Anda di halaman 1dari 83

TUGAS BAHAN PERKERASAN JALAN

JENIS – JENIS UJI STANDAR ASPAL

OLEH :

DASRIL PARESSA
1709025018

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Aspal merupakan bahan utama dalam perkerasan jalan. Aspal memiliki beberapa jenis,
yaitu aspal alam, aspal keras, aspal cair, dan aspal modifikasi. Aspal memiliki sifat
viskoelastis yaitu sifat untuk mencair pada suhu tinggi dan memadat pada suhu rendah.
Sifat yang dimiliki aspal tersebut merupakan hal utama yang menjadikan aspal sebagai
bahan utama dalam perkerasan jalan karena dapat mengikat bahan-bahan pencampur
perkerasan jalan. Perkerasan jalan yang baik adalah perkerasan jalan yang mampu
menahan beban lalu lintas. Perkerasan jalan yang digunakan di Indonesia terdiri dari
beberapa jenis. Perkerasan jalan yang paling banyak digunakan di Indonesia adalah lapisan
aspal beton atau Laston (AC/Asphalt Concrete). Lapisan aspal beton banyak digunakan
karena jenis perkerasan ini memiliki nilai stabilitas dan fleksibilitas yang baik.

Agregat kasar, agregat halus, agregat sedang, bahan pengisi (filler),dan aspal merupakan
bahan-bahan pencampur lapisan aspal beton. Bahan-bahan pencampur ini harus memiliki
karakteristik yang sesuai dengan persyaratan yang sudah ada agar perkerasan jalan aspal
beton memiliki stabilitas dan fleksibilitas yang baik. Bahan pengisi (filler) dalam campuran
aspal beton adalah bahan yang lolos saringan No.200 (0,075 mm). Macam bahan pengisi
yang dapat digunakan ialah abu batu, kapur padam, portland cement (PC), debu dolomite,
abu terbang, debu tanur tinggi pembuat semen atau bahan mineral tidak plastis lainnya.

Bahan pengisi bertujuan untuk meningkatkan kekentalan bahan bitumen dan untuk
mengurangi sifat rentan terhadap temperatur. Keuntungan lain dengan adanya bahan
pengisi adalah karena banyak terserap dalam bahan bitumen maka akan menaikkan
volumenya. Selain itu bahan pengisi (filler) dapat mengurangi volume pori-pori atau
rongga sehingga dapat meningkatkan kepadatan dan dapat menurunkan permeabilitas
campuran aspal.
Kadar bahan pengisi (filler) pada campuran beraspal sangat memperngaruhi sifat campuran
beraspal tersebut, jika terlalu banyak kadar bahan pengisi maka campuran tersebut akan
menjadi kaku dan mudah retak. Namun sebaliknya apabila kadar bahan pengisi pada
campuran terlalu sedikit maka akan membuat campuran tersebut menjadi sangat lentur dan
mudah terdeformasi oleh beban lalu lintas sehingga jalan tersebut akan bergelombang.
Pada tugas kali ini akan membahas terkait beberapa pengujian aspal sesuai dengan
standarisasi yang ada di Indonesia.

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut.


a. Mengetahui jenis – jenis pengujian standar aspal.
b. Mengetahui spesifikasi dalam pengujian aspal.
Penulisan tuga ini secara umum mempunyai maksud dapat memberikan pembelajaran
dalam suatu materi perkuliahan tentang pengujian aspal.
BAB II
TINJUAN PUSTAKA

2.1 Beton Aspal

Menurut Sukirman (2003) beton aspal adalah jenis perkerasan jalan yang terdiri dari
campuran agregat dan aspal, dengan atau tanpa bahan tambahan. Material-material
pembentuk beton aspal dicampur dan di instalasi pencampur pada suhu tertentu, kemudian
diangkat ke lokasi, dihamparkan, dan dipadatkan. Suhu pencampuran ditentukan
berdasarkan dengan jenis aspal yang digunakan. Jika digunakan semen aspal, maka suhu
pencampuran pada umumnya 145o – 155o C, sehingga disebut beton aspal campuran
panas Hot Mixed Asphalt (HMA).

Beton aspal dapat digunakan untuk lapis aus (wearing course), perata (levelling course),
dan fondasi (base course). Lapis aus merupakan lapis perkerasan jalan paling atas, yang
menerima dampak langsung dari lalu lintas. Lapis perata berada di bawah lapis aus, dan
dibawah lapis perata merupakan lapis fondasi. Lapisan-lapisan ini harus cukup kuat, stabil
dan tetap ditempat meskipun ada goncangan-goncangan dari lalu lintas. Lapis aus harus
tahan lama dari dampak lalu lintas maupun cuaca. Lapis permukaan harus cukup halus agar
ban mobil atau kendaraan yang lewat tidak cepat rusak, tergelincir, dan cukup nyaman bagi
penumpangnya. Lapis aus merupakan lapisan yang campuran agregatnya menggunakan
agregat yang lebih halus dengan kadar aspal lebih tinggi dari lapisan lainnya.

Sukirman (2003) mengatakan bahwa terdapat tujuh karakteristik campuran yang harus
dimiliki oleh beton aspal adalah stabilitas, keawetan, kelenturan (fleksibilitas), ketahanan
terhadap kelelahan (fatigue resistance), kekesatan permukaan atau ketahanan geser, kedap
air (impermeabilitas) dan kemudahan pelaksanaan (workability). Berikut ini adalah
penjelasan dari ketujuh karakteristik tersebut:
A. Stabilitas

Stabilitas adalah kekuatan dari campuran aspal untuk menahan deformasi akibat beban
tetap dan berulang tanpa mengalami keruntuhan (plastic flow). Jalan dengan volume lalu
lintas tinggi dan sebagian besar merupakan kendaraan berat menuntut stabilitas yang lebih
besar dibandingkan jalan yang volume lalu lintasnya hanya terdiri dari kendaraan
penumpang saja. Stabilitas terjadi dari hasil getaran antar butir, penguncian antar partikel
dan daya ikat yang baik dari lapisan aspal. Dengan demikian stabilitas yang tinggi dapat
diperoleh dengan mengusahakan penggunaan agregat bergradasi baik, rapat, dan
mempunyai rongga antar agregat (VMA) yang kecil. Namun dengan VMA yang kecil akan
menyebabkan pemakaian aspal yang lebih banyak, sehingga dapat menyebabkan bleeding
karena aspal tidak dapat menyelimuti agregat dengan baik.

B. Durabilitas

Durabilitas adalah ketahanan campuran aspal terhadap pengaruh cuaca, air, perubahan
suhu, maupun keausan akibat gesekan roda kendaraan. Durabilitas beton aspal dipengaruhi
oleh tebalnya film atau selimut aspal, banyaknya pori dalam campuran, kepadatan dan
kedap airnya campuran. Besarnya pori yang tersisa dalam campuran setelah pemadatan,
mengakibatkan durabilitas beton aspal menurun. Semakin besar pori yang tersisa semakin
tidak kedap air dan semakin banyak udara dalam beton aspal, akan menyebabkan semakin
mudahnya selimut aspal beroksidasi dengan udara menjadi gas.

C. Fleksibiltas

Fleksibilitas adalah kemampuan lapisan aspal untuk dapat mengikuti deformasi yang
terjadi akibat beban lalu lintas berulang tanpa mengalami retak, ataupun penurunan akibat
berat sendiri tanah timbunan yang dibuat di atas tanah asli.

D. Kekesatan

Kekesatan adalah kemampuan beton aspal untuk memberikan permukaan yang cukup kesat
sehingga kendaraan yang melaluinya tidak mengalami slip, baik diwaktu jalan basah
maupun kering. Faktor-faktor untuk mendapatkan kekesatan jalan sama dengan untuk
mendapatkan stabilitas yang tinggi, yaitu kekasaran permukaan dari butirbutir agregat, luas
bidang kontak antar butir atau bentuk butir, gradasi agregat ikut menentukan kekesatan
permukaan. Untuk mencapai kekesatan yang tinggi perlu pemakaian kadar aspal yang tepat
sehingga tidak terjadi bleeding.

E. Kedap Air

Kedap air adalah kemampuan beton aspal utuk tidak dimasuki air ataupun udara kedalam
lapisan beton aspal. Air dan udara dapat mengakibatkan percepatan proses penuaan aspal,
dan pengelupasan film aspal dari permukaan agregat. Jumlah pori yang tersisa setelah
beton aspal dipadatkan saat menjadi indikator kekedapan air campuran. Tingkat kedap air
beton aspal berbanding terbalik dengan tingkat durabilitasnya.

F. Ketahanan Leleh

Ketahanan leleh merupakan kemampuan aspal beton untuk mengalami beban berulang
tanpa terjadi kelelahan berupa retak atau kerusakan alur (rutting). Sifat ini akan didapat
jika menggunakan kadar aspal yang tinggi.

G. Kemudahan Pekerjaan

Sifat ini merupakan kemudahan campuran aspal untuk diolah. Faktor yang mempengaruhi
workabilitas antara lain gradasi agregat, dimana agregat yang bergradasi baik lebih mudah
dikerjakan, dan kandungan filler, dimana filler yang banyak akan mempersulit
pelaksanaan. Ketujuh sifat campuran beton aspal ini tidak mungkin dapat dipenuhi
keseluruhannya oleh satu jenis campuran. Maka saat perencanaan awal, ditentukan terlebih
dahulu sifat mana yang akan dominan lebih diinginkan, dan akan menentukan jenis beton
aspal yang dipilih.
2.2 Jenis Aspal

Berdasarkan tempat diperolehnya, aspal dibedakan atas aspal alam dan aspal minyak.
Aspal alam yaitu aspal yang didapat di suatu tempat dialam, dan dapat digunakan
sebagaimana diperolehnya atau dengan sedikit pengolahan. Aspal alam atau asbuton
merupakan campuran antara bitumen dengan bahan mineral lainnya dalam bentuk batuan.
Karena asbuton merupakan material yang ditemukan begitu saja di dalam alam, maka
kadar bitumen yang dikandungnya sangat bervariasi dari rendah sampai tinggi. Sedangkan
aspal minyak yaitu aspal yang merupakan residu pengilangan minyak bumi. Jika dilihat
bentuknya pada temperatur ruang, maka aspal dibedakan atas aspal padat, aspal cair, dan
aspal emulsi.
a. Aspal padat adalah aspal yang berbentuk padat atau semi padat pada suhu ruang
dan menjadi cair jika dipanaskan. Aspal padat dikenal nama semen aspal (asphalt
cement). Oleh karena itu semen aspal harus dipanaskan terlebih dahulu sebelum
digunakan sebagai bahan pengikat agregat.
b. Aspal cair (cutback asphalt) adalah aspal yang berbentuk cair pada suhu ruangan.
Aspal cair merupakan semen aspal yang dicairkan dengan bahan pencair dari hasil
penyulingan minyak bumi seperti minyak tanah, bensin, atau solar. Bahan pencair
membedakan aspal cair menjadi :
1. Rapid curing cut back asphalt (RC), yaitu aspal cair dengan bahan pencair
bensin. RC merupakan aspal cair yang paling cepat menguap.
2. Medium curing cut back asphalt (MC), yaitu aspal cair dengan bahan pencair
minyak tanah (kerosene).
3. Slow curing cut back asphalt (SC), yaitu aspal cair dengan bahan pencair
solar (minyak diesel). SC merupakan aspal cair yang paling lambat menguap.
c. Aspal emulsi (emulsified asphalt) adalah suatu campuran aspal dengan air dan
bahan pengemulsi, yang dilakukan di pabrik pencampur. Aspal emulsi ini lebih cair
daripada aspal cair. Di dalam aspal emulsi, butir – butir aspal larut dalam air.
Berdasarkan kecepatan mengerasnya, aspal emulsi dapat dibedakan atas :
1. Rapid Setting (RS), yaitu aspal yang mengandung sedikit bahan pengemulsi
sehingga pengikatan yang terjadi cepat, dan aspal cepat menjadi padat atau
keras kembali.
2. Medium Setting (MS).
3. Slow Setting (SS), yaitu jenis aspal emulsi yang paling lambat mengeras.
Dari ketiga bentuk aspal, semen aspal adalah bentuk yang paling banyak digunakan.

2.3 Fungsi Aspal Sebagai Bahan Perkerasan Jalan

Aspal yang digunakan sebagai material perkerasan jalan berfungsi sebagai:


1. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat dan antara
sesama aspal.
2. Bahan pengisi, mengisi rongga antara butir agregat dan pori – pori yang ada di
dalam butir agregat itu sendiri.

Penggunaan aspal pada perkerasan jalan dapat melalui dicampurkan pada agregat sebelum
dihamparkan (pra hampar), seperti lapisan beton aspal atau disiramkan pada lapisan
agregat yang telah dipadatkan dan ditutupi oleh agregat–agregat yang lebih halus (pasca
hampar), seperti perkerasan penetrasi makadam atau pelaburan.

Fungsi utama aspal untuk kedua jenis proses pembentukan perkerasan yaitu proses
pencampuran prahampar, dan pascahampar itu berbeda. Pada proses prahampar aspal yang
dicampurkan dngan agregat akan membungkus atau menyelimuti butir – butir agregat,
mengisi pori antar butir, dan meresap kedalam pori masing – masing butir.

