Anda di halaman 1dari 62

LAPORAN PRAKTIKUM

PERKERASAN JALAN RAYA

DISUSUN OLEH:
Dwiyana Firayanti 2011003
Ferdinand 2011010
Vernondo Horse 2011017
Rafa Okta Fiana 2011023
Agus Setiawan 211210019

UNIVERSITAS INTERNASIONAL BATAM


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
2022/2023

i
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTIKUM
PERKERASAN JALAN RAYA

DISUSUN OLEH:
Dwiyana Firayanti 2011003
Ferdinand 2011010
Vernondo Horse 2011017
Rafa Okta Fiana 2011023
Agus Setiawan 211210019

Pada tanggal 29 November 2022 dan dinyatakan memenuhi syarat untuk lulus
praktikum
PERKERASAN JALAN RAYA

Yusra Aulia Sari, S.T., M.URP


Dosen Koordinator

BATAM, 29 NOVEMBER 2022


UNIVERSITAS INTERNASIONAL BATAM
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
2022/2023

ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya, laporan laboratorium perkerasan jalan raya ini dapat
diselesaikan dengan tepat waktu oleh tim penulis. Penulisan laporan ini
merupakan bentuk pertanggungjawaban atas terlaksananya kegiatan praktikum
perkerasan jalan raya. Pada laporan ini berisi penjelasan mengenai prosedur
pengujian agregat dan aspal beserta desain campuran aspal dengan metode
Marshall. Tim penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang
membimbing tim penulis dalam menyelesaikan laporan ini, khususnya kepada
dosen koordinator yaitu Ibu Yusra Aulia Sari, S.T., M.URP dan asisten
laboratorium yaitu Saudara Muhammad Fadhil Karuniansyah.
Tim penulis menyadari bahwa penyusunan laporan laboratorium perkerasan
jalan raya ini tidak terlepas dari kesalahan dan jauh dari sempurna. Maka dari itu,
tim penulis memohon maaf atas kekurangan yang ada baik dari segi ejaan,
kosakata, tata bahasa. Tim penulis juga mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca agar dapat menghasilkan karya yang lebih baik ke depannya. Semoga
laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Batam, 29 November 2022

Tim Penulis

iii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jalan raya merupakan prasarana transportasi yang berpengaruh terhadap
perkembangan sosial dan ekonomi masyarakat, sebaliknya peningkatan taraf
hidup masyarakat akan berdampak pada kondisi prasarana transportasi jalan raya.
Sektor transportasi masyarakat darat dengan prasarana jalan raya merupakan
bagian transportasi yang paling besar menerima pengaruh adanya peningkatan
taraf hidup, karena fungsi utama jalan raya adalah sebagai prasarana untuk
melayani pergerakan lalu lintas manusia dan barang secara aman, nyaman, dan
ekonomis sehingga jalan raya harus memenuhi persyaratan tertentu.

Campuran beraspal adalah suatu kombinasi campuran antara agregat dan


aspal. Dalam campuran beraspal aspal berperan sebagai pengikat atau lem antar
partikel agregat dan agregat berperan sebagai tulangan. Sifat-sifat mekanis dalam
campuran beraspal diperoleh dari friksi dan kohesi dari bahan - bahan
pembentuknya. Friksi agregat diperoleh dari ikatan antar butir agregat
(interlocking) dan kekuatannya tergantung pada gradasi, tekstur permukaan
bentuk butiran dan ukuran agregat maksimum yang digunakan. Sedangkan sifat
kohesinya diperoleh dari sifat – sifat aspal yang digunakan. Oleh sebab itu kinerja
campuran beraspal sangat dipengaruhi oleh sifat – sifat agregat dan aspal serta
sifat – sifat campuran padat yang sudah terbentuk dari kedua bahan tersebut.
Pengambilan contoh dan pengujian merupakan dua hal yang sangat pentingdalam
fungsi pengendalian mutu. Data dari pengujian ini merupakan alat untuk
menilaikualitas produksi apakah memenuhi syarat atau tidak. Dengan alasan ini
pengambilan contoh dan prosedur pengujian harus dilakukan dengan hati-hati dan
benar. Salah satu kesalahan yang besar dalam menguji material adalah kegagalan
untuk mengambil contoh yang mewakili. Apabila contoh yang dikirim ke
laboratorium tidak mewakili kondisi bahan yang sebenarnya maka hasil pengujian
akan sia – sia bahkan apabila digunakan mungkin menyesatkan. Oleh karena itu
pengambilan contoh harus dilakukan dengan prosedur standar baik Standar

iv
Nasional Indonesia (SNI) maupun AASHTO atau ASTM atau standar
internasional yang lain. Pengujian kualitas untuk pekerjaan campuran beraspal
secara umum dapat dipisahkan

Pengujian laboratorium terhadap sifat – sifat fisik campuran yang


digunakan sebagai bahan olahan dan bahan jadi atau terpasang meliputi: Daya
tahan dan perubahan bentuk campuran yaitu dengan melakukan uji marshall
(stabilitas dan kelelehan/flow) terisi aspal, rongga dalam agregat, rongga udara
dalam campuran, berat isi atau berat jenis yaitu dengan melakukan pengujian
volumetrik kepadatan campuran yaitu dengan melakukan uji kepadatan dari
contoh yang diambil di lapangan dan lain – lain. Hasil pengujian akan
menentukan penerimaan atau penolakan baik bahan maupun hasil pekerjaan maka
pengujian harus dilakukan sesuai dengan standar yang berlaku.

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan dari pelaksanaan praktikum jalan raya ini berdasarkan
latar belakang di atas adalah:

1. Untuk mengetahui perbandingan perbedaan hasil pemeriksaaan benda uji


dengan alat Marshall untuk berbagai variasi spesifikasi agregat, aspal dan
metode pengujiannya.
2. Untuk menentukan dan menghitung komposisi dari campuran aspal panas
(meliputi agregat dan aspal) yang optimal sesuai dengan spesifikasi yang
ditentukan.

1.3 Manfaat

Manfaat yang dapat diperoleh dari pelaksanaan praktikum jalan raya ini
berdasarkan latar belakang di atas adalah:
1. Mahasiswa dapat mengetahui perbandingan hasil Marshall yang disebabkan
oleh perbedaan struktur gradasi agregat.
2. Mahasiswa mampu untuk merencanakan komposisi flexible pavement
terutama menggunakan aspal dengan baik.
3. Mahasiswa dapat mengenal parameter perancangan perkerasan jalan.

v
4. Mahasiswa dapat mengetahui mix desain perencanaan perkerasan jalan.

vi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Agregat
Agregat adalah sekumpulan butir- butir batu pecah, kerikil, pasir, atau
mineral lainnya baik berupa hasil alam maupun buatan (Fernando Rondonuwu,
Oscar H. Kaseke, Audy L. E. Rumajar, 2013). Agregat merupakan material
granular , misalnya pasir, kerikil, batu pecah yang digunakan bersama-sama
menggunakan suatu media pengikat buat membentuk suatu beton semen hidraulik
atau adukan. Agregat merupakan komponen utama dari struktur perkerasan jalan,
yaitu 90 % – 95 % agregat berdasarkan persentase berat, atau 75 –85% agregat
berdasarkan persentase volume (Toruan et al., 2013). Dengan demikian kualitas
perkerasan jalan ditentukan juga dari sifat agregat dan hasil campuran agregat
dengan material lain.
Agregat merupakan material pengisi dan biasanya menempati sekitar 75 %
dari isi total beton, karena itu pengaruhnya besar terhadap sifat dan daya tahan
beton. Mengingat bahwa agregat menempati jumlah yang cukup besar dari
volume beton dan sangat mempengaruhi sifat beton, maka perlu kiranya material
ini diberi perhatian yang lebih detail.
2.1.1 Kualitas Agregat
Agregat adalah bahan pengisi atau yang dicampurkan dalam proses
pembuatan aspal yang berasal dari batu dan mempunyai peranan penting
terhadap kualitas aspal maupun harganya. Sifat agregat merupakan salah
satu penentu kemampuan perkerasan jalan memikul beban lalu lintas dan
daya tahan terhadap cuaca yang menentukan kualitas agregat sebagai
material perkerasan. kualitas agregat sebagai material perkerasan jalan
dipengaruhi oleh:
1. Gradasi Agregat
Gradasi mengacu pada penentuan distribusi ukuran partikel untuk
agregat (Sumiati & Sukarman, 2014). Distribusi gradasi agregat dapat
dibedakan menjadi 3 macam, yaitu :

vii
- Gradasi seragam (uniform graded) adalah gradasi agregat dengan
ukuran butir yang hampir sama. Gradasi seragam ini disebut juga
gradasi terbuka (open graded) karena hanya mengandung sedikit
agregat halus sehingga terdapat banyak rongga/ ruang kosong
antar agregat. Campuran beraspal dengan gradasi ini memiliki
stabilitas yang tinggi, agak kedap terhadap air dan memiliki berat
isi yang besar.
- Gradasi Senjang merupakan gradasi dengan agregat yang tidak
memilki ukuran yang tidak sama rata dan memilki sela.
- Gradasi Menerus adalah gradasi dengan agregat yang semua
ukuran butirnya ada dan terdistribusi dengan baik. Agregat ini
lebih sering digunakan dalam lapis perkerasan lentuk. Untuk
mendapatkan pori yang kecil dan kemampuan yang tinggi
sehingga terjadi interlocking yang baik.
2. Ukuran Maksimal Agregat
Ukuran agregat maksimum disesuaikan dengan tebal padat
perkerasan (Farid, 2021). Untuk lapis pondasi biasanya ukuran
agregatnya lebih besar dari pada untuk lapis permukaan. Hal ini sudah
ditentukan pada spesifikasi gradasi agregat. Campuran dengan ukuran
diameter agregat > 14 mm termasuk berdiameter besar. Umumnya
ukuran agregat terbesar sekitar 2/3 tebal padat perkerasan jalan.
Ukuran agregat bergradasi lebih baik dan gradasi yang lebih baik
menurunkan konten kosong. Penyerapan dan kelembapan permukaan
agregat diukur saat memilih agregat karena struktur internal agregat
terdiri dari bahan padat dan rongga yang mungkin atau mungkin tidak
mengandung air. Jumlah air dalam campuran beton harus disesuaikan
untuk mencakup kondisi kelembaban agregat. Pembatasan ukuran
nominal agregat adalah untuk melengkapi jaminan terbungkusnya
tulangan dan mengurangi adanya kekeroposan pada beton.

