OLEH :
DASRIL PARESSA
1709025018
Aspal merupakan bahan utama dalam perkerasan jalan. Aspal memiliki beberapa jenis,
yaitu aspal alam, aspal keras, aspal cair, dan aspal modifikasi. Aspal memiliki sifat
viskoelastis yaitu sifat untuk mencair pada suhu tinggi dan memadat pada suhu rendah.
Sifat yang dimiliki aspal tersebut merupakan hal utama yang menjadikan aspal sebagai
bahan utama dalam perkerasan jalan karena dapat mengikat bahan-bahan pencampur
perkerasan jalan. Perkerasan jalan yang baik adalah perkerasan jalan yang mampu
menahan beban lalu lintas. Perkerasan jalan yang digunakan di Indonesia terdiri dari
beberapa jenis. Perkerasan jalan yang paling banyak digunakan di Indonesia adalah lapisan
aspal beton atau Laston (AC/Asphalt Concrete). Lapisan aspal beton banyak digunakan
karena jenis perkerasan ini memiliki nilai stabilitas dan fleksibilitas yang baik.
Agregat kasar, agregat halus, agregat sedang, bahan pengisi (filler),dan aspal merupakan
bahan-bahan pencampur lapisan aspal beton. Bahan-bahan pencampur ini harus memiliki
karakteristik yang sesuai dengan persyaratan yang sudah ada agar perkerasan jalan aspal
beton memiliki stabilitas dan fleksibilitas yang baik. Bahan pengisi (filler) dalam campuran
aspal beton adalah bahan yang lolos saringan No.200 (0,075 mm). Macam bahan pengisi
yang dapat digunakan ialah abu batu, kapur padam, portland cement (PC), debu dolomite,
abu terbang, debu tanur tinggi pembuat semen atau bahan mineral tidak plastis lainnya.
Bahan pengisi bertujuan untuk meningkatkan kekentalan bahan bitumen dan untuk
mengurangi sifat rentan terhadap temperatur. Keuntungan lain dengan adanya bahan
pengisi adalah karena banyak terserap dalam bahan bitumen maka akan menaikkan
volumenya. Selain itu bahan pengisi (filler) dapat mengurangi volume pori-pori atau
rongga sehingga dapat meningkatkan kepadatan dan dapat menurunkan permeabilitas
campuran aspal.
Kadar bahan pengisi (filler) pada campuran beraspal sangat memperngaruhi sifat campuran
beraspal tersebut, jika terlalu banyak kadar bahan pengisi maka campuran tersebut akan
menjadi kaku dan mudah retak. Namun sebaliknya apabila kadar bahan pengisi pada
campuran terlalu sedikit maka akan membuat campuran tersebut menjadi sangat lentur dan
mudah terdeformasi oleh beban lalu lintas sehingga jalan tersebut akan bergelombang.
Pada tugas kali ini akan membahas terkait beberapa pengujian aspal sesuai dengan
standarisasi yang ada di Indonesia.
Menurut Sukirman (2003) beton aspal adalah jenis perkerasan jalan yang terdiri dari
campuran agregat dan aspal, dengan atau tanpa bahan tambahan. Material-material
pembentuk beton aspal dicampur dan di instalasi pencampur pada suhu tertentu, kemudian
diangkat ke lokasi, dihamparkan, dan dipadatkan. Suhu pencampuran ditentukan
berdasarkan dengan jenis aspal yang digunakan. Jika digunakan semen aspal, maka suhu
pencampuran pada umumnya 145o – 155o C, sehingga disebut beton aspal campuran
panas Hot Mixed Asphalt (HMA).
Beton aspal dapat digunakan untuk lapis aus (wearing course), perata (levelling course),
dan fondasi (base course). Lapis aus merupakan lapis perkerasan jalan paling atas, yang
menerima dampak langsung dari lalu lintas. Lapis perata berada di bawah lapis aus, dan
dibawah lapis perata merupakan lapis fondasi. Lapisan-lapisan ini harus cukup kuat, stabil
dan tetap ditempat meskipun ada goncangan-goncangan dari lalu lintas. Lapis aus harus
tahan lama dari dampak lalu lintas maupun cuaca. Lapis permukaan harus cukup halus agar
ban mobil atau kendaraan yang lewat tidak cepat rusak, tergelincir, dan cukup nyaman bagi
penumpangnya. Lapis aus merupakan lapisan yang campuran agregatnya menggunakan
agregat yang lebih halus dengan kadar aspal lebih tinggi dari lapisan lainnya.
Sukirman (2003) mengatakan bahwa terdapat tujuh karakteristik campuran yang harus
dimiliki oleh beton aspal adalah stabilitas, keawetan, kelenturan (fleksibilitas), ketahanan
terhadap kelelahan (fatigue resistance), kekesatan permukaan atau ketahanan geser, kedap
air (impermeabilitas) dan kemudahan pelaksanaan (workability). Berikut ini adalah
penjelasan dari ketujuh karakteristik tersebut:
A. Stabilitas
Stabilitas adalah kekuatan dari campuran aspal untuk menahan deformasi akibat beban
tetap dan berulang tanpa mengalami keruntuhan (plastic flow). Jalan dengan volume lalu
lintas tinggi dan sebagian besar merupakan kendaraan berat menuntut stabilitas yang lebih
besar dibandingkan jalan yang volume lalu lintasnya hanya terdiri dari kendaraan
penumpang saja. Stabilitas terjadi dari hasil getaran antar butir, penguncian antar partikel
dan daya ikat yang baik dari lapisan aspal. Dengan demikian stabilitas yang tinggi dapat
diperoleh dengan mengusahakan penggunaan agregat bergradasi baik, rapat, dan
mempunyai rongga antar agregat (VMA) yang kecil. Namun dengan VMA yang kecil akan
menyebabkan pemakaian aspal yang lebih banyak, sehingga dapat menyebabkan bleeding
karena aspal tidak dapat menyelimuti agregat dengan baik.
B. Durabilitas
Durabilitas adalah ketahanan campuran aspal terhadap pengaruh cuaca, air, perubahan
suhu, maupun keausan akibat gesekan roda kendaraan. Durabilitas beton aspal dipengaruhi
oleh tebalnya film atau selimut aspal, banyaknya pori dalam campuran, kepadatan dan
kedap airnya campuran. Besarnya pori yang tersisa dalam campuran setelah pemadatan,
mengakibatkan durabilitas beton aspal menurun. Semakin besar pori yang tersisa semakin
tidak kedap air dan semakin banyak udara dalam beton aspal, akan menyebabkan semakin
mudahnya selimut aspal beroksidasi dengan udara menjadi gas.
C. Fleksibiltas
Fleksibilitas adalah kemampuan lapisan aspal untuk dapat mengikuti deformasi yang
terjadi akibat beban lalu lintas berulang tanpa mengalami retak, ataupun penurunan akibat
berat sendiri tanah timbunan yang dibuat di atas tanah asli.