2.4 Agregat

Menurut Silvia Sukirman, 2003, agregat didefinisikan secara umum sebagai formasi kulit
bumi yang keras dan padat. ASTM mendefinisikan agregat sebagai suatu bahan yang
terdiri dari mineral padat, berupa massa berukuran besar ataupun berupa fragmen–fragmen.
Agregat merupakan komponen utama dari struktur utama perkerasan jalan yaitu 90–95%
agregat berdasarkan persentase berat, atau 75–85 % agregat berdasarkan persentase
volume. Dengan demikian kualitas perkerasan jalan ditentukan juga dari sifat agregat dan
hasil campuran agregat dengan material lain. Agregat dapat dibedakan berdasarkan
kelompok terjadinya, pengolahan, dan ukuran butirannya. Berdasarkan proses terjadinya
agregat dapat dibedakan atas agregat beku (Igneous Rock), agregat sedimen (Sedimentary
Rock), dan agreagat metamorfik (Metamorfic Rock).
2.4.1 Jenis Agregat

Adapun jenis – jenis dari agregat itu adalah sebagai berikut :


a. Agregat siap pakai adalah agregat yang dapat dipergunakan sebagai material
perkerasan jalan dengan bentuk dan ukuran sebagaimana diperoleh di lokasi
asalnya, atau dengan sedikit proses pengolahan. Agregat ini berbentuk melalui
proses erosi dan degradasi. Agregat siap pakai sering disebut sebagai agregat alam.
Agregatnya cenderung bulat – bulat, dengan tekstur permukaan licin. Proses
degradasi agregat di bukit – bukit akan membentuk agregat bersudut dan kasar. Dua
bentuk dan ukuran agregat alam yang sering dipergunakan sebagai material
perkerasan jalan yaitu kerikil dan pasir.
b. Agregat yang perlu diolah terlebih dahulu sebelum dipakai adalah agregat yang
diperoleh di bukit – bukit, di gunung – gunung, ataupun di sungai – sungai. Agregat
di gunung dan di bukit umumnya ditemui dalam masif, sehingga perlu dilakukan
pemecahan dahulu supaya dapat diangkat ke tempat mesin pemecah batu (Stone
Crusher). Sungai – sungai yang membawa agregat di musim hujan, umumnya
membawa agregat berukuran besar sehingga tidak memenuhi persyaratan ukuran
yang ditentukan. Guna dapat dipergunakan sebagai material perkerasan jalan,
agregat ini harus diolah dulu secara manual, dengan mempergunakan tenaga
manusia atau melalui proses mekanis di mesin pemecah batu. Agregat yang berasal
dari gunung, bukit, sungai yang perlu melalui proses pengolahan terlebih dahulu di
mesin pemecah batu, umumnya lebih baik sebagai material perkerasan jalan, karena
mempunyai bidang pecahan bertekstur kasar dan ukuran agregat sesuai yang
diinginkan.

Di samping itu terdapat pula agregat hasil olahan pabrik seperti semen dan kapur atau
limbah industri seperti abu terbang. Berdasarkan ukuran butirannya agregat dapat
dibedakan atas agregat kasar, agregat halus dan bahan pengisi (filler). Batasan masing –
masing agregat ini seringkali berbeda sesuai institusi yang menentukannya. Bina Marga
membedakan agregat menjadi agregat kasar, agregat halus, dan bahan pengisi (filler).
1. Agregat kasar adalah aagregat dengan ukuran butir lebih besar dari saringan no.4
(4,75bmm).
2. Agregat halus adalah agregat dengan ukuran butir lebih halus dari saringan no.4
(4,75 mm).
3. Bahan pengisi (filler) adalah bagian dari agregat halus yang minimum 75% lolos
saringan no. 200 (0,075 mm).

2.5 Filler

Filler (Bahan Pengisi) merupakan agregat yang lebih halus dibandingkan agregat halus
umumnya lolos saringan No.200. Filler adalah bahan yang berfungsi mengurangi rongga,
permeabilitas, dan menambah kekakuan tarik pada campuran beton aspal. Dalam
perencanaan campuran jalan raya yang biasa digunakan sebagai agregat kasar adalah batu
pecah, dan untuk agregat halus adalah pasir. Sedangkan filler yang biasa digunakan adalah
Abu Batu. Namun saat ini sudah banyak dilakukan penelitian untuk mencari alternatif filler
sebagai material baru dalam campuran perkerasan jalan raya. Penelitian ini perlu untuk
terus dikembangkan karena material yang ada pada saat ini sudah mulai terbatas
jumlahnya. Selain itu terdapat banyak potensi material lain yang dapat dikembangkan
sebagai alternatif bahan pengganti. Pada penelitian kami ini mencoba menggunakan filler
pasir laut dari pantai Matras kepulauan Bangka Belitung sebagai filler atau bahan pengisi
pada campuran beton aspal.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 UJI PENETRASI ASPAL

I. REFERENSI
 SNI 06-2456-1991, Standar Pengujian Penetrasi Aspal
 RSNI S-01-2003, Spesifikasi Aspal Berdasarkan Penetrasi
 Spesifikasi Umum Bina Marga Divisi VI Tahun 2010

II. TUJUAN
Menentukan besarnya penetrasi aspal dan klasifikasi penetrasi sesuai dengan
prosedur pengujian.

III. DASAR TEORI


Aspal menurut pengertian ASTM D-8-31 adalah bahan berwarna hitam/coklat
tua, bersifat perekat, terutama terdiri dari bituman, di dapat dari alam atau dari proses
pembuatan minyak bumi.
Sedangkan menurut The Asphalt Institue aspal adalah suatu campuran
hidrokarbon alami atau dari suatu proses pemanasan minyak bumi atau dari keduana
bersifat non-logam, dapat berbentuk gas, cairan atau bahan setengah padat, dapat larut
dalam karbondisulfida (CS2).
Aspal berasal dari hasil proses penyulingan minyak bumi dengan destilasi
bertingkat pada suhu ±290oC dimana sisa residulah yang dijadikan bahan aspal. Sisa
residu minyak bumi ini dijadikan beberapa jenis aspal, yaitu :
a. Blow aspal
b. Aspal keras / aspal semen / aspal panas
c. Aspal cair
d. Aspal emulsi
Sifat-sifat aspal dapat ditinjau dari :
1. Sifat kimia adalah menurut unsur-unsur yang terkandung dalam aspal.
2. Sifat physis adalah kepekatan/konsistensi, ketahanan derajat kekerasan,ketahanan
terhadap pengaruh air.

Penetrasi termasuk kedalam sifat physis yaitu kepekatan/konsistensi. Adapun


hubungan nilai penetrasi aspal keras dalam pelaksanaan adalah terhadap :
a. Lokasi penggunaan aspal (kondisi lingkungan)
b. Kelas jalan.
Secara garis besar penetrasi adalah masuknya jarum penetrasi kedalam
permukaan aspal dalam waktu 5 detik dengan beban 100 gr pada temperatur 25o.
Nilai penetrasi sangat ditentukan oleh suhu. Apabila akan dibuat suatu
konstruksi yang lokasinya atau kondisi lingkungannya bersuhu tinggi maka sebaiknya
digunakan aspal dengan nilai penetrasi yang rendah, karena aspal yang berpenetrasi
rendah memiliki sifat yang tidak terpengaruh oleh suhu dan lebih kaku. Begitupun
untuk lokasi yang memiliki volume lalu lintas yang tinggi, dikarenakan adanya
gesekan as roda yang dapat meningkatkan suhu, begitupu sebaliknya. Sedangkan
untuk lokasi dengan berat lalu lintas yang tinggi maka diizinkan untuk menggunakan
aspal dengan penetrasi tinggi, ini dikarenakan agar menambah kekuatan pada lapisan
perkerasan jalan. Aturan tentang penggunaan aspal dapat dilihat pada SNI 06-2456-91.
Untuk mengetahui penetrasi dilakukan dengan cara mengukur kedalaman
masuknya suatu jarum yang ukurannya tertentu dengan berat 100 gram, dalam waktu 5
detik. Angka kedalaman masuknya jarum itu diukur dari permukaan dinyatakan
dengan angka satuan 1/100cm (0,1 mm). Jadi bila suatu aspal mempunyai angka
penetrasi 100, berarti kedalaman masuknya jarus adalah 1 cm.
Tabel persyaratan penetrasi aspal keras menurut RSNI S-01-2003 yaitu :
Spesifikasi Umum Bina Marga Divisi VI Tahun 2010.

IV. PERALATAN DAN BAHAN


4.1 Peralatan

No Nama Peralatan Gambar Peralatan Keterangan

Alat untuk menguji


1. Penetrometer
nilai penetrasi aspal.

Alat yang digunakan


untuk mencetak aspal
2. Cawan silinder
yang telah
dipanaskan.
Alat yang digunakan
Wajan dan
3. untuk memaskan
Kompor
aspal.

Stopwatch Alat untuk mengukur


4.
waktu.

Alat bantu sebagai


Cawan Kaca dan
tembap menyimpan
5. Besi penahan
aspal yang sudah
cawan
dicetak.

4.2 Bahan
 Aspal keras
 Larutan TCE (Trichloroethylene)
 Air Aquades
 Tisu

V. PROSEDUR PENGUJIAN

1. Persiapkan peralatan dan bahan yang akan dipergunakan.


2. Panaskan aspal sehingga menjadi cair selama ± 30 menit dengan suhu 110oC.

3
3. Tuangkan aspal yang sudah mencair kedalam cawan alumunium sebanyak 4

bagian ( 5mm dari permukaan cawan).


4. Biarkan ditempat yang datar sampai permukaan aspal tidak bergerak ± 1 – 1.5
jam dalam suhu ruang.

5. Kemudian simpan kedalan ruang terkondisi untuk penstabilan suhu pada aspal
yang akan di uji, dengan kondisi suhu yang harus pada aspal yaitu 25 0C.
6. Masukan cawan aluminium berisi aspal kedalam cawan kaca kemudian di isi
dengan air aquades sampai terendam.
7. Letakan diatas penetrometer.
8. Turunkan jarum penetrasi sampai menyentuh permukaan aspal, dengan ketelitian
penglihatan, setelah itu turunkan batang pengukur penetrasi, setelah turun dan
menancap pada aspal.

9. Baca angka awal yang ditunjukan oleh jarum pengukur pada alat pengukur
penetrasi ( H1 ).
10. Tekan tombol penetrator sambil menekan alat pengukur waktu dan lepaskan
setelah 5 detik.
11. Baca kembali angka yang ditunjukan oleh alat pengukur penetrasi (H2).
12. Hitung angka pe netrasinya : H2– H1
13. Angkat jarum penetrasi dan bersihkan sisa aspal yang menempel pada ujung
jarum dengan menggunakan tisu yang dibasahi dengan larutan TCE.
14. Lakukan percobaan diatas minimal tiga kali percobaan agar data yang di dapat
lebih teliti dan mencegah data yang nilai perbandingannya dengan data yang
sebelumnya jauh, jarak penusukan satu dengan yang lainnya minimum 1 cm,
kemudian rata-ratakan hasilnya.
15. Batasan penyimpangan nilai penetrasi dari percobaan yang di lakukan kembali
tidak melampaui ketentuan di bawah

Hasil penetrasi 0 – 49 50 – 149 150 - 249 250


Toleransi 2 4 4 8

VI. DATA DAN PERHITUNGAN

6.1 Data

(Lihat pada formulir Hasil Pengujian)

6.2 Perhitungan

Nilai penetrasi aspal rata – rata = (53,67+54,33) / 2 = 54

Karena nilai rata – rata 54 jadi aspal yang diuji memenuhi aspal jenis pen 40
berdasarkan RSNI S-01-2003.

Jenis aspal pen 40 tidak dapat digunakan sebagai campuran beraspal panas
berdasarkan Spesifikasi Umum Bina Marga Divisi VI Tahun 2010.

VII. KESIMPULAN

Dari hasil pengujian penetrasi didapat rata-rata penetrasinya yaitu 54 dengan


jenis pen 40, dan tidak dapat digunakan sebagai campuran beraspal panas
berdasarkan Spesifikasi Umum Bina Marga Divisi VI Tahun 2010.

PENETRASI BAHAN ASPAL/BITUMEN

Contoh : Aspal Dikerjakan : -


Asal : Laboratorium Uji Bahan Diperiksa : -
Tanggal uji : - Tanggal : -

NOMOR CONTOH I II III


Penetrasi pada pengamatan ke 1 0.1 mm 51 55 43
Penetrasi pada pengamatan ke 2 0.1 mm 55 55 47
Penetrasi pada pengamatan ke 3 0.1 mm 55 53 45
53,67 54,33 45
Rata rata Penetrasi 0.1 mm
54

Catatan :
Pengamatan Penetrasi pada suhu 25o, dengan berat jarum+beban 100 gram, selama 5 detik.

3.2 UJI TITIK LEMBEK

I. STANDAR DAN SPESIFIKASI


1. SNI 06 – 2434 – 1991, Metode Pengujian Titik Lembek Aspal dan Ter.
2. RSNI S-01-2003, Spesifikasi Titik Lembek Aspal Berdasarkan Penetrasi.
3. Spesifikasi Bina Marga Divisi 6 Tahun 2010.

II. TUJUAN
1. Menentukan suhu titik lembek dan mutu Aspal keras.
2. Menentukan tingkat kelembekan aspal keras berdasarkan nilai IP.

III. DASAR TEORI


Aspal adalah material termoplastik yang secara bertahap mencair, sesuai dengan
pertambahan suhu dan berlaku sebaliknya pada pengurangan suhu. Namun demikian
perilaku/respon material aspal tersebut terdapat suhu pada prinsipnya membentuk suatu
spektrum beragam, tergantung dari komposisi unsur-unsur penyusunnya.
Percobaan ini diciptakan karena pelembekan bahan-bahan aspal tidak terjadi
secara sekejap pada suhu tertentu, tapi lebih merupakan perubahan suhu. Oleh sebab itu,
setiap prosedur yang digunakan untuk menentukan titik lembek aspal atau Ter
hendaknya mengikuti sifat tersebut, artinya penambahan suhu pada percobaan
hendaknya berlangsung secara gradual dalam jenjang yang halus. Metoda Ring and Ball
yang umumnya ditetapkan pada bahan aspal ini, dapat mengukur titik lembek bahan
semi padat sampai padat.
Yang dimaksud dengan titik lembek adalah suhu pada saat bola baja, dengan berat
tertentu , mendeksak turun suatu lapisan aspal atau Ter yang tertahan dalam cincin
tertentu, sehingga aspal tersebut menyentuh pelat dasar yang terlelak di bawah cincin
pada ketinggian tertentu, sebagai akibat kecepatan pemanasan tertentu.
Titik lembek sangat penting digunakan pada saat pengaspalan hotmix. Pada
pengerjaan dilapangan titik lembek diperlukana pada saat pencampuran aspal dengan
agregat, karena pada kondisi panas aspal memerlukan suhu tertentu untuk mencapai
panas optimum sehingga pencampuran antara aspal dengan agregat dapat tercapai dan
tidak terjadi bleeding.

