PENDAHULUAN
1
Praktikum Perkerasan Jalan Raya Pendahuluan
campuran tersebut dapat larut dalam karbondisulfida (CS2). Aspal yang dipakai
dalam konstruksi jalan mempunyai sifat fisis yang penting, yaitu kepekatan
(consistency), ketahanan lama atau ketahanan terhadap pelapukan oleh cuaca,
derajat pengerasan dan ketahanan terhadap air.
Sukirman (1993), menyebutkan aspal yang dihasilkan dari industri kilang
minyak mentah (crude oil) dikenal sebagai residual bitumen, yang dihasilkan dari
minyak mentah melalui proses destilasi. Proses penyulingan dilakukan dengan
pemanasan hingga suhu 350°C di bawah tekanan atmosfir untuk memisahkan
fraksi-fraksi minyak seperti bensin (gasoline), minyak tanah (kerosene) dan gas oli.
Aspal adalah bahan yang thermoplastis, yaitu konsistensinya atau viskositasnya
akan berubah sesuai dengan perubahan temperatur yang terjadi. Temperatur aspal
yang semakin tinggi, maka viskositasnya akan semakin rendah.
Aspal terbuat dari minyak mentah, melalui proses penyulingan atau dapat
ditemukan dalam kandungan alam sebagai bagian dari komponen alam yang
ditemukan bersama sama material lain. Aspal dapat pula diartikan sebagai bahan
pengikat pada campuran beraspal yang terbentuk dari senyawa-senyawa komplek
seperti Asphaltenese, Resins dan Oils. Aspal mempunyai sifat visco-elastis dan
tergantung dari waktu pembebanan (The Blue Book–Building & Construction,
2009).
Aspal merupakan distilat paling bawah dari minyak bumi, yang memiliki
banyak sekali manfaat dan kegunaan. Aspal dapat digunakan di dalam bermacam
produk – produk, termasuk:
1. Jalan aspal,
2. Dasar pondasi dan subdasar,
3. Dinding untuk lubang di jalanan, trotoar kakilima, jalan untuk mobil, lereng-
lereng, jembatan-jembatan, dan bidang parkir,
4. Tambalan lubang di jalanan,
5. Jalan dan penutup tanah,
6. Atap bangunan, dan
7. Minyak bakar.
Aspal mempunyai sifat thixotropy, yaitu jika dibiarkan tanpa mengalami
tegangan regangan akan berakibat aspal menjadi mengeras sesuai dengan jalannya
waktu. Angka penetrasi aspal yang semakin besar mengartikan semakin kecil
tingkat konsistensi aspal dan memberikan nilai modulus elastis aspal yang semakin
kecil dalam tinjauan temperatur dan pembebanan yang sama. Tingkat penetrasi
aspal yang dapat digunakan dalam campuran agregat aspal, antara lain 40/50, 60/70,
80/100. Indonesia umumnya menggunakan aspal dengan penetrasi 80/100 dan
penetrasi 60/70. Aspal yang digunakan dalam konstruksi perkerasan jalan pada
umumnya berfungsi sebagai pengikat dan pengisi rongga udara antara agregat,
sehingga aspal yang digunakan harus bersifat sebagai berikut:
1. Daya tahan (durability)
Daya tahan aspal adalah kemampuan aspal mempertahankan sifat asalnya
akibat pengaruh cuaca selama masa pelayanan jalan. Sifat ini merupakan sifat
dari campuran aspal, sehingga sifat ini tergantung juga dari sifat agregat,
campuran dengan aspal, faktor pelaksanaan dan sebagainya.
2. Kohesi dan adhesi
Kohesi merupakan kemampuan aspal untuk mengikat unsur-unsur penyusun
dari dirinya sendiri sehingga terbentuknya aspal dengan daktilitas yang tinggi.
Adhesi menyatakan kemampuan aspal untuk berikatan dengan agregat dan
tetap mempertahankan agregat pada tempatnya setelah berikatan.
