Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Agregat

Departemen Pekerjaan Umum pada Petunjuk Pelaksanaan Lapis Aspal Beton

(Laston) untuk Jalan Raya, SKBI-2.4.26.1987, agregat merupakan sekumpulan butir-butir

batu pecah, kerikil, pasir atau mineral lainnya, baik berupa hasil alam maupun hasil

buatan. Berdasarkan besar ukuran ayakan agregat dibedakan menjadi tiga macam yaitu :

2.1.1. Agregat Halus

Agregat halus adalah agregat yang lolos ayakan No.8 atau 2,38 mm. Agregat halus

dapat berupa pasir, batu pecah atau kombinasi dari keduanya. Agregat halus adalah

material yang pada prinsipnya lewat saringan 2.36 mm dan tertahan pada saringan 0,075

mm atau saringan no. 200. Fungsi utama agregat halus adalah mendukung stabilitas dan

mengurangi deformasi permanen dari campuran melalui ikatan ( interlocking) dan gesekan

antar partikel. Berkenaan dengan halini, sifat-sifat khas yang diperlukan dari agregat

adalah sudut permukaan, kekasaran permukaan, bersih dan bukan bahan organik.

2.1.2. Agregat Kasar

Agregat kasar adalah agregat yang tertahan pada ayakan No.8 atau 2,38 mm,

menurut saringan ASTM. Fraksi agregat kasar untuk keperluan pengujian harus terdiri atas

batu pecah atau kerikil pecah dan harus disediakan dalam ukuran-ukuran normal. Agregat

kasar ini menjadikan perkerasan lebih stabil dan mempunyai skid resistance (tahanan

terhadap selip) yang tinggi sehingga lebih menjamin keamanan berkendara. Agregat kasar

yang mempunyai bentuk butiran (particle shape) yang bulat memudahkan proses

pemadatan, tetapi rendah stabilitasnya, sedangkan yang berbentuk menyudut (angular)

5
6

sulit dipadatkan tetapi mempunyai stabilitas yang tinggi. Agregat kasar harus

mempunyai ketahanan terhadap abrasi bila digunakan sebagai campuran wearing

course, untuk itu nilai Los Angeles Abrasion Test harus dipenuhi serta memenuhi

persyaratan sebagai berikut (SNI, 1990) :

1. Keausan yang diperiksa dengan mesin Los Angeles pada 500 putaran dengan 12

biji bola baja maksimum 40%.

2. Kelekatan agregat terhadap aspal minimum 95%.

3. Jumlah berat butiran terhadap saringan no.4 yang mempunyai paling sedikit dua

bidang pecah (visual) minimum 50% (khusus untuk kerikil pecah).

4. Indeks kepipihan/kelonjongan butiran atau 9,50 mm ( British Standard –812)

maksimum 25%.

5. Penyerapan agregat terhadap air maksimum 3%.

6. Berat jenis curah (bulk) minimum 2,5.

2.1.3. Bahan pengisi (filler)

Menurut Suprapto fungsi filler dalam campuran adalah untuk memodifikasi agregat

halus sehingga berat jenis campuran meningkat dan jumlah aspal yang diperlukan untuk

mengisi rongga aspal akan berkurang. (Simanjuntak dan Muiz : 2010 : 4).

a) Arang Tempurung Kelapa

Menurut Berry (dalam Mashuri, 2006) kandungan arang tempurung kelapa terdiri

dari karbon non polar yang besarnya 91% seperti yang terdapat pada aspal.

Sedangkan Mashuri (2008:51) mengatakan, bahwa dengan penambahan serbuk

arang tempurung kelapa pada campuran perkerasan beton aspal kemungkinan

berpotensi meningkatkan stabilitas dan durabilitas pada aspal. Tabel berikut


7

menjelaskan hasil pengujian sifat fisik arang tempurung kelapa yang digunakan

dalam penelitian ini.

Tabel 2.1. Hasil uji komposisi berat jenis serbuk arang tempurung kelapa.

Parameter uji Satuan Hasil Uji

Kadar Air % 3,83

Kadar Karbon % 91,38

Kadar Abu % 4,79

Berat Jenis gr/cm3 0,5722

Sumber: Mashuri (Jurnal Mektek Edisi Januari)

Alur pembuatan serbuk arang tempurung kelapa dapat digambarkan sebagai berikut

Gambar 2.1. bagan alir pembuatan arang tempurung kelapa

Arang Tempurung
Kelapa

Gilingan / Tumbuk

Ayakan

Produk Serbuk Produk Granular


Pengepakan

(Sumber : Mashuri dan Maricar Jurnal Mektek Januari 2006)

2.2. Lapis Aspal Beton

Lapis Aspal Beton adalah lapisan penutup konstruksi perkerasan jalan yang

mempunyai nilai struktural yang pertama kali dikembangkan di Amerika oleh The Asphalt

Institute dengan nama Asphalt Concrete (AC). Menurut Bina Marga Departemen

Pekerjaan Umum, campuran ini terdiri atas agregat bergradasi menerus dengan aspal
8

keras, dicampur, dihamparkan dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu.

Suhu pencampuran ditentukan berdasarkan jenis aspal yang akan digunakan. Sedangkan

yang dimaksud gradasi menerus adalah komposisi yang menunjukkan pembagian butir

yang merata mulai dari ukuran yang terbesar sampai dengan ukuran yang terkecil. Beton

aspal dengan campuran bergradasi menerus memiliki komposisi yang terdiri dari agregat

kasar, agregat halus, mineral pengisi (filler) dan aspal (bitumen) sebagai pengikat. Ciri

lainnya mempunyai sedikit rongga dalam struktur agregatnya, saling mengunci satu

dengan yang lainnya, oleh karena itu beton aspal memiliki sifat stabilitas tinggi dan relative

kaku.

