Anda di halaman 1dari 26

BAB II

KAJIAN LITERATUR

A. Kajian Literatur Yang Mendukung Variabel Terikat dan Bebas


1. Pengertian Jalan
Jalan Raya adalah suatu lintasan yang bertujuan melewatkan lalu lintas
dari tempat yang satu ke tempat lainnya. Artinya lntasan yang menyangkut jalur
tanah yang diperkuat (diperkeras) dan jalur tanah tanpa diperkeras. Sedangkan
lalu lintas menyangkut semua benda dan makhluk yang melewati jalan tersebut,
baik kendaraan bermotor maupun tidak seperti sepeda (disebut kendaraan fisik),
manusia maupun hewan.Jalan raya sebagai sarana pembangunan dan
membantu pengembangan wilayah adalah penting sekali, maka dari itu lalu lintas
di atas jalan raya harus terselenggarakan secara lancar dan aman sehingga
pengangkutan berjajalan dengan cepat, aman, tepat, efisien dan ekonomis.
Untuk itu jalan raya harus memenuhi syarat-syarat teknis dan ekonomis menurut
fungsinya dan volume serta sifat lalu lintas.
Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian
jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan
bagi lalu lntas yang berada pada permukaan tanah, serta di atas permukaan air,
kecuali jalan kereta api, jalan roli, dan jalan kabel. UU RI no.38 tahun 2004 oasal
1 ayat (4).

2. Klasifikasi Jalan
Klasifikasi jalan atau hirarki jalan adalah pengelompokan jalan,
berdasarkan administrasi pemerintahan dan berdasarkan muatan sumbu yang
menyangkut dimensi dan berat kendaraan.
Berdasarkan Peran dan Fungsi Jalan Dapat Dibagi Menjadi :
a. Jalan Kolektor
Jalan kolektor yaitu jalan yang melayani angkutan pengumpul atau
pembagi, dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang
dan jalan masuk dibatasi.
b. Jalan Arteri
Jalan yang melayani angkutan utama, dengan ciri-ciri perjalanan jarak jauh,
kecepatan rata-rata tinggi dan jalan masuk dibatasi secara efisien.
c. Jalan Lokal
Jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak
dekat, kecepatan rata-rata rendah dan jalan masuk tidak dibatasi.
d. Jalan Nasional
Jalan umum yang pembinaannya dilakukan oleh mentri (Departemen
Pekerjaan Umum).
e. Jalan Daerah
Jalan umum yang pembinaannya dilakukan oleh pemerintah daerah.

3. Sejarah Perkerasan Jalan


Jalan pada awalnya hanyalah berupa jejak atau bekas lewatnya orang-
orang yang mencari kebutuhan hidup. Misalnya bahan makanan, pakaian, hewan
buruan, maupun sumber air. Manakala umat manusia mulai hidup dalam
kelompok, jejak-jejak yang tadi kemudian berubah menjadi jalan kasar/jalan
setapak. Kemudian, saat mulai hewan-hewan dimanfaatkan sebagai alat
transportasi, maka jalan perlulah dibuat lebih bagus atau rata. Sejarah
perkerasan jalan pertama kali dijumpai di Mesopotamia, bersamaan dengan
penemuan roda sekitar 3.500 Sebelum Masehi.
Pada zaman keemasan Romawi, konstruksi perkerasan jalan berkembang
dengan pesat. Waktu itu telah mulai pembangunan jalan yang terdiri dalam
bentuk beberapa lapisan perkerasan. Tetapi perkembangan konstruksi
perkerasan jalan terhenti sementara saat kekuasaan Romawi runtuh sampai
awal abad ke 18. (Sukirman S, 1999).

4. Jenis – Jenis Perkerasan


Perkerasan pada umumnya terdiri dari beberapa lapis bahan yang berbeda
– beda, dimana lapisan paling atas merupakan lapisan penutup yang kedap air
sehingga melindungi lapisan yang ada dibawahnya.
Secara umum perkerasan jalan dibagi menjadi dua jenis yaitu :
a. Perkerasan kaku (Rigid Pavement)
Susunan konstruksi perkerasan dimana sebagai lapis permukaan (surface)
dipergunakan plat beton semen yang bersambung (tidak menerus) tanpa atau
dengan tulangan, atau menerus dengan tulangan yang terletak di atas lapis
pondasi bawah (sub base), tanpa atau dengan pengaspalan sebagai lapis aus
(non structural). Menurut (Silvi, 2015) perkerasan rigid adalah perkerasan yang
menggunakan bahan ikat semen, yang sifatnya kaku. Perkerasan kaku berupa
plat beton dengan atau tanpa tulangan diatas tanah dasar dengan atau tanpa
pondasi bawah. Beban lalu lintas diteruskan keatas plat beton. Perkerasan kaku
bisa dikelompokan atas:
1) Perkerasan kaku semen yang terbuat dari beton semen baik yang bertulang
ataupun tanpa tulangan.
2) Perkerasan kaku komposit yang terbuat dari komposit sehingga lebih kuat dari
perkerasan semen, sehingga baik untuk digunakan pada landasan pesawat
udara di bandara.

a. Perkerasan lentur (Flexible Pavement)


Perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat sehingga
mempunyai sifat lentur (flexible) yang cukup besar. Dimana struktur perkerasan
pada lapis pondasi (base course) memberi sumbangan yang besar pada daya
dukung perkerasan dalam memikul beban lalu lintas. Susunan struktur lapisan
perkerasan lentur jalan dari bagian atas ke bawah, perkerasan yang
menggunakan bahan ikat aspal dan agregat ditebar dijalan pada suhu tinggi
(sekitar 1000 C) Lapisan-lapisan tersebut berfungsi menerima beban lalu lintas
dan menyebarkan beban tersebut ke lapisan di bawahnya. (Silvi , 2015).

4. Fungsi Perkerasan Jalan (Pavement)


Fungsi utama perkerasan jalan (Pavement) adalah untuk memikul beban
secara merata, aman dan nyaman. Ditinjau dari aspek perkerasan pengertian
aman mengandung arti bahwasannya perkerasan tersebut mempunyai tekstur
permukaan yang menjamin factor dari keamanan dan bahaya slip kendaraan.
Pengertian nyaman dimaksudkan bahwa perkerasan jalan akan memberikan
kenyamanan bagi pengendara dalam mengendarai kendaraannya pada lintasan
perkerasan tersebut.

5. Bahan Pengikat Perkerasan


Pada umumnya bahan pengikat dapat berupa aspal. Aspal didefinisikan
sebagai bahan material berwarna hitam atau coklat tua, pada temperatur ruang
berbentuk padat sampai agak padat. Bila dipanaskan sampai temperatur tertentu
aspal dapat menjadi lunak / cair sehingga dapat membungkus partikel agregat
pada waktu pembuatan aspal beton atau dapat masuk kedalam pori – pori yang
ada pada saat penyemprotan / penyiraman pada perkerasan.
Fungsi aspal dalam konstruksi perkerasan jalan adalah sebagai berikut :
a. Bahan Pengikat
Sebagai bahan pengikat aspal harus memberikan daya lekat yang baik,
dan memiliki daya adhesi dan kohesi yang besar.
b. Bahan Pengisi
Sebagai bahan pengisi aspal harus dapat mengisi rangka antara butir –
butir agregat dan pori – pori yang ada diagregat itu sendiri.

6. Aspal
Aspal adalah material yang pada temperatur ruang berbentuk padat
sampai agak padat, dan bersifat termoplastis. Jadi, aspal akan mencair jika
dipanaskan sampai temperatur tertentu, dan kembali membeku jika temperatur
turun. Bersama dengan agregat, aspal merupakan material pembentuk
campuran perkerasan jalan (Silvia Sukirman, 2003).
a. Jenis Aspal
Berdasarkan cara terjadinya aspal dapat dibedakan :
1) Aspal Alam :
Aspal gunung (rock aspal)
Contohnya aspal buton.
Aspal danau (lake aspal)
Contohnya aspal dari Bermuzer
2) Aspal buatan :
Aspal minyak (petroleum aspal)
Aspal minyak dengan bahan dasar dapat dibedakan atas :
(a) Aspal keras / panas (aspal coment)
aspal yang digunakan dalam keadaan cair dan panas.
Aspal coment pada temperature ruang (250 – 300) berbentuk padat.
(b) Aspal dingin
aspal yang digunakan dalam keadaan cair dan dingin, merupakan antara aspal
semen dengan bahan pencair dari hasil penyulingan minyak bumi.
(c) Aspal emulsi
aspal yang disediakan dalam bentuk emulsi, dapat digunakan dalam bentuk
dingin dan panas.

7. Agregat Kasar
Agregat kasar adalah jenis batuan yang tertahan di saringan 4,75 mm (No.
4), atau sama dengan saringan ASTM No. 8. Pada campuran antara agregat dan
aspal, agregat kasar merupakan pembentuk kinerja karena stabilitas dari
campuran diperoleh dari interlocking antar agregat. Fungsi agregat kasar adalah
memberi kekuatan pada campuran, tingginya kandungan agregat kasar selain
memperkecil biaya, tetapi juga meningkatkan tahanan gesek lapis perkerasan.
Tabel 1. Persyaratan Untuk Agregat Kasar
Jenis Pemeriksaan Metode Pengujian Persyaratan
Berat Jenis Bulk
Berat Jenis SSD SNI 03 – 1969 - 1990 Min. 2,5
Berat jenis Semu
Penyerapan % SNI 03 – 1969 - 1990 Maks 3 %
Abrasi dengan mesin Los Angeles SNI 03 – 2417 - 2008 Maks 40 %
Material lolos saringan No. 200 SNI 03 – 1968 - 1990 Maks 1 %
(Sumber: Spesifikasi Umum Bina Marga, 2010)

8. Agregat Halus
Agregat halus yaitu f ungsi utama agregat halus memberikan stabilitas dan
mengurangi deformasi permanen dari campuran melalui interlocking dan
gesekan antar partikel. Bahan ini dapat terdiri dari butiran-butiran batu pecah
atau pasir alam atau campuran dari keduanya.
Tabel 2. Persyaratan Untuk Agregat Halus
Jenis Pemeriksaan Metode Pengujian Persyaratan

Berat Jenis Bulk

Berat Jenis SSD SNI 03 – 1969 – 1990 Min. 2,5

Berat jenis Semu

Penyerapan % SNI 03 – 1969 – 1990 Maks 3 %

Kadar lempung SNI 03 – 4142 – 2008 Maks 1 %


(Sumber: Spesifikasi Umum Bina Marga, 2010)

9. Bahan Pengisi (Filler)


Bahan Pengisi atau filler adalah sebagai pengisi rongga udara pada
material sehingga memperkaku lapisan aspal. Apabila campuran agregat kasar
dan halus masih belum masuk dalam spesifikasi yang telah ditentukan, maka
pada campuran aspal beton perlu ditambah dengan filler. Sebagai filler dapat
digunakan abu batu,abu terbang atau semen Portland. filler yang baik adalah
yang tidak tercampur dengan kotoran atau bahan lain yang tidak dikehendaki
dan dalam keadaan kering (kadar air maks. 1%). (Bina Marga, 2010)
Pada kontruksi perkerasan filler berfungsi sebagai pengisi ruang kosong
(voids) diantara agregat kasar sehingga rongga udara menjadi lebih kecil dan
kerapatan massanya lebih kasar. Dengan bubuk isian yang berbutir halus maka
luas permukaan akan bertambah, sehingga luas bidang kontak yang dihasilkan
juga akan bertambah luasnya yang mengakibatkan tahan terhadap gaya geser
menjadi lebih besar sehingga stabilitas geseran akan bertambah.

10. Bagian – bagian Dari Perkerasan Jalan


Bagian – bagian perkerasan jalan berdasarkan fungsi dari masing – masing
lapisan perkerasan adalah sebagai berikut :

a. Lapisan Permukaan (Surface Course)


Lapisan Permukaan (Penutup) adalah lapisan yang terletak paling atas dari
suatu konstruksi perkerasan jalan, merupakan lapisan kedap air, menyebarkan
beban dan melindungi perkerasan dari dampak kerusakan akibat beban berulang
– ulang dari lalu lintas dan pengaruh cuaca.
Fungsi :
1) Lapisan perkerasan penahan beban roda, lapisan ini mempunyai stabilitas
tinggi untuk menahan beban roda selama masa pelayanan.
2) Lapisan kedap air, sehingga air hujan yang jatuh di atasnya tidak meresap ke
lapisan bawahnya dan melemahkan lapisan tersebut.
3) Lapisan aus (wearing course) lapisan yang langsung menerima gesekan
akibat rem kendaraan.
4) Lapisan yang menyebarkan beban ke lapisan bawahnya, sehingga dapat
dipikul oleh lapisan lain.
Untuk dapat memenuhi fungsi tersebut, umumnya lapisan permukaan
dibuat dengan menggunakan bahan yang sama dengan lapisan pondasi tetapi
dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan aspal diperlukan agar
lapisan dapat bersifat kedap air, disamping itu juga bahan aspal memberikan
tegangan tarik, berarti memberi daya dukung lapisan terhadap beban roda lalu
lintas.

b). Lapisan Pondasi Atas (Base Course)


Lapisan pondasi atas adalah lapisan yang terletak diantara lapisan
permukaan dan lapisan pondasi bawah atau tanah dasar (bila tidak memakai
lapisan pondasi bawah).
Fungsi :
1). Bagian dari perkerasan yang menahan gaya lentur dari beban roda dan
menyebarkan beban ke lapisan di bawahnya.
2). Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan.
Bahan – bahan untuk lapis pondasi pada umumnya harus cukup kuat dan awet,
sehingga dapat menahan beban – beban roda.
Sebelum menentukan suatu bahan untuk digunakan sebagai bahan pondasi
hendaknya dilakukan penelitian di laboratorium dan pertimbangan yang sebaik –
baiknya sehubungan dengan persyaratan teknik dan faktor – faktor lain.
Adapun bahan – bahan yang dapat di pakai sebagai lapis pondasi atas, antara
lain : batu pecah, kerikil pecah, stabilitas tanah dengan semen atau kapur.

c). Lapis Pondasi Bawah (Sub Base Course)


Pondasi bawah merupakan bagian dari suatu konstruksi jalan, lapisan ini
terletak antara pondasi atas (Base Course) dan tanah dasar (sub Grade).
Fungsi :
1). Bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan menyebarkan
beban roda ke tanah dasar.
2).Mencapai efisiensi penggunaan material. Material pondasi bawah relative
murah dibandingkan dengan lapisan perkerasan di atasnya.
3). Lapisan peresapan agar air tanah tidak berkumpul dipondasi.
4). Untuk mencegah partikel – partikel halus dari tanah dasar naik ke pondasi
atas.
5). Lapisan pertama agar pelaksanaan berjalan dengan lancer, hal ini
sehubungan dengan terlalu lemahnya daya dukung tanah dasar (Sub Grade)
terhadap roda – roda alat besar atau karena kondisi lapangan yang memaksa
harus menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca.
d). Tanah Dasar (Sub Grade)
Tanah dasar adalah suatu bagian dari konstruksi jalan yang berfungsi
untuk mendukung seluruh bagian lapisan konstruksi perkerasan dan beserta
gaya – gaya kendaraan yang melewati jalan tersebut.
Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan bila tanah
aslinya baik, tanah yang didatangkan dari tempat lain dan dipadatkan atau tanah
yang distabilisasi dengan kapur atau yang lainnya.
Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangatlah tergantung pada
sifat – sifat daya dukung tanah.
Pada umumnya persoalan yang menyangkut tanah dasar adalah :
1). Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari macam tanah tertentu
akibat beban lalu lintas.
2). Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar
air.
3). Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti
pada daerah macam tanah yang sangat berbeda sifat dan kedudukannya atau
akibat pelaksanaan.
4). Lendutan dan lendutan balik selama dan sesudah pembebanan lalu lintas dari
macam tertentu.
5). Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu lintas dan penurunan yang
diakibatkan, yaitu : pada tanah berbutir kasar yang tidak dipadatkan secara
baik pada saat pelaksanaan.

11. Jenis – Jenis Lapis Permukaan Perkerasan


Jenis lapis permukaan terdapat bermacam – macam yaitu :
a. Lapis Aspal Beton (LASTON)
Lapis aspal beton merupakan suau lapisan pada konstruksi jalan yang
terdiri dari agregat kasar, agregat halus, filler, dan aspal keras yang dicampur,
dihampar, dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu. Laston
bersifat kedap air, mempunyai nilai struktural, awet, kadar aspal berkisar 4 – 7%
terhadap berat campuran, dan dapat digunakan untuk lalu lintas ringan, sedang,
hingga berat. Campuran ini memiliki tingkat kekakuan yang tinggi. Menurut
Kimpraswil tahun 2000 (dalam Hargiyatmo, 2015) aspal beton menjadi 3 macam
campuran, yaitu laston lapis aus (AC – WC), laston lapis pengikat (AC – BC), dan
laston lapis pondasi.
Beton aspal adalah teknologi pelapisan aspal dengan cara mencampur
terlebih dahulu agregat dengan aspal pada suhu panas (dingin, menggunakan
aspal emulsi), kemudian baru digelar dalam temperatur panas atau dingin dan
dipadatkan hingga mencapai kepadatan tertentu (Ir.soehartono,2014).
Kelebihan aspal beton dibandingkan dengan aspal konstruksi aspal lainnya
yaitu : pekerjaan akan lebih cepat, kepadatan lapisan mudah tercapai, aspal
akan meningkat sifat tahan terhadap panasnya karena tercampur dengan filler,
lebih hemat pemakaian aspalnya karena berbenruk lapis film tipis di permukaan
batuan, dan mampu membentu kerataan permukaan yang dapat diandalkan
untuk jalan – jalan yang digunakan untuk kecepatan tinggi (van Dormon,1953).

b. Lapis Penetrasi macadam (LAPEN)


Lapis penetrasi macadam merupakan suatu lapis perkerasan yang terdiri
agregat pokok dengan agregat pengunci bergradasi terbuka dan seragam yang
diikat oleh aspal keras dengan cara disemprotkan diatasnya dan dipadatkan lapis
demi lapis dan apabila akan digunakan sebagai lapis permukaan perlu dilumuri
aspal, dilapisi lapisan agregat penutup dan dipadatkan (SNI 6751:2016).
Penetrasi macadam adalah lapis perkerasan berupa lapis batu pecah
ukuran 5 – 7 cm, ditutup dengan lapis batu pecah berukuran 2 – 3 cm yang
masing – masing telah dipadatkan, kemudian disemprotkan aspal, lalu ditaburkan
batu yang berukuran 1 cm dan pasir sebagai pengunci dan dipadatkan hingga
tidak bergerak lagi (Ir.soehartono,2014).

c. Lapis Asbuton Campuran Dingin (LASBUTAG)


Lapis asbuton campuran dingin merupakan campuran yang terdiri dari
agregat kasar, agregat halus, asbuton, bahan peremaja dan filler (bila
diperlukan) yang dicampur, dihampar dan dipadatkan secara dingin.

d. Hot Rolled Asphalt (HRA)


Hot rolled asphalt merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran
antara agregat bergradasi timpang, filler dan aspal keras dengan perbandingan
tertentu, yang dicampur dan dipadatkan dalam keadaan pada suhu tertentu.
Menurut kementrian pekerjaan umum (Bina Marga revisi 2010), Hot Rolled
Asphalt adalah lapisan penutup yang terdiri dari campuran agregat bergradasi
senjang, filler,dan aspal keras dengan perbandingan tertentu ; yang dicampur
dan dipadatkan secara panas (dalam waktu tertentu, minimum 124 derajat
celcius), dengan ketebalan padat 2,5 cm atatu 3 cm.

e. Laburan Aspal (BURAS)


Laburan aspal merupakan lapis penutup terdiri dengan ukuran butir
maksimum dari lapisan aspal taburan pasir 9,6 mm.

f. Laburan Batu satu Lapis (BURTU)


laburan batu satu merupakan lapis yang terdiri dari lapisan aspal yang di
taburi dengan satu lapis agregat bergradasi seragam. Tebal maksimum 20 mm.
Burtu adalah konstruksi pekerjaan jalan yang paling sederhana, hanya
melaburkan satu lapis penyemprotan aspal (menggunakan Hand Spray atau
Asphalt Distributor), bahkan ada yang karena terpaksa menggunakan kaleng
biskuit (Khong Guan) yang dilubangi dasarnya pada permukaan agregat yang
sudah dipadatkan dan dibersihkan. Sebelum aspal tadi menjadi dingin, taburkan
batu – batu pecah ukuran kecil ( chips, diameter 1 cm, ditaburkan menggunakan
pengki atau aggregate spreader), sehingga batu – batu pecah tersebut melekat
erat pada aspal dan siap untuk menjadi lapisan permukaan jalan yang tahan
abrasi dan tahan terobosan air (Ir.soehartono,2014).

g. Laburan Batu Dua (BURDA)


Laburan batu dua merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal
yang ditaburi agregat yang dikerjakan dua kali secara berurutan. Tebal
maksimum 35 mm.
Burda adalah konstruksi perkerasan jalan yang menggunakan dua kali pelaburan
aspal (dua kali semprotan aspal dan taburan batu pecah) di atas lapis agregat
yang telah dipadatkan (Ir.soehartono,2014).

h. Lapis Aspal Beton Pondasi Atas (LASTON ATAS)


Lapis beton pondasi atas merupakan pondasi perkerasan yang terdiri dari
campuran agregat dan aspal dengan perbandingan tertentu, dicampur dan
dipadatkan dalam keadaan panas.

i. Lapis Beton Pondasi Bawah (LASTON BAWAH)


Lapis beton pondasi bawah merupakan lapis perkerasan yang terletak
antara lapis pondasi dan tanah dasar jalan yang terdiri dari campuran agregat
dan aspal dengan perbandingan tertentu dicampur dan diapadatkan pada
temperature tertentu.

j. Lapis Tipis Aspal Beton


Lapis tipis aspal beton merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran
antara agregat bergradasi timpang, filler, dan aspal keras dengan perbandingan
tertentu yang dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu
tertentu. Tebal padat antara 25 sampai 30 mm.

k. Lapis Tipis Aspal Pasir (LATASIR)


Lapis tipis aspal pasir merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran
pasir dan aspal keras yang dicampur, dihampar dan padatkan dalam keadaan
panas pada suhu tertentu.

l. Aspal Makadam
Aspal Makadam merupakan lapis perkerasan yang terdiri dari agregat
pokok atau agregat pengunci bergrasi terbuka atau seragam yang dicampyr
dengan aspal cair, diperam dan dipadatkan secara dingin.

12. Karakteristik Campuran Aspal


Menurut Sukirman (2003), ada beberapa mutu campuran yang harus
dimiliki oleh beton aspal adalah stabilitas (stability), keawetan (durability),
kelenturan (flexibility), ketahanan terhadap kelelahan (fatique resistance),
kekesatan permukaan atau ketahanan geser (skid resistance), kedap air dan
kemudahan pelaksanaan (workability) aspal beton campuran panas adalah:

a. Tahan Tehadap Tekanan (Stability)


Tahan tehadap tekanan merupakan kemampuan dari suatu perkerasan
jalan menerima beban lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti
gelombang, alur dan bleeding. Jalan yang melayani volume lalu lintas yang tinggi
dan dominan terdiri dari kendaraan berat, membutuhkan suatu perkerasan jalan
dengan stabilitas yang tinggi. Faktor yang dapat mempengaruhi nilai stabilitas
aspal beton adalah gesekan internal dan kohesi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai stabilitas beton aspal adalah:
1) Gesekan internal yang dapat berasal dari kekasaran permukaan butir butir
agregat, luas bidang kontak antar butir atau bentuk butir, gradasi agregat,
kepadatan campuran, dan tebal film aspal.
2) Kohesi yang merupakan gaya ikat aspal yang berasal dari daya lekatnya,
sehingga mampu memelihara tekanan kontak antar butir agregat.

b. Keawetan (durabilty)
Keawetan merupakan kemampuan beton aspal untuk menerima repetisi
beban lalu lintas seperti berat kendaraan dan gesekan antara roda kendaraan
dan permukaan jalan, serta menahan keausan akibat pengaruh cuaca dan iklim,
seperti udara, air atau perubahan temperatur. Durabilitas beton aspal
dipengaruhi oleh tebalnya film atau selimut aspal, banyaknya pori dalam
campuran, kepadatan dan kedap airnya campuran. Semakin tebal film aspal
akan mengakibatkan mudah terjadi bleeding yang akan menyebabkan jalan
semakin licin.
Faktor yang mempengaruhi durabilitas lapis aspal beton adalah:
1) VIM (Rongga di dalam campuran) kecil sehingga lapis kedap air dan udara
tidak masuk ke dalam campuran yang menyebabkan terjadinya oksidasi dan
aspal menjadi rapuh (getas).
2) VMA (Rongga diantara agregat) besar sehingga film aspal dapat dibuat tebal.
Jika VMA dan VIM kecil serta kadar aspal tinggi maka kemungkinan terjadinya
bleeding cukup besar, untuk mencapai VMA yang besar in digunakan agregat
bergradasi senjang.
3) Film (selimut) aspal, film aspal yang tebal dapat menghasilkan lapis aspal
beton yang durabilitas tinggi, tetapi kemungkinan terjadinya bleeding menjadi
besar.

c. Kelenturan (flexibility)
Kelenturan merupakan kemapuan dari beton aspal untuk menyesuaikan
diri akibat penurunan (konsolidasi/settlement) dan pergerakan dari pondasi atau
tanah dasar, tanpa terjadi retak. Penurunan terjadi akibat repetisi beban lalu
lintas, ataupun penurunan akibat berat sendiri tanah timbunan yang dibuat di
atas tanah asli.
Untuk mendapatkan fleksibilitas yang tinggi dapat diperoleh dengan:
1) Penggunaan agregat bergradasi senjang sehingga diperoleh VMA yang
besar.
2) Penggunaan aspal lunak (aspal dengan penetrasi yang tinggi).
Penggunaan aspal yang cukup banyak sehingga diperoleh VIM (Rongga di
dalam campuran) yang kecil.

d. Ketahanan terhadap kelelehan (fatigue resistance)


Ketahanan merupakan kelelehan adalah suatu kemampuan dari beton
aspal untuk menerima lendutan berulang akibat repetisi beban, tanpa terjadinya
kelelehan berupa alur dan retak.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan terhadap kelelahan adalah:
1) VIM (Rongga di dalam campuran) yang tinggi dan kadar aspal yang rendah
akan mengakibatkan kelelahan yang lebih cepat.
2) VMA (Rongga diantara agregat)dan kadar aspal yang tinggi dapat
mengakibatkan lapis perkerasan menjadi fleksibel.

e. Kekesatan atau tahanan geser (skid resistance)


Kekesatan atau tahanan geser adalah kemampuan permukaan beton aspal
terutama pada kondisi basah, memberikan gaya gesek pada roda kendaraan
sehingga roda kendaraan tidak tergelincir, ataupun slip. Selain itu agregat yang
digunakan tidak saja harus mempunyai permukaan yang kasar, tetapi juga harus
mempunyai daya tahan untuk permukaannya tidak mudah menjadi licin akibat
repetisi kendaraan.
Tingginya nilai tahanan geser ini dipengaruhi oleh:
1) Penggunaan agregat dengan permukaan kasar.
2) Penggunaan kadar aspal yang tepat sehingga tidak terjadi bleeding.
3) Penggunaan agregat kasar yang cukup.

f. Kedap air (impermeable)


Kedap air merupakan kemampuan beton aspal untuk tidak dapatdimasuki
oleh air ataupun udara ke dalam lapisan beton aspal. Air dan udara dapat
menyebabkan terjadinya percepatan proses penuaan aspal, dan pengelupasan
film/selimut aspal dari permukaan agregat. Tingkat impermebilitas beton aspal
berbanding terbalik dengan tingkat durabilitasnya.
g. Mudah dilaksanakan (workability)
Workability merupakan kemampuan campuran laston untuk mudah
dihamparkan dan dipadatkan. Faktor yang mempengaruhi tingkat kemudahan
13. Tes Standar Bahan Aspal
Tes standar bahan aspal adalah tes buku untuk menggolongkan aspal
pada jenis atau kelas (grade) tertentu untuk memudahkan mengenal sifat – sifat
dasarnya dan menetapkan cara kerja atau jenis konstruksi yang paling sesuai
dalam rangka mengulangi resiko kegagalan. Meskipun bahan aspal sulit untuk
distandarkan menurut kandungan kimianya layaknya produk pabrik, hal itu
disebabkan kandungan kimianya sangat bervariasi, sifat asli bahannya pun
bervariasi tergantung pada dari lokalisasinya (Ir.Soehartono, 2014).

a. Penetrasi
Tes penetrasi adalah tes yang mudah dan cepat dilaksanakan serta
pelaksanaannya sederhana / murah, sehingga semua sepakat bahwa tes ini
digolongkan sebagai tes dasar yang harus dilakukan untuk menentukan kelas
aspal, agar tidak menimbulkan kesulitan pengerjaan bahan aspal selanjutnya.
Tes ini disarankan sebagai tes untuk menguji bahan aspal yang baru
didatangkan oleh pemasok, baik untuk langsung dipakai ataupun untuk diolah
lagi sebagai bahan baku untuk membuat aspal modifikasi. Aspal yang angka
penetrasinya tinggi jauh melebihi angka standar (maksimum 70) mungkin
disebabkan karena adanya campuran bahan lain (misalnya oli bekas) yang
sengaja atau tidak sengaja tercampur dalam aspal. Aspal yang penetrasinya
lebih rendah dari angka minimum (jarang terjadi) mungkin disebabkan karena
adanya kontaminasi bahan bukan aspal (debu, filler, pasir, dan sebagainya) atau
kesalahan pabrikdalam mencampur antara short residu dengan minyak, atau
akibat meningkatkan titik lembk melalaui proses oksidasi (mengalirkan udara
panas 400 derajat celcius di atas aliran aspal produk kilang minyak). Angka
pentrasi digabung dengan titik lembek akan menghasilkan angka index penetrasi
(negative, posititf, nol). (Ir.Soehartono, 2014).

b. Titik Lembek
Tes titik lembek adalah tes yang juga mudah dilakukan dan dengan
peralatan yang murah pula, dianjurkan juga sebagai tes awal untuk penerimaan
bahan aspal di lapangan. Index penetrasi adalah parameter control yang besar
merupakan fungsi dari angka penetrasi dan titik lembek. Index penetrasi nol
adalah nilai yang didapat dari kombinasi angka penetrasi 50 dengan titik lembek
55 derajat celcius. Setiap besaran angka penetrasi bila dihubungkan dengan titik
lembek akan menghasilkan index penetrasi tertentu, kurang dari nol (negatif)
atau lebih dari nol (positif). (Ir,Soehartono, 2014).

c. Titik Nyala
Tes titik nyala yang dimaksud uuntuk menetukan batas suhu yertinggi
untuk menjaga keselamatan agar pada waktu pemanasan aspal tidak mudah
terjadi kebakaran. Aspal dengan titik nyala rendah (kurang dari 200 derajat
celcius) biasanya mengandung minyak ringan yang mudah terbakar. Di pihak,
lain pemanasan di AMP harus selalu dikontrol untuk tidak lebih dari persyaratan,
minimal titik nyala. (Ir.Soehartono, 2014).

d. Kehilangan Berat
Kehilangan berat tidak ada perubahan dari persyaratan untuk aspal biasa,
karena pada umumnya dengan penambahan bahan aditif justru kehilangan berat
semakin kecil, mungkin disebabkan adanya ikatan yang lebih kuat antarmolekul.
(Ir.Soehartono, 2014).

e. Kelarutan
Angka kelarutan ditetapkan lebih rendah dariapda persyaratan untuk aspal
biasa (99%) karena disadari bahwa banyak bahan aditif yang tidak akan larut
dengan mudah pada karbon tetra klorida. Namun, kehadiran aditif tersebut
diperlukan untuk meningkatkan kinerja aspal. (Ir.Soehartono, 2014).
1) Kelarutan aspal dengan karbon tetra klorida (CCL4)
Pemeriksaan kelarutan aspal dengan karbon tetra klorida (CCL4) ini
dilaksanakan untuk mengetahui kadar kemurnian aspal yang diukur dari jumlah
bitumen yang larut ke dalam larutan CCL4 dimana semakin sedikit residu atau
kotoran yang larut maka kadar kemurnian aspal semakin tinggi. (MR Al-
mukarrom, 2014).
2) Maksud
Maksudnya untuk mengetahui kadar bitumen yang larut dalam larutan karbon
tetra klorida (CCL4), sehingga dapat diketahui kadar kemurnia bitumennya.
3) Tujuan
Tujuannya untuk mengetahui apakah bitumen sesuai dengan spesifikasi (minimal
99%) dan layak digunakan atau tidak sebagai bahan pengikat, dari besarnya
kadar kemurnian yang didapatkan.

f. Daktilitas
Daktilitas disepakati secara kompromi menjadi 50 cm tanpa dasar yang
kuat sambal menunggu hasil pengamatan yang lebih yang lebih saksama,
apakah ada kaitannya langsung daktilitas aspal modfikasi dengan unjuk kerjanya.
(Ir.Soehartono, 2014).

g. Tes Khusus
Beberapa tes khusus disarankan uuntuk aspal modifikasi untuk menguji
kelebihan kinerjanya dibandingkan aspal biasa, antara lain :
1) Tes Recovery factor yaitu tes untuk menguji seberapa jauh kemampuan aspal
modifikasi dari segi daya kohesinya, dengan menggunakan alat daktilitas
pada temperatur ruang 5 derajat celcius, benda uji di tarik sepanjang 50 cm, di
potong di tengah dan dibiarkan satu jam, kemudian diukur seberapa jauh
ujung potongan kembali ke ujung asal, dinyatakan dalam persen. Biasanya
disyaratkan mencapai antara 25% - 45%.
2) Tes Cantabro yaitu tes untuk menguji kekuatan adhesi aspal untuk
melengketkan batuan. Tes ini dilkukan dengan menggunakan container alat
Los Angeles Abrasion Test, bola – bolanya dilepas dan benda uji bekas
berupa briket dari marshall stability test dimasukkan ke dalamnya, diputar 400
kali, kemudian ditimbang antara yang masih menempel dalam porsi besar
dibandingkan dengan yang terlepas dalam porsi kecil. Biasanya disyaratkan
maksimum rontok adalah 25%.
3) Tes Storage Stability yaitu catatan tentang keandalan bahan aspal modifikasi
terhadap kemungkinan disimpan (dalam keadaan panas) di tangki aspal yang
oleh suatu sebab tidak segera bisa dipakai. Aspal modifikasi yang baik adalh
aspal yang aditifnya tidak terpisah dari aspal induknya. Setelah dibiarkan 5
hari dinyatakan dalam nilai titik lembek antara lapisan atas aspal dengan
lapisan bawhnya tidak berbeda lebih dari 3 derajat celcius, serta ukuran lain
yang intinya untuk membuktikan bahwa seluruh lapisan aspal tetap seragam
sifat – sifatnya. (Ir.Soehartono, 2014).
14. Marshall Test
Rancangan campuran berdasarkan metode Marshall ditemukan oleh Bruce
Marshall. Pengujian Marshall bertujuan untuk mengukur daya tahan (stabilitas)
campuran agregat dan aspal terhadap kelelehan plastis (flow). Flow didefinisikan
sebagai perubahan deformasi atau regangan suatu campuran mulai dari tanpa
beban, sampai beban maksimum. Alat marshall merupakan alat tekan yang
dilengkapi dengan Proving ring (cincin penguji) berkapasitas 22,5 KN (5000 lbs)
dan flowmeter. Proving ring digunakan untuk mengukur nilai stabilitas, dan
flowmeter untuk mengukur kelelehan plastis atau (flow). Benda uji marshall
standart berbentuk silinder berdiamater 4 inchi (10,2 cm) dan tinggi 3 inchi (7,5
cm).
Sifat-sifat campuran beraspal dapat dilihat dari parameter-parameter pengujian
marshall antara lain :
a. Stabilitas Marshall
Menurut The Asphalt Institute, Mudianto (2004), Stabilitas adalah kemampuan
campuran aspal untuk menahan deformasi akibat beban yang bekerja tanpa
mengalami deformasi permanen seperti gelombang, alur ataupun bleeding yang
dinyatakan dalam satuan kg atau lb. Nilai stabilitas diperoleh dari hasil
pembacaan langsung pada alat Marshall Test sewaktu melakukan pengujian
Marshall. Nilai stabilitas yang terlalu tinggi akan menghasilkan perkerasan yang
terlalu kaku sehingga tingkat keawetannya berkurang.

b. Kelelehan (Flow)
Seperti halnya cara memperoleh nilai stabilitas, nilai (flow) merupakan
nilai dari masing-masing yang ditunjukkan oleh jarum dial (dalam satuan mm)
pada saat melakukan pengujian Marshall. Suatu campuran yang memiliki
kelelehan yang rendah akan lebih kaku dan cenderung untuk mengalami retak
dini pada usia pelayanannya, sedangkan nilai kelelehan yang tinggi
mengindikasikan campuran bersifat plastis.

c. Marshall Quotient
Marshall Quotient merupakan hasil perbandingan antara stabilitas
dengan kelelehan (flow). Semakin tinggi MQ, maka akan semakin tinggi
kekakuan suatu campuran dan semakin rentan campuran tersebut terhadap
keretakan.
d. Rongga terisi aspal / Void Filled with Asphalt (VFA)
Rongga terisi aspal/ Void Filled with Asphalt (VFA) adalah persen rongga
yang terdapat diantara partikel agregat (VMA) yang terisi oleh aspal, tidak
termasuk aspal yang diserap oleh agregat.

e. Rongga antar agregat / Void in Mineral Aggregate (VMA)


Rongga antar agregat (VMA) adalah ruang rongga diantara partikel
agregat pada suatu perkerasan, termasuk rongga udara dan volume aspal efektif
(tidak termasuk volume aspal yang diserap agregat).

f. Rongga udara di dalam campuran / Voids In Mix (VIM)


Rongga udara dalam campuran (Va) atau VIM dalam campuran
perkerasan beraspal terdiri dari atas ruang udara diantara partikel agregat yang
terselimuti aspal (Bina Marga, 2010)

1. Parameter Dan Formula Perhitungan


Parameter dan formula untuk menganalisa campuran lapis aspal beton
adalah sebagai berikut :
a. Berat Jenis Bulk dan Apparent Agregat
1) Berat jenis masing-masing agregat
a) Agregat kasar
BK
BJ Bulk agregat kasar = ....(2)
( BJ−BA )
BK
BJ Apparent (BJ semu) agregat kasar =
( Bk−BA )

b) Agregat halus

BK
=
BJ Bulk agregat halus ( B+500−Bt ) BJ
...(3)
BK
=
Apparent (BJ semu) agregat halus ( B+BK−Bt )
Keterangan:
BK = Berat benda uji kering oven, (gr)
BJ = Berat benda uji kering permukaan jenuh (SSD), (gr)
BA = Berat benda uji di dalam air, (gr)
B = Berat picnometer di isi air suhu 25°C
Bt = Berat picnometer + benda uji SSD + air suhu 25°C (Bina Marga,2010)

b. Berat Jenis Bulk dan Apparent Total Agregat


Agregat total terdiri atas fraksi-fraksi agregat kasar, agregat halus dan
bahan pengisi/filler yang masing-masing mempunyai berat jenis yang berbeda,
baik berat jenis kering (bulk spesific gravity) dan berat jenis semu (apparent
grafity). Setelah didapatkan kedua macam berat jenis pada masing-masing
agregat pada pengujian material agregat maka berat jenis dari total agregat
tersebut dapat dihitung dalam persamaan berikut :
1) Berat jenis kering (Bulk Specific Gravity) dari total agregat
P 1+P 2+P3+.. ..+Pn
P1 P2 P3 Pn
+ + +.. . .+
Gsbtot agregat = G 1 G2 G 3 Gn ....(4)
Keterangan:
Gsbtot agregat : Berat jenis kering agregat gabungan, (gr/cm3)
Gsb1, Gsb2… Gsbn : Berat jenis kering dari masing-masing agregat 1,2,3..n,
P1, P2, P3, … : Persentase berat dari masing-masing agregat, (%)
(Bina Marga,2010)
2) Berat jenis semu (Apparent Specific Gravity) dari total agregat
P1+P 2+P 3+.. . .+Pn
P1 P2 P3 Pn
+ + +. .. .+
Gsbtot agregat = Gsb 1 Gsb2 Gsb3 Gsbn
P 1+ P 2+ P 3+ …+ Pn
P1 P2 P3 Pn .....(5)
+ + …+
Gsb 1 Gsb 2 Gsb3 Gsbn
Keterangan:
Gsbtot agregat : Berat jenis kering agregat gabungan, (gr/cm3) Gsb1, Gsb2…
Gsbn : Berat jenis kering dari masing-masing agregat 1,2,3..n,
P1, P2, P3, … : Persentase berat dari masing-masing agregat, (%)
(Bina Marga,2010)

c. Berat Jenis Efektif Agregat


Berat jenis maksimum campuran (Gmm) diukur dengan AASHTO T.209-
90, maka berat jenis efektif campuran (Gse), kecuali rongga udara dalam partikel
agregat yang menyerap aspal dapat dihitung dengan rumus berikut yang
biasanya digunakan berdasarkan hasil pengujian kepadatan maksimum teoritis.
Pmm−Pb Pmm−Pb
Pmm Pb Pmm Pb
− −
Gse = Gmm Gb Gmm Gb
....(6)

Keterangan:
Gse : Berat jenis efektif/ efektive spesific gravity, (gr/cm3)
Gmm : Berat jenis campuran maksimum teoritis setelah pemadatan
Pmm : Persen berat total campuran (%)
Pb : Persentase kadar aspal terhadap total campuran, (%)
Gb : Berat jenis aspal. (Bina Marga,2010)

d. Berat Jenis Maksimum Campuran


Berat jenis maksimum campuran, Gmm pada masing-masing kadar aspal
diperlukan untuk menghitung kadar rongga masing-masing kadar aspal. Berat
jenis maksimum dapat ditentukan dengan AASHTO T.209-90. Ketelitian hasil uji
terbaik adalah bila kadar aspal campuran mendekati kadar aspal optimum.
Sebaliknya pengujian berat jenis maksimum dilakukan dengan benda uji
sebanyak minimum dua buah (duplikat) atau tiga buah (triplikat). Selanjutnya
berat jenis maksimum (Gmm) campuran untuk masing-masing kadar aspal dapt
dihitung menggunakan berat jenis efektif (Gse) rata-rata sebagai berikut:
Pmm Pmm
Ps Pb Ps Pb
+ +
Gmm = Gse Gb Gse Gb
....(7)

Keterangan:
Gmm : Berat jenis maksimum campuran, (gr/cm3)
Pmm : Persen berat total campuran (%)
Ps : Kadar agregat, persen terhadap berat total campuran, (%)
Pb : Persentase kadar aspal terhadap total campuran, (%)
Gse : Berat jenis efektif/ efektive spesific gravity, (gr/cm3)
Gb : Berat jenis aspal. (Bina Marga,2010).
e. Berat Jenis Bulk Campuran Padat
Perhitungan berat jenis bulk campuran setelah pemadatan (Gmb)
dinyatakan dalam gram/cc dengan rumus sebagai berikut :
Bk
Gmb = Bssd−Ba .....(8)
Keterangan :
Gmb : Berat jenis bulk campuran setelah pemadatan (gr/cm3)
Bk : Berat kering campuran (gr)
Bssd : Berat kering permukaan dari campuran setelah pemadatan (gr)
Ba : Berat campuran padat di dalam air (gr)
Bssd – Ba: Volume bulk dari campuran yang telah dipadatkan, jika berat
jenis air diasumsikan = 1. (Bina Marga,2010)

f. Penyerapan Aspal (Pba)


Penyerapan aspal dinyatakan dalam persen terhadap berat agregat total,
tidak terhadap berat campuran. Perhitungan penyerapan aspal (Pba) adalah
sebagai berikut:
Gse−Gsb
100 x xGb
Pba = GsbxGse .....(9)
Keterangan :
Pba : Penyerapan Aspal (%)
Gse : Berat jenis efektif agregat (gr/cm3)
Gsb : Berat jenis curah agregat (gr/cm3)
Gb : Berat jenis aspal. (Bina Marga,2010)

g. Kadar Aspal Efektif (Pbe)


Kadar aspal efektif (Pbe) campuran beraspal adalah kadar aspal total
dikurangi jumlah aspal yang terserap oleh partikel agregat. Kadar aspal efektif ini
akan menyelimuti permukaan agregat bagian luar yang pada akhirnya akan
menentukan kinerja perkerasan beraspal. Rumus Kadar aspal efektif adalah :
Pba P ba
Pb− xPs
Pbe = 100 Pb− .P
100 s

.....(10)
Keterangan :
Pbe : Kadar aspal efektif, persen terhadap berat total campuran (%)
Pb : Kadar aspal total, persen terhadap berat total campuran (%)
Ps : Persen agregat terhadap total campuran (%)
Pba : Penyerapan aspal, persen terhadap berat agregat (%)(Bina Marga,2010)

h. Rongga di antara mineral agregat (VMA)


Rongga antar mineral agregat (VMA) adalah ruang rongga diantara
partikel agregat pada suatu perkerasan, termasuk rongga udara dan volume
aspal efektif (tidak termasuk volume aspal yang diserap agregat). VMA dihitung
berdasarkan berat jenis bulk (Gsb) agregat dan dinyatakan sebagai persen
volume bulk campuran yang dipadatkan. VMA dapat dihitung terhadap berat
campuran total atau terhadap berat agregat total. Perhitungan VMA terhadap
campuran adalah dengan rumus berikut :
1) Terhadap Berat Campuran Total

VMA =
( 100
Gsb )
GmbxPs
% Gmb . Ps
Gsb
.....(11)
Keterangan:
VMA : Rongga udara pada mineral agregat, persentase dari volume total, (%)
Gmb : Berat jenis campuran setelah pemadatan, (gr/cm3)
Gsb : Berat jenis bulk agregat, (gr/cm3)
Ps : Kadar agregat, persen terhadap berat total campuran, (%)

2) Terhadap Berat Agregat Total

( [
VMA= 100−
Gmb 100
x
Gsb ( 100+ Pb ) ])
100 %

.....(12)

VMA=100−
[ Gmb
x
100
Gsb ( 100+ Pb )
100
]
Keterangan:
VMA : Rongga udara pada mineral agregat, persentase dari volume
total, (%)
Gmb : Berat jenis campuran setelah pemadatan, (gr/cm3)
Gsb : Berat jenis bulk agregat, (gr/cm3)
Pb : Kadar aspal, persen total campuran, (%) (Bina Marga,2010)
i. Rongga di dalam campuran (Void In The Compacted Mixture/ VIM)
Rongga udara dalam campuran (Va) atau VIM dalam campuran
perkerasan beraspal terdiri atas ruang udara diantara partikel agregat yang
terselimuti aspal. Volume rongga udara dalam campuran dapat ditentukan
dengan rumus berikut:

(
VIM= 100 x
Gmm−Gmb
Gmm ) [
% VIM =100− Gmm−Gmb
Gmm ]
.....(13)

Keterangan:
VIM : Rongga udara pada campuran setelah pemadatan persentase dari volume
total, (%)
Gmb : Berat jenis campuran setelah pemadatan, (gr/cm3)
Gmm : Berat jenis campuran maksimum teoritis setelah pemadatan,
(gr/cm3) (Bina Marga,2010)

j. Rongga udara yang terisi aspal (VFA)


Rongga terisi aspal (VFA) adalah persen rongga yang terdapat diantara
partikel agregat (VMA) yang terisi oleh aspal, tidak termasuk aspal yang diserap
oleh agregat. Rumus adalah sebagai berikut:
100 ( VMA−Va ) 100(VMA−Va)
VFB=
VMA %VFA= VMA
.....(14)
Keterangan:
VFA : Rongga udara yang terisi aspal, persentase dari VMA, (%)
VMA : Rongga udara pada mineral agregat, persentase dari volume total, (%)
Va : Rongga di dalam campuran, persentase dari volume total campuran, (%)
(Bina Marga,2010).

k. Stabilitas
Nilai stabilitas adalah kemampuan maksimum aspal padat menerima
beban sampai terjadi kelelehan plastis. Nilai ini diperoleh berdasarkan nilai
masing-masing yang ditunjukkan oleh jarum dial. Untuk nilai stabilitas dari arloji
stabilitas. Selanjutnya nilai tersebut juga harus disesuaikan dengan angka
koreksi terhadap ketebalan atau volume benda uji. Persamaan untuk nilai
stabilitas dibawah ini :
S =pxq .....(15)
Keterangan :
S : Angka stabilitas sesungguhnya.
P : Pembacaan arloji stabilitas x kalibrasi alat.
q : Angka koreksi benda uji. (Bina Marga,2010)

l. Flow
Flow (Kelelehan) adalah besarnya perubahan bentuk plastis dari beton
aspal padat akibat adanya beban sampai batas keruntuhan. Seperti halnya cara
memperoleh nilai stabilitas seperti di atas Nilai flow berdasarkan nilai masing-
masing yang ditunjukkan oleh jarum dial. Hanya saja untuk alat uji jarum dial flow
biasanya sudah dalam satuan mm (milimeter), sehingga tidak perlu
dikonversikan lebih lanjut.

m. Hasil Bagi Marshall Quotient (MQ)


Hasil bagi Marshall Quotient (MQ) merupakan hasil pembagian dari
stabilitas dengan kelelehan. Sifat Marshall tersebut dapat dihitung dengan
menggunakan rumus berikut:
MS MS
MQ=
MF MQ= MF

.....(16)
Keterangan:
MQ : Marshall Quotient, (kg/mm)
MS : Marshall Stabilit,y (kg)
MF : Flow Marshall, (mm). (Bina Marga,2010)

B. Penelitian Relevan
Hasil penelitian relevan sebelum nya yang sesuai dengan penelitian ini
adalah penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Revi (2015) tentang efek
pemakaian pasir laut sebagai agregat halus pada campuran Asphalt Concrete-
Binder Cours (AC-BC). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode eksperimen, digunakan agar dapat mengetahui nilai karakteristik
Marshall pada campuran Asphalt Concrete-Binder Cours (AC-BC).
Yang kedua, penelitian yang dilakukan oleh Ayu Nastiti, Tri Mulyono, Adhi
Purnomo (2016), yang berjudul kajian laboratorium parameter marshall dengan
pasir laut sebagai agregat halus dalam HRS - WC. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui tentang uji karakteristik Marshall pada campuran laston aspal HRS -
WC.
Persamaan kedua penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama
menggunakan pasir laut sebagai agregat halus pada campuran aspal panas.
Sedangkan perbedaan dalam kedua penelitian ini dengan penelitian yang
dilakukan adalah terletak pada aspal AC – BC dan HRS - WC.

C. Kerangka Pemikiran
Jalan merupakan sarana yang sangat penting digunakan untuk transportasi
bagi masyarakat. Sehingga banyak masyarakat yang menggunakan fasilitas
tersebut untuk mempermudah kegiatan. Di Indonesia, konstruksi jalan sudah
banyak menggunakan campuran laston, karena dalam campuran ini akan
menghasilkan lapisan perkerasan yang kedap air dan tahan lama, harga relatif
lebih murah dibandingkan dengan konstruksi jalan beton, biasanya campuran ini
digunakan pada jalan dengan beban lalu lintas yang tinggi. Campuran lapis aspal
beton merupakan salah satu campuran yang bergradasi tertutup atau gradasi
menerus, dengan material agregat kasar, agregat halus, filler (bahan pengisi),
dan aspal.
Penelitian ini mencoba menggunakan pasir laut sebagai agregat halus
pada campuran aspal panas (AC – BC). Pasir laut sebagai agregat halus pada
campuran aspal pans tersebut diharapkan dapat memberikan stabilitas yang
baik.

Karakteristik Marshall
Campuran Aspal AC-BC

Pengujian Pada Aspal Asphalt Concrete-Binder Cours


(AC-BC) Menggunakan Pasir laut sebagai agregat halus

1. Pengujian Marshall Setelah


Perendaman Selama 30 Menit
Hasil Yang Diharapkan Setelah Pengujian

1. Sebagai pembalajaran pemanfaatan pasir laut sebagai pengganti


pasir sungai pada perkerasan Asphalt Concrete – Binder Course
(AC – BC)
2. Menambah pengetahuan sejauh mana pasir laut dapat digunakan
sebagai perkerasan Asphalt Concrete – Binder Course (AC – BC)
3. Untuk mengetahui nilai uji marshall dengan menggunkan agregat
halus pasir laut pada Asphalt Concrete – Binder Course (AC – BC).

Gambar 1. Kerangka Pemikiran (Sumber: Edy Prasetyo, 2021)

Anda mungkin juga menyukai