viii
3. Kadar Lempung Agregat
Kadar lempung memengaruhi daya ikat antar material dalam
campuran aspal (Sumiati, 2011). Kadar lempung agregat biasanya
diuji pada agregat yang lolos ayakan ukuran 4,75 mm (No.4) dan
tertahan ayakan ukuran 0,30 mm (No.50). Kadar lempung pada
agregat dibatasi, maksimal 0,25%. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan adalah sebagai berikut:
 Lempung yang melapisi agregat dapat mengurangi ikatan
antara agregat dan aspal sehingga dapat menyebabkan
pengelupasan.
 Luas permukaan agregat menjadi lebih besar sehingga tebal
lapisan aspal menipis dan mudah mengalami oksidasi yang
berakibat mempercepat pengerasan aspal, sehingga aspal
menjadi lebih getas.
 Lempung menyerap air, di mana air dapat melunakkan aspal,
sehingga campuran menjadi lebih lemah dan cepat rusak.
 Pengujian kadar lempung untuk agregat kasar, dilaksanakan
dengan mencari selisih berat dari agregat kering sebelum
dicuci dengan agregat kering setelah dicuci. Selisih berat ini
dibagi dengan agregat kering sebelum dicuci (%)
 Pengujian kadar lempung untuk material yang lolos ayakan
No. 4 (4,75mm), dilaksanakan dengan Sand Equivalent Test.
Syarat nilai SE > 60 %.
4. Daya Tahan Agregat
Daya tahan agregat merupakan kemampuan agregat untuk
mempertahankan mutunya terhadap proses mekanis dan kimiawi yang
terjadi (Achmad, 2010). Agregat dapat mengalami degradasi, yaitu
perubahan gradasi akibat pecahnya butir-butir agregat. Kehancuran
agregat dapat disebabkan oleh proses mekanis, seperti gaya-gaya yang
terjadi selama proses pelaksanaan jalan, pelayanan terhadap beban lalu
lintas, dan proses kimiawi, seperti pengaruh kelembaban, kepanasan,

ix
dan perubahan suhu sepanjang hari. Nilai keausan/degradasi > 40%:
agregat kurang kuat, < 30%: untuk lapis penutup, < 40%: untuk lapis
permukaan dan lapis pondasi atas (LPA), < 50%: untuk lapis pondasi
bawah (LPB). Ketahanan agregat terhadap degradasi diperiksa dengan
pengujian abrasi menggunakan alat abrasi Los Angeles, sesuai dengan
SNI 2417-2008.

5. Bentuk Agregat
Agregat memiliki bentuk butir dari bulat (rounded) sampai
bersudut (angular). Bentuk butir agregat dapat mempengaruhi
workabilitas campuran beton selama pencampuran yaitu dalam hal
energi pemadatan yang dibutuhkan untuk memadatkan campuran, dan
kekuatan struktur beton selama umur pelayanannya.. Agregat ini
merupakan agregat terbaik untuk dipergunakan sebagai material
perkerasan jalan dibandingkan dengan agregat dengan bentuk lainnya
(Padma, 2017).

6. Bentuk Permukaan Agregat


Bentuk permukaan yang kasar dari jenis-jens agregat tertentu
dapat menghasilkan beton dengan “slip resistance” yang besar .
Pemakaian agregat yang diperoleh dari hasil pengolahan batuan
banyak dipakai karena agregat tersebut mempunyai permukaan yang
kasar dan tidak teratur sehingga daya lekatnya tinggi bila dipakai
untuk campuran beton.

7. Daya Lekat Terhadap Aspal


Agregat harus merekat pada aspal minimum 95% untuk
menghasilkan mutu perkerasan yang baik. Faktor yang mempengaruhi
lekatan dibedakan atas dua bagian:
 Sifat mekanis yang tergantung dari pori-pori dan absorpsi, bentuk
dan tekstur permukaan, ukuran butir agregat.

x
 Sifat kimiawi dari agregat. Agregat harus merekat pada aspal
minium 95% untuk menghasilkan mutu perkerasan yang baik.

2.1.2 Syarat-Syarat Mutu Agregat


Agregat dalam campuran beton merupakan bagian yang jumlahnya
terbesar, maka sebelum dipakai untuk campuran beton kualitas (mutu)
agregat harus diutamakan. Persyaratan mutu agregat telah ditetapkan di
Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga. jalan
dipengaruhi oleh :
a. Syarat Mutu Agregat Kasar
Agregat kasar dapat berupa kerikil, pecahan kerikil, batu pecah,
terak tanur tiup atau beton semen hidrolis yang dipecah. Sesuai
dengan SNI 03 – 2847 – 2002, bahwa agregat kasar merupakan
agregat yang mempunyai ukuran butir antara 5,00 mm sampai 40 mm.
Agregat kasar yang mempunyai bentuk butiran yang bulat
memudahkan proses pemadatan tetapi rendah stabilitasnya, sedangkan
yang berbentuk menyudut (angular) sulit dipadatkan tetapi
mempunyai stabilitas yang tinggi. Agregat kasar harus mempunyai
ketahanan terhadap abrasi bila digunakan sebagai campuran wearing
course, untuk itu nilai Los Angeles abration test harus dipenuhi.

b. Syarat Mutu Agregat Halus


Agregat halus dapat berupa pasir alam, pasir hasil olahan atau
gabungan dari kedua pasir tersebut. Sesuai dengan SNI 03 – 2847 –
2002, bahwa agregat halus merupakan agregat yang mempunyai
ukuran butir maksimum sebesar 5,00 mm. Fungsi utama agregat halus
ialah untuk menyediakan stabilitas dan mengurangi deformasi
permanen dari perkerasan melalui keadaan saling mengunci
(interlocking) dan gesekan antar butiran. Untuk hal ini maka sifat
eksternal yang diperlukan adalah bentuk menyudut (angularity) dan
kekasaran permukaan butiran (particle surface roughtness). Agregat

xi
halus harus merupakan bahan yang bersih, keras, bebas dari lempung,
atau bahan yang tidak dikehendaki lainnya.

c. Syarat Mutu Bahan Pengisi (Filler)


Filler yang artinya sebagai bahan pengisi dapat dipergunakan
debu, batu kapur, debu kapur padam, semen atau mineral yang berasal
dari asbuton yang sumbernya disetujui oleh direksi pekerjaan. Jika
digunakan aspal modifikasi dari jenis asbuton yang diproses maka
bahan pengisi (filler) yang ditambahkan haruslah berasal dari mineral
yang diperoleh dari asbuton tersebut. Bahan pengisi harus bebas dari
gumpalan-gumpalan dan jika pengujian analisa saringan sesuai SNI
03-4142-1996 harus lolos dari saringan no 200 (0,075 mm) tidak
kurang dari 75%, kecuali untuk mineral asbuton. Fungsi dari filler
adalah untuk saling mengikat diantara agregat agar membentuk suatu
kesatuan yang kokoh dan solid yang kemudian diikat oleh aspal sesuai
proporsi.

2.2 Aspal
2.2.1 Jenis Aspal
1. Aspal Alam
Aspal alam adalah aspal yang berasal langsung dari alam tanpa
melewati serangkaian proses pengolahan yang rumit. Aspal alam yang
berbentuk batuan bisa diperoleh di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara.
Aspal alam yang bersifat plastis bisa ditemukan di Danau Pitch,
Republik Trinidad.

2. Aspal Buatan
Aspal minyak adalah aspal yang merupakan residu destilasi
minyak bumi. Residu aspal berbentuk padat atau semi padat, tetapi
melalui pengolahan hasil residu ini dapat pula berbentuk aspal cair,
aspal emulsi, aspal hembus (blown asphalt) atau pada temperatur
ruang. Jadi, jika dilihat bentuknya pada temperatur ruang, maka aspal

xii
dibedakan atas aspal padat, aspal cair, aspal emulsi, dan blown
asphalt.

3. Aspal Keras
Aspal keras adalah aspal yang berbentuk padat atau semi padat
pada suhu ruang dan menjadi cair jika dipanaskan. Aspal padat
dikenal dengan nama semen aspal (asphalt cement). Di Indonesia
aspal semen biasanya dibedakan atas penetrasinya. Pada daerah panas
atau lalu lintas dengan volume tinggi menggunakan aspal semen
dengan penetrasi rendah, sedangkan untuk daerah dingin atau lalu
lintas rendah menggunakan penetrasi tinggi.

4. Aspal Cair
Aspal cair yaitu aspal yang berbentuk cair pada suhu ruang. Aspal
cair merupakan semen aspal yang dicairkan dengan bahan pencair dari
hasil penyulingan minyak bumi seperti minyak tanah, bensin, atau
solar. Aspal cair dibedakan berdasarkan bahan pencairnya menjadi:
 Aspal Cair Cepat Mantap (RC = Rapid Curring Cut Back
Asphalt), yaitu aspal cair dengan bahan pencair bensin. RC
merupakan aspal cair yang paling cepat menguap.
 Aspal Cair Mantap Sedang (MC = Medium Curring Cut Back
Asphalt), yaitu aspal cair yang bahan pelarutnya tidak begitu
cepat menguap. Pelarut yang digunakan pada aspal jenis ini
biasanya adalah minyak tanah.
 Aspal Cair Lembar Mantap (SC = Slow Curring Cut Back
Asphalt), yaitu aspal cair yang bahan pelarutnya lambat
menguap. Pelarut yang digunakan pada aspal jenis ini adalah
solar. Tingkat kekentalan aspal cair sangat ditentukan oleh
proporsi atau rasio bahan pelarut yang digunakan terhadap aspal
keras atau yang terkandung pada aspal cair tersebut. Aspal cair

xiii
jenis MC-800 memiliki nilai kekentalan yang lebih tinggi dari
MC-200.
5. Aspal Emulsi
Aspal yang berbentuk keras yang di dispersikan ke dalam air atau
aspal cair yang dikeraskan memakai bahan pengemulsi. Hasil dari
proses tersebut adalah mengandung muatan listrik positik (kationik),
listrik negatif (anionik), serta tidak bermuatan listrik (nonionik).
Kelebihan aspal emulsi dari aspal yang lain adalah mudah digunakan,
memiliki daya ikat yang baik dan tahan terhadap cuaca.