Bila pemadatan dilakukan pada kondisi terlalu panas, maka akan menyebabkan
sulit tercapainya kepadatan yang optimal karena campuran selalu bergerak bila
dipadatkan. Hubungan terhadap pelaksanaan bersama- sama dengan penetrasi adalah:
 Dalam pencampuran, penghamaparan, dan pemadatan.
 Suhu luar dan kecepatan lalu lintas.
Bila pemadatan dilakukaan pada kondisi terlalu dingin, dapat mengakibatkan
terjadi keretakan, rongga-rongga yang tidak terkendali campuran menjadi homogen
mengakibatkan kepadatan tidak optimal dan pencampuran sulit dilaksanakan.
Titik lembek dapat digunakan untuk menentukan Index Penetration dengan rumus:
(20−500 A )
IP = (1+50 A )
Dimana IP = Index Penetration (-1<PI<+1).
(log 800−log pen )
A = (TL−25)
Pen = angka penetrasi
TL = titik lembek

Persyaratan nilai titik lembek aspal menurut RSNI S-01-2003 Spesifikasi aspal keras
berdasarkan penetrasi yaitu:

Persyaratan nilai titik lembek aspal menurut Spek Umum Bina Marga 2010 Spesifikasi
aspal keras berdasarkan penetrasi yaitu:
IV. PERALATAN DAN BAHAN
No Nama Peralatan Gambar Keterangan
.
1. 1 Set alat Uji Ring Terdiri dari :
Ball Apparatus 1. Bola baja diameter 9,53 mm
berat 3,50 ± 0,05 gr. digunakan
sebagai beban
2. Cincin kuningan,diameter dalam
19,85 mm dan diameter luar
23,026 mm.
3. Dudukan benda uji
4. Alat pengarah bola

2. Plat Kaca Tempat untuk menyimpan cincin


ketika di isi benda uji

3. Termometer Alat yang digunakan untuk


mengukur suhu.
4. Cutter Alat untuk meratakan permukaan
benda uji

5. Katel, kompor dan Alat untuk mencairkan benda uji


sendok

6. Penjepit Alat untuk menjepit benda uji

7. Kompor dan kawat Alat untuk memanaskan benda uji


kasa

8. Alat pengukur Alat untuk mengukur waktu ketika


waktu pengujian. Dapat digunakan alat
pengukur waktu digital lainnya.
9. Cawan dan sendok Sebagai tempat es batu.

10 Gelas ukur Terbuat dari kaca anti panas,


kapasitas 1000 ml. alat untu
menyimpan dudukan bola baja saat
dipanaskan.

Bahan

Bahan yang digunakan adalah sebagai berikut :


 Aspal keras
 Talk
 Aquades (Aqua destilasi )
 Es batu
 Gliserin
V. PROSEDUR PENGUJIAN
1. Siapkan Peralatan dan bahan.

2. Memanaskan benda uji perlahan-lahan sambil mengaduk terus-menerus hingga


cair merata, dengan ketentuan pemanasan dan pengadukan dilakukan perlahan-lahan
agar gelembung udara tidak masuk sampai suhunya kurang lebih 110 0C.

3. Setelah benda uji cair merata, tuangkan contoh kedalam 2 buah cincin yang
permukaan bawahnya ditahan oleh kaca yang telah diolesi talk dan gliserin agar
aspal dan kaca tidak lengket.
4. Tuangkan aspal kedalam cincin sampai berbentuk cembung. Diamkan pada

suhu ruang 25 C selama ±30 menit.

5. Setelah benda uji dingin, ratakan permukaan atas benda uji dalam cincin dengan
pisau yang telah dipanaskan.

6. Lalu masukan cincin yang berisi aspal kedalam lemari es (freezer) dalam suhu
50C.

7. Bersihkan gliserin yang masih menempel pada bagian bawah cincin.


8. Letakan cincin, pointer dan bola pada lubang batang penahan.
9. Kemudian siapkan bejana gelas/gelas ukur dan isilah dengan air suling/air es
dengan suhu + 5oC, dengan tinggi permukaan air berkisar antara 100 mm sampai 108
mm.

10. Atur atau jaga suhu tetap + 5oC selama 15 menit, dengan tujuan agar suhu pada
benda uji stabil.

11. Masukkan dudukan benda uji, cincin dan pointer kedalam gelas ukur yang telah
berisi air aquades.
12. Panaskan gelas ukur hingga kenaikan suhunya menjadi 50C per menit, dengan
menggunakan bantuan stop watch.

13. Setelah suhu mencapai 5oC, tekan stop watch dari 0 detik dan baca waktunya
tiap kenaikan per 5oC.
14. Catat dan amati suhu dan waktu pada saat bola-bola baja jatuh/ menyentuh
permukaan pelat dasar.
15. Pengujian telah selesai, apabila aspal dan bola-bola baja telah menyentuh pelat
dasar.

VI. DATA DAN PERHITUNGAN


VI.1 Data
Lihat pada Formulir Hasil Pengujian.
VI.2 Perhitungan
 Penentuan Titik Lembek

Nilai titik lembek Rata – rata =(51,25+ 51,25 + 49,75)/3= 50,83 C. Berdasarkan
Spesifikasi Umum Bina Marga Tahun 2010, dari hasil pengujian titik lembek aspal
yang diuji memenuhi syarat titik lembek aspal pen 60, karena ≥48 oC. Berdasarkan
RSNI S-01-2003, aspal tersebut termasuk kedalam pen 40 karena berada diantara
51-63 oC, pen 60 karena berada diantara 50-58 oC , dan pen 80 karena berada
diantara 48-54 oC. berdasarkkan RSNI S-01-2003.
 Penentuan nilai IP :

Berdasarkan harga IP yang didapat adalah – 0,812. Karena IP aspal yang diuji ≥ -1,
maka aspal tersebut memenuhi persyaratan pen 60-70 berdasarkan Spesifikasi
Umum Bina Marga 2010.

VII. KESIMPULAN
Dari hasil Pengujian Titik Lembek pada aspal, dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Titik lembek= 50,83 oC, memenuhi persyaratan aspal keras pen 40, pen 60 ,dan pen 80
berdasarkan RSNI S-01-2003.
b. Berdasarkan nilai IP aspal = - 0,821, maka aspal dapat digunakan untuk bahan
Campuran Beraspal berdasarkan Spesifikasi Umum Bina Marga 2010.
Pengujian Titik Lembek Aspal/Bitumen
Contoh :1 Dikerjakan : -
Asal : Laboratorium Uji Bahan Diperiksa : -
Tanggal uji : - Tanggal :-
(SNI 06 – 2434 – 1991/ RSNI S-01-2003)

Mulai Jam: 07.00


Contoh Dipanaskan
Selesai Jam:07.30
Suhu kompor (° C ) >110
Mulai Jam:09.00
Didiamkan Pada Suhu Ruang
Selesai Jam: 09.30
Mulai Jam: 10.00
Didiamkan Pada Suhu 5° C
Selesai Jam:10.30
Suhu Lemari Es (° C) 5
Mulai Jam: 11.00
Pemeriksaan Titik Lembek
Selesai Jam:11.30

Nomor contoh
Suhu Yang
Waktu (detik) Suhu titik lembek (° C)
No. Diamati I II III I II III
1 0 - - -
2 5 33 202 -
3 10 93 255 192
4 15 147 315 262
5 20 337 318 341
6 25 472 351 416
7 30 524 390 471
8 35 584 450 530
9 40 651 505 600
10 45 709 542 671
11 50 778 588 734 51,25 51,5 49,75
51,25 51,5 49,75
Rata-Rata Titik Lembek (° C) 50,83

3.3 UJI DAKTILITAS ASPAL


Pengujian ini bertujuan untuk melihat kekenyalan aspal. Kekenyalan aspal dapat
dinyatakan dengan panjang pemuluran aspal yang dapat dicapai hingga sebelum putus.
Nilai daktilitas tidak dapat menyatakan kekuatan aspal.

Sifat reologis daktilitas digunakan untuk ketahanan aspal terhadap retak dalam
penggunaanya sebagai lapisan perkerasan. Aspal yang memiliki daktilitas yang rendah
akan mengalami perulangan-ulang dalam penggunaan karena lapisan perkerasan
mengalami perubahan suhu agak tinggi. Oleh sebab itu aspal perlu memiliki daktilitas yang
cukup tinggi.

Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara mengukur jarak terpanjang yang dapat terbentuk
dari bahan bitumen pada 2 cetakan kuningan, karena penarikan dengan mesin uji, sebelum
bahan bitumen tersebut menjadi putus. Pemeriksaan ini dilakukan pada suhu 25 ± 0,5°C
dan pada kecepatan tarik mesin 0 mm per menit (dengan toleransi ± 5%).

Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat salah satu sifat mekanik bahan bitumen, yaitu
kekenyalan yang diwujudkan dalam bentuk yang ditarik yang memenuhi syarat syarat
tertentu (dalam pemeriksaan ini adalah 100 cm), maka pernyataan bahan ini mempunyai
sifat daktilitas yang tinggi.

Mesin uji biasanya mempunyai batas alat ukur hingga 100 cm. Hal yang sering terjadi
dalam pemeriksaan daktilitas adalah bahwa penarikan sampel pada umumnya selalu di atas
100 cm yang menunjukkan bahwa sampel ini mempunyai daktilitas tinggi. Masalah yang
timbul akibat kesalahan mesin uji mengukur jarak putus sampel, kita tidak tahu apa-apa
dalam keadaan besar daktilitas yang dimiliki benda uji. Oleh karena itu, diperlukan jenis
pemeriksaan lain yang dapat mengukur daktilitas maksimum bahan bitumen yang melewati
jarak 100 cm.

Peralatan dan bahan yang dibutuhkan dalam penguji ini adalah:


1. Cetakan kuningan. Cetakan terdiri dari 2 bagian, yaitu bagian yang disebut klip
dengan sebuah lubang pada bagian belakang dan bagian samping cetakan yang
berfungsi sebagai klip pengunci sebelum cetakan ini diuji. Pada saat penguji,
bagian samping harus dilepas.
2. Bak perendam, isi 10 liter yang dapat mempertahankan suhu pemeriksaan dengan
toleransi yang tidak lebih dari 0,5°C dari suhu pemeriksaan. Kedalaman air pada
bak ini tidak boleh kurang dari 100 mm di bawah permukaan udara. bak tersebut
diperlengkapi dengan pelat dasar berlubang yang ditempatkan 50 mm dari dasar
bak perendam untuk tempat meletakkan benda uji. Air dalam bak perendam harus
bebas dari oli dan kotoran lain serta bebas dari bahan organik lain yang mungkin
tumbuh di dalam bak.
3. Termometer.
4. Mesin uji yang dapat menjaga sampel tetap terendam, tidak menimbulkan getaran
selama pemeriksaan dan dapat menarik benda uji dengan kecepatan tetap.
5. Alat pemanas, untuk mencairkan bitumen keras.
6. Metil alkohol teknik dan natrium klorida.
Penguji yang umum digunakan adalah dari SK SNI M 18-1990F, yang mungkin berasal
dari AASHTO T 51-89 dan ASTM D 113-79.

Persiapan benda uji:


1. Susun bagian-bagian cetakan kuningan.
2. Lapisi atas dan bawah cetakan serta permukaan pelat permukaan dengan bahan
campuran dekstrin dan gliserin atau amalgam.
3. Pasang cetakan daktilitas diatas pelataran dasar.
4. Panaskan contoh bitumen kira-kira 100 gram sehingga cair dan dapat
dituang. Untuk menghidarkan kepercayaan setempat, lakukan dengan hati-
hati. Pemanasan dilakukan sampai suhu antara 80 sampai 100°C diatas titik
lembek.
5. Tuangkan contoh bitumen dengan hati-hati ke dalam cetakan daktilitas dari ujung
ke ujung penuh berlebihan.
6. Dinginkan cetakan pada suhu ruang 30 sampai 40 menit lalu dipindahkan
seluruhnya ke dalam bak perendam yang telah disiapkan pada suhu pemeriksaan
(sesuai dengan spesifikasi) selama 30 menit.
7. Ratakan contoh yang berlebihan dengan pisau atau spatula yang panas sehingga
cetakan terisi penuh dan rata.
Langkah-langkah pengujian:
1. Sampel didiamkan pada suhu 25°C dalam bak perendam selama 85 sampai 95
menit, kemudian lepaskan cetakan sampel dari alasnya dan lepaskan bagian
samping dari cetakan.
2. Pasang cetakan daktilitas yang telah terisi sampel pada alat mesin uji dan
dijalankan mesin uji sehingga akan teratur secara teratur dengan kecepatan 5 cm /
menit sampai sampel putus. Perbedaan kecepatan ± 5% masih diijinkan.
3. Bacalah jarak antara pemegang cetakan pada saat sampel putus (dalam cm). Selama
percobaan berlangsung sampel harus terendam sekurang-kurang 2,5 cm di bawah
permukaan udara dan suhu harus tetap (25 ± 0,5°C).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengujian adalah kriteria pada saat pengujian,
sampel survei dasar mesin uji atau terapung pada permukaan udara, maka pengujian
tersebut gagal dan tidak normal. Untuk menghindari hal semacam itu maka jenis air harus
disesuaikan dengan berat jenis sampel dengan menambahkan metil alkohol atau natrium
klorida. Apabila pemeriksaan normal tidak berhasil setelah dilakukan 3 kali, maka
dilaporkan bahwa pengujian daktilitas bitumen tersebut gagal.

Flow Chart Pengujian Daktilitas Aspal


3.4 UJI KELARUTAN DALAM C2HCI3
I. Ruang lingkup
Standar ini menetapkan cara uji kelarutan yang dilakukan untuk menentukan derajat
kelarutan dalam trichloroethylene (TCE) atau 1,1,1 trichloroethane pada bahan aspal yang
tidak atau sedikit mengandung mineral.

Pada cara uji ini dicantumkan pula langkah pengerjaan dan perhitungan jumlah aspal yang
terlarut pada trichloroethylene (TCE) atau 1,1,1 trichloroethane.
Trichloroethylene dan 1,1,1 trichloroethane merupakan bahan beracun, pada kondisi panas
dan lembab dapat membentuk asam yang bersifat sangat korosif. Karena standar ini tidak
mencakup masalah keselamatan yang berhubungan dengan penggunaannya, maka
pengaturan keselamatan dan kesehatan kerja serta penerapannya menjadi tanggung jawab
pengguna.