3. Kepekaan terhadap temperatur
Kepekaan aspal terhadap temperatur adalah sensitifitas perubahan sifat
viskoelastis aspal akibat perubahan temperatur, sifat ini dinyatakan sebagai
indeks penetrasi aspal (IP). Aspal dengan nilai IP yang tinggi akan memiliki
kepekaan yang rendah terhadap perubahan temperatur. Oleh sebab itu,
campuran yang dibuat dari aspal dengan nilai IP yang tinggi akan memiliki
rentang temperatur pencampuran dan pemadatan yang lebih lebar dari
campuran yang dibuat dari aspal dengan nilai IP yang rendah. Aspal dengan
tingkat kekerasan atau nilai penetrasi yang sama belum tentu memiliki nilai IP
yang sama. Sebaliknya, aspal dengan nilai IP yang sama belum tentu memiliki
tingkat kekerasan yang sama. Pada aspal dengan IP yang sama, semakin tinggi
tingkat kekerasan aspal semakin tinggi ketahanan campuran beraspal yang
dihasilkannya.
4. Kekerasan aspal
tersebut. Aspal cair jenis MC-800 memiliki nilai kekentalan yang lebih
tinggi dari MC-200.
2. Aspal alam
Aspal alam adalah aspal yang berasal langsung dari alam tanpa melewati
serangkaian proses pengolahan yang rumit. Aspal alam yang bersifat plastis
bisa ditemukan di Danau Pitch, Republik Trinidad. Berbeda dengan segitiga
Bermuda yang mengandung aspal murni, kandungan aspal yang terdapat di
Pulau Buton dan Danau Pitch tidak murni dan tercampur dengan mineral yang
lain. Aspal dapat di klasifikasikan kedalam tingkatan (grade) atau kelas
berdasarkan tiga sistem yang berbeda sebagai berikut:
a. Viskositas
Viskositas setelah penuaan dan penetrasi dengan setiap sistem
mengelompokkan aspal dalam tingkatan atau kelas yang berbeda pula.
Dalam pengelempokan aspal, yang paling banyak digunakan adalah sistem
pengelompokan berdasarkan viskositas dan penetrasi. Dalam sistem
viskositas, satuan poise adalah standar pengukuran viskositas absolut.
Makin tinggi nilai poise suatu aspal makin kental aspal tersebut. Adapun
jenis aspal yang digunakan adalah sebagai berikut:
1) AC-25 adalah jenis aspal keras yang bersifat lunak.
2) AC-40 adalah jenis aspal keras yang bersifat keras.
b. Uji penetrasi
Jarum standar dengan beban 10 gram (termasuk berat jarum) ditusukkan
keatas permukaan aspal, panjang jarum yang masuk kedalam contoh aspal
dalam waktu lima detik diukur dalam 0,1 mm dan dinyatakan sebagai nilai
penetrasi aspal. Pengujian ini ditujukan untuk menentukan kekerasan dan
kelembekan suatu aspal. Semakin besar angka penetrasi makin lembek aspal
tersebut dan sebaliknya.