Lapisan Aspal Beton (Asphalt Concrete) dapat dibagi kedalam 3 macam campuran sesuai

dengan fungsinya, yaitu :

1. Laston Lapis aus (Asphalt Concrete-Wearing Course, AC-WC)

Laston sebagai lapis aus (Asphalt Concrete-Wearing Course, AC-WC) merupakan

lapis yang mengalami kontak langsung dengan beban dan lingkungan sekitar, maka

diperlukan perencanaan dari beton aspal AC-WC yang sesuai dengan spesifikasi

sehingga lapis ini bersifat kedap air, tahan terhadap cuaca, dan mempunyai

stabilitas yang tinggi. Laston sebagai lapis permukaan antara ( Asphalt Concrete-

Binder Course, AC-BC) adalah :

a) beton aspal sebagai lapis pondasi dan pengikat (binder)

b) lapis ini lebih kaya aspal (sekitar 5-6%) dibanding dengan lapis di bawahnya

c) berfungsi secara struktural sebagai bagian dari lapis perkerasan jalan

d) umumnya bersifat tahan beban

e) mampu menyebarkan beban roda kendaraan ke lapisan di bawahnya


9

f) diusahakan agar kedap air untuk mempersulit air permukaan yang tembus lewat

retak-retak atau lubang-lubang permukaan yang tidak segera ditambal, hingga air

tidak mudah dapat mencapai tanah dasar.

2. Laston Lapis Permukaan Antara (Asphalt Concrete-Binder Course, AC-BC)

Lapisan ini merupakan lapisan perkerasan yang terletak dibawah lapisan aus

(Wearing Course) dan diatas lapisan pondasi (Base Course). Lapisan ini tidak

berhubungan langsung dengan cuaca, tetapi harus mempunyai ketebalan dan kekakuan

yang cukup untuk mengurangi tegangan/regangan akibat beban lalu lintas yang akan

diteruskan ke lapisan bawahnya yaitu Base dan Sub Grade (Tanah Dasar). Karakteristik

dari campuran ini adalah stabilitas.

3. Laston Lapis Pondasi (Asphalt Concrete-Base, AC-Base)

Laston sebagai lapis pondasi (Asphalt Concrete – Base Course , AC – Base) adalah

beton aspal yang berfungsi sebagai pondasi atas ( base course). Aspal di sini sebagai

pelicin pada waktu pemadatan (biasanya sekitar 4-5%), sehingga pemadatan mudah

tercapai. Lapisan ini tidak perlu terlalu kedap air. Fungsi lapis pondasi adalah untuk

menahan gaya lintang akibat beban roda kendaraan.

2.3. Bahan Campuran Beton Aspal


Campuran aspal adalah kombinasi material bitumen dengan agregat yang

merupakan permukaan perkerasan yang biasa dipergunakan akhir – akhir ini. Material

aspal dipergunakan untuk semua perkerasan jalan raya dan merupakan salah satu bagian

dari lapisan beton aspal jalan raya kelas satu hingga dibawahnya.

2.3.1. Aspal

Aspal atau bitumen merupakan material yang berwarna hitam kecoklatan yang

bersifat viskoelastis sehingga akan melunak dan mencair bila mendapat cukup
10

pemanasan dan sebaliknya. Sifat viskoelastis inilah yang membuat aspal dapat

menyelimuti dan menahan agregat tetap pada tempatnya selama proses produksi dan

masa pelayanannya. Pada dasarnya aspal terbuat dari suatu rantai hidrokarbon yang

disebut bitumen, oleh sebab itu aspal sering disebut material berbituminous. Umumnya

aspal dihasilkan dari penyulingan minyak bumi, sehingga disebut aspal keras. Tingkat

pengontrolan yang dilakukan pada tahap proses penyulingan akan menghasilkan aspal

dengan sifat-sifat yang khusus yang cocok untuk pemakaian yang khusus pula, seperti

untuk pembuatan campuran beraspal, pelindung atap dan penggunaan khusus lainnya.

1. Jenis Aspal

Menurut asal terjadinya, aspal dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :

a. Aspal Alam

a) Aspal gunung (rock asphalt), misalnya aspal dari pulau Buton.

b) Aspal danau (lake asphalt), misalnya aspal dari Bermudez, Trinidad.

b. Aspal Buatan

Aspal buatan adalah aspal yang dibuat dengan cara memproses residu hasil

destilasi minyak bumi. Aspal buatan terdiri atas :

a) Aspal keras adalah aspal yang dalam penggunaannya dipanaskan lebih dulu

hingga menjadi cair sampai suhu tertentu, dan berbentuk padat pada suhu

ruang sekitar 25-30ºC. Pengelompokannya dilakukan berdasarkan nilai penetrasi

pada temperatur 25ºC atau berdasarkan kekentalannya. Semen aspal dengan

penetrasi rendah digunakan di daerah yang bercuaca panas atau volume lalu

lintas tinggi, sedangkan aspal dengan penetrasi tinggi digunakan di daerah

bercuaca dingin atau volume lalu lintas rendah.


11

b) Aspal cair (cutback asphalt) adalah penggabungan semen aspal dengan minyak

yang mudah menguap, yang diperoleh dari destilasi tahap pertama dalam

produksi aspal. Aspal cair dapat dapat digunakan baik sebagai bahan pengikat

pada campuran beraspal maupun sebagai resap pengikat (prime coat) atau lapis

perekat (tack coat).

c) Aspal emulsi adalah suatu campuran aspal dengan air dan bahan pengemulsi.

