman.
8
sukirman.
10
1. Gesekan internal berasal dari kekasaran permukaan butir agregat, luas bidang
kontak antar butir, bentuk butir, gradasi agregat, kepadatan campuran, dan
tebal film aspal. Stabilitas terbentuk dari gesekan internal yang terjadi di
antara butir agregat yang saling mengunci. Rongga antar butir diisi oleh
agregat berukuran lebih kecil. Pemilihan agregat bergradasi baik atau rapat
akan memperkecil rongga antara agregat, sehingga kepadatan dapat
menghasilkan stabilitas yang diharapkan.
2. Kohesi adalah gaya ikat aspal yang berasal dari daya lekatnya, sehingga
mampu memelihara kontak antar butir agregat. Daya kohesi terutama
ditentukan oleh penetrasi aspal, perubahan viskositas akibat temperatur,
tingkat pembebanan, komposisi kimiawi aspal, efek dari waktu dan umur
aspal. Sifat rheologi atau penuaan aspal menentukan kepekaan aspal untuk
mengeras dan rapuh, yang akan mengurangi daya kohesinya.

2.4.2 Jenis Beton Aspal


Jenis beton aspal dibedakan berdasarkan suhu pencampuran material
pembentuk beton aspal, dan fungsi beton aspal. Berdasarkan suhu ketika
mencampur dan memadatkan campuran, beton aspal dibedakan atas:
1. Beton aspal campuran panas (hot mix), adalah beton aspal yang bahan
pembentuknya dicampur pada suhu pencampuran sekitar 140oC.
2. Beton aspal campuran sedang (warm mix), adalah beton aspal yang bahan
pembentuknya dicampur pada suhu pencampuran sekitar 60oC.
3. Beton aspal campuran dingin (cold mix), adalah beton aspal yang bahan
pembentuknya dicampur pada suhu ruang sekitar 25oC
Pembuatan LASTON (Lapis Aspal Beton) dimaksudkan untuk memberikan
daya dukung dan memiliki sifat tahan terhadap keausan akibat lalu lintas, kedap air,
11

mempunyai nilai struktural, mempunyai nilai stabilitas yang tinggi dan peka
terhadap penyimpangan perencanaan dan pelaksanaan. Berdasarkan fungsinyaaspal
beton dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Sebagai lapis permukaan (lapis aus) yang tahan terhadap cuaca, gaya geser,
dan tekanan roda serta memberikan lapis kedap air yang dapat melindungi
lapis di bawahnya dari rembesan air dikenal dengan nama Asphalt Concrete-
Wearing Course (AC-WC).
2. Sebagai lapis pengikat atau lapis antara yang dikenal dengan nama Asphalt
Concrete-Binder Course (AC-BC).
3. Sebagai lapis pondasi, jika dipergunakan pada pekerjaan peningkatan atau
pemeliharaan jalan, dikenal dengan nama Asphalt Concrete-Base (AC-Base).
Dari beberapa jenis lapis aspal beton yang ada pada penelitian ini membahas
tentang Laston lapis antara (AC-BC) dengan spesifikasi jenis campuran ini
mengacu kepada Spesifikasi Umum Bina Marga (2010) Revisi 3 9 yang dapat dilihat
pada tabel 2.4 berikut:

Tabel 2. 3 Ketentuan sifat campuran aspal AC-BC


No Sifat-sifat campuran Nilai
1 Jumlah tumbukan perbidang 75
2 Rongga dalam campuran (%) 3–5
3 Rongga dalam agregat (VMA) (%) Min. 14
4 Rongga terisi aspal (%) Min. 65
5 Stabilitas marshall (kg) Min. 800
6 Pelelehan (mm) 2–4
Sumber : (Direktorat Jendral Bina Marga, 2010)

2.4.3 Asphalt Concrete Binder Course (AC-BC)


Menurut (Sukirman, 2003), asphalt concrete binder course merupakan
lapisan perkerasan yang terletak di bawah lapisan aus (AC-WC)10. Material
dalam pembuatan campuran aspal AC-BC sangat tergantung dari kualitas
material yang digunakan, agar memperoleh kekuatan aspal yang baik dengan
persyaratan sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan, dalam artian pada
pengaplikasiannya harus mampu melayani beban lalu lintas pada masa

9
Direktorat Jendral Bina Marga. (2010). Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 (revisi 3). In Journal of Chemical
Information and Modeling (Vol. 01, Nomor 01).
10
sukirman, Sukirman, S. (2003). Beton Aspal Campuran Panas, Granit, Jakarta. Granit.
12
layannya serta memberikan keamanan dan kenyamanan pada penggunanya. Di
bawah ini adalah spesifikasi untuk beberapa jenis perkerasan:

Tabel 2. 4 Tebal Nominal Minimum Camuran Beraspal


Tebal Nominal
Jenis Campuran Simbol
Minimum (cm)
Latasir Kelas A SS-A 1,5
Latasir Kelas B SS-B 2
Lapis Aus HRS-WC 3
Laston
Lapis Pondasi HRS-Base 3,5
Lapis Aus AC-WC 4

Laston Lapis Antara AC-BC 6


Lapis Pondasi AC-BASE 7,5
Sumber: (Direktorat Jendral Bina Marga, 2010)

