Anda di halaman 1dari 67

LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN JALAN

UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jalan merupakan prasarana yang sangat menunjang bagi kebutuhan
hidupmasyarakat,kerusakan jalan dapat berdampak pada kondisi sosial dan
ekonomi terutama padasarana transportasi darat. Dampak pada konstruksi jalan
yaitu perubahan bentuk lapisan permukaan jalan berupa lubang (potholes),
bergelombang (rutting), retak-retak dan pelepasan butiran (ravelling) serta
gerusan tepi yang menyebabkan kinerja jalan menjadi menurun.
Komperhensifitas perencanaan prasarana jalan di suatu wilayah mulai dari
tahapan prasurvey, perencanaan dan perancangan teknis, pelaksanaan
pembangunan fisiknya hingga pemeliharaan harus integral dan tidak terpisahkan
sesuai kebutuhan saat ini dan prediksi umur pelayanannya di masa mendatang
agar tetap terjaga ketahanan fungsionalnya.
Perkerasan jalan merupakan hal yang utama untuk menunjang dalam
bertansportasi secara aman, nyaman dan mudah. Maka dari itu dibutuhkan
perkerasan jalan yang memadai dan layak untuk dipergunakan. Lapisan
perkerasan jalan menggunakan aspal merupakan salah satu perkerasan yang
banyak digunakan di Indonesia, karena mudah didapat, efisien dan lebih
ekonomis.
Jika kita kaji secara teori dan realita yang sudah berjalan selama ini,
dalam pembangunan jalan ada banyak hal yang harus diperhatikan lebih
mendetail dan teliti baik itu dari perencanaan jalan itu sendiri maupun
pelaksanaan tentunya. Kita sebagai pengguna jalan pastinya menginginkan jalan
yang kita pakai itu aman, nyaman, bersih dll. Maka dari itu kerusakan yang
terjadi dijalan tersebut harus ditanggulangi dan diperbaiki dengan sungguh-
sungguh.

1
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN JALAN
UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN

Syarat minimum temperature titik nyala oleh Bina Marga untuk aspal
PEN 40 – 60 (200 ºC). Titik nyala dan titik bakar aspal perlu diketahui
karena sebagai indikasi temperatur, pemanasan maksimum dimana masih
dalam batas-batas aman pengerjaan. Agar karakteristik aspal tidak berubah
(rusak) akibat dipanaskan melebihi temperatur titik bakar. Pada Pengujian
dengan alat Marshall dilakukan sesuai dengan prosedur Bina Marga. Pengujian
ini dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik campuran, menentukan
ketahanan atau stabilitas terhadap kelelehan plastis (flow) dari campuran aspal.
Hubungan antara ketahanan (stabilitas) dan kelelehan plastisitas (flow) adalah
berbanding lurus, semakin besar stabilitas, semakin besar pula flownya, dan
begitu juga sebaliknya. Jadi semakin besar stabilitasnya maka aspal akan
semakin mampu menahan beban, demikian juga sebaliknya. Dan jika flow
semakin tinggi maka aspal semakin mampu menahan beban.
Penelitian dilakukan untuk memperluas pemahaman tentang material
Perkerasan jalan. Pada praktikum ini dilakukan pengujian karakteristik agregat,
penguian titik lembek dan titik bakar. dan tes marshall. Pada Awal praktikum
pemeriksaan agregat dilakukan dengan menimbang berat agregat dan pan.
Agregat dengan 3 jenis ukuran 0-5, 5-10, 10-19 dengan ditimbang. Kemudian
hasil dari timbangan dilakukan proses pengayakan untuk mengetahui hasil
agregat yang lolos dan tertahan dan kemudian dilakukan penimbangan untuk
mendapatkan data. Agregat yang sudah didapatkan akan dilakukan penelitian
kadar air. Untuk pengujian titik nyala dan titik bakar, Suhu dari material aspal
ditingkatkan secara bertahap pada jenjang yang tetap. Seiring kenaikan suhu, titik
api kecil dilewatkan di atas permukaan benda uji yang dipanaskan tersebut. Titik
nyala ditentukan sebagai suhu terendah dimana percikan api pertama kali terjadi
sedangkan titik bakar ditentukan sebagai suhu dimana benda uji terbakar.

2
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN JALAN
UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah pada praktikum bahan perkerasan jalan raya adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana menentukan/menghitung komposisi dari campuran aspal panas?
2. Bagaimana cara mengetahui perbandingan perbedaan hasil pemeriksaaan
benda uji dengan alat Marshall?

1.3 Tujuan Praktikum


Adapun tujuan dari praktikum bahan perkerasan jalan raya adalah sebagai
betikut:
1. Dapat menentukan/menghitung komposisi dari campuran aspal panas
(meliputi agregat dan aspal) yang optimal sesuai dengan spek(syarat) yang
ditentukan.
2. Mengetahui perbandingan perbedaan hasil pemeriksaaan benda uji dengan
alat Marshall untuk berbagai variasi spek agregat, aspal dan metode
pengujian.

3
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN JALAN
UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN

BAB II
DASAR TEORI

2.1 Pengertian Agregat


Agregat adalah bahan berbutir yang berbentuk sebagai batu pecah,
kerikil, pasir atau material lain. Agregat merupakan suatu bahan yang terdiri dari
mineral padat, berupa massa berukuran besar ataupun berupa fragmen-fragmen.
Sifat agregat merupakan salah satu faktor penentu kemampuan perkerasan jalan
memikul beban lalu lintas dan daya tahan terhadap cuaca.
Berdasarkan terjadinya, agregat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok
yaitu agregat alami dan agregat buatan (artificial). Agregat alami adalah agregat
yang diperoleh dari barang tambang alam tanpa mengalami perubahan sifat pada
waktu diproduksi, kecuali pemecahan pada waktu penyaringan, pada saat
penyusunan gradasi, pencucian agregat dan lain-lain. Sedangkan yang dimaksud
dengan agregat buatan (artificial) merupakan agregat buatan yang sengaja dibuat
dengan bentuk dan ukuran tertentu serat terbuat dari berbagai macam material.
Agregat mempunyai beberapa sifat-sifat fisik. Sifat fisik agregat yaitu
sifat fisik yang paling mudah terlihat dan memilki efek yang paling langsung
terhadap suatu campuran. Adapun berberapa sifat-sifat fisik agregat yang sering
diuji adalah:
1. Ukuran maksimum agregat
Semua lapisan perkerasan lentur membutuhkan agregat yang terdistribusi
dari besar sampai kecil. Semakin besar ukuran maksimum partikel agregat
yang digunakan maka semakin banyak variasi ukuran agregat dari besar
sampai kecil yang diperlukan. Batasan ukuran maksimum yang digunakan
dibatasi oleh tebal lapisan yang diharapkan. Ukuran maksimum butir agregat
dinyatakan dengan:

4
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN JALAN
UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN

a. Ukuran maksimum agregat, yaitu menunjukkan ukuran saringan terkecil


dimana agregat yang lolos saringan sebanyak 100%.
b. Ukuran nominal maksimum agregat, menunjukkan ukuran saringan
terbesar dimana agregat yang tertahan saringan tersebut sebanyak tidak
lebih dari 10%.
2. Ketahanan (keausan) agregat
Pada campuran perkerasan, agregat akan mengalami proses tambahan
seperti pemecahan, pelapukan akibat cuaca, baik ketika campuran sedang
dibuat, saat pemadatan maupun saat telah menerima beban lalu lintas. Agregat
harus mempunyai daya tahan yang cukup terhadap pemecahan (crushing),
penurunan mutu (degradation) dan penguraian (disintegration). Kekerasan
agregat dinilai dengan menggunakan pengujian abrasi Los Angeles. Secara
garis besar pengujian ini dilakukan dengan mencari prosentase keausan akibat
pengaruh gesekan relatif antara agregat dengan bola- bola baja selama
pengujian berlangsung.
3. Bentuk dan tekstur agregat
Bentuk dan tekstur agregat sangat mempengaruhi stabilitas perkerasan
yang dibentuk oleh agregat tersebut. Bentuk- bentuk partikel agregat antara
lain sebagai berikut:
a. Bulat (rounded)
Agregat yang dijumpai di sungai pada umumnya telah mengalami
pengikisan oleh air sehingga umumnya berbentuk bulat. Partikel agregat
bulat saling bersentuhan dengan luas bidang kontak kecil sehingga
menghasilkan daya penguncian (interlocking) yang lebih kecil dan mudah
tergelincir.
b. Lonjong (elongated)
Partikel agregat berbentuk lonjong dapat ditemui di sungai- sungai
atau bekas endapan sungai. Agregat dikatakan lonjong jika ukuran
terpanjangnya >1,8 kali diameter rata- rata. Indeks kelonjongan (elongated
index) adalah perbandingan dalam persen dari berat agregat lonjong

5
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN JALAN
UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN

terhadap berat total. Sifat interlocking hampir sama dengan yang


berbentuk bulat.
c. Kubus
Partikel berbentuk kubus merupakan bentuk agregat hasil dari mesin
pemecah batu yang mempunyai bidang kontak yang lebih luas karena
berbentuk bidang rata sehingga memberi daya interlock yang lebih besar.
Agregat berbentuk kubus ini paling baik untuk digunakan sebagai bahan
perkerasan jalan.
d. Pipih (flaky)
Partikel agregat berbentuk pipih dapat merupakan hasil dari mesin
pemecah batu ataupun memang merupakan sifat dari batuan yang
bersangkutan yang apabila dipecah cenderung berbentuk pipih. Agregat
dikatakan pipih jika lebih tipis dari 0,6 kali diameter rata- rata. Agregat
yang berbentuk pipih mudah pecah pada saat pencampuran, pemadatan
ataupun akibat beban lalu lintas. Oleh karena itu banyaknya agregat pipih
ini dibatasi.
e. Tak beraturan (Irregular)
Partikel agregat yang tidak beraturan, tidak mengikuti salah satu yang
disebutkan di atas.
4. Daya lekat agregat terhadap aspal
Daya lekat terhadap aspal bergantung pada keadaan pori dan jumlah
pori dalam agregat. Agregat yang tidak mudah dilekati aspal akan
mengakibatkan terjadinya stripping, yaitu terkelupasnya butiran dari
perkerasan beraspal. Daya lekat aspal terhadap agregat dipengaruhi oleh sifat
agregat terhadap air. Pada agregat yang bersifat hydrophilic, yaitu agregat
yang mudah diresapi air, ikatan antara agregat dan aspal menjadi mudah
lepas. Sebaliknya agregat yang tidak mudah diresapi air,atau bersifat
hydrophobic seperti diorite, adhesit akan lebih mudah terikat dengan aspal.
Agregat yang digunakan sebagai lapis permukaan harus memiliki daya lekat
terhadap aspal lebih dari 95%. Agregat yang mengandung silika seperti batu

6
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN JALAN
UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN

kuarsa dan jenis batuan granit mempunyai daya lekan terhadap aspal yang
rendah. Batu kapur, dolomite mempunyai daya lekat yang tinggi terhadap
aspal. Banyaknya pori pada agregat ditentukan dari banyaknya air yang dapat
terabsorbsi oleh agregat. Agregat dengan daya absorbsi lebih besar akan
menyerap aspal lebih banyak, sehingga membutuhkan lebih banyak aspal
pada saat pencampuran.
5. Berat jenis agregat dan penyerapan air
Berat jenis agregat adalah perbandingan antara berat volume agregat
dengan berat volume air. Berat jenis agregat (specific gravity) terdiri dari:
a. Berat jenis bulk (bulk specific grafity)
Berat jenis bulk adalah berat jenis dengan memperhitungkan berat agregat
dalam keadaan kering dan seluruh volume agregat.
b. Berat jenis kering permukaan (surface saturated dry)
Berat jenis kering permukaan adalah berat jenis dengan memperhitungkan
berat agregat dalam keadaan kering permukaan. Dengan kata lain
merupakan berat kering agregat ditambah berat air yang meresap ke dalam
pori agregat dan seluruh volume agregat.
c. Berat jenis semu (apparent specific grafity)
Berat jenis semu adalah berat jenis dengan memperhitungkan berat agregat
dalam keadaan kering dan volume agregat yang tidak diresapi oleh air.
d. Penyerapan air
Angka penyerapan digunakan untuk menghitung perubahan berat dari
suatu agregat akibat air yang menyerap ke dalam pori di antara partikel
utama dibandingkan dengan pada saat kondisi kering, ketika agregat
tersebut dianggap telah cukup lama kontak dengan air sehingga air telah
menyerap penuh. Pada Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 Revisi 3
mengisyaratkan besarnya penyerapan air oleh agregat sebesar max. 3%.