Namun kadang-kadang, emulsi dapat pula berisi bahan tambah lain seperti

stabiliser, antristrips dan lain-lain.

2. Sifat dan Fungsi Aspal

Aspal yang diperlukan untuk perkerasan jalan berfungsi sebagai :

a. Sebagai bahan pengikatan antara agregat maupun antara aspal itu sendiri.

b. Sebagai bahan pengisi, mengisi rongga antara butir–butir agregat dan pori-pori

yang ada dari agregat itu sendiri.

Aspal harus mempunyai kinerja, kekuatan, dan keawetan yang memadai sebagai

bahan untuk campuran perkerasan. Karena itu, pemilihan macam aspal harus

dipertimbangkan terhadap tinjauan jenis, sifat-sifat dan maksud penggunaannya

yang terkait dengan syarat teknis dan kondisi lapangan.

Sifat fisik aspal yang diperhitungkan dalam perancangan pembangunan dan

pemeliharaan jalan, adalah :

1. Daya tahan (Durability), yaitu kemampuan aspal dalam mempertahankan sifat

aslinya akibat pengaruh cuaca selama masa pelayanan jalan.

2. Adhesi dan kohesi. Adhesi, yaitu kemampuan aspal dalam mengikat agregat

campuran sehingga menghasilkan ikatan yang baik. Kohesi, adalah kemampuan


12

aspal untuk tetap mempertahankan ikatan aspal dengan aspal yang melekat pada

agregat, sehingga agregat tetap pada tempatnya.

3. Kepekaan terhadap temperatur, karena aspal bersifat termoplastik, yaitu aspal akan

menjadi keras atau kental pada temperatur rendah dan melunak atau meleleh

pada temperatur tinggi.

4. Pengerasan dan penuaan, penuaan aspal adalah suatau parameter yang baik

untuk mengetahui durabilitas campuran beraspal. Penuaan aspal ini disebabkan

oleh dua faktor utama, yaitu penguapan fraksi minyak ringan yang terkandung

dalam aspal dan oksidasi (penuaan jangka pendek) dan oksidasi yang progresif

(penuaan jangka panjang). Kedua macam proses penuaan ini menyebabkan

terjadinya pada aspal dan selanjutnya akan meningkatkan kekakuan campuran

beraspal sehingga akan mempengaruhi kinerja campuran tersebut. Peningkatan

kekakuan ini akan meningkatkan ketahanan campuran terhadap deformasi

permanen dan kemampuan untuk menyebarkan beban yang diterima, tetapi dilain

pihak akan menyebabkan campuran menjadi lebih getas sehingga akan cepat retak

dan akan menurunkan ketahanannya terhadap beban berulang.

2.3.2 Aspal Pen 60/70

Tujuan pengembangan teknologi perkerasan lentur yakni untuk membuat jalan

yang lebih tahan retak dan deformasi. Oleh karena itu, aspal juga mulai dikembangkan

dibidang konstruksi jalan untuk mengatasi masalah-masalah yang terjadi, misalnya

kerusakan pada permukaan aspal beton yang langsung menjadi lubang-lubang besar,

sehingga biaya pemeliharaan naik dengan cepat disebabkan karena panas matahari di

daerah tropis mempercepat proses penuaan aspal sehingga menjadi getas dan mudah
13

retak. Aspal pen 60/70 dimaksudkan bahwa aspal tersebut memiliki penetrasi 60-70, serta

termasuk aspal dengan penetrasi rendah.Di Indonesia aspal penetrasi 60/70 digunakan

pada jalan dengan kondisi umum untuk segala jenis konstruksi beton aspal seperti AC,

HRS, ATB, SMA, Burtu, Burda, Macadam dan sebagainya dengan cara pelaksanaan

yang sudah dikenal, dan untuk aspal pen 60/70 memiliki spesifikasi sepertiterterapada

Tabel 2.2. Spesifikasi Aspal Keras Pen 60/70

No Jenis Pengujian Metode Pengujian Persyaratan

1. Penetrasi pada 25ºC (0,1 mm) SNI06-2456-1991 60–70

2. Viskositas 135ºC (cSt) SNI06-6441-1991 385

3. Titik Lembek (ºC) SNI06-2434-1991 ≥ 48

4. Indeks Penetrasi - ≥-1,0

5. Daktilitas pada 25ºC,(cm) SNI06-2432-1991 ≥ 100

6. TitikNyala (ºC) SNI06-2433-1991 ≥ 232

7. Berat Jenis SNI06-2441-1991 ≥1,0

8. Berat yang Hilang (%) SNI06-2440-1991 ≤0.8

Sumber : Spesifikasi Bina Marga 2010 R2 Divisi 6 Perkerasan Aspal Tabel 6.3.2.(5)

Tabel 2.3. Ketentuan Sifat – Sifat Campuran Laston (AC)

Laston
Lapis Aus Lapis Antara Pondasi
Sifat –Sifat Campuran
Halus Kasar Halus Kasar Halus Kasar

Kadar aspal efektif( % ) Min 5,1 4,3 4,3 4,0 4,0 3,5
Penyerapan aspal Maks 1,2
14

Tabel 2.3. Lanjutan Ketentuan Sifat – Sifat Campuran Laston (AC)

Laston

Lapis Aus Lapis Antara Pondasi


Sifat –Sifat Campuran

Halus Kasa Halus Kasar Halus Kasar

Jumlah tumbukan 75 112


perbidang
Rongga dalam Campuran Min 3,5
(%) Maks 5,0
Rongga dalam agregat
Min 15 14 13
( VMA ) ( % )
Rongga terisi aspal (%) Min 65 63 60
Stabilitas Marshall (Kg) Min 800 1800
Pelelehan (mm) Min 3 4,5
Marshall Quotient(Kg/mm) Min 250 300