II. Acuan normatif


Dokumen referensi di bawah ini harus digunakan dan tidak dapat ditinggalkan untuk
melaksanakan standar ini.
SNI 06-6399-2000,Tata cara pengambilan contoh aspal

III. Istilah dan definisi


Untuk tujuan penggunaan standar ini, istilah dan definisi berikut digunakan.
- kelarutan
perbandingan antara berat zat terlarut dalam pelarut organik dengan berat total benda uji
yang dinyatakan dalam persen

- bahan yang larut


bagian dari benda uji yang dapat larut dalam pelarut trichloroethylene atau 1,1,1
trichloroethane

- bahan yang tidak larut


bagian dari benda uji yang tidak dapat larut dalam pelarut trichloroethylene atau 1,1,1
trichloroethane

IV. Peralatan dan bahan


- Peralatan
a) Cawan Gooch (cawan porselin berlubang) berdiameter atas 44 mm, diameter
dasar 36 mm, tinggi bagian dalam cawan 24 mm sampai dengan 28 mm;
b) Saringan fiber glas (glass fiber pad) berdiameter 32 mm, 35 mm atau 37 mm;
c) labu penyaring (filter flask) berkapasitas 250 mL atau lebih, berdinding tebal dan
memiliki pipa pengeluaran;
d) Tabung penyaring (filter tube) berdiameter dalam dalam 40 mm sampai dengan
42 mm;
e) Silinder atau sambungan karet (rubber tubing atau adapter) untuk menahan
cawan Gooch di dalam tabung penyaring;
f) Pompa aspirator untuk penyaringan vacum;
g) Labu Erlenmeyer berkapasitas 125 mL atau wadah lain yang sesuai;
h) Oven yang dilengkapi dengan pengatur temperatur untuk memanaskan sampai
110oC ± 5oC;
i) Desikator dengan ukuran sesuai kebutuhan;
j) Timbangan berkapasitas 200 gram dan dengan ketelitian 0,0001 gram;
k) Botol pencuci yang berisi bahan pelarut untuk membilas Erlenmeyer atau
saringan.
- Bahan
Bahan pelarut yang digunakan adalah trichloroethylene atau 1.1.1 trichloroethane.

V. Persiapan
- Persiapan cawan Gooch
a) Setel alat penyaring seperti diperlihatkan pada Gambar A-1 (Lampiran A). Setelan
lain dari alat penyaring vacum dengan cawan Gooch yang sesuai diperbolehkan;
b) Tempatkan saringan fiber glas ke dalam cawan Gooch, lekatkan dengan cara
membasahinya dengan bahan pelarut dan tempelkan pada dasar cawan Gooch;
c) Keringkan cawan Gooch beserta isinya pada temperatur 110 oC  5 oC sedikitnya
selama 20 menit;
d) Dinginkan cawan Gooch beserta isinya dalam desikator sedikitnya selama 20
menit;
e) Timbang cawan Gooch beserta isinya dengan ketelitian 0,0001 gram;
f) Ulangi pekerjaan butir c), d) dan e) hingga diperoleh berat yang konstan
(perbedaan dua kali penimbangan tidak lebih dari 0,0003 g) dan catat sebagai
berat cawan Gooch kosong (A).

- Persiapan benda uji


Apabila contoh uji tidak cukup cair, panaskan contoh uji dengan hati-hati sehingga dapat
dituangkan. Aduk sekali-sekali contoh uji agar panas dapat merata dan contoh uji menjadi
homogen. Hindari terjadinya udara terperangkap dalam contoh uji.

VI. Prosedur pengujian


a) Masukkan kira-kira 2 gram benda uji ke dalam labu Erlenmeyer 125 mL yang
sudah ditimbang dengan ketelitian 0,001 gram;
b) Diamkan labu Erlenmeyer beserta isinya sampai mencapai temperatur ruang;
c) Timbang dengan ketelitian 0,001 gram dan catat berat benda uji (B);
d) Tambahkan 100 ml trichloroethylene atau 1.1.1 trichloroethane ke dalam labu
Erlenmeyer;
e) Tutup dan goyangkan secara berputar sampai benda uji larut dan tidak ada bagian
benda uji yang tidak larut menempel pada labu Erlenmeyer. Diamkan selama
sedikitnya 15 menit dan periksa bagian yang tidak larut;
f) Siapkan cawan Gooch di atas tabung penyaring;
g) Basahi saringan fiber glas dengan sedikit pelarut;
h) Saring larutan secara dekantasi melalui saringan fiber gelas dalam cawan Gooch
dengan disertai vacum dari pompa aspirator;
i) Bagian yang tidak terlarut biarkan tertinggal dalam labu Erlenmeyer sampai semua
larutan tertuang ke dalam cawan Gooch;
j) Cuci Erlenmeyer dengan sedikit pelarut dari botol pencuci dan pindahkan semua
bagian yang tidak larut ke dalam cawan Gooch;
k) Gunakan batang pengaduk berujung karet jika dibutuhkan untuk memindahkan
bahan yang tidak larut dan menempel pada labu Erlenmeyer ke dalam cawan
Gooch, serta cuci batang pengaduk dan labu Erlenmeyer;
l) Cuci bahan yang tidak larut dalam cawan Gooch dengan pelarut sampai bersih atau
sampai larutan tidak berwarna;
m) Lepaskan cawan Gooch dari tabung penyaring dan cuci bagian bawah cawan
Gooch hingga bebas dari bahan yang larut;
n) Keringkan cawan Gooch dan isinya pada temperatur 110 oC ± 5 oC paling sedikit
selama 20 menit.
o) Dinginkan cawan Gooch dan isinya di dalam desikator paling sedikit 20 menit dan
tentukan beratnya;
p) Ulangi pekerjaan pada butir n) dan o) sampai diperoleh berat konstan (tidak
berbeda lebih dari 0,0003 g). Catat sebagai berat cawan Gooch dengan bagian tak
larut (C).

VII. Cara perhitungan


Hitung persentase total bahan yang tidak larut maupun persen bahan yang larut sebagai
berikut:
( C− A )
Bahan yang tidak larut = x 100 %
B


(C− A)
Bahan yang larut = (B )
x 100 %

Keterangan:
A adalah masa cawan Gooch (termasuk kertas saring)
B adalah masa benda uji
C adalah masa cawan Gooch dengan bahan yang tidak larut

VIII. Pelaporan
Laporkan kadar bahan yang larut dan kadar bahan yang tidak larut dalam persen sampai
satu desimal.
IX. Ketelitian
Pengulangan pengujian oleh laboratorium yang berbeda terhadap contoh uji aspal yang
sama tidak boleh berbeda lebih dari:
0,01 + (0,75 x Persen kelarutan)
Sedangkan pengulangan pengujian oleh teknisi yang berbeda terhadap contoh uji yang
sama tidak boleh berbeda lebih dari
0,01 + (0,25 x Persen kelarutan)

Gambar A-1: Alat penyaring untuk pengujian kelarutan aspal

1
2

3
4

Keterangan gambar :
1 Cawan Gooch berisi saringan fiber glas
2 Silinder/sambungan karet
3 Tabung penyaring
4 Penutup karet
5 Dihubungkan dengan selang ke pompa aspirator
6 Labu penyaring
7
3.5 UJI TITIK NYALA DAN TITIK BAKAR ASPAL

I. Ruang Lingkup
Standar ini untuk menentukan titik nyala dan titik bakar aspal dengan menggunakan alat
cleveland open cup secara manual dan dapat digunakan untuk semua jenis aspal yang
mempunyai titik nyala dalam rentang 79°C sampai dengan 400°C.

Standar ini tidak mencantumkan semua yang berkaitan dengan keselamatan kerja dan
kesehatan kerja, bila ada menjadi tanggung jawab pengguna.

II. Acuan Normatif


SNI 03-6399, Tata cara pengambilan contoh aspal.

III. Istilah dan Definisi


Istilah dan definisi yang digunakan dalam standar ini sebagai berikut:
- Aspal
Material yang diperoleh dari residu hasil pengilangan minyak bumi.

- Aspal keras
Aspal yang bersifat viskoelastik termasuk aspal alam atau aspal modifikasi (aspal
yang diberi bahan tambah seperti polimer, latek).

- Titik Nyala
Temperatur terendah dimana uap benda uji dapat menyala (nyala biru singkat)
apabila dilewatkan api penguji. Temperatur titik nyala tersebut harus dikoreksi pada
tekanan barometer udara 101,3 kPa (760 mm Hg).

- Titik Bakar
Temperatur terendah ketika uap benda uji terbakar selama minimum 5 detik apabila
dilewatkan api penguji. Temperatur titik bakar tersebut harus dikoreksi pada tekanan
barometer udara 101,3 kPa (760 mm Hg).

- Ruang Asam
Ruang yang mempunyai alat penghisap untuk mengeluarkan uap beracun pada saat
dilakukan pengujian titik nyala dan titik bakar.

IV. Ringkasan Pengujian


Masukkan kurang lebih 70 mL benda uji aspal ke dalam cawan cleveland. Pada awal
pemanasan naikkan temperatur benda uji dengan cepat dan kemudian setelah mendekati
temperatur titik nyala-perkiraan, atur kenaikan temperatur menjadi lebih lambat dan
konstan. Pada saat itu nyala api penguji dilewatkan pada cawan cleveland hingga diperoleh
titik nyala dan titik bakar.

V. Kegunaan
a. Titik nyala merupakan salah satu cara untuk menentukan kecenderungan aspal dapat
menyala akibat panas dan api, pada kondisi di laboratorium yang terkontrol, hasil
tersebut dapat digunakan sebagai informasi bahaya kebakaran yang sesungguhnya di
lapangan.
b. Titik nyala digunakan sebagai informasi keselamatan pada pengiriman untuk bahan
yang mudah terbakar.
c. Titik nyala yang rendah memberikan petunjuk adanya bahan yang mudah menguap
dan terbakar.
d. Titik bakar merupakan salah satu cara untuk menentukan kecenderungan aspal dapat
terbakar akibat panas dan api, pada kondisi di laboratorium yang terkontrol.

VI. Peralatan
a. Alat cleveland open cup terdiri dari: cawan cleveland, pelat pemanas, nyala api
penguji, pemanas dan penyangga (lihat Gambar A.1). Nyala api penguji, sebagai
sumber nyala penguji digunakan gas alam cair (LPG). Suplai tekanan gas ke alat
tidak boleh melebihi 3 kPa.
b. Termometer dengan rentang pengukuran – 6°C sampai dengan 400°C.
c. Barometer, untuk mengukur tekanan udara.
CATATAN 1: Dinding pelindung terdiri dari 3 buah dinding dengan bagian depan terbuka
yang berukuran lebar 460 mm dan tinggi 610 mm atau ukuran lain yang memadai agar
pengujian dapat terlindung dari pengaruh angin yang mengganggu uap di atas cawan
cleveland.

VII. Bahan
a. Aspal
b. Pelarut pembersih, umumnya adalah bahan yang mudah terbakar terdiri dari: aceton,
toluol, xylol dan minyak tanah.

VIII. Persiapan contoh


Lakukan pengambilan contoh aspal sesuai dengan SNI 03-6399-2000.

IX. Persiapan Peralatan


a. Cuci cawan cleveland dengan larutan pembersih untuk membersihkan aspal dari
cawan cleveland, kemudian keringkan.
b. Apabila ada arang harus dibersihkan dengan sabut baja halus. Pastikan cawan
cleveland bersih dan kering sebelum digunakan kembali. Bila perlu, bilas cawan
cleveland dengan air dingin dan keringkan selama beberapa menit di atas nyala api
atau pelat pemanas untuk menghilangkan sisa dari pelarut dan air, kemudian
dinginkan cawan cleveland pada temperatur ruang (27°C).
c. Letakkan alat cleveland open cup di atas dudukan yang kokoh, permukaannya rata
dan datar, misalnya meja.
d. Pasang termometer pada posisi tegak dengan jarak ketinggian 6,4 mm ± 0,1 mm dari
gelembung termometer ke dasar cawan cleveland dan berada di tengah-tengah antara
titik pusat dengan tepi cawan cleveland di luar lintasan api penguji.
e. Siapkan alat cleveland open cup untuk pengujian sesuai petunjuk, untuk kalibrasi,
pengecekan dan pengoperasian alat.
f. Pengujian dapat dilakukan pada ruang bebas angin atau ruang asam, agar tidak
mempengaruhi hasil pengujian.
CATATAN 2: Untuk bahan yang mudah menguap atau hasil pirolisa, disarankan
melakukan pengujian di ruang asam yang dilengkapi pelindung agar uap tidak turun
sehingga memperngaruhi hasil pengujian.

X. Persiapan Benda Uji


a. Benda uji aspal yang digunakan untuk setiap pengujian, sekurang-kurangnya 70 mL.
b. Hal yang harus diperhatikan pada awal pengujian adalah jangan membuka tutup
wadah contoh uji bila tidak diperlukan dan jangan memindahkan contoh uji pada
temperatur lebih dari 150°C. Apabila hal ini tidak diperhatikan maka akan
menyebabkan hilangnya bahan yang mudah menguap dan titik nyala menjadi lebih
tinggi dari yang sebenarnya. Disarankan pengujian titik nyala dilakukan pada awal
pengujian aspal.
c. Simpan contoh aspal pada temperatur ruang di dalam wadah yang kedap untuk
menghindari terjadinya difusi bahan dengan dinding wadah.
d. Untuk contoh yang mengandung air, tambahkan kalsium klorida kemudian keringkan
dengan kertas filter atau kain penyerap. Untuk contoh uji yang kental dipanaskan
pada temperatur 150C, sampai cukup cair untuk dituang.
CATATAN 3: Adanya gas Hidrokarbon ringan seperti gas propane atau gas butane dalam
contoh dapat hilang dan tidak terdeteksi selama penanganan contoh terutama adanya residu
minyak berat atau aspal hasil ekstraksi.