7
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN JALAN
UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN

2.1.1 Agregat Kasar


Menurut Spesifikasi Bina Marga 2010 Revisi 3 agregat kasar untuk
campuran adalah yang tertahan ayakan No. 4 (4,75 mm) yang dilakukan secara
basah dan harus bersih, keras, awet, dan bebas dari lempung atau bahan yang
tidak dikehendaki lainnya dan memenuhi ketentuan yang diberikan dalam Tabel
berikut :
Tabel 2.1 Ketentuan Sifat-Sifat Agregat Kasar

Pengujian Standar Nilai


Kekekalan bentuk agregat Natrium sulfat Maks.
terhadap larutan SNI 3407:2008 12%
Magnesium sulfat Maks.
18%
Campuran AC 100 putaran Maks. 6%
Modifikasi 500 putaran Maks.
Abrasi dengan 30%
mesin Los Semua jenis SNI 2417:2008
100 putaran Maks. 8%
Angeles campuran
aspal 500 putaran Maks.
bergradasi 40%
lainnya
Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 2439:2011 Min. 95%
Butir pecah pada agregat kasar SNI 7619:2012 95/90
ASTM D4791
Partikel pipih dan lonjong Perbandingan 1 : Maks.
5 10%
Material lolos ayakan No. 200 SNI 03-4142- Maks. 2%
1996
Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 Revisi 3

Catatan:

*) 95/90 menunjukan bahwa 95% agregat kasar mempunyai muka bidang


pecah satu atau lebih dari 90% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah
dua atau lebih.

8
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN JALAN
UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN

2.1.2 Agregat Halus

Agregat halus dari sumber manapun, harus terdiri dari pasir atau
hasil pengayakan batu pecah dan terdiri dari bahan yang lolos ayakan No. 4
(4,75 mm). Agregat halus harus merupakan bahan yang bersih, keras,
bebas dari lempung atau bahan yang tidak dikehendaki lainnya. Presentase
pasir yang diisyaratkan dalam campuran AC maksimum 15% terhadap
berat total campuran.
Fungsi agregat halus dalam campuran aspal beton adalah:
1. Menambah stabilitas dari campuran dengan memperkokoh sifat saling
mengunci dari agregat kasar dan untuk mengurangi rongga udara pada
agregat kasar.
2. Semakin besar tekstur permukaan agregat halus akan menambah
stabilitas campuran dan menambah kekasaran permukaan perkerasan
jalan.
3. Keseimbangan proporsi penggunaan agregat kasar dan agregat halus
penting agar diperoleh permukaan yang tidak licin dengan jumlah kadar
aspal yang diinginkan.
Untuk lebih jelasnya mengenai agregat halus, maka agregat halus yang
digunakan sebagai bahan campuran harus memenuhi persyaratan sebagaimana
yang ditunjukan dalam tabel 2.2 berikut:
Tabel 2.2 Ketentuan sifat-sifat agregat halus
Pengujian Standar Nilai
Nilai setara pasir SNI 03-4428-1997 Min. 60%
Angularitas dengan uji kadar SNI 03-6877-2002 Min. 45
rongga
Gumpalan lempung dan butir-butir
mudah pecah dalam agregat SNI 03-4141-1996 Maks. 1%
Agregat lolos ayakan No. 200 SNI ASTM Maks.
C117:2012 10%
Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 Revisi 3

9
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN JALAN
UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN

2.1.3 Bahan Pengisi (Filler)


Bahan pengisi (filler) yang ditambahkan dalam campuran beraspal
terdiri dari debu batu kapur (limestone dust, Calcium carbonate, CaCO3) atau
debu kapur padam semen atau mineral yang sumbernya disetujui oleh direksi
pekerjaan. Mineral filler yang ditambahkan harus kering dan bebas dari
gumpalan-gumpalan dan apabila diuji penyaringan maka bahan yang lolos
saringan No. 200 (0.075 mm) tidak boleh kurang dari 75% terhadap beratnya
kecuali untuk mineral asbuton. Semua campuran beraspal harus mengandung
bahan bahan pengisi yang ditambahkan minimal 1% dari berattotal agregat.
Pada prakteknya filler berfungsi untuk meningkatkat viskositas dari aspal
dan mengurangi kepekaan terhadap temperatur. Dengan meningkatkan komposisi
filler dalam campuran dapat meningkatkan stabilitas campuran tetapi
menurunkan kadar rongga udara dalam campuran. Meskipun demikian
komposisi filler dalam campuran tetap dibatasi. Terlalu tinggi kadar filler dalam
campuran akan mengakibatkan campuran menjadi getas (brittle) dan retak
(crack) ketika menerima beban lalu lintas. Akan tetapi terlalu rendah kadar
filler akan menyebabkan campuran terlalu lunak pada saat cuaca panas.
1. Batu kapur
Batu kapur (Gamping) dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu secara
organik, secara mekanik, atau secara kimia. Sebagian besar batu kapur yang
terdapat di alam terjadi secara organik, jenis ini berasal dari pengendapan
cangkang/rumah kerang dan siput, foraminifera atau ganggang, atau berasal
dari kerangka binatang koral/kerang. Batu kapur dapat berwarna putih susu,
abu muda, abu tua, coklat bahkan hitam, tergantung keberadaan mineral
pengotornya.
Mineral karbonat yang umum ditemukan berasosiasi dengan batu
kapur adalah aragonit (CaCO3), yang merupakan mineral metastable karena
pada kurun waktu tertentu dapat berubah menjadi kalsit (CaCO3). Mineral
lainnya yang umum ditemukan berasosiasi dengan batu kapur atau dolomit,
tetapi dalam jumlah kecil adalah Siderit (FeCO3), ankarerit

1
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN JALAN
UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN

(Ca2MgFe(CO3)4), dan magnesit (MgCO3). Penggunaan batu kapur sudah


beragam diantaranya untuk bahan kaptan, bahan campuran bangunan, industri
karet dan ban, kertas, dan lain-lain.
Berdasarkan hasil penyelidikan batu kapur (Lime Stone) di Indonesia
oleh Direktorat Geologi Bandung, membagi batu kapur 2 jenis, yaitu : Batu
Kapur Non Dolomite, Batu Kapur Dolomite. Pembagian ini berdasarkan atas
dasar mineral yang terkandung di dalamnya, bila kadar Kalsium oksida (CaO)
lebih dominan dan kadar Magnesium Oksida (MgO) relatif kecil maka batu
kapur disebut Batu Kapur Non Dolomite (Batu Gamping), sedangkan bila
Magnesium Oksida lebih dominan di sebut Batu Kapur Dolomite.

2.1.4 Gradasi Agregat


Gradasi agregat dinyatakan dalam persentase berat masing-masing contoh
yang lolos pada saringan tertentu. Persentase ini ditentukan dengan menimbang
agregat yang lolos atau tertahan pada masing-masing saringan.
Gradasi agregat dapat dibedakan atas:
1. Gradasi seragam (uniform graded)/gradasi terbuka (open graded)
Gradasi seragam (uniform graded)/gradasi terbuka adalah agregat
dengan ukuran yang hampir sama/sejenis atau mengandung agregat halus
yang sedikit jumlahnya sehingga tidak dapat mengisi rongga antar agregat.
Agregat dengan gradasi seragam akan menghasilkan lapisan perkerasan
dengan sifat permeabilitas tinggi, stabilitas kurang, berat volume kecil.
2. Gradasi rapat (dense graded)
Gradasi rapat, merupakan campuran agregat kasar dan halus dalam
porsi yang seimbang, sehingga dinamakan juga agregat bergradasi baik.
Gradasi rapat akan menghasilkan lapisan perkerasan dengan stabilitas tinggi,
kurang kedap air, sifat drainase jelek, dan berat volume besar.

1
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN JALAN
UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN

3. Gradasi senjang (gap graded)


Gradasi senjang (gap graded), merupakan campuran yang tidak
memenuhi dua kategori di atas. Aggregate bergradasi buruk yang umum
digunakan untuk lapisan perkerasan lentur merupakan campuran dengan satu
fraksi hilang atau satu fraksi sedikit. Gradasi seperti ini juga disebut gradasi
senjang. Gradasi senjang akan menghasilkan lapis perkerasan yang mutunya
terletak antara kedua jenis di atas.
Penentuan distribusi ukuran agregat akan mempengaruhi kekakuan
jenis campuran aspal. Gradasi rapat akan menghasilkan campuran dengan
kekakuan yang lebih besar dibandingkan gradasi terbuka. Dari segi kelelehan,
kekakuan adalah suatu hal yang penting karena akan mempengaruhi tegangan
dan regangan yang diderita campuran beraspal panas akibat beban dinamik
lalu lintas.
Gradasi agregat gabungan untuk campuran aspal, ditunjukkan dalam
persen terhadap berat agregat dan bahan pengisi, harus memenuhi batas-batas
yang diberikan dalam Tabel 2.3 berikut ini:
Tabel 2.3 Gradasi Agregat Gabungan Campuran Aspal Beton (Laston)
% Berat yang lolos terhadap total agregat dalam campuran
Ukuran Ayakan
Laston (AC)
(mm)
WC BC Base
37,5 100
25 100 90 -100
19 100 90 - 76 - 90
100
12,5 90 – 75 - 90 60 - 78
100
9,5 77 – 90 66 - 82 52 - 71
4,75 53 – 69 46 - 64 35 - 54
2,36 33 – 53 30 - 49 23 - 41
1,18 21 – 40 18 - 38 13 - 30
0,600 14 – 30 12 - 28 10 - 22
0,300 9 – 22 7 - 20 6 - 15
0,150 6 – 15 5 - 13 4 - 10
0,075 4–9 4-8 3-7
Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 Revisi 3

1
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN JALAN
UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN

2.2 Pengertian Aspal


Aspal adalah material semen hitam, padat atau setengah padat dalam
konsistensinya dimana unsur pokok yang menonjol adalah bitumen yang terjadi
secara alam atau yang dihasilkan dengan penyulingan minyak (Petroleum). Aspal
merupakan senyawa hidrokarbon berwarna coklat gelap atau hitam pekat yang
dibentuk dari unsur- unsur asphaltenes, resins, dan oils. Aspal pada temperatur
ruang berbentuk padat sampai agak padat dan bersifat termoplastis yang berarti
aspal akan mencair jika dipanaskan sampai temperatur tertentu dan kembali
membeku jika temperatur menurun (Sukirman.S : 2003).
Aspal pada konstruksi lapis permukaan lentur (flexible pavement) jalan
raya, berfungsi sebagai bahan pengikat karena mempunyai daya lekat yang kuat,
mempunyai sifat adhesif, kedap air dan mudah dikerjakan. Selain sebagai bahan
pengikat, aspal juga menjadi bahan pengisi pada rongga-rongga dalam campuran.
Pada campuran lapis aspal beton (Laston) yang banyak memakai agregat kasar,
penggunaan kadar aspal menjadi sangat tinggi karena aspal disini berfungsi
untuk mengisi rongga-rongga antar agregat dalam campuran.

2.3 Jenis-Jenis Aspal


Berdasarkan tempat diperolehnya aspal dibedakan atas menjadi beberapa
jenis yaitu sebagai berikut:
1. Aspal alam terbentuk dari penguapan minyak bumi yang mengalir ke
permukaan bumi melalui celah-celah bumi oleh matahari sehingga hanya
tertinggal residu yang berwarna hitam dan plastis. Aspal alam terbagi atas 2
(dua) jenis yaitu :
a. Aspal danau (Lake asphalt) seperti yang terdapat di Trinidad, Bermuda.
b. Aspal batu (Rock asphalt) seperti yang terdapat di Indonesia (Asbuton).
2. Aspal tar merupakan aspal yang diperoleh dari proses destilasi batubara.
3. Aspal minyak merupakan residu yang diperoleh dari proses destilasi minyak
bumi. Beberapa jenis aspal minya antara lain sebagai berikut :

1
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN JALAN
UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN

a. Aspal padat/Aspal keras/Asphalt cement(AC)


Yaitu jenis aspal minyak yang berbentuk padat atau semi padat pada
suhu ruang dan menjadi cair apabila dipanaskan. Oleh karena itu penggunaan
aspal ini harus dipanaskan terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan
pengikat agregat. Berikut ini adalah persyaratan dari semen aspal yaitu:
1) AC berasal dari hasil minyak bumi.
2) Aspal harus mempunyai sifat yang sejenis.
3) Kadar paraffin dalam aspal tidak melebihi 2%.
4) Tidak mengandung air dan tidak berbusa jika dipanaskan sampai
175 oC.
Berdasarkan nilai penetrasinya (tingkat kekerasan), aspal keras
dibagi menjadi 5 (lima) kelompok jenis aspal yaitu AC Pen 40/50, AC Pen
60/70, AC Pen 80/100, AC Pen 120/150 dan AC Pen 200/300. Di Indonesia
sendiri jenis aspal keras yang sering digunakan dalam konstuksi perkerasan
jalan adalah aspal AC Pen 60/70.