Tabel 1.1 Klasifikasi Aspal menurut AASHTO
Nilai Penetrasi
Berdasarkan 40-50 60-70 85-100 120-150 200-300
nilai pentrasi
Mi ma Mi ma ma ma
Min Min Min max
n x n x x x
Penetrasi (25°C,
40 50 60 70 85 100 120 150 200 300
100 gr, 5 detik)
Titik nyala
(Claveland 232 - 232 - 232 - 218 150 177 -
Open), °C
Daktilitas
(25°C, 5 cm per
100 - 100 - 100 - 100 - 100 -
menit)
Kelarutan pada
trichloroethele,
99 - 99 - 99 - 99 - 99 -
%
Kehilangan
- 0,8 - 0,8 - 1,0 - 1,3 - 1,5
berat, %
Penetrasi setelah
58 - 54 - 54 - 46 - 40 -
kehilangan berat
Daktilitas
setelah - - 50 - 50 - 100 - 100 -
kehilangan berat
Nilai Viskositas
Berdasarkan
nilai viskositas AC-
A-C±50 AC-5 AC-10 AC-20 AC-30
40
400
Viskositas 60°C 3000±
250±50 500±100 1000±200 2000±400 0±8
(140°F), poises 600
00
Viskositas,
135°C (275°F), 125 175 250 300 350 400
Cs, Min
Penetrasi (25°C,
220 140 80 60 50 40
100 gr, 5 detik)
Titik nyala (°C) 163 177 219 232 232 232
Kelarutan pada
trichloroethene, 99,0 99,0 99,0 99,0 99,0 99,0
%
Kehilangan
- 1,0 0,5 0,5 0,5 0,5
Berat, %
(Sumber: Prakoso, 2012)
Proses produksi aspal dilakukan di pabrik aspal. Ini bisa menjadi pabrik
tetap atau bahkan di pabrik pencampuran bergerak. Dimungkinkan untuk
menghasilkan di pabrik aspal hingga 800 ton per jam. Suhu produksi rata-rata aspal
campuran panas adalah antara 150° dan 180° C, tetapi saat ini telah tersedia teknik-
teknik baru untuk menghasilkan aspal pada suhu yang lebih rendah. Mayoritas aspal
yang digunakan secara komersial diperoleh dari minyak bumi. Meskipun demikian,
aspal dalam jumlah besar terjadi dalam bentuk terkonsentrasi di alam. Endapan
bitumen yang terjadi secara alami terbentuk dari sisa-sisa ganggang mikroskopis
purba (diatom) dan makhluk hidup lain yang pernah hidup.
Sisa-sisa ini disimpan di lumpur di dasar laut atau danau tempat organisme
hidup. Di bawah panas (di atas 50 ° C) dan tekanan penguburan jauh di dalam bumi,
sisa-sisanya diubah menjadi bahan seperti aspal, kerogen, atau minyak bumi.
Endapan alami bitumen termasuk danau seperti Danau Pitch di Trinidad dan
Tobago dan Danau Bermudez di Venezuela. Rembesan alami terjadi di La Brea Tar
Pits dan di Laut Mati. Bitumen juga terdapat di batupasir tak terkonsolidasi yang
dikenal sebagai “pasir minyak” di Alberta, Kanada, dan “pasir tar” serupa di Utah,
AS. Provinsi Alberta di Kanada memiliki sebagian besar cadangan dunia, dalam
tiga deposit besar yang meliputi 142.000 kilometer persegi (55.000 mil persegi),
sebuah wilayah yang lebih luas dari Inggris atau negara bagian New York. Pasir
bitumen ini mengandung 166 miliar barel (26,4 × 109 m3) cadangan minyak
komersial, memberi Kanada cadangan minyak terbesar ketiga di dunia.
Meskipun secara historis digunakan tanpa penyulingan untuk mengaspal
jalan, hampir semua keluarannya sekarang digunakan sebagai bahan mentah untuk
penyulingan minyak di Kanada dan Amerika Serikat. Deposit aspal alami yang
paling besar di dunia, yang dikenal sebagai Athabasca oil sands, terdapat di
Formasi McMurray di Alberta Utara. Formasi ini berasal dari Zaman Kapur awal,
dan terdiri dari banyak lensa pasir bantalan minyak dengan minyak hingga 20%.
Studi isotop menunjukkan deposit minyak berusia sekitar 110 juta tahun.
Dua formasi yang lebih kecil tetapi masih sangat besar terjadi di Peace River oil
sands dan the Cold Lake oil sands, yang masing-masing berada di sebelah barat dan
tenggara dari Athabasca oil sands. Manfaat Aspal, sebagian besar aspal olahan
digunakan dalam konstruksi. Terutama sebagai bagian dari produk yang digunakan
dalam aplikasi pengerasan jalan dan atap. Menurut persyaratan penggunaan akhir,
aspal diproduksi sesuai spesifikasi. Ini dicapai baik dengan pemurnian atau
pencampuran. Diperkirakan penggunaan aspal dunia saat ini sekitar 102 juta ton per
tahun. Sekitar 85% dari seluruh aspal yang diproduksi digunakan sebagai bahan
pengikat pada beton aspal untuk jalan raya. Ini juga digunakan di area beraspal
lainnya seperti landasan pacu bandara, tempat parkir mobil dan jalan setapak.