2.2.2 Komposisi Aspal


Aspal merupakan senyawa yang kompleks, bahan utamanya
disusun oleh hidrokarbon dan atom-atom N, S, dan O dalam jumlah yang
kecil. Dimana unsur- unsur yang terkandung dalam bitumen, antara lain :
Karbon (82-88%), Hidrogen (8-11%), Sulfur (0-6%), Oksigen (0-1,5%),
dan Nitrogen (0-1%). Berikut sifat-sifat senyawa penyusun dari aspal :
a. Asphaltenes
Asphaltenes merupakan salah satu komponen penyusun aspal
yang berwarna coklat tua, bersifat padat, keras, berbutir dan mudah
terurai apabila berdiri sendiri dengan perbandingan komposisi
untuk H/C yaitu 1 :1, memiliki berat molekul besar antara 1000 –
100000, dan tidak larut dalam nheptan.
Selain itu asphaltenes merupakan komponen yang paling rumit
diantara komponen penyusun aspal yang lainnya karena
ikatan/hubungan antar atomnya sangat kuat. Asphaltenes juga
sangat berpengaruh dalam menentukan sifat reologi bitumen,
dimana semakin tinggi asphaltenes, maka bitumen akan semakin
keras dan semakin kental, sehingga titik lembeknya akan semakin
tinggi, dan menyebabkan harga penetrasinya semakin rendah.
b. Maltenes

xiv
Dengan rumus kimia C6H6O6 Maltene terdapat tiga
komponen penyusun yaitu saturate, aromatis, dan resin. Dimana
masing-masing komponen memiliki struktur dan komposisi kimia
yang berbeda, dan sangat menentukan dalam sifat rheologi
bitumen.
c. Resin
Resin merupakan senyawa yang berwarna coklat tua, dan
berbentuk padat atau semi padat dan sangat polar, dimana tersusun
oleh atom C dan H, dan sedikit atom O, S, dan N, untuk
perbandingan H/C yaitu 1.3 – 1.4, memiliki berat molekul antara
500 – 50000, serta larut dalam n-heptan.
d. Aromatis
Senyawa ini berwarna coklat tua, berbentuk cairan kental,
bersifat non polar, dan didominasi oleh cincin tidak jenuh, dengan
berat molekul antara 300 – 2000, terdiri dari senyawa naften
aromatis, komposisi 40-65% dari total bitumen.
e. Saturate
Senyawa ini berbentuk cairan kental, bersifat non polar, dan
memiliki berat molekul hampir sama dengan aromatis, serta
tersusun dari campuran hidrokarbon lurus, bercabang, alkil naften,
dan aromatis, komposisinya 5-20% dari total bitumen.

2.3 Design Mix Formula dan Mix Design


Pembuatan rancangan campuran atau design mix formula (DMF)
merupakan tahapan awal dalam pembuatan campuran aspal (Pompana et al.,
2018). DMF menggunakan material yang sama dengan material dilapangan saat
dirancang di laboratorium. Hasil dari perancangan ini yaitu terdapatnya komposisi
agregat dengan aspal. Setelah itu DMF diinterpretasikan di asphalt mixing plant
sebagai job mix formula.

xv
BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Pemeriksaan Agregat
3.1.1 Pemeriksaan Analisa Saringan (SNI ASTM C136-2012)
1. Maksud
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan gradasi dari
agregat halus, agregat sedang, dan agregat kasar.

2. Peralatan
a. Digital balance
b. Satu set saringan ukuran: 3/4", 1/2", 3/8", #4, #8, #16, #30,
#50, #100, #200
c. Sieve shaker
d. Square pan

3. Benda Uji
Agregat halus, agregat sedang, dan agregat kasar yang
telah dikeringkan dalam oven masing-masing sebanyak :
- Agregat Kasar 5000 gram
- Agregat Sedang 80 gram
- Agregat Halus 500 gram

4. Prosedur Kerja
a. Saring benda uji kering lewat susunan saringan dengan
saringan paling besar ditempatkan paling atas.
b. Guncang saringan tersebut dengan cara manual selama 15
menit.
c. Setelah 15 menit pengguncangan dihentikan, diamkan
sesaat agar debu agregat tidak berterbangan. Kemudian
saringan diangkat satu per satu dan masukkan agregat dari
saringan ke dalam talam.

16
d. Timbang dan catat berat benda uji yang tertahan pada tiap-
tiap ukuran saringan.
e. Hitung persentase berat benda uji yang tertahan di atas
masing- masing saringan dan yang lolos terhadap berat total
benda uji.
5. Perhitungan Data
Hasil dari pengambilan data analisa saringan dan
perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 3.1, Tabel 3.2 dan Tabel
3.3 serta Gambar 3.1, Gambar 3.2 dan Gambar 3.3.
Tabel 3. 1 Hasil Analisa Saringan Agregat Kasar

Jumlah Jumlah Persen


Berat
Ukuran Saringan Berat
Tertahan Tertahan Lewat
Tertahan
37,5 mm (1 ½”) 0 0 0 0
25,0 mm (1”) 0 0 0 0
19,0 mm (3/4") 857,4 857,4 17,20% 82,80%
12,5 mm (1/2") 2030 2887,4 57,93% 42,07%
9,5 mm (3/8") 811,5 4698,9 74,21% 25,79%
4,75 mm (No. 4) 1133 4831,9 96,94% 3,06%
2,36 mm (No. 8) 139,1 4971 99,73% 0,27%
1,18 mm (No. 16) 9,9 4980,9 99,93% 0,07%
0,60 mm (No. 30) 0,8 4981,7 99,95% 0,05%
0,30 mm (No. 50) 0,1 4981,8 99,95% 0,05%
0,15 mm (No. 100) 0,4 4982,2 99,96% 0,04%
0,075 mm (No. 200) 1,6 4983,8 99,99% 0,01%
PAN 0,5 4984,3 100,00% 0,00%
Sumber: Hasil percobaan

17
Chart Title
120%

100%

80%

60%

40%

20%

0%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Ukuran Saringan Ukuran Saringan Jumlah Persen Tertahan


Gambar 3. 1 Grafik Persen Tahanan Agregat Kasar, (Sumber: Hasil pengolahan data)

Tabel 3. 2 Hasil Analisa Saringan Agregat Sedang

Jumlah Jumlah Persen


Berat
Ukuran Saringan Berat
Tertahan Tertahan Lewat
Tertahan
37,5 mm (1 1/2") 0 0 0,00% 0,00%
25,0 mm (1") 0 0 0,00% 0,00%
19,0 mm (3/4") 0 0 0,00% 0,00%
12,5 mm (1/2") 0 0 0,00% 0.00%
9,5 mm (3/8") 0 0 0,00% 0,00%
4,75 mm (No. 4) 0 0 0,00% 0,00%
2,36 mm (No. 8) 66,2 66,2 84,44% 15,56%
1,18 mm (No. 16) 9,2 75,4 99,17% 3,83%
0,60 mm (No. 30) 0,4 75,8 96,68% 3,32%
0,30 mm (No. 50) 0,3 76,1 97,07% 2,93%
0,15 mm (No. 100) 0,3 76,4 97,45% 2,55%
0,075 mm (No. 200) 0,9 77,3 98.60% 1,40%
PAN 1,1 78,4 100,00% 0,00%
Sumber: Hasil percobaan

18
Chart Title
120%

100%

80%

60%

40%

20%

0%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Ukuran Saringan Ukuran Saringan Jumlah Persen Tertahan

Gambar 3. 2 Grafik Persen Tahanan Agregat Sedang, (Sumber: Hasil pengolahan


data)

Tabel 3. 3 Hasil Analisa Saringan Agregat Halus

Jumlah Jumlah Persen


Berat
Ukuran Saringan Berat
Tertahan Tertahan Lewat
Tertahan
37,5 mm (1 1/2") 0 0 0 0
25,0 mm (1") 0 0 0 0
19,0 mm (3/4") 0 0 0 0
12,5 mm (1/2") 0 0 0 0
9,5 mm (3/8") 0 0 0,00% 0,00%
4,75 mm (No. 4) 9,9 9,9 1,97% 98,03%
2,36 mm (No. 8) 76,8 86,7 17,29% 82,71%
1,18 mm (No. 16) 220,1 306,8 61,18% 38,82%
0,60 mm (No. 30) 86,1 392,9 78,34% 21,66%
0,30 mm (No. 50) 46,6 439,5 87,64% 12,36%
0,15 mm (No. 100) 48,9 488,4 97,39% 2,61%
0,075 mm (No. 200) 10,6 499 99,50% 0,50%
PAN 2,5 501,5 100,00% 0,00%
Sumber: Hasil percobaan

19
Chart Title
120%

100%

80%

60%

40%

20%

0%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Ukuran Saringan Ukuran Saringan Jumlah Persen Tertahan

Gambar 3. 3 Grafik Persen Tahanan Agregat Halus, (Sumber: Hasil pengolahan


data)

6. Analisa Percobaan
Tabel dan grafik menunjukkan gradasi dari agregat yang
digunakan. Agregat kasar yang digunakan dominan memiliki
butiran yang besar dengan jumlah agregat yang tertahan terbanyak
terdapat pada saringan no ¾” dengan jumlah 857,4 gram. Agregat
sedang memiliki ukuran yang beragam di antara nomor 8 dan 16 .
Hal yang sama pada agregat halus, dimana ukuran agregat tersebar
di antara saringan No. 4 sampai dengan No. 200.

7. Kesimpulan dan Saran


Kesimpulan dari pengujian ini adalah pengujian ini memiliki
fungsi untuk mengetahui ukuran keragaman setiap agregat.
Agregat yang digunakan pada pengujian ini memiliki tingkat
keragaman yang tinggi sehingga tergolong agregat yang baik untuk
digunakan dalam perencanaan aspal. Saran untuk pengujian ke
depannya adalah untuk mencoba membandingkan hasil Analisa
saringan secara manual dengan analisa saringan menggunakan alat
pengguncang otomatis.

20
3.1.2 Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus (SNI
ASTM C136-2012)

1. Maksud

Pemeriksaan ini bermaksud untuk menentukan:

a. Berat jenis (bulk) adalah perbandingan antara berat agregat


kering dengan berat air sulingan dengan isi yang sama dengan
isi agregat pada keadaan jenuh di suhu tertentu.
b. Berat jenis kering permukaan jenuh (SSD) adalah
perbandingan antara berat agregat kering permukaan jenuh
dengan berat air sulingan dengan isi yang sama dengan isi
agregat pada keadaan jenuh di suhu tertentu.
c. Berat jenis semu (apparent) adalah perbandingan antara berat
agregat kering dan berat air sulingan dengan isi yang sama
dengan isi agregat pada keadaan kering di suhu tertentu.
d. Penyerapan agregat halus adalah persentase berat air yang
mampu diserap oleh pori terhadap berat agregat kering.
2. Peralatan
a. Digital balance kapasitas 1 kg
b. Piknometer kapasitas 500 ml
c. Cone diameter bagian atas (40+3) mm, diameter bagian bawah
(90±3) mm, dan tinggi (75±3) mm dibuat dari logam tebal
minimum 0,8 mm.
d. Batang penumbuk mempunyai bidang penumbuk rata, berat
(340±15) gram, diameter permukaan penumbuk (25±3) mm.
e. Saringan #4.
f. Oven yang dilengkapi alat pengatur suhu untuk memanasi
sampai 115°C.
g. Square pan
h. Bejana tempat air
i. Air suling.