(Sumber :Spesifikasi Umum Divisi 6, Bina marga, 2010 )

2.3.3. Perencanaan Gradasi Campuran AC-WC

Perencanaan campuran lapis beton aspal yang digunakan adalah berdasarkan

metode Marshall, dengan metode ini kita dapat menentukan jumlah pemakaian aspal yang

tepat sehingga dapat menghasilkan komposisi yang baik antara agregat dan aspal sesuai

dengan persyaratan teknik perkerasan jalan yang ditentukan. Fungsi dari lapis antara

adalah mengurangi tegangan pada lapis perkerasan dan menahan beban maksimum

lalulintas.
15

Lapis Aus

Lapis Pondasi Atas

Lapis Pondasi Bawah

Tanah Dasar

Gambar 2.2 lapisan laston

Selanjutnya dapat dilakukan pemilihan gradasi agregat campuran. Jenis campuran

yang akan digunakan untuk pembuatan benda uji adalah campuran aspal panas AC

untuk lapisan Wearing-Course dengan spesifikasi gradasi menurut Departemen

Pekerjaan umum 2006, seperti terlihat pada Tabel 2.3

Tabel 2.4. Gradasi Agregat untuk campuran Aspal AC-WC

Ukuran ayakan % Berat lolos ayakan terhadap berat total


ASTM (mm) Batas bawah Batas atas
3/4" 19,0 73 90
1/2" 12,5 55 75
3/8" 9,5 45 66
No. 4 4,75 28 39
No.8 2,36 19 27
No.16 1,18 12 18
No.30 0,60 7 14
No.50 0,30 5 12
No.100 0,15 4,5 9
No.200 0,075 3 7

Sumber :Departemen Pekerjaan Umum, (2010)

Untuk menghitung berat jenis gabungan agregat dalam campuran digunakan rumus
16

(Sukirman, 2003) sebagai berikut :

1. Berat Jenis Bulk dan Apparent Total Agregat

Agregat total terdiri atas fraksi-fraksi agregat kasar, agregat halus dan bahan

pengisi/filler yang masing-masing mempunyai berat jenis yang berbeda, baik berat

jenis kering (bulk spesific gravity) dan berat jenis semu (apparent grafity). Setelah

didapatkan Kedua macam berat jenis pada masing-masing agregat pada pengujian

material agregat maka berat jenis dari total agregat tersebut dapat dihitung dalam

persamaan berikut :

2. Berat jenis kering (bulk spesific gravity) dari total agregat

P 1+ P 2+ P3+ …+ Pn
Gsbtot agregat = P1 + P 2 + P 3 + … Pn ….......………..………….(2.1)
Gsb 1 Gsb 2 Gsb 3 Gsbn

Keterangan:

Gsbtotagregat : Berat jenis kering agregat gabungan, (gr/cc)

Gsb1, Gsb2..Gsbn : Berat jenis kering dari masing-masing agregat 1,2,3..n, (gr/cc)

P1, P2, P3 : Prosentase masing-masing agregat, berat (%)

3. Berat jenis semu (apparent spesific gravity) dari total agregat

P 1+ P 2+ P3+ …+ Pn
Gsbtot agregat = P1 + P 2 + P 3 + … Pn ….......………..………….(2.2)
Gsb 1 Gsb 2 Gsb 3 Gsbn

Keterangan:

Gsatotagregat : Berat jenis semu agregat gabungan, (gr/cc)

Gsa1, Gsa2,Gsan: Berat jenis semu dari masing-masing agregat 1,2,3..n, (gr/cc)
17

P1, P2, P3, : Prosentase masing-masing agregat, berat (%)

4. Berat Jenis Efektif Agregat

Berat jenis efektif total agregat dapat ditentukan juga

dengan menggunakan persamaan berikut ini :

Gse= Gsb + Gsa…………………………................................................................(2.3)

Keterangan:

Gse : Berat jenis efektif/ efektivespesific gravity, (gr/cc)

Gsb : Berat jenis kering agregat / bulk spesific gravity, (gr/cc)

Gsa : Berat jenis semu agregat / apparent spesific gravity, (gr/cc)

5. Penyerapan Aspal

Penyerapan aspal dinyatakan dalam persen terhadap berat agregat total, tidak

terhadap berat campuran. Perhitungan penyerapan aspal (Pba) adalah

sebagai berikut:

Gse −Gsb
Pba=100 G ..........................……………….…(2.4)
G se x Gsb b

Keterangan:

Pba : Penyerapan aspal, persen total agregat (%)

Gsb : Berat jenis bulk agregat, (gr/cc)

Gse : Berat jenis efektif agregat, (gr/cc)

Gb : Berat jenis aspal, (gr/cc)

2.4. Aspal

Sukirman, S (1992) aspal didefinisikan sebagai material perekat yang berwarna

hitam pekat atau coklat tua, dengan unsure utama bitumen. Bitumen terutama

mengandung sengawa hidrokarbon. Aspal adalah material yang pada temperature ruang
18

berbentuk pampat sampai agak pampat, dan akan bersifat termoplastis. Jadi aspal akan

mencair jika dilakukan pemanasan sampai pada temperature tertentu, dan akan kembali

membek uji katemperaturnya turun, bersama dengan agregat, aspal merupakan material

pembentuk campuran perkerasan jalan. Banyaknya aspal dalam campuran perkerasan

berkisar antara 4-10 % berdasarkan berat campuran, atau 10-15 % berdasarkan volume

campuran. Aspal minyak yang digunakan untuk konstruksi perkerasan jalan merupakan

proses dari destilasi minyak bumi, sering disebut aspal semen. Aspal semen bersifat

mengikat agregat pada campuran aspal beton dan memberikan lapisan kedap air, serta

tahan terhadap pengaruh asam, basa, dan garam. Totomihardjo, S (2004) ada beberapa

persyaratan aspal sebagai bahan jalan adalah sebagai berikut.