4. Cut back grades bitumen dengan berat jenis berkisar antara 0,992-1,007.
Berat jenis bitumen adalah parameter yang digunakan dalam mendesain
perencanaan campuran aspal dan agregat dengan syarat minimal berat jenis adalah
1,00 gr/cc. Menurut spesifikasi Bina Marga, aspal dengan penetrasi 60-70
mempunyai berat jenis aspal lebih dari satu. Berat jenis diketahui melalui
perbandingan penentuan berat jenis secara kualitatif dan visualisasi. Standar
pengujian untuk berat jenis bitumen keras berkisar antara 1,015-1,035.
1.2.3 Daktilitas bitumen
Daktilitas adalah kohesi dari partikel aspal yang berusaha untuk terus
bersatu agar tidak sampai terlepas satu sama lainnya, dimana keadaan lepasnya
antara partikel aspal tersebut disebut kondisi putus. Daktilitas ialah sifat pemuluran
yang diukur pada saat putus. Daktilitas memiliki tujuan dalam mengukur jarak
terpanjang yang dapat ditarik antara 2 cetakan yang berisi bitumen keras yang sudah
disiapkan sebelum pengujian, sebelum putus pada suhu dan kecepatan tarik tertentu
dan untuk mengetahui sifat kohesi aspal. Daktilitas aspal yang lebih besar akan
mengikat butir-butir agregat dengan lebih baik dan lebih peka terhadap perubahan
temperatur.
Daktilitas sangat diperlukan dalam suatu campuran bahan perkerasan jalan
dengan aspal sebagai bahan perekat dari agregat yang ada. Gaya kohesi dari aspal
merupakan usaha untuk mempertahankan agregat tetap di tempatnya dan tidak
sampai terlepas, sehingga semakin tinggi nilai daktilitas aspal dan semakin baik
mutu aspal sebagai bahan perekat atau pengikat campuran bahan perkerasan jalan.
Menurut SNI 06-2432-1992 pengujian benda uji dilakukan di dalam bak
perendam pada suhu 25°C ditarik dengan menggunakan mesin uji dengan
kecepatan 5 cm/menit sampai benda uji putus. Benda uji ditarik menggunakan alat
uji sampai melebihi dari batas ukur alat uji. Benda uji yang tidak putus
menunjukkan bahwa sifat kohesi dari benda uji tersebut sangat tinggi, besarnya sifat
kohesi sangat baik untuk bahan campuran perkerasan jalan.
Daktilitas dapat ditinjau dari segi tegangan (strain), lengkungan (curvature),
dan lendutan (displacement).
1. Daktilitas tegangan (strain ductility)
Pengertian dasar dari daktilitas adalah kemampuan dari material/ struktur untuk
Pengujian titik nyala dan titik bakar berguna untuk mengetahui temperatur
dimana aspal mulai menyala. Data ini nantinya dibutuhkan sebagai informasi
penting dalam proses pencampuran demi keselamatan dalam bekerja. Selain itu
pemeriksaan ini perlu dilakukan untuk mengetahui temperatur maksimum yang
diperbolehkan pada aspal sehingga aspal tidak terbakar. Jika terjadi kelebihan suhu
pemanasan akan menyebabkan terbakarnya aspal, hal ini akan mempengaruhi
struktur dan sifat kimia dari aspal itu sendiri. Sifat kimia yang berubah akan
berpengaruh pada kualitas dan sifat aspal yang dipakai, maka suhu pencampuran
harus di bawah titik nyala.
1.3 Agregat
Agregat menurut asalnya dapat dibagi dua, yaitu agregat alami yang
diperoleh dari sungai dan agregat buatan yang diperoleh dari batuan yang
dipecahkan menggunakan mesin pemecah batu. Berdasarkan ukurannya, agregat
terbagi atas agregat halus dan agregat kasar. Berikut penjelasan mengenai agregat
halus dan agregat kasar.