1
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN JALAN
UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN

Tabel 2.4 Ketentuan-ketentuan aspal AC Pen. 60/70

Tipe I Aspal
No. Jenis Pengujian Metode Pengujian Pen. 60-70

1 Penetrasi pada 25 oC (0,1 mm) SNI 06-2456-1991 60 - 70

2 Viskositas dinamis 60 oC (Pa.s) SNI 06-6441-2000 160 -


240

3 Viskositas kinematis 135 oC (eSt) SNI 06-6441-2000 300


4 Titik Lembek (oC) SNI 2434:2011 48
5 Daktilitas pada 25 oC (cm) SNI 2432:2011 100
6 Titik nyala (oC) SNI 2433:2011 232
7 Kelarutan dalam Trichloroethylene (%) AASHTO T44-03 99
8 Berat jenis SNI 2441:2011 1,0
Stabilitas penyimpanan perbedaan titik
9 lembek (oC) ASTM D 5976 part -
6.1
Partikel yang lebih halus dari 150 micron
10 ( m) (%)
Pengujian residu hasil TFOT (SNI 06-2440-1991) atau RTFOT (SNI 03-6835-
2002) :
11 Berat yang hilang (%) SNI 06-2441-1991 0,8
o
12 Viskositas dinamis 60 C (Pa.s) SNI 03-6441-2000 800
o
13 Penetrasi pada 25 C (%) SNI 06-2456-1991 54
14 Daktilitas pada 25 oC (cm) SNI 2432:2011 100
15 Keelastisan setelah pengembalian (%) AASHTO T 301-98 -
Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 Revisi 3

1
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN JALAN
UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN

b. Aspal cair/Liquid asphalt/Cutback asphalt


Aspal cair adalah aspal minyak yang pada suhu normal dan pada
tekanan atsmosfir berbentuk cair, terdiri dari aspal keras yang diencerkan
dengan bahan pelarut, antara lain :
1) Jika dicairkan dengan benzene dinamakan Rapid Curing (RC).
2) Jika dicairkan dengan kerosene dinamakan Medium Curing (MC).
3) Jika dicairkan dengan minyak dinamakan Slow Curing (SC).
Persyaratan aspal cair adalah sebagai berikut :
1) Kadar parafin tidak lebih dari 2%.
2) Tidak mengandung air dan jika dipakai menunjukan
pemisah/ pengendapan atau penggumpalan.
c. Aspal emulsi
Adalah jenis aspal yang terdiri dari aspal keras, air dan bahan
pengemulsi di mana pada suhu normal dan tekanan atmosfir berbentuk cair.
Aspal emulsi dikelompokan menjadi dua jenis, yaitu :
1) Emulsi Cathionic, terdiri dari aspal keras, air dan larutan basa sehingga
campuran aspal bermuatan positif (+).
2) Emulsi Anionic, terdiri dari aspal keras, air dan larutan asam sehingga
campuran aspal bermuatan negatif (-).

2.4 Pemadatan
Pemadatan adalah proses yang mana partikel-partikel solid dirapatkan
atau dimampatkan secara mekanis sehingga diperoleh kekuatan dan stabilitas
serta volume rongga yang cukup pada campuran beraspal. Kondisi ideal
didapatkan pada saat campuran sudah tidak banyak berderformasi akibat
pembebanan.
Pemadatan pada intinya merupakan suatu upaya untuk memperkecil
jumlah rongga dalam suatu campuran, sehingga mencapai nilai yang
diisyaratkan. Karena perannya yang besar terhadap karakteristik perkerasan,
maka pemadatan baik pada waktu pelaksanaan di lapangan maupun pemadatan di
laboratorium untuk pembuatan benda uji Marshall, diatur sedemikian untuk

1
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN JALAN
UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN

menghindari penyimpangan.Pemadatan pada pelaksanaannya sangat rawan akan


terjadinya penyimpangan- penyimpangan, baik karena alat-alat yang digunakan
tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan atau juga karena jumlah lintasan
(passing) alat pemadat dalam melakukan pemadatan menyimpang dari jumlah
yang ditetapkan
a) Pemadatan di Laboratorium
Pemadatan di laboratorium diperlukan untuk mendapatkan campuran
dalam cetakan (mold) berupa silinder baja berdiameter 10,16 cm dan tinggi
7,62 cm dengan alat pemadat berupa palu (compaction hammer) seberat 4,536
kg dan tinggi jatuh bebas 45,7 cm. Proses pemadatan dan pengujian
campuran beraspal di laboratorium menggunakan metode Marshall.
Pemadatan diawali dengan spesimen campuran dalam cetakan ditusuk-tusuk
sebanyak 25 kali, dibagian tepi 15 kali dan 10 kali di bagian tengah, kemudian
dipadatkan pada suhu 140 oC dengan 2 x 35 kali pemadatan untuk lalu lintas
ringan, 2 x 50 kali pemadatan untuk lalu lintas sedang, dan 2 x 75 kali
pemadatan untuk lalu lintas berat.
b) Pengaruh Pemadatan (Compaction Effort)
Pemadatan memiliki pengaruh terhadap karakteristik campuran beraspal
yang bergantung pada rongga dalam campuran (VIM) dan rongga pada
agregat (VMA). Jika pemadatan yang diberikan pada campuran aspal terlalu
sedikit maka dapat mengakibatkan rongga pada campuran menjadi lebih
besar, sehingga dapat mengakibatkan beton aspal berkurang kekedapan
airnya. Dengan berkurangnya kekedapan air dari campuran aspal maka dapat
berakibat pada meningkatnya proses oksidasi aspal akibat air yang masuk
mengisi rongga yang dapat mempercepat penuaan aspal dan menurunkan
durabilitas (keawetan/daya tahan). Sebaliknya jika pemadatan yang diberikan
terlau besar maka dapat berakibat pada berkurangnya rongga dalam campuran
beraspal. Hal ini dapat menyebabkan keluarnya film aspal (bleeding) yang
membuat jalan menjadi licin dan menurunkan tahanan geser dari campuran.
Pemadatan yang tidak sesuai dapat menyebabkan kepadatan campuran

1
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN JALAN
UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN

beraspal tidak merata dan mudah retak yang akhirnya akan mempengaruhi
kinerja campuran beraspal yang dihasilkan, baik dari segi umur pelayanan
maupun dari segi kenyamanan.

2.5 Metode Marshall


2.5.1 Uji Marshall
Konsep dasar dari metode Marshall dalam campuran aspal
dikembangkan oleh Bruce Marshall, seorang insinyur bahan aspal bersama-
sama dengan The Mississippi State Highway Department. Kemudian The U.S.
Army Corp of Engineers, melanjutkan penelitian dengan intensif dan
mempelajari hal-hal yang ada kaitannya, selanjutnya meningkatkan dan
menambah kelengkapan pada prosedur pengujian Marshall dan pada akhirnya
mengembangkan kriteria rancangan campuran pengujiannya, kemudian
distandarisasikan di dalam American Society for Testing and Material
1989 (ASTM d-1559).
Pengujian Marshall bertujuan untuk mengukur daya tahan (stabilitas)
campuran agregat dan aspal terhadap kelelehan plastis (flow). Flow
didefinisikan sebagai perubahan deformasi atau regangan suatu campuran
mulai dari tanpa beban, sampai beban maksimum. Alat Marshall merupakan
alat tekan yang dilengkapi dengan Proving ring (cincin penguji) berkapasitas
22,2 KN (5000 lbs) dan flowmeter. Proving ring digunakan untuk mengukur
nilai stabilitas, dan flowmeter untuk mengukur kelelehan plastis atau flow.
Benda uji Marshall standart berbentuk silinder berdiamater 4 inchi (10,16
cm) dan tinggi 2,5 inchi (6,35 cm).

2.5.2 Parameter-Parameter Uji Marshall


Sifat-sifat campuran beraspal dapat dilihat dari parameter-parameter
pengujian Marshall antara lain :
1. Stabilitas Marshall
Stabilitas adalah kemampuan campuran aspal untuk menahan
deformasi akibat beban yang bekerja tanpa mengalami deformasi

1
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN JALAN
UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN

permanen seperti gelombang, alur ataupun bleeding yang dinyatakan


dalam satuan kg atau lb. Nilai stabilitas diperoleh dari hasil pembacaan
langsung pada alat Marshall Test sewaktu melakukan pengujian Marshall.
Nilai stabilitas yang terlalu tinggi akan menghasilkan perkerasan yang
terlalu kaku sehingga tingkat keawetannya berkurang.
2. Kelelehan (Flow)
Kelelehan adalah besarnya deformasi vertikal benda uji yang
terjadi mulai saat awal pembebanan sampai kondisi kestabilan maksimum
sehingga sampel sampai batas runtuh. Nilai flow yang tinggi
mengindikasikan campuran bersifat plastis dan lebih mampu mengikuti
deformasi akibat beban, sedangkan nilai flow yang rendah
mengindikasikan campuran tersebut memiliki banyak rongga kosong yang
tidak terisi aspal sehingga campuran berpotensi untuk mudah retak.
Pengukuran flow bersamaan dengan pengukuran nilai stabilitas Marshall.
Nilai flow diperoleh dari hasil pembacaan langsung yang ditunjukan oleh
jarum dial (dalam satuan mm) pada alat Marshall Test sewaktu
melakukan pengujian Marshall.
3. Kepadatan (Density)
Density merupakan kerapatan dari campuran setelah dilakukan
pemadatan di laboratorium maupun di lapangan. Nilai density ini
digunakan untuk membandingkan nilai kepadatan dari perkerasan baik
dari laboratorium maupun dari lapangan dan sebagai batasannya ≥ 98%
terhadap kepadatan di laboratorium. Tingkat kerapatan dari rongga
perkerasan dipengaruhi oleh jumlah kadar aspal, kualitas dan jenis fraksi
agregat dari bahan penyusun.
4. Rongga Udara dalam Campuran / Void in Mix (VIM)
VIM adalah volume rongga yang masih tersisa setelah campuran
beton aspal dipadatkan, dinyatakan dalam persen (%). VIM dibutuhkan
untuk mengetahui besarnya rongga campuran akibat bergesernya butir-
butir agregat dalam butir aspal. VIM yang terlalu kecil akan

1
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN JALAN
UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN

mengakibatkan beton aspal mengalami bleeding dan VIM yang terlalu


besar mengakibatkan beton aspal berkurang kekedapan airnya sehingga
berakibat meningkatnya proses oksidasi aspal yang dapat mempercepat
penuaan aspal dan menurunkan durabilitas (keawetan/daya tahan).
5. Rongga Terisi Aspal / Voids Filled with Asphalt (VFA)
VFA adalah volume rongga beton aspal yang terisi oleh aspal,
dinyatakan dalam persen (%). Parameter VFA diperlukan untuk
mengetahui perkerasan memilki keawetan dan tahan air yang cukup
memadai.
6. Rongga diantara Mineral Agregat / Void in Mineral Aggregate (VMA)
VMA adalah ruang diantara partikel agregat pada suatu perkerasan
beraspal, termasuk rongga udara dan volume aspal efektif (tidak termasuk
volume aspal yang diserap agregat). Volume rongga yang terdapat
diantara partikel agregat suatu campuran beraspal yang telah dipadatkan,
yaitu rongga udara dan volume kadar aspal efektif yang dinyatakan dalam
persentase terhadap volume total benda uji.
7. Rasio Partikel Lolos Saringan 0,075mm Dengan Kadar Aspal Efektif
Rasio partikel lolos saringan no. 200 (0,075mm) dengan kadar
aspal efektif adalah perbandingan presentase jumlah bahan lolos saringan
no.200 yang diperlukan terhadap total berat campuran dengan presentase
aspal (bitumen) efektif pada campuran. Pengaruh rasio antara partikel
lolos saringan no. 200 dengan kadar aspal efektif antara lain adalah:
a. Untuk memodifikasi agregat halus(filler), sehingga berat jenis
campuran meningkat dan jumlah aspal yang diperlukan untuk
mengisi rongga akan berkurang.
b. Secara bersamaan akan membentuk suatu campuran pada nilai
terbaik yang akan membalut dan mengikat agregat secara
optimal.
c. Mengisi ruang antara agregat halus dan kasar, serta
meningkatkan kepadatan dan kestabilan.