2.5 Batu Bata Klinker


Batu bata klinker merupakan batu bata yang mengalami kelebihan suhu dalam
proses pembakaran dan akan terdistorsi sehingga membuatnya menjadi tidak
menarik untuk digunakan dalam pekerjaan kontruksi. Batu bata klinker dibuat dari
bahan dasar yang sama seperti batu bata merah, antara lain terdiri dari : lempung,
sekam padi dan air, dibakar cukup tinggi sampai berwarna merah-kehitaman hingga
tidak dapat hancur lagi apabila direndam dalam air. Sifat batu bata tergantung pada
lingkungan geologi dimana bahan di peroleh. Di samping itu, batu bata klinker juga
mempunyai sifat tajam, keras, kaku.
Proses pembuatan tradisional ini tidak mampu mengatur tinggi rendah nya
suhu pembakaran, oleh karena itu seringkali batu bata yang dihasilkan tidak
memenuhi kualitas yang optimal. Klinker merupakan batu bata yang dihasilkan
tidak memenuhi kualitas yang optimal. Batu bata klinker dibuat dengan cara
tradisional menggunakan alat-alat yang sederhana. Tanah liat atau tanah lempung
yang telah dibersihkan, diberi sedikit air dan selanjutnya dicetak menjadi bentuk
kotak-kotak. Cetakan batu bata biasanya terbuat dari katu yang secara sederhana
dibuat menjadi kotak. Adonan yang telah dicetak, dikeluarkan dan dijemur dibawah
13
Matahari sampai kering. Batu bata yang sudah kering kemudian disusun
menyerupai bangunan yang tinggi kemudian dibakar dalam jangka waktu yang
cukup lama, kurang lebih 2 hari sampai batu terlihat hangus. Suhu api pada saat
pembakaran dapat mencapai 2000oC. Dalam pembakaran batu bata biasa
menggunakan kayu atau sekam yang akan membuat batu bata memiliki lubang-
lubang kecil menyerupai pori-pori.
Pada umumnya batu bata di Indonesia memiliki ukuran yang bervariasi,
menurut persyaratan umum bahan bangunan di Indonesia Ukuran standard batu bata
merah yaitu : panjang 240 mm, lebar 115 mm, tebal 52 mm. Namun beda halnya
dengan batu bata klinker tidak memiliki ukuran yang sama dengan bata merah.
Karena terdistorsi, bentuk dan ukurannya mengalami perubahan, seperti : sisinya
tidak bersudut, banyak retakan dan permukaannya tidak rata.

Gambar 2. 1 Agregat Batu Bata Klinker

2.6 Ban Bekas


Menurut (AASHTO, 1990), dengan penambahan additif lateks ke dalam
campuran aspal dapat meninggkatkan nilai stabilitas campuran, misalnya dengan
menggunakan karet sebagai bahan additif dalam pengikat atau dalam campuran
aspal, dapat meningkatkan elastisitas campuran aspal11. Menurut (Sugiyanto, 2008),
campuran pada aspal dapat dimodifikasi dengan menambahkan parutan karet ban
bekas sebagai bahan tambah (additive) aspal telah diteliti oleh US Department of
Transportation Federal Highway Administration di Amerika sejak tahun 198612.

Hasilnya penggunaan ban hasil parutan karet ban dalam bekas mampu mereduksi
kerusakan pada perkerasan lentur yang diakibatkan oleh faktor cuaca dan lalu lintas.
Ban bekas merupakan hasil dari kendaraan roda dua yang merupakan bahan lembek

11
(AASHTO, 1990),.
12
G, Sugiyanto, G. (2008). KAJIAN KARAKTERISTIK CAMPURAN HOT ROLLED ASPHALT AKIBAT
PENAMBAHAN LIMBAH SERBUK BAN BEKAS. Jurnal Teknik Sipil Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 8(2),
91–104.
14
dengan kekentalan dan bersifat lentur yang merupakan bahan tidak digunakan lagi.
Susunan ban bekas tidak mudah membusuk dan dapat mencair bila dipanaskan pada
suhu tertentu dan mempunyai nilai rekat tertentu. Ban bekas merupakan salah satu
bahan buangan dan bekas pakai yang dapat dicari dan ditemukan di setiap daerah
indonesia.
Berdasarkan penelitian Research Centre, Ministry of Public Work di Kuwait
menyatakan penambahan lateks dan parutan ban bekas terhadap aspal dapat
mencegah terjadinya kerusakan jalan dan memperkecil terjadinya pelepasan butir
pada permukaan perkerasan lentur.

Gambar 2. 2 Parutan Ban bekas

2.7 Bahan Pengisi (Filler)


Bahan pengisi yang ditambahkan (Filler added) terdiri atas debu batu kapur,
debu kapur padam, semen atau mineral yang berasal dari asbuton. Benda uji yang
digunakan harus lolos saringan No.200 ≥ 75% dari total beratnya kecuali untuk
mineral asbuton harus lolos saringan No.100 ≥ 95% dari total beratnya, Sesuai SNI
ASTM C136:2012. Semua campuran beraspal harus mengandung filler added
minimal 1% dari berat total agregat. Semen dapat digunakan sebagai filler maks 2%
terhadap berat total agregat. (Spesifikasi Umum Bina Marga (2010) Revisi 3)13

2.8 Pemeriksaan Dengan Alat Marshall


Pengujian kinerja beton aspal padat dilakukan melalui pengujian Marshall,
yang dikembangkan pertama kali oleh Bruce Marshall dan dilanjutkan oleh U.S.
Corps Engineer. Alat Marshall merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan cincin
penguji (proving ring) berkapasitas 22,2 KN (=5000 lbf) dan flowmeter. Menurut
(Sukirman, 2016)14,

13
Direktorat Jendral Bina Marga. (2010). Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 (revisi 3). In Journal of Chemical
Information and Modeling (Vol. 01, Nomor 01).
14
sukirman, Sukirman,S. (2016). Beton Aspal Campuran Panas. In Journal of Chemical Information and
Modeling (Vol. 53, Nomor 9).
15
menyatakan kinerja beton aspal padat ditentukan melalui pengujian yang
meliputi:
1. Pengujian berat volume benda uji.
2. Pengujian nilai stabilitas.
3. Pengujian kelelehan (flow).
4. Perhitungan Kuosien Marshall, adalah perbandingan antara nilai stabilitas
dan flow.
5. Perhitungan berbagai jenis volume rongga dalam beton aspal padat (VIM,
VMA,dan VFA).
6. Perhitungan tebal selimut aspal.