XI. Kalibrasi dan Standardisasi


a. Kalibrasi alat pengukur temperatur sesuai petunjuk.
b. Periksa unjuk kerja alat penguji manual paling sedikit sekali dalam setahun dengan
menentukan titik nyala dari CRM (Certified Reference Material) lihat Catatan 4,
dengan temperatur mendekati rentang temperatur benda uji. Material aspal diuji
sesuai prosedur pengujian dan pengamatan titik nyala seperti yang diperoleh pada
Butir 12 a) 2), yang dikoreksi pada tekanan barometer (lihat Pasal 13). Titik nyala
diperoleh dalam batas sesuai Tabel 1 untuk identifikasi CRM.
Tabel Nilai Titik Nyala dan Batas CRM

Hidrokarbon Kemurnian Titik nyala (°C) Batas (°C)


N tetradecane 99% 115,5 ± 8.0
N hexadecane 99% 138,8 ± 8.0

CATATAN 4: Certified Reference Material (CRM), Hidrokarbon atau produk


minyak dengan kemurnian 99%, dengan metode khusus antar laboratorium
mengikuti petunjuk ISO Guide 34 dan ISO Guide 35.
c. Salah satu cara kerja alat titik nyala dapat diperiksa dengan menggunakan SWSs
(Secondary Working Standards) dan ditentukan sepanjang batas kontrolnya. SWSs
material dapat digunakan untuk pengecekan berkala terhadap kinerja alat, lihat
Catatan 5.
CATATAN 5: Secondary Working Standard (SWS) Hidrokarbon atau produk
minyak dengan kemurnian 99%, yang telah diketahui komposisinya tetap stabil.
CATATAN 6: Sebelum melakukan pengujian titik nyala antar laboratorium,
lakukan kalibrasi alat dengan menggunakan bahan standar.
d. Pada saat titik nyala diperoleh tidak dalam batas yang ditentukan pada Butir 11b)
atau Butir 11c) periksa kondisi dan cara kerja alat untuk memastikan sesuai dengan
urutan pengujian cleveland open cup, terutama perihal posisi termometer, posisi
nyala penguji dan kecepatan pemanasan. Setelah pengaturan peralatan dan prosedur
uji, ulangi pengujian dengan benda uji baru (lihat Butir 11.b)) sesuai prosedur
pengujian seperti diuraikan pada Pasal 12.

XII. Cara Uji


Cara pengujian titik nyala dan titik bakar adalah sebagai berikut:
a. Panaskan contoh bahan yang keras atau semi padat sampai cair. Temperatur
pemanasan contoh uji tidak boleh lebih dari 150°C;
b. Isi cawan cleveland dengan contoh uji sampai garis batas pengisian, dan tempatkan
cawan cleveland di atas pelat pemanas. Bila benda uji diisi berlebih pada cawan
cleveland, pindahkan bagian yang berlebih dengan pipet atau alat lainnya untuk
menghindari bagian yang meleleh. Bila ada bagian aspal yang menempel pada
bagian luar cawan, bersihkan. Hilangkan gelembung udara atau busa yang terjadi
pada permukaan benda uji dengan pisau yang tajam atau alat pemotong lainnya dan
pertahankan tinggi benda uji. Bila busa tetap ada sampai tahap akhir dari pengujian,
pengujian dihentikan dan diulangi;
c. Nyalakan api penguji dan atur diameter api penguji antara 3,2 mm sampai dengan
4,8 mm, atau nyala api penguji seukuran dengan ujung pipa api penguji;
d. Lakukan dengan hati-hati penggunaan gas untuk nyala api penguji. Bila api penguji
padam, gas untuk nyala penguji akan mempengaruhi hasil uji;
e. Teknisi harus berhati-hati selama melakukan pengujian ini. Aspal dengan titik
nyala rendah dapat menyala besar seketika. Selain itu pengujian sampai dengan
temperatur 400°C dapat mengeluarkan uap beracun;
f. Lakukan pemanasan awal dengan kenaikan temperatur antara 14°C sampai dengan
17°C per menit sampai benda uji mencapai temperatur 56°C di bawah titik nyala-
perkiraan. Kurangi pemanasan hingga kecepatan kenaikan temperatur antara 5°C
sampai dengan 6°C per menit sampai benda uji mencapai temperatur 28°C di
bawah titik nyala-perkiraan;
g. Gunakan nyala penguji pada waktu temperatur benda uji mencapai lebih kurang
28°C di bawah titik nyala-perkiraan dan lintaskan api penguji setiap kenaikan
temperatur 2°C. Lintasan api penguji mengikuti garis lengkung yang mempunyai
jari-jari minimum 150 mm ± 1 mm;
h. Api penguji harus bergerak horizontal dan jarak dengan tepi atas cawan tidak lebih
dari 2 mm. Waktu yang dibutuhkan api penguji untuk melintasi cawan kurang lebih
1 detik ± 0,1 detik;
CATATAN 7: Pada saat menentukan titik nyala aspal, disarankan melakukan
pengadukan dengan hati-hati menggunakan batang pengaduk. Lapisan tipis aspal
pada permukaan yang terbentuk sebelum titik nyala tercapai dapat mempengaruhi
nilai titik nyala lebih tinggi.
i. Lakukan pemanasan dari temperatur 28°C di bawah titik nyala-perkiraan sampai
titik nyala-perkiraan untuk menghindari terganggunya nyala api penguji akibat
pengaruh angin di atas uap pada cawan cleveland lakukan lintasan api penguji
dengan cepat dan hati-hati;
j. Bilamana terjadi pembusaan dipermukaan benda uji sampai temperatur 28°C di
bawah titik nyala-perkiraan, pengujian dihentikan dan diulangi;
k. Perhatikan besarnya nyala api penguji, kecepatan kenaikan temperatur dan
kecepatan gerakkan api penguji di atas benda uji;
CATATAN 8: Bila titik nyala-perkiraan aspal belum diketahui, maka lakukan pengujian
pendahuluan dengan temperatur tidak lebih dari 50°C, atau bila aspal harus
dicairkan terlebih dahulu untuk penuangan, maka lakukan pengujian pendahuluan
dengan temperatur awal mulai dari temperatur penuangan 150°C. Lakukan
pemanasan sesuai Butir 12.6) dengan kecepatan 5C sampai dengan 6°C per
menit dan lintaskan nyala api penguji sesuai Butir 12.7) paling sedikit setiap
kenaikan temperatur 2°C sampai diperoleh titik nyala.
l. Catat hasil pengujian titik nyala yang diperoleh dari pembacaan termometer pada
saat benda uji mulai menyala;
m. Untuk menentukan titik bakar, lanjutkan pemanasan pada benda uji setelah titik
nyala dicatat, kenaikan temperatur 5°C sampai dengan 6°C per menit. Teruskan
penggunaan nyala penguji pada interval kenaikan temperatur 2°C sampai benda uji
menyala dan terbakar minimal 5 detik. Catat temperatur tersebut sebagai titik bakar
benda uji.

XIII. Perhitungan dan Pelaporan


a. Amati dan catat tekanan baromater udara pada saat pengujian. Bila tekanan berbeda
dari 101,3 kPa (760 mm Hg), koreksi titik nyala atau titik bakar atau keduanya
sebagai berikut:
Titik nyala/titik bakar terkoreksi = C + 0,25 (101,3 – K)
dengan pengertian:
C adalah titik nyala/titik bakar,°C;
K adalah tekanan barometer udara, kPa.
b. Bulatkan titik nyala dan titik bakar terkoreksi ke nilai 1°C terdekat.
Laporkan hasil pengujian titik nyala atau titik bakar terkoreksi.

XIV. Ketelitian
Untuk mendapatkan ketelitian dilakukan dengan cara:
a. Pengujian dengan menggunakan contoh uji, operator, peralatan, dan kondisi yang
sama pada keadaan normal dan cara uji yang benar, dari 20 kali pengujian tidak
boleh terdapat satu nilai titik nyala atau titik bakar melebihi 8°C;
b. Pengujian dengan menggunakan contoh uji yang sama, tetapi operator, peralatan,
dan laboratorium yang berbeda pada keadaan normal dan cara uji yang benar, dari
20 kali pengujian tidak boleh terdapat satu nilai titik nyala melebihi 18C dan titik
bakar melebihi 14°C.

Lampiran (normatif)
Gambar-gambar

Ukuran
Bagian alat
Minimum Maksimum (mm)
(mm)
A Diameter 3,2 4,8
B Radius 152 -
C Diameter 1,6 -
D - 2
E 6 7
F Diameter 0,8 -l

Gambar Alat cleveland open cup

Lampiran
(informatif)

Contoh isian formulir cara uji titik nyala dan titik bakar aspal
dengan alat cleveland open cup

1 No.Order/contoh 10 / As-IV –06/BBPJ


2 Jenis uji Aspal Pen 60
contoh
3 Jenis pekerjaan Pengujian Titik Nyala dengan alat Cleveland
4 Diterima tanggal 25-4-2006
5 Diuji tanggal 25-4-2006
6 Cara uji SNI 06-2433
7 Kondisi Lingkungan
-Temperatur 27C
- Kelembaban 80%
- Tekanan Barometer 101,3 kPa ( 760 mm Hg)
Contoh 1 Contoh 2
Contoh dipanaskan Mulai : PK10.00 PK 10.40
Selesai: Pk 10.05 PK 10.45

Pemanasan dari: Pk 10.05 Pk 10.45 15C per Temperatur


56C dibawah ttk nyala Pk 10.14 Pk10.53 menit oven 150C

Dari 56C sampai 28C dibawah titik Pk 10.14 Pk 10.53 5-6C per Titik nyala perkiraan
nyala perkiraan Pk 10.20 Pk 10.59 menit

Pk10.33 Pk 11.15 2C per


Dari 28C sampai titik nyala 320C
menit
Temp di bawah titik nyala Pembacaan Temperatur (1) Pembacaan temperatur (2)
Menit C Menit C
1 170 17 24 170C 298C 170C 298C
2 155 18 22 185C 300C 185C 300C
3 140 19 20 200C 302C 200C 302C
4 125 20 18 215C 304C 215C 304C
5 110 21 16 230C 306C 230C 306C
6 95 22 14 245C 308C 245C 308C
7 80 23 12 260C 310C 260C 310C
8 65 24 10 265C 312C 265C 312C
9 56 25 8 270C 314C 270C 314C
10 51 26 6 275C 316C 275C 316C
11 46 27 4 280C 318C 280C 318C
12 41 28 2 285C 320C 285C 320C
13 36 29 - 290C 322C 290C 322C
14 31 30 - 292C 324C 292C 324C
15 28 31 - 294C - 294C 325C
16 26 32 - 296C - 296C -
Titik Nyala terkoreksi (bila
tek barometer berbeda) = Titik Nyala 324C 325C
C + 0,25 (101,3-K) Titik Nyala rata-rata 325 C
Dimana: Titik Bakar 327C 329C
C = titik nyala (C) Titik Bakar rata-rata 328 C
K = tekanan barometer (kPa)
…………….…………………….200…..
Diperiksa oleh Penyelia : Dikerjakan oleh Teknisi :
Tanggal : Tanggal :
3.6 UJI KELEKATAN AGREGAT TERHADAP ASPAL

I. Ruang Lingkup
Standar ini menetapkan cara untuk menguji ketahanan penyelimutan film aspal pada
permukaan suatu agregat. Pengujian ini diterapkan pada aspal cair, aspal emulsi, dan aspal
semi padat.

II. Acuan Normatif


- SNI 06-2490, Metode pengujian kadar air aspal dan bahan yang mengandung
aspal
- SNI 03-3645, Metode pengujian pelekatan dan ketahanan aspal emulsi terhadap
air
- SNI 03-6866, Spesifikasi saringan anyaman kawat untuk keperluan pengujian
- SNI 03-1969, Metode pengujian berat jenis dan penyerapan air agregat kasar
- SNI 06-2421, Metode pengujian kelindian dalam air dengan potensiometrik
- SNI 06-2423, Metode pengujian keasaman dalam air dengan potensiometrik
- SNI 03-6787, Metode pengujian pH tanah dengan alat pH meter
- AASHTO T 182-84 (2002), Standard method of test for coating and stripping of
bitumen- aggregate mixtures

II. Istilah dan Definisi


- Aspal
material yang diperoleh dari residu hasil pengilangan minyak bumi

- Aspal Cair (Cutback Asphalt)


material yang terdiri atas campuran aspal padat dengan pelarut jenis tertentu yang
masing- masing mempunyai daya menguap tinggi, sedang atau rendah
• aspal cair mantap sedang (medium curing, MC);
• aspal cair mantap cepat (rapid curing, RC);
• aspal cair mantap lambat (slow curing, SC).
- Aspal Emulsi
material yang dihasilkan dengan cara mendispersikan aspal semi padat ke dalam air
atau sebaliknya dengan bantuan bahan pengemulsi
• aspal emulsi anionik;
• aspal emulsi kationik.

- Aspal Padat (Solid)


suatu jenis aspal keras dengan nilai penetrasi kurang dari 10.

- Aspal Semi-Padat (Semi-Solid)


suatu jenis aspal keras dengan nilai penetrasi 10 sampai dengan 300

- Keasaman
kapasitas air untuk menetralkan basa kuat sampai suatu nilai pH tertentu, yang
dapat dinyatakan dalam mg/L CaCO3 atau mg/L H+ atau mg/L CO2 (SNI 06-
2423)

- Kelindian (kebasaan)
kapasitas air untuk menetralkan asam kuat sampai suatu nilai pH tertentu, yang
dapat dinyatakan dalam mg/L CaCO3 atau mg/L OH atau mg/L CO3 atau mg/L
HCO2 (SNI 06-2421)

- Penyelimutan agregat terhadap aspal


persentase luas permukaan agregat yang diselimuti aspal terhadap seluruh
permukaan agregat

- PH
derajat keasaman atau kelindian (kebasaan) yang dapat diukur dengan pH-meter
atau alat untuk mengukur pH larutan menggunakan elektroda gelas (SNI 06-2423);
logaritma negatif dari aktifitas ion hidrogen dalam suatu ekstrak (SNI 03-6787).

IV. Ringkasan Metode Uji


Agregat yang telah dipilih dan disiapkan dilapisi dengan aspal pada temperatur yang telah
ditentukan, sesuai dengan kelas (grade) aspal yang digunakan. Bila digunakan aspal cair
(cut back asphalt), agregat yang diselimuti aspal dibiarkan pada temperatur 600C. Bila
digunakan aspal emulsi, agregat yang diselimuti aspal dibiarkan pada temperatur 1350C.
Setelah penyelimutan, bila digunakan aspal semi padat, atau setelah mengikat untuk aspal
cair, aspal emulsi, agregat yang terselimuti direndam dalam air suling selama 16 jam
sampai dengan 18 jam. Pada akhir periode perendaman dan campuran agregat-aspal masih
di dalam air, luas total permukaan agregat yang masih diselimuti film aspal diperkirakan
secara visual dengan nilai “di bawah 95%” atau “di atas 95%”.
CATATAN 1: Tingkat 95% dipilih dan ditentukan atas penilaian dari kerjasama pengujian
(bahan yang diuji sama, tetapi teknisi atau penguji berbeda), bahwa hanya pada tingkat 5%
sisa yang tidak diselimuti dilihat secara visual dapat diperoleh sebagai derajat
reproduksibilitas.