Agregat halus, berdasarkan SNI 03-6820-2002 tentang Spesifikasi Agregat
Halus untuk Pekerjaan Adukan dan Plesteran dengan Bahan Dasar Semen, agregat
halus adalah agregat besar butir maksimum 4,76 mm berasal dari alam atau hasil
alam, sedangkan agregat halus olahan adalah agregat halus yang dihasilkan dari
pecahan dan pemisahan butiran dengan cara penyaringan dari batuan atau terak
tanur tinggi. Agregat halus umumnya berupa pasir dengan partikel butir lebih kecil
dari 5 mm atau lolos saringan No.4 dan tertahan pada saringan No.200.
Agregat kasar, berdasarkan SNI 1970-2008 tentang Metode Uji Partikel
dalam Agregat, agregat kasar adalah kerikil sebagai hasil disintegrasi alami dari
batuan atau berupa batu pecah yang diperoleh dari industri pemecah batu dan
mempunyai ukuran butir antara 4,75 mm (No.4) sampai 40 mm (No.1½”). Agregat
kasar secara umum adalah agregat yang besarnya 5 mm sampai 4,75/40 mm
maupun kerikil sebagai hasil desintegrasi alami dan batuan atau pecahan batu yang
diperoleh dari industri pemecah.
Agregat untuk campuran beraspal diklasifikasikan berdasarkan sumbernya.
Penjalasan klasifikasi agregat untuk campuran aspal antara lain sebagai berikut:
jenuh pada suhu 25°C. Menurut AM. Neville berat jenis kering permukaan
jenuh berkisar antara 2,5 - 3,0.
2. Berat jenis kering permukaan (SSD atau saturated surface dry), perbandingan
antara berat agregat kering permukaan jenuh dengan air suling yang beratnya
sama dengan agregat dalam keadaan jenuh.
3. Berat jenis semu (apparent specific gravity), perbandingan antara berat agregat
kering dengan berat air yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan
kering pada suhu 25°C.
Agregat dapat dikatakan kering apabila telah dijaga pada temperatur
110±5oC dalam rentang waktu yang cukup untuk menghilangkan kandungan air
yang ada atau sampai beratnya tetap. Faktor yang mempengaruhi besarnya
penyerapan pada agregat salah satunya adalah suhu. Suhu yang tinggi membuat air
yang mengisi pada agregat tidak merata sehingga pori-porinya dengan mudah
menyerap air dan cepat menguap sehingga berat keringnya menjadi kecil
dibandingkan dengan berat kering normal dari kondisi agregat yang jenuh. Kondisi
agregat dilapangan akibat air dijelaskan sebagai berikut:
1. Keadaan kering oven atau mutlak, kondisi seperti ini hanya didapat apabila
agregat setelah dioven selama 24 jam dengan suhu 110±5°C.
2. Keadaan kering udara, kondisi ini adalah kondisi dimana agregat ditempatkan
dalam ruangan terbuka, maka sebagai air yang terdapat dalam agregat akan
mengalami penguapan. Penguapan tersebut tidak akan menghabiskan air yang
terkandung didalamnya.
3. Keadaan jenuh kering muka, kondisi agregat tidak menyerap dan tidak
menambah jumlah air dalam campuran beton.
4. Keadaan basah atau penuh, kondisi dimana seluruh permukaan agregat tersebut
berisi air yang biasanya disebut air permukaan.
material terhadap kontak permukaan yang terjadi, keausan merupakan hal yang
biasa terjadi pada setiap material yang mengalami gesekan dengan material lain.
Menurut SNI 2417:1991, Los Angeles adalah mesin yang digunakan untuk
pengujian keausan, berbentuk silinder dengan diameter 170 cm dan terbuat dari
baja. Pengujian keausan menggunakan bola-bola baja yang berukuran 4-6 cm
sebagai nilai bantu untuk menghancurkan agregat, jumlah bola-bola baja yang
digunakan dalam pengujian tergantung pada tipe gradasi agregat yang di uji.