2.8.1 Perhitungan Karakteristik Campuran dengan alat uji Marshall


Untuk mendapatkan nilai karaktaristik campuran beraspal panas dapat
digunakan rumus rumus sebagai berikut:
A. Perhitungan kadar aspal total
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐴𝑠𝑝𝑎𝑙 𝑥 100% ................................................................... (2.6)
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐶𝑎𝑚𝑝𝑢𝑟𝑎𝑛

B. Perhitungan kepadatan (Density)


𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑒𝑛𝑑𝑎 𝑈𝑗𝑖 ......................................................................................... (2.7)
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐵𝑒𝑛𝑑𝑎
𝑈𝑗𝑖

C. Berat jenis Bulk Beton Aspal Padat


Berat jenis bulk dari beton aspal padat (Gmb) diukur dengan mengggunakan
hukum Archimedes, yaitu:

𝐵𝑘 ............................................................................................................................................
Gmb = (2.8)
𝐵𝑠𝑠𝑑−𝐵𝑎

Dimana :
Gmb = Berat jenis Bulk dari beton aspal padat
Bk = Berat kering beton aspal padat, gram
Bssd = Berat kering permukaan dari beton aspal padat,gram
Ba = Berat beton aspal padat di dalam air, gram
Bssd - Bk = Volume bulk beton aspal padat

D. Berat jenis Bulk Agregat (Gsb)


Berat jenis bulk agregat atau berat jenis agregat curah adalah perbandingan
antara berat bahan di udara pada satuan volume dan suhu tertentu dengan
16
berat air suling serta volume yang sama pada suhu tertentu pula. Karena
agregat total terdiri dari atas fraksi-fraksi agregat kasar, agregat halus dan
bahan pengisi yang masing-masing mempunyai berat jenis yang berbeda
maka berat jenis bulk (Gsb) agregat total dapat dirumuskan sebagai berikut:

𝑃1+𝑃2+𝑃3+⋯𝑃𝑛
Gsb = 𝑝1 .......................................................................... (2.9)
+ 𝑃2 + 𝑃3 +
𝑛
𝑃

𝐺𝑠𝑏1 𝐺𝑠𝑏2 𝐺𝑠𝑏3 𝐺𝑠𝑏𝑛

Dimana :
Gsb = Berat Jenis Bulk Agregat Campuran
P1, P2, P3, Pn = Persentase masing-masing fraksi terhadap berat
total campuran
Gsb1, Gsb2, Gsb3, Gsbn = Berat jenis bulk masing-masing fraksi agregat

E. Berat jenis efektif agregat (Gse)


Berat jenis efektif agregat campuran dapat dihitung dengan menggunakan
berat jenis dari fraksi agregat yang dicampur seperti rumus berikut:
Gsb = 𝑃1+𝑃2+𝑃3+⋯𝑃𝑛 .......................................................................... (2.10)
+ 𝑃2 + 𝑃3 +
𝑝1 𝑃
𝑛

𝐺𝑠𝑒1 𝐺𝑠𝑒2 𝐺𝑠𝑒3 𝐺𝑠𝑒𝑛

Dimana :
P1, P2, P3, Pn = Persentase masing masing fraksi terhadap ber

total campuran
Gse 1, Gse 2, Gse 3, Gse n = Berat jenis efektif masing-masing agregat
17

F. Berat Jenis maksimum Beton Aspal Sebelum dipadatkan (Gmm)


Berat jenis maksimum dari campuran beton aspal yang belum dipadatkan
(Gmm) adalah berat jenis campuran beton aspal tanpa rongga udara, dapat
diperoleh dengan rumus yang berat jenis maksimum teoritis sebagai berikut:
100
𝐺𝑚𝑚 = ........................................................................................ (2.11)
𝑃𝑠 𝑃𝑎
+
𝐺𝑠𝑒 𝐺𝑎

Dimana:
Gmm = Berat Jenis maksimum Teoritis
Pa = % kadar aspal terhadap agregat
Ps = % kadar agregat terhadap berat beton aspal padat
Ga = Berat jenis aspal
Gse = Berat jenis efektif dari agret pembentuk

G. Volume rongga dalam agregat campuran (VMA)


Volume rongga dalam agregat campuran (VMA = Voids in the Mineral
Aggregate) adalah banyaknya rongga di antara butir-butir agregat di dalam
beton aspal padat, dinyatakan dalam persentase terhadap volume bulk beton
aspal padat, dapat dihitung dengan rumus berikut:
𝑉𝑀𝐴 = (100 − 𝐺𝑚𝑏 𝑥 𝑃𝑠) % .................................................................. (2.12)
𝐺𝑠𝑏

Dimana:
VMA = Volume rongga agregat didalam beton aspal padat, % dari volume
bulk beton aspal padat
Gsb = Berat jenis bulk dari agregat pembentuk aspal padat
Ps = Persen agregat terhadap berat total campuran
Gmb = Berat jenis bulk dari beton aspal padat
18

H. Rongga dalam campuran VIM (Voids In Mix)


Volume rongga dalam beton aspal padat (VIM) adalah volume rongga di
antara butir-butir agregat yang diselimuti aspal atau volume rongga dalam
beton aspal padat, biasanya di nyatakan dalam persentase terhadap volume
beton aspal padat, sebagai beriku:
𝑉𝐼𝑀 = (100 − 𝐺𝑚𝑚 𝑥 𝐺𝑚𝑏) %................................................................ (2.13)
𝐺𝑚𝑚