V. Penggunaan
a. Metode ini tidak boleh digunakan sebagai ukuran kinerja lapangan karena
korelasinya belum ditetapkan.
b. Prosedur ini diusulkan sebagai suatu “uji boleh-tidak-boleh” (go-no-go test) pada
tingkat 95%, karena ketepatannya tidak cukup untuk diterapkan pada tingkat
pekerjaan yang lebih rendah. Untuk mengevaluasi penolakan film aspal di bawah
95%, tidak ada upaya yang dapat dilakukan karena merupakan batasan dari metode
dan tidak dimaksudkan untuk memberikan implikasi apapun bahwa bila tidak
memenuhi penyelimutan 95% pada campuran agregat-aspal, akan memberi
ketidakpuasan kinerja di lapangan.
CATATAN 2: Penerapan suatu uji pengelupasan dengan metode penelusur garam (tracer
salt method) dan suatu teknik fotometer, yang mengevaluasi film di bawah tingkat 95%.
VI. Peralatan
a. Cawan untuk tempat mengaduk, mempunyai sudut-sudut membulat, kapasitas
minimum 500 mL.
b. Timbangan, dengan kapasitas 200,0 g dan dengan ketepatan ketelitian sampai
dengan 0,1 g.
c. Pisau pengaduk (spatula) terbuat dari baja, dengan lebar sekitar 25 mm, dan
panjang 100 mm.
d. Oven, dilengkapi dengan lubang udara dan pengatur temperatur untuk memanasi
antara 600C dan 1490C, dengan ketelitian ± 10C.
e. Saringan standar, ukuran 6,3 mm dan 9,5 mm sesuai dengan SNI 03-6866-2002.

VII. Bahan
- Agregat
a. Agregat lolos saringan 9,5 mm dan tertahan saringan 6,3 mm.
b. Agregat untuk pengujian penyelimutan kering dicuci dalam air suling untuk
menghilangkan butiran halus, dikeringkan pada temperatur 1350C sampai dengan
1490C, sampai berat tetap dan simpan dalam wadah kedap udara sampai saat akan
digunakan.
c. Agregat untuk pengujian basah, sesuai dengan 9.3, disiapkan pada kondisi kering
permukaan jenuh menggunakan air suling, sebagaimana diuraikan pada SNI 03-
1969- 1990.

- Air suling
Jika perlu, air suling dididihkan lagi atau disuling ulang sehingga mempunyai pH
antara 6,0 dan 7,0. Jangan menggunakan elektrolit jenis apapun untuk mengoreksi
pH.

- Aspal
Bila evaluasi jenis aspal telah diusulkan, gunakan aspal dari jenis, kelas, dan
sumber yang diusulkan tersebut untuk digunakan pada pelaksanaan pekerjaan [lihat
8.a)]. Bila diusulkan menggunakan bahan tambah (additives), tambahkan pada
aspal dalam jumlah yang ditentukan dan aduk dengan sempurna sebelum
pengujian.

VIII. Standar Acuan Bahan


a. Gunakan suatu agregat setempat sebagai acuan yang telah diketahui mempunyai
kinerja baik untuk mengevaluasi ketahanan terhadap pengelupasan aspal.
b. Gunakan suatu aspal setempat sebagai acuan yang telah diketahui mempunyai
kinerja baik untuk mengevaluasi ketahanan terhadap pengelupasan agregat.
CATATAN 3: Dalam aplikasi lapangan, aspal dan agregat yang digunakan pada suatu
proyek dapat diuji tanpa menggunakan standar acuan bahan. Agregat yang sudah dicuci
bersih bebas dari lempung, disaring dan disiapkan untuk pengujian sebagaimana
ditentukan dalam 7.1.

IX. Prosedur
- Agregat kering dengan aspal cair
a. Penyelimutan
• Timbang (100 ± 1) g agregat kering oven pada temperatur ruang ke dalam
wadah.
• Tambahkan (5,5 ± 0,2) g aspal cair yang telah dipanaskan sesuai dengan
persyaratan dalam Tabel 1.
• Aduk aspal dengan agregat sampai merata menggunakan spatula selama 2
menit (lihat Catatan 4).
Tabel 1 - Temperatur aspal untuk pengadukan
Bahan aspal Temperatur
Aspal cair, kelas 30 dan 70 Temperatur ruang
Aspal cair, kelas 250 (35 ± 3)0C
Aspal cair, kelas 800 (52 ± 3)0C
Aspal cair, kelas 3000 (68 ± 3)0C

CATATAN 4: Untuk aspal cair, kelas 250, kelas 800, dan kelas 3.000, bahan dalam
wadah dapat dihangatkan di atas pelat pemanas, cukup hanya untuk mengefektifkan
pencampuran, tetapi tidak boleh dilakukan di atas temperatur dalam Tabel 1.

b. Pengikatan (curing)
• Masukkan campuran beserta wadahnya ke dalam oven selama 2 jam pada
temperatur 600C. Selama tahap proses pengikatan, lubang angin pada oven
harus dibuka.
• Setelah mengikat, aduk kembali dengan spatula atau sampai aspal pada
agregat melekat sempurna, kemudian campuran didinginkan pada temperatur
ruang.
• Perhatikan bahwa tidak boleh terlihat ada bagian agregat yang belum
terselimuti aspal.

c. Perendaman

• Pindahkan campuran ke wadah gelas isi 600 mL. Penuhi segera dengan air
suling sebanyak 400 mL pada temperatur ruang (kira-kira 250C).
• Biarkan campuran direndam selama 16 jam sampai dengan 18 jam.

d. Perkiraan penyelimutan secara visual


• Ambil selaput aspal yang mengambang di permukaan air tanpa mengganggu
campuran.
• Sinari contoh uji dengan bola lampu 75 W yang diposisikan mengurangi silau
dari permukaan air.
• Dengan mengamati dari atas menembus air, perkirakan persentase luas
permukaan agregat total yang dapat dilihat dan yang masih terselimuti aspal,
kemudian perkirakan apakah “di atas 95%” atau “di bawah 95%”.

- Agregat kering dengan aspal emulsi mengendap cepat (RS), mengendap


sedang (MS), dan mengendap lambat (SS)
a. Penyelimutan
• Timbang (100 ± 1) g agregat kering oven pada temperatur ruang ke dalam
wadah.
• Tambahkan (8,0 ± 0,2) g aspal emulsi.
• Aduk aspal emulsi dengan agregat sampai merata pada temperatur ruang
selama tidak lebih dari 5 menit menggunakan spatula sampai seluruh agregat
terselimuti aspal. Bila terdapat selaput tipis kecokelatan, atau bidang selaput
transparan, dianggap diselimuti aspal.

b. Pengikatan (curing)
Masukkan campuran ke dalam oven sesuai dengan uraian sebelumnya, pada
temperatur 1350C.

c. Perendaman dan perkiraan penyelimutan secara visual


Sesuai dengan uraian yang ada di sebelumnya.

- Agregat basah dengan aspal cair


a. Penyelimutan
• Timbang (100 ± 1) g agregat kering oven pada temperatur ruang ke dalam
wadah.
• Tambahkan 2 mL air suling.
• Aduk menggunakan spatula sampai seluruh agregat lembab merata.
• Tambahkan (5,5 ± 0,2) g aspal yang telah dipanaskan sampai temperatur yang
diperlukan (Lihat Tabel 1).
• Aduk aspal dengan agregat sampai merata pada temperatur ruang
menggunakan spatula sampai seluruh agregat terselimuti aspal, namun tidak
lebih dari 5 menit.

b. Perkiraan penyelimutan secara visual


Perkirakan persentase total luas permukaan agregat yang dapat dilihat yang masih
terselimuti aspal, sebagai “di atas 95%” atau “di bawah 95%”. Bila terdapat selaput
tipis kecokelatan, atau bidang transparan, dianggap diselimuti aspal.
CATATAN 5: Jika agregat yang diselimuti aspal paling sedikit 95%, maka tahap
penyelimutan, pengikatan, perendaman, dan evaluasi seperti yang diuraikan
sebelumnya dapat digunakan untuk menyimpulkan hasil uji.

- Agregat kering dengan aspal semi padat


a. Penyelimutan
• Timbang (100 ± 1) g agregat kering oven pada temperatur ruang ke dalam
wadah.
• Bila menggunakan aspal semi padat, panaskan wadah beserta agregat pada
temperatur 1350C sampai dengan 1490C selama 1 jam. Panaskan aspal semi
padat secara terpisah pada temperatur 1350C sampai dengan 1490C.
• Dengan menggunakan selembar kertas asbes atau bahan insulasi lainnya pada
timbangan untuk mengambil benda uji, tambahkan (5,5 ± 0,2) g aspal yang
telah dipanaskan ke agregat panas. Hangatkan spatula, dan aduk merata
selama 2 menit sampai dengan 3 menit atau sampai seluruh permukaan
agregat terselimuti, biarkan temperatur campuran turun secara alami selama
pengadukan. Setelah penyelimutan, biarkan temperatur campuran turun
sampai mencapai temperatur ruang.
CATATAN 6: Penyelimutan aspal pada agregat harus sempurna, tidak boleh
ada bagian permukaan agregat yang belum terselimuti aspal. Jika keadaan
tersebut tidak tercapai, hangatkan wadah campuran pelan-pelan di atas pelat
pemanas dan lanjutkan pengadukan sampai seluruh permukaan agregat
terselimuti.
CATATAN 7: Dalam hal aspal terlalu encer sehingga mengalir dari agregat
meninggalkan lapisan tipis, lanjutkan pengadukan dalam keadaan temperatur
turun sampai lengket.
CATATAN 8: Bila menggunakan aspal semi padat dilakukan hanya dengan
agregat kering, maka waktu pengikatan tidak diperlukan.
b. Perendaman dan perkiraan penyelimutan secara visual
Perendaman dan perkirakan persentase total luas permukaan agregat yang dapat
dilihat dan masih terselimuti aspal, dilakukan dengan prosedur seperti uraian pada
sebelumnya.

X. Laporan
Laporkan perkiraan luas penyelimutan aktual yang ada, baik “di atas 95%” atau “di bawah
95%”.

XI. Ketepatan dan ketelitian


Cara uji ini memerlukan penilaian hasil uji yang subjektif, dan pelaporan hanya dua
kemungkinan kondisi, sehingga tidak dapat dibaca menggunakan suatu perumusan
statistik. Pada metode ini tidak ada pernyataan ketelitian yang dapat direncanakan.

3.7 UJI BERAT JENIS ASPAL


I. TUJUAN
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk menentukan berat jenis aspal dan mutu aspal
sesuai dengan prosedur pengujian yang digunakan.

II. DASAR TEORI


Aspal adalah bahan berwarna hitam/coklat tua, bersifat perekat, terdiri dari bitumen,
didapat dari alam atau dari proses pembuatan minyak bumi. Aspal atau bitumen
didapat secara langsung atau dari proses penyulingan minyak bumi, memiliki
kandungan zat yang sama, berbentuk senyawa hidrokarbon bersifat perekat dan larut
dalam CS2. Berat jenis aspal yaitu perbandingan antara berat jenis aspal padat dan
berat air suling dengan isi yang sama pada suhu 25oC atau 15,5oC.
Berat jenis aspal dapat dipengaruhi dari sifat-sifat physis aspal itu sendiri, antara lain :
titik leleh, titik nyala, ductility, uji kelarutan, dan lain-lain. Berat jenis diperlukan
sebagai data konversi di lapangan, yaitu mengkonversikan dari berat ke volume atau
dari volume ke berat. Menurut RSNI S-01-2003 Spesifikasi aspal keras berdasarkan
penetrasi, yaitu :
Persyaratan

No. Jenis Pengujian Satuan Metode Pen


Pen 40 Pen 60 Pen 80 Pen 120
200

Penetrasi , 25oC, 0,01 200-


1 SNI 06-2456-1991 40-59 60-79 80-99 120-150
100 gr, 6 detik mm 300

o
200-
2 Titik Lembek C SNI 06-2434-1991 51-53 51-53 (46-54) 120-150
300

o
Min. Min.
3 Titik Nyala C SNI 06-2433-1991 Min 225 218 177
200 200

Min. Min.
4 Daktilitas, 25oC Cm SNI 06-2432-1991 Min 100 Min 100 -
100 100

Kelarutan dalam Min


5 %berat SNI 06-2456-1991 Min 99 Min 99 Min 99 Min 99
Trichlor Ethylen 99

Penurunan Berat Maks Maks Maks Maks Maks


6 %berat SNI 06-2441-1991
(dengan TFOT) 0,8 0,8 1,0 1,3 1,3

7 Penetrasi setelah %asli SNI 06-2456-1991 Min 58 Min 54 Min 50 Min 46 Min
penurunan berat 40

Daktilitas
Min
8 setelah Cm SNI 06-2432-1991 - Min 50 Min 75 Min 100
100
penurunan berat

9 Berat Jenis SNI 06-2456-1991 Min 1,0 Min 1,0 Min 1,0 - -

Uji bintik

- Standar
Noptha

10 - AASHTOT. 102 Negatif


- Naptha
Xylene

- Hechtane
Xylene

Sedangkan menurut Bina Marga 2010 spesifikasi aspal keras yaitu:


Tipe II Aspal yang Dimodifikasi
Tipe I
Aspal
Jenis Pengujian Metoda Pengujian Pen. A B C

60-70 Elastomer
Asbuton yg Elastomer
Alam
diproses Sintetis
(Latex)
Berat Jenis SNI-06-2441-1991 >1,0 >1,0 >1,0 >1,0

Menentukan berat jenis aspal dapat dihitung dengan:


(C−A )
Bj=
( B− A )−( D−C )
Keterangan:
A = Berat Piknometer + Tutup (gr)
B = Berat Piknometer + Tutup + Air (gr)
C = Berat Piknometer + Tutup + Aspal (gr)
D = Berat Piknometer + Tutup + Aspal + Air (gr)

III. PERALATAN DAN BAHAN


a. Peralatan

No Keterangan dan
Alat Jumlah Gambar
. Spesifikasi
Digunakan untuk
menampung air
suling dan aspal
1 Piknometer 1 yang sudah
dipanaskan pada
saat pengujian
berlangsung
Alat yang
digunakan untuk
mengeringkan
2 Oven 1 benda uji dan
memanaskan
aspal hingga
mencair
Digunakan untuk
Timbangan
3 1 menimbang benda
Elektrik
uji
Terbuat dari
plastic, digunakan
untuk menampung
4 Bejana Gelas 1 air suling sebelum
dimasukan
kedalam
piknometer
Terbuat dari kaca,
digunakan untuk
membantu
5 Corong kaca 1
memasukan aspal
cair ke dalam
piknometer
6 Kawat 1 Digunakan untuk
membantu
membersihkan/
mengeringkan
piknometer

b. Bahan
1. Aspal Padat ± 25 - 30 gr.
2. Aquades

IV. LANGKAH KERJA

1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan

2. Timbang Piknometer + Tutup ( A gr )

2. Masukan air aquades kedalam piknometer sampai tidak ada gelembung udara.
Bila terdapat gelembung udara dalam piknometer, gunakan kawat untuk
menghiangkan gelembung tersebut.