D. Kekesatan
Kekesatan adalah kemampuan beton aspal untuk memberikan permukaan yang cukup kesat
sehingga kendaraan yang melaluinya tidak mengalami slip, baik diwaktu jalan basah
maupun kering. Faktor-faktor untuk mendapatkan kekesatan jalan sama dengan untuk
mendapatkan stabilitas yang tinggi, yaitu kekasaran permukaan dari butirbutir agregat, luas
bidang kontak antar butir atau bentuk butir, gradasi agregat ikut menentukan kekesatan
permukaan. Untuk mencapai kekesatan yang tinggi perlu pemakaian kadar aspal yang tepat
sehingga tidak terjadi bleeding.
E. Kedap Air
Kedap air adalah kemampuan beton aspal utuk tidak dimasuki air ataupun udara kedalam
lapisan beton aspal. Air dan udara dapat mengakibatkan percepatan proses penuaan aspal,
dan pengelupasan film aspal dari permukaan agregat. Jumlah pori yang tersisa setelah
beton aspal dipadatkan saat menjadi indikator kekedapan air campuran. Tingkat kedap air
beton aspal berbanding terbalik dengan tingkat durabilitasnya.
F. Ketahanan Leleh
Ketahanan leleh merupakan kemampuan aspal beton untuk mengalami beban berulang
tanpa terjadi kelelahan berupa retak atau kerusakan alur (rutting). Sifat ini akan didapat
jika menggunakan kadar aspal yang tinggi.
G. Kemudahan Pekerjaan
Sifat ini merupakan kemudahan campuran aspal untuk diolah. Faktor yang mempengaruhi
workabilitas antara lain gradasi agregat, dimana agregat yang bergradasi baik lebih mudah
dikerjakan, dan kandungan filler, dimana filler yang banyak akan mempersulit
pelaksanaan. Ketujuh sifat campuran beton aspal ini tidak mungkin dapat dipenuhi
keseluruhannya oleh satu jenis campuran. Maka saat perencanaan awal, ditentukan terlebih
dahulu sifat mana yang akan dominan lebih diinginkan, dan akan menentukan jenis beton
aspal yang dipilih.
2.2 Jenis Aspal
Berdasarkan tempat diperolehnya, aspal dibedakan atas aspal alam dan aspal minyak.
Aspal alam yaitu aspal yang didapat di suatu tempat dialam, dan dapat digunakan
sebagaimana diperolehnya atau dengan sedikit pengolahan. Aspal alam atau asbuton
merupakan campuran antara bitumen dengan bahan mineral lainnya dalam bentuk batuan.
Karena asbuton merupakan material yang ditemukan begitu saja di dalam alam, maka
kadar bitumen yang dikandungnya sangat bervariasi dari rendah sampai tinggi. Sedangkan
aspal minyak yaitu aspal yang merupakan residu pengilangan minyak bumi. Jika dilihat
bentuknya pada temperatur ruang, maka aspal dibedakan atas aspal padat, aspal cair, dan
aspal emulsi.
a. Aspal padat adalah aspal yang berbentuk padat atau semi padat pada suhu ruang
dan menjadi cair jika dipanaskan. Aspal padat dikenal nama semen aspal (asphalt
cement). Oleh karena itu semen aspal harus dipanaskan terlebih dahulu sebelum
digunakan sebagai bahan pengikat agregat.
b. Aspal cair (cutback asphalt) adalah aspal yang berbentuk cair pada suhu ruangan.
Aspal cair merupakan semen aspal yang dicairkan dengan bahan pencair dari hasil
penyulingan minyak bumi seperti minyak tanah, bensin, atau solar. Bahan pencair
membedakan aspal cair menjadi :
1. Rapid curing cut back asphalt (RC), yaitu aspal cair dengan bahan pencair
bensin. RC merupakan aspal cair yang paling cepat menguap.
2. Medium curing cut back asphalt (MC), yaitu aspal cair dengan bahan pencair
minyak tanah (kerosene).
3. Slow curing cut back asphalt (SC), yaitu aspal cair dengan bahan pencair
solar (minyak diesel). SC merupakan aspal cair yang paling lambat menguap.
c. Aspal emulsi (emulsified asphalt) adalah suatu campuran aspal dengan air dan
bahan pengemulsi, yang dilakukan di pabrik pencampur. Aspal emulsi ini lebih cair
daripada aspal cair. Di dalam aspal emulsi, butir – butir aspal larut dalam air.
Berdasarkan kecepatan mengerasnya, aspal emulsi dapat dibedakan atas :
1. Rapid Setting (RS), yaitu aspal yang mengandung sedikit bahan pengemulsi
sehingga pengikatan yang terjadi cepat, dan aspal cepat menjadi padat atau
keras kembali.
2. Medium Setting (MS).
3. Slow Setting (SS), yaitu jenis aspal emulsi yang paling lambat mengeras.
Dari ketiga bentuk aspal, semen aspal adalah bentuk yang paling banyak digunakan.
Penggunaan aspal pada perkerasan jalan dapat melalui dicampurkan pada agregat sebelum
dihamparkan (pra hampar), seperti lapisan beton aspal atau disiramkan pada lapisan
agregat yang telah dipadatkan dan ditutupi oleh agregat–agregat yang lebih halus (pasca
hampar), seperti perkerasan penetrasi makadam atau pelaburan.
Fungsi utama aspal untuk kedua jenis proses pembentukan perkerasan yaitu proses
pencampuran prahampar, dan pascahampar itu berbeda. Pada proses prahampar aspal yang
dicampurkan dngan agregat akan membungkus atau menyelimuti butir – butir agregat,
mengisi pori antar butir, dan meresap kedalam pori masing – masing butir.
2.4 Agregat
Menurut Silvia Sukirman, 2003, agregat didefinisikan secara umum sebagai formasi kulit
bumi yang keras dan padat. ASTM mendefinisikan agregat sebagai suatu bahan yang
terdiri dari mineral padat, berupa massa berukuran besar ataupun berupa fragmen–fragmen.
Agregat merupakan komponen utama dari struktur utama perkerasan jalan yaitu 90–95%
agregat berdasarkan persentase berat, atau 75–85 % agregat berdasarkan persentase
volume. Dengan demikian kualitas perkerasan jalan ditentukan juga dari sifat agregat dan
hasil campuran agregat dengan material lain. Agregat dapat dibedakan berdasarkan
kelompok terjadinya, pengolahan, dan ukuran butirannya. Berdasarkan proses terjadinya
agregat dapat dibedakan atas agregat beku (Igneous Rock), agregat sedimen (Sedimentary
Rock), dan agreagat metamorfik (Metamorfic Rock).
2.4.1 Jenis Agregat
Di samping itu terdapat pula agregat hasil olahan pabrik seperti semen dan kapur atau
limbah industri seperti abu terbang. Berdasarkan ukuran butirannya agregat dapat
dibedakan atas agregat kasar, agregat halus dan bahan pengisi (filler). Batasan masing –
masing agregat ini seringkali berbeda sesuai institusi yang menentukannya. Bina Marga
membedakan agregat menjadi agregat kasar, agregat halus, dan bahan pengisi (filler).
1. Agregat kasar adalah aagregat dengan ukuran butir lebih besar dari saringan no.4
(4,75bmm).
2. Agregat halus adalah agregat dengan ukuran butir lebih halus dari saringan no.4
(4,75 mm).
3. Bahan pengisi (filler) adalah bagian dari agregat halus yang minimum 75% lolos
saringan no. 200 (0,075 mm).