Dimana:
VIM = Rongga di dalam beton aspal padat, % dari volume bulk beton
aspal padat
Gmb = Berat jenis bulk campuran padat
Gmm = Berat jenis maksimum dari beton aspal yang belum dipadatkan

I. Volume Rongga Antar Butir Agregat Yang Terisi Aspal (VFA)


Volume rongga antar butir agregat beton aspal padat (VMA) yang terisi oleh
aspal biasanya disebut VFA, Volume yang terisi aspal dari VMA ini diberi
nama VFA. Jadi, VFA adalah bagian dari VMA yang terisi oleh aspal, tidak
termasuk di dalamnya aspal yang menyerap ke dalam pori masing-masing
butir agregat. Dengan demikian, aspal yang mengisi VFA adalah aspal yang
berfungsi untuk menyelimuti butir-butir agregat di dalam beton aspal padat
menjadi selimut aspal, dapat di hitung menggunakan rumus sebagai berikut:
100 ( 𝑉𝑀𝐴−𝑉𝐼𝑀)
𝑉𝐹𝐴 = 𝑥 % .................................................................... (2.14)
𝑉𝑀𝐴

Dimana:
VFA = volume rongga antara butir agregat yang terisi aspal % dari VMA
VMA = volume rongga antara butir agregat di dalam beton aspal padat
%dari volume bulk beton aspal padat campuran
VIM = volume rongga dalam beton aspal padat, % dari volume bulk beton
aspal padat
19

J. Stabilitas marshall (Marshall Stability)


Stabilitas adalah kemampuan lapisan perkerasan menerima beban sampai
terjadi kelelehan plastis yang dinyatakan dalam kilogram atau pound.
Menurut (Sukirman, 2003), stabilitas lapisan perkerasan jalan adalah
kemampuan lapisan perkerasan menerima beban lalu lintas tanpa terjadi
perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur atau bleeding 15. Besarnya
nilai stabilitias yang terjadi dapat dihitung dengan rumus :
s = (p x q x r) ...................................................................................... (2.15)

Dimana :
s = Nilai stabilitas.
p = Pembacaan jarum dial.
q = Kalibrasi alat marshall.
r = Angka koreksi benda uji.

K. Kelelehan plastis (Flow)


Flow adalah besarnya deformasi vertikal sampel yang terjadi mulai saat awal
pembebebanan sampai kondisi kestabilan maksimum sehingga sampel
hancur. Seperti halnya cara memperoleh nilai stabilitas, nilai flow merupakan
nilai dari masing-masing yang ditunjukkan oleh dial. Hanya saja jarum dial
flow biasanya dalam stuan 0.01mm. suatu campuran yang memiliki kelelehan
yang rendah akan lebih kaku dan kecenderungan untuk mengalami retak dini
pada usia pelayanannya. Nilai flow dipengaruhi oleh kadar aspal dan
viskositas aspal, gradasi, suhu dan jumlah pemadatan. Semakin tinggi nilai
flow, maka campuran akan semakin elastis. Sedangkan nilai flow rendah,
maka campuran sangat potensial terhadap retak. Untuk mencari nilai flow
dapat menggunakan persamaan dibawah ini :

Nilai flow = Nilai pembacaan arloji pada alat marshall ........................ (2.16)

L. Perhitungan Marshall Quotient (MQ)


Kekakuan marshall merupakan hasil bagi stabilitas dengan kelelehan dengan
satuan kg/mm. Semakin tinggi nilai MQ, maka kemungkinan akan semakin

15
sukirman, Sukirman, S. (2003). Beton Aspal Campuran Panas, Granit, Jakarta. Granit.
20

tinggi kekakuan suatu campuran dan semakin rentan campuran tersebut


terhadap keretakan, dapat di lihat pada persamaan berikut:
𝑠
𝑀𝑄 = .............................................................................................. (2.17)
𝐹𝑙𝑜𝑤

Dimana:
MQ = nilai Marshall Quitient
(kg/mm)S = stabilitas Marshall
(kg)
Flow = pembacaan dial flow (mm)

2.9 Penelitian Sebelumnya


Terdapat beberapa penelitian yang berhubungan dengan batu klinker dan ban
bekas yang dapat dijadikan acuan untuk penyusunan skripsi ini yaitu:
1. (Fatria, M. Robbi.) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh
Penambahan Serbuk Limbah Ban Karet Terhadap Campuran Lapisan Aspal
Beton (AC-WC) Untuk Karakteristik Marshall” Hasil penelitian Penentuan
kadar aspal optimum ( KAO ) dengan pembuatan benda uji yang kadar
aspalnya 4%, 4,5%, 5%, 5,5% dan 6% diperoleh hasil optimum pada aspal
5,5%. Variasi limbah ban karet dalam campuran aspal yang digunakan
sebagai bahan tambah pada aspal beton AC-WC adalah 0%, 3%, 6% dan
9%, diperoleh nilai density maksimum sebesar 2,328 gr/cm3 yaitu pada
campurannormal, VMA sebesar 16,62% yaitu pada variasi 9%, VIM 6,07%
yaitu padavariasi 9%, VFA sebesar 70,12% yaitu pada campuran normal,
stabilitas sebesar 1449 kg yatu pada campuran normal, flow sebesar 3,37 mm
yaitu pada campuran normal dan MQ sebesar 640,08 kg/mm yaitu pada
variasi 9%. Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa
penambahan limbah ban karet pada campuran 3% dan 6% yang dapat
memenuhi spesifikasi karakteristik marshall16.
2. (Munandar, Aris.) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh
Penggunaan Batu Bata Klinker Sebagai Agregat Kasar Dan Abu Sekam
Padi Sebagai Pengganti Filler Pada HRS Terhadap Parameter Marshall”
Hasil penelitian pada variasi batu bata klinker dan abu sekam padi 0%,
25%, 50%, 75%,