21
3. Benda Uji
Agregat yang lolos saringan #4.

4. Prosedur Kerja
a. Keringkan benda uji dengan oven pada suhu (110+5) °C hingga
mencapai berat tetap.
b. Dinginkan hingga mencapai suhu ruang, kemudian rendam
dalam air selama 24 jam.
c. Buang air rendaman dengan hati-hati tanpa ada butir agregat
yang hilang atau jatuh, tebarkan agregat dalam talam,
keringkan di udara panas atau cahaya matahari sampai keadaan
agregat kering permukaan jenuh.
d. Periksa keadaan kering permukaan jenuh dengan memasukkan
agregat ke dalam kerucut terpancung (cone) hingga penuh dan
tumbuk sebanyak 25 kali. Keadaan kering permukaan jenuh
didapatkan benda uji runtuh tetapi masih dalam keadaan
tercetak.
e. Setelah tercapai keadaan kering pemukaan, masukkan 500
gram agregat kedalam piknometer. Masukkan air suling hingga
mencapai 90% isi piknometer, putar sambil diguncang hingga
tidak terlihat gelembung udara di dalam.
f. Rendam piknometer dalam air selama beberapa menit dan ukur
suhu air untuk penyesuaian perhitungan kepada suhu standar
25ºC.
g. Isi piknometer dengan air hingga tanda batas lalu timbang dan
catat berat benda uji, air, dan piknometer (Bt).
h. Keluarkan dan keringkan benda uji dalam oven hingga berat
tetap.
i. Dinginkan hingga suhu ruang lalu ditimbang (Bk)
j. Bersihkan piknometer dari agregat kemudian isi penuh dengan
air lalu timbang dan catat beratnya (B).

22
5. Perhitungan dan Data
Dari hasil pemeriksaan didapatkan data sebagai berikut:
1. Berat benda uji kering permukaan jenuh = 500 gram
2. Berat benda uji kering oven (Bk) = 432,6 gram
3. Berat piknometer + air (B) = 654,8 gram
4. Berat piknometer + benda uji (SSD)+ air (Bt) = 933,6 gram
Berat jenis (bulk spesific gravity):
Bk
( B+500−Bt )
432,6
=1,96
(654,8+500−933,6)

Berat jenis kering permukaan jenuh:


500
( B+500−Bt )
500
=2,26
(654,8+500−933,6)

Berat jenis semu (apparent spesific gravity):


Bk
( B+ Bk −Bt )
432,6
=2,81
(654,8+ 432,6−933,6)

Penyerapan agregat halus:


(500−Bk )× 100 %
Bk
(500−432,6) ×100 %
=15,58 %
432,6

Berat jenis (bulk spesific gravity) = 1,96


Berat jenis kering permukaan jenuh = 2,26
Berat jenis semu (apparent spesific gravity) = 2,81
Penyerapan agregat halus = 15,58 %

23
6. Analisa Percobaan
Berat jenis (bulk spesific gravity) yang didapatkan dari hasil
hitungan adalah 1,96, berat jenis kering permukaan jenuh yang
didapatkan dari hasil hitungan adalah 2,26, dan berat jenis semu
(apparent spesific gravity) yang didapatkan adalah 2,81.
Penyerapan agregat bergantung pada porositas dari agregat. Dalam
pengujian ini, penyerapan agregat halus yang didapatkan adalah
15,58 %. Nilai penyerapan ini termasuk tergolong cukup tinggi
sehingga menunjukkan porositas dari agregat yang tergolong
tinggi.
7. Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui berat jenis
(bulk), berat jenis kering permukaan jenuh (SSD), berat jenis semu
(apparent), dan penyerapan agregat halus. Pengujian ini dinilai
penting karena seluruh nilai yang diuji menjadi parameter utama
dalam perencanaan perkerasan jalan.

24
3.1.3 Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar (SNI
1969:2008)

1. Maksud

Pemeriksaan ini bermaksud untuk menentukan besar berat


jenis (bulk), berat jenis kering permukaan jenuh (SSD), berat jenis
semu (apparent), dan penyerapan agregat kasar.

2. Peralatan
a. Keranjang kawat dengan kapasitas kira-kira 5 kg dengan
ukuran 3,35 mm atau 2,36 mm (#6 atau #8).
b. Tempat air dengan kapasitas dan bentuk yang sesuai untuk
pemeriksaan.
c. Digital balance dengan kapasitas 5 kg, dengan ketelitian 0,1 %
dari berat contoh yang ditimbang dan dilengkapi alat
penggantung keranjang.
d. Oven dengan pengatur suhu sampai (110+5) ºC.
e. Saringan #4.
f. Alat pemisah contoh.

3. Benda Uji

Agregat yang lolos saringan #4 sebanyak 5000 gram.

4. Prosedur Kerja
a. Benda uji dicuci dengan bersih hingga tidak ada debu pada
permukaan agregat.
b. Benda uji dikeringkan dengan oven pada suhu sekitar (110±5)
ºC hingga mencapai berat tetap.
c. Dinginkan benda uji pada suhu ruang selama 1-3 jam, lalu
timbang dengan ketelitian 0,5 gram untuk memperoleh berat
kering (Bk).

25
d. Rendam benda uji pada suhu ruang selama 24 jam.
e. Buang air rendaman, lap benda uji dengan kain sampai kering
permukaan.
f. Timbang dan catat berat berat benda uji kering permukaan
jenuh (Bj);
g. Timbang benda uji di dalam air dengan menggunakan
keranjang pada timbangan standar yang sesuai. Timbang dan
catat beratnya dalam air (Ba).

5. Perhitungan dan Data


Dari hasil percobaan didapatkan:
Berat kering (Bk) = 5000 gram
Berat kering permukaan (Bj) = 4823,7 gram
Berat dalam air (Ba) = 2678 gram

Berat jenis (bulk spesific gravity):


Bk
( B j −B a)
5000
=¿
( 4823,7−2678)

Berat jenis kering permukaan jenuh:


Bj
( B j−Ba )
4823,7
=¿
( 4823,7−2678)

Berat jenis semu (apparent spesific gravity):


Bk
( Bk −B a)

26
5000
(5000−2678)

Penyerapan agregat kasar:


( B j−Ba )
×100 %
Bk
( 4823,7−2678)
× 100 %=¿
5000

Maka didapatkan hasilnya sebagai berikut:


Berat jenis (bulk spesific gravity) = 2,33
Berat jenis kering permukaan jenuh = 2,25
Berat jenis semu (apparent spesific gravity) = 2,15
Penyerapan agregat kasar = -3,526%

6. Analisa Percobaan

Berat jenis (bulk) yang didapatkan dari hasil hitungan adalah


sama dengan 2,33. Berat jenis menjadi salah satu parameter utama
dalam perencanaan perkerasan jalan. Penyerapan agregat
tergantung pada porositas dari suatu agregat. Dalam pengujian ini,
penyerapan agregat kasar yang didapatkan adalah -3,526 %. Nilai
penyerapan ini terjadi karena adanya kesalahan atau ketidaktelitian
pada pengujian.

7. Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui berat


jenis (bulk), berat jenis kering permukaan jenuh (SSD), berat jenis
semu (apparent), dan penyerapan agregat kasar. Pada pengujian
penyerapan agregat kasar didapatkan nilai yang bersifat minus, hal
ini dapat terjadi karena beberapa hal yaitu butir agregat kasar yang
jatuh ketika air rendaman dibuang atau agregat kasar mengandung

27
pasir yang banyak dan terbuang bersama dengan air rendaman.
Pengujian ini dinilai penting di mana seluruh nilai ini menjadi
parameter penting dalam perencanaan perkerasan jalan.

28
3.1.4 Pemeriksaan Berat Isi Agregat (PB-0204-76 (AASHTO T-19-
74 / ASTM C-29-71))
1. Maksud
Pemeriksaan ini bermaksud untuk menentukan berat isi agregat
halus, kasar, atau campuran.
2. Peralatan
a. Digital balance
b. Square pan
c. Tongkat pemadat diameter 15 mm, panjang 60 cm dengan
ujung bulat terbuat dari baja.
d. Mistar perata (straight edge).
e. Mould yang terbuat dari baja berbentuk silinder dengan alat
pemegang, berkapasitas seperti berikut:
Tabel 3. 4 Kapasitas Mould
Tebal Wadah Ukuran butir
Kapasitas Diameter Tinggi (Minimum) Maksimum

(liter) (mm) (mm) Dasar Sisi (mm)

2.832 152.4±2.5 154.9±2.5 5.08 2.54 12.7

9.435 203.2±2.5 292.1±2.5 5.08 2.54 25.4

14.158 254.0±2.5 279.4±2.5 5.08 3.00 38.1

28.316 355.6±2.5 284.4±2.5 5.08 3.00 101.6


Sumber: Panduan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Universitas Internasional
Batam
3. Benda Uji
Masukkan agregat ke dalam square pan minimal sebanyak
kapasitas wadah sesuai daftar di atas, keringkan dengan oven
hingga berat tetap.
4. Prosedur Kerja
A. Berat Isi Lepas
a. Timbang dan catat berat mould (W1).
b. Masukkan benda uji dengan hati-hati.
c. Ratakan benda uji dengan menggunakan mistar perata.
d. Timbang dan catat berat benda uji dan mould (W2).