Pengujian keausan ini diperlukan untuk mengetahui tingkat ketahanan
agregat kasar terhadap keausan, percobaan yang dilakukan dengan menggunakan
bola-bola baja yang dimasukkan ke dalam mesin Los Angeles, selanjutnya mesin
diputar dengan kecepatan 30/33 sebanyak 500 putaran. Agregat yang sudah diuji
tersebut kemudian disaring dan dicuci lalu ditimbang beratnya.
Mesin Los Angeles terdiri dari silinder baja yang tertutup pada kedua sisinya
dengan diameter 71 cm (28”) dan panjang 50 cm (20”). Silinder bertumpu pada dua
poros pendek yang tak menerus dan berputar pada poros mendatar, pada silinder
terdapat lubang sebagai tempat masuk benda uji, penutup lubang terpasang rapat
sehingga permukaan dalam silinder tidak akan terganggu, pada bagian silinder
terdapat bilah baja melintang penuh setinggi 8,9 cm (3,56”).
Agregat dianggap mulus secara fisik, apabila agregat tidak mengalami
perubahan volume yang begitu besar atau tetap akibat pemanasan, pendinginan,
pembasahan, dan pendinginan. Agregat yang memiliki partikel batuan bersifat
lunak memiliki daya absorbsi yang besar dan berat jenis yang rendah sehingga akan
menyusut apabila terkena air dan memiliki sifat yang buruk untuk digunakan
sebagai agregat dalam bahan pembentuk aspal.
Aspal yang menggunakan jenis agregat tersebut akan memiliki kuat tekan
yang rendah dan lemahnya ikatan antara mortar dengan agregat akan menimbulkan
retak. Kemulusan fisik agregat juga dipengaruhi oleh ruang pori yang terdapat pada
agregat dan akan mengurangi volume bahan padat, sehingga air mudah masuk dan
ketahanan terhadap pengausan akan berkurang akibat porositas agregat tersebut.
Pemeriksaan keausan dengan mesin Los Angeles menggunakan bola baja
yang berukuran 4-6 cm, jumlah bola yang digunakan dalam pemeriksaan keausan
tergantung dari tipe gradasi agregat yang diuji yang dapat dilihat pada Tabel 1.5.
akibat lalu lintas dan pengaruh cuaca. Campuran latasir digunakan untuk jalan
dengan lalu lintas ringan, khususnya pada daerah di mana agregat kasar sulit
diperoleh. Pemilihan kelas A atau kelas B tergantung dari gradasi pasir yang
digunakan. Campuran latasir cenderung membutuhkan bahan tambahan berupa
bahan pengisi (filler) untuk memenuhi sifat yang disyaratkan. Latasir memiliki
ketahanan yang rendah terhadap alur (rutting) sehingga latasir tidak digunakan
pada lapisan yang tebal, jalan lalu lintas berat dan daerah tanjakan.
2. Lapis tipis aspal beton (hot rolled sheets)
Lapis permukaan berupa mortar pasir aspal yang diberi sisipan butiran kasar
atau terdiri atas lapis permukaan (hot rolled sheets-wearing course) dan lapis
pondasi (hot rolled sheets-base) yang terbuat dari agregat bergradasi senjang
dengan dominasi pasir dan aspal keras yang dicampur, dihampar dan
dipadatkan dalam keadaan panas pada temperatur tertentu. Campuran lataston
lebih tahan terhadap retak, namun mudah mengalami deformasi plastis berupa
timbulnya alur (rutting) pada permukaan perkerasan.
3. Lapis aspal beton (asphalt concrete)
Lapis permukaan yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang
bergradasi menerus, dicampur, dihamparkan dan dipadatkan dalam kondisi
panas dan suhu tertentu. Laston memiliki sifat yang kedap air, mempunyai nilai
struktural, awet, kadar aspal yang berkisar 4-7% terhadap berat campuran dan
dapat digunakan untuk lalu lintas ringan, sedang sampai berat. Laston memiliki
tipe kerusakan yang umum terjadi adalah retak dan terlepasnya butiran.