2.5 Filler
Filler (Bahan Pengisi) merupakan agregat yang lebih halus dibandingkan agregat halus
umumnya lolos saringan No.200. Filler adalah bahan yang berfungsi mengurangi rongga,
permeabilitas, dan menambah kekakuan tarik pada campuran beton aspal. Dalam
perencanaan campuran jalan raya yang biasa digunakan sebagai agregat kasar adalah batu
pecah, dan untuk agregat halus adalah pasir. Sedangkan filler yang biasa digunakan adalah
Abu Batu. Namun saat ini sudah banyak dilakukan penelitian untuk mencari alternatif filler
sebagai material baru dalam campuran perkerasan jalan raya. Penelitian ini perlu untuk
terus dikembangkan karena material yang ada pada saat ini sudah mulai terbatas
jumlahnya. Selain itu terdapat banyak potensi material lain yang dapat dikembangkan
sebagai alternatif bahan pengganti. Pada penelitian kami ini mencoba menggunakan filler
pasir laut dari pantai Matras kepulauan Bangka Belitung sebagai filler atau bahan pengisi
pada campuran beton aspal.
BAB III
PEMBAHASAN
I. REFERENSI
SNI 06-2456-1991, Standar Pengujian Penetrasi Aspal
RSNI S-01-2003, Spesifikasi Aspal Berdasarkan Penetrasi
Spesifikasi Umum Bina Marga Divisi VI Tahun 2010
II. TUJUAN
Menentukan besarnya penetrasi aspal dan klasifikasi penetrasi sesuai dengan
prosedur pengujian.
4.2 Bahan
Aspal keras
Larutan TCE (Trichloroethylene)
Air Aquades
Tisu
V. PROSEDUR PENGUJIAN
3
3. Tuangkan aspal yang sudah mencair kedalam cawan alumunium sebanyak 4
5. Kemudian simpan kedalan ruang terkondisi untuk penstabilan suhu pada aspal
yang akan di uji, dengan kondisi suhu yang harus pada aspal yaitu 25 0C.
6. Masukan cawan aluminium berisi aspal kedalam cawan kaca kemudian di isi
dengan air aquades sampai terendam.
7. Letakan diatas penetrometer.
8. Turunkan jarum penetrasi sampai menyentuh permukaan aspal, dengan ketelitian
penglihatan, setelah itu turunkan batang pengukur penetrasi, setelah turun dan
menancap pada aspal.
9. Baca angka awal yang ditunjukan oleh jarum pengukur pada alat pengukur
penetrasi ( H1 ).
10. Tekan tombol penetrator sambil menekan alat pengukur waktu dan lepaskan
setelah 5 detik.
11. Baca kembali angka yang ditunjukan oleh alat pengukur penetrasi (H2).
12. Hitung angka pe netrasinya : H2– H1
13. Angkat jarum penetrasi dan bersihkan sisa aspal yang menempel pada ujung
jarum dengan menggunakan tisu yang dibasahi dengan larutan TCE.
14. Lakukan percobaan diatas minimal tiga kali percobaan agar data yang di dapat
lebih teliti dan mencegah data yang nilai perbandingannya dengan data yang
sebelumnya jauh, jarak penusukan satu dengan yang lainnya minimum 1 cm,
kemudian rata-ratakan hasilnya.
15. Batasan penyimpangan nilai penetrasi dari percobaan yang di lakukan kembali
tidak melampaui ketentuan di bawah
6.1 Data
6.2 Perhitungan
Karena nilai rata – rata 54 jadi aspal yang diuji memenuhi aspal jenis pen 40
berdasarkan RSNI S-01-2003.
Jenis aspal pen 40 tidak dapat digunakan sebagai campuran beraspal panas
berdasarkan Spesifikasi Umum Bina Marga Divisi VI Tahun 2010.
VII. KESIMPULAN
Catatan :
Pengamatan Penetrasi pada suhu 25o, dengan berat jarum+beban 100 gram, selama 5 detik.
II. TUJUAN
1. Menentukan suhu titik lembek dan mutu Aspal keras.
2. Menentukan tingkat kelembekan aspal keras berdasarkan nilai IP.
Bila pemadatan dilakukan pada kondisi terlalu panas, maka akan menyebabkan
sulit tercapainya kepadatan yang optimal karena campuran selalu bergerak bila
dipadatkan. Hubungan terhadap pelaksanaan bersama- sama dengan penetrasi adalah:
Dalam pencampuran, penghamaparan, dan pemadatan.
Suhu luar dan kecepatan lalu lintas.
Bila pemadatan dilakukaan pada kondisi terlalu dingin, dapat mengakibatkan
terjadi keretakan, rongga-rongga yang tidak terkendali campuran menjadi homogen
mengakibatkan kepadatan tidak optimal dan pencampuran sulit dilaksanakan.
Titik lembek dapat digunakan untuk menentukan Index Penetration dengan rumus:
(20−500 A )
IP = (1+50 A )
Dimana IP = Index Penetration (-1<PI<+1).
(log 800−log pen )
A = (TL−25)
Pen = angka penetrasi
TL = titik lembek
Persyaratan nilai titik lembek aspal menurut RSNI S-01-2003 Spesifikasi aspal keras
berdasarkan penetrasi yaitu:
Persyaratan nilai titik lembek aspal menurut Spek Umum Bina Marga 2010 Spesifikasi
aspal keras berdasarkan penetrasi yaitu:
IV. PERALATAN DAN BAHAN
No Nama Peralatan Gambar Keterangan
.
1. 1 Set alat Uji Ring Terdiri dari :
Ball Apparatus 1. Bola baja diameter 9,53 mm
berat 3,50 ± 0,05 gr. digunakan
sebagai beban
2. Cincin kuningan,diameter dalam
19,85 mm dan diameter luar
23,026 mm.
3. Dudukan benda uji
4. Alat pengarah bola
Bahan
3. Setelah benda uji cair merata, tuangkan contoh kedalam 2 buah cincin yang
permukaan bawahnya ditahan oleh kaca yang telah diolesi talk dan gliserin agar
aspal dan kaca tidak lengket.
4. Tuangkan aspal kedalam cincin sampai berbentuk cembung. Diamkan pada
∘
suhu ruang 25 C selama ±30 menit.
5. Setelah benda uji dingin, ratakan permukaan atas benda uji dalam cincin dengan
pisau yang telah dipanaskan.
6. Lalu masukan cincin yang berisi aspal kedalam lemari es (freezer) dalam suhu
50C.
10. Atur atau jaga suhu tetap + 5oC selama 15 menit, dengan tujuan agar suhu pada
benda uji stabil.
11. Masukkan dudukan benda uji, cincin dan pointer kedalam gelas ukur yang telah
berisi air aquades.
12. Panaskan gelas ukur hingga kenaikan suhunya menjadi 50C per menit, dengan
menggunakan bantuan stop watch.
13. Setelah suhu mencapai 5oC, tekan stop watch dari 0 detik dan baca waktunya
tiap kenaikan per 5oC.
14. Catat dan amati suhu dan waktu pada saat bola-bola baja jatuh/ menyentuh
permukaan pelat dasar.
15. Pengujian telah selesai, apabila aspal dan bola-bola baja telah menyentuh pelat
dasar.