2
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN JALAN
UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN

2.6 Dasar Perhitungan Campuran Beraspal


Rumus-rumus yang digunakan dalam penelitian ini untuk campuran beraspal
adalah sebagai berikut:
1. Analisa saringan
a. Persen tertahan
𝐾𝑜𝑚𝑢𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑎ℎ𝑎𝑛
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙 x 100%
b. Persen lolos
100% - komulatif persen terhadap tiap saringan
2. Pemeriksaan berat jenis dan penyerapan agregat kasar
a. Berat jenis curah (Bulk specific gravity)
𝐵𝑘
𝐵𝑗 − 𝐵𝑎
b. Berat jenis jenuh kering permukaan atau SSD (Saturated Surface Dry)
𝐵𝑗
𝐵𝑗 − 𝐵𝑎
c. Berat jenis semu (Apparent Spesific Gravity)
𝐵𝑘
𝐵𝑘 − 𝐵𝑎
d. Penyerapan (Absorbsion)
𝐵𝑗 − 𝐵𝑘
𝐵𝑘 x 100%
Keterangan:
Bk = Berat uji kering oven(gr)
Bj = Berat benda uji kering permukaan jenuh(gr)
Ba = Berat benda uji kering permukaan jenuh di dalam air (gr)
3. Pemeriksaan berat jenis dan penyerapan agregat halus
a. Berat jenis curah (Bulk specific gravity)
𝐵𝑘
𝐵 + 500 − 𝐵𝑡
b. Berat jenis jenuh kering permukaan atau SSD (Saturated Surface Dry)
500
𝐵 + 500 − 𝐵𝑡

2
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN JALAN
UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN

c. Berat jenis semu (Apparent Spesific Gravity)


𝐵𝑘
𝐵 + 𝐵𝑘 − 𝐵𝑡
d. Penyerapan (Absorbsion)
500 − Bt
Bk x 100%
Keterangan:
Bk = Berat uji kering oven(gr)
B = Berat piknometer berisi air(gr)
Bt = Berat piknometer berisi benda uji dan air (gr)
500 = Berat benda uji dalam keadaan jenuh kering permukaan (gr)
4. Berat jenis bulk/curah dari total agregat campuran (Gsb)
𝑃1 + 𝑃2 + 𝑃3
Gsb = 𝑃1 𝑃2 +. . . . . .+
𝑃𝑛
𝐺𝑠𝑏 1 + 𝐺𝑠𝑏 2 𝐺𝑠𝑏 𝑛

Keterangan:
Gsb = Berat jenis bulk/curah total agregat campuran (gr/cc)
P1, P2,…., Pn = Presentase berat masing-masing fraksi agregat terhadap berat
total (%)
Gsb1, Gsb1,..,Gsbn = Berat jenis bulk dari masing-masing agregat (gr/cc)
5. Berat jenis semu dari total agregat campuran (Gsa)
𝑃1 + 𝑃2 + 𝑃3
Gsa = 𝑃1 𝑃𝑛
+ 𝐺𝑠𝑎 2 +. . . . . .+ 𝐺𝑠𝑎 𝑛
𝑃2
𝐺𝑠𝑎 1

Gsa = Berat jenis semu total agregat campuran (gr/cc)


P1, P2,…., Pn = Presentase berat masing-masing fraksi agregat
terhadap berat total (%)
Gsb1, Gsb1,..,Gsbn = Berat jenis semu dari masing-masing agregat (gr/cc)
6. Berat jenis efektif agregat campuran (Gse)
100 − 𝑃𝑎
Gse = 100 𝑃𝑎
𝐺𝑚𝑚 − 𝐺𝑎

Keterangan:
Gse = Berat jenis efektif agregat campuran (gr/cc)
Gmm = Berat jenis maksimum dari beton aspal (gr/cc)
Pa = % aspal, persen dari berat total campuran (%)

2
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN JALAN
UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN

Ga = Berat jenis aspal (gr/cc)


7. Berat jenis maksimum campuran (Gmm)
100
Gmm =
𝑃𝑠 𝑃𝑎
𝐺𝑠𝑒 − 𝐺𝑎

Keterangan:
Gmm = Berat jenis maksimum dari beton aspal (gr/cc)
Ps = % agregat, persen dari berat total campuran
(%)
8. Berat jenis contoh campuran padat (Gmb)
𝑊𝐴
Gmb =
𝑉 𝐵𝑢𝑙𝑘

Keterangan:
Gmb = Berat jenis contoh campuran padat (gr/cc)
VBulk = Volume campuran setelah pemadatan (cc)
WA = Berat benda uji di udara (gr)
9. Penyerapan aspal (Pba)
Pba = 100 𝐺𝑠𝑒 − 𝐺𝑠𝑏 Ga
𝐺𝑠𝑒 𝑥 𝐺𝑠𝑏

Keterangan:
Gse = Berat jenis efektif agregat campuran (gr/cc)
Gsb = Berat jenis bulk/curah dari total agregat campuran
(gr/cc) Ga = Berat jenis aspal (gr/cc)
10. Kadar aspal efektif yang menyelimuti agregat (Pbe)
Pbe = Pa - 𝑃𝑎𝑏 Ps
100

Keterangan:
Pa = % aspal, persen dari berat total campuran
(%) Pba = Penyerapan aspal (%)
Ps = % agregat, persen terhadap berat total campuran (%)
11. Kadar aspal tengah (Pb)
Pb = 0,035 %CA + 0,045 %FA + 0,18 %FF + K
Keterangan:
Pb = Kadar aspal tengah (%)
CA = Nilai presentase agregat kasar tertahan saringan no.8 (%)
2
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN JALAN
UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN

FA = Nilai presentase agregat halus lolos saringan no.8


(%) FF = Nilai presentase filler (%)
K = Konstanta (Laston = 0,5 – 1,0)
Hasil perhitungan Pb dibulatkan ke 0,5% ke atas terdekat.
12. Volume pori dalam agregat campuran (VMA) sebagai presentase dari berat
beton aspal padat
VMA = 100 - 𝐺𝑏𝑚 𝑥 𝑃𝑠
𝐺𝑠𝑏

Keterangan:
VMA= Rongga udara pada mineral agregat, prosentase dari volume total,
(%)
Gmb = Berat jenis campuran padat (gr/cc)
Gsb = Berat jenis bulk agregat, (gr/cc)
Ps = % agregat, persen terhadap berat total campuran, (%)
13. Volume pori dalam agregat campuran (VMA) sebagai presentase dari berat
agregat
VMA = 100 - 𝐺𝑚𝑏 x 100
x 100
𝐺𝑠𝑏 100 + 𝑃𝑏

Keterangan:
VMA= Rongga udara pada mineral agregat, prosentase dari volume total,
(%)
Gmb = Berat jenis campuran setelah pemadatan
(gr/cc) Gsb = Berat jenis bulk agregat, (gr/cc)
Pb = Kadar aspal, persen total campuran, (%)
14. Volume pori dalam campuran (VIM)
VIM = 100 x 𝐺𝑚𝑚 − 𝐺𝑚𝑏
𝐺𝑚𝑚

Keterangan:
VIM = Volume pori dalam campuran (%)
Gmm = Berat jenis maksimum dari campuran (gr/cc)
Gmb = Berat jenis bulk dari campuran yang telah dipadatkan (gr/cc)

2
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN JALAN
UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN

15. Volume pori antar butir agregat yang terisi aspal (VFA)
VFA = 100 x 𝑉𝑀𝐴 − 𝑉𝐼𝑀
𝑉𝑀𝐴

Keterangan:
VFA = Volume pori terisi aspal (%)
VMA= Volume pori dalam agregat campuran (%)
VIM = Volume pori dalam campuran (%)
16. Keausan agregat kasar
Keausan = 𝑎 − 𝑏 x 100%
𝑎

Keterangan:
a = Berat benda uji semula (gr)
b = Berat benda uji tertahan saringan no. 12 (gr)
17. Marshall Quotient (MQ)
𝑀𝑆
MQ =
𝑀𝐹

Keterangan:
MQ = Marshall Quotient
MS = Marshall Stability (Stabilitas)
MF = Marshall Flow (Kelelehan)

2.7 Kadar Aspal Optimum


Karena fungsinya yaitu sebagai perekat dan pengisi, maka jumlah aspal
yang digunakan dalam campuran harus tepat atau optimum. Salah satu cara yang
dipakai adalah metoda Asphalt Institute, yang didasarkan kepada hasil Marshall
test, sehingga kondisi aspal optimum yang ditentukan adalah kadar aspal dalam
menahan beban hingga terjadi kelelehan plastis. Selain itu sebelumnya juga telah
dihitung presentase rongga dalam campuran maupun pada agregat karena hal
tersebut juga diperhitungkan dalam menentukan KAO. Penentuan kadar aspal
optimum ditentukan dengan prosedur sebagai berikut :
1. Pembuatan grafik berikut :
a. Kadar aspal terhadap kepadatan (Density)
b. Kadar aspal terhadap stabilitas

2
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN JALAN
UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN

c. Kadar aspal terhadap kelelehan (Flow)


d. Kadar aspal terhadap rongga udara dalam campuran (VIM)
e. Kadar aspal terhadap rongga mineral agregat (VMA)
f. Kadar aspal terhadap rongga terisi aspal (VFA)
g. Kadar aspal terhadap rasio partikel lolos ayakan no. 200 (0,075mm)
2. Tentukan kadar aspal optimum berdasarkan pada hasil plot pada grafik.
Bandingkan hasil tersebut dengan spesifikasi yang ditentukan. Jika hasil grafik
tersebut tidak sesuai dengan spesifikasi, maka harus dilakukan pengulangan
desain aspal tersebut.
Sebagai ilustrasi penentuan kadar aspal optimum (KAO) dari suatu
campuran beraspal dapat dilihat pada gambar berikut.

Tabel 2.5 Ilustrasi penentuan kadar aspal optimum


Rentang kadar aspal
Parameter Marshall 5,0 5,5 6,0 6,5 7,0
Stabilitas
Kelelehan (Flow)
Kepadatan
VIM
VMA
VFA
Rasio partikel lolos ayakan no.200 dengan
kadar aspal efektif
Kadar aspal optimum (KAO) 6,8
Sumber : Beton Aspal Campuran Panas, S. Sukirman

2.8 Spesfikasi Umum Bina Marga 2010 Revisi 3


Dokumen spesifikasi umum pekerjaan konstruksi jalan dan jembatan ini
merupakan bagian dari dokumen kontrak pekerjaan konstruksi jalan dan
jembatan yang digunakan untuk mencapai suatu produk pekerjaan mulai dari
proses persiapan, metode pelaksanaan, bahan, peralatan, pengendalian mutu, dan
tata cara pembayaran.
Spesifikasi Umum ini berlaku sejak 12 November 2014 sejak
dikeluarkannya Surat Edaran Direktur Jenderal Bina Marga Nomor

2
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN JALAN
UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN

10/SE/Db/2014 tentang Penyampaian Standar Dokumen Pengadaan dan


Spesifikasi Umum 2010 (Revisi 3) untuk Pekerjaan Konstruksi Jalan dan
Jembatan. Sama dengan spesfikasi sebelum-sebelumnya, terdiri dari 10 divisi
yang masing-masing memiliki bagian-bagian tersendiri. Pada penelitian ini,
divisi 6 yang membahas mengenai perkerasan aspal akan digunakan sebagai
acuan dalam pengerjaan penelitian. Hal ini dilakukan agar penelitian yang
dilakukan sesuai dengan standar yang ada dan juga untuk meminimalisir
kesalahan dalam pengerjaan penelitian.
Pada spesifikasi umum bina marga 2010 revisi 3 ini, terdapat beberapa
perubahan pada kesepuluh divisi yang ada, hal ini untuk mengkoreksi spesifikasi
yang sudah ada sebelumnya (Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 revisi 2). Di
dalam spesifikasi 2010 revisi 3 divisi 6 seksi 6.3 ada beberapa poin yang
mengalami perubahan dari spesifikasi sebelumnya, yaitu :
1. Ketentuan agregat kasar
a. Dalam revisi 3 untuk pengujian kekekalan bentuk agregat terhadap larutan,
dibagi atas 2 jenis yakni natrium sulfat dan magnesium sulfat. Sedangkan
dalam revisi 2 tidak pembagian jenis sama sekali.
b. Dalam pengujian yang lain, dalam revisi 2 dilakukan pengujian terhadap
angularitas (kedalaman dari permukaan <10 cm dan >10 cm) dengan
standar PTM No.621, tetapi di revisi 3 tidak ditemukan pengujian namun
digantikan dengan pengujian butir pecah pada agregat kasar sesuai
dengan SNI 7619-2012.
2. Ketentuan agregat halus
Dalam pengujian untuk agregat halus, terdapat 4 jenis pengujian yang
dilakukan. Dalam revisi 2 dilakukan pengujian berupa nilai setara pasir, kadar
lempung, dan angularitas dengan kedalaman dari permukaan <10 cm dan >10
cm, sedangkan dalam revisi 3 pengujian yang dilakukan adalah nilai setara
pasir, angularitas dengan uji kadar rongga, gumpalan lempung dan butir-butir
mudah pecah dalam agregat dan juga ditambah dengan pengujian agregat
yang lolos ayakan No.200.