Kimpraswil (2000) membedakan laston menjadi 3 jenis campuran sebagai
berikut:
a. Laston lapis aus (asphalt concrete-wearing course), memiliki ukuran
maksimum 19 mm dan bertekstur halus.
b. Laston lapis permukaan antara (asphalt concrete-binder course), memiliki
ukuran maksimum 25,4 mm dan bertekstur sedang.
c. Laston lapis pondasi (asphalt concrete-base), memiliki ukuran maksimum
37,5 mm dan bertekstur kasar.
Laston umum digunakan untuk lapis permukaan, lapis perata dan lapis
pengikat. Agregat yang digunakan umumnya mempunyai gradasi rapat, dan
memiliki rongga udara antar agregat kecil dan memerlukan sedikit aspal.
Laston memiliki kerusakan yang dimulai dengan retak pada perkerasan. Laston
memiliki rongga antara agregat yang kecil sehingga volume aspal yang
menyelimuti butiran agregat sedikit dan menyebabkan aspal mudah
teroksidasi, lapisan kurang kedap air dan aspal menjadi mudah terkelupas dari
agregat kemudian terjadi pelepasan butir. Tebal minimum dari campuran aspal
dijelaskan pada Tabel 1.6.
Tabel 1.6 Jenis Campuran Aspal dan Tebal Nominal Minimum
Tebal Nominal Toleransi Tebal
Jenis Campuran Simbol
Minimum (mm) (mm)
Latasir Kelas A SS-A 15 -
Latasir Kelas B SS-B 20 -
Lapis Permukaan HRS-WC 30
Lataston ±4
Lapis Pondasi HRS-BC 35
Lapis Aus AC-WC 40 ±3
Lapis Permukaan
Laston AC-BC 50 ±4
antara
Lapis Pondasi AC-BASE 60 ±5
(Sumber: Puslitbang Jalan dan Jembatan Balitbang PU)
6. Laburan aspal satu lapis (BURTU), campuran yang terdiri dengan satu laburan
satu lapisan agregat bergradasi seragam tebal 20 mm.
7. Laburan aspal 2 lapis (BURDA), pengembangan dari burtu, yaitu lapisan aspal
ditaburi agregat dan dikerjakan 2 kali secara berurutan dengan tebal maksimum
35 mm.
8. Lapis asbuton campuran dingin (LASBUTAG), campuran yang terdiri dari
agregat, asbuton dan bahan peremaja yang dicampur, diaduk, diperam dan
dihampar serta dipadatkan dalam keadaan dingin. Lasbutag memiliki fungsi
sebagai lapis permukaan, lapis aus, melindungi lapisan bawah dari cuaca dan
air, mendukung lalu lintas dan permukaan rata tidak licin. Campuran lasbutag
memiliki nilai struktural dan kenyal serta dipakai untuk jalan lama maupun
baru dengan kepadatan maksimum 12%, Rmin 15 m dan lalu lintas sedang.
9. Lapis tipis asbuton murni (LATASBUM), campuran pengembangan dan
asbuton dengan mengekstraksinya dan memperoleh aspal murni yang
berfungsi seperti aspal minyak dengan campuran bahan pada suhu kamar.
10. Lapis aspal beton pondasi atas (LASTON ATAS), campuran laston untuk
pondasi dicampur pada suhu 90ºC -120ºC yang dipadatkan dalam keadaan
panas. Laston atas memiliki fungsi sebagai penerus beban ke konstruksi
dibawahnya, namun laston atas kurang kedap air. Laston atas menggunakan
gradasi terbuka dan dipasang diatas lapis pondasi bawah dengan bahan
pengikat aspal tanpa bahan pengisi serta untuk mempercepat peningkatan jalan
secara keseluruhan, terutama pada konstruksi bertahap.