1. Kekakuan/kekerasan atau stiffness.

2. Sifat mudah dikerjakan/workability.

3. Kuattarik/tensile strength dan adhesi.

Aspal yang digunakan harus memiliki kuat tarik dan adhesi yang cukup, sifat ini

sangat diperlukan agar suatu lapis perkerasan yang dibuat akan tahan terhadap :

1. Retak/cracking,

2. Pengulitan/stripping,

3. Goyah/ravelling.

4. Tahan terhadap cuaca

Sifat ini diperlukan agar aspal tetap memiliki tahanan terhadap perubahan cuaca,

misalnya konsistensi tidak banyak berubah akibat cuaca, dapat memenuhi kebutuhan

lalulintas serta tahan lama/durable.


19

Sulaksono, S (2001) aspal adalah sejenis mineral yang umumnya digunakan untuk

konstruksi jalan, khususnya perkerasan lentur. Aspal merupakan material organik

(hydrocarbon) yang komplek, yang dapat diperoleh langsung dari alamat audengan prose

tertentu. Umumnya aspal terbagi atas bentuk cair, semipampat dan pampat pada

suhuruang (25􀃛C). Penggunaan aspal sebagai material perkerasan cukup luas, mulai dari

lapis permukaan, lapis fondasi, lapisaus, maupun lapis penutup. Aspal dibedakan menjadi

lima yaitu seperti di bawah ini.

2.4.1. Aspal Alam

Aspal alam ditemukan di pulau Buton (Sulawesi Tenggara-Indonesia), Perancis,

Swiss, dan Amerika Latin. Menurut sifat kekerasannya aspal alam dapat dibagi menjadi

dua kelompok yaitu rock asphalt dan lake asphalt.

2.4.2. Aspal Buatan

Jenis aspal ini dibuat dari minyak bumi sehingga dikenal sebagai aspal minyak,

selain itu aspal ini harus dipanaskan terlebih dahulu sebelum digunakan sehingga sering

juga disebut sebagai aspal panas. Bahan baku minyak bumi yang baik untuk pembuatan

aspal adalah minyak bumi yang banyak mengandung parafin. Untuk bahan aspal paraffin

kurang disukai karena akan mengakibatkan aspal bersifat getas, mudah terbakar dan

memiliki daya lekat yang buruk dengan agregat. Minyak bumi dapat digolongkan kedalam

parafin base crude oil, asphaltene ataunaphteen base crude oil danmixed-base crude oil.

Parafin base srude oil adalah minyak bumi yang berkadar paraffin tinggi, naphteen base

crude oil adalah minyak bumi dengan kadar paraffin rendah dan mixed-base crude oil

merupakan campuran dari keduanya. Asphaltene base crude oil mengandung banyak

gugus anaromat dan siklis sehingga kadar aspalnya tinggi sedangkan kadar parafinnya
20

rendah. Minyak bumi tersebut kemudian disuling untuk memisahkan bagian-bagian yang

mudah menguap dari bagian-bagian yang sukar menguap. Residu atau sisa dari destilasi

ini disuling sekali lagi pada suhu yang sama akan tetapi pada tekanan rendah (hampa

udara) dan akan menghasilkan fraksi-fraksi seperti gas, oil, minyak pelumas, sebagai sisa

akan dihasilkan straight run aspal.

2.4.3. Aspal Cair

Aspal cair adalah aspal keras yang diencerkan dengan 10-20% kerosin, whitespirit

atau gas oil untuk mencapai viskositas tertentu dan memenuhi fraksi destilasi tertentu.

Viskositas ini dibutuhkan agar aspal tersebut dapat menutupi agregat dalam waktu yang

singkat dan akan meningkat terus sampai pekerjaan pemadatan dapat dilaksanakan.

2.4.4. Aspal Emulsi

Aspalemulsi adalah aspal yang lebih cair dari pada aspal cair dan mempunyai sifat

dapat menembus pori-pori halus dalam batuan yang tidak dapat dilalui oleh aspal cair

biasa karena sifat pelarut yang membawa aspal dalam emulsi mempunyai daya tarik

terhadap batuan yang lebih baik dari pada pelarut dalam aspal cair, terutama apabila

batuan tersebut agak lembab.

2.4.5. Tar

Tar adalah sejenis cairan yang diperoleh dari material organis seperti kayu atau

batu bara melalui proses pemijaran atau destilas idengan suhu tinggi tanpa zatasam.

Departemen pekerjaan Umum pada Petunjuk Pelaksanaan Lapis Aspal Beton (Laston)

untuk Jalan Raya, SKBI-2.4.26.1987, aspal dibedakan menjadi tiga jenis yaitu:

1. Aspal keras adalah suatu jenis aspal minyak yang merupakan residuhasildes tilasi

minyak bumi pada keadaan hampa udara, yang pada suhu normal dan tekanan
21

atmosfir berbentuk pampat.

2. Aspal cair adalah aspal minyak yang pada suhu normal dan tekanan atmosfir

berbentuk cair, terdiri dari aspal keras yang diencerkan dengan bahan pelarut.

3. Aspal emulsi adalah suatu jenis aspal yang terdiri dari aspal keras, air, dan bahan

pengemulsi, dimana pada suhu normal dan tekanan atmosfir berbentuk cair.