29
e. Hitung berat benda uji (W3 = W2 –W1).
B. Berat Isi Padat
a. Cara Penusukan
i. Timbang dan catat berat mould (W1).
ii. Masukkan benda uji ke dalam mould dalam tiga
lapis, dan setiap lapis ditusuk dengan tongkat
penusuk sebanyak 25 kali. Pada pemadatan,
tongkat harus masuk sampai lapisan bawah tiap
lapis.
iii. Ratakan permukaan benda uji dengan mistar
perata.
iv. Timbang dan catat berat benda uji dan mould
(W2).
v. Hitung berat benda uji (W3 = W2 – W1).
b. Cara Penggoyangan
i. Timbang dan catat berat mould (W1).
ii. Masukkan benda uji ke dalam mould dalam 3
lapis, setiap lapis di goyang sebanyak 25 kali pada
sisi yang berlawanan.
iii. Ratakan benda uji dengan mistar perata.
iv. Timbang dan catat berat benda uji dan mould
(W2).
v. Hitung berat benda uji (W3 = W2 – W1).
5. Perhitungan dan Data
A. Berat Isi Lepas Agregat Halus
Volume = 28,316 dm3
W1 = 10,000 kg
W2 = 42,000 kg
W3 = 32,000 kg
Berat isi = 1.130 kg/dm3

Volume = 14,158 dm3


W1 = 6,200 kg

30
W2 = 23,200 kg
W3 = 17,000 kg
Berat isi = 1.200 kg/dm3

Volume = 9,435 dm3


W1 = 4,800 kg
W2 = 15,600 kg
W3 = 10,800 kg
Berat isi = 1.140 kg/dm3

Volume = 2,832 dm3


W1 = 2,200 kg
W2 = 5,600 kg
W3 = 3,400 kg
Berat isi = 1.200 kg/dm3

B. Berat Isi Dengan Cara Penusukan Agregat Halus


Volume = 28,316 dm3
W1 = 10,000 kg
W2 = 44,000 kg
W3 = 34,000 kg
Berat isi = 1.200 kg/dm3

Volume = 14,158 dm3


W1 = 6,200 kg
W2 = 24,000 kg
W3 = 17,800 kg
Berat isi = 1.260 kg/dm3

Volume = 9,435 dm3


W1 = 4,800 kg
W2 = 16,400 kg
W3 = 11,600 kg
Berat isi = 1.230 kg/dm3

Volume = 2,832 dm3


W1 = 2,200 kg
W2 = 5,000 kg
W3 = 2,800 kg

31
Berat isi = 0.990 kg/dm3

C. Berat Isi Dengan Cara Penggoyangan Agregat Halus


Volume = 28,316 dm3
W1 = 10,000 kg
W2 = 44,600 kg
W3 = 34,600 kg
Berat isi = 1.220 kg/dm3

Volume = 14,158 dm3


W1 = 6,200 kg
W2 = 23,000 kg
W3 = 16,800 kg
Berat isi = 1.190 kg/dm3

Volume = 9,435 dm3


W1 = 4,800 kg
W2 = 16,000 kg
W3 = 11,200 kg
Berat isi = 1.190 kg/dm3

Volume = 2,832 dm3


W1 = 2,200 kg
W2 = 5,600 kg
W3 = 3,400 kg
Berat isi = 1.200 kg/dm3

D. Berat Isi Lepas Agregat Kasar


Volume = 28,316 dm3
W1 = 10,000 kg
W2 = 53,800 kg
W3 = 43,800 kg
Berat isi = 1.550 kg/dm3

Volume = 14,158 dm3


W1 = 6,200 kg
W2 = 27,400 kg
W3 = 21,200 kg
Berat isi = 1.500 kg/dm3

Volume = 9,435 dm3

32
W1 = 4,800 kg
W2 = 18,800 kg
W3 = 14,000 kg
Berat isi = 1.480 kg/dm3

Volume = 2,832 dm3


W1 = 2,200 kg
W2 = 6,000 kg
W3 = 3,800 kg
Berat isi = 1.340 kg/dm3
E. Berat Isi Dengan Cara Penusukan Agregat Kasar
Volume = 28,316 dm3
W1 = 10,000 kg
W2 = 52,000 kg
W3 = 42,000 kg
Berat isi = 1.480 kg/dm3

Volume = 14,158 dm3


W1 = 6,200 kg
W2 = 28,000 kg
W3 = 21,800 kg
Berat isi = 1.540 kg/dm3

Volume = 9,435 dm3


W1 = 4,800 kg
W2 = 19,000 kg
W3 = 14,200 kg
Berat isi = 1.510 kg/dm3

Volume = 2,832 dm3


W1 = 2,200 kg
W2 = 6,400 kg
W3 = 4,200 kg
Berat isi = 1.480 kg/dm3
F. Berat Isi Dengan Cara Penggoyangan Agregat Kasar
Volume = 28,316 dm3
W1 = 10,000 kg
W2 = 50,000 kg
W3 = 40,000 kg

33
Berat isi = 1.410 kg/dm

Volume = 14,158 dm3


W1 = 6,200 kg
W2 = 27,200 kg
W3 = 21,000 kg
Berat isi = 1.480 kg/dm3

Volume = 9,435 dm3


W1 = 4,800 kg
W2 = 18,200 kg
W3 = 13,400 kg
Berat isi = 1.420 kg/dm3

Volume = 2,832 dm3


W1 = 2,200 kg
W2 = 6,400 kg
W3 = 4,200 kg
Berat isi = 1.480 kg/dm3

6. Analisa Percobaan
Dari pengujian ini diketahui bahwa berat isi dari agregat akan
bertambah seiring dengan perlakuan yang diberikan kepada
agregat. Nilai berat isi terkecil adalah nilai dari berat isi lepas
agregat karena tidak diberi perlakuan sehingga terdapat rongga-
rongga udara di antara agregat. Pada pengujian berat isi yang diberi
perlakuan berupa penusukan dan penggoyangan, rongga-rongga
udara di antara agregat terisi agregat itu sendiri sehingga nilai berat
isi lebih besar dari nilai berat isi lepas. Berat isi setiap agregat juga
hampir sama meskipun wadah penggujian diganti.

7. Kesimpulan dan Saran


Dari pengujian ini dapat disimpulkan bahwa kepadatan agregat
memengaruhi berat isi dari agregat. Saran untuk pengujian ke
depannya adalah dengan menambahkan perlakuan untuk metode
pemadatan lainnya.

34
3.1.5 Pemeriksaan Kelekatan Agregat terhadap Aspal (SNI 2439-
2011)
1. Maksud
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan kelekatan agregat
terhadap aspal.
2. Peralatan
a. Digital balance dengan kapasitas 200 gram, ketelitian 0,100
gram.
b. Tabung gelas kimia (beker) dengan kapasitas 600 ml.
c. Saringan 6,3 mm (1/4") atau #4 dan 9,5 mm (3/8").
d. Termometer.
e. Pisau pengaduk (spatula) lebar 1” dan panjang 4”.
f. Wadah tempat mengaduk.
g. Oven dengan alat pengukur suhu sampai (110 +5) °C.
h. Air suling pH 6–7.

3. Benda Uji
a. Benda uji adalah agregat yang lewat saringan 9,5 mm (3/8”)
dan tertahan saringan 6,3 mm (1/4”) atau saringan #4
sebanyak kira- kira 100 gram.
b. Benda uji dicuci sampai bersih dan dikeringkan sampai berat
tetap. Simpan benda uji ditempat yang aman dan siap untuk
diperiksa.
c. Untuk pelapisan agregat basah perlu ditentukan berat jenis
kering permukaan jenuh (SSD) dan penyerapan dari agregat
kasar (PB-0202-76).

4. Prosedur Kerja
Untuk pelapisan agregat kering dengan aspal panas:
a. Ambil 100 gram benda uji, masukkan ke dalam wadah,
panaskan wadah berisi benda uji selama 1 jam di oven pada

35
suhu (135-149) °C. Di tempat terpisah, panaskan aspal
sampai cair pada suhu (135-145) °C;
b. Timbang aspal sebanyak (5,5+0,2) gram di dalam Square Pan
lalu masukkan agregat yang telah dipanaskan. Aduk sampai
agregat terlapisi aspal seluruhnya selama (2-3) menit.
Adukan didiamkan sampai mencapai suhu ruang.
c. Pindahkan benda uji yang sudah terselimuti aspal ke dalam
tabung gelas kimia 600 ml. Tambahkan air sampai semua
agregat yang terlapisi aspal terbenam oleh air dan biarkan
pada suhu kamar selama (16-18) jam.
d. Perkirakan persentase luas permukaan yang terselimuti aspal,
apakah mencapai 100% atau kurang, permukaan yang
kecoklatan atau buram dianggap terselaputi penuh.

5. Perhitungan dan Data


Agregat yang digunakan adalah sebanyak 100 gram dan aspal
yang digunakan adalah 5,5 gram. Setelah melaksanakan pengujian
diapatkan persentase kelekatan aspal pada suhu 70°C adalah sebanyak
100 %.

6. Analisa Percobaan
Kelekatan agregat terhadap aspal adalah persentase luas
permukaan agregat yang terselimut aspal terhadap keseluruhan
permukaan. Pada pengujian ini aspal melekat pada agregat dengan
baik dengan persentase kelekatan mencapai 100 %.

7. Kesimpulan dan Saran


Pengujian ini digunakan untuk mengetahui tingkat kelekatan
antara aspal dan agregat yang digunakan. Agregat yang baik
diharapkan dapat melekat dengan aspal dengan baik dengan tingkat
kelekatan yang tinggi.

36
3.1.6 Pemeriksaan Keausan Agregat dengan Mesin Los Angeles
(SNI-2417-2008)
1. Maksud
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui keausan dari
ketahanan agegat. Keausan dinyatakan dengan perbandingan antara
berat bahan aus lewat saringan #12 terhadap berat semula.
2. Peralatan
a. Mesin Los Angeles.
b. Bola-bola baja dengan diameter rata-rata 4,68 cm dan berat
masing-masing (390–445) gram (berjumlah 8 buah).
c. Saringan 3/4”, 1/2", 3/8", dan saringan #12.
3. Benda Uji
a. Benda uji yang diambil adalah agregat yang lolos saringan
3/4" tertahan saringan 1/2" sebanyak 2500 gram dan lolos
saringan 1/2" tertahan saringan 3/8" sebanyak 2500 gram.
b. Bersihkan benda uji.
4. Prosedur Kerja
a. Masukkan benda uji dan bola-bola baja ke dalam mesin Los
Angeles.
b. Putar mesin dengan kecepatan 30 sampai 33 rpm, 500
putaran;
c. Setelah selesai diputar, keluarkan benda uji dari dalam mesin
Los Angeles dan masukkan ke dalam talam;
d. Saringlah benda uji yang telah di tes dengan saringan #12
e. Kemudian timbang dan catat berat benda uji yang tertahan
saringan #12.
5. Perhitungan dan Data
Dari hasil perhitungan diperoleh data sebagai berikut:
a. Berat benda uji semula (a) = 5000 gram
b. Berat benda uji tertahan saringan #12 (b) = 3993,3 gram

37
a−b
c. Keausan agregat = ( ) ×
a
100%
= 79.87%
6. Analisa Percobaan
Pengujian ini bertujuan untuk menghasilkan data yang akan
mereplikasi agregat dengan cara yang berulang-ulang dalam
ketahanannya terhadap goresan pada kondisi tertentu. Keausan dari
agregat yang diuji tinggi yaitu mencapai 79,87 %. Tingkat keausan
tinggi ini mengakibatkan agregat tidak cukup baik apabila nantinya
digunakan untuk perkerasan jalan.
7. Kesimpulan dan Saran
Nilai keausan agregat menjadi parameter penting dalam
perencanaan perkerasan jalan. Nilai keausan agregat yang tinggi dapat
mengakibatkan jalan tidak dapat berfungsi dengan baik karena akan
lebih cepat mengalami kerusakan apabila diberikan beban jalan raya.