Berdasarkan harga IP yang didapat adalah – 0,812. Karena IP aspal yang diuji ≥ -1,
maka aspal tersebut memenuhi persyaratan pen 60-70 berdasarkan Spesifikasi
Umum Bina Marga 2010.
VII. KESIMPULAN
Dari hasil Pengujian Titik Lembek pada aspal, dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Titik lembek= 50,83 oC, memenuhi persyaratan aspal keras pen 40, pen 60 ,dan pen 80
berdasarkan RSNI S-01-2003.
b. Berdasarkan nilai IP aspal = - 0,821, maka aspal dapat digunakan untuk bahan
Campuran Beraspal berdasarkan Spesifikasi Umum Bina Marga 2010.
Pengujian Titik Lembek Aspal/Bitumen
Contoh :1 Dikerjakan : -
Asal : Laboratorium Uji Bahan Diperiksa : -
Tanggal uji : - Tanggal :-
(SNI 06 – 2434 – 1991/ RSNI S-01-2003)
Nomor contoh
Suhu Yang
Waktu (detik) Suhu titik lembek (° C)
No. Diamati I II III I II III
1 0 - - -
2 5 33 202 -
3 10 93 255 192
4 15 147 315 262
5 20 337 318 341
6 25 472 351 416
7 30 524 390 471
8 35 584 450 530
9 40 651 505 600
10 45 709 542 671
11 50 778 588 734 51,25 51,5 49,75
51,25 51,5 49,75
Rata-Rata Titik Lembek (° C) 50,83
Sifat reologis daktilitas digunakan untuk ketahanan aspal terhadap retak dalam
penggunaanya sebagai lapisan perkerasan. Aspal yang memiliki daktilitas yang rendah
akan mengalami perulangan-ulang dalam penggunaan karena lapisan perkerasan
mengalami perubahan suhu agak tinggi. Oleh sebab itu aspal perlu memiliki daktilitas yang
cukup tinggi.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara mengukur jarak terpanjang yang dapat terbentuk
dari bahan bitumen pada 2 cetakan kuningan, karena penarikan dengan mesin uji, sebelum
bahan bitumen tersebut menjadi putus. Pemeriksaan ini dilakukan pada suhu 25 ± 0,5°C
dan pada kecepatan tarik mesin 0 mm per menit (dengan toleransi ± 5%).
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat salah satu sifat mekanik bahan bitumen, yaitu
kekenyalan yang diwujudkan dalam bentuk yang ditarik yang memenuhi syarat syarat
tertentu (dalam pemeriksaan ini adalah 100 cm), maka pernyataan bahan ini mempunyai
sifat daktilitas yang tinggi.
Mesin uji biasanya mempunyai batas alat ukur hingga 100 cm. Hal yang sering terjadi
dalam pemeriksaan daktilitas adalah bahwa penarikan sampel pada umumnya selalu di atas
100 cm yang menunjukkan bahwa sampel ini mempunyai daktilitas tinggi. Masalah yang
timbul akibat kesalahan mesin uji mengukur jarak putus sampel, kita tidak tahu apa-apa
dalam keadaan besar daktilitas yang dimiliki benda uji. Oleh karena itu, diperlukan jenis
pemeriksaan lain yang dapat mengukur daktilitas maksimum bahan bitumen yang melewati
jarak 100 cm.
Pada cara uji ini dicantumkan pula langkah pengerjaan dan perhitungan jumlah aspal yang
terlarut pada trichloroethylene (TCE) atau 1,1,1 trichloroethane.
Trichloroethylene dan 1,1,1 trichloroethane merupakan bahan beracun, pada kondisi panas
dan lembab dapat membentuk asam yang bersifat sangat korosif. Karena standar ini tidak
mencakup masalah keselamatan yang berhubungan dengan penggunaannya, maka
pengaturan keselamatan dan kesehatan kerja serta penerapannya menjadi tanggung jawab
pengguna.
V. Persiapan
- Persiapan cawan Gooch
a) Setel alat penyaring seperti diperlihatkan pada Gambar A-1 (Lampiran A). Setelan
lain dari alat penyaring vacum dengan cawan Gooch yang sesuai diperbolehkan;
b) Tempatkan saringan fiber glas ke dalam cawan Gooch, lekatkan dengan cara
membasahinya dengan bahan pelarut dan tempelkan pada dasar cawan Gooch;
c) Keringkan cawan Gooch beserta isinya pada temperatur 110 oC 5 oC sedikitnya
selama 20 menit;
d) Dinginkan cawan Gooch beserta isinya dalam desikator sedikitnya selama 20
menit;
e) Timbang cawan Gooch beserta isinya dengan ketelitian 0,0001 gram;
f) Ulangi pekerjaan butir c), d) dan e) hingga diperoleh berat yang konstan
(perbedaan dua kali penimbangan tidak lebih dari 0,0003 g) dan catat sebagai
berat cawan Gooch kosong (A).
❑
(C− A)
Bahan yang larut = (B )
x 100 %
Keterangan:
A adalah masa cawan Gooch (termasuk kertas saring)
B adalah masa benda uji
C adalah masa cawan Gooch dengan bahan yang tidak larut
VIII. Pelaporan
Laporkan kadar bahan yang larut dan kadar bahan yang tidak larut dalam persen sampai
satu desimal.
IX. Ketelitian
Pengulangan pengujian oleh laboratorium yang berbeda terhadap contoh uji aspal yang
sama tidak boleh berbeda lebih dari:
0,01 + (0,75 x Persen kelarutan)
Sedangkan pengulangan pengujian oleh teknisi yang berbeda terhadap contoh uji yang
sama tidak boleh berbeda lebih dari
0,01 + (0,25 x Persen kelarutan)
1
2
3
4
Keterangan gambar :
1 Cawan Gooch berisi saringan fiber glas
2 Silinder/sambungan karet
3 Tabung penyaring
4 Penutup karet
5 Dihubungkan dengan selang ke pompa aspirator
6 Labu penyaring
7
3.5 UJI TITIK NYALA DAN TITIK BAKAR ASPAL
I. Ruang Lingkup
Standar ini untuk menentukan titik nyala dan titik bakar aspal dengan menggunakan alat
cleveland open cup secara manual dan dapat digunakan untuk semua jenis aspal yang
mempunyai titik nyala dalam rentang 79°C sampai dengan 400°C.
Standar ini tidak mencantumkan semua yang berkaitan dengan keselamatan kerja dan
kesehatan kerja, bila ada menjadi tanggung jawab pengguna.
- Aspal keras
Aspal yang bersifat viskoelastik termasuk aspal alam atau aspal modifikasi (aspal
yang diberi bahan tambah seperti polimer, latek).
- Titik Nyala
Temperatur terendah dimana uap benda uji dapat menyala (nyala biru singkat)
apabila dilewatkan api penguji. Temperatur titik nyala tersebut harus dikoreksi pada
tekanan barometer udara 101,3 kPa (760 mm Hg).
- Titik Bakar
Temperatur terendah ketika uap benda uji terbakar selama minimum 5 detik apabila
dilewatkan api penguji. Temperatur titik bakar tersebut harus dikoreksi pada tekanan
barometer udara 101,3 kPa (760 mm Hg).