11. Lapis aspal beton pondasi bawah (LASTON BAWAH), campuran laston untuk
pondasi dicampur pada suhu minimum 80ºC -120ºC serta dipadatkan pada suhu
minimum 80ºC. Laston bawah memiliki sifat yang tidak kedap air dan
bergradasi terbuka serta dipasang pada tanah yang telah stabil.
dinyatakan dalam kg) didapat silinder beton aspal (benda uji), yang telah direndam
satu jam pada suhu 60˚C.
Rancangan campuran berdasarkan metode marshall ditemukan oleh Bruce
marshall, dan telah distandarisasi oleh ASTM ataupun AASHTO melalui beberapa
modifikasi, yaitu ASTM D 1559-76, atau AASHTO T-245-90. Prinsip dasar
metode marshall adalah pemeriksaan stabilitas dan kelelehan (flow), serta analisis
kepadatan dan pori dari campuran padat yang terbentuk. Alat marshall merupakan
alat tekan yang dilengkapi dengan proving ring berkapasitas 22,2 KN (5000 lbs)
dan flowmeter. Proving ring digunakan untuk mengukur nilai stabilitas, dan
flowmeter untuk mengukur kelelehan plastis atau flow.
Benda uji marshall berbentuk silinder berdiameter 4 inci (10,2 cm) dan
tinggi 2,5 inchi (6,35 cm). Campuran yang digunakan pada pengujian marshall
harus memenuhi beberapa persyaratan dalam pengujiannya. Adapun persyaratan
untuk nilai-nilai uji marshall dapat dilihat pada Tabel 1.7 spesifikasi AC
konvensional.
Tabel 1.7 Spesifikasi AC Konvensional
Uraian Spesifikasi
Rongga dalam miniral agregat (VMA) Min. 17%
Kadar rongga udara (VIM) 3-6%
Ruang terisi aspal (VFB) Min. 68%
Stabilitas marshall Min. 800 kg
Kelelehan (flow) Min. 3 mm
Marshall quotient Min. 250
(Sumber: Pedoman Konstruksi dan Bangunan No. Pd T-04-2005-B)
Pengujian marshall digunakan untuk mengetahui karakteristik campuran,
menentukan ketahanan atau stabilitas terhadap kelelehan plastis (flow) dari
campuran aspal. Hubungan antara ketahanan (stabilitas) dan kelelehan plastisitas
(flow) adalah berbanding lurus dimana semakin besar stabilitas maka semakin besar
pula flow-nya, dan begitu juga sebaliknya. Dengan demikian, semakin besar
stabilitasnya maka aspal akan semakin mampu menahan beban, dan begitu pula
sebaliknya. Jika flow semakin tinggi maka aspal semakin mampu menahan beban.
Secara garis besar, pengujian marshall meliputi persiapan benda uji,
penentuan berat jenis bulk dari benda uji, pemeriksaan nilai stabilitas dan flow, dan
perhitungan sifat volumetric benda uji. Pada persiapan benda uji, ada beberapa hal-
hal yang harus diperhatikan yaitu sebagai berikut :
maupun sifat elastis campuran. Nilai VFB dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti energi, suhu pemadatan, jenis dan kadar aspal, serta gradasi agregatnya.
2. Voids in mix (VIM)
Banyaknya rongga dalam campuran yang dinyatakan dalam presentase.
Rongga udara yang terdapat dalam campuran diperlukan untuk tersedianya
ruang gerak untuk unsur-unsur campuran sesuai dengan sifat elastisnya.
Karena itu nilai VIM sangat menentukan karakteristik campuran. Nilai VIM
(void in mix) dipengaruhi oleh gradasi agregat, kadar aspal dan density.
3. Flow atau kelelehan
Besarnya penurunan atau deformasi yang terjadi pada lapis keras akibat
menahan beban yang diterimanya. Penurunan atau deformasi yang terjadi erat
kaitannya dengan nilai karakteristik marshall lainnya, seperti VFB (vold filled
bitumen), VIM (void in mix) dan stabilitasnya.
4. Marshall quotient (MQ)
Nilai marshall quotient (MQ) merupakan hasil bagi antara stabilitas dengan
kelelahan (flow) dan merupakan pendekatan terhadap tingkat kekakuan dan
fleksibilitas campuran.