38
3.1.7 Pemeriksaan Kekuatan Agregat Terhadap Tumbukan
(Aggregate Impact Value) (BS 812-112:1990)
1. Maksud
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan kekuatan agregat
terhadap tumbukan (Aggregate Impact Value). Nilai Aggregate
Impact Value (AIV) adalah persentase perbandingan antara agregat
yang hancur dengan jumlah sampel yang ada.
2. Peralatan
a. Agregate Impact Machine.
b. Berat total mesin tidak lebih dari 60 kg dan tidak kurang dari
40 kg. Dasar mesin terbuat dari baja dengan diameter 300
mm dan memiliki berat antara 22 sampai 30 kg.
c. Cylindrical Steel Cup memiliki diameter dalam 102 mm dan
kedalaman 50 mm. Ketebalan cup tidak lebih dari 6 mm.
d. Palu baja yang digunakan memiliki berat antara 13,5 sampai
14,0 kg dengan bagian bawah (bidang kontak) merupakan
lingkaran dan berbentuk datar. Diameter kontak sebesar 100
mm dan ketebalan 50 mm, dengan chamfer 1,5 mm. Palu
diatur sedemikian rupa hingga dapat naik turun dengan
mudah tanpa gesekan berarti. Palu baja bergerak jatuh bebas
dengan tinggi jatuh 380±5 mm, diukur dari bidang kontak
palu sampai permukaan sampel di dalam cup.
e. Alat pengunci palu dapat diatur sedemikian rupa untuk dapat
memudahkan pergantian sampel dan pemasangan cup.
f. Saringan dengan diameter 14,0 mm,10 mm, dan 2,36 mm.
g. Besi penusuk dengan panjang 230 mm serta memiliki
potongan melintang lingkaran berdiameter 10 mm.
h. Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram.

39
3. Benda Uji
a. Sampel yang digunakan adalah agregat yang lolos saringan
14,0 mm dan yang tertahan saringan 10,0 mm (3/8").
b. Saring antara 500 sampai 1000 gram agregat pada urutan
saringan 14,0 mm dan 10,0 mm selama 10 menit. Sampel yag
diambil adalah agregat yang lolos saringan 14,0 mm dan
tertahan 10,0 mm.
4. Prosedur Kerja
a. Timbang cup (Cylindrical Steel Cup) dengan ketelitian 0,1
gram (W1);
b. Isilah cup dengan sampel dalam sampel tiga lapis yang sama
tebal. Setiap lapis dipadatkan dengan 25 kali tusukan besi
penusuk secara merata diseluruh permukaan. Tiap
lapis tongkat dijatuhkan secara bebas dengan ketinggian lebih
dari 5 cm dari permukaan lapisan. Pada lapisan terakhir isi
cup dengan agregat agak menyembul dan padatkan;
c. Ratakan permukaan sampel dengan besi penusuk dan
timbang (W2);
d. Hitunglah berat awal sampel (W 3=W 2−W 1);
e. Letakkan mesin Impact Agregat pada lantai dasar dan keras
seperti lantai beton;
f. Letakkan cup berisi sampel pada tempatnya dan pastikan
letak cup sudah baik dan tidak akan bergeser akibat
tumbukan palu;
g. Atur ketinggian palu agar jarak antara bidang kontak palu
dengan permukaan sampel 380±5 mm;
h. Lepaskan pengunci palu dan biarkan palu jatuh bebas ke
sampel. Angkat palu pada posisi semula dan lepaskan
kembali (jatuh bebas). Tumbukan dilakukan sebanyak 15
kali dengan tenggang waktu tumbukan tidak kurang dari satu
detik;

40
i. Setelah selesai saring benda uji dengan saringan 2,36 mm
satu menit dan timbang berat yang lolos dengan ketelitian 0,1
gram yang dinyatakan sebagai B gram dan yang tertahan
sebagai C gram. Pastikan tidak ada partikel yang hilang
selama proses tersebut. Jika selisih jumlah berat agregat yang
lolos dan tertahan (A) dengan berat awal (A`) lebih dari 1
gram maka pengujian harus diulang;

5. Perhitungan Data
Berat awal sampel (A)
 Sampel = 798,2 Gram
Berat sampel lolos saringan 2,36 mm (B)
 Sampel = 18,7 Gram
Aggregate Impact Value (AIV) [(B/A) x 100%]
 Sampel = 2,34 %
6. Analisa Percobaan
Nilai Aggregate Impact Value (AIV) adalah persentase
perbandingan antara agregat yang hancur dengan jumlah sampel yang
ada. Agregat yang hancur dinyatakan dengan jumlah agregat dengan
lolos saringan 2,36 mm (No.8). Nilai AIV yang diharapkan agar
agregat layak sebagai bahan perkerasan adalah di bawah 30%. Jika
nilai AIV lebih besar menunjukkan jumlah agregat yang hancur cukup
besar, berarti sampel tersebut relatif tidak terlalu kuat terhadap beban
tekan. Nilai AIV dari pengujian ini relatif rendah dengan persentase
2,34 %. Nilai ini menunjukkan bahwa agregat yang diuji cukup kuat
terhadap pembebanan tekan.

7. Kesimpulan dan Saran


Pengujian ini bertujuan untuk menguji kekuatan agregat yang
akan digunakan pada perkerasan jalan terhadap beban tekan. Nilai
AIV yang rendah menggambarkan bahwa agregat cukup kuat.

41
3.2 Pemeriksaan Aspal
3.2.1 Pemeriksaan Penetrasi Bahan Bitumen (SNI 2456-2011)
1. Maksud
Pemeriksaan ini bertujuan untuk memastikan penetrasi
bitumen keras ataupun lembek ( solid atau semi solid) dengan
metode menekan jarum penetrasi sampai masuk ke permukaan
spesimen dalam ukuran tertentu, beban, dan waktu dengan suhu
tertentu.
2. Peralatan
a. Alat penetrasi untuk menggerakkan pemegang jarum dan
mengukur penetrasi sampai 0,1 mm.
b. Pemegang jarum seberat (47,5+0,05 gram) yang dapat
dilepas dengan mudah dari alat penetrasi untuk peneraan.
c. Pemberat (50±0,05) gram untuk pengukuran penetrasi
dengan beban 100 gram dan (100+0,05) gram untuk beban
200 gram.
d. Jarum penetrasi stainless steel mutu 440 C atau HRC 54-60
e. Cawan contoh yang terbuat dari logam atau gelas silinder
dengan dasar yang rata-rata berukuran sebagai berikut:
Tabel 3. 6 Ukuran silinder percobaan untuk pemeriksaan penetrasi bahan bitumen
Sumber: Panduan Praktikum Perkerasan Jalan Raya Universitas Internasional Batam
Penetrasi Diameter Dalam
Di bawah 200 75 mm 35 mm
Sampai 300 70 mm 45 mm

f. Water bath yang terdiri dari bejana dengan isi tidak kurang
dari 10 liter dan dapat menahan suhu tertentu dengan
ketelitian 0,1°C. Bejana dilengkapi dengan pelat dasar yang
berlubang-lubang.
g. Tempat air untuk benda uji minimal 350 ml.

42
h. Stopwatch.
i. Termometer.
3. Benda Uji
Aspal dipanaskan secara perlahan dan aduklah hingga cukup
air untuk dituangkan. Pemanasan bitumen tidak lebih 90oC diatas
titik lembek. Aduklah perlahan- lahan supaya udara tidak masuk ke
dalam contoh. Sehabis contoh cair menyeluruh tuangkan ke dalam
cangkir serta diamkan hingga dingin. Buatlah 2 buah barang uji
serta tutup supaya bebas debu, serta diamkan pada temperatur
ruang sepanjang 1- 1, 5 jam.
4. Persiapan Benda Uji
Aspal sebanyak 100 gram yang bersih dan bebas dari air serta
minyak.
5. Prosedur Kerja
a. Tempatkan benda uji dalam tempat air yang kecil dan
masukan ke dalam bak perendam selama 1–1,5 jam pada
suhu 25°C;
b. Periksa pemegang jarum agar jarum dapat dipasang dengan
baik. Bersihkan jarum penetrasi dengan toluene atau pelarut
lain kemudian keringkan, barulah pasang jarum pada
pemegang jarum;
c. Letakkan pemberat 50 gram di atas jarum untuk
memperoleh beban seberat (100+0,1) gram;
d. Pindahkan tempat air dari bak perendam ke bawah alat
penetrasi;
e. Turunkan jarum perlahan-lahan hingga menyentuh benda
uji, kemudian aturlah angka nol pada arloji penetrometer
hingga jarum penunjuk berimpit dengan angka nol;
f. Lepaskan pemegang jarum dan pada saat bersamaan
jalankan stopwatch selama (5±0,1) detik;

43
g. Bacalah angka penetrasi pada arloji penetrometer, bulatkan
hingga 0,1 mm terdekat;
h. Lepaskan jarum dari pemegang jarum dan siapkan alat
penetrasi untuk percobaan berikutnya;
i. Lakukan pekerjaan 1 sampai 8 untuk 5 titik pemeriksaan
dengan ketentuan setiap titik pemeriksaan berjarak lebih
dari 1 cm.
6. Perhitungan dan Data
Pemeriksaan I Pemeriksaan II
Pengamatan 1 : 90 Pengamatan 1 : 72
Pengamatan 2 : 142 Pengamatan 2 : 147
Pengamatan 3 : 160 Pengamatan 3 : 140
Pengamatan 4 : 60 Pengamatan 4 : 139
Pengamatan 5 : 79 Pengamatan 5 : 150
Rata-rata : 106,2 Rata-rata : 129,6
Rata-rata penetrasi tanpa kehilangan berat adalah: 117,9
7. Analisa Percobaan
Pengecekan ini dimaksudkan buat memastikan penetrasi
bitumen keras ataupun lembek (solid ataupun semi solid) dengan
memasukkan jarum penetrasi dimensi tertentu, beban serta waktu
tertentu ke dalam bitumen pada temperatur tertentu. Nilai rata- rata
penetrasi yang didapatkan pada pengujian ini merupakan 83, 9
dimana aspal yang digunakan tidak terlalu lembek ataupun keras
8. Kesimpulan dan Saran.
Pengecekan dan pemeriksaan penetrasi aspal ini digunakan
buat memastikan kekerasan aspal. Hasil dari pengujian ini nantinya
bisa digunakan dalam perihal pengendalian kualitas aspal dalam
pembangunan, kenaikan ataupun pemeliharaan jalur.