- Ruang Asam
Ruang yang mempunyai alat penghisap untuk mengeluarkan uap beracun pada saat
dilakukan pengujian titik nyala dan titik bakar.
V. Kegunaan
a. Titik nyala merupakan salah satu cara untuk menentukan kecenderungan aspal dapat
menyala akibat panas dan api, pada kondisi di laboratorium yang terkontrol, hasil
tersebut dapat digunakan sebagai informasi bahaya kebakaran yang sesungguhnya di
lapangan.
b. Titik nyala digunakan sebagai informasi keselamatan pada pengiriman untuk bahan
yang mudah terbakar.
c. Titik nyala yang rendah memberikan petunjuk adanya bahan yang mudah menguap
dan terbakar.
d. Titik bakar merupakan salah satu cara untuk menentukan kecenderungan aspal dapat
terbakar akibat panas dan api, pada kondisi di laboratorium yang terkontrol.
VI. Peralatan
a. Alat cleveland open cup terdiri dari: cawan cleveland, pelat pemanas, nyala api
penguji, pemanas dan penyangga (lihat Gambar A.1). Nyala api penguji, sebagai
sumber nyala penguji digunakan gas alam cair (LPG). Suplai tekanan gas ke alat
tidak boleh melebihi 3 kPa.
b. Termometer dengan rentang pengukuran – 6°C sampai dengan 400°C.
c. Barometer, untuk mengukur tekanan udara.
CATATAN 1: Dinding pelindung terdiri dari 3 buah dinding dengan bagian depan terbuka
yang berukuran lebar 460 mm dan tinggi 610 mm atau ukuran lain yang memadai agar
pengujian dapat terlindung dari pengaruh angin yang mengganggu uap di atas cawan
cleveland.
VII. Bahan
a. Aspal
b. Pelarut pembersih, umumnya adalah bahan yang mudah terbakar terdiri dari: aceton,
toluol, xylol dan minyak tanah.
XIV. Ketelitian
Untuk mendapatkan ketelitian dilakukan dengan cara:
a. Pengujian dengan menggunakan contoh uji, operator, peralatan, dan kondisi yang
sama pada keadaan normal dan cara uji yang benar, dari 20 kali pengujian tidak
boleh terdapat satu nilai titik nyala atau titik bakar melebihi 8°C;
b. Pengujian dengan menggunakan contoh uji yang sama, tetapi operator, peralatan,
dan laboratorium yang berbeda pada keadaan normal dan cara uji yang benar, dari
20 kali pengujian tidak boleh terdapat satu nilai titik nyala melebihi 18C dan titik
bakar melebihi 14°C.
Lampiran (normatif)
Gambar-gambar
Ukuran
Bagian alat
Minimum Maksimum (mm)
(mm)
A Diameter 3,2 4,8
B Radius 152 -
C Diameter 1,6 -
D - 2
E 6 7
F Diameter 0,8 -l
Lampiran
(informatif)
Contoh isian formulir cara uji titik nyala dan titik bakar aspal
dengan alat cleveland open cup
Dari 56C sampai 28C dibawah titik Pk 10.14 Pk 10.53 5-6C per Titik nyala perkiraan
nyala perkiraan Pk 10.20 Pk 10.59 menit
I. Ruang Lingkup
Standar ini menetapkan cara untuk menguji ketahanan penyelimutan film aspal pada
permukaan suatu agregat. Pengujian ini diterapkan pada aspal cair, aspal emulsi, dan aspal
semi padat.
- Keasaman
kapasitas air untuk menetralkan basa kuat sampai suatu nilai pH tertentu, yang
dapat dinyatakan dalam mg/L CaCO3 atau mg/L H+ atau mg/L CO2 (SNI 06-
2423)
- Kelindian (kebasaan)
kapasitas air untuk menetralkan asam kuat sampai suatu nilai pH tertentu, yang
dapat dinyatakan dalam mg/L CaCO3 atau mg/L OH atau mg/L CO3 atau mg/L
HCO2 (SNI 06-2421)
- PH
derajat keasaman atau kelindian (kebasaan) yang dapat diukur dengan pH-meter
atau alat untuk mengukur pH larutan menggunakan elektroda gelas (SNI 06-2423);
logaritma negatif dari aktifitas ion hidrogen dalam suatu ekstrak (SNI 03-6787).
V. Penggunaan
a. Metode ini tidak boleh digunakan sebagai ukuran kinerja lapangan karena
korelasinya belum ditetapkan.
b. Prosedur ini diusulkan sebagai suatu “uji boleh-tidak-boleh” (go-no-go test) pada
tingkat 95%, karena ketepatannya tidak cukup untuk diterapkan pada tingkat
pekerjaan yang lebih rendah. Untuk mengevaluasi penolakan film aspal di bawah
95%, tidak ada upaya yang dapat dilakukan karena merupakan batasan dari metode
dan tidak dimaksudkan untuk memberikan implikasi apapun bahwa bila tidak
memenuhi penyelimutan 95% pada campuran agregat-aspal, akan memberi
ketidakpuasan kinerja di lapangan.
CATATAN 2: Penerapan suatu uji pengelupasan dengan metode penelusur garam (tracer
salt method) dan suatu teknik fotometer, yang mengevaluasi film di bawah tingkat 95%.
VI. Peralatan
a. Cawan untuk tempat mengaduk, mempunyai sudut-sudut membulat, kapasitas
minimum 500 mL.
b. Timbangan, dengan kapasitas 200,0 g dan dengan ketepatan ketelitian sampai
dengan 0,1 g.
c. Pisau pengaduk (spatula) terbuat dari baja, dengan lebar sekitar 25 mm, dan
panjang 100 mm.
d. Oven, dilengkapi dengan lubang udara dan pengatur temperatur untuk memanasi
antara 600C dan 1490C, dengan ketelitian ± 10C.
e. Saringan standar, ukuran 6,3 mm dan 9,5 mm sesuai dengan SNI 03-6866-2002.
VII. Bahan
- Agregat
a. Agregat lolos saringan 9,5 mm dan tertahan saringan 6,3 mm.
b. Agregat untuk pengujian penyelimutan kering dicuci dalam air suling untuk
menghilangkan butiran halus, dikeringkan pada temperatur 1350C sampai dengan
1490C, sampai berat tetap dan simpan dalam wadah kedap udara sampai saat akan
digunakan.
c. Agregat untuk pengujian basah, sesuai dengan 9.3, disiapkan pada kondisi kering
permukaan jenuh menggunakan air suling, sebagaimana diuraikan pada SNI 03-
1969- 1990.
- Air suling
Jika perlu, air suling dididihkan lagi atau disuling ulang sehingga mempunyai pH
antara 6,0 dan 7,0. Jangan menggunakan elektrolit jenis apapun untuk mengoreksi
pH.
- Aspal
Bila evaluasi jenis aspal telah diusulkan, gunakan aspal dari jenis, kelas, dan
sumber yang diusulkan tersebut untuk digunakan pada pelaksanaan pekerjaan [lihat
8.a)]. Bila diusulkan menggunakan bahan tambah (additives), tambahkan pada
aspal dalam jumlah yang ditentukan dan aduk dengan sempurna sebelum
pengujian.