16
fatria, Fatria, M. Robbi. Pengaruh Penambahan Serbuk Limbah Ban Karet Terhadap Campuran Lapisan
Aspal Beton (AC-WC) Untuk Karakteristik Marshall.
100%. Metode yang digunakan pada penelitian ini mengikuti spesifikasi
bina marga 2010. Adapun variasi untuk masing-masing benda uji dengan
menggunakan material batu bata klinker dan abu sekam padi adalah 0%,
25%, 50%, 75%, 100%. Dari hasil penelitian diperoleh nilai stabilitas
maksimum sebesar 5024,967 kg, yaitu pada kadar variasi 100%, nilai flow
maksimum sebesar 6,200 mm yaitu pada kadar variasi 100%. Berdasarkan
hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa dengan penambahan batu
bata klinker dan abu sekam padi dapat meninggkatkan nilai stabiltasdan
pada nilai flow yang telah melewati batas maksimum untuk campuran aspal
HRS17.
3. (Hidayatullah, Rizki) melakukan penelitian dengan judul “Perbandingan
Penggunaan Serbuk Abu Bambu Dan Batu Klinker Sebagai Bahan
Pengganti Agregat Halus Pada Lapisan Ac-Bc Terhadap Pengujian
Marshall” Hasil penilitian Untuk mengetahui pengaruh perbandingan
penggantian agregat halus menggunakan serbuk abu bambu dan batu
klinker dengan variasi 0%, 20%, 40%, 60,% dan 80% pada lapisan aspal
AC-BC terhadap pengujian marshall. Langkah dalam penelitian ini yaitu
melakukan pengujian sifat fisis, membuat benda uji untuk memperoleh nilai
kadar aspal optimum (KAO) menggunakan karakteristik marshall dan
diperoleh nilai sebesar 5,6%, membuat benda uji dengan campuran serbuk
abu bambu dan batu klinker sebagai bahan pengganti agregat halus, dengan
kadar 0%, 20%, 40%, 60%, dan 80%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
nilai perbandingan penggunaan serbuk abu bambu pada variasi 20%
memenuhi nilai parameter marshall. Sedangkan batu klinker pada variasi
40% yang memenuhi nilai parameter marshall. Berdasarkan hasil dan
pembahasan pada kedua benda ujitersebut sebagai bahan pengganti agregat
halus yang paling baik digunakan yaitu batu klinker pada variasi 40% yang
memenuhi beberapa spesifikasi Bina Marga 2010 revisi 3 dan belum
dikatakan bisa digunakan pada aspal beton AC-BC18.

BAB III

17
munandar, Munandar, Aris. Pengaruh Penggunaan Batu Bata Klinker Sebagai Agregat Kasar Dan Abu
Sekam Padi Sebagai Pengganti Filler Pada HRS Terhadap Parameter Marshall.
18
Hidayatullah, Hidayatullah, Rizki. Perbandingan Penggunaan Serbuk Abu Bambu Dan Batu Klinker
Sebagai Bahan Pengganti Agregat Halus Pada Lapisan Ac-Bc Terhadap Pengujian Marshall.
21
METODE PENELITIAN

3.1 Tahapan Penelitian


Tahapan penelitian ini secara umum dimulai dengan studi literatur,
pengadaan dan persiapan bahan susun campuran aspal AC-BC yang terdiri dari
(aspal, agregat halus, agregat kasar , filler). Kemudian dilakukan pengujian sifat
fisis material, perencanaan campuran (mix design), pembuatan benda uji untuk
KAO serta pengujian marshall. Setalah di dapat kadar aspal optimum selanjutnya
pembuatan benda uji untuk setiap variasi dengan pengujian marshall, selanjutnya
dari data yang di dapat akan dianalisis dan ditarik kesimpulan serta saran.

3.2 Lokasi Penelitian


Penelitian tentang “Pengaruh Penggunaan Batu Bata Klinker Sebagai Agregat
Kasar Dengan Penambahan Limbah Ban Bekas Pada Aspal Campuran AC- BC
Terhadap Uji Marshall” Penelitian ini dilaksanakan di LaboratoriumTransportasi
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Malikussaleh yang bertempat di
kampus Bukit Indah Blang Pulo – Lhokseumawe.

3.3 Pengumpulan Data


Untuk mendapatkan data penelitian, maka harus dikumpulkan referensi-
referensi data yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti, khususnya tentang
aspal AC-BC. Data yang diperlukan dalam penelitian ini berupa data primer dan
data sekunder.

3.3.1 Data Primer


Data primer merupakan data yang di dapatkan secara langsung melalui
serangkaian kegiatan percobaan yang mengacu kepada petunjuk manual yang ada,
misalnya dengan mengadakan penelitian, data-data primer pada penelitian ini
seperti pemeriksaan sifat fisis material. Untuk pengujian lebih jelas dapat dilihat
pada tabel 3.1 dibawah ini:

22
22

Tabel 3. 1 Data Primer


No Jenis Data Perolehan Dari
1 Sifat-sifat fisis material:  Berat jenis kering
- Agregat kasar oven
(batu bata  Berat jenis jenuh
Hasil Uji
klinker)  Berat dalam air
- Agregat Halus  Berat Laboratorium
picnometer+air+benda
uji
 Berat volume
2 Pengujian marshall:  Tebal benda uji
- KAO dan benda  Kadar aspal terhadap
uji dengan agregat
penambahan batu  Kadar aspal terhadap
bata klinker dan Hasil Uji
campuran
ban bekas  Berat kering benda uji Laboratorium
 Berat kering SSD
 Berat benda uji dalam
air
 Nilai stabilitas