44
3.2.2 Pemeriksaan Kehilangan Berat Aspal (SNI-06-2440-1991)
1. Maksud
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan kehilangan
berat aspal terutama pada percobaan penetrasi dan daktilitas bahan
bitumen. Kehilangan berat adalah selisih antara berat aspal mula–
mula dengan berat aspal setelah di masak.
2. Peralatan
a. Kompor
b. Cawan
c. Timbangan
d. Alat penetrasi dan alat daktilitas
3. Benda Uji
Benda uji yang digunakan dalam pengujian ini adalah aspal..

4. Prosedur Kerja
a. Cawan ditimbang dan catat beratnya.
b. Benda uji dimasukkan ke dalam cawan.Timbang berat
cawan berisi aspal tersebut sehingga diperoleh berat aspal
sebelum dipanaskan (W1)
c. Cawan berisi benda uji tersebut lalu di panaskan hingga
mencair.
d. Lalu timbang lagi beratnya (W2);
e. Hitunglah berat aspal tersebut yang besarnya adalah (W1-
W2).
5. Perhitungan dan Data
Pemeriksaan dilakukan terhadap 2 sampel.

Sampel 1:
Berat sebelum pemanasan (W1 ) : 61,5 gram
Berat sesudah dipanaskan (W2) : 57,7 gram
Kehilangan berat : 6,5%

45
Sampel 2:
Berat sebelum pemanasan (W1) : 49,6 gram
Berat sesudah dipanaskan (W2) : 48,9 gram
Kehilangan berat : 1,4 %

Sampel 3:
Berat sebelum pemanasan (W1) : 59,3 gram
Berat sesudah dipanaskan (W2) : 57,2 gram
Kehilangan berat : 3,6%

Sampel 4:
Berat sebelum pemanasan (W1) : 52,1 gram
Berat sesudah dipanaskan (W2) : 50,9 gram
Kehilangan berat : 2,35%

6. Analisa Percobaan
Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan empat sampel
yang tiap sampel memliki berat yang tidak sama satu sama lain
apabila dimasukkan ke cawan penuh.Sehingga dapat menganalisis
berat aspal sebelum dipanaskan dan sesudah dipanaskan.

7. Kesimpulan dan Saran


Pemeriksaan kehilangan berat ini menjadi salah satu aspek
yang perlu diuji sebelum menggunakan aspal dalam perkerasan
jalan. Aspal yang kehilangan terlalu banyak berat akibat perubahan
suhu tidak disarankan untuk digunakan dalam perkerasan karena
dapat memengaruhi kualitas perkerasan jalan apabila terpapar pada
panas dari lingkunagan.

46
3.2.3 Pemeriksaan Titik Lembek Aspal (SNI 2434-2011)
1. Maksud
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan titik lembek
aspal yang berkisar pada suhu ≥ 50° C. Jadi titik lembek adalah
besarnya suhu dimana aspal mencapai derajat kelembekan (mulai
meleleh) di bawah kondisi spesifik dari tes.
2. Peralatan
a. Cincin Kuningan
b. Bola baja, diameter 9,53 mm berat 3,45 gram sampai 3,55
gram.
c. Dudukan benda uji, lengkap dengan pengarah bola baja
dan plat dasar yang mempunyai jarak tertentu.
d. Bejana gelas tahan pemanasan mendadak diameter dalam
8,5 cm dengan tinggi ±12 cm berkapasitas 800 ml.
e. Termometer.
f. Penjepit.
g. Alat pengarah bola

3. Benda Uji
a. Panaskan contoh aspal perlahan-lahan sambil diaduk
terus-menerus hingga cair merata. Pemanasan dan
pengadukan dilakukan perlahan-lahan agar gelembung-
gelembung udara cepat keluar.
b. Setelah cair merata tuanglah contoh kedalam dua buah
cincin. Suhu pemanasan aspal tidak melebihi 56°C di atas
titik lembeknya.
c. Panaskan 2 buah cincin sampai mencapai suhu tuang
contoh, dan letakkan kedua cincin di atas pelat kuningan
yang telah diberi lapisan dari campuran talk dan sabun.
d. Tuang contoh kedalam 2 buah cincin, diamkan pada suhu
sekurang-kurangnya 8°C di bawah titik lembeknya
sekurang-kurangnya 30 menit.

47
e. Setelah dingin, ratakan permukaan contoh dalam cincin
dengan pisau yang telah dipanaskan.

4. Prosedur Kerja
a. Benda uji adalah aspal atau ter sebanyak ±25 gram;
b. Pasang dan aturlah kedua benda uji di atas kedudukan dan
letakkan pengarah bola di atasnya. Kemudian masukkan
seluruh peralatan tersebut kedalam bejana gelas;
c. Isilah bejana dengar air suling, dengan suhu (25±1)°C
sehingga tinggi permukaan air berkisar antara 101,6
sampai 108 mm;
d. Letakkan termometer yang sesuai untuk pekerjaan ini
diantara kedua benda uji (kurang lebih dari 12,7 mm dari
tiap cincin);
e. Periksalah dan aturlah jarak antara permukaan pelat dasar
benda uji sehingga menjadi 25,4 mm;
f. Letakkan bola baja yang bersuhu 25°C di atas dan di
tengah permukaan masing-masing benda uji yang bersuhu
25°C menggunakan penjepit dengan memasang kembali
pengarah bola;
g. Panaskan bejana sehingga kenaikan suhu menjadi 5°C
permenit. Kecepatan pemanasan rata-rata dari awal dan
akhir pekerjaan ini. Untuk 3 menit pertama perbedaan
kecepatan pemanasan tidak boleh melebihi 0,5°C.

48
5. Perhitungan dan Data

Tabel …. Hasil pengujian titik lembek aspal

N WAKTU
SUHU
O BOLA I BOLA II
1. 29 0
2. 30 1 menit 37 detik
3. 40 4 menit 22 detik
4. 50 5 menit 38 detik
5. 60 6 menit 46 detik
6. 70 8 menit 23 detik
7. 80 10 menit 57 detik
8. 81 11 menit 32 detik
9. 90 24 menit 35 detik
10. 92 25 menit 33 detik

Catatan:
Bola 1 jatuh pada 11 menit 32 detik
Bola 2 jatuh pada 25 menit 33 detik

6. Analisa Percobaan
Pada pengujian ini didapakan hasil bahwa bola I jatuh ke dasar
plat pada waktu 12 menit 41 detik setelah pemanasan dengan suhu
yaitu 33 °C. Sedangkan untuk bola baja II terjatuh ke dasar plat
pada waktu 27 menit 10 detik setelah pemanasan dengan suhu
yaitu 50,0°C.
7. Kesimpulan dan Saran
Hasil dari pengujian ini menunjukkan batas temperature
hingga aspal menuju batas titik leleh. Pengujian ini bertujuan untuk
memastikan aspal sudah layak untuk digunakan dalam perkerasan.

49
3.2.4 Mix Design (Pemeriksaan Campuran Aspal dengan Alat
Marshall) (SNI 06-2489-1991)
1. Maksud
Pengecekan ini dimaksudkan untuk memastikan
ketahanan(stabilitas) terhadap kelelehan plastis(flow) dari
kombinasi aspal.
Ketahanan merupakan keahlian dari sesuatu kombinasi aspal
buat menerima beban hingga terjalin kelelehan plastis yang
dinyatakan dalam kg.
Kelelehan plastis ialah kondisi dimana ketika pergantian
wujud sesuatu kombinasi aspal yang terjalin akibat sesuatu beban
hingga batas runtuh yang dinyatakan dalam milimeter ataupun 0,
010".
2. Peralatan
a. Cetakan benda uji yang berdiameter 10 cm dan tinggi 7,5
cm, lengkap dengan pelat alas dan leher sambung.
b. Alat pengeluar benda uji.
c. Penumbuk yang mempunyai permukaan tumbuk rata
berbentuk silinder, dengan berat 4,536 kg dan tinggi jatuh
bebas 45,700 cm.
d. Landasan pemadat terdiri dari balok kayu berukuran kira–
kira 20 x 20 x 45 cm yang dilapisi dengan pelat baja
berukuran 30 x 30 x 2,5 cm dan diikatkan pada lantai
beton dengan 4 bagian siku.
e. Silinder cetakan benda uji.
f. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk
memanaskan sampai (200±3)°C.
g. Bak perendam dilengkapi pengatur suhu minimal 20°C.
h. Mesin tekan, lengkap dengan:
1) Kepala penekan berbentuk lengkung (breaking head)
yang terletak pada bagian atas.

50
2) Cincin penguji yang berkapasitas 2500 kg dengan
ketelitian 12,5 kg dilengkapi arloji tekan dengan
ketelitian 0,0025 cm.
3) Arloji kelelehan dengan ketelitian 0,25 mm dan
perlengkapannya.
i. Termometer.
j. Digital balance
k. Panci, sendok pengaduk, sarung tangan dan minyak
pelumas, pelat pemanas, dan sumber panas.