3. Tutup piknometer tersebut tanpa ditekan dan patikan piknometer+tutup terisi


dengan air aquades agar volumenya terukur, jika permukaan luar basah bersihkan
dengan tisu lalu masukan kedalam ruang terkondisi dengan suhu 25oC selama ±
15 menit.

4. Timbang Piknometer + Tutup + Air aquades tersebut ( B gr ).


5. Setelah itu tuangkan air aquades tersebut kedalam bejana gelas.

6. Bersihkan piknometer menggunakan tissue kemudian oven piknometer tanpa air


selama ± 2-3 menit dengan suhu 110±5oC.

7. Membuat bola-bola aspal kemudian timbang aspal ± 25 - 30 gr.

8. Pasangkan corong gelas pada piknometer kemudian simpan aspal diatasnya


dengan menggunakan papan penahan corong gelas, lalu oven dengan suhu 110 oC
sampai seluruh aspal mengisi piknometer.

9. Setelah aspal mencair, keluarkan piknometer kemudian dinginkan dengan


menggunakan kipas angin.

10. Timbang Piknometer + Tutup + Aspal ( C gr )

11. Masukan air aquades kedalam piknometer yang berisi aspal. Bila terdapat
gelembung udara dalam piknometer, gunakan kawat untuk menghiangkan
gelembung tersebut.

12. Timbang piknometer + tutup + aspal + air ( D gr ).

13. Hitung berat jenis aspal berdasarkan data yang didapatkan dari hasil pengujian
tersebut.

V. DATA DAN PERHITUNGAN


V.1.Data
Dalam Lampiran Formulir
V.2.Perhitungan
Dari hasil pengujian tiga kelompok maka didapatkan data-data sebagai berikut :
1 , 03+1 ,03+1, 03
Bj rata−rata = =1 , 03
3
Bj rata-rata aspal yaitu 1,03 maka hasil tersebut memenuhi pen 40, 60 dan 80
berdasarkan Spesifikasi berdasarkan RSNI S-01-2003 dan berdasarkan spesifikasi
Bina Marga Divisi VI Tahun 2010 aspal ini memenuhi syarat untuk campuran aspal
beton.

Contoh perhitungan:
( C−A )
Bj =
( B−A )− ( D−C )
(57 ,97−31 . 94 )
=
( 82. 19−31 . 94 ) −( 82. 93−57 . 97 )
= 1.03 gr/ml

VI. Kesimpulan

Dari hasil pengujian maka didapat berat jenis aspal rata-rata yaitu 1.03 gr/ml, hasil
tersebut memenuhi pen 40, 60 dan 80 berdasarkan Spesifikasi berdasarkan RSNI S-
01-2003 serta memenuhi syarat untuk campuran aspal beton berdasarkan spesifikasi
Bina Marga Divisi VI Tahun 2010.

BERAT JENIS ASPAL/BITUMEN KERAS DAN TER


(SNI 06-2488-1991/PA.0307-76)

Contoh : Aspal
Asal : Laboratorium Uji Bahan

Nomor Contoh I II III


Berat Piknometer + Tutup (gr) A 31,94 31,48 20,84
Berat Piknometer + Tutup + Air
B 82,19 80,98 71,88
(gr)
Berat Piknometer + Tutup + Aspal
C 57,97 59,32 46,88
(gr)
Berat Piknometer + Tutup + Aspal
D 82,93 81,82 72,64
+ Air (gr)
( C−A )
Berat Jenis (gr/ml) 1,03 1,03 1,03
( B−A )−( D−C )

3.8 UJI KEHILANGAN BERAT ASPAL

Tujuan

Pengujian ini bertujuan menetapkan kehilangan berat minyak dengan cara pemanasan dan
tebal tertentu yang dinyatakan dalam persen berat semula.

Alat dan Bahan Percobaan

Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum pengujian kehilangan berat minyak dan
aspal (Loss On Heating) ini adalah sebagai berikut :

Alat-alat Percobaan

Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut :


1. Oven dengan pengatur suhu

Gambar Oven dengan Pengatur Suhu


2. Cawan, yaitu berupa logam atau gelas berbentuk silinder, dengan dasar yang
rata. Ukuran dalam diameter 55 mm dan tinggi 35 mm

Gambar Cawan
3. Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram

Gambar Timbangan

3.2.1. Bahan Percobaan

1. Aspal shell

Gambar Aspal

3.3. Landasan Teori

Cahaya diketahui mempunyai efek yang merusak pada aspal. Kerusakan yang timbul
berasal dari sinar matahari, yang mungkin akan merusak molekul aspal, dibantu oleh faktor
oksidasi dan cairan pelarut lainnya. Kerusakan molekul dengan cara ini dinamakan
fotooksidasi. Untungnya,sinar yang merusak ini hanya dapat mempengaruhi beberapa lapis
mokel pada lapisan atas aspal. Oleh karena itu fotooksidasi dianggap kecil pengaruhnya
apabila dilihat dari tebal aspal secara keseluruhan.
Namun, proses di atas tidak bisa diabaikan dalam kontribusi terhadap proses pengrusakan
akibat cuaca pada lapisan permukaan tipis aspal pada agregatsangat tipis.Fenomena yang
terjadi ketika aspal dipanaskan dan kemudian didinginkan kembali pada suhu ruang,
dimana pengerasan (hardening) akan berlanjut terus tergantung pada proses oksidasi dan
penyinaran. Proses pengerasan ini berlangsung lebih cepat pada beberapa jam pertama
kemudian berangsur-angsur berkurang. Sesudah kira-kira setahun, tingkat pengerasan ini
diabaikan.
Penurunan berat minyak aspal dinyatakan dalam model matematik sebagaimana
ditunjukkan dalam persamaan 3.1.
( W 2−W 1 ) (W 3−W 1)
Kehilangan berat = x 100% (3.1)
(W 2−W 1)
Keterangan :
W1 : Berat cawan (gram)
W2 : Berat cawan + aspal sebelum di oven (gram)
W3 : Berat cawan + aspal sesudah dioven (gram)

3.4. Prosedur Percobaan

Prosedur percobaan yang dilakukan antara lain :


1. Menyiapkan benda uji dengan cara mengaduk contoh minyak atau aspal serta
memanaskan bila perlu untuk mendapatkan campuran yang merata,

Gambar Menyiapkan Sampel


2. Menimbang cawan yang akan digunakan dengan ketelitian 0.01 gram,

Gambar Menimbang Cawan


3. Menuangkan sampel kira-kira ¾ penuh kedalam 2 cawan untuk sampel 1 dan
sampel 2 kemudian setelah dingin menimbang dengan ketelitian 0.01 gram,

Gambar Menuangkan Contoh Sampel


4. Meletakkan 2 benda uji ke dalam oven dengan suhu (110 ± 5)oC,

Gambar Meletakkan Benda Uji


5. Mengambil benda uji dari oven setelah 5 jam,

Gambar Mengambil Benda Uji


6. Menimbang benda uji pada suhu ruang, kemudian menimbang dengan ketelitian
0.01 gram,

Gambar Menimbang Benda Uji

3.5. Data Hasil Percobaan

Tabel Data Hasil Percobaan


Sampel W1 (gram) W2 (gram) W3 (gram)
1 10 50 50
2 10 53,5 53,5
Keterangan :
W1 : Berat cawan (gram)
W2 : Berat cawan + aspal sebelum di oven (gram)
W3 : Berat cawan + aspal sesudah dioven (gram)
3.7. Perhitungan

( w 2−w 1 )−(w 3−w 1)


Kehilangan berat = x 100%
(w 2−w 1)
( 50−10 ) −( 50−10 )
Kehilangan berat (1) = x 100%
( 50−10 )
=0%
( 53,5−10 ) −( 53,5−10 )
Kehilangan berat (2) = x 100%
( 53,5−10 )
=0%

3.8. Analisis

Tabel 3.2. Perhitungan peurunan berat


Pembukaan Contoh Mulai : pk Pembacaan
Selesai : pk Suhu :
Mendinginkan Contoh Mulai : pk
Selesai : pk
Pemeriksaan Mulai : pk Pembacaan suhu :
Selesai : pk
Benda uji I Benda uji II
Berat cawan + aspal keras 50 gr 53,5 gr
Berat cawan kosong 10 gr 10 gr
Berat aspal keras 40 gr 43,5 gr

Berat sampel dan cawan sebelum 50 gr 53,5 gr


pemanasan (A)
Berat sampel dan cawan sesudah 50 gr 53,5 gr
pemanasan (B)
Penurunan berat 0 % 0 %
Rata-rata 0%
Berdasarkan hasil perhitungan dari data yang didapat dalam praktikum, bahwa nilai berat
jenis penurunan minyak (%) untuk sampel 1 adalah 0 %, dan berat jenis penurunan (%)
minyak sampel 2 adalah 0%.Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa sampel tersebut
telah memenuhi persyaratan untuk penetrasi 80/100 maksimal penurunan berat minyak 1
% berdasarkan SNI 06-2440-1991.
3.9. Simpulan

1. Nilai berat jenis penurunan minyak (%) sampel 1 adalah 0 %.


2. Nilai berat jenis penurunan minyak (%) sampel 2 adalah 0 %.
3. Sampel tersebut memenuhi persyaratan penetrasi 80/100 maksimal penurunan berat
1 % berdasarkan SNI 06-2440-1991.

3.10. Saran

1. Sebaiknya praktikan lebih teliti dalam meletakkan sampel, agar tidak ada benda
dari luar yang masuk kedalam sampel sehingga memengaruhi berat sampel sebelum
dan sesudah di oven.
2. Sebaiknya praktikan lebih berhati-hati pada saat membersihkan sisa-sisa aspal yang
berada dipinggir cawan, agar cawan tidak cepat rusak.
3. Sebaiknya praktikan yang telah selesai praktikum segera membersihkan peralatan
yang telah dipakai.
3.9 Uji Viskositas pada Suhu Tinggi

- Ruang Lingkup
Standar ini menetapkan cara uji viskositas saybolt furol aspal secara empiris pada
temperatur yang ditentukan antara 120°C sampai dengan 240°C, yang dapat digunakan
untuk menentukan temperatur pencampuran dan temperatur pemadatan campuran beraspal.
Temperatur pencampuran dan temperatur pemadatan campuran beraspal diperoleh dari
nilai viskositas berdasarkan hasil kalibrasi dan standardisasi pada Pasal 9.
Standar ini tidak mencantumkan semua yang berkaitan dengan keselamatan kerja dan
kesehatan kerja, bila ada menjadi tanggung jawab pengguna. Untuk melindungi pengguna
terhadap penggunaan pelarut yang berbahaya, telah ditentukan di dalam Catatan 2.

- Acuan Normatif
SNI 06-2433, Metode pengujian titik nyala dan titik bakar dengan alat cleveland open
cup.
SNI 03-6399, Tata cara pengambilan contoh aspal.
SNI 06-6721, Metode pengujian kekentalan aspal cair dengan alat saybolt.
SNI 03-6866, Spesifikasi saringan dengan anyaman kawat untuk keperluan pengujian.

- Istilah dan definisi


Istilah dan definisi yang digunakan dalam standar ini sebagai berikut:
• alat saybolt furol
alat untuk menentukan viskositas aspal cair dan aspal keras dalam detik yang
dikonversikan ke dalam sentistoke.

• aspal
material yang diperoleh dari residu hasil pengilangan minyak bumi.

• aspal modifikasi
aspal keras yang ditingkatkan mutunya dengan cara menambahkan bahan
tambah seperti polimer, latek, bitumen asbuton dan lainnya.
• furol
singkatan dari “fuel and road oils”, furol merupakan lubang pengeluaran aspal
dari tabung viskometer yang mempunyai diameter 4,3 mm ± 0,2 mm.

• viskositas saybolt furol

waktu pengaliran yang telah dikoreksi untuk mengalirkan 60 mL benda uji


dalam detik melalui lubang furol (lihat Gambar A.2),

• saybolt furol detik (SFS = saybolt furol second)

waktu pengukuran viskositas dalam detik, yang dilaporkan pada temperatur


tertentu,

- Ringkasan pengujian
Waktu pengaliran 60 mL benda uji yang diukur dalam detik, melalui lubang yang telah
dikalibrasi pada temperatur tertentu. Waktu pengaliran tersebut dikoreksi dengan faktor
koreksi viskometer (lihat Pasal 9) dan dilaporkan sebagai nilai viskositas benda uji aspal.

- Kegunaan

a. Standar ini digunakan untuk menentukan salah satu karakteristik aspal, sebagai
identifikasi dalam pengiriman.
b. Standar ini dapat juga menentukan temperatur pencampuran campuran beraspal
pada 170 cSt ± 20 cSt dan temperatur pemadatan campuran beraspal pada 280
cSt ± 20 cSt.

- Peralatan

a. Viskometer saybolt furol dan penangas.


Penangas eksternal dapat digunakan, dan bila digunakan harus diletakkan pada
jarak lebih dari 51 mm dari viskometer. Penangas terbuat dari bahan
aluminium dengan pengatur temperatur tetap dan tanpa alat pengaduk.

b. Tabung viskometer.
Mempunyai ukuran panjang dari ujung lubang furol sampai dengan leher
tabung adalah 125 mm ± 1 mm, diameter dalam 29,7 mm ± 0,2 mm. Lubang
furol mempunyai diameter 4,3 mm ±0,2 mm, seperti terlihat pada Gambar A.2.

c. Cincin pemindah.
Cincin pemindah, dibuat dari bahan logam tahan karat sama seperti bahan
untuk viskometer.

d. Penutup tabung viskometer.


Terbuat dari logam, berbentuk silinder dengan penutup mempunyai diameter
lebih kurang 57 mm dan tinggi 7 mm (lihat Catatan 1). Satu lubang terletak di
tengah penutup, lubang berukuran sedikit lebih besar dari diameter termometer.
CATATAN 1: Penutup dari tabung kapasitas 90 mL, Gill-style ointment box
memenuhi persyaratan.

e. Penyangga termometer.
Penyangga termometer diletakkan di atas tabung viskometer.

f. Termometer viskositas saybolt.


Termometer yang digunakan untuk mengukur temperatur benda uji seperti
ditunjukkan pada Tabel 1. Termometer yang digunakan sesuai persyaratan
spesifikasi termometer.

g. Termometer penangas.
Termometer viskositas saybolt, atau alat pengukur temperatur lainnya yang
mempunyai ketelitian sama.

h. Saringan.
Saringan No.20 (850 µm) yang memenuhi persyaratan spesifikasi SNI 03-
6866-2002

i. Labu penampung.
Labu penampung

j. Pengukur waktu.
Pengukur waktu dengan skala pembagian 5 per detik atau 10 per detik dan
mempunyai ketelitian 0,1% (3,6 detik) jika diuji sampai interval 60 menit.
Pengukur waktu elektronik dapat digunakan.

k. Pemanas listrik (hot plate).


Mempunyai diameter sekitar 200 mm, dengan kapasitas daya listrik 500 watt
sampai dengan 600 watt untuk pemanasan sedang dan 1200 watt untuk
pemanasan tinggi.

- Pengambilan contoh
Pengambilan contoh sesuai dengan SNI 03-6399.

- Persiapan peralatan
a. Bersihkan tabung viskometer dengan larutan pembersih seperti xylol (xylene)
atau minyak tanah, buang semua pelarut dari tabung viskometer dan
keringkan, bersihkan cincin pemindah dan labu penampung dengan cara yang
sama.
CATATAN 2: Bila menggunakan pelarut xylol harus berhati-hati, pelarut
bersifat racun dan mudah terbakar. Oleh karena itu tempat kerja harus
tertutup dan bebas dari percikan atau nyala api. Bila viskometer dalam
keadaan panas, penguapan xylol dapat dikurangi dengan mengisi tabung
viskometer secara cepat dan segera mengalirkannya keluar dari lubang
furol.
Untuk membersihkan lubang furol dapat digunakan tusuk gigi. Kebersihan
viskometer dapat dijaga dengan mengisi oli secepatnya setelah pengujian
dilaksanakan dengan membiarkan oli tetap pada alat viscometer beberapa
menit, kemudian buang oli tersebut, bersihkan dengan larutan pembersih
seperti diuraikan di atas, bila dikehendaki viskometer dapat tetap diisi
dengan oli dan baru dibuang dan dibersihkan dengan pelarut sebelum
pengujian berikutnya.
b. Letakkan viskometer dan bak penangas pada tempat yang terlindung dari
angin, perubahan temperatur udara yang cepat, debu atau uap yang dapat
mencemari benda uji.
c. Tempatkan labu penampung di bawah tabung viskometer. Jarak antara
tanda batas pada labu penampung ke ujung tabung viskometer bagian
bawah adalah 100 mm sampai dengan 130 mm, atur penempatan labu
penampung sehingga aliran aspal tidak akan menyentuh leher labu
penampung.
d. Isi penangas sampai paling sedikit 6 mm di atas tanda batas tabung
viskometer dengan media penangas yang sesuai dengan temperatur pada
alat pengujian:
• gunakan oli dengan kekentalan SAE 40 untuk temperatur pengujian
sampai dengan 149°C;
• untuk temperatur di atas 149°C gunakan oli yang lebih kental,
mempunyai viskositas pada temperatur 98,9°C kira-kira 175 SUS
(saybolt universal second) sampai dengan 185 SUS dan mempunyai
titik nyala minimum 300°C, sesuai SNI 06-2433- 1991;
• ganti oli penangas secara periodik, dan bersihkan dinding-dinding luar
tabung untuk menghilangkan kerak.
e. Pertahankan panas pada penangas sehingga temperatur benda uji dalam
viskometer tidak bervariasi lebih dari 0,3°C pada temperatur pengujian.
Tabel 1 – Termometer Viskositas Sybolt

Temperatur Termometer
pengujian standar Rentang pengukuran Skala pembacaan

°C °C °C
121 119 sampai dengan 130 0,1
135 132 sampai dengan 143 0,1
149 145 sampai dengan 158 0,1
163 160 sampai dengan 171 0,1
177 174 sampai dengan 185 0,1
204 202 sampai dengan 213 0,1
232 230 sampai dengan 241 0,1

- Kalibrasi
a. Kalibrasi viskometer saybolt furol secara berkala dengan mengukur waktu
mengalir pada temperatur 37,8C dari oli standar. Hitung faktor koreksi
viskometer.
b. Waktu pengaliran oli standar harus sesuai dengan nilai viskositas saybolt
yang telah ditentukan, bila waktu pengaliran berbeda lebih dari 0,2%,
hitung waktu koreksi F, untuk viskometer sebagai berikut:
V
F=
T
Dengan Sebagai Berikut :
V adalah nilai viskositas saybolt oli standar dalam satuan detik;
T adalah pengukuran waktu alir pada temperatur 37,8°C dalam satuan
detik.
CATATAN 3 - Bila kalibrasi didasarkan pada viskositas oli standar yang
mempunyai waktu alir 200 detik sampai dengan 600 detik, faktor koreksi
dapat digunakan setiap temperatur pengujian viskositas (pada SNI 06-6721-
2002).
c. Kalibrasi viskometer saybolt furol pada 50C dengan cara yang sama
seperti Butir 9.a) menggunakan viskositas oli standar yang mempunyai
waktu alir minimum 90 detik.
d. Viskometer atau lubang furol yang mempunyai koreksi viskositas lebih
besar dari 1%, tidak dapat digunakan.

- Cara uji
a. Tetapkan dan pertahankan penangas oli (oil bath) pada temperatur pengujian.
temperatur pengujian yang ditetapkan untuk mengukur viskositas saybolt furol
adalah 120°C, 130°C, 140°C, 150°C, 160°C, 180°C bila dianggap kurang dapat
diteruskan sampai dengan 240°C;
b. Masukkan penyumbat gabus yang dilengkapi tali, sehingga mudah dilepas ke
dalam lubang tabung viskometer pada bagian dasar tabung viskometer.
Penyumbatan harus kuat supaya udara tidak keluar.
c. Tempatkan cincin pemindah pada batas atas tabung viskometer.
d. Lakukan pemanasan awal 0,5 kg benda uji menggunakan kompor listrik dalam
wadah logam 500 mL. Pemanasan awal mencapai temperatur 10C sampai
dengan temperatur 15C di atas temperatur uji yang ditentukan.
• Gunakan temperatur sedang pada pengatur panas dengan kapasitas daya
listrik 500 watt sampai dengan 600 watt pada kompor listrik selama ½ jam,
dan atur pada temperatur tinggi sampai 1200 watt untuk sisa waktu
pemanasan. Hindari pemanasan awal yang berlebih karena dapat
menyebabkan oksidasi pada benda uji dan perubahan viskositas;
• Pada tahap awal pemanasan, aduk sekali-kali benda uji, dan pada
temperatur 28C terakhir lakukan pengadukan secara menerus;
• Selesaikan pemanasan awal pada 2 jam atau kurang dan segera lanjutkan
dengan pengukuran viskositas. Pemanasan ulang benda uji tidak diizinkan;
e. Panaskan Saringan No.20 pada temperatur pengujian, dan tuangkan benda uji
panas melalui saringan langsung ke dalam tabung viskometer hingga tepat di
atas tanda batas pelimpahan.
CATATAN 4 - Benda uji dengan jumlah yang tepat supaya tidak melimpah,
sehingga bila cincin pemindah dipindahkan, benda uji akan mengalir sampai ke
batas tabung viskositas tanpa berlebihan.
f. Pasang tutup tabung viskometer dengan cincin pemindah, dan masukkan
termometer yang dilengkapi penyangga termometer ke dalam lubang di tengah
penyangga.
g. Aduk benda uji di dalam tabung viskometer secara terus menerus dengan
gerakan melingkar pada kecepatan putaran 30 rpm sampai dengan 50 rpm pada
bidang horizontal untuk mencegah masuknya udara ke dalam benda uji.
Lakukan dengan hati- hati agar tidak membentur dinding tabung.
h. Bila temperatur benda uji tetap konstan pada rentang temperatur 0,3°C selama 1
menit, pengujian dapat dilanjutkan. Angkat termometer dan pindahkan penutup
tabung viskometer secepatnya, pindahkan cincin pemindah, periksa untuk
memastikan bahwa kelebihan benda uji di bawah tanda batas pelimpahan, dan
pasang kembali penutup tabung viskometer.
i. Pastikan bahwa labu penampung pada posisi yang tepat, lalu cabut gabus
penyumbat dengan menyentakkan tali gabus dan pada waktu bersamaan
hidupkan pengukur waktu.

j. Waktu antara pengisian tabung viskometer sampai dengan menarik gabus


penyumbat tidak boleh lebih dari 15 menit.
k. Hentikan pengukur waktu segera setelah benda uji mencapai tanda batas pada
labu penampung, catat waktu pengaliran dalam detik dengan pembulatan 0,1
detik atau 0,2 detik.
l. Hitung waktu dalam saybolt furol detik yang telah dikoreksi dari masing-
masing temperatur pengujian viskositas pada temperatur tertentu.
m. Konversikan waktu dalam saybolt furol detik ke dalam sentistoke viskositas
kinematik (sesuai Lampiran C).
n. Tentukan grafik temperatur terhadap viskositas dalam sentistoke.
o. Tentukan temperatur pencampuran campuran beraspal pada 170 cSt ± 20 cSt
dan temperatur pemadatan campuran beraspal pada 280 cSt ± 20 cSt.

- Pelaporan
a. Kalikan waktu pengaliran dalam detik dengan faktor koreksi viskometer yang
diperoleh.
b. Laporkan waktu pengaliran yang telah dikoreksi sebagai viskositas saybolt
furol dari benda uji pada temperatur pengujian.
• Untuk waktu pengaliran kurang dari 200 detik, laporkan dalam skala
pembacaan mendekati 0,5 detik. Sedangkan pengaliran lebih dari 200 detik
dibulatkan dalam detik yang terdekat;
• Konversikan waktu pengaliran dalam detik saybolt furol ke kinematik
viskositas dengan satuan sentistoke (cSt), lihat Tabel pada Lampiran C.
c. Tentukan temperatur pencampuran campuran beraspal pada 170 cSt ± 20 cSt dan
temperatur pemadatan campuran beraspal pada 280 cSt ± 20 cSt.

- Ketelitian
Hasil pengujian tidak boleh berbeda dari nilai rata-rata sebagai berikut:
a. pengulangan pengujian, oleh satu operator dan satu alat tidak boleh lebih dari 1%;
b. pemeriksaan ulang, dengan operator dan alat berbeda tidak boleh lebih dari 2%;
c. ketelitiannya hanya untuk pengujian viskositas saybolt furol dengan temperatur yang
telah ditentukan.
Gambar-gambar

Tabung
viskometer

Penangas
oli

Labu
penampun
g

Gambar Saybolt viskometer

32,5 0,5 mm

29,70,2mm

Batas pelimpahan Batas cairan penangas

min 6 mm

125188.0
mmmm
9
mm

Lubang furol
Bagian bawah tabung viskometer

Gabus penyumbat

Gambar Tabung viskometer


BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari penulisan tugas diatas dapat disimpulkan :


1. Dalam pengujian aspal banyaknya jenis – jenisnya yakni :
• Uji Penetrasi
• Uji Titik Lembek
• Uji Daktilitas
• Uji Kelarutan Dalam CHCI3
• Uji Titik Nyala dan Titik Bakar
• Uji Kelekatan Aspal
• Uji Berat Jenis
• Uji Kehilangan Berat
• Uji Viskositas pada Suhu Tinggi

2. Spesifikasi pengujian aspal sangat beragam sesuai dengan jenis pengujiannya


spesifikasi adalah proses, cara, perbuatan melakukan pemilihan teknis yang sesuai
dengan Standar Nasional Indonesia (SNI).

5.2 Saran

Saran untuk penulisan tugas kedepannya adalah :


1. Dosen menentukan dengan detail terkait beberapa jenis pengujian aspal saja yang harus
dibuat Mahasiswa, jikalau banyak jenis pengujian bisa dibagi perkelompok untuk
mengerjakan tugasnya.
DAFTAR PUSTAKA

AASHTO T 44-2003 (2011), Standard Methods of Test for Solubility of Bituminous


Materials (ASTM D 2042-01, Standar Test Method for Solubility of Asphalt Materials In
Trichlorethylene)

AASHTO T 48-04, Standard method of test for Flash and Fire Points by Cleveland Open
Cup.

Bina Marga. 2010. Spesifikasi Umum 2010. Departemen Pekerjaan Umum Direktorat
Jendral Bina Marga : Jakarta.

Industrial Petroleum (IP) Standard.

ISO Guide 34, Quality systems guidelines for the production of reference materials
ISO Guide 35 , Certification of reference material general and statistical principles.

RSNI S-01-2003, Spesifikasi Aspal Berdasarkan Penetrasi


SNI 06-2488-1991, Metode Pengujian Berat Jenis Aspal

Spesifikasi Umum Bina Marga Divisi VI Tahun 2010

Sukirman, Silvia. 2003. Beton Aspal Campuran Panas. Grafika Yuana Marga : Bandung

https://www.academia.edu/28410059/LABORATORIUM_UJI_BAHAN_Job_4_Uji_Titik
_Lembek_Aspal

https://www.academia.edu/28410050/LABORATORIUM_UJI_BAHAN_Job_1_Uji_Pene
trasi_Aspal

https://www.academia.edu/40013844/BAB_III_PENGUJIAN_KEHILANGAN_BERAT_MI
NYAK_DAN_ASPAL_LOSS_ON_HEATING

Anda mungkin juga menyukai