3.3.2 Data Sekunder


Data Sekunder data yang diperoleh secara tidak langsung (didapat dari
penelitian terdahulu) yang digunakan sebagai data pendukung dari penelitian ini.
Data sekunder tersebut berupa spesifikasi persyaratan material dan ketentuan
pengujian, untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 3.2 berikut ini:

Tabel 3. 2 Data Sekunder


No Jenis Data Perolehan Dari
Kalibrasi proving ring Buku kalibrasi
1 Alat Marshall Test Angka korelasi stabilitas Buku pedoman
benda uji alat marshall

3.4 Analisis dan Pengolohan Data


Adapun langkah awal dalam melakukan penelitian ini adalah pemilihan
agregat kasar, dan pemelihan agregat halus. selanjutnya dilakukan
pembuatan campuran benda uji yang dilakukan dengan menentukan kadar
aspal tengah (Pb). Adapun cara-caranya adalah sebagai berikut:
23

3.4.1 Persiapan Peralatan


Peralatan yang tersedia di Laboratorium Teknik Sipil Universitas
Malikussaleh, yang meliputi:
A. Peralatan pembuat benda uji terdiri dari:
a. Cetakan benda uji berbentuk silinder ukuran diameter 101,6 mm (4”) dan
tinggi 75 mm (3”).
b. Marshall hammer ukuran diameter 98,4 mm (3/8”), berat 4,5 kg dengan
tinggi jatuh 457 mm (18”).
c. Timbangan kapasitas 5 kg, ketelitian 1 gr dan kapasitas 2 kg, ketelitian 0,1
gr.
d. Ejector untuk melepaskan benda uji setelah di padatkan.
e. Waterbath untuk perendaman benda uji.
f. Donagen untuk penimbangan benda uji di dalam air.
g. Peralatan benda uji sebagai pendukung untuk membuat benda uji berupa
oven, kompor gas, thermometer, panci pencampur, sendok pangaduk.
2. Peralatan untuk uji parameter marshall, terdiri dari:
a. Mesin tekan (desak) terdiri dari kepala berbentuk lengkung (breaking
head), cincin penguji berkapasitas 2500 kg yang dilengkapi arloji tekan
dengan ketelitian 0,0025 cm (0,0001”). Cincin penguji dilengkapi dengan
arloji pengukur kelelehan plastis (flowmeter) dengan ketelitian 0,25 cm
(0,01).
b. Peralatan penunjang untuk uji marshall berupa pemadat (berat 4,536 kg)
dan tinggi jatuh 45,7 cm, timbangan, pengukur tinggi benda uji danejector.
3. Alat untuk uji durabilitas, terdiri dari bak perendam dan thermometer
24

Gambar 3. 1 Alat Marshall Test


Keterangan gambar:
1. Baut pengikat proving ring 9. Tiang
2. Mur setelan atas 10. Plenes
3. Pahang 11. Piston pendorong
4. Mur setelan bawah 12. Stop Kontak
5. Dial pembaca 13. Tombol naik
6. Proving ring 14. Tombol Stop
7. Flow meter 15. Tombol Turun ( Down )
8. Piston

3.5 Penentuan Material

3.5.1 Aspal
Aspal yang digunakan adalah aspal yang diperoleh dari Laboratorium Teknik
Sipil Universitas Malikussaleh. Beberapa karakteristik yang harus dimiliki oleh
campuran beton aspal adalah sebagai berikut:
1) Stabilitas adalah kemampuan perkerasan jalan menerima beban lalulintas
tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti golombang, alur dan bleeding.
2) Durabilitas atau ketahanan adalah kemampuan beton aspal menerima repetisi
beban lalulintas seperti berat kendaraan dan gesekan antara roda kendaraan
dengan permukaan jalan, serta menahan keausan akibat pengaruh cuaca dan
iklim, seperti udara, air atau perubahan temperatur.
25

3) Kelenturan atau fleksibilitas adalah kemampuan beton aspal untuk


menyesuaikan diri akibat penurunan (kondolisdasi/settlement) dan
pergerakan dari pondasi tanah dasar, tanpa terjadi retak.
4) Kesesatan/tahan geser (skid resistanse) adalah kemampuan permukaan beton
aspal terutama pada kondisi basah, memberikan gaya gesek pada roda
kendaraan sehingga roda kendaraan tidak tergelincir atau slip.
5) Ketahanan lelah (fatigue resistence), yaitu kemampuan aspal beton untuk
mengalami beban berulang tanpa terjadi kelelahan berupa retak atau
kerusakan alur (rutting).
6) Mudah dilaksakan (workability) adalah kemampuan campuran aspal beton
untuk mudah dihamparkan dan dipadatkan.
3.5.2 Agregat
Agregat yang digunakan berasal dari PT. Abad Jaya Group, Krueng Geukueh
Aceh Utara. Agregat yang digunakan harus memenuhi persyaratan yang
dipertimbangkan untuk digunakan sesuai kualitas yang di inginkan. Kondisi agregat
yang digunakan yaitu keras, kering, awet, bersih serta bebas dari bahan organik,
asam dan bahan lain yang mengganggu. Gradasi agregat halus yang lolos dengan
ukuran saringan no.4, dan untuk agregat kasar yang tertahan dari saringan no.4.
Penelitian ini menggunakan Batu Bata Klinker (sebagai subtitusi agregat
kasar) yang berasal dari daerah Reuleut, Aceh Utara dengan kadar variasi 0%, 20%,
40%, 60%, 80%. Batu bata klinker tersebut di hancurkan dengan cara di tumbuk
menggunakan palu.

3.5.2 Filler
Filler adalah suatu agregat fraksi halus mengandung bahan yang lolos
saringan nomor 200 (0,075 mm) tidak kurang dari 75% terhadap beratnya. Filler
yang digunakan pada penelitian ini adalah semen Portland.