4. Aspal minyak merupakan jenis aspal keras/panas(aspaltcement,AC) adalah aspal

yang digunakan dalam keadaan cair dan panas, aspal ini berbentuk padat pada

keadaaan penyimpanan temperature ruang (250-300c). Aspal semen terdiri dari

beberapa jenis tergantung dari proses pembuatan dan jenis minyak bumi asalnya.

Pengelompokan aspal semen dapat dilakukan berdasarkan nilai penetrasi (tingkat

kekerasan pada temperature 250c ataupun berdasarkan viskositasnya.

Di Indonesia aspal semen biasanya dibedakan berdasarkan nilai penetrasi :

1. AC Pen 40/50 yaitu AC dengan penetrasi antara 40-50.

2. AC Pen 60/70 yaitu AC dengan penetrasi antara 60-70.

3. AC Pen 84/100 yaitu AC dengan penetrasi antara 84-100.

4. AC Pen 120/150 yaitu AC dengan penetrasi antara 120-150.

5. AC Pen 200/300 yaitu AC dengan penetrasi antara 200-300.

Aspal semen dengan penetrasi rendah digunakan didaerah bercuaca panas

(lalulintas volume tinggi) sedangkan aspal semen dengan penetrasi tinggi digunakan untuk

daerah bercuaca dingin dengan lalulintas bervolume rendah. Di Indonesia pada umumnya

dipergunakan aspal semen dengan penetrasi (60/70 dan 80/100).Persyaratan aspal

minyak untuk lapisan beton aspal disajikan pada berikut.


22

Tabel 2.5..Spesifikasi Bina Marga nilai penetrasi Aspal 60/70

Jenis Aspal (Sesuai penetrasi) 60/70 Metode


Penetrasi (25oC, 100gr, 5 det) 60-79 SNI 06- 2456-1991
Titiknyala,oC Min.200 SNI 06- 2433-1991
Daktalitas (25oC, 5cm/men,cm) Min.100 SNI 06- 2430-1991
Titik Lembek,°C 48-58 SNI 06- 2434-1991
Penurunan Berat, % Max 0.8 SNI 06- 2440-1991
Penetrasi setelah kehilangan berat, % semula Min. 54 SNI 06- 2432-1991
Beratjenis (25oC) Min.1 SNI 06- 2441-1991

Sumber :Departemen Pekerjaan umum. 2010

2.5. Kriteria Pengujian Marshall

Kriteria pengujian marshall adalah kriteria yang paling umum digunakan dalam

mendesain maupun mengevaluasi sifat-sifat campuran. Konsep kriteria pengujian marshall

di rumuskan oleh Bruce Marshall yang kemudian dikembangkan oleh U.S Corps of

Engineer dan prosedur pengujiannya mengikuti AASTHO T 245-74. Dalam kriteria

pengujian marshall hal-hal yang perlu diperhatikan berupa stabilitas, kelelehan plastis

(flow), marshall quotient, rongga udara dalam campuran ( voids in mix/VIM), rongga antara

mineral agregat (voids in the mineral agregate/VMA), dan rongga terisi aspal ( voids filled

with aspalt/VFA).

2.5.1. Rongga Udara Dalam Campuran (VIM)

Rongga udara dalam campuran aspal yang dipadatkan adalah volume udara

terhadap volume bulkcampuran yang di padatkan. Nilai VIM dihitung dengan rumus :

VIM = Gmm _ Gmb x 100...............................................................(2.5)


Gmm
Keterangan :

VIM = Rongga udara dalam campuran


23

Gmb = Berat jenis bulk campuran yang dipadatkan

Gmm = Berat jenis maksimum campuran aspal tidak dipadatkan

2.5.2. Rongga Antara Mineral Agregat (VMA)

Rongga antara mineral agregat didefinisikan sebagai ruang rongga intergranuler

diantara partikel agregat dalam campuran aspal yang dipadatkan, termasuk rongga udara

dan kandungan aspal efektif, dinyatakan sebagai persen dari volume total. Jika komposisi

campuran ditentukan sebagai persen berat dari campuran total, maka VMA dihitung

dengan persamaan :

VMA = 100 - Gmb Ps


.........................................................................................(2.6)
Gsb
Keterangan :

VMA = Rongga antara mineral agregat

Gmb = Berat jenis bulk campuran

Ps = Kadar agregat (persen berat total campuran)

Gsb = Berat jenis bulktotal dari agregat

2.5.3. Rongga Terisi Aspal (VFA)

Rongga terisi aspal merupakan persentase rongga antar agregat partikel (VMA)

yang terisi aspal. VFA, tidak termasuk yang terserap agregat, dan dihitung dengan

persamaan :

VFA = VMA _ VIM x 100........................................................................(2.7)


VMA
Keterangan :

VFA = Rongga terisi aspal

VMA = Rongga antara mineral agregat

VIM = Rongga udara dalam campuran


24

2.5.4. Stabilitas

Nilai stabilitas diperoleh berdasarkan nilai masing-masing yang ditunjukan oleh

jarum dial. Untuk nilai stabilitas, nilai yang ditunjukkan pada jarum dial perlu dikonversikan

terhadap alat marshall. Selain itu pada umumnya alat marshall yang digunakan bersatuan

lbf (pound force), sehingga harus disesuaikan satunya terhadap satuan kilogram.

Selanjutnya nilai tersebut juga harus disesuaikan dengan angka kolerasi terhadap

ketebalan atau volume benda uji.