IX. Prosedur
- Agregat kering dengan aspal cair
a. Penyelimutan
• Timbang (100 ± 1) g agregat kering oven pada temperatur ruang ke dalam
wadah.
• Tambahkan (5,5 ± 0,2) g aspal cair yang telah dipanaskan sesuai dengan
persyaratan dalam Tabel 1.
• Aduk aspal dengan agregat sampai merata menggunakan spatula selama 2
menit (lihat Catatan 4).
Tabel 1 - Temperatur aspal untuk pengadukan
Bahan aspal Temperatur
Aspal cair, kelas 30 dan 70 Temperatur ruang
Aspal cair, kelas 250 (35 ± 3)0C
Aspal cair, kelas 800 (52 ± 3)0C
Aspal cair, kelas 3000 (68 ± 3)0C
CATATAN 4: Untuk aspal cair, kelas 250, kelas 800, dan kelas 3.000, bahan dalam
wadah dapat dihangatkan di atas pelat pemanas, cukup hanya untuk mengefektifkan
pencampuran, tetapi tidak boleh dilakukan di atas temperatur dalam Tabel 1.
b. Pengikatan (curing)
• Masukkan campuran beserta wadahnya ke dalam oven selama 2 jam pada
temperatur 600C. Selama tahap proses pengikatan, lubang angin pada oven
harus dibuka.
• Setelah mengikat, aduk kembali dengan spatula atau sampai aspal pada
agregat melekat sempurna, kemudian campuran didinginkan pada temperatur
ruang.
• Perhatikan bahwa tidak boleh terlihat ada bagian agregat yang belum
terselimuti aspal.
c. Perendaman
• Pindahkan campuran ke wadah gelas isi 600 mL. Penuhi segera dengan air
suling sebanyak 400 mL pada temperatur ruang (kira-kira 250C).
• Biarkan campuran direndam selama 16 jam sampai dengan 18 jam.
b. Pengikatan (curing)
Masukkan campuran ke dalam oven sesuai dengan uraian sebelumnya, pada
temperatur 1350C.
X. Laporan
Laporkan perkiraan luas penyelimutan aktual yang ada, baik “di atas 95%” atau “di bawah
95%”.
o
200-
2 Titik Lembek C SNI 06-2434-1991 51-53 51-53 (46-54) 120-150
300
o
Min. Min.
3 Titik Nyala C SNI 06-2433-1991 Min 225 218 177
200 200
Min. Min.
4 Daktilitas, 25oC Cm SNI 06-2432-1991 Min 100 Min 100 -
100 100
7 Penetrasi setelah %asli SNI 06-2456-1991 Min 58 Min 54 Min 50 Min 46 Min
penurunan berat 40
Daktilitas
Min
8 setelah Cm SNI 06-2432-1991 - Min 50 Min 75 Min 100
100
penurunan berat
9 Berat Jenis SNI 06-2456-1991 Min 1,0 Min 1,0 Min 1,0 - -
Uji bintik
- Standar
Noptha
- Hechtane
Xylene
60-70 Elastomer
Asbuton yg Elastomer
Alam
diproses Sintetis
(Latex)
Berat Jenis SNI-06-2441-1991 >1,0 >1,0 >1,0 >1,0
No Keterangan dan
Alat Jumlah Gambar
. Spesifikasi
Digunakan untuk
menampung air
suling dan aspal
1 Piknometer 1 yang sudah
dipanaskan pada
saat pengujian
berlangsung
Alat yang
digunakan untuk
mengeringkan
2 Oven 1 benda uji dan
memanaskan
aspal hingga
mencair
Digunakan untuk
Timbangan
3 1 menimbang benda
Elektrik
uji
Terbuat dari
plastic, digunakan
untuk menampung
4 Bejana Gelas 1 air suling sebelum
dimasukan
kedalam
piknometer
Terbuat dari kaca,
digunakan untuk
membantu
5 Corong kaca 1
memasukan aspal
cair ke dalam
piknometer
6 Kawat 1 Digunakan untuk
membantu
membersihkan/
mengeringkan
piknometer
b. Bahan
1. Aspal Padat ± 25 - 30 gr.
2. Aquades
2. Masukan air aquades kedalam piknometer sampai tidak ada gelembung udara.
Bila terdapat gelembung udara dalam piknometer, gunakan kawat untuk
menghiangkan gelembung tersebut.
11. Masukan air aquades kedalam piknometer yang berisi aspal. Bila terdapat
gelembung udara dalam piknometer, gunakan kawat untuk menghiangkan
gelembung tersebut.
13. Hitung berat jenis aspal berdasarkan data yang didapatkan dari hasil pengujian
tersebut.
Contoh perhitungan:
( C−A )
Bj =
( B−A )− ( D−C )
(57 ,97−31 . 94 )
=
( 82. 19−31 . 94 ) −( 82. 93−57 . 97 )
= 1.03 gr/ml
VI. Kesimpulan
Dari hasil pengujian maka didapat berat jenis aspal rata-rata yaitu 1.03 gr/ml, hasil
tersebut memenuhi pen 40, 60 dan 80 berdasarkan Spesifikasi berdasarkan RSNI S-
01-2003 serta memenuhi syarat untuk campuran aspal beton berdasarkan spesifikasi
Bina Marga Divisi VI Tahun 2010.
Contoh : Aspal
Asal : Laboratorium Uji Bahan
Tujuan
Pengujian ini bertujuan menetapkan kehilangan berat minyak dengan cara pemanasan dan
tebal tertentu yang dinyatakan dalam persen berat semula.
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum pengujian kehilangan berat minyak dan
aspal (Loss On Heating) ini adalah sebagai berikut :
Alat-alat Percobaan
Gambar Cawan
3. Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram
Gambar Timbangan
1. Aspal shell
Gambar Aspal
Cahaya diketahui mempunyai efek yang merusak pada aspal. Kerusakan yang timbul
berasal dari sinar matahari, yang mungkin akan merusak molekul aspal, dibantu oleh faktor
oksidasi dan cairan pelarut lainnya. Kerusakan molekul dengan cara ini dinamakan
fotooksidasi. Untungnya,sinar yang merusak ini hanya dapat mempengaruhi beberapa lapis
mokel pada lapisan atas aspal. Oleh karena itu fotooksidasi dianggap kecil pengaruhnya
apabila dilihat dari tebal aspal secara keseluruhan.
Namun, proses di atas tidak bisa diabaikan dalam kontribusi terhadap proses pengrusakan
akibat cuaca pada lapisan permukaan tipis aspal pada agregatsangat tipis.Fenomena yang
terjadi ketika aspal dipanaskan dan kemudian didinginkan kembali pada suhu ruang,
dimana pengerasan (hardening) akan berlanjut terus tergantung pada proses oksidasi dan
penyinaran. Proses pengerasan ini berlangsung lebih cepat pada beberapa jam pertama
kemudian berangsur-angsur berkurang. Sesudah kira-kira setahun, tingkat pengerasan ini
diabaikan.
Penurunan berat minyak aspal dinyatakan dalam model matematik sebagaimana
ditunjukkan dalam persamaan 3.1.