3.6 Prosedur Penelitian


Prosedur penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan nilai stabilitas dan flow.
penelitian yang dilakukan pada campuran lapisan aspal beton AC-BC adalah
26

penyiapan semua bahan dan material serta peralatan. Tahap awal dari perkerasan di
laboratorium adalah pengujian berat jenis dan berat isi dari agregat kasar dan
agregat halus.
Langkah selanjutnya pencampuran agregat yang diperoleh dari
mencampurkan agregat kasar dan agregat halus. Kemudian menentukan kadar dan
bahan campuran filler sebagai pengisi setelah itu pembuatan campuranbenda uji.

3.6.1 Perencanaan Benda Uji


Perencanaan benda uji untuk penelitian dapat dikelompokkan dalam beberapa
bagian berikut yaitu:
A. Gradasi target penelitian
Perancangan benda uji beton aspal harus menghasilkan campuran yang baik,
untuk itu harus menggunakan gradasi menerus seperti disyaratkan dalam
Spesifikasi Umum Bina Marga 2010. Agregat yang harus digunakan Menurut
Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 adalah yang lolos saringan mulai dari
1”, 3⁄4”, 1⁄2”, 3⁄8”, No 4, No 8, No 16, No 30, No 50 dan No 100. Agregat
Kasar tertahan saringan No.4, Agregat Halus lolos saringan No.4, dan untuk
filler yang lolos saringan No. 200 seperti pada tabel berikut ini:

Tabel 3. 3 Gradasi Agregat Untuk Campuran Aspal Spesifikasi 2010 AC-BC


% Berat
Yang Lolos
Terhadap Spesifikasi Target Rencana
Total Bina
Ukuran
ASTM Agregat Marga
Ayakan
dalam 2010
(mm)
Campuran Revisi 3
Per
Laston Lolos Tertahan Total benda
(AC)
uji
BC Max Min (%) (%) (%) (gr)
37,5 1,5”
25 1” 100
19 ¾” 90-100 100 90 100 - -
12,5 ½” 75-90 90 75 86 14 240
9,5 3/8” 66-82 82 66 75 11 58 72
4,75 4 46-64 64 46 58 17 240
27

2,36 8 30-49 49 30 42 16 168


1,18 16 18-38 38 18 29 13 180
0,600 30 12-28 28 12 23 6 37 84
0,300 50 7-20 20 7 18 5 48
0,150 100 5-13 13 5 9 9 48
0,075 200 4-8 8 4 5 4 60
Pan 5 5 60
Total 100 100 1200
Sumber: (Direktorat Jendral Bina Marga, 2010)

B. Jumlah benda uji penelitian


Pembuatan benda uji dengan cetakan slinder berukuran diameter 10 cm dan
tinggi 7,5 cm. jumlah sampel benda uji yang akan dibuat dalam penelitian ini dapat
diuraikan pada table 3.4 dan 3.5.

Tabel 3. 4 Kadar Aspal Tengah


Kadar Aspal Tengah Jumlah

KADAR ASPAL -0.5% -1% Pb 1% 0.5%


JUMLAH BENDA UJI 5 5 5 5 5 25

Tabel 3. 5 sampel benda uji pengujian marshall


Pengujian Kadar Variasi Jumlah Benda Uji
Batu Klinker 0% 20% 40% 60% 80%
Ban Bekas 4%
Jumlah benda uji 5 5 5 5 5 25

3.6.2 Pembuatan Benda Uji


Pembuatan benda uji biasanya dimulai dengan pembuatan (mix design) yaitu
meliputi pelaksanaan gradasi agregat, penentuan aspal dan pengukur komposisi
masing-masing fraksi baik agregat, aspal dan filler, gradasi yang digunakan sesuai
(Spesifikasi Bina Marga 2010 Revisi 3)19. Pembuatan benda uji untuk penilitian ini
menggunakan subtitusi batu bata klinker sebagai agregat kasar dan penambahan
limbah ban bekas pada aspal campuran AC-BC. Di mana jumlah agregat kasar,
agregat halus, filler dan aspal adalah 1200 untuk setiap sampel benda uji.

19
Direktorat Jendral Bina Marga. (2010). Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 (revisi 3). In Journal of
Chemical Information and Modeling (Vol. 01, Nomor 01).
28

Setelah semua sudah terpenuhi, maka akan dilanjutkan dengan tahap-tahap


untuk melakukan penelitian dan pembuatan benda uji, adapun tahap-tahap
pembuatan benda uji adalah sebagai berikut :
A. Tahap I
Tahap pertama merupakan tahap persiapan untuk mempersiapkan bahan-
bahan dan alat yang akan digunakan saat pembuatan benda uji, melakukan
perhitungan yang akurat dan spesifik agar mendapatkan proporsi campuran
yang lebih tepat juga.
B .Tahap II
Tahap kedua menentukan berat aspal penetrasi 60/70, berat filler, berat
agregat kasar, dan berat agregat halus yang akan dicampur berdasarkan
variasi batu bata klinker dan limbah ban bekas, dimana persentasenya dibuat
berdasarkan berat total campuran.
C. Tahap III
Tahap ketiga aspal penetrasi 60/70 dituang kedalam wajan yang berisi agregat
dengan berat yang sesuai dengan rencana campuran dipanaskan hingga
temperatur + 160oC (Untuk campuran dengan Ban Bekas terlebih dahulu Ban
bekas dilelehkan dan dicampurkan ke aspal sesuai perencanaan).
D. Tahap IV
Tahap keempat setelah aspal dan ban bekas dituangkan dan dicampurkan
kedalam campuran agregat kemudian diaduk sampai benar-benar rata setelah
selesai diaduk, diamkan sampai menuju suhu pemadatan yaitu pada suhu 140
o
C, setelah selesai masukan benda uji yang sudah tercampur kedalam mold
yang telah disiapkan.
E. Tahap V
Tahap kelima campuran benda uji yang sudah dimasukkan kedalam mold
selanjutnya dipadatkan dengan menggunakan alat penumbuk, penumbukan
dilakukan sebanyak 75 kali untuk bagian atas dan 75 kali untuk bagian bawah.
Selanjutnya benda uji didinginkan, kemudian benda uji dikeluarkan dari mold
dengan bantuan ejector.
29