Sulaksono, Sony (2001) stabilitas adalah kekuatan campuran menahan deformasi

akibat beban lalulintas. Stabilitas dapat diperoleh melalui tahanan friksi antar agregat,

agregat yang saling mengunci (interlocking), dan daya kohesi dari aspal. Untuk

meningkatkan stabilitas dapat diperoleh dengan cara menggunakan :

1. Agregat bergradasi rapat (dense graded)

2. Agregat yang bersudut (angular)

3. Agregat yang memiliki tekstur permukaan yang kasar

4. Aspal dalam jumlah yang mencukupi untuk menyelimuti partikel agregat

5. Aspal berpenetrasi rendah.

Yang perlu diperhatikan adalah bahwa memaksimalkan nilai stabilitas akan

menyebabkan penurunan kinerja campuran lainnya. Stabilitas terjadi dari hasil gesekan

antar butir, penguncian antar partikel dan daya ikat yang baik dari aspal. Pengukuran nilai

stabilitas pada uji marshall yang dilakukan pada benda uji harus mempunyai tebal standar

2,5 in (63,5 mm), apabila diperoleh tinggi benda uji tidak standar maka perlu dilakukan

koreksi. Nilai stabilitas terkoreksi dihitung dengan rumus :

S = q x c x k x 0,454.......................................................................................(2.8)
25

Keterangan :

S = Nilai stabilitas terkoreksi (kg)

q = Pembacaan stabilitas pada dial alat marshall (lb)

c = Angka koreksi ketebalan

k = Faktor kalibrasi alat

0,454 = Konversi beban dari lb ke kg

2.5.5. Flow

Departemen Pekerjaan Umum pada Petunjuk Pelaksanaan lapis Aspal beton

(Laston) untuk Jalan raya, SKBI-2.4.26.1987 flow adalah besarnya perubahan bentuk

plastis suatu benda uji campuran beraspal yang terjadi akibat suatu beban sampai batas

keruntuhan, dinyatakan dalam satuan panjang.

Roberts,(1991) flow dalam terminology Marshall Test adalah besarnya deformasi

vertikal sampel yang terjadi mulai saat awal pembebanan sampai pada kondisi kestabilan

mulai menurun. Nilai flow dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain kadar dan viskositas

aspal, suhu, gradasi, dan jumlah pemadatan. Nilai flow yang terlalu tinggi mengindikasikan

campuran yang bersifat plastis dan lebih mampu mengikuti deformasi akibat beban,

sedangkan flow yang terlalu rendah mengisyaratkan campuran tersebut memiliki rongga

tak terisi aspal yang lebih tinggi dari kondisi normal, atau kandungan aspal yang terlalu

rendah sehingga berpotensi retak dini dan durabilitas rendah.

2.5.6. Marshall Quotient

Bustaman (2000) Marshall Quotient merupakan hasil bagi dari stabilitas terhadap

kelelehan yang digunakan untuk pendekatan terhadap tingkat kekakuan atau fleksibilitas

campuran. Nilai Marshall Quotient yang tinggi menunjukkan nilai kekakuan lapis keras
26

yang tinggi. Lapis keras yang mempunyai nilai Marshall Quotient terlalu tinggi akan mudah

terjadi retak retak akibat beban lalulintas yang berulang-ulang. Sebaliknya nilai Marshal

lQuotient yang terlalu rendah menunjukkan campuran terlalu fleksibel (plastis) yang

mengakibatkan lapis kerasakan mudah berubah bentuk bila menahan beban lalulintas.

Hasil bagi marshall/ Marshall Quotient (MQ) merupakan hasil pembagian dari

stabilitas dengan kelelehan atau MQ adalah angka yang menyatakan tingkat kelenturan

(flexibility) suatu campuran. Sifat marshall tersebut dapat dihitung dengan menggunakan

rumus sebagai berikut:

MS
MQ = ..........................................................................................................(2.9)
MF

Keterangan :

MQ : Marshall Quotient, (kg/mm)

MS : Marshall Stability, (kg)

MF : flow Marshall, (mm)

2.6. Penelitian Terdahulu

1. Muhammad Yacob Wesli (2017)

Penggunaan abu batu kapur dan abu tempurung kelapa dapat digunakan sebagai

filler pada campuran aspal beton AC-BC menunjukan bahwa, pada variasi 100:0 dimana

nilai density, VMA, VITM, flow dan MQ telah sesuai spesifikasi, sedangkan untuk nilai

VFWA dan stabilitas cenderung tinggi yang menyebabkan campuran menjadi kaku dan

dapat menyebabkan perkerasan mudah mengalami cracking. Pada variasi 0:100 dimana

nilai density, VMA, VITM, stabilitas dan MQ telah sesuai spesifikasi, sedangkan untuk nilai

VFWA dan flow cenderung tinggi yang dapat menyebabkan mengalami bleeding. Pada

variasi 25:75 dimana seluruh nilai karakteristik Marshall telah sesuai spesifikasi yang
27

disyaratkan dan menunjukan pada variasi ini campuran baik untuk digunakan. Pada variasi

50:50 dimana nilai density, VMA, VITM, stabilitas dan MQ telah sesuai spesifikasi,

sedangkan untuk nilai VFWA dan flow cenderung tinggi yang dapat menyebabkan

campuran menjadi plastis. Pada variasi 75:25 dimana nilai density, VMA, VITM, VFWA,

stabilitas dan MQ telah sesuai spesifikasi, sedangkan untuk nilai flow sangat tinggi yang

dapat menyebabkan campuran menjadi plastis dan terjadinya bleeding. Penggunaan abu

batu kapur dan abu tempurung kelapa dapat digunakan sebagai filler pada campuran

aspal beton AC-BC, variasi optimum didapatkan pada variasi filler 25% abu batu kapur dan

75% abu tempurung kelapa, dimana nilai stabilitas didapatkan sebesar 1516,36 Kg nilai

tersebut telah memenuhi spesifikasi yang disyaratkan yaitu minimal 800 Kg. Selanjutnya

untuk flow didapatkan nilai sebesar 3,910 cm dan telah memenuhi syarat antara 2 – 4 cm.

Untuk seluruh karakteristik Marshall lainnya menunjukan bahwa, pada variasi 25:75

menunjukan seluruh nilai karakteristik Marshall telah memenuhi Spesifikasi Bina Marga

2010 Revisi 3 yang disyaratkan.

2. Misbakhul Fitria Nur (2017)

Hasil Penelitan yang telah dilakukkan di Laboratorium Bahan Jalan ITN Malang,

serta analisis statistik berdasarkan rumusan masalah terhadap campuran Asphalt

Concrete – Wearning Course (AC-WC) dengan menggunakan bahan tambah serbuk arang

batok kelapa dan filler abu batu, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :

a. Penggunaan serbuk arang batok kelapa sebagai bahan tambah berpengaruh

terhadap kinerja beton aspal. Penambahan serbuk arang batok kelapa yang

berlebihan cenderung mengalami penurunan nilai stabilitas. Nilai stabilitas serbuk

arang batok kelapa pada kadar bahan tambah adalah 1038.12kg, nilai stabilitas
28

yang tertinggi. Presentase bahan tambah serbuk arang batok kelapa terhadap berat

total campuran adalah 1.83% = 21.99 gram.

b. Penggunaan arang batok kelapa memberi pengaruh yang jelek terhadap kinerja

beton aspal. presentase bahan tambah serbuk arang batok kelapa terhadap berat

total campuran yang meningkatkan kinerja beton aspal adalah 0.61% - 2.44% =

7.33 – 29.32 gram.

c. Uji statistik hipotesis Fhitung > Ftabel menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang

nyata, Stabilitas 24.696 > 2.66 (Ha diterima dan Ho ditolak), Flow 3.463 > 2.255 (Ha

diterima dan Ho ditolak), VIM 3.624 > 2.305 (Ha diterima dan Ho ditolak), VMA

3.682 > 2.305 (Ha diterima dan Ho ditolak), MQ 8.551 > 2.278 (Ha diterima dan Ho

ditolak), VFA 2.906 > 2.321 (Ha diterima dan Ho ditolak).

3. Isnanda (2018)

a. Nilai stabilitas semakin meningkat dengan adanya bahan substitusi PS pada

campuran aspal dibandingkan dengan tanpa PS.

b. Semakin besar persentase plastik PS dalam campuran, nilai VIM cenderung

fluktuatif, sedangkan nilai flow dan VFA semakin menurun. Nilai density dan VMA

tidak terjadi perubahan nilai yang besar.

c. Semakin besar plastik PS dalam campuran AC-WC, semakin meningkat nilai MQ.

Campuran aspal dengan plastic ini dapat meningkatkan kemampuan konstruksi

jalan dalam menerima beban.

4. Triyanto Suparlan (2017)

a. Stabilitas
29

Stabilitas yang mengunakan filler abu terbang batu bara cenderung mengalami

kenaikan sampai pada batas optmum kemudian mengalami penurunan. Stabilitas tertingi

tercapai kadar aspal 6% dengan kadar filler optimum 4%. Sedangkan campuran yang

menggunakan filler arang tempurung kelapa tidak terjadi peningkatan nilai stabilitas masih

setara dengan nilai stabilitas normal tanpa bahan tambah dengan stabilitas tertinggi

tercapai pada kadar aspal 6% dengan kadar filler 6%.

b. Fleksibilitas

Nilai fleksibilitas campuran dinyatakan dengan Marshall Quotien (MQ), menunjukan

bahwa nilainya cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya kadar filler arang

tempurung kelapa dan abu terbang batu bara kedalam campuran beton aspal.Dari hasil

penelitian diperoleh bahwa campuran yang menggunakan arang tempurung kelapa akan

semakin kaku dikarnakan arang tempurung kelapa mengandung unsur karbon dengan

berat jenis yang lebih ringan dari berat jenis aspal pada umumnya , karena melebihi dari

hasil normal nilai MQ. Namun campuran yang menggunakan fly ash batu bara nilai MQ

nya masih setara dengan hasil normal jadi campuran tidak menjadi kaku.

c. Durabilitas

Durabilitas campuran dinyatakan dengan nilai stabilitas sisa. Nilai durabilitas

meningkat seiring meningkatnya kadar filler abu terbang batu bara yang digunakan

berturut 2%, 4%, 6%, 1957, 15%, 1987, 96%, 1964, 27%. Untuk rentang kadar filler 4%

abu terbang batu bara meningkatkan nilai durabilitas, yang mengidikasikan adanya

ketahanan campuran terhadap pengaruh cuaca dan beban lalulintas atau nilai keawetan

yang cukup baik. Namun untuk filler arang tempurung kelapa tidak terjadi peningkatan nilai

durabilitasnya sehingga perkerasan campuran beraspal berpotensi untuk menjadi lebih


30

kaku dan getas karena arang tempurung kelapa mengandung hidrokarbon sehingga

kurang maksimal terhadap pengaruh cuaca dan beban lalulintas. Dari ketiga fariasi kadar

filler abu terbang batu bara dan arang tempurung kelapa yang digunakan , kadar filler 4%

untuk abu terbang batu bara dan 4% untuk arang tempurung kelapa menjadi kadar filler

yang optimum / ideal sbagai bahan pengisi dalam campuran beton aspal dengan kadar

aspal ptimum (KAO) sebesar 6%.

Anda mungkin juga menyukai