( W 2−W 1 ) (W 3−W 1)
Kehilangan berat = x 100% (3.1)
(W 2−W 1)
Keterangan :
W1 : Berat cawan (gram)
W2 : Berat cawan + aspal sebelum di oven (gram)
W3 : Berat cawan + aspal sesudah dioven (gram)
3.8. Analisis
3.10. Saran
1. Sebaiknya praktikan lebih teliti dalam meletakkan sampel, agar tidak ada benda
dari luar yang masuk kedalam sampel sehingga memengaruhi berat sampel sebelum
dan sesudah di oven.
2. Sebaiknya praktikan lebih berhati-hati pada saat membersihkan sisa-sisa aspal yang
berada dipinggir cawan, agar cawan tidak cepat rusak.
3. Sebaiknya praktikan yang telah selesai praktikum segera membersihkan peralatan
yang telah dipakai.
3.9 Uji Viskositas pada Suhu Tinggi
- Ruang Lingkup
Standar ini menetapkan cara uji viskositas saybolt furol aspal secara empiris pada
temperatur yang ditentukan antara 120°C sampai dengan 240°C, yang dapat digunakan
untuk menentukan temperatur pencampuran dan temperatur pemadatan campuran beraspal.
Temperatur pencampuran dan temperatur pemadatan campuran beraspal diperoleh dari
nilai viskositas berdasarkan hasil kalibrasi dan standardisasi pada Pasal 9.
Standar ini tidak mencantumkan semua yang berkaitan dengan keselamatan kerja dan
kesehatan kerja, bila ada menjadi tanggung jawab pengguna. Untuk melindungi pengguna
terhadap penggunaan pelarut yang berbahaya, telah ditentukan di dalam Catatan 2.
- Acuan Normatif
SNI 06-2433, Metode pengujian titik nyala dan titik bakar dengan alat cleveland open
cup.
SNI 03-6399, Tata cara pengambilan contoh aspal.
SNI 06-6721, Metode pengujian kekentalan aspal cair dengan alat saybolt.
SNI 03-6866, Spesifikasi saringan dengan anyaman kawat untuk keperluan pengujian.
• aspal
material yang diperoleh dari residu hasil pengilangan minyak bumi.
• aspal modifikasi
aspal keras yang ditingkatkan mutunya dengan cara menambahkan bahan
tambah seperti polimer, latek, bitumen asbuton dan lainnya.
• furol
singkatan dari “fuel and road oils”, furol merupakan lubang pengeluaran aspal
dari tabung viskometer yang mempunyai diameter 4,3 mm ± 0,2 mm.
- Ringkasan pengujian
Waktu pengaliran 60 mL benda uji yang diukur dalam detik, melalui lubang yang telah
dikalibrasi pada temperatur tertentu. Waktu pengaliran tersebut dikoreksi dengan faktor
koreksi viskometer (lihat Pasal 9) dan dilaporkan sebagai nilai viskositas benda uji aspal.
- Kegunaan
a. Standar ini digunakan untuk menentukan salah satu karakteristik aspal, sebagai
identifikasi dalam pengiriman.
b. Standar ini dapat juga menentukan temperatur pencampuran campuran beraspal
pada 170 cSt ± 20 cSt dan temperatur pemadatan campuran beraspal pada 280
cSt ± 20 cSt.
- Peralatan
b. Tabung viskometer.
Mempunyai ukuran panjang dari ujung lubang furol sampai dengan leher
tabung adalah 125 mm ± 1 mm, diameter dalam 29,7 mm ± 0,2 mm. Lubang
furol mempunyai diameter 4,3 mm ±0,2 mm, seperti terlihat pada Gambar A.2.
c. Cincin pemindah.
Cincin pemindah, dibuat dari bahan logam tahan karat sama seperti bahan
untuk viskometer.
e. Penyangga termometer.
Penyangga termometer diletakkan di atas tabung viskometer.
g. Termometer penangas.
Termometer viskositas saybolt, atau alat pengukur temperatur lainnya yang
mempunyai ketelitian sama.
h. Saringan.
Saringan No.20 (850 µm) yang memenuhi persyaratan spesifikasi SNI 03-
6866-2002
i. Labu penampung.
Labu penampung
j. Pengukur waktu.
Pengukur waktu dengan skala pembagian 5 per detik atau 10 per detik dan
mempunyai ketelitian 0,1% (3,6 detik) jika diuji sampai interval 60 menit.
Pengukur waktu elektronik dapat digunakan.
- Pengambilan contoh
Pengambilan contoh sesuai dengan SNI 03-6399.
- Persiapan peralatan
a. Bersihkan tabung viskometer dengan larutan pembersih seperti xylol (xylene)
atau minyak tanah, buang semua pelarut dari tabung viskometer dan
keringkan, bersihkan cincin pemindah dan labu penampung dengan cara yang
sama.
CATATAN 2: Bila menggunakan pelarut xylol harus berhati-hati, pelarut
bersifat racun dan mudah terbakar. Oleh karena itu tempat kerja harus
tertutup dan bebas dari percikan atau nyala api. Bila viskometer dalam
keadaan panas, penguapan xylol dapat dikurangi dengan mengisi tabung
viskometer secara cepat dan segera mengalirkannya keluar dari lubang
furol.
Untuk membersihkan lubang furol dapat digunakan tusuk gigi. Kebersihan
viskometer dapat dijaga dengan mengisi oli secepatnya setelah pengujian
dilaksanakan dengan membiarkan oli tetap pada alat viscometer beberapa
menit, kemudian buang oli tersebut, bersihkan dengan larutan pembersih
seperti diuraikan di atas, bila dikehendaki viskometer dapat tetap diisi
dengan oli dan baru dibuang dan dibersihkan dengan pelarut sebelum
pengujian berikutnya.
b. Letakkan viskometer dan bak penangas pada tempat yang terlindung dari
angin, perubahan temperatur udara yang cepat, debu atau uap yang dapat
mencemari benda uji.
c. Tempatkan labu penampung di bawah tabung viskometer. Jarak antara
tanda batas pada labu penampung ke ujung tabung viskometer bagian
bawah adalah 100 mm sampai dengan 130 mm, atur penempatan labu
penampung sehingga aliran aspal tidak akan menyentuh leher labu
penampung.
d. Isi penangas sampai paling sedikit 6 mm di atas tanda batas tabung
viskometer dengan media penangas yang sesuai dengan temperatur pada
alat pengujian:
• gunakan oli dengan kekentalan SAE 40 untuk temperatur pengujian
sampai dengan 149°C;
• untuk temperatur di atas 149°C gunakan oli yang lebih kental,
mempunyai viskositas pada temperatur 98,9°C kira-kira 175 SUS
(saybolt universal second) sampai dengan 185 SUS dan mempunyai
titik nyala minimum 300°C, sesuai SNI 06-2433- 1991;
• ganti oli penangas secara periodik, dan bersihkan dinding-dinding luar
tabung untuk menghilangkan kerak.
e. Pertahankan panas pada penangas sehingga temperatur benda uji dalam
viskometer tidak bervariasi lebih dari 0,3°C pada temperatur pengujian.