F. Tahap VI
Tahap keenam setelah semua selesai dan benda uji sudah dikeluarkan dari
dari alat mold langkah selanjutnya adalah melakukan perendaman benda uji
selama ±24 jam pada bak perendam.
3.6.3 Pengujian Benda Uji
Sebelum dilakukan pengujian benda uji dibersihkan dari kotoran yang
menempel dan diberi tanda dan di ukur tingginya dengan alat kaliper (jangka
sorong) kemudian ditimbang dengan ketelitian timbangan 1 gram untuk mengetahui
berat kering benda uji.
Selanjutnya di lanjutkan dengan pengujian standar marshall, dimana benda
uji direndam dalam air selama 24 jam (+ 4 jam) pada suhu ruangan sekitar 25oC,
benda uji di keluarkan dari bak perendaman, di lap sampai permukaan benda uji
tersebut kering, kemudian di timbang untuk mengetahui berat dalam keadaan kering
permukaan (SSD). Benda uji kemudian ditimbang di dalam air dengan
menggunakan keranjang, lalu benda uji di rendam dalam water bath selama 30
menit dengan suhu perendaman 60oC.
Benda uji di keluarkan dari water bath, dan di letakkan pada bagian bawah
kepala penekan alat uji marshall, bagian atas di pasang di atas benda uji dan
keseluruhan benda uji di letakkan ke dalam mesin penguji. Flow meter di pasang
pada kedudukannya di atas salah satu batang penuntun. Kepala penekan beserta
benda uji di naikkan hingga menyentuh alas cincin penguji.
Kemudian di atur kedudukan jarum arloji dan tekan pada angka nol,
penekanan di mulai dengan kecepatan 50 mm/menit sampai pembebanan
maksimum tercapai pada saat arloji pembebanan berhenti dan mulai kembali
berputar menurun. Pada saat itu juga dilakukan pembacaan arloji flow. Setelah
pembebanan selesai, bagian di atas diangkat dan benda uji dikeluarkan dari kepala
penekan. Begitu seterusnya sampai semua sampel telah di uji.
30

3.7 Bagan Alir Penelitian

mulai

Study Literatur

Persiapan Bahan dan Peralatan

TIDAK
Pengujian Bahan

Analisa Saringan agregat Hitung berat jenis agregat


kasar, agregat halus (bata kasar dan agregat halus
klinker dan filler)

Memenuhi Spesifikasi
Bina Marga 2010
Revisi 3
YA

Rancangan proporsi agregat

Memenuhi kadar aspal tengah (pb)

Gambar 3. 2 GambarAlir Penelitian


31

Perancangan benda uji untuk memperoleh KAO

Perendaman benda uji selama 30 menit pada suhu 600C

Uji marshall

Menentukan KAO
yang sebenarnya

Perancangan benda uji dengan menggunakan


batu klinker sebagai agregat kasar

Perendaman benda uji selama 24


jam dan 30 menit pada suhu 600C

Uji marshall (ban bekas dan batu bata klinker)

Hitung parameter marshall

Analisa dan pengolahan data


`

Hasil dan pembahasan

Kesimpulan dan Saran

Selesai
Gambar 3. 3 GambarAlir Penelitian
DAFTAR PUSTAKA

(AASHTO, 1990), 1990.


Direktorat Jendral Bina Marga. (2010). Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 (revisi 3). In
Journal of Chemical Information and Modeling (Vol. 01, Nomor 01). jakarta: bina marga,
2010.
fatria, M.Robbi. Fatria, M. Robbi. Pengaruh Penambahan Serbuk Limbah Ban Karet
Terhadap Campuran Lapisan Aspal Beton (AC-WC) Untuk Karakteristik Marshall., t.t.
G, Sugiyanto. Sugiyanto, G. (2008). KAJIAN KARAKTERISTIK CAMPURAN HOT
ROLLED ASPHALT AKIBAT PENAMBAHAN LIMBAH SERBUK BAN BEKAS. Jurnal
Teknik Sipil Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 8(2), 91–104. yogyakarta: universitas atma
jaya, 2008.
Hidayatullah, Rizki. Hidayatullah, Rizki. Perbandingan Penggunaan Serbuk Abu Bambu
Dan Batu Klinker Sebagai Bahan Pengganti Agregat Halus Pada Lapisan Ac-Bc Terhadap
Pengujian Marshall., t.t.
munandar, aris. Munandar, Aris. Pengaruh Penggunaan Batu Bata Klinker Sebagai
Agregat Kasar Dan Abu Sekam Padi Sebagai Pengganti Filler Pada HRS Terhadap
Parameter Marshall., t.t.
sukirman. Sukirman, S. (1999). Perkerasan Lentur Jalan Raya. In Buku. NOVA. jakarta:
nova, 1999.
———. Sukirman, S. (2003). Beton Aspal Campuran Panas, Granit, Jakarta. Granit.
jakarta: granit, 2003.
———. Sukirman,S. (2016). Beton Aspal Campuran Panas. In Journal of Chemical
Information and Modeling (Vol. 53, Nomor 9)., 2016.

32

Anda mungkin juga menyukai