2
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN JALAN
UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN

3. Bahan pengisi (filler)


a. Dalam revisi 2 disebutkan bahwa apabila kapur tidak terhidrasi atau
terhidrasi sebagian, digunakan sebagai pengisi yang ditambahkan maka
proporsi maksimum yang diijinkan adalah 1,0% dari berat total campuran
beraspal. Namun dalam revisi 3 disebutkan bahwa apabila kapur tidak
terhidrasi atau terhidrasi sebagian, maka tidak dapat digunakan sebagia
bahan pengisi.
b. Kadar bahan yang ditambahakan sebagai bahan pengisi dalam revisi 2
diisyaratkan harus berada dalam rentang 1-2% dari berat total agregat,
sedangkan dalam revisi 3 disebutkan kadar penggunaan bahan sebagai
pengisi adalah minimal 1%. Hal ini dapat diartikan bahwa, bisa saja
penggunaan filler lebih dari 2%.
4. Gradasi agregat gabungan
Dalam revisi 2, Laston dibagi menjadi 2 bagian, yaitu laston gradasi
halus dan laston gradasi kasar. Sedangkan dalam revisi 3, tidak ada
pembagian jenis laston.
5. Ketentuan aspal keras
a. Dalam pengujian untuk aspal keras, revisi 2 melakukan pengujian terhadap
indeks penetrasi, sedangkan dalam revisi 3 tidak dilakukan pengujian
tersebut. Namun dalam revisi 3 dilakukan pengujian terhadap viskositas
dinamis 60˚C dan juga viskositas kinematik 135˚C, dimana dalam revisi 2
hanya dilakukan pengujian terhadap viskositas kinematik 135˚C.
b. Dalam pengujian terhadap partikel halus yang lebih dari 150 micron untuk
aspal modifikasi, terdapat perbedaan antara revisi 2 dan revisi 3, yaitu
dalam revisi 2 pengujian tersebut masuk kedalam pengujian residu hasil
TFOT atau RTFOT, sedangkan dalam revisi 3 pengujian tersebut tidak
termasuk didalamnya.
c. Dalam revisi 2 terdapat tiga jenis aspal modifikasi, yaitu asbuton yang
diproses, elastomer alam (latex) dan elastomer sintesis. Untuk revisi 3,
pembagian hanya terdapat dua jenis, yaitu asbuton yang diproses dan

2
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN JALAN
UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN

elastomer sintesis.
6. Bahan anti pengelupasan
Untuk persyaratan bahan anti pengelupasan, dalam revisi 2 tidak
dicantumkan jenis pengujian yang harus dilakukan untuk kompabilitas bahan
anti pengelupasan dengan aspal. Namun dalam revisi 3 disebutkan dengan
jelas jenis pengujian yang dilakukan, seperti:
a. Uji pengelupasan dengan air mendidih (boiling water test) dengan nilai
min. 80%.
b. Stabilitas penyimpanan campuran aspal dan bahan anti pengelupasan maks.
2,2˚C.
c. Stabilitas pemanasan (heat stability) minimal 70% permukaan terselimuti
aspal.
7. Ketentuan sifat-sifat campuran laston (AC)
a. Dalam revisi 3, tidak terdapat pembagian pada lapis aus, lapis antara, dan
pondasi. Tidak seperti revisi 2 yang membagi ketiga lapisan ke dalam dua
bagian, yaitu halus dan kasar.
b. Perbandingan antara spesifikasi 2010 revisi 2 dan revisi 3 juga terlihat pada
nilai rongga terisi aspal (Laston dan Laston Modifikasi). Perbedaannya
dapat dlihat pada tabel 2.6 berikut ini.
Tabel 2.6 Perbandingan rongga terisi aspal (Laston dan Laston modifikasi)

Rongga terisi Lapis Aus (AC- Lapis Antara (AC- Lapis Pondasi (AC-
aspal WC) BC) Base)
Revisi 2 65 63 60
Revisi 3 65 65 65
Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 Revisi 3
c. Ada beberapa sifat campuran laston dan juga laston modifikasi yang
terdapat dalam revisi 2 yang tidak lagi dicantumkan dalam revisi 3,
seperti : kadar aspal efektif, penyerapan aspal, dan Marshall quotient,
namun digantikan dengan rasio partikel lolos ayakan 0,075mm dengan
kadar aspal efektif (min. 1,0 dan maks. 1,4).

2
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN JALAN
UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN

d. Dalam sifat campuran aspal modifikasi juga terdapat perbedaan antara


revisi 2 dan revisi 3. Perbedaan diperlihatkan dalam tabel 2.7 dibawah
ini.
Tabel 2.7 Perbandingan tingkat pelelehan

Lapis Aus (AC- Lapis Antara (AC- Lapis Pondasi


Pelelehan (mm) WC) BC) (AC-Base)
Revisi 2 Min. 3 Min. 4,5
Min. 2 Min. 3
Revisi 3 Maks. 4 Maks. 6
Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 Revisi 3

3
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN JALAN
UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Pemeriksaan Agregat


3.1.1 Analisa Saringan (Sieve Analysis)
Pemeriksaan analisa saringan ini disesuaikan dengan manual:
 PB-0201-76
 (AASHTO T-27-74)
 (ASTM C-138-46)
1. Maksud dan Tujuan
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk :
 Menentukan pembagian butir (gradasi agregat halus dan agregat kasar
dengan menggunakan saringan (Standar ASTM).
 Mengetahui ukuran butiran sarigan agar dapat menentukan suatu komposisi
campuran agregat yang memenuhi spesifikasi yang ditentukan.
2. Peralatan
a. Timbangan dan neraca dengan ketelitian 0,2 % dari berat benda uji. Satu
set saringan : 50,8 mm(2’’) ; 37,5 mm (1 ½ ‘’) ; 25 mm (1’’) ; 19,1 mm (¾
’’ ; 9,5 mm (3/8’’) ; No.4 ; No.8 ; No.30 ; No.200 (standart ASTM).
b. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai pada
suhu 110 ± 5° C.
c. Alat pemisah contoh.
d. Mesin pengguncang saringan.
e. Talam-talam untuk tempat agregat.
f. Kuas, sikat kuningan, sendok dan alat lainnya
3. Benda Uji
Fraksi Agregat, digolongkan menjadi 3 fraksi
 F1, ukuran 1 ½ - ¾’’, berat contoh 500 gram
 F2, ukuran ¾’’ – No. 4, berat contoh 3250 gram
 F3, ukuran No. 4 – No. 200, berat contoh 2250 gram

3
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN JALAN
UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN

Semua contoh yang digunakan sebagai benda uji diambil pada berat tetap.
Berat tetap adalah berat agregat kering oven pada suhu kamar dan diulang
dioven satu jam lagi setelah didinginkan pada suhu kamar lagi maka beratnya
tetap, oven harus senantiasa pada suhu (110 ± 5)°C, karena air pada suhu
100°C akan menguap sehingga kandungan air pada agregat itu akan hilang.
Klasifikasi Agregat
 Agregat Kasar yaitu agregat yang tertahan pada saringan No. 4
 Agregat Halus yaitu agregat yang lolos pada saringan No. 4
Bila agregat berupa campuran dari agregat halus dan agregat kasar, agregat
tersebut dipisahkan menjadi 2 bagian dengan saringan No. 4, selanjutnya
agregat halus dan agregat kasar disediakan sebanyak jumlah seperti tercantum
diatas.
Benda uji disiapkan dengan persyaratan (PB-0208-76) kecuali apabila butiran
yang melalui saringan No. 200 tidak perlu diketahui jumlahnya dan bila
syarat-syarat ketelitian tidak menghendaki pencucian.

4. Prosedur Pelaksanaan
Pelaksanaan disini disesuaikan buku petunjuk dengan nomor kode PB-020
1-76.
1. Benda uji dikeringkan dalam oven dengan suhu (110 ± 5)°C sampai berat
tetap
2. Saringan benda uji lewat susunan saringan dengan ukuran saringan paling
besar ditempatkan paling atas. Saringan diguncang dengan tanam atau
mesin pengguncang selama 15 menit.

5. Perhitungan
Menghitung prosentase berat benda uji yang tertahan di atas masing-masing
saringan terhadap berat total benda uji.

3
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN JALAN
UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN

6. Hasil Praktikum
Laporan meliputi:
a. Jumlah prosentase melalui masing-masing saringan, atau jumlah prosentase
diatas masing - masing saringan dalam bilangan bulat.
b. Grafik akumulatif.

3
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN
JALAN

PEMERIKSAAN

MATERIAL

(0 – 5mm) / Abu

Total : 1 kg = 1000

Tabel 3.1 pemeriksaan agregat material pertama (0-

CUMULATIVE
SIEVE
WT.RET %RET %PAS
SIZE
A B C
3/8 “ - - -
#4 2.3 0.23 99.77
#8 295.8 29.58 70.42
# 16 292.5 29.28 70.72
# 30 118.4 11.84 88.16
# 50 105.3 10.53 89.47
# 100 101.7 10.17 89.83
# 200 73.3 7.33 92.67
TOTAL 989.6 99.29 601.04

3
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN
JALAN

PEMERIKSAAN

MATERIAL

(5 – 10mm) / Abu

Total : 1 kg = 1000

Tabel 3.35 pemeriksaan agregat material pertama (5-

CUMULATIVE
SIEVE
WT.RET %RET %PAS
SIZE
A B C
1/2 “ - - -
3/8 “ 136.7 13.67 86.33
#4 304.7 30.47 89.53
#8 261.7 26.17 73.83
# 16 111.1 11.11 88.89
# 30 39.7 3.97 96.03
# 50 29.7 2.97 97.03
# 100 23.2 2.32 97.77
# 200 16.5 1.65 98.35
TOTAL 923.3 92.33 727.76

3
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN
JALAN

PEMERIKSAAN

MATERIAL

(10 – 19mm) / Abu

Total : 1 kg = 1000

Tabel 3.36 pemeriksaan agregat material pertama (10-


CUMULATIVE
SIEVE
WT.RET %RET %PAS
SIZE
A B C
3/4 “ 13.8 1.38 98.62
1/2 “ 296.2 29.62 70.38
3/8 “ 377.7 37.77 62.23
#4 171.7 17.17 82.83
#8 24.8 2.48 97.52
# 16 18.8 1.88 98.12
# 30 12 1.2 98.8
# 50 10.2 1.02 98.98
# 100 10.1 1.01 98.99
# 200 13.2 1.32 98.68
TOTAL 948.5 94.85 905.15

3
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN
JALAN

PEMERIKSAAN

MATERIAL

(0 – 5mm) / Abu

Total : 1 kg = 1000

Tabel 3.4 pemeriksaan agregat material kedua (0-


CUMULATIVE
SIEVE
WT.RET %RET %PAS
SIZE
A B C
3/8 “ 10.2 1.02 98.98
#4 10.8 1.08 98.92
#8 260.7 26.07 73.93
# 16 259.7 25.97 74.03
# 30 104.5 10.45 89.55
# 50 97.7 9.77 90.23
# 100 97.7 9.77 90.23
# 200 84.5 8.45 91.55
TOTAL 925.8 92.58 707.42

3
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN
JALAN

PEMERIKSAAN

MATERIAL

(5 – 10mm) / Abu

Total : 1 kg = 1000

Tabel 3.38 pemeriksaan agregat material kedua (5-


CUMULATIVE
SIEVE
WT.RET %RET %PAS
SIZE
A B C
1/2 “ 31.7 3.17 96.83
3/8 “ 193.5 19.35 80.65
#4 472.7 47.27 52.73
#8 183.3 18.33 81.67
# 16 31.7 3.17 96.83
# 30 13.8 1.38 98.92
# 50 10.2 1.02 98.98
# 100 10.4 1.04 98.96
# 200 10.1 1.01 98.99
TOTAL 957.4 95.74 804.26

3
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN
JALAN

PEMERIKSAAN AGREGAT

MATERIAL KEDUA

(10 – 19mm) / Abu Batu

Total : 1 kg = 1000 gram

Tabel 3.6 pemeriksaan agregat material kedua (5-10mm)

CUMULATIVE
SIEVE
WT.RET %RET %PAS
SIZE
A B C
3/4 “ 30.2 3.02 96.98
1/2 “ 350.2 35.02 64.98
3/8 “ 405.8 40.58 59,42
#4 96.2 9.62 90.38
#8 36.2 3.62 96.38
# 16 14.8 1.48 98.52
# 30 6.6 0.66 99.34
# 50 2.2 0.22 99.78
# 100 1.7 0.17 99.83
# 200 2.6 0.26 99.74
TOTAL 946.5 94.65 905.35

3
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN
JALAN

3.1.2 Berat Jenis Dan Penyerapan Agregat Kasar


Pemeriksaan ini disesuaikan dengan :
 PB-0202-76
 (AASHTO T-85-74)
 (ASTM C-127-68)
1. Maksud dan Tujuan
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis (bulk), berat jenis
kering permukaan jenuh (saturated surface dry) dan berat jenis semua
(apparent) dari agregat kasar.
a. Berat jenis (bulk specific gravity) ialah perbandingan antara berat agregat
kering dan berat suling air yang isinya sama dengan isi agregat dalam
keadaan jenuh pada suhu tertentu.
b. Berat jenis kering permukaan (SSD) yaitu perbandingan antara berat
agregat kering permukaan jenuh dan berat air suling yang isinya sama
dengan isi agregat dalam kedaan jenuh pada suhu tertentu.
c. Berat jenis Semu (apparent specific gravity) ialah perbandingan antara
berat agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi
agregat dalam keadaan kering pada suhu tertentu.
d. Penyerapan adalah prosentase berat air yang dapat diserap pori terhadap
berat agregat kering.
2. Peralatan
Peralatan yang dipakai dalam praktikum ini adalah :
a. Keranjang kawat 3,35 mm atau 2,36 mm (No. 6 atau No. 8) dengan
kapasitas kira-kira 5 kg.
b. Tempat air dengan kapasitas dan bentuk yang sesuai untuk pemeriksaan
tempat ini harus dilengkapi dengan pipa sehingga permukaan air selalu
tetap.
c. Timbang dengan kapasitas 5 kg dengan ketelitian 0,1 % dari berat contoh
yang ditimbang dan dilengkapi dengan alat penggantung keranjang.