Tabel 1 – Termometer Viskositas Sybolt
Temperatur Termometer
pengujian standar Rentang pengukuran Skala pembacaan
°C °C °C
121 119 sampai dengan 130 0,1
135 132 sampai dengan 143 0,1
149 145 sampai dengan 158 0,1
163 160 sampai dengan 171 0,1
177 174 sampai dengan 185 0,1
204 202 sampai dengan 213 0,1
232 230 sampai dengan 241 0,1
- Kalibrasi
a. Kalibrasi viskometer saybolt furol secara berkala dengan mengukur waktu
mengalir pada temperatur 37,8C dari oli standar. Hitung faktor koreksi
viskometer.
b. Waktu pengaliran oli standar harus sesuai dengan nilai viskositas saybolt
yang telah ditentukan, bila waktu pengaliran berbeda lebih dari 0,2%,
hitung waktu koreksi F, untuk viskometer sebagai berikut:
V
F=
T
Dengan Sebagai Berikut :
V adalah nilai viskositas saybolt oli standar dalam satuan detik;
T adalah pengukuran waktu alir pada temperatur 37,8°C dalam satuan
detik.
CATATAN 3 - Bila kalibrasi didasarkan pada viskositas oli standar yang
mempunyai waktu alir 200 detik sampai dengan 600 detik, faktor koreksi
dapat digunakan setiap temperatur pengujian viskositas (pada SNI 06-6721-
2002).
c. Kalibrasi viskometer saybolt furol pada 50C dengan cara yang sama
seperti Butir 9.a) menggunakan viskositas oli standar yang mempunyai
waktu alir minimum 90 detik.
d. Viskometer atau lubang furol yang mempunyai koreksi viskositas lebih
besar dari 1%, tidak dapat digunakan.
- Cara uji
a. Tetapkan dan pertahankan penangas oli (oil bath) pada temperatur pengujian.
temperatur pengujian yang ditetapkan untuk mengukur viskositas saybolt furol
adalah 120°C, 130°C, 140°C, 150°C, 160°C, 180°C bila dianggap kurang dapat
diteruskan sampai dengan 240°C;
b. Masukkan penyumbat gabus yang dilengkapi tali, sehingga mudah dilepas ke
dalam lubang tabung viskometer pada bagian dasar tabung viskometer.
Penyumbatan harus kuat supaya udara tidak keluar.
c. Tempatkan cincin pemindah pada batas atas tabung viskometer.
d. Lakukan pemanasan awal 0,5 kg benda uji menggunakan kompor listrik dalam
wadah logam 500 mL. Pemanasan awal mencapai temperatur 10C sampai
dengan temperatur 15C di atas temperatur uji yang ditentukan.
• Gunakan temperatur sedang pada pengatur panas dengan kapasitas daya
listrik 500 watt sampai dengan 600 watt pada kompor listrik selama ½ jam,
dan atur pada temperatur tinggi sampai 1200 watt untuk sisa waktu
pemanasan. Hindari pemanasan awal yang berlebih karena dapat
menyebabkan oksidasi pada benda uji dan perubahan viskositas;
• Pada tahap awal pemanasan, aduk sekali-kali benda uji, dan pada
temperatur 28C terakhir lakukan pengadukan secara menerus;
• Selesaikan pemanasan awal pada 2 jam atau kurang dan segera lanjutkan
dengan pengukuran viskositas. Pemanasan ulang benda uji tidak diizinkan;
e. Panaskan Saringan No.20 pada temperatur pengujian, dan tuangkan benda uji
panas melalui saringan langsung ke dalam tabung viskometer hingga tepat di
atas tanda batas pelimpahan.
CATATAN 4 - Benda uji dengan jumlah yang tepat supaya tidak melimpah,
sehingga bila cincin pemindah dipindahkan, benda uji akan mengalir sampai ke
batas tabung viskositas tanpa berlebihan.
f. Pasang tutup tabung viskometer dengan cincin pemindah, dan masukkan
termometer yang dilengkapi penyangga termometer ke dalam lubang di tengah
penyangga.
g. Aduk benda uji di dalam tabung viskometer secara terus menerus dengan
gerakan melingkar pada kecepatan putaran 30 rpm sampai dengan 50 rpm pada
bidang horizontal untuk mencegah masuknya udara ke dalam benda uji.
Lakukan dengan hati- hati agar tidak membentur dinding tabung.
h. Bila temperatur benda uji tetap konstan pada rentang temperatur 0,3°C selama 1
menit, pengujian dapat dilanjutkan. Angkat termometer dan pindahkan penutup
tabung viskometer secepatnya, pindahkan cincin pemindah, periksa untuk
memastikan bahwa kelebihan benda uji di bawah tanda batas pelimpahan, dan
pasang kembali penutup tabung viskometer.
i. Pastikan bahwa labu penampung pada posisi yang tepat, lalu cabut gabus
penyumbat dengan menyentakkan tali gabus dan pada waktu bersamaan
hidupkan pengukur waktu.
- Pelaporan
a. Kalikan waktu pengaliran dalam detik dengan faktor koreksi viskometer yang
diperoleh.
b. Laporkan waktu pengaliran yang telah dikoreksi sebagai viskositas saybolt
furol dari benda uji pada temperatur pengujian.
• Untuk waktu pengaliran kurang dari 200 detik, laporkan dalam skala
pembacaan mendekati 0,5 detik. Sedangkan pengaliran lebih dari 200 detik
dibulatkan dalam detik yang terdekat;
• Konversikan waktu pengaliran dalam detik saybolt furol ke kinematik
viskositas dengan satuan sentistoke (cSt), lihat Tabel pada Lampiran C.
c. Tentukan temperatur pencampuran campuran beraspal pada 170 cSt ± 20 cSt dan
temperatur pemadatan campuran beraspal pada 280 cSt ± 20 cSt.
- Ketelitian
Hasil pengujian tidak boleh berbeda dari nilai rata-rata sebagai berikut:
a. pengulangan pengujian, oleh satu operator dan satu alat tidak boleh lebih dari 1%;
b. pemeriksaan ulang, dengan operator dan alat berbeda tidak boleh lebih dari 2%;
c. ketelitiannya hanya untuk pengujian viskositas saybolt furol dengan temperatur yang
telah ditentukan.
Gambar-gambar
Tabung
viskometer
Penangas
oli
Labu
penampun
g
32,5 0,5 mm
29,70,2mm
min 6 mm
125188.0
mmmm
9
mm
Lubang furol
Bagian bawah tabung viskometer
Gabus penyumbat
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
AASHTO T 48-04, Standard method of test for Flash and Fire Points by Cleveland Open
Cup.
Bina Marga. 2010. Spesifikasi Umum 2010. Departemen Pekerjaan Umum Direktorat
Jendral Bina Marga : Jakarta.
ISO Guide 34, Quality systems guidelines for the production of reference materials
ISO Guide 35 , Certification of reference material general and statistical principles.
Sukirman, Silvia. 2003. Beton Aspal Campuran Panas. Grafika Yuana Marga : Bandung
https://www.academia.edu/28410059/LABORATORIUM_UJI_BAHAN_Job_4_Uji_Titik
_Lembek_Aspal
https://www.academia.edu/28410050/LABORATORIUM_UJI_BAHAN_Job_1_Uji_Pene
trasi_Aspal
https://www.academia.edu/40013844/BAB_III_PENGUJIAN_KEHILANGAN_BERAT_MI
NYAK_DAN_ASPAL_LOSS_ON_HEATING