3. Benda Uji
a. Persiapan benda uji
1) Agregat yang diambil mencukupi untuk 4 buah benda uji.
2) Aspal yang diambil berdasarkan % aspal yang diperoleh
dengan metoda luas permukaan, yaitu :
a) Berat aspal I = 6,0 % × 1200 = 72 gram
b) Berat aspal II = 6,5 % × 1200 = 78 gram
c) Berat aspal III = 7,0 % × 1200 = 84 gram
d) Berat aspal IV = 7,5 % × 1200 = 90 gram
3) Ambil agregat yang diperlukan sesuai dengan persentase
masing–masing agregat yang diperoleh dari analisa
saringan sebanyak (1200 gram-berat aspal) dengan
komposisi agregatnya: 30 % agregat kasar, 10 % agregat
sedang dan 60 % agregat halus.
 Agregat Kasar
a) Agregat kasar I = 30 % × (1200 - 72) = 338.4 gram
b) Agregat kasar II = 30 % × (1200 - 78) = 336.6 gram
c) Agregat kasar III = 30 % × (1200 - 84) = 334.8 gram
d) Agregat kasar IV = 30 % × (1200 - 90) = 333 gram
 Agregat sedang

51
a) Agregat sedang I = 10 % × (1200 - 72) = 112.8
gram
b) Agregat sedang II = 10 % × (1200 - 78) = 112.2
gram
c) Agregat sedang III = 10 % × (1200 - 84) = 111.6
gram
d) Agregat sedang IV = 10 % × (1200 - 90) = 111 gram
 Agregat halus
a) Agregat halus I = 60 % x (1200 - 72) = 676.8 gram
b) Agregat halus II = 60 % x (1200 - 78) = 673.2 gram
c) Agregat halus III = 60 % x (1200 - 84) = 669.6 gram
d) Agregat halus IV = 60 % x (1200 - 90) = 666 gram
 Filler (Fly Ash)
a) Filler III = 120 gram
b) Filler IV = 120 gram

b. Persiapan Campuran
Untuk tiap benda uji diperlukan agregat sebanyak ±1200
gram sehingga menghasilkan tinggi benda uji sekitar ±6,25
cm. Panaskan panci pencampur beserta agregat sampai suhu
150°C, sementara itu panaskan aspal sampai suhu 160°C.
Tuangkan aspal sebanyak yang dibutuhkan sesuai kadarnya
yang telah dihitung ke dalam agregat yang sudah dipanaskan
tersebut. Kemudian aduklah dengan cepat sampai agregat
terlapisi merata (selama pengadukan campuran tetap
dipanaskan).

c. Pemadatan Benda Uji


Bersihkan perlengkapan cetakan benda uji serta bagian
muka penumbuk dengan minyak pelumas. Letakkan selembar
kertas yang telah diolesi minyak pelumas yang sudah

52
digunting menurut ukuran cetakan ke dalam dasar cetakan,
kemudian masukkanlah seluruh campuran kedalam cetakan.
Lakukan pemadatan dengan alat penumbuk sebanyak 150 kali
timbal balik (75 kali bagian atas dan 75 kali bagian bawah).
Selama pemadatan tahanlah agar sumbu palu pemadat tegak
lurus pada alas cetakan. Sesudah pemadatan, lepaskan keping
alas dan pasanglah alat pengeluar benda uji (extruder). Dengan
hati–hati keluarkan dan letakkan benda uji diatas permukaan
rata, beri nomor dan diamkan sampai dingin.

4. Prosedur Kerja
a. Bersihkan benda uji dari kotoran yang menempel
b. Berikan tanda pengenal pada masing-masing benda uji;
c. Ukur tinggi benda uji dengan ketelitian 0,1 mm;
d. Timbang berat benda uji;
e. Rendam dalam air pada suhu ruang kira–kira 24 jam;
f. Timbang beratnya dalam air untuk mendapatkan isi;
g. Lap bagian permukaan benda uji, timbang beratnya dalam
kondisi kering permukaan jenuh;
h. Rendam benda uji dalam water bath pada suhu 60C
selama 30-40 menit;
i. Bersihkan batang penuntun dan permukaan dalam dari
kepala penekan;
j. Keluarkan benda uji dari bak perendam, dan letakkan ke
dalam segmen bawah kepala penekan. Pasang segmen
atas, diatas benda uji dan letakkan keseluruhannya dalam
mesin penguji;
k. Pasang arloji kelelehan pada kedudukannya diatas salah
satu batang penuntun dan atur kedudukan jarum penunjuk
pada angka nol, sementara selubung tangkai arloji

53
dipegang teguh terhadap segmen atas dari kepala penekan
selama pembebanan berlangsung;
l. Sebelum pembebanan diberikan, kepala penekan beserta
benda uji dinaikan hingga menyentuh alas cincin penguji;
m. Atur kedudukan jarum arloji tekan pada angka nol.
Berikan pembebanan kepada benda uji dengan kecepatan
tetap sebesar 50 mm/menit sampai pembebanan
maksimum tercapai;
n. Catat nilai kelelehan dan stabilitas pada saat pembebanan
maksimum;
o. Waktu yang diperlukan dan saat diangkatnya benda uji
dari water bath sampai tercapainya beban maksimum
tidak boleh melebihi 30 detik.

5. Pengolahan Data
Pengolahan data dapat dilihat pada tabel pemeriksaan dan
tabel berikut ini. Perhitungan % aspal dengan metode luas
permukaan. Dari hasil percobaan sebelumnya, yaitu analisa
saringan agregat kasar, sedang, dan halus didapatkan
persentasenya secara berurutan dari metoda Trial And Error
sebesar %, %, dan %. Lalu tentukan persentase aspal dengan
Metode Luas Permukaan yang dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Mencari persentase aspal dengan metoda luas permukaan:

No. % lolos % % Tiap Luas


Saringa Kumulatif Tertahan Fraksi Permukaan
n
¾” 52.4% 47.6% 52.4%
½” 10.05% 89.95% 10.05%
3/8” 2.56% 97.44% 2.56%
#4 1.29% 98.71%

54
#8 1.17% 98.83% 1.17%
#16 1.08% 98.92%
#30 0.9% 99.1% 0.9%
#50 0.57% 99.43%
#100 0.5% 99.5%
#200 0.21% 99.79% 0.21%
PAN 0% 100.00%
Total

Dengan nilai total luas permukaan = cm²


Maka didapatkan nilai T (jumlah aspal) = %
Perhitungan selanjutnya adalah : P=SxKxT

S  2,65 Bj
:
Keterangan Agregat

100
Bjagregat = =
% Ak % As % Ah
+ +
B j Ak B j Ak B j Ah
Perhitungan selanjutnya adalah:
P=SxKxT
Untuk lapisan penutup disyaratkan mempunyai ruang kosong
(0,3-0,5)% untuk mencegah mengalir/melelehnya atau kehilangan
stabilitas. Untuk mendapatkan ruang kosong yang diinginkan maka
diperlukan pengurangan dari harga-harga maksimum, yaitu untuk
aspal beton yang padat renggang sehingga:
Kadar aspal optimum = P – (0,3–0,5) %
Kadar Aspal
Berat Aspal
Berat Agregat
Kasar

55
Sedang
Halus

Untuk campuran maka persentase aspal di variasikan dengan


menambahkan dan mengurangkan sebanyak 0,5%. Untuk
perhitungan selanjutnya lihat tabel “Perhitungan Marshall Test”
dan grafik yang dapat dibuat sesudahnya antara lain:
1. Grafik % aspal terhadap campuran dengan stabilitas.
2. Grafik % aspal terhadap campuran dengan % rongga dalam
campuran.
3. Grafik % aspal terhadap campuran dengan kelelehan.
4. Grafik % aspal terhadap campuran dengan Marshall Quotient.
5. Grafik % aspal terhadap campuran dengan % rongga terisi
aspal.
6. Grafik % aspal terhadap campuran dengan % rongga antar
agregat.
7. Grafik kadar aspal optimum.

1400

1200

1000

800

600

400

200

0
6.00% 6.50% 7.00% 7.50%

Gambar 3. 4 Grafik Hubungan Antara Kadar Aspal Dengan Nilai Stabilitas

56
9

0
6.00% 6.50% 7.00% 7.50%

Gambar 3. 5 Grafik Hubungan Antara Kadar Aspal Dengan Nilai Flow

6. Analisa Percobaan
Nilai stabilitas menampilkan besarnya keahlian perkerasan
ketika menahan beban tanpa terbentuknya deformasi. Pada Gambar
3.4, terlihat bahwa kombinasi beton aspal menghadapi penyusutan
ketika jumlah aspal meningkat, baik pada beton aspal dengan
kombinasi fly ash ataupun tanpa fly ash. Dimana disini terlihat jika
jumlah aspal yang sangat banyak dapat berdampak terhadap aspal
yang berubah fungsi dari pengikat jadi pelicin sehingga lekatan
serta gesekan antar agregat jadi menurun serta stabilitas aspal jadi
menurun.
Flow ataupun kelelehan merupakan besarya deformasi yang
terjalin pada dini pembebanan hingga stabilitas menyusut yang
menampilkan besarnya defonnasi dari kombinasi perkerasan akibat
beban yang bekerja padanya. Pada Gambar 3.5, terlihat bahwa
dengan meningkatnya jumlah aspal dapat berdampat terhadap nilai
flow yang bertambah, baik pada sampel dengan fly ash ataupun
tanpa fly ash. akumulasi kandungan aspal pada kombinasi
menyebabkan kombinasi jadi terus menjadi plastis sehingga
terjadinya peningkatan.

57
7. Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan dari pengujian ini merupakan perancangan
perkerasan aspal membutuhkan komposisi penyusun yang tepat
supaya perkerasan yang dihasilkan bisa mempunyai mutu yang
baik. Pada pengujian ini bisa dilihat bahwa ada kemampuan dalam
akumulasi bahan yang lain untuk meningkatkan mutu perkerasan
aspal dimana pada pengujian ini, tim penulis menggunakan fly ash
yang dimana hasil diperoleh yaitu terdapatnya kenaikan mutu dari
perkerasan yang dihasilkan.

Saran untuk pengujian berikutnya yaitu agar dapat mengubah


ataupun meningkatkan bahan penyusun perkerasan yang berpotensi
untuk meningkat mutu dari perkerasan yang dihasilkan.

58
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Pada praktikum perkerasan jalan raya ini dapat disimpulkan bahwa aspal
merupakan salah satu komponen utama dalam pembuatan perkerasan jalan raya.
Aspal umunya digunakan sebagai lapisan penutup pada permukaan jalan raya
berlaku sebagai tambahan atau menjadi bahan perkerasan utama dikarenakan
teksturnya yang elastis. Dalam pembuatannya perkerasan jalan raya harus
diperhatikan komponen-komponen penyusunnya karena jalan umunya dilewati
oleh berbagai macam kendaraan yang dapat mengakibat gesekan yang terjadi
terus-menerus dan timbul tekanan panas. Jika komponen penyusun jalan raya
tidak sesuai dengan aspal, ikatan aspal dengan komponen lainnya akan melemah
dan cepat rusak dikarenakan sifat termoplastis aspal dimana aspal akan bersifat
lembek akibat tekanan panas.
Sebaliknya, jika komponen penyusun tersebut mampu saling mengikat
ketika tekanan panas terjadi, maka umur layan jalan tersebut dapat berjalan sesuai
dengan rencana. Perkiraan ini dapat dilihat pada percobaan Marshall Test
diasumsikan bahwa tekanan yang dihasilkan berasal dari kendaraan yang lewat,
apabila komponen penyusun dapat mengikat, maka aspal tersebut tidak akan
mudah pecah.
4.2 Saran
Saran untuk pengujian selanjutnya adalah pengujian harus lebih teliti dan
akurat serta harus melakukan lebih banyak percobaan pada bahan uji agar dapat
menghasilkan pengujian yang lebih maksimal kedepannya dan diharapkan juga
pada pengujian selanjutnya adalah ketersediaan dari alat-alat pada laboratorium
sehingga hasil pengujian selanjutnya dapat lebih maksimal.

59
LAMPIRAN

60
61
62

Anda mungkin juga menyukai