Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aspal Beton

Aspal Beton adalah jenis perkerasan jalan yang terdiri dari campuran
agregat, dengan aspal atau tanpa bahan tambahan lainnya. Material-material
pembentuk beton aspal dicampur di instalasi pencampur pada suhu tertentu,
kemudian diangkut ke lokasi, dihamparkan, dan dipadatkan. Suhu pencampuran
ditentukan berdasarkan jenis aspal apa yang akan digunakan (Sukirman, 2003).

Ada tujuh karasteristik campuran yang harus dimiliki oleh aspal beton
adalah stabilitas, keawetan atau durabilitas, kelenturan atau fleksibilitas,
ketahanan terhadap kelelahan, kekesatan permukaan atau ketahanan geser, kedap
air, dan kemudahan pelaksanaan (Sukirman, S., 2003):
1. Stabilitas adalah kemampuan perkerasan jalan dalam menerima beban lalu
lintas tanpa terjadi perubahan bentuk seperti gelombang, alur, dan bleeding.
Kebutuhan akan stabilitas dengan fungsi jalan, dan beban lalu lintas yang
akan dilayani. Jalan yang akan melayani volume lalu lintas tinggi dan
dominan terdiri dari kendaraan berat, membutuhkan perkerasan jalan
dengan stabilitas tinggi. Sebaliknya perkerasan jalan yang diperuntukkan
untuk melayani lalu lintas kendaraan ringan tentu tidak perlu mempunyai
nilai stabilitas yang tinggi.
2. Keawetan atau durabilitas adalah kemampuan beton aspal menerima repetisi
beban lalu lintas seperti berat kendaraan dan gesekan antara roda kendaraan
dan permukaan jalan, serta menahan keausan akibat pengaruh cuaca dan
iklim, seperti udara, air, atau perubahan temperatur.
3. Kelenturan atau fleksibilitas adalah kemampuan beton aspal untuk
menyesuaikan diri akibat penurunan (konsolidasi/settlement) dan
pergerakan dari pondasi atau tanah dasar, tanpa terjadi retak. Penurunan
terjadi akibat repetisi beban lalu lintas, ataupun penurunan akibat berat
sendiri tanah timbunan yang dibuat diatas tanah asli. Fleksibilitas dapat
ditingkatkan dengan kadar aspal yang tinggi.
4. Ketahanan terhadap kelelahan (fatigue resistance) adalah kemampuan beton
aspal menerima lendutan berulang akibat repetisi beban, tanpa terjadinya
perubahan bentuk dan retak. Hal ini dapat tercapai jika menggunakan kadar
aspal yang tinggi
5. Kekesatan atau ketahanan geser adalah kemampuan permukaan beton aspal
terutama pada kondisi basah, memberikan gaya gesek pada roda kendaraan
sehingga kendaraan tidak tergelincir, ataupun slip.
6. Kedap air (impermeabilitas) adalah kemampuan beton aspal untuk tidak
dapat dimasuki air ataupun udara ke dalam lapisan beton aspal. Air dan
udara dapat mengakibatkan percepatan proses penuaan aspal, dan
pengelupasan selimut aspal dari permukaan agregat.
7. Mudah dilaksanakan (workability) adalah kemampuan campuran beton
aspal untuk mudah dihamparkan dan dipadatkan. Tingkat kemudahan dalam
pelaksanaan menentukan tingkat efisien dan pekerjaan. Sifat campuran
beton aspal ini tak mungkin dapat dipenuhi sekaligus oleh satu jenis
campuran. Sifat-sifat beton aspal mana yang dominan lebih diinginkan, akan
menentukan jenis beton aspal yang dipilih. Hal ini sangat perlu diperhatikan
ketika merancang tebal perkerasan jalan.

2.1.1 Lapisan Aspal Beton (Laston) /Asphalt Concrete (AC)

Lapis beton aspal (Laston) adalah suatu lapisan pada konstruksi jalan
yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat bergradasi menerus yang
dicampur, dihampar, dan dipadatkan pada suhu tertentu (Sukirman, S., 2012),
Laston dikenal juga dengan nama AC (Asphalt Concrete). Karakteristik utama
yang penting pada campuran ini adalah stabilitas, Tebal minimum Laston 4-6cm
(Sukirman, S., 2003).
Lapis beton aspal terdiri dari tiga macam campuran (Spesifikasi Umum
2010):
1. Laston Lapis Aus (Asphalt Concrete-Wearing Course/AC-WC), dengan
ukuran maksimum agregat campuran 19mm, dan tebal nominal minimum
lapisan 4 cm.
2. Laston Lapis Pengikat (Asphalt Concrete-Binder Course/AC-BC), dengan
ukuran maksimum agregat 25,4 mm dan tebal nominal minimum lapisan 5
cm
3. Laston Lapis Pondasi (Asphalt Concrete-Base/AC-B), dengan ukuran
maksimum agregat campuran 37.5 mm, dan tebal nominal minimum
lapisan 6 cm.

Dalam penelitian ini jenis Laston yang digunakan adalah Laston Lapis Aus
(AC-WC). Laston sebagai lapis aus (Wearing Course) adalah lapisan perkerasan
yang berhubungan langsung dengan ban kendaraan, merupakan lapisan yang
kedap air serta tahan terhadap cuaca. Lapisan tersebut berfungsi untuk menerima
beban lalu lintas dan menyebarkannya ke lapisan di bawahnya berupa muatan
kendaraan (gaya vertikal), gaya rem (horizontal) dan pukulan roda kendaraan
(getaran).

2.2 Material Campuran Aspal Beton

Material dalam campuran beton aspal terdiri dari aspal, agregat, filler
dengan atau tanpa bahan tambah. Mengetahui tentang sifat masing-masing dari
material pembentuk lapisan perkerasan merupakan hal yang sangat penting dalam
proses pembuatan campuran perkerasan. Sebelum pencampuran perlu mengetahui
karakteristik dari material yang akan digunakan dalam pencampuran beton aspal
karena akan menentukan penggunaan dalam pencampuran nantinya.
2.2.1 Agregat

Agregat adalah material berbutir keras dan kompak, yang termasuk di


dalamnya antara lain kerikil alam, agregat hasil pemecahan oleh stone crusher,
abu batu dan pasir. Agregat merupakan komponen utama dari lapisan perkerasan
jalan, dimana agregat menempati proporsi terbesar dalam campuran, umumnya
berkisar antara 90-95 % dari berat total campuran, atau 75-85 % dari volume
campuran (The Asphalt Institute, 1983). Dengan demikian maka daya dukung,
keawetan dan mutu perkerasan jalan ditentukan juga dari sifat agregat dan hasil
campuran agregat dengan material lain. Agregat yang digunakan untuk lapisan
permukaan adalah agregat alam yang telah dipecah dengan menggunakan mesin
pemecah batu sehingga ukuran partikel yang dihasilkan dapat dikontrol dan
gradasi yang diharapkan dapat dicapai sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan.

Sebelum agregat digunakan sebagai bahan campuran, terlebih dahulu


dilakukan pemeriksaan di laboratorium untuk mengetahui karakteristiknya. Untuk
menentukan agregat tersebut baik atau tidak, maka agregat dapat diklasifikasikan
dan diidentifikasi menurut ukuran dan gradasi, kebersihan, kekuatan atau
kekerasan, bentuk butiran, tekstur permukaan, porositas, kemampuan menyerap
air, berat jenis dan kelekatan nya terhadap aspal. Namun demikian, pemilihan
suatu agregat untuk material perkerasan jalan tidak hanya dilihat dari karakteristik
agregat nya saja. Pemilihan agregat untuk material perkerasan jalan meliputi juga
mengenai ketersediaan agregat, kemudahan mendapatkannya, harga dan jenis
gradasi agregat yang digunakan. Oleh karena itu pemilihan jenis agregat
merupakan hal yang penting dalam campuran beraspal karena berkaitan dengan
kestabilan dari konstruksi jalan.
Gradasi atau distribusi partikel-partikel berdasarkan ukuran agregat
merupakan hal yang penting dalam menentukan stabilitas perkerasan. Gradasi
agregat mempengaruhi besarnya rongga antar butir yang akan menentukan
stabilitas dan kemudahan dalam proses pelaksanaan. Gradasi agregat diperoleh
dari analisa saringan dengan menggunakan 1 (satu) set dari analisa saringan yang
digunakan untuk menentukan persentase butiran agregat yang lolos. Dimana
saringan yang paling kasar diletakkan diatas dan yang paling halus terletak paling
bawah 1 set saringan dimulai dari pan dan diakhiri dengan tutup. Saringan yang
biasanya digunakan berdasarkan standar ASTM yang terdiri dari saringan ukuran
4”, 3”, 2”, 1”, ¾”, ½”, 3/8”, No.4, No.8, No.16, No.30, No.50, No.100, dan
No.200.

Gradasi agregat campuran aspal yang memenuhi standar ialah gradasi


yang berada di luar zona larangan dan berada di dalam batas seperti yang
diberikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Gradasi Agregat Gabungan Campuran Beraspal


% Berat Yang Lolos terhadap Total Agregat dalam Campuran
Ukuran Latasir (SS) Lataston (HRS) Laston (AC)
Ayakan Gradasi Semi
Gradasi Senjang
(mm) Senjang
Kelas A Kelas B WC Base WC Base WC BC Base
3,75 100
25 100 90-100
19 100 100 100 100 100 100 100 90-100 76-90
12,5 90-100 90-100 87-100 90-100 90-100 75-90 60-78
9,5 90-100 75-85 65-90 55-88 55-70 77-90 66-82 52-71
4,75 53-69 46-64 35-54
2,36 75-100 50-72 35-55 50-62 32-44 33-53 30-49 23-41
1,18 21-40 18-38 13-30
0,600 53-60 15-35 20-45 15-35 14-30 12-28 10-22
0,300 15-35 5-35 9-22 7-20 6-15
0,150 6-15 5-13 4-10
0,075 10-15 8-13 6-10 2-9 6-10 4-8 4-9 4-8 3-7

2.2.1.1 Agregat Kasar

Agregat kasar yaitu batuan yang tertahan disaringan 2,36 mm atau sama
dengan saringan no.8 standar ASTM. Agregat kasar sangat penting dalam
membentuk kinerja, karena stabilitas dari campuran diperoleh dari interlocking
antar agregat. Keuntungan agregat kasar dapat meningkatkan tahanan gesek lapis
perkerasan, tingginya kandungan agregat kasar menyebabkan rongga udara
meningkat sehingga air mudah masuk dan daya lekatnya menurun (Sukirman, S.,
2003). Persyaratan spesifikasi agregat kasar yang memenuhi standar diatur
berdasarkan acuan yang dicantumkan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Ketentuan Agregat Kasar


Keterangan Pengujian Metode Pesyaratan
Abrasi dengan Mesin Los Angeles SNI 03-2417-2008 Maks. 40%
Kelekatan agregat terhadap Aspal SNI 03-2439-2011 Min.95%
Butir Pecah pada Agregat kasar SNI 2417-2012 95/90
Partikel pipih dan lonjong ASTM D-4791 Maks.10%
Material lolos saringan No.200 SNI 03-4142-1996 Maks. 2%

2.2.1.2 Agregat Halus

Agregat halus yaitu batuan yang lolos saringan No.8 (2,36mm) dan
tertahan saringan No.200 (0,075mm). Fungsi utama dari agregat halus adalah
memberikan stabilitas dan mengurangi deformasi permanen dari campuran
melalui interlocking dan gesekan antar partikel. Agregat halus terdiri dari butiran-
butiran batu pecah atau pasir alam. Persyaratan spesifikasi agregat halus dapat
dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Ketentuan Agregat Halus


Keterangan Pengujian Metode Pesyaratan
SNI ASTM
Material lolos saringan No.200 Maks. 10%
C117:2012
Nilai Setara Pasir SNI 03-4428-1997 Min.60%
Angularitas (kedalaman dari permukaan <10 cm) SNI 03-6877-2002 Min.45%
Angularitas (kedalaman dari permukaan >10 cm) SNI 03-6877-2002 Min 40%
Gumpalan lempung dan butir mudah pecah dalam
SNI 03-4141-1996 Maks. 1%
agregat

2.2.1.3 Bahan Pengisi (Filler)

Filler adalah butiran yang lolos saringan No.200 (0,075 mm) dan tidak
kurang dari 75% terhadap beratnya. Fungsi filler adalah untuk meningkatkan
viskositas dari bitumen dan mengurangi kepekaan terhadap temperatur, serta
memberikan keuntungan sebagian besar filler di serap oleh bitumen sehingga
meningkatkan volumenya. Tetapi bila ada terlalu banyak filler, cenderung
menghasilkan campuran yang getas dan mudah retak, bila terlalu rendah akan
menghasilkan campuran yang terlalu lunak pada cuaca panas. Filler dapat berupa
debu batu kapur, abu terbang, semen (PC), abu tanur semen, serta abu batu yang
harus kering dan bebas dari gumpalan bahan lain yang mengganggu (Sukirman,
S., 2003). Spesifikasi yang mengatur persyaratan teknis bahan pengisi (filler)
tercantum pada SNI 03-6723-2002.

2.2.2 Aspal

Aspal di definisikan sebagai material berwarna hitam atau coklat


tua,pada temperature ruang berbentuk padat. Jika dipanaskan sampai suatu
temperatur tertentu aspal dapat menjadi lunak/cair sehingga dapat membungkus
partikel agregat pada waktu pembuatan Aspal Beton atau dapat masuk kedalam
pori-pori yang ada pada saat penyemprotan /penyiraman pada perkerasan macam
atau peleburan. Jika temperature mulai turun, aspal akan mengeras dan mengikat
agregat pada tempatnya, sebagai salah satu komponen kecil, umumnya hanya 4-10
% berdasarkan berat atau 10-15% berdasarkan volume, tetapi merupakan
komponen yang relative mahal.

Aspal yang umum digunakan berasal dari salah satu hasil proses Destilasi
minyak bumi dan disamping itu mulai banyak pula di pergunakan aspal alam yang
berasal dari pulau Buton. Aspal minyak yang di pergunakan untuk konstruksi
perkerasan jalan merupakan proses hasil residu dari destilasi minyak bumi, sering
disebut sebagai aspal beton dan memberikan lapisan kedap air ,serta tahan
terhadap pengaruh asam, basa dan garam.Ini berarti jika dibuatkan lapisan dengan
mempergunakan aspal sebagai bahan dengan mutu yang baik dapat memberikan
lapisan kedap air dan tahan dengan pengaruh cuaca dan reaksi kimia yang lain.

Berdasarkan sumber dan proses pembentukannya, aspal dikelompokkan


menjadi beberapa jenis:
1. Aspal Alam, yaitu aspal yang berasal atau diperoleh langsung dari alam,
contohnya: aspal gunung seperti yang ditemukan di pulau Buton, dan aspal
danau seperti yang ditemukan di danau Trinidad.
2. Aspal Buatan, yaitu aspal hasil proses dari minyak bumi, contohnya adalah
aspal minyak. Aspal minyak merupakan aspal yang berasal dari hasil
penyulingan minyak bumi, contoh dari aspal jenis ini ialah aspal
panas/keras (Asphalt Cement, AC), Aspal Cair (Cut-back Asphalt), Aspal
Emulsi.

Menurut SNI S-01-2003, aspal dibedakan menjadi Aspal Penetrasi 40-59,


Aspal Penetrasi 60-79, Aspal Penetrasi 80-99, Aspal Penetrasi 120-150, Aspal
Penetrasi 200-300.

Kadar aspal rencana yang akan digunakan dalam suatu campuran dapat
ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Sukirman, S., 2003):

Pb = 0,035 (%CA) + 0,045 (%FA) + 0,18 (%FF) + K


(2.1)

Keterangan:
Pb = perkiraan kadar aspal optimum
CA = nilai persentase agregat kasar
FA = nilai persentase agregat halus
Filler = nilai persentase Filler
K = konstanta (kira-kira 0,5-1,0 untuk Laston dan 2,0-3,0 untuk Lataston).

2.3 Pengelupasan Perkerasan Aspal

Stripping merupakan perpindahan film aspal dari permukaan agregat oleh


air yang disebabkan oleh kondisi permukaan agregat lebih mudah menyerap air
dari pada aspal (D.E.Tunnicliff, et al., 1982). Berdasarkan Standar India (IS
14982:2016), nilai pengelupasan (stripping value) pada aspal yang terselimuti
1,0% Anti Stripping Agent (boiling water test selama 30 menit) disyaratkan
minimal 95%. Dan nilai pengelupasan (stripping value) pada aspal pada aspal
yang terselimuti 1,0% Anti Stripping Agent (boiling water test selama 30 menit)
disyaratkan minimal 80% menurut (SNI 8139:2015).

Penyebab terjadinya pengelupasan antara lain karena adanya kelembaban


berlebih pada Hot Mix Asphalt (HMA). Beberapa faktor terjadinya kelembaban
pada HMA, yaitu akibat adanya aliran air di permukaan jalan, intensitas hujan
yang tinggi, dan rembesan dari daerah sekitar jalan. Spesifikasi rongga udara
dalam campuran yaitu 3-5%, jika didapat nilai dibawah 5% maka suatu
perkerasan akan kedap air. Namun kurangnya kontrol pemadatan selama
pekerjaan, lapisan debu yang berlebih pada agregat, pengeringan agregat yang
tidak mencukupi, serta penghamparan yang buruk selama pekerjaan juga dapat
mengakibatkan tingginya rongga udara dalam campuran (Hunter dan Ksaibati,
2002).

2.3.1 Bahan Anti Pengelupasan (Anti Stripping Agent)

Bahan anti pengelupasan merupakan aditif yang mungkin diperlukan jika


desain campuran aspal tertentu telah terbukti rentan terhadap kerusakan akibat
kelembaban. Anti Stripping Agent berbahan cair dan aditif kapur merupakan jenis
anti pengelupasan yang paling sering digunakan. Namun, jika aditif digunakan
saat tidak diperlukan atau jika digunakan dengan salah maka akan menimbulkan
kerugian. Pengaruh merugikan tersebut termasuk peningkatan biaya ekonomi
serta perawatan awal dan/atau rehabilitasi (Tunnicliff dan Root, 1984 dalam
Hunter, E.R., 2001).
Aditif anti stripping agent cair dapat ditambahkan secara langsung baik
ke dalam agregat ataupun ke dalam aspal yang telah dipanaskan, namun kedua
prosedur ini memiliki kekhawatiran masing-masing. Jika ditambahkan langsung
ke dalam agregat, tidak menjamin semua lapisan agregat terselimuti cairan aditif
secara seragam karena kuantitas ASA yang begitu kecil. Jika ditambahkan ke
dalam aspal yang telah dipanaskan, harus dapat dipastikan bahwa ASA cair
merupakan tipe “heat stable dan tidak rusak pada suhu tinggi (Putman, B.J. dan
Amirkhanian, S.N., 2006). Berdasarkan Spesifikasi Umum Bina Marga 2010,
bahan anti pengelupasan (anti stripping agent) harus ditambahkan dalam bentuk
cairan di timbangan aspal AMP dengan menggunakan pompa penakar (dozing
pump) sesaat sebelum dilakukan proses pencampuran basah di pugmil. Kuantitas
pemakaian aditif anti stripping dalam rentang dalam rentang 0,2-0,4% terhadap
berat aspal. Bahan anti pengelupasan harus digunakan untuk semua jenis aspal
tetapi tidak boleh digunakan pada aspal modifikasi yang bermuatan positif.

Manfaat dari penggunaan Anti Stripping Agent, antara lain:

1. Mudah dicampur
2. Meningkatkan pelapisan dan daya lekat, meningkatkan kelekatan dengan
mengurangi tegangan permukaan aspal dan agregat.
3. Kekuatan perekat sangat meningkat melalui pembentukan ikatan kimia,
ikatan kimia yang dihasilkan jauh lebih kuat dan tahan terhadap
stripping.
4. Mudah dipadatkan.
5. Mengurangi efek penuaan (Anti Aging).
6. Memungkinkan pemilihan agregat yang beragam.
7. Melekat pada agregat kering maupun basah.
8. Memperpanjang umur pakai hotmix.
9. Tambahan biayanya sangat minimal.

2.3.2 Jenis - Jenis Bahan Anti Pengelupasan (Anti Stripping Agent)

1. Anti Stripping Agent Kapur


Penambahan zat aditif kapur merupakan metode yang dapat
meminimalkan kerentanan campuran aspal terhadap kelembaban. Metode yang
umum dilakukan yaitu dengan menambahkan 1-1,5% aditif kapur dari total berat
kering agregat dalam campuran. Jika menginginkan agregat yang lebih baik,
mungkin perlu penambahan aditif yang lebih banyak lagi. Hal ini untuk
meningkatkan permukaan agregat. Tiga bentuk aditif kapur yang digunakan, yaitu
hydrate lime Ca(OH)2, quick lime (CaO), dan dolomitic limes (tipe S dan N).
Terdapat beberapa metode penambahan aditif kapur ke dalam campuran aspal.
Gergogia DOT menambahkan aditif kapur kering segera sebelum penambahan
aspal (Roberts, et al., 1996 dalam Hunter, E.R., 2001).

2. Anti Stripping Agent Cair

Anti stripping agent cair adalah senyawa kimia yang mengandung amine.
Umumnya anti stripping agent mengurangi tegangan permukaan antara aspal dan
agregat dalam campuran (Tunnicliff et al., 1984 dalam Hunter, E.R., 2001).
Ketika tegangan permukaan menurun, adhesi aspal terhadap agregat meningkat.
Dengan demikian anti stripping agent merupakan agen aktif permukaan (Roberts,
et al., 1996 dalam Hunter, E.R., 2001).
Anti stripping agent yang mengandung amine terbagi atas beberapa tipe, yaitu:

1. Fatty Amines

Fatty Amines merupakan produk pertama yang dipasarkan sebagai anti


stripping agent, dimana bentuk dasarnya solid dan liquid hasil dari reaksi antara
gas amonia dengan lemak dan minyak, mudah larut dalam aspal panas dan mudah
menguap serta memiliki bau yang sangat menyengat karena mengandung banyak
amonia.
2. Fatty Diamines

Fatty Diamines lebih bagus dibandingkan Fatty Amines sebagai anti


stripping agent. Memiliki bentuk dasar semi-solid dan liquid hasil dari reaksi dari
organik diamines dengan material lemak, terlarut dalam aspal panas dalam
beberapa jam serta sedikit memiliki bau amonia.

3. Fatty Polyamines

Fatty Polyamines merupakan produk terbaik dalam kelasnya sebagai anti


stripping agent. Berbentuk cair hasil dari reaksi kestabilan polyamines yang
sangat tinggi dengan material lemak kualitas tinggi, sangat stabil dalam aspal
panas selama beberapa hari serta bebas dari bau amonia.

2.4 Uji Evaluasi Anti Stripping Agent dalam Campuran Aspal

Uji untuk mengevaluasi penggunaan anti stripping agent dalam campuran


aspal terbagi dalam 2 kategori yaitu:
1. Uji kualitatif merupakan uji yang didasarkan pada pengamatan secara
visual, tidak berhubungan dengan kekuatan campuran. Test ini meliputi:
 ASTM D 3625: “Standard Practice for Effect of Water on Bituminous
Coated Aggregates using Boiled Water
 The Texas Freeze-Thaw Pedestal Test
 The Quick Bottle test
 The Rolling Bottle Method, dan uji lainnya

2. Uji kuantitatif merupakan uji yang didasarkan pada engineering


properties artinya test dengan melibatkan kekuatan campuran dan dapat
dijadikan ukuran kinerja lapangan. Test ini meliputi:
 Immerssion Marshall Test
 Lottman Test
 Tunnicliff/Root Test
 Modified Lottman Test
 Immersion Compression Test
 Resilient Modulus
 Dynamic Strip Method (Nevada)
 Cold Water Abrasion Test (Minnesota)

2.4.1 Pengujian Stabilitas Marshall (Marshall Test)

Pengujian Marshall adalah suatu metode pengujian untuk mengukur


ketahanan stabilitas terhadap kelelehan flow dari campuran aspal dengan
menggunakan alat Marshall. Pemeriksaan ini pertama kali dilakukan oleh Bruce
Marshall, selanjutnya dikembangkan oleh U.S Corps of engineer. Pengujian
marshall sekarang ini mengikuti prosedur dalam Manual Pemeriksaan Bahan Jalan
(MPBJ) nomor PC-0202-76 atau American Association of state High way and
Transportation Official (AASHTO) nomor T-245 atau American Society for
Testing and Materials (ASTM) nomor D 1559-62T. Dengan metode ini kita dapat
mengetahui karakteristik dan parameter campuran Marshall: kadar aspal, berat
volume, stabilitas, flow, VIM, VMA, VFB, marshall quotient.

2.4.2 Pengujian Perendaman Marshall (Immersion Marshall Test)

Uji Perendaman Marshall merupakan uji lanjutan dari uji Marshall


sebelumnya, dengan tujuan mengukur ketahanan adhesi campuran terhadap
pengaruh air dan suhu (water sensitivity and temperature susceptibility). Ada
beberapa cara yang digunakan untuk menilai tingkat durabilitas campuran, salah
satunya dengan mencari Indeks Kekuatan Sisa (IKS)/Marshall Retained Strength
Index/Retained Stability.Uji Perendaman Marshall menggunakan alat Marshall,
yang merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan proving ring (cincin penguji)
berkapasitas 22,2 KN (5000 lbs) dan flow meter. Proving ring digunakan untuk
mengukur nilai stabilitas, dan flow meter untuk mengukur kelelehan plastis atau
flow. Benda uji Marshall test berbentuk silinder berdiameter 4 inchi dan tinggi 2,5
inchi (Sukirman, S., 2003).
Dasar-dasar perhitungan yang digunakan dalam metode Marshall adalah sebagai
berikut:

1. Stabilitas
Stabilitas lapisan pekerjaan jalan ialah kemampuan lapisan perkerasan
menerima beban lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti
gelombang, alur ataupun bleeding. Kestabilan yang terlalu tinggi mengakibatkan
lapisan itu menjadi kaku dan cepat mengalami retak. Hal ini menghasilkan film
aspal tipis dan mengakibatkan ikatan aspal sehingga durabilitas berkurang
(Sukirman, S., 2003). Nilai stabilitas diperoleh berdasarkan nilai yang ditunjukkan
oleh jarum dial. Selain itu pada umumnya alat Marshall yang digunakan bersatuan
Lbf (pound force), sehingga harus disesuaikan satuannya terhadap satuan
kilogram. Selanjutnya nilai tersebut disesuaikan dengan angka koreksi terhadap
ketebalan atau volume benda uji.
Stabilitas dapat dihitung dengan Rumus:
S=pxqxr
(2.2)
dimana :
S = nilai stabilitas (Kg);
P = kalibrasi alat;
Q = pembacaan dial Marshall;
R = koreksi benda uji.

2. Kelelehan (flow)

Kelelehan adalah perubahan bentuk benda uji campuran aspal beton saat
akan runtuh yang didapat dari pembacaan dial flow pada alat Marshall saat
pengujian.

3. Berat Volume (density)

Berat volume merupakan perbandingan antara berat benda uji dengan


volumenya. Nilai berat volume dihitung dengan Rumus:
c
Q=
f
(2.3)

Dimana:
Q = berat volume benda uji (density) (gram/𝑐𝑚3)
C = berat kering (gram)
f = volume benda uji (𝑐𝑚3)
f = d-e
d = berat benda uji pada SSD (gram)
e = berat benda uji di dalam air (gram)

4. Berat Jenis Bulk campuran padat (Gmb)/ Density

Berat jenis bulk dari beton aspal padat (Gmb) dapat diukur dengan
mempergunakan hukum archimedes, yaitu:
Wa
Gmb=
Vbulk
(2.4)
Dimana:
Gmb = Berat jenis bulk campuran padat
Wa = Berat kering campuran padat, gr
Vbulk = Volume campuran setelah pemadatan
Vbulk = Bssd - Ba
Bssd = Berat kering permukaan dari campuran yang telah dipadatkan, gr
Ba = Berat campuran padat didalam air, gr

5. Berat Jenis maksimum campuran (Gmm)


Besarnya nilai Gmm adalah berat jenis maksimum campuran beraspal
dimana rongga udara dalam capuran dianggap nol, yang dihitung secara teoritis
dengan rumus:
Pmm
Gmm=
Ps Pb

Gse Gb
(2.5)
Dimana:
Gmm = Berat jenis maksimum campuran
Pmm = Persen berat total campuran
Gse = Berat jenis efektif agregat
Ps = Kadar agregat, persen terhadap berat total campuran
Pb = Persentase kadar aspal terhadap total campuran
Gse = Berat jenis efektif
Gb = Berat jenis aspal

6. Volume Pori dalam Agregat Campuran (VMA)

Volume pori dalam agregat campuran (Void in mineral aggregate) adalah


banyaknya pori diantara butir-butir agregat didalam aspal beton padat, dinyatakan
dengan persentase (Sukirman, S., 2003), dihitung dengan rumus:
PsxGmb
VMA=100− [ Gsb ]
(2.6)
Dimana:
VMA = Volume pori antara agregat di dalam campuran padat, persentase dari
volume total (%)
Ps = Kadar agregat, persen terhadap berat total campuran (%)
Gmb = Berat jenis bulk campuran padat
Gsb = Berat jenis kering/bulk total agregat

7. Volume Pori dalam beton aspal padat (VIM)


VIM (Void in Mix) adalah volume total udara yang berada diantara
partikel agregat yang terselimuti aspal dalam suatu campuran yang telah
dipadatkan, dinyatakan dengan persen volume bulk campuran.
Gmm−Gmb
VIM =100 [ Gmm ]
(2.7)
Dimana:
VIM = Volume udara pada campuran setelah pemadatan, persentase dari
volume total (%)
Gmm = Berat jenis maksimum campuran
Gmb = Berat jenis bulk campuran padat

8. Volume Pori Antara Butir Agregat Terisi Aspal (VFB)

VFB (Voids Filled with Bitumen) merupakan persentase volume pori


antar agregat partikel (VMA) yang terisi aspal. VFB tidak termasuk aspal yang
terserap agregat, dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
VMA−VIM
VFB= [ VMA ]
(2.8)
Dimana:
VFB = Volume pori antar butir agregat yang terisi aspal, persen dari VMA
VMA = Volume pori antar butir agregat, persen dari volume total (%)
VIM = Volume pori dalam campuran padat, persen dari volume total (%)

9. Indeks Kekuatan Sisa (IKS)

Indeks Kekuatan Sisa dianalisis dari data-data hasil penngujian terhadap


sifat-sifat mekanik benda uji (stabilitas dan flow) dibagi dalam dua kelompok.
Kelompok pertama diuji Stabilitas Marshallnya dengan perendaman dalam air
pada suhu 60oC selama waktu T1 dan kelompok dua diuji setelah perendaman
pada suhu 60oC selama T2 (Hunter, 2005). Kemudian ditentukan Indeks Kekutan
Sisa (IKS) Marshall dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (Hunter,
2005) :
IKS = S2/S1 x 100%
(2.9)
Dimana :
S1 = nilai rata-rata stabilitas Marshall setelah perendaman selama T1, menit (kg)
S2 = nilai rata-rata stabilitas Marshall setelah perendaman selama T2, menit (kg)
IKS = Indeks Kekuatan Sisa (%).

10. Hasil Bagi Marshall

Hasil bagi marshall/Marshall Quotient (MQ) merupakan hasil pembagian


dari stabilitas dengan pelelehan. Sifat Marshall tersebut dapat dihitung dengan
menggunakan rumus berikut:
MS
MQ=
MF
(2.10)
Dimana:
MQ = Marshall Quotient (kg/mm)
MS = Marshall Stability (kg)
MF = Flow Marshall (mm)

Anda mungkin juga menyukai