Anda di halaman 1dari 50

DAMPAK PEMANFAATAN 6,5% ABU BATU BARA

SEBAGAI FILLER TERHADAP VOID IN MINERAL AGGREGAT


PADA PENCAMPURAN AC-BC

PROPOSAL TUGAS AKHIR

Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian D-II


Pada Kampus Vokasi Akademi Komunitas Negeri Aceh Barat

Disusun Oleh :

MINA MAULINA

(2022501006)