4
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN
JALAN

d. Oven, yang dilengkapi dengan pengaturan suhu untuk memanasi sampai


(110 ± 5)°C
e. Alat pemisah contoh
f. Saringan No. 4
3. Benda Uji
Benda uji adalah agregat yang tertahan pada saringan No. 4, diperoleh dari
alat pemisah contoh atau cara perempat, sebanyak kira-kira ± 5 kg.
4. Prosedur Pelaksanaan
a. Benda uji dicuci untuk menghilangkan debu yang melekat pada permukaan
agregat.
b. Benda uji dioven pada suhu 15°C sampai pada berat tetap.
c. Benda uji didinginkan pada suhu kamar selama 1-3 jam, kemudian
ditimbang dengan ketelitian 0,5 gram (Bk).
d. Benda uji direndam dalam air pada suhu kamar selama ± 24 jam.
e. Keluarkan benda uji dari air, lap dengan kain penyerap sampai selaput air
pada permukaan hilang (SSD), untuk butiran yang besar pengeringan harus
satu persatu.
f. Timbang benda uji permukaan jenuh (Bj).
g. Letakkan benda uji dalam keranjang, goyangkan batunya untuk
mengeluarkan udara tersekap dan tentukan beratnya dalam air (Ba). Ukur
suhu air untuk penyesuaian penghitungan kepada suhu standar(25°C).
5. Perhitungan
Bk
a. Berat jenis (Bulk Specific Gravity) =
Bj−Ba
Bj
b. Berat jenis kering permukaan jenuh (Saturated Surface Gravity) =
Bj−Ba
Bk
c. Berat jenis semu (app. Specific Grav) =
Bk−Ba

d. Penyerapan = Bj−Bk x 100 %


Bk

Bk = Berat benda uji kering oven (gram)


Bj = Berat benda uji kering permukaan jenuh (gram)
Ba = Berat benda uji kering permukaan jenuh dalam air (gram)

4
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN
JALAN

6. Hasil Praktikum
Hasil dilaporkan dalam bilangan decimal sampai dua angka dibelakang koma.
Catatan
Bila penyerapan dan harga berat jenis digunakan dalam pekerjaan
beton, dimana agregat digunakan pada kedaan kadar air aslinya, maka tidak
perlu dilakukan pengeringan oven. Banyak jenis campuran yang mempunyai
bagian butir-butir berat dan ringan. Bahan semacam ini memberikan harga-
harga berat jenis yang tidak tetap, walaupun pemeriksaan dilakukan dengan
sangat hati-hati. Dalam hal ini beberapa pemeriksaan ulangan diperlukan
untuk mendapatkan harga rata-rata yang memuaskan.

4
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN
JALAN

Lampiran no :
Pekerjaan : Agregat Kasar Dihitung :
Tanggal : Jum’at, 29 Januari 2021 Diperiksa :

BERAT JENIS DAN PENYERAPAN AGREGAT KASAR


PB – 0202 – 76
(AASHTO – T – 85 – 74)
(ASTM C – 127 – 68)
Berat material = 1000gram
Tabel 3.7 Berat jenis dan penyerapan agregat kasar

Besaran
Satuan
5-10 10-19
Bk (berat benda uji kering oven(gram)) =1029.8 gr =1012.8 gr
Bj (berat benda uji kering permukaan =1000 gr =1000 gr
jenuh(gram))
Ba (berat benda uji dalam air(gram)) =610 gr =623 gr
1029.8
= = 2.6405
𝐵𝑘 1000−610
(Bulk Specific Gravity) =
𝐵𝑗−𝐵𝑎 1012.8
= = 2.6865
1000−623
1000
= = 2.5641
𝐵𝑗 1000−610
(Saturated Surface Gravity) =
𝐵𝑗−𝐵𝑎 1000
= = 2.6525
1000−623
1029.8
= = 2.4531
𝐵𝑘 1029.8−610
(Aap.Specific grav) =
𝐵𝑘−𝐵𝑎 1012.8
= = 2.5983
1012.8−623

= 1000−1029.8 𝑥100% = -0.0289


𝐵𝑗−𝐵𝑘 1029.8
Penyerapan = x 100%
𝐵𝑘
= 1000−1012.8 𝑥100% = -0.0126
1012.8

4
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN
JALAN

3.1.3 Berat Jenis Dan Penyerapan Agregat Halus


Pemeriksaan ini disesuaikan dengan :
 PB-0203-76
 (AASHTO T-84-74)
 (ASTM C-128-68)
1. Maksud dan Tujuan
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan
a. Berat jenis (Bulk Specific Gravity) adalah perbandingan antara berat
agregat kering dan berat suling air yang isinya sama dengan isi agregat
dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu.
b. Berat jenis kering permukaan (Saturated Dry) adalah perbandingan antara
agregat kering permukaan jenuh dan berat air suling yang isinya sama
dengan isi agregat dalam kedaan jenuh pada suhu tertentu.
c. Berat jenis Semu (Apparent Specific Gravity) adalah perbandingan antara
berat agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi
agregat dalam keadaan pada suhu tertentu.
d. Penyerapan adalah prosentase berat air yang dapat diserap pori terhadap
berat agregat kering.
2. Peralatan
a. Timbangan, kapasitas 1 kg atau lebih dengan ketelitian 0,1 gram.
b. Piknometer dengan kapasitas 500 ml.
c. Kerucut terpancung (cone), diameter bagian atas (40 ± 3) mm, diameter
bagian bawah (90 ± 3) mm dan tinggi (75 ± 3) mm, dibuat dari logam tebal
minimum 0,8 mm.
d. Batang penumbuk yang mempunyai bidang penumbuk rata, berat (350 ±
15). gram, diameter permukaan (25 ± 3) mm.
e. Saringan No. 4.
f. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai (110
± 5)°C.
g. Pengukur suhu dengan ketelitian pembacaan 1°C

4
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN
JALAN

h. Talam
i. Bejana tempat air
j. Pompa hampa udara (Vacum pump) atau tungku
k. Air suling
l. Desikator

3. Benda Uji
Benda uji adalah agregat yang lewat saringan No. 4, diperoleh dari alat
pemisah contoh sebanyak 500 gram.

4. Prosedur Pelaksanaan
a. Benda uji dikeringkan dalam oven pada suhu (110 ± 5)°C sampai
mencapai berat yang tetap. Yang dimaksud berat tetap adalah keadaan
benda uji selama 3 kali proses penimbangan dan pemanasan dalam oven
dengan selang waktu 2 jam berturut-turut, tidak akan mengalami perubahan
kadar air lebih besar dari pada 0,1 %. Didinginkan dalam suhu ruang,
kemudian direndam dalam air selama (24 ± 4) jam.
b. Membuang air perendam dengan hati - hati supaya tidak ada butiran yang
hilang, lalu menebarkan agregat diatas talam dan mengeringkan diudara
panas dengan cara membalikkan benda uji. Pengeringan dilakukan sampai
mencapai kering permukaan jenuh.
c. Memeriksa keadaan kering permukaan jenuh dengan cara memasukkan
benda uji kedalam kerucut terpancung, padatkan dengan batang penumbuk
sebanyak 25 kali, angkat kerucut terpancung. Keadaan kering permukaan
jenuh tercapai bila benda uji runtuh tetapi masih dalam keadaan tersentak.
d. Setelah tercapai keadaan kering permukaan jenuh, 500 gram benda uji
dimasukkan kedalam piknometer. Memasukkan air suling dijaga agar
jangan sampai terlihat gelembung udara di dalamnya. Untuk mempercepat
proses ini, dapat digunakan pompa hampa udara, tetapi harus dengan cara
merebus piknometer.

4
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN
JALAN

e. Merendam piknometer dalam air dan mengukur suhu air untuk


penyesuaian perhitungan kepada suhu standart 25°C.
f. Menambah air sampai mencapai tanda batas.
g. Menimbang piknometer yang berisi air dan benda uji sampai ketelitian 0,1
gram (Bt).
h. Benda uji dikeluarkan, dikeringkan dalam oven dengan suhu 110°C sampai
mencapai berat tetap, kemudian didinginkan dalam desikator.
i. Setelah benda uji dingin kemudian ditimbang (Bk).
j. Menentukan berat piknometer berisi air penuh dan ukur suhu air guna
penyesuaian dengan suhu standart 25°C (B).
5. Perhitungan
Bk
a. Berat jenis (bulk specific gravity) =
B + 500−Bt
500
b. Berat jenis kering permukaan jenuh (saturated surface gravity) =
B + 500−Bt
Bk
c. Berat jenis semu (app.specific grav) =
B + Bk−Bt
Bk
d. Penyerapan =
B + 500−Bt

Bk : berat benda ujikering onven


(gram) B : berat piknometer berisi air
(gram)
Bt : berat piknometer berisi benda uji dan air (gram)
500berat benda uji dalamkedadaan kering permukaan
jenuh (gram)
6. Hasil Praktikum
Hasil dilaporkan dalam bilangan decimal sampai dua angka
dibelakang koma.

4
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN
JALAN

Lampiran no :
Pekerjaan : Agregat Kasar Dihitung :
Tanggal : Jum’at, 29 Januari 2021 Diperiksa :

BERAT JENIS DAN PENYERAPAN AGREGAT HALUS


(AASHTO – T – 85 – 74)
(ASTM C – 127 – 68)
Berat material = 250gram
Tabel 3.8 Berat jenis dan penyerapan agregat halus

Besaran
Satuan
5-10 10-19
Berat benda uji kering permukaan jenuh 250
gr
Berat piknometer diisi air garam (B) =725.2 gr
Berat piknometer + benda uji SSd + air garam = 877.6
(Bt)
Berat benda uji kering oven gram (Bk) = 1029.8 gr =1012.8 gr
1029.8
= = 10.5512
𝐵𝑘 725.2+250−877.6
(Bulk Specific Gravity) =
𝐵+250−𝐵𝑡 1012.8
= = 10.3370
725.2+250−877.5
250
= = 2.5615
250 725.2+250−877.6
(Saturated Surface Gravity) =
𝐵+250−𝐵𝑡 250
= = 2.5615
725.2+250−877.6
1029.8
= = 1.1732
𝐵𝑘 725.2+1029.8−877.6
(Aap.Specific grav) =
𝐵+𝐵𝑘−𝐵𝑡 1012.8
= = 1.1539
725.2+1012.8−877.6

= 250−1029.8 𝑥100% = -0.7572


1029.8
Penyerapan = 250−𝐵𝑘 x 100%
𝐵𝑘
= 250−1012.8 𝑥100% = -0.7531
1012.8

4
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN
JALAN

BAB IV

PEMERIKSAAN ASPAL

4.1 Penetrasi Aspal

Pemeriksaan ini disesuaikan dengan :

 PB-301-76
 (AASHATO T-45-68)
 (ASTM D-71)
1. Maksud dan Tujuan
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk :
Menentukan penetrasi bitumen keras atau lembek (solid atau
semi solid). Dengan memasukkan jarum penetrasi ukuran tertentu, beban
dan waktu tertentu kedalam bitumen pada suhu tertentu.
2. Peralatan
a. Alat penetrasi yang dapat menggerakkan pemegang jarum naik turun
tanpa gesekan dan dapat mengukur penetrasi sampai 0.1 mm.
b. Pemegang jarum seberat (47 0.05) gram yang dapat dilepas dengan
mudah dari alat penetrasi untuk penetran.
c. Pemberat dari (50 0.05) gram digunakan untuk pengukuran
penetrasi dengan beban 100 gram.
d. Jarum penetrasi stainless stell dengan mutu 440 C atau 54-60 dengan
ukuran dan bentuk menurut gambar dibawah ini, ujung jarus harus
terbentuk kerucut terpancung.
e. Cawan contoh terbuat dari logam atau gelas terbentuk silinder dengan
dasar yang rata-rata berukuran :

4
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN
JALAN

PENETRASI DIAMETER KEDALAMAN


<200 55 mm 35 mm
200-300 70 mm 45 mm

f. Bak peredam (Waterbath), terdiri dari bejana tidak kurang 10 liter dapat
menahan suhu tertentu dengan ketelitian kurang lebih dari 0.1 C. Bejana
ini dilengkapi dengan pelat besar berlubang-lubang terletak 50 mm diatas
bejana dan tidak kurang dari 100 mm dibawah air dalam bejana.
g. Tempat air untuk benda uji di tempatkan dibawah alat penetrasi. Tempat
tersebut mempunyai isi tidak krang dai 350 ml dan tinggi yang cukup
untuk meredam benda uji tanpa bergerak.
h. Pengukuran wakjtu (Stopwatch). Pengukuran waktu penetrasi dengan
skala pembagian terkecil 0.0001 detik atau kurang dan kesalahan
tertinggi
0.1 detik per jam.
i. Thermometer.

3. Benda Uji
Contoh di panaskan perlahan-lahan serta diaduk-aduk sehingga cukup
air untuk dutangkan. Pemanasan contoh tidak boleh lebih dardi 60 C diatas
titik lembek, dan untuk bitumen tidak boleh lebih dari 90 C diatas titik
lembek. Waktu pemanasan tidak boleh lebih dari 30 menit, diaduk-aduk
perlahan-ahan agar udara tidak masuk ke dalam contoh. Setelah cair diutang
hingga dingin. Tinggi contoh dalam tempat tersebut tidak kurang dari angka
penetrasi ditambah 18 mm. Benda uji dibuat dua, benda uji ditutup agar bebas
dari tebu dan didiamkan dalam suhu ruang selama 1 sampai 1.5 jam untuk
benda uji kecil, 1,5 – 2 jam untuk benda uji besar.

4
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN
JALAN

4. Prosedur pelaksanaan
a. Bend uji di letakkan dalam thin box yang kecil dan tempat air tersebut
dimasukkan dalm bak perdam yang bersuhu (25 0.1) C. Di diamkan
dalam bak tersebut selama 1-1.5 jam untuk benda ynag kecil dan 1.5-2
jam untuk benda uji besar.
b. Pemegang jarum diperiksa agar jarum dapat dipasang dengan baik
dan jarum penetrasi dibersikan dengan toluene, kemudian jarum
tersebut dikeringkan dengan lap bersh dan sipasang pada pemegang
jarum
c. Pemberat 50 gram diletakkan diatas jarum untuk memperoleh beban
(100 0.01) gram.
d. Tempat air dipindahkan dari bak peredam ke bawah alat penetrasi.
e. Jarum diturunkan perlahan-lahan sehingga menyentuh permukaan benda
uji kemudian angka nol di arloji penetrometer diatur sehingga jarum
penunjuk berhimpit.
f. Pemegang jarum dilepaskan dan stopwatch secara bersama
dijalankan selama jangka waktu (5 0.1) detik.
g. Arloji oenetrometer diputar dan dibaca angka penetrasi yang berhimpit
dengan jarum petunjuk angka dibulatkan hingga 0.1 mm terdekat.
h. Jarum dilepaskan dari penegangnya dan disiapkan untuk test
penetrasi berikutnya.
i. Pekerjaan pada poin a-g diatas dilakukan berulang kali sebanyak 5x untuk
setiap benda uji yang sama dengan ketentuan setiap titik pemeriksaan
berjarak 1 cm, dan dari tepi dinding lebih dari 1 cm.
j. Bacalah harga putaran jarum penetrasi selama waktu tersebut.
Satu divisi pada pembacaan putaran jam adalah sama dengan 0.1 mm. Jadi
kalua harga penetrasi aspal tersebut adalah 65, artinya selama 5 detik
jarum jam tersebut bergerak menembus 65x0.1 mm = 6.5 mm.

5
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN
JALAN

5. Pelaporan
Lapor angka penetrasi rata-rata dalam bilangan bulat sekurang-kurangnya dari
3 pembacaan dengan ketentuan bahwa hasil-hasil pembacaan tidak melampui
ketentuan dibawah ini :

Hasil Penetrasi 0-49 50-149 150-249 250


Toleransi 2 4 6 0
Apabila perbedaan antara masing-masing pembacaan melebihi batas toleransi-
toleransi pemeriksaan harus diulangi.

6. Catatan
a. Thermometer bak peredam diatur
b. Bitumen dan penetrasi kurang dari 150 dapat di uji dengan alat-alat dan
cara pemeriksaan ini, sedangkan bitumen dengan penetrasi antara 350-500
perlu dilakukan dengan alat-alat lain.
c. Bacalah harga putaran jarum penetrasi Selama waktu tersebut.

5
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN
JALAN

PEMERIKSAAN ASPAL

Lampiran no. :
Nomor sample :
Jenis sample : Dikerjakan :
Pekerjaan : Diperiksa :
Tanggal :
PENETRASI ASPAL
(PA – 0301 – 76)
(AASHTO M – 20)
Tabel 4.1 pemeriksaan aspal

Sample dipanaskan Mulai jam :pk Suhu oven : 180 ℃


10.00/29-1-21
Selesai jam :pk
10.00/30-1-21
Didiamkan pada suhu Mulai jam :pk
ruangan 10.00/30-1-21
Selesai jam :pk
11.00/30-1-21
Direndam pada 25℃ Mulai jam :pk 14.00 Suhu waterbath : 60 ℃
Selesai jam :pk 14.30
Pemeriksaan penetrasi pada Mulai jam :pk 13.00 Suhu penetrometer :
25℃ Selesai jam :pk 13.15 25℃

Penetrasi pada 25℃ SAMPEL


100gram,5dtk I II III IV V
Pengamatan 1 46 57 60 62 68
Pengamatan 2 52 64 61 60 68
Pengamatan 3 53 65 70 67 70
Rata - rata 50.33 62 63.67 63 68.67

5
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN
JALAN

4.2 Pemeriksaan Titik Nyala Dan Titik Bakar


Pemeriksaan ini disesuaikan dengan :
 PA-0306-76
 (AASHTO T-51-74)
 (ASTM D -113-69)
1. Maksud dan Tujuan
Pameriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan titik nyala dan titik
bakar aspal.
Titik nyala adalah suhu pada saat terlihat nyala singkat pada suatu titik diatas
permukaan aspal.
Titik bakar adalah suhu pada saat terlihat nyala sekurang-kurangnya 5 detik
pada suatu titik di atas permukaan aspal.
2. Peralatan
a. Flash cup
b. Cleveland glass
c. Burning pipe
d. Flash cup plate
e. Support
f. Y connector
g. Bunsen burner
h. Thermometer
3. Benda Uji
Panaskan contoh aspal antara 130 - 140°C sampai cukup cair,
kemudian isi cawan kuningan sampai garis dan hilangkan (pecahkan)
gelembung udara yang ada pada permukaan cairan.

5
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN
JALAN

4. Prosedur Pelaksanaan
a. Letakkan cawan di atas pelat pemanas dan diatur sumber pemanas hingga
terletak di bawah titik tengah cawan.
b. Letakkan nyala penguji dengan poros pada jarak 7,5 cm dari titik tengah
cawan.
c. Tempatkan thermometer tegak lurus di dalam benda uji dengan jarak 6,4
mm dia atas dasar cawan dan terletak pada satu garis yang menghubungkan
titik poros nyala penguji, kemudian diatur hingga poros thermometer
terletak pada jarak ¼ diameter cawan dari tepi.
d. Tempatkan penahan angin di depan nyala penguji.
e. Nyalakan sumber pemanas dan atur pemanasan sehingga kenaikan suhu
15°C per menit hingga benda uji mencapai suhu 56°C di bawah titk nyala
perkiraan.
f. Atur kecepatan pemanasan 5°C - 6°C per menit pada suhu 50°C dan 28°C
di bawah titik nyala perkiraan.
g. Nyala penguji dinyalakan dan diatur agar diameter nyala penguji 3,2
sampai 4,8 mm.
h. Putar nyala penguji hingga melalui permukaan cawan (dari tepi ke tepi
cawan) dalam selang waktu l detik, ulangi pekerjaan setiap kenaikan 2°C.
i. Lanjutkan pekerjaan pada point f - h sampai terlihat nyala singkat pada
suatu titik diatas permukaan benda uji, dibaca suhu pada thermometer dan
dicatat.
Lanjutkan pekerjaan ini sampai terlihat nyala yang agak lama (5 detik) di
atas permukaan benda uji. Bacalah suhu pada themometer dan catat.

5
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN
JALAN

4.3 Pemeriksaan Titik Lembek


Pemeriksaan ini disesuaikan dengan :
 PA-0306-76
 (AASHTO T-5l-74)
 (ASTM D-113-69)
1. Maksud dan Tujuan
Pemeriksaan ini dimaksimalkan untuk menentukan titik lembek aspal
yang berkisar mm 30 °C - 200 °C.
Titik lembek adalah suhu pada saat bola baja dengan berat tertentu mendesak
turun suatu lapisan aspal yang tertahan dalam cincin berukuran tertentu,
sehingga aspal itu menyentuh pelat dasar yang terletak di bawah cincin pada
besaran waktu tertentu, sehingga akibat pemanasan dengan kepadatan tenentu.
2. Peralatan
a. Thermometer
b. Cincin kuningan.
c. Bola baja diameter 9, 53 mm dengan berat antara 3,45 - 3,55 gr.
d. Alat pengarah bola.
e. Bejana gelas, tahan pemanasan mendadak dengan diameter dalam sebesar
8,5 cm dan tinggi sekurang-kurangnya 12 cm.
f. Dudukkan benda uji.
g. Penjepit

3. Benda Uji
a. Panaskan contoh perlahan-lahan sambil diaduk terus menerus hingga
cairan menjadi rata. Pemanasan dan pengadukan dilakukan perlahan-lahan
agar gelembung udara tidak masuk. Setelah merata, tuanglah contoh ke
dalam dua buah cincin, suhu pemanasan tidak lebih dari 111°C di atas titik
lembeknya. Waktu untuk pemanasan ≤ 30 menit.
b. Panaskan dua buah cincin sampai mencapai suhu tuang contoh dan
letakkan kedua cincin di atas pelat kuningan yang telah diberi lapisan dari
campuran talk dan sabun.

5
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN
JALAN

c. Tuangkan contoh ke dalam 2 buah cincin, diamkan pada suhu sekurang-


kurangnya 56°C di bawah titik lembeknya sekurang-kurangnya selama 30
menit.
d. Setelah dingin permukaan contoh diratakan dalam cincin dengan pisau
yang dipanaskan.

4. Prosedur Pelaksanaan
a. Pasang dan atur kedua cincin di atas tempat duduknya, letakkan pengarah
bola di atasnya kemudian masukkan semua peralatan tersebut ke dalam
bejana gelas. Bejana kemudian diisi air suling dengan suhu (5 ± 1)°C
hingga tinggi permukaan air berkisar 101,6 sampai 108 mm. letakkan
thermometer yang sesuai untuk pekerjaan ini diantara kedua benda uji (±
12,7 mm dari setiap cincin). Periksa dan atur jarak antara permukaan plat
dasar dengan benda uji sehingga menjadi 25,4 mm.
b. Letakkan bola - bola baja bersuhu 5°C di atas dan di tengah permukaan
masing - masing benda uji dcngan menggunakan penjepit dan memasang
kembali pengarah bola.
c. Panaskan bejana sehingga kenaikan suhu menjadi 5°C per menit.
Kecepatan pemanasan ini tidak boleh diambil dari kecepatan pemanasan
rata - rata dari akhir pekeljaan ini. Untuk 3 menit pertama, perbedaan
kecepatan pemanasan ≤ 0,5 °C

5
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN
JALAN

Lampiran no : Dikerjakan tanggal :


Jenis contoh : Dipeirksa :
Tanggal :

TITIK LEMBEK
(PA-0302-76)
Tabel 4.2 Titik lembek
No Suhu yang diamati Waktu (detik) Titik lemah (℃) Titik lembah
℃ ℉ I II A b Rata-rata (℃)
1 5 41 35 35 62 64 63
2 10 50 39 39
3 15 59 41 41
4 20 68 45 45
5 25 77 49 49
6 30 86.6 54 54
7 35 95 58 58
8 40 104 63 63
9 45 113
10 50 122
11 55 131

5
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN
JALAN

BAB V
MIX DESIGN

5.1 Perencanaan Campuran Aspal Beton MIX DESIGN


5.1.1 Umum
Tahap - tahap perencanaan campuran (mix design) aspal beton (hot
mix) adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan mutu bahan yang digunakan. Hasil pemeriksan mutu bahan
untuk mengetahui apakah bahan yang digunakan memenuhi persyaratan
yang telah ditentukan oleh aspal beton.
2. Menentukan spesifikasi yang akan dipakai. Spesifikasi adalah harga - harga
batas yang harus dipenuhi oleh campuran.
Spesifikasi dibagi menjadi dua macam yaitu :
a. Spesifikasi gradasi (analisa saringan )
b. Spesifikasi mutu campuran (mix property)
Dijadikan pertimbangan yaitu :
a. Tipe konstruksi dimana lapisan aspal beton tersebut di letakan (ATB,
ATSB. Surfase Course dan sebagainya).
b. Tebal lapisan yang direncanakan.
c. Jenis dan fungsi jalan untuk menentukan sifat permukaan yang
dikehendaki.
3. Menentukan kombinasi dari bahan-bahan sehingga grndasi kombinasi
campuran memenuhi spesifikasi gadasi yang ditentukan. Menentukan
perbandingan bahan agregat ini dapat dilakukan dengan cara grafis atau
cara perbandingan bahan agregat ini dapat dilakukan dengan cara grafis
atau cara analistis.
4. Job Mix Design, yang melakukan pengujian mutu campuran dengan alat
tertentu (alat marshall), campuran mempunyai beberapa variasi kadar aspal
(5 variasi kadar) untuk jenis kendaraan berat.

5
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN
JALAN

Dari job mix ini ditentukan kadar aspal optimum yang dapat memenuhi
spesifikasi mutu campura. Beberapa contoh spesifikasi untuk aspal beton dari
beberapa sumber yaitu:
a. Ditjen Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum
b. The Asphalt Institute III D
c. Japan Road Association
Dalam praktikum ini spesifikasi yang dapat dipakai menurut Bina Marga V.

5.1.2 Perencanaan Campuran


Perencanaan campuran aspal beton didasari pada hasil analisa
saringan. Dari grafik kumulatil hasil analisa saringan dapat ditentukan jumlah
prosentase masing- masing fraksi terhadap berat total seluruh agregat. Setelah
prosentase berat masing- masing ukuran, untuk selanjutnya dikontrol jumlah
prosen lolos terhadap spesifikasi yang diminta.
Jika gradasi campuran sudah memenuhi spesifikasi yang diminta, maka
selanjutnya ditentukan berat masing - masing ukuran dan berat aspal untuk
membuat benda uji.
Benda uji yang diminta 5 (lima) buah benda uji, untuk masing - masing
kadar aspal yaitu : 4,08%, 4,58%, 5,08%, 5,58%, 6,08%.
Untuk menentukan kadar aspal yang paling optimum, benda uji diuji
dengan "Marshall Test", dimana pada kadar aspal tersebut benda uji
memenuhi persyaratan dibawah ini.
5.1.3 Perencanaan Kadar Bitumen
Kadar bitumen yang akan dipakai disesuaikan pula dengan gradasi
campuran yang terjadi di atas.
Rumus yang digunakan kadar bitumen:
% Bitumen = 0,035 A + 0,04 B + 1,5
dimana:
A = 100 - % lolos ayakan # 8
B = % lolos ayakan # 8 - % lolos ayakan # 200

5
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN
JALAN

Benda uji dibuat dalam 5 variasi kadar aspal yaitu 4,07%, 4,58%, 5,08%, 5,58%,
6,08%, masing - masing kadar aspal dibuat 1 benda uji.
Setelah variasi kadar aspal ditentukan, maka dapat dihitung berat masing - masing
ukuran agregat yang dipakai untuk kelima campuran, yang perhitungannya seperti
terlampir.

5.2 Perencanaan Campuran Dengan Alat Marshall


1. Maksud dan Tujuan
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk :
Menentukan ketahanan (stabilitas) campuran aspal dengan agregat
terhadap kelelahan plastis (flows).
Ketahanan (stabilitas) adalah kemampuan suatu campuran aspal untuk
menerima beban sampai terjadi kelelehan plastis, yang dinyatakan dalam
kilogram atau pound.
Kelelehan plastis adalah keadaan perubahan bentuk suatu campuran
aspal yang terjadi akibat suatu beban sampai batas runtuh yang dinyatakan
dalam mm atau 0,1 inch.
2. Peralatan
a Tiga buah cetakan benda uji yang berdiameter 10 cm (4”) tinggi 7,7 cm
(3”) lengkap dengan pat atas dan leher sambung.
b. Alat pengeluar benda uji. Untuk benda uji yang sudah didapatkan dari
dalam cetakan dikeluarkan dengan alat ejektor.
c. Penumbuk yang mempunyai permukaan tumbuk rata berbentuk silinder,
dengan berat 4,536 kg (10 pound), dan tinggi jatuh bebas 35,7 cm (18”).
d. Landasan pemadat terdiri dari balok kayu (jati atau sejcnisnya) berukuran
kira-kira 20 x 20 x 45 cm yang dilapisi dengan plat baja berukuran 30 x 30
x 2,3 cm dan diikatkan pada lantai beton dengan 4 bagian siku.
e. Silinder cetakan benda uji.
f. Mesin tekan lengkap :
 Kepala penekan berbentuk lengkung (breaking head)

6
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN
JALAN

 Cincin penguji berkapasitas 2500 kg (5000 pound) dengan ketelitian 12,5


kg ( 25 pound ) dilengkapi arloji tekan dengan ketelitian 0,0025 cm
(0,0001”)
 Arloji kelelehan dengan ketelitian 0,25 mm (0,01”) dengan
perlengkapannya
g. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai
(200 + 3)° C.
h. Bak perendam (waterbath) yang dilengkapi dengan pengatur suhu
minimum 20° C.
i. Perlengkapan lainnya :
 Panci untuk memanaskan agregat, aspal, dan campuran aspal
 Pengukur suhu dari logam ( thermometer ) berkapasitas 25° C
dan 100°C dengan ketelitian 0,5 atau 1 % dari kapasitas
 Timbangan yang dilengkapi dengan penggantung benda uji berkapasitas 2
kg dengan ketelitian 0,1 gram dan timbangan berkapasitas 5 kg dengan
ketelitian 1 gram
 Kompor
 Sarung asbes dan karet
 Sendok pengaduk dan perlengkapan Jain.
3. Benda Uji
a) Persiapan benda uji
Agregat dikeringkan sampai berat tetap pada suhu (105 ± 5)°C.
Agregat dipisahkan dengan cara penyaringan kering ke dalam fraksi fraksi
yang di kehendaki.
b) Penentuan suhu pencampuran dan
pemadatan Suhu campuran ditetapkan pada
daftar berikut:

6
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN
JALAN

Table 5.1 Pencampuran dan pemadatan


Campuran Pemadatan
Bahan Saybolt Saybolt
Kinemati kk ENGLER Kinemati kk ENGLER
pengikat Furol Furol
C,St Det,S,F - C,St Det,S,F -
Aspal
170 ± 20 85 ± 10 - 280 ± 30 140 ± 45 -
Panas
Aspal
170 ± 20 85 ± 10 - 280 ± 20 140 ± 45 -
Dingin
Ter - - 25±3 - - 40 ± 5

c) Persiapan Campuran
Untuk setiap benda uji diperlukan agregat sebanyak 1200 gram
sebingga menghasilkan tinggi benda uji sekitar 6,25 ± 0,125 cm (2,5" ±
0,05").
Panci dipanaskan beserta campuran agregat 28° C di atas suhu
pencampur untuk aspal panas dan diaduk sampai merata. Aspal dituang
sebanyak yang dibutuhkan ke dalam agregat yang sudah dipanaskan,
kemudian diaduk sesuai point 3b sarnpai agregat melapis merata.
d) Pemadatan Benda Uji
Bersihkan perlengkapan cetakan benda uji dan penumbuk dibersihkan
dengan seksama dan dipanaskan dengan suhu 93,3° C dan 148,9" C. Selembar
kertas saring atau kertas penghisap yang sudah digunting sesuai bentuk
cetakan diletakkan kedalam dasar cetakan, kemudian seluruh campuran
dimasukkan kcdalarn cetakan tcrscbut dan ditusuk dengan keras dengan
sendok semen.
Leher alat dilepaskan, permukaan campuran diratakan dengan sendok,
sehingga menjadi sedikit cembung. Saat akan dipadatkan, suhu campuran
harus dalam batas - batas pemadatan (3b). Cetakan diletakkan diatas landasan
pemadat, kemudian ditumbuk sebanyak 75 kali dengan tinggi jatuh 45 cm.

6
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN
JALAN

Setelah itu benda uji dikeluarkan dari cetakannya ke atas permukaan


rata yang halus, kemudian didiamkan selama 24 jam pada suhu ruang.
4. Prosedur Pelaksanaan
a. Benda uji dibcrsihkan dari kotoran-kotoran yang menempel
b. Masing-masing benda uji diberi tanda pengenal
c. Tinggi dari bcnda uji diukur dengan ketelitian 0,1 mm
d. Benda uji ditimbang
e. Benda uji direndam dalam air selama 24 jam
f. Benda uji ditimbang dalam air untuk mendapatkan isi
g. Sebelum melakukan pengujian, batang penuntun (guide rad) dan
permukaan dalam test head dibersihkan dan dilumasi, sehingga batang
penekan dapat meluncur dengan cepat dan bebas. Segmen dipasang di
atas benda uji dan keseluruhannya diletakkan dalam mesin penguji. Arloji
kelelehan (flow meter) dipasang pada kedudukannya, sementara selubung
tangki arloji dipegang teguh terhadap segmen atas kepala penekan
(breaking head). Selubung tangki arloji ditekan selama pembebanan
berlangsung. Kedudukan arloji tekan diatur pada angka nol. Kemudian
diberikan pembebanan kepada benda uji dengan kecepatan 50 mm/menit
sampai pembebanan maksimum tercapai. Waktu tidak boleh melebihi 30
menit.
5. Catatan
Untuk benda uji yang tebalnya tidak sebesar 2,5 inch, koreksilah
dengan mempergunakan faktor perkailian yang bersangkutan dari daftar
angka korelasi. Bila diperlukan pendinginan yang lebih cepat dapat di
gunakan kipas angin meja.
Campuran yang daya kohesinya kurang sehingga pada waktu
dikeluarkan dari cetakan segera sesudah pemadatan tidak dapat menghasilkan
bentuk silinder yang diperlukan, bisa didinginkan bersama cetakannya di
udara, sampai terjadi cukup kohesi untuk menghasilkan silinder yang
semestinya.

6
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN
JALAN

SPESIFIKASI MARSHALL TEST

Tabel 5.2 Spesifikasi marshall test


Jenis Lalu Lintas
Jenis Test
o 75 x (LLB) 50 x (LLS) 35 x (LLR)
1 Stabilitas (Kg) 750 650 460
2 Flow (mm) 2-4 2-4,5 2-5
3 Rongga terisi aspal (%) 75-82 75-85 76-85
4 Rongga dalam campuran (%) 3-5 3-5 3-5
5 Density (gr/cc)

KOMPOSISI CAMPURAN MARSHAL


Tabel 5.3 Komposisi campuran marshal
Pengujian Nilai Rentangan Kadar Aspal LLB
5.2(gr) 5.7(gr) 5.2(gr) 5.7(gr)
0-5 40 % 453.6 524.3 252.6 524.3
5-10 23 % 396.9 394.8 468.2 467.9
10-19 23 % 260.8 259.4 332.1 332.5
Filter 2% 22.7 22.6 94 95.7
Aspal -

No Rentangan
Kadar Pengujian
Aspal
5.2 % A(gr) B(gr) C(gr) D(gr) E(gr) Suhu(℃)
1 5.2 % 581.3 1610 1028.7 56.43 1666.4 150℃
2 5.2 % 474.5 1588.3 1113.8 61.04 1649.3 150℃
3 5.2 % 583 1675.6 1092.6 59.900 1735.5 150℃

6
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN
JALAN

Rentangan
No Kadar Pengujian
Aspal
5.7 % A(gr) B(gr) C(gr) D(gr) E(gr) Suhu(℃)
1 5.7 % 485.6 1583.1 1097.5 66.29 1649.4 150℃
2 5.7 % 585 1716.9 1131.9 68.4 1785.3 150℃
3 5.7 % 496.7 1598.5 1101.8 66.58 1665.1 150℃

6
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN
JALAN

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum bahan perkerasan jalan semester adalah
sebagai berikut:
1. Pari hasil praktikum tersebut didapat hasil uji agregat dari pengujian
abrasi, kesetaraan pasir, kepipihan, kelonjongan, impact, dan
kelekatan terhadap aspal telah sesuai dengan spec yang ada.Pada
pemeriksaan agregat hasil uji dari pengujian abrasi, kesetaraan pasir,
kepipihan, kelonjongan, impact, dan kelekatan terhadap aspal telah sesuai
dengan spec yang ada. pada pemeriksaan aspal hasil uji dari pengujian
berat jenis, titik leleh dan kehilangan berat telah sesuai dengan spec yang
ada.
2. Dari pratikum Pada Marshall Test hasil uji dari pengujian Kadar Aspal
Optimum, Density, Stability, Flow, Rongga Terhadap Campuran (VIM),
dan Rongga Terisi Aspal (VMA) telah sesuai dengan spec yang ada.
6.2. Saran

Dalam praktik perkerasan Lab Pengujian Aspal banyak manfaat yang


diperoleh diharapkan dari praktik dan laporan perkerasan dan pengujian aspal ini
mahasiswa dapat memahami perkerasan yang dilakukan dalam pembangunan
jalan dan dapat menjadi panduan dalam melakukan pengujian aspal Saran
Peningkatan standar kesehatan dan keselamatan kerja pada pelaksanaan pratikum
di laboratorium, mahasiswa sebaiknya memakai masker, saru tangan dan baju
laboratorium jika melaksanakan pratikum. Sebaiknya benda uji maupun bahan-
bahan yang akan digunakan untuk pratikum di tata rapi agar tidak mengganggu
pelaksanaan pratikum.

6
IKA NUR LESTARI
LAPORAN PRAKTIKUM BAHAN PERKERASAN
JALAN

DAFTAR PUSTAKA

Buku panduan praktikum bahan perkerasan jalan(2021).Laboratorium teknik sipil


fakultas Teknik sipil Universitas Islam Lamongan

Buku panduan praktikum perkerasan jalan(2012). “laboratorium perhubungan dan


bahan konstruksi jalan jurusan teknik sipil fakultas teknik sipil dan perencanaa
Institusi Teknologi Sepuluh November

Departemen pekerjaan umum 2007 spesifikasi umum bidang jalan dan jembatan
jakarta (id) : pusat litbang prasarana transportasi badan penelitian

Https://dpupkp.bantulkab.go.id/berita/53-pengertian-agregat

Kementrian pekerjaan umum.2010.spesifikasi umum.jakarta(id):direktorat jendral


bina maga

SNI (2002), Tata cara perencanaa tebal perkerasan lentur jalan raya dengan metode
analisa komponen,No. SNI 03-1732-1989, Metode,Spesifikasi dan Tata Cara-Bagian
4: Aspal,Asbuton dan Perkerasan Jalan,Jakarta

Sukirman s.1922.perkerasan lentur jalan raya.bandung(id) :badan penerbitan Nova

6
IKA NUR LESTARI

Anda mungkin juga menyukai