Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan
mendefinisikan jalan sebagai prasarana transportasi darat yang meliputi segala
bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang
diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas
permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan
air, kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan kabel.
Silvia Sukirman (1994) menyebutkan jalan adalah jalur-jalur yang di atas
permukaan bumi yang dengan sengaja dibuat oleh manusia dengan berbagai bentuk,
ukuran-ukuran dan konstruksinya untuk dapat digunakan untuk menyalurkan lalu
lintas orang, hewan dan kendaraan yang mengangkut barang-barang dari tempat
yang satu ke tempat yang lainnya dengan cepat dan mudah.
Hendarsin (2000) menyebutkan perkerasan jalan adalah serangkaian
konstruksi yang dibangun di atas lapisan tanah dasar untuk menopang jalur lalu
lintas. Perkerasan jalan memungkinkan permukaan jalan lebih awet dan tahan
terhadap perubahan cuaca dibandingkan jalan tanpa perkerasan.
Konstruksi jalan secara garis besar terdapat konstruksi perkerasan lentur,
konstruksi perkerasan kaku dan konstruksi perkerasan komposit, sebagai berikut:
1. Konstruksi perkerasan lentur, perkerasan yang menggunakan aspal sebagai
bahan pengikat, terdiri dari lapisan tanah dasar (subgrade), lapisan pondasi
bawah (subbase course), lapisan pondasi atas (base course) dan lapisan
permukaan (surface course).
a. Tanah dasar (subgrade)
Permukaan tanah semula atau permukaan galian atau permukaan tanah
timbunan yang dipadatkan dan merupakan permukaan dasar untuk
perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya.
b. Lapis pondasi bawah (subbase course)
Perkerasan yang terletak antara lapis pondasi dan tanah dasar yang berfungsi
sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan

1
Praktikum Perkerasan Jalan Raya Pendahuluan

menyebarkan beban roda, mencapai efisiensi penggunaan material yang


relatif murah agar lapisan-lapisan selebihnya dapat dikurangi tebalnya
(penghematan biaya konstruksi), mencegah tanah dasar masuk ke dalam
lapis pondasi dan sebagai lapis pertama agar pelaksanaan dapat berjalan
lancar.
c. Lapis pondasi (base course)
Perkerasan yang terletak antara lapis permukaan dengan lapis pondasi
bawah (atau dengan tanah dasar bila tidak menggunakan lapis pondasi
bawah) yang berfungsi sebagai bagian perkerasan yang menahan beban roda
dan sebagai perletakan terhadap lapis permukaan.
d. Lapis permukaan (surface course)
Perkerasan yang paling atas yang berfungsi sebagai bahan perkerasan untuk
menahan beban roda, lapisan rapat air untuk melindungi badan jalan
kerusakan akibat cuaca dan sebagai lapisan aus (wearing course).
2. Konstruksi perkerasan kaku, perkerasan yang menggunakan beton sebagai
bahan pengikat, terdiri dari lapisan tanah dasar (subgrade), lapisan pondasi
bawah (subbase course) dan plat beton (concrete slab).
3. Konstruksi perkerasan komposit, perkerasan yang menggunakan aspal dan
beton sebagai bahan pengikat, terdiri dari lapisan tanah dasar (subgrade),
lapisan pondasi bawah (subbase course), plat beton (concrete slab) dan lapisan
permukaan aspal (bituminous surfacing).

1.2 Pengertian Aspal


Aspal adalah suatu bahan bentuk padat atau setengah padat berwarna hitam
sampai coklat gelap, bersifat perekat (cementious) yang akan melembek dan
meleleh bila dipanasi. Aspal tersusun terutama dari sebagian besar bitumen yang
kesemuanya terdapat dalam bentuk padat atau setengah padat dari alam atau hasil
pemurnian minyak bumi, atau merupakan campuran dari bahan bitumen dengan
minyak bumi atau derivatnya (ASTM, 1994).
Bitumen (The Asphalt Institute, 1993) adalah suatu campuran dari senyawa
hidrokarbon yang berasal dari alam atau dari suatu proses pemanasan, atau berasal
dari kedua proses tersebut, kadang-kadang disertai dengan derivatnya yang bersifat
non logam, yang dapat berbentuk gas, cairan, setengah padat atau padat, dan

M. Hisyam Ar-Rayyan – M1C120040 2


Praktikum Perkerasan Jalan Raya Pendahuluan

campuran tersebut dapat larut dalam karbondisulfida (CS2). Aspal yang dipakai
dalam konstruksi jalan mempunyai sifat fisis yang penting, yaitu kepekatan
(consistency), ketahanan lama atau ketahanan terhadap pelapukan oleh cuaca,
derajat pengerasan dan ketahanan terhadap air.
Sukirman (1993), menyebutkan aspal yang dihasilkan dari industri kilang
minyak mentah (crude oil) dikenal sebagai residual bitumen, yang dihasilkan dari
minyak mentah melalui proses destilasi. Proses penyulingan dilakukan dengan
pemanasan hingga suhu 350°C di bawah tekanan atmosfir untuk memisahkan
fraksi-fraksi minyak seperti bensin (gasoline), minyak tanah (kerosene) dan gas oli.
Aspal adalah bahan yang thermoplastis, yaitu konsistensinya atau viskositasnya
akan berubah sesuai dengan perubahan temperatur yang terjadi. Temperatur aspal
yang semakin tinggi, maka viskositasnya akan semakin rendah.
Aspal terbuat dari minyak mentah, melalui proses penyulingan atau dapat
ditemukan dalam kandungan alam sebagai bagian dari komponen alam yang
ditemukan bersama sama material lain. Aspal dapat pula diartikan sebagai bahan
pengikat pada campuran beraspal yang terbentuk dari senyawa-senyawa komplek
seperti Asphaltenese, Resins dan Oils. Aspal mempunyai sifat visco-elastis dan
tergantung dari waktu pembebanan (The Blue Book–Building & Construction,
2009).
Aspal merupakan distilat paling bawah dari minyak bumi, yang memiliki
banyak sekali manfaat dan kegunaan. Aspal dapat digunakan di dalam bermacam
produk – produk, termasuk:
1. Jalan aspal,
2. Dasar pondasi dan subdasar,
3. Dinding untuk lubang di jalanan, trotoar kakilima, jalan untuk mobil, lereng-
lereng, jembatan-jembatan, dan bidang parkir,
4. Tambalan lubang di jalanan,
5. Jalan dan penutup tanah,
6. Atap bangunan, dan
7. Minyak bakar.
Aspal mempunyai sifat thixotropy, yaitu jika dibiarkan tanpa mengalami
tegangan regangan akan berakibat aspal menjadi mengeras sesuai dengan jalannya

M. Hisyam Ar-Rayyan – M1C120040 3


Praktikum Perkerasan Jalan Raya Pendahuluan

waktu. Angka penetrasi aspal yang semakin besar mengartikan semakin kecil
tingkat konsistensi aspal dan memberikan nilai modulus elastis aspal yang semakin
kecil dalam tinjauan temperatur dan pembebanan yang sama. Tingkat penetrasi
aspal yang dapat digunakan dalam campuran agregat aspal, antara lain 40/50, 60/70,
80/100. Indonesia umumnya menggunakan aspal dengan penetrasi 80/100 dan
penetrasi 60/70. Aspal yang digunakan dalam konstruksi perkerasan jalan pada
umumnya berfungsi sebagai pengikat dan pengisi rongga udara antara agregat,
sehingga aspal yang digunakan harus bersifat sebagai berikut:
1. Daya tahan (durability)
Daya tahan aspal adalah kemampuan aspal mempertahankan sifat asalnya
akibat pengaruh cuaca selama masa pelayanan jalan. Sifat ini merupakan sifat
dari campuran aspal, sehingga sifat ini tergantung juga dari sifat agregat,
campuran dengan aspal, faktor pelaksanaan dan sebagainya.
2. Kohesi dan adhesi
Kohesi merupakan kemampuan aspal untuk mengikat unsur-unsur penyusun
dari dirinya sendiri sehingga terbentuknya aspal dengan daktilitas yang tinggi.
Adhesi menyatakan kemampuan aspal untuk berikatan dengan agregat dan
tetap mempertahankan agregat pada tempatnya setelah berikatan.
3. Kepekaan terhadap temperatur
Kepekaan aspal terhadap temperatur adalah sensitifitas perubahan sifat
viskoelastis aspal akibat perubahan temperatur, sifat ini dinyatakan sebagai
indeks penetrasi aspal (IP). Aspal dengan nilai IP yang tinggi akan memiliki
kepekaan yang rendah terhadap perubahan temperatur. Oleh sebab itu,
campuran yang dibuat dari aspal dengan nilai IP yang tinggi akan memiliki
rentang temperatur pencampuran dan pemadatan yang lebih lebar dari
campuran yang dibuat dari aspal dengan nilai IP yang rendah. Aspal dengan
tingkat kekerasan atau nilai penetrasi yang sama belum tentu memiliki nilai IP
yang sama. Sebaliknya, aspal dengan nilai IP yang sama belum tentu memiliki
tingkat kekerasan yang sama. Pada aspal dengan IP yang sama, semakin tinggi
tingkat kekerasan aspal semakin tinggi ketahanan campuran beraspal yang
dihasilkannya.
4. Kekerasan aspal

M. Hisyam Ar-Rayyan – M1C120040 4


Praktikum Perkerasan Jalan Raya Pendahuluan

Aspal pada proses pencampuran dipanaskan dan dicampur dengan agregat


sehingga agregat dilapisi aspal atau aspal panas disiramkan ke permukaan
agregat yang telah disiapkan pada proses peleburan. Pada waktu proses
pelaksanaan, terjadi oksidasi yang menyebabkan aspal menjadi getas.
5. Viskoelastisitas aspal
Viskoelastisitas aspal adalah suatu material yang bersifat viskoelastis yang
sifatnya akan berubah tergantung pada temperatur atau waktu pembebanan.
Sifat viskoelastis aspal menentukan pada temperatur berapa pencampuran
aspal dengan agregat harus dilakukan agar mendapatkan campuran yang
homogen dimana semua permukaan agregat dapat terselimuti oleh aspal secara
merata dan aspal mampu masuk ke dalam pori-pori agregat untuk membentuk
ikatan kohesi yang kuat dan untuk mengetahui pada temperatur berapa
pemadatan dapat dilakukan dan kapan harus dihentikan.
6. Sifat mekanis (rheologic)
Sifat mekanis adalah hubungan antara tegangan (stress) dan regangan (strain)
dipengaruhi oleh waktu. Pembebanan dengan jangka yang sangat cepat, maka
aspal bersifat elastis, jika pembebanannya terjadi dalam jangka waktu yang
lambat maka sifat aspal menjadi plastis (viscous).
Aspal memiliki banyak fungsi khusus sebagai bahan konstruksi jalan,
dijelaskan sebagai berikut:
1. Mengikat batuan agar tidak lepas dari permukaan jalan akibat lalu lintas.
2. Bahan pelapis dan perekat agregat.
3. Lapis resap pengikat (prime coat) adalah lapisan tipis aspal cair yang
diletakkan di atas lapis pondasi sebelum lapis berikutnya.
4. Lapis pengikat (tack coat) adalah lapisan aspal cair yang diletakkan di atas
jalan yang telah beraspal, berfungsi pengikat di antara keduanya.
5. Pengisi ruang yang kosong antara agregat kasar, agregat halus, dan filler.
Aspal ditinjau dari pembuatannya dibagi dalam beberapa jenis yang akan
dijelaskan sebagai berikut:
1. Aspal buatan
Aspal buatan adalah aspal yang terbuat dari minyak bumi yang diproses
sedemikian rupa menggunakan metode tertentu yang relatif rumit. Seluruh

M. Hisyam Ar-Rayyan – M1C120040 5


Praktikum Perkerasan Jalan Raya Pendahuluan

rangkaian proses pengolahan dilaksanakan di pabrik khusus pembuatan aspal.


Sebagai pengikat batuan agar tidak lepas dari permukaan jalan akibat lalu
lintas, aspal buatan memiliki beberapa jenis yang dijelaskan sebagai berikut:
a. Aspal keras
Aspal yang mempunyai tingkat kekerasan yang tinggi dengan penetrasi
yang dimiliki berkisar antara 60-80. Aspal keras umumnya dipakai menjadi
bahan baku pembentuk jalan aspal. Kegunaan lain dari aspal keras adalah
sebagai bahan pembuatan AC (Asphalt Cement).
b. Aspal cair
Aspal yang memiliki wujud cair sering digunakan dalam keperluan
pengikatan bahan bangunan. Aspal yang digunakan sebagai lapis resap
pengikat (prime coat) yaitu aspal tipe MC-30, MC-70, atau MC-250.
Sementara itu, tipe aspal yang dipakai untuk lapis pengikat (tack coat)
antara lain RC-70 atau RC-250.
c. Aspal emulsi
Aspal yang dihasilkan melalui proses pengemulsian aspal keras. Pada proses
ini partikel-partikel aspal keras dipisahkan dan didispersikan dalam air yang
mengandung emulsifer (emulgator). Partikel aspal yang terdispersi ini
berukuran sangat kecil bahkan sebagian besar berukuran koloid. Jenis
emulsifer yang digunakan sangat mempengaruhi jenis dan kecepatan
pengikatan aspal emulsi yang dihasilkan. Kelebihan-kelebihan dari aspal
emulsi ialah gampang digunakan, memiliki daya ikat yang baik, dan tahan
terhadap cuaca yang ekstrim. Berdasarkan muatan listrik zat pengemulsi
yang digunakan, aspal emulsi yang dihasilkan dapat dibedakan menjadi:
1) Aspal emulsi anionik, aspal emulsi yang berion negatif.
2) Aspal emulsi kationik, aspal emulsi yang berion positif.
3) Aspal cair lambar mantap (slow curing, SC), aspal cair yang bahan
pelarutnya lambat menguap.
Pelarut yang digunakan pada aspal jenis ini adalah solar. Tingkat kekentalan
aspal cair sangat ditentukan oleh proporsi atau rasio bahan pelarut yang
digunakan terhadap aspal keras atau yang terkandung pada aspal cair

M. Hisyam Ar-Rayyan – M1C120040 6


Praktikum Perkerasan Jalan Raya Pendahuluan

tersebut. Aspal cair jenis MC-800 memiliki nilai kekentalan yang lebih
tinggi dari MC-200.
2. Aspal alam
Aspal alam adalah aspal yang berasal langsung dari alam tanpa melewati
serangkaian proses pengolahan yang rumit. Aspal alam yang bersifat plastis
bisa ditemukan di Danau Pitch, Republik Trinidad. Berbeda dengan segitiga
Bermuda yang mengandung aspal murni, kandungan aspal yang terdapat di
Pulau Buton dan Danau Pitch tidak murni dan tercampur dengan mineral yang
lain. Aspal dapat di klasifikasikan kedalam tingkatan (grade) atau kelas
berdasarkan tiga sistem yang berbeda sebagai berikut:
a. Viskositas
Viskositas setelah penuaan dan penetrasi dengan setiap sistem
mengelompokkan aspal dalam tingkatan atau kelas yang berbeda pula.
Dalam pengelempokan aspal, yang paling banyak digunakan adalah sistem
pengelompokan berdasarkan viskositas dan penetrasi. Dalam sistem
viskositas, satuan poise adalah standar pengukuran viskositas absolut.
Makin tinggi nilai poise suatu aspal makin kental aspal tersebut. Adapun
jenis aspal yang digunakan adalah sebagai berikut:
1) AC-25 adalah jenis aspal keras yang bersifat lunak.
2) AC-40 adalah jenis aspal keras yang bersifat keras.
b. Uji penetrasi
Jarum standar dengan beban 10 gram (termasuk berat jarum) ditusukkan
keatas permukaan aspal, panjang jarum yang masuk kedalam contoh aspal
dalam waktu lima detik diukur dalam 0,1 mm dan dinyatakan sebagai nilai
penetrasi aspal. Pengujian ini ditujukan untuk menentukan kekerasan dan
kelembekan suatu aspal. Semakin besar angka penetrasi makin lembek aspal
tersebut dan sebaliknya.
Tabel 1.1 Klasifikasi Aspal menurut AASHTO
Nilai Penetrasi
Berdasarkan 40-50 60-70 85-100 120-150 200-300
nilai pentrasi
Mi ma Mi ma ma ma
Min Min Min max
n x n x x x
Penetrasi (25°C,
40 50 60 70 85 100 120 150 200 300
100 gr, 5 detik)

M. Hisyam Ar-Rayyan – M1C120040 7


Praktikum Perkerasan Jalan Raya Pendahuluan

Titik nyala
(Claveland 232 - 232 - 232 - 218 150 177 -
Open), °C
Daktilitas
(25°C, 5 cm per
100 - 100 - 100 - 100 - 100 -
menit)

Kelarutan pada
trichloroethele,
99 - 99 - 99 - 99 - 99 -
%

Kehilangan
- 0,8 - 0,8 - 1,0 - 1,3 - 1,5
berat, %
Penetrasi setelah
58 - 54 - 54 - 46 - 40 -
kehilangan berat
Daktilitas
setelah - - 50 - 50 - 100 - 100 -
kehilangan berat
Nilai Viskositas
Berdasarkan
nilai viskositas AC-
A-C±50 AC-5 AC-10 AC-20 AC-30
40
400
Viskositas 60°C 3000±
250±50 500±100 1000±200 2000±400 0±8
(140°F), poises 600
00
Viskositas,
135°C (275°F), 125 175 250 300 350 400
Cs, Min
Penetrasi (25°C,
220 140 80 60 50 40
100 gr, 5 detik)
Titik nyala (°C) 163 177 219 232 232 232
Kelarutan pada
trichloroethene, 99,0 99,0 99,0 99,0 99,0 99,0
%
Kehilangan
- 1,0 0,5 0,5 0,5 0,5
Berat, %
(Sumber: Prakoso, 2012)

Proses produksi aspal dilakukan di pabrik aspal. Ini bisa menjadi pabrik
tetap atau bahkan di pabrik pencampuran bergerak. Dimungkinkan untuk
menghasilkan di pabrik aspal hingga 800 ton per jam. Suhu produksi rata-rata aspal
campuran panas adalah antara 150° dan 180° C, tetapi saat ini telah tersedia teknik-
teknik baru untuk menghasilkan aspal pada suhu yang lebih rendah. Mayoritas aspal
yang digunakan secara komersial diperoleh dari minyak bumi. Meskipun demikian,
aspal dalam jumlah besar terjadi dalam bentuk terkonsentrasi di alam. Endapan

M. Hisyam Ar-Rayyan – M1C120040 8


Praktikum Perkerasan Jalan Raya Pendahuluan

bitumen yang terjadi secara alami terbentuk dari sisa-sisa ganggang mikroskopis
purba (diatom) dan makhluk hidup lain yang pernah hidup.
Sisa-sisa ini disimpan di lumpur di dasar laut atau danau tempat organisme
hidup. Di bawah panas (di atas 50 ° C) dan tekanan penguburan jauh di dalam bumi,
sisa-sisanya diubah menjadi bahan seperti aspal, kerogen, atau minyak bumi.
Endapan alami bitumen termasuk danau seperti Danau Pitch di Trinidad dan
Tobago dan Danau Bermudez di Venezuela. Rembesan alami terjadi di La Brea Tar
Pits dan di Laut Mati. Bitumen juga terdapat di batupasir tak terkonsolidasi yang
dikenal sebagai “pasir minyak” di Alberta, Kanada, dan “pasir tar” serupa di Utah,
AS. Provinsi Alberta di Kanada memiliki sebagian besar cadangan dunia, dalam
tiga deposit besar yang meliputi 142.000 kilometer persegi (55.000 mil persegi),
sebuah wilayah yang lebih luas dari Inggris atau negara bagian New York. Pasir
bitumen ini mengandung 166 miliar barel (26,4 × 109 m3) cadangan minyak
komersial, memberi Kanada cadangan minyak terbesar ketiga di dunia.
Meskipun secara historis digunakan tanpa penyulingan untuk mengaspal
jalan, hampir semua keluarannya sekarang digunakan sebagai bahan mentah untuk
penyulingan minyak di Kanada dan Amerika Serikat. Deposit aspal alami yang
paling besar di dunia, yang dikenal sebagai Athabasca oil sands, terdapat di
Formasi McMurray di Alberta Utara. Formasi ini berasal dari Zaman Kapur awal,
dan terdiri dari banyak lensa pasir bantalan minyak dengan minyak hingga 20%.
Studi isotop menunjukkan deposit minyak berusia sekitar 110 juta tahun.
Dua formasi yang lebih kecil tetapi masih sangat besar terjadi di Peace River oil
sands dan the Cold Lake oil sands, yang masing-masing berada di sebelah barat dan
tenggara dari Athabasca oil sands. Manfaat Aspal, sebagian besar aspal olahan
digunakan dalam konstruksi. Terutama sebagai bagian dari produk yang digunakan
dalam aplikasi pengerasan jalan dan atap. Menurut persyaratan penggunaan akhir,
aspal diproduksi sesuai spesifikasi. Ini dicapai baik dengan pemurnian atau
pencampuran. Diperkirakan penggunaan aspal dunia saat ini sekitar 102 juta ton per
tahun. Sekitar 85% dari seluruh aspal yang diproduksi digunakan sebagai bahan
pengikat pada beton aspal untuk jalan raya. Ini juga digunakan di area beraspal
lainnya seperti landasan pacu bandara, tempat parkir mobil dan jalan setapak.

M. Hisyam Ar-Rayyan – M1C120040 9


Praktikum Perkerasan Jalan Raya Pendahuluan

Produksi beton aspal melibatkan pencampuran agregat halus dan kasar


seperti pasir, kerikil dan batu pecah dengan aspal, yang bertindak sebagai bahan
pengikat. Bahan lain, seperti polimer daur ulang (misalnya, ban karet), dapat
ditambahkan ke aspal untuk memodifikasi sifatnya sesuai dengan aplikasi yang
pada akhirnya dimaksudkan untuk aspal. Sebanyak 10% produksi aspal global
digunakan dalam aplikasi atap, di mana kualitas kedap airnya sangat berharga. Sisa
5% aspal digunakan terutama untuk tujuan penyegelan dan isolasi pada berbagai
bahan bangunan, seperti pelapis pipa, alas ubin karpet, dan cat. Aspal diterapkan
dalam konstruksi dan pemeliharaan banyak struktur, sistem, dan komponen, seperti
berikut ini:
1. Jalan raya.
2. Landasan pacu bandara.
3. Jalur pejalan kaki.
4. Arena balap.

1.2.1 Pengujian penetrasi bahan bitumen


Bahan bitumen merupakan bahan termoplastik yang secara bertahap
mencair, sesuai dengan pertambahan suhu dan sifat ini berlaku sebaliknya dengan
pengurangan suhu. Untuk mengetahui tingkat kekerasan aspal yang dinyatakan
dalam masuknya jarum dengan beban tertentu pada selang waktu tertentu dalam
suhu kamar kita harus melakukan pengujian penetrasi bahan bitumen. Tingkat
kekerasan aspal ini sering disebut sebagai angka penetrasi dan dijadikan acuan
untuk klasifikasi aspal.
Aspal yang penetrasinya rendah cocok digunakan untuk daerah dengan
cuaca yang panas serta bervolume lalu lintas tinggi serta untuk penetrasinya tinggi
digunakan untuk daerah bercuaca dingin. Akan tetapi, perilaku dari material bahan
bitumen berbeda-beda tergantung dari komposisi unsur-unsur penyusunnya. Jika
dilihat dari sudut pandang ilmu rekayasa, pada saat menggambarkan karakteristik
suatu aspal atau bitumen, diperkenalkan beberapa parameter yang salah satunya
adalah angka penetrasi atau PEN. Nilai penetrasi atau PEN akan menggambarkan
tingkat kekerasan suatu bitumen dalam suhu standar yaitu 25˚C, yang diambil dari
pengukuran kedalaman penetrasi jarum standar, dengan beban standar (50 sampai
dengan 100 gram), dalam rentang waktu yang juga standar (5 detik).

M. Hisyam Ar-Rayyan – M1C120040 10


Praktikum Perkerasan Jalan Raya Pendahuluan

British Standard International (BSI) membagi nilai penetrasi ini menjadi 10


macam pada rentang nilai penetrasi (PEN) 15 sampai dengan 450, sedangkan
AASHTO mendefinisikan nilai PEN 40-50 sebagai nilai PEN untuk material
bitumen yang paling keras dan PEN 200-300 untuk material bitumen yang paling
lembek. Pengujian dalam suhu yang berbeda, dapat menghasilkan nilai yang
berbeda pula.
Variasi nilai PEN terhadap suhu dapat disusun sedemikian rupa sehingga
dihasilkan grafik hubungan antar suhu dengan nilai PEN. SNI-06-2441-2011
menyatakan nilai penetrasi sebagai rata-rata sekurang-kurangnya dari tiga
pembacaan dengan ketentuan bahwa hasil pembacaan tidak melampaui ketentuan
pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2 Nilai Penetrasi
Hasil Penetrasi 0 – 49 50 – 149 150 – 179 200
Nilai Toleransi 2 4 6 8
(Sumber: SNI-06-2441-2011)
Nilai penetrasi dinyatakan dalam nilai yang merupakan kelipatan 0,1 mm,
nilai penetrasi yang semakin tinggi menentukan kekerasan aspal yang semakin
tinggi dan begitupun sebaliknya. Pembagian kelas untuk kekerasan dan kekenyalan
aspal dijelaskan sebagai berikut:
1. Aspal pen 40/50 : Bila jarum penetrasi benda pada range (40-59).
2. Aspal pen 60/70 : Bila jarum penetrasi benda pada range (60-79).
3. Aspal pen 85/100 : Bila jarum penetrasi benda pada range (85-100).
4. Aspal pen 120/150 : Bila jarum penetrasi benda pada range (120-150).
5. Aspal pen 200/300 : Bila jarum penetrasi benda pada range (200-300)

1.2.2 Pemeriksaan berat jenis bitumen


Berat jenis bitumen adalah perbandingan berat jenis bitumen terhadap berat
jenis air dengan isi yang sama pada suhu tertentu. Berat jenis bitumen sangat
tergantung pada nilai penetrasi dan suhu dari bitumen. Berat jenis dapat diketahui
dengan melihat perbandingan penentuan berat jenis suatu material secara kualitatif
dan visualisasi. Berat jenis bitumen dan kisaran nilainya dijelaskan sebagai berikut:
1. Penetration grade bitumen dengan berat jenis antara 1,010-1,040.
2. Bitumen yang telah teroksidasi dengan berat jenis berkisar antara 1,015-1,035.
3. Hard grades bitumen dengan berat jenis berkisar antara 1,045-1,065.

M. Hisyam Ar-Rayyan – M1C120040 11


Praktikum Perkerasan Jalan Raya Pendahuluan

4. Cut back grades bitumen dengan berat jenis berkisar antara 0,992-1,007.
Berat jenis bitumen adalah parameter yang digunakan dalam mendesain
perencanaan campuran aspal dan agregat dengan syarat minimal berat jenis adalah
1,00 gr/cc. Menurut spesifikasi Bina Marga, aspal dengan penetrasi 60-70
mempunyai berat jenis aspal lebih dari satu. Berat jenis diketahui melalui
perbandingan penentuan berat jenis secara kualitatif dan visualisasi. Standar
pengujian untuk berat jenis bitumen keras berkisar antara 1,015-1,035.
1.2.3 Daktilitas bitumen
Daktilitas adalah kohesi dari partikel aspal yang berusaha untuk terus
bersatu agar tidak sampai terlepas satu sama lainnya, dimana keadaan lepasnya
antara partikel aspal tersebut disebut kondisi putus. Daktilitas ialah sifat pemuluran
yang diukur pada saat putus. Daktilitas memiliki tujuan dalam mengukur jarak
terpanjang yang dapat ditarik antara 2 cetakan yang berisi bitumen keras yang sudah
disiapkan sebelum pengujian, sebelum putus pada suhu dan kecepatan tarik tertentu
dan untuk mengetahui sifat kohesi aspal. Daktilitas aspal yang lebih besar akan
mengikat butir-butir agregat dengan lebih baik dan lebih peka terhadap perubahan
temperatur.
Daktilitas sangat diperlukan dalam suatu campuran bahan perkerasan jalan
dengan aspal sebagai bahan perekat dari agregat yang ada. Gaya kohesi dari aspal
merupakan usaha untuk mempertahankan agregat tetap di tempatnya dan tidak
sampai terlepas, sehingga semakin tinggi nilai daktilitas aspal dan semakin baik
mutu aspal sebagai bahan perekat atau pengikat campuran bahan perkerasan jalan.
Menurut SNI 06-2432-1992 pengujian benda uji dilakukan di dalam bak
perendam pada suhu 25°C ditarik dengan menggunakan mesin uji dengan
kecepatan 5 cm/menit sampai benda uji putus. Benda uji ditarik menggunakan alat
uji sampai melebihi dari batas ukur alat uji. Benda uji yang tidak putus
menunjukkan bahwa sifat kohesi dari benda uji tersebut sangat tinggi, besarnya sifat
kohesi sangat baik untuk bahan campuran perkerasan jalan.
Daktilitas dapat ditinjau dari segi tegangan (strain), lengkungan (curvature),
dan lendutan (displacement).
1. Daktilitas tegangan (strain ductility)
Pengertian dasar dari daktilitas adalah kemampuan dari material/ struktur untuk

M. Hisyam Ar-Rayyan – M1C120040 12


Praktikum Perkerasan Jalan Raya Pendahuluan

menahan tegangan plastis tanpa penurunan yang drastis dari tegangan.


Daktilitas tegangan dapat diberikan dengan hubungan evaluasi. Daktilitas yang
sangat berpengaruh pada struktur dapat tercapai pada panjang tertentu pada
salah satu bagian dari struktur tersebut. Jika tegangan inelastik dibatasi dengan
panjang yang sangat pendek, maka akan terjadi penambahan yang besar pada
daktilitas tegangan. Daktilitas tengangan merupakan daktilitas yang dimiliki
oleh material yang digunakan.
2. Daktilitas Lengkungan (Curvature Ductility)
Pada umumnya sumber yang paling berpengaruh dari lendutan struktur
inelastis adalah rotasi pada sambungan plastis yang paling potensial. Sehingga,
berguna untuk menghubungkan rotasi per unit panjang (curvature) dengan
moment bending ujung. Daktilitas lengkungan maksimum dapat ditunjukan
sebagai berikut. Curvature ductility ini merupakan daktilitas yang diberikan
oleh penulangan struktur. Penentuan daktilitas rencana dapat dilihat dari
hubungan daktilitas dan faktor reduksi. Hubungan tersebut dapat divariasikan
dengan pendekatan hubungan gaya struktur dan lendutan.

1.2.4 Titik nyala dan titik bakar


Titik nyala aspal adalah angka yang menunjukkan temperatur aspal yang
dipanaskan ketika dilewatkan nyala penguji di atasnya terjadi kilatan api selama
sekitar 5 detik. Syarat aspal AC 60/70 titik nyala sebesar minimal 200ºC. Titik
bakar aspal adalah angka yang menyatakan besarnya suhu aspal yang dipanaskan
ketika dilewatkan nyala penguji diatas aspal terjadi kilatan api lebih dari 5 detik,
semakin tinggi titik nyala dan titik bakar aspal, maka aspal semakin baik.
Besarnya nilai titik nyala dan titik bakar tidak berpengaruh terhadap kualitas
perkerasan, karena pengujian ini hanya berhubungan dengan keselamatan
pelaksanaan khususnya pada saat pencampuran (mixing) terhadap bahaya
kebakaran. Syarat aspal AC 60/70 titik nyala sebesar minimal 200ºC. Proses
pencampuran aspal beton dilakukan pada suhu aspal sekitar 100°C sampai 140°C,
maka aspal yang diuji tersebut dapat digunakan sebagai campuran aspal beton. Titik
nyala minimum menurut tabel penetrasi adalah 200 (untuk penetrasi 60) dan 225
(untuk penetrasi 80) (SNI 06-2433-1991).

M. Hisyam Ar-Rayyan – M1C120040 13


Praktikum Perkerasan Jalan Raya Pendahuluan

Pengujian titik nyala dan titik bakar berguna untuk mengetahui temperatur
dimana aspal mulai menyala. Data ini nantinya dibutuhkan sebagai informasi
penting dalam proses pencampuran demi keselamatan dalam bekerja. Selain itu
pemeriksaan ini perlu dilakukan untuk mengetahui temperatur maksimum yang
diperbolehkan pada aspal sehingga aspal tidak terbakar. Jika terjadi kelebihan suhu
pemanasan akan menyebabkan terbakarnya aspal, hal ini akan mempengaruhi
struktur dan sifat kimia dari aspal itu sendiri. Sifat kimia yang berubah akan
berpengaruh pada kualitas dan sifat aspal yang dipakai, maka suhu pencampuran
harus di bawah titik nyala.

1.3 Agregat
Agregat menurut asalnya dapat dibagi dua, yaitu agregat alami yang
diperoleh dari sungai dan agregat buatan yang diperoleh dari batuan yang
dipecahkan menggunakan mesin pemecah batu. Berdasarkan ukurannya, agregat
terbagi atas agregat halus dan agregat kasar. Berikut penjelasan mengenai agregat
halus dan agregat kasar.
Agregat halus, berdasarkan SNI 03-6820-2002 tentang Spesifikasi Agregat
Halus untuk Pekerjaan Adukan dan Plesteran dengan Bahan Dasar Semen, agregat
halus adalah agregat besar butir maksimum 4,76 mm berasal dari alam atau hasil
alam, sedangkan agregat halus olahan adalah agregat halus yang dihasilkan dari
pecahan dan pemisahan butiran dengan cara penyaringan dari batuan atau terak
tanur tinggi. Agregat halus umumnya berupa pasir dengan partikel butir lebih kecil
dari 5 mm atau lolos saringan No.4 dan tertahan pada saringan No.200.
Agregat kasar, berdasarkan SNI 1970-2008 tentang Metode Uji Partikel
dalam Agregat, agregat kasar adalah kerikil sebagai hasil disintegrasi alami dari
batuan atau berupa batu pecah yang diperoleh dari industri pemecah batu dan
mempunyai ukuran butir antara 4,75 mm (No.4) sampai 40 mm (No.1½”). Agregat
kasar secara umum adalah agregat yang besarnya 5 mm sampai 4,75/40 mm
maupun kerikil sebagai hasil desintegrasi alami dan batuan atau pecahan batu yang
diperoleh dari industri pemecah.
Agregat untuk campuran beraspal diklasifikasikan berdasarkan sumbernya.
Penjalasan klasifikasi agregat untuk campuran aspal antara lain sebagai berikut:

M. Hisyam Ar-Rayyan – M1C120040 14


Praktikum Perkerasan Jalan Raya Pendahuluan

1. Agregat alam (natural aggregate), agregat yang digunakan dalam bentuk


alamiahnya dengan sedikit atau tanpa pemrosesan sama sekali yang terbentuk
dari proses erosi ilmiah atau proses pemisahan akibat angin, air, pergeseran es,
dan reaksi kimia. Dua jenis utama dari agregat alam yang digunakan untuk
konstruksi jalan dalam pasir dan kerikil. Kerikil biasanya didefinisikan sebagai
agregat yang berukuran lebih sebesar 6,35 mm. Pasir didefinisikan sebagai
yang lebih kecil dari 6,35 mm tetapi lebih besar dari 0,075 mm, sedangkan
partikel yang lebih kecil dari 0,075 mm disebut sebagai mineral pengisi (filler).
2. Agregat yang diproses, batuan yang telah dipecah dan disaring sebelum
digunakan. Pemecahan agregat dilakukan untuk merubah tekstur permukaan-
permukaan partikel dari licin ke kasar, untuk merubah bentuk partikel dari
bulat ke angular, dan untuk mengurangi serta meningkatkan distribusi dan
rentang ukuran partikel.
3. Agregat buatan, didapatkan dari proses kimia atau fisika dari beberapa material
sehingga menghasilkan suatu material baru yang sifatnya menyerupai agregat.
Beberapa jenis dari agregat ini merupakan hasil sampingan dari proses industri
dan dari proses material yang sengaja diproses agar dapat digunakan sebagai
agregat atau sebagai material pengisi (filler). Agregat buatan dibuat dengan
membakar tanah liat dan material lainnya. Produk akhir yang dihasilkan
biasanya agak ringan dan tidak memiliki daya tahan terhadap keausan yang
tinggi. Agregat buatan dapat digunakan untuk deck jembatan atau untuk
perkerasan jalan dengan mutu sebaik lapisan permukaan yang mensyaratkan
ketahanan gesek maksimum.

1.3.1 Analisis saringan agregat halus dan kasar


Analisis adalah usaha dalam mengamati sesuatu secara mendetail dengan
cara menguraikan sesuatu yang diamati untuk dikelompokkan kembali dengan
kriteria tertentu. Saringan adalah alat untuk menyaring atau memisahkan bagian
benda yang tidak diinginkan berdasarkan ukurannya. Agregat adalah sekumpulan
butir-butir batu pecah, kerikil, pasir, atau mineral lainnya baik berupa hasil alam
maupun buatan yang digunakan sebagai salah satu material dalam campuran beton.

M. Hisyam Ar-Rayyan – M1C120040 15


Praktikum Perkerasan Jalan Raya Pendahuluan

Menurut SNI 03-1968-1990, analisis saringan agregat adalah penentuan


persentase berat butir agregat yang lolos dari satu set saringan kemudian angka-
angka persentase digambarkan pada grafik pembagian butir.
Alat yang digunakan untuk pengujian analisis saringan agregat baik agregat
kasar maupun agregat halus adalah seperangkat saringan agregat yang telah
tersusun dari saringan yang paling besar hingga saringan terkecil, susunan saringan
agregat kasar dan agregat halus dapat dilihat pada Tabel 1.3 dan Tabel 1.4.
Tabel 1.3 Perangkat Saringan Agregat Kasar
Nomor Saringan Ukuran Lubang (mm)
1” 25,00
3/8” 9,500
No. 4 4,760
No. 8 2,380
No. 16 1,190
(Sumber: SNI 03-1968-1990)
Tabel 1.4 Perangkat Saringan Agregat Halus
Nomor Saringan Ukuran Lubang (mm)
1” 25,00
3/8” 9,500
No. 4 4,760
No. 8 2,380
No. 16 1,190
No. 30 0,595
No. 50 0,270
No. 100 0,149
No. 200 0,074
(Sumber: SNI 03-1968-1990)

Agregat merupakan komponen utama dari struktur perkerasan jalan, yaitu


90%-95% agregat berdasarkan persentase berat, atau 75%-85% agregat
berdasarkan persentase volume, dengan demikian kualitas perkerasan jalan
ditentukan juga dari sifat agregat dan hasil campuran agregat dengan material lain.
Sifat agregat merupakan salah satu faktor penentu kemampuan perkerasan jalan
memikul beban lalu lintas dan daya tahan terhadap cuaca. Hal-hal yang menentukan
kualitas agregat sebagai material perkerasan jalan adalah gradasi, kebersihan,
kekerasan, ketahanan agregat, bentuk butir, tekstur permukaan, porositas,
kemampuan untuk menyerap air, berat jenis, dan daya kelekatan terhadap aspal.
Gradasi agregat maksimum ditunjukan dengan saringan terkecil, dimana
agregat tersebut masih bisa lolos 100%. Ukuran saringan maksimum agregat adalah
ukuran saringan yang terbesar, dimana diatas saringan tersebut terdapat sebagian
M. Hisyam Ar-Rayyan – M1C120040 16
Praktikum Perkerasan Jalan Raya Pendahuluan

agregat yang tertahan. Bentuk-bentuk gradasi agregat akan dijelaskan sebagai


berikut:
1. Well graded (gradasi baik).
2. Gap graded (gradasi terputus).
3. Uniform graded (gradasi seragam).
Berat agregat yang tertahan ditiap saringan dihitung beratnya dan persentase
kumulatif dari berat agregat yang melewati tiap saringan dihitung beratnya, dengan
mengetahui pembagian besarnya butir dari suatu agregat, maka kita dapat
menentukan klasifikasi terhadap suatu macam agregat tertentu atau dengan kata lain
dapat mengadakan deskripsi agregat. Besarnya butiran agregat biasa digambarkan
dalam grafik.
Tujuan mendapatkan ukuran maksimal agregat adalah untuk mengetahui
batas gradasi. Hasil pengujian analisis saringan agregat halus dan kasar dapat
digunakan antara lain untuk penyelidikan quarry agregat dan perencanaan
campuran serta pengendalian mutu konstruksi yang akan dilaksanakan.

1.3.2 Pemeriksaan berat jenis dan penyerapan agregat kasar


Berat jenis merupakan nilai perbandingan antara massa dan volume dari
suatu agregat, sedangkan penyerapan merupakan tingkat atau kemampuan suatu
bahan untuk menyerap air. Jumlah rongga yang didapat pada agregat disebut
porositas. Berat jenis agregat digunakan pada perencanaan campuran aspal dengan
agregat, campuran ini berdasarkan perbandingan berat karena lebih teliti
dibandingkan dengan perbandingan volume dan untuk menentukan banyaknya pori
agregat. Berat jenis yang kecil akan mempunyai volume yang besar sehingga
dengan berat sama akan dibutuhkan aspal yang banyak dan sebaliknya.
Agregat dengan kadar pori besar akan membutuhkan jumlah aspal yang
lebih banyak karena banyak aspal yang terserap akan mengakibatkan aspal menjadi
lebih tipis. Penentuan banyak pori ditentukan berdasarkan air yang dapat
terarbsorbsi oleh agregat. Nilai penyerapan adalah perubahan berat agregat karena
penyerapan air oleh pori-pori dengan agregat pada kondisi kering. Macam-macam
berat jenis pada agregat kasar antara lain sebagai berikut:
1. Berat jenis kering (bulk specific grafity), perbandingan antara berat jenis kering
agregat dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan

M. Hisyam Ar-Rayyan – M1C120040 17


Praktikum Perkerasan Jalan Raya Pendahuluan

jenuh pada suhu 25°C. Menurut AM. Neville berat jenis kering permukaan
jenuh berkisar antara 2,5 - 3,0.
2. Berat jenis kering permukaan (SSD atau saturated surface dry), perbandingan
antara berat agregat kering permukaan jenuh dengan air suling yang beratnya
sama dengan agregat dalam keadaan jenuh.
3. Berat jenis semu (apparent specific gravity), perbandingan antara berat agregat
kering dengan berat air yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan
kering pada suhu 25°C.
Agregat dapat dikatakan kering apabila telah dijaga pada temperatur
110±5oC dalam rentang waktu yang cukup untuk menghilangkan kandungan air
yang ada atau sampai beratnya tetap. Faktor yang mempengaruhi besarnya
penyerapan pada agregat salah satunya adalah suhu. Suhu yang tinggi membuat air
yang mengisi pada agregat tidak merata sehingga pori-porinya dengan mudah
menyerap air dan cepat menguap sehingga berat keringnya menjadi kecil
dibandingkan dengan berat kering normal dari kondisi agregat yang jenuh. Kondisi
agregat dilapangan akibat air dijelaskan sebagai berikut:
1. Keadaan kering oven atau mutlak, kondisi seperti ini hanya didapat apabila
agregat setelah dioven selama 24 jam dengan suhu 110±5°C.
2. Keadaan kering udara, kondisi ini adalah kondisi dimana agregat ditempatkan
dalam ruangan terbuka, maka sebagai air yang terdapat dalam agregat akan
mengalami penguapan. Penguapan tersebut tidak akan menghabiskan air yang
terkandung didalamnya.
3. Keadaan jenuh kering muka, kondisi agregat tidak menyerap dan tidak
menambah jumlah air dalam campuran beton.
4. Keadaan basah atau penuh, kondisi dimana seluruh permukaan agregat tersebut
berisi air yang biasanya disebut air permukaan.

1.3.3 Pemeriksaan berat jenis dan penyerapan agregat halus


Berat jenis agregat merupakan nilai perbandingan antara berat dari satuan
volume suatu agregat terhadap berat air dengan volume yang sama pada temperatur
yang ditentukan dan berat jenis agregat akan menentukan berat jenis aspal dalam
penentuan banyaknya campuran agregat dalam campuran aspal. Berat jenis agregat
berbeda satu sama lainnya karena, bergantung terhadap dari jenis batuan, susunan

M. Hisyam Ar-Rayyan – M1C120040 18


Praktikum Perkerasan Jalan Raya Pendahuluan

mineral, struktur butiran, dan porositas batuannya. Agregat memiliki pori-pori


sehingga untuk mendefinisikan berat jenis dan penyerapan agregat halus diuraikan
sebagai berikut:
1. Berat jenis kering (bulk specific grafity)
Perbandingan antara berat agregat kering dan air yang isinya sama dengan isi
agregat dalam keadaan jenuh pada suatu suhu tertentu, berat jenis yang
diperhitungkan dilakukan terhadap seluruh volume pori yang dapat diresap
atau seluruh volume pori yang dapat dilewati air.
2. Berat jenis kering permukaan (saturated surface dry specific gravity)
Perbandingan antara berat agregat kering permukaan jenuh dan berat air yang
isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu, berat
jenis yang diperhitungkan dilakukan terhadap seluruh volume pori yang dapat
diresap ditambah dengan volume partikel.
3. Berat jenis jenuh (apparent specific gravity)
Perbandingan antara berat agregat kering permukaan jenuh dan berat air yang
isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu, berat
jenis yang diperhitungkan dilakukan terhadap volume partikel tanpa
memperhitungkan volume pori yang dapat dilewati air.
4. Penyerapan
Kemampuan suatu bahan untuk menyerap air. Penyerapan adalah persentase
berat air yang dapat diserap pori terhadap berat agregat kering. Berat jenis dan
daya serap memiliki hubungan yang jika semakin tinggi nilai berat jenis
agregat maka semakin kecil daya serap air agregat tersebut.
Pemeriksaan berat jenis dan penyerapan agregat halus dilakukan untuk
memeriksa agregat halus memenuhi syarat dan standar sebagai bahan pembentuk
aspal.

1.3.4 Keausan dengan mesin Los Angeles


Keausan adalah perbandingan antara berat bahan aus lolos saringan No.12
terhadap berat semula dalam persen, untuk menguji kekuatan agregat dapat
dilakukan pemeriksaan dengan mesin Los Angeles. Keausan didefinisikan sebagai
rusaknya permukaan padatan yang menyebabkan kehilangan material sebagai
akibat adanya gesekan antar permukaan padatan. Keausan merupakan respon

M. Hisyam Ar-Rayyan – M1C120040 19


Praktikum Perkerasan Jalan Raya Pendahuluan

material terhadap kontak permukaan yang terjadi, keausan merupakan hal yang
biasa terjadi pada setiap material yang mengalami gesekan dengan material lain.
Menurut SNI 2417:1991, Los Angeles adalah mesin yang digunakan untuk
pengujian keausan, berbentuk silinder dengan diameter 170 cm dan terbuat dari
baja. Pengujian keausan menggunakan bola-bola baja yang berukuran 4-6 cm
sebagai nilai bantu untuk menghancurkan agregat, jumlah bola-bola baja yang
digunakan dalam pengujian tergantung pada tipe gradasi agregat yang di uji.
Pengujian keausan ini diperlukan untuk mengetahui tingkat ketahanan
agregat kasar terhadap keausan, percobaan yang dilakukan dengan menggunakan
bola-bola baja yang dimasukkan ke dalam mesin Los Angeles, selanjutnya mesin
diputar dengan kecepatan 30/33 sebanyak 500 putaran. Agregat yang sudah diuji
tersebut kemudian disaring dan dicuci lalu ditimbang beratnya.
Mesin Los Angeles terdiri dari silinder baja yang tertutup pada kedua sisinya
dengan diameter 71 cm (28”) dan panjang 50 cm (20”). Silinder bertumpu pada dua
poros pendek yang tak menerus dan berputar pada poros mendatar, pada silinder
terdapat lubang sebagai tempat masuk benda uji, penutup lubang terpasang rapat
sehingga permukaan dalam silinder tidak akan terganggu, pada bagian silinder
terdapat bilah baja melintang penuh setinggi 8,9 cm (3,56”).
Agregat dianggap mulus secara fisik, apabila agregat tidak mengalami
perubahan volume yang begitu besar atau tetap akibat pemanasan, pendinginan,
pembasahan, dan pendinginan. Agregat yang memiliki partikel batuan bersifat
lunak memiliki daya absorbsi yang besar dan berat jenis yang rendah sehingga akan
menyusut apabila terkena air dan memiliki sifat yang buruk untuk digunakan
sebagai agregat dalam bahan pembentuk aspal.
Aspal yang menggunakan jenis agregat tersebut akan memiliki kuat tekan
yang rendah dan lemahnya ikatan antara mortar dengan agregat akan menimbulkan
retak. Kemulusan fisik agregat juga dipengaruhi oleh ruang pori yang terdapat pada
agregat dan akan mengurangi volume bahan padat, sehingga air mudah masuk dan
ketahanan terhadap pengausan akan berkurang akibat porositas agregat tersebut.
Pemeriksaan keausan dengan mesin Los Angeles menggunakan bola baja
yang berukuran 4-6 cm, jumlah bola yang digunakan dalam pemeriksaan keausan
tergantung dari tipe gradasi agregat yang diuji yang dapat dilihat pada Tabel 1.5.

M. Hisyam Ar-Rayyan – M1C120040 20


Praktikum Perkerasan Jalan Raya Pendahuluan

Tabel 1.5 Standar Pemeriksaan Keausan


Ukuran Saringan Berat dan Gradasi Benda Uji (gram)
Lolos (mm) Tertahan (mm) A B C D E F G
76,2 63,5 2500
63,5 50,8 2500
50,8 38,1 5000 5000
38,1 25,4 1250 5000 5000
25,4 19,05 1250 5000
19,05 12,7 1250 2500
12,7 9,51 1250 2500
9,51 6,35 2500
6,35 4,75 2500
4,75 2,36 5000
12 11 8 6 12 12 12
Jumlah Bola 5000 4584 3330 2500 5000 5000 5000
±25 ±25 ±25 ±25 ±25 ±25 ±25
(Sumber: SNI 03-2417-1991)
Pemeriksaan dengan mesin Los Angeles adalah suatu cara pemeriksaan
agregat yang memeriksa agregat dengan pukulan dan gesekan, agregat akan
mengalami gesekan antara agregat lainnya, banyaknya pecahan pada proses
pemeriksaan akan mendapatkan nilai abrasi yang besar dan sedikitnya pecahan
pada proses pemeriksaan akan mendapatkan nilai abrasi yang kecil.

1.4 Campuran Aspal


Campuran aspal merupakan campuran yang terdiri dari kombinasi agregat
yang dicampur dengan aspal melalui proses pembakaran atau pemanasan.
Pencampuran dilakukan di mesin pencampur hingga permukaan agregat terselimuti
aspal dengan seragam. Agregat dan kekentalan aspal yang mencukupi dalam proses
pencampuran dan pengerjaan sebelumnya dipanaskan terlebih dahulu pada
temperatur tertentu. Tujuan dari pengujian campuran aspal untuk mengetahui
kadar semen aspal optimum dari campuran beton aspal. Jenis-jenis campuran aspal
akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Lapis tipis aspal pasir (sand sheet) kelas A dan B
Lapis penutup permukaan jalan yang terdiri atas agregat halus atau pasir atau
campuran keduanya dan aspal keras yang dicampur, dihampar dan dipadatkan
dalam keadaan panas pada temperatur tertentu dengan tebal setelah padat 1-2
cm. Latasir memiliki fungsi sebagai lapis penutup, lapis aus hingga
memberikan permukaan jalan yang rata dan licin. Latasir memiliki sifat yang
kedap air dan kenyal, tidak mempunyai nilai struktural, tahan terhadap keausan

M. Hisyam Ar-Rayyan – M1C120040 21


Praktikum Perkerasan Jalan Raya Pendahuluan

akibat lalu lintas dan pengaruh cuaca. Campuran latasir digunakan untuk jalan
dengan lalu lintas ringan, khususnya pada daerah di mana agregat kasar sulit
diperoleh. Pemilihan kelas A atau kelas B tergantung dari gradasi pasir yang
digunakan. Campuran latasir cenderung membutuhkan bahan tambahan berupa
bahan pengisi (filler) untuk memenuhi sifat yang disyaratkan. Latasir memiliki
ketahanan yang rendah terhadap alur (rutting) sehingga latasir tidak digunakan
pada lapisan yang tebal, jalan lalu lintas berat dan daerah tanjakan.
2. Lapis tipis aspal beton (hot rolled sheets)
Lapis permukaan berupa mortar pasir aspal yang diberi sisipan butiran kasar
atau terdiri atas lapis permukaan (hot rolled sheets-wearing course) dan lapis
pondasi (hot rolled sheets-base) yang terbuat dari agregat bergradasi senjang
dengan dominasi pasir dan aspal keras yang dicampur, dihampar dan
dipadatkan dalam keadaan panas pada temperatur tertentu. Campuran lataston
lebih tahan terhadap retak, namun mudah mengalami deformasi plastis berupa
timbulnya alur (rutting) pada permukaan perkerasan.
3. Lapis aspal beton (asphalt concrete)
Lapis permukaan yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang
bergradasi menerus, dicampur, dihamparkan dan dipadatkan dalam kondisi
panas dan suhu tertentu. Laston memiliki sifat yang kedap air, mempunyai nilai
struktural, awet, kadar aspal yang berkisar 4-7% terhadap berat campuran dan
dapat digunakan untuk lalu lintas ringan, sedang sampai berat. Laston memiliki
tipe kerusakan yang umum terjadi adalah retak dan terlepasnya butiran.
Kimpraswil (2000) membedakan laston menjadi 3 jenis campuran sebagai
berikut:
a. Laston lapis aus (asphalt concrete-wearing course), memiliki ukuran
maksimum 19 mm dan bertekstur halus.
b. Laston lapis permukaan antara (asphalt concrete-binder course), memiliki
ukuran maksimum 25,4 mm dan bertekstur sedang.
c. Laston lapis pondasi (asphalt concrete-base), memiliki ukuran maksimum
37,5 mm dan bertekstur kasar.
Laston umum digunakan untuk lapis permukaan, lapis perata dan lapis
pengikat. Agregat yang digunakan umumnya mempunyai gradasi rapat, dan

M. Hisyam Ar-Rayyan – M1C120040 22


Praktikum Perkerasan Jalan Raya Pendahuluan

memiliki rongga udara antar agregat kecil dan memerlukan sedikit aspal.
Laston memiliki kerusakan yang dimulai dengan retak pada perkerasan. Laston
memiliki rongga antara agregat yang kecil sehingga volume aspal yang
menyelimuti butiran agregat sedikit dan menyebabkan aspal mudah
teroksidasi, lapisan kurang kedap air dan aspal menjadi mudah terkelupas dari
agregat kemudian terjadi pelepasan butir. Tebal minimum dari campuran aspal
dijelaskan pada Tabel 1.6.
Tabel 1.6 Jenis Campuran Aspal dan Tebal Nominal Minimum
Tebal Nominal Toleransi Tebal
Jenis Campuran Simbol
Minimum (mm) (mm)
Latasir Kelas A SS-A 15 -
Latasir Kelas B SS-B 20 -
Lapis Permukaan HRS-WC 30
Lataston ±4
Lapis Pondasi HRS-BC 35
Lapis Aus AC-WC 40 ±3
Lapis Permukaan
Laston AC-BC 50 ±4
antara
Lapis Pondasi AC-BASE 60 ±5
(Sumber: Puslitbang Jalan dan Jembatan Balitbang PU)

4. Lapisan penetrasi makadam (LAPEN), campuran agregat dan aspal dengan


gradasi terbuka dan seragam yang diikat dengan aspal yang disemprot
diatasnya dan dipadatkan lapis demi lapis. Campuran lapen umumnya
digunakan untuk lapis pondasi, apabila digunakan sebagai lapis permukaan
maka diperlukan laburan aspal dan agregat penutup. Campuran lapen kurang
kedap air, memiliki nilai struktural, cukup kenyal dan kekuatan utamanya
adalah interlocking antara agregat pokok dan pengunci untuk lalu lintas ringan
sampai dengan sedang. Lapen pada proses konstruksi adalah segregasi atau
pencampuran yang dilakukan saat penghamparan.
5. Laburan aspal (BURAS), campuran yang terdiri dari aspal taburan pasir dengan
ukuran maksimum 3/8″. Buras memiliki fungsi sebagai penutup yang menjaga
permukaan agar tidak berdebu, kedap air, tidak licin dan mencegah lepasnya
butiran halus. Campuran buras tidak memiliki nilai struktural dan digunakan
pada jalan yang belum atau sudah beraspal dengan kondisi yang telah stabil,
mulai retak atau degradasi, serta dapat digunakan lalu lintas berat. Buras pada
proses konstruksi adalah segregasi atau pencampuran yang dilakukan saat
penghamparan.

M. Hisyam Ar-Rayyan – M1C120040 23


Praktikum Perkerasan Jalan Raya Pendahuluan

6. Laburan aspal satu lapis (BURTU), campuran yang terdiri dengan satu laburan
satu lapisan agregat bergradasi seragam tebal 20 mm.
7. Laburan aspal 2 lapis (BURDA), pengembangan dari burtu, yaitu lapisan aspal
ditaburi agregat dan dikerjakan 2 kali secara berurutan dengan tebal maksimum
35 mm.
8. Lapis asbuton campuran dingin (LASBUTAG), campuran yang terdiri dari
agregat, asbuton dan bahan peremaja yang dicampur, diaduk, diperam dan
dihampar serta dipadatkan dalam keadaan dingin. Lasbutag memiliki fungsi
sebagai lapis permukaan, lapis aus, melindungi lapisan bawah dari cuaca dan
air, mendukung lalu lintas dan permukaan rata tidak licin. Campuran lasbutag
memiliki nilai struktural dan kenyal serta dipakai untuk jalan lama maupun
baru dengan kepadatan maksimum 12%, Rmin 15 m dan lalu lintas sedang.
9. Lapis tipis asbuton murni (LATASBUM), campuran pengembangan dan
asbuton dengan mengekstraksinya dan memperoleh aspal murni yang
berfungsi seperti aspal minyak dengan campuran bahan pada suhu kamar.
10. Lapis aspal beton pondasi atas (LASTON ATAS), campuran laston untuk
pondasi dicampur pada suhu 90ºC -120ºC yang dipadatkan dalam keadaan
panas. Laston atas memiliki fungsi sebagai penerus beban ke konstruksi
dibawahnya, namun laston atas kurang kedap air. Laston atas menggunakan
gradasi terbuka dan dipasang diatas lapis pondasi bawah dengan bahan
pengikat aspal tanpa bahan pengisi serta untuk mempercepat peningkatan jalan
secara keseluruhan, terutama pada konstruksi bertahap.
11. Lapis aspal beton pondasi bawah (LASTON BAWAH), campuran laston untuk
pondasi dicampur pada suhu minimum 80ºC -120ºC serta dipadatkan pada suhu
minimum 80ºC. Laston bawah memiliki sifat yang tidak kedap air dan
bergradasi terbuka serta dipasang pada tanah yang telah stabil.

1.4.1 Marshall test


Marshall test adalah tes wajib untuk beton aspal, untuk mengetahui dan
memenuhi sifat beton aspal sesuai dengan yang kita harapkan. Dari Tes marshall
akan diketahui berapa persen kandungan aspal yang diperlukan untuk gradasi
batuan yang telah direncanakan, yang akan menghasilkan kuat tekan optimum
(disebut sebagai stabilitas marshall, atau juga disebut sebagai static stability test,

M. Hisyam Ar-Rayyan – M1C120040 24


Praktikum Perkerasan Jalan Raya Pendahuluan

dinyatakan dalam kg) didapat silinder beton aspal (benda uji), yang telah direndam
satu jam pada suhu 60˚C.
Rancangan campuran berdasarkan metode marshall ditemukan oleh Bruce
marshall, dan telah distandarisasi oleh ASTM ataupun AASHTO melalui beberapa
modifikasi, yaitu ASTM D 1559-76, atau AASHTO T-245-90. Prinsip dasar
metode marshall adalah pemeriksaan stabilitas dan kelelehan (flow), serta analisis
kepadatan dan pori dari campuran padat yang terbentuk. Alat marshall merupakan
alat tekan yang dilengkapi dengan proving ring berkapasitas 22,2 KN (5000 lbs)
dan flowmeter. Proving ring digunakan untuk mengukur nilai stabilitas, dan
flowmeter untuk mengukur kelelehan plastis atau flow.
Benda uji marshall berbentuk silinder berdiameter 4 inci (10,2 cm) dan
tinggi 2,5 inchi (6,35 cm). Campuran yang digunakan pada pengujian marshall
harus memenuhi beberapa persyaratan dalam pengujiannya. Adapun persyaratan
untuk nilai-nilai uji marshall dapat dilihat pada Tabel 1.7 spesifikasi AC
konvensional.
Tabel 1.7 Spesifikasi AC Konvensional
Uraian Spesifikasi
Rongga dalam miniral agregat (VMA) Min. 17%
Kadar rongga udara (VIM) 3-6%
Ruang terisi aspal (VFB) Min. 68%
Stabilitas marshall Min. 800 kg
Kelelehan (flow) Min. 3 mm
Marshall quotient Min. 250
(Sumber: Pedoman Konstruksi dan Bangunan No. Pd T-04-2005-B)
Pengujian marshall digunakan untuk mengetahui karakteristik campuran,
menentukan ketahanan atau stabilitas terhadap kelelehan plastis (flow) dari
campuran aspal. Hubungan antara ketahanan (stabilitas) dan kelelehan plastisitas
(flow) adalah berbanding lurus dimana semakin besar stabilitas maka semakin besar
pula flow-nya, dan begitu juga sebaliknya. Dengan demikian, semakin besar
stabilitasnya maka aspal akan semakin mampu menahan beban, dan begitu pula
sebaliknya. Jika flow semakin tinggi maka aspal semakin mampu menahan beban.
Secara garis besar, pengujian marshall meliputi persiapan benda uji,
penentuan berat jenis bulk dari benda uji, pemeriksaan nilai stabilitas dan flow, dan
perhitungan sifat volumetric benda uji. Pada persiapan benda uji, ada beberapa hal-
hal yang harus diperhatikan yaitu sebagai berikut :

M. Hisyam Ar-Rayyan – M1C120040 25


Praktikum Perkerasan Jalan Raya Pendahuluan

1. Jumlah benda uji yang disiapkan.


2. Persiapan agregat yang akan digunakan.
3. Penentuan temperatur pencampuran dan pemadatan dan persiapan campuran
aspal beton.
4. Pemadatan benda uji dan persiapan untuk pengujian marshall.
Jumlah benda uji yang disiapkan ditentukan dari tujuan dilakukannya uji
marshall tersebut. AASHTO menetapkan minimal 3 buah benda uji untuk setiap
kadar aspal yang digunakan. Agregat yang akan digunakan dalam campuran
dikeringkan di dalam oven pada temperatur 110ºC. Temperatur pencampuran bahan
aspal dengan agregat adalah temperatur pada saat aspal mempunyai viskositas
kinematis sebesar 170±20 centistokes, dan temperatur pemadatan adalah temperatur
pada saat aspal mempunyai nilai viskositas kinematis sebesar 280±30 centistokes.
Dari marshall test akan diketahui berapa persen kandungan aspal yang
diperlukan untuk gradasi batuan yang telah direncanakan, yang akan menghasilkan
kuat tekan optimum (disebut sebagai stabilitas marshall, atau juga disebut sebagai
static stability test, dinyatakan dalam kg) didapat silinder beton aspal (benda uji),
yang telah direndam satu jam pada suhu 60˚C. Dari tes tersebut juga didapat angka
lelehan (flow, dalam mm) yang menunjukkan tingkat kelenturan atau kegetasan
campuran beton aspal. Angka ini dikombinasi dengan besarnya kuat tekan benda
uji (SM atau flow dalam kg/ mm) akan menunjukkan angka getas kalau lebih dari
400 kg/mm dan terlalu lentur kalau kurang dari 200 kg/mm, ideal kalau berada
diantara angka tersebut. Saat ini pemeriksaan marshall dimaksudkan untuk
menentukan ketahanan (stabilitas) terhadap kelelehan plastis (flow) dari campuran
yang terjadi akibat suatu beban sampai batas runtuh yang dinyatakan dalam mm
atau 0,01”.
Berdasarkan SNI 06-2489-1991, prinsip dasar dari metode marshall adalah
pemeriksaan stabilitas dan kelelehan (flow), serta analisis kepadatan dan pori dari
campuran padat yang terbentuk. Berikut parameter-parameter yang terdapat pada
alat marshall antara lain sebagai berikut:
1. Void filled bitumen
Presentase rongga udara yang terisi aspal pada campuran yang telah mengalami
pemadatan. Nilai VFB ini merupakan pada sifat kekedapan air dan udara,

M. Hisyam Ar-Rayyan – M1C120040 26


Praktikum Perkerasan Jalan Raya Pendahuluan

maupun sifat elastis campuran. Nilai VFB dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti energi, suhu pemadatan, jenis dan kadar aspal, serta gradasi agregatnya.
2. Voids in mix (VIM)
Banyaknya rongga dalam campuran yang dinyatakan dalam presentase.
Rongga udara yang terdapat dalam campuran diperlukan untuk tersedianya
ruang gerak untuk unsur-unsur campuran sesuai dengan sifat elastisnya.
Karena itu nilai VIM sangat menentukan karakteristik campuran. Nilai VIM
(void in mix) dipengaruhi oleh gradasi agregat, kadar aspal dan density.
3. Flow atau kelelehan
Besarnya penurunan atau deformasi yang terjadi pada lapis keras akibat
menahan beban yang diterimanya. Penurunan atau deformasi yang terjadi erat
kaitannya dengan nilai karakteristik marshall lainnya, seperti VFB (vold filled
bitumen), VIM (void in mix) dan stabilitasnya.
4. Marshall quotient (MQ)
Nilai marshall quotient (MQ) merupakan hasil bagi antara stabilitas dengan
kelelahan (flow) dan merupakan pendekatan terhadap tingkat kekakuan dan
fleksibilitas campuran.

1.4.2 Pengujian kadar aspal dengan cara ekstraksi


Ekstraksi adalah pemeriksaan sampel (benda uji) aspal yang bertujuan untuk
mengetahui kandungan aspal yang ada apakah sesuai dengan spesifikasi yang telah
ditentukan menurut SKBI 24.26.1987 kadar aspal yang diijinkan berkisar antara 4%
sampai 7%. Kadar aspal merupakan persentase dari berat endapan dan berat
sampel campuran yang dibuat dalam percobaan. Salah satu metode yang telah
dikembangkan untuk menguji kandungan aspal dalam campuran (mix design)
adalah dengan menggunakan metode ekstraksi menurut prosedur pemeriksaan
AASTHO T-164-80 (Ridho, 2012).
Proses ekstraksi merupakan proses pemisahan campuran dua atau lebih
bahan dengan cara menambahkan pelarut yang bisa melarutkan salah satu bahan
yang ada dalam campuran tersebut dapat dipisahkan. Pelarut yang biasa digunakan
dalam proses ekstraksi antara lain spirtus, bensin, minyak tanah, trichlor ethylen
teknis dan lain-lain. Salah satu contoh tujuan dilakukan proses ekstraksi yaitu untuk
mengetahui kadar aspal yang terdapat dalam campuran aspal yang dibuat (mix

M. Hisyam Ar-Rayyan – M1C120040 27


Praktikum Perkerasan Jalan Raya Pendahuluan

design) yang menggunakan alat centrifuge extractor dengan bensin sebagai


pelarutnya selain itu dapat pula digunakan alat soklet dengan menggunakan trichlor
ethylen teknis sebagai bahan pelarutnya.
Seharusnya, kadar aspal hasil pengujian dan kadar aspal rencana harus
sama. Jika kadar aspal yang diperoleh lebih besar dari pada yang direncanakan,
maka kemungkinan akan terjadi bleeding. Sebaliknya, jika kadar aspal yang
diperoleh lebih kecil dari yang direncanakan, maka akan berpengaruh terhadap
kemampuannya dalam menahan beban lalu-lintas, karena ikatan antar agregat
kurang kuat. Selain itu, perbedaan tersebut juga dikarenakan pada saat percobaan
yang tidak memenuhi aturan yang seharusnya, yaitu dilakukannya dua percobaan
sekaligus, dimana benda uji yang satu di atas dan yang lain di bawah sehingga aspal
yang telah dilarutkan merembes ke bawahnya dimana dibawahnya ada benda uji
yang lain. Perbedaan ini juga disebabkan oleh pengadukan campuran aspal yang
tidak merata.
Maksud dari pengujian ekstraksi untuk menentukan kadar semen aspal
dalam beton aspal dengan cara melarutkan bagian-bagian yang terlarut. Tujuan dari
pengujian ekstraksi adalah untuk mengetahui kadar mineral tak larut yang terdapat
pada beton aspal.

1.5 Standar dan Skema Tahapan Penelitian


Berdasarkan rancangan spesifikasi umum bidang jalan dan jembatan, divisi
VI perkerasan beraspal departemen Pekerjaan Umum (PU) terdapat standar dan
syarat maksimum minimum agregat halus untuk campuran beton aspal yang
dijelaskan pada Tabel 1.8.
Tabel 1.8 Ketentuan Agregat Halus untuk Campuran Beton Aspal
Jenis Pemeriksaan Standar Syarat Maks/Min
Nilai setara pasir SNI 03-4428-1997 Maks. 50 %
Material lolos saringan No. 200 SNI 03-4142-1996 Maks. 8 %
Angularitas SNI 03-6877-2002 Min. 45 %
(Sumber: Rancangan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan, Divisi VI Perkerasan
Beraspal, Dept. PU, Edisi April 2007)

Tabel 1.9 Persyaratan Campuran Lapis Beton Aspal


Laston
Sifat – Sifat Campuran
WC BC Base
Jumlah tumbukan per bidang 75 112
Min 3,5
Rongga dalam campuran (%)
Max 5,5

M. Hisyam Ar-Rayyan – M1C120040 28


Praktikum Perkerasan Jalan Raya Pendahuluan

Rongga dalam agregat (VMA) (%) Min 15 14 13


Rongga terisi aspal (%) Min 65 63 60
Min 800 1500
Stabilitas Marshall (Kg)
Max - -
Pelelehan (mm) Min 3 5
Marshall Quotient (Kg/mm) Min 250 300
Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah perendaman
Min 80
selama 24 jam, 60°C pada VIM ± 7 %
Rongga dalam campuran (%) pada kepadatan
Min 2,5
Membal (refusal)
(Sumber: Rancangan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan, Divisi VI Perkerasan
Beraspal, Dept. PU, Edisi April 2007)

Pada pengujian marshall terdapat beberapa persyaratan spesifikasi


maksimum dan minimum campuran lapisan aspal yang baik menurut departemen
PU bidang perkerasan jalan yang dijelaskan pada Tabel 1.9 persyaratan campuran
lapis beton aspal. Pemeriksaan agregat kasar memiliki standar dan spesifikasi
minimum maksimum, hasil yang telah diperoleh dari pengujian agregat yang telah
dilaksanakan dikatakan baik atau dapat digunakan pada campuran aspal jika
memenuhi spesifikasi pada Tabel 1.10
Tabel 1.10 Hasil Pengujian Karakteristik Agregat Kasar Pecah 3/4
No Pengujian Standar Penelitian Spek Satuan
1 Abrasi SNI 03-2417-1991 Maks 40 %
2 Analisis Saringan SNI 03-1964-1990 - -
3 -Berat jenis
BJ Bulk Min. 2,5 -
BJ SSD SNI 03-1969-1990 Min. 2,5 -
BJ Apparent Min. 2,5 -
-Penyerapan Agg. Maks. 3 %
(Sumber: SNI 03-2417-1991, SNI 03-1964-1990, dan SNI 03-1969-1990)

Pemeriksaan agregat halus (abu batu) memiliki standar dan spesifikasi


minimum maksimum, hasil yang telah diperoleh dari pengujian agregat dikatakan
baik atau dapat digunakan pada campuran aspal jika memenuhi spesifikasi pada
Tabel 1.11.
Tabel 1.11 Hasil Pengujian Karakteristik Agregat Halus (Abu Batu)
No Pengujian Standar Penelitian Spek Satuan
1 Analisis Saringan SNI 03-1968-1990 - -
2 -Berat jenis
BJ Bulk Min. 2,5 -
BJ SSD SNI 03-1970-1990 Min. 2,5 -
BJ Apparent Min. 2,5 -
-Penyerapan agg. Maks. 3 %
(Sumber: SNI 03-1968-1990 dan SNI 03-1970-1990)

M. Hisyam Ar-Rayyan – M1C120040 29


Praktikum Perkerasan Jalan Raya Pendahuluan

Pemeriksaan agregat halus (pasir) memiliki standar dan spesifikasi


minimum maksimum, hasil dari pengujian agregat dikatakan baik atau dapat
digunakan jika memenuhi spesifikasi pada Tabel 1.12.
Tabel 1.12 Hasil Pengujian Karakteristik Agregat Halus (Pasir)
No Pengujian Standar Penelitian Spek satuan
1 Analisis Saringan SNI 03-1968-1990 - -
2 -Berat jenis
BJ Bulk Min. 2,5 -
BJ SSD SNI 03-1970-1990 Min. 2,5 -
BJ Apparent Min. 2,5 -
-Penyerapan agg. Maks. 3 %
(Sumber: SNI 03-1968-1990 dan SNI 03-1970-1990)

M. Hisyam Ar-Rayyan – M1C120040 30

Anda mungkin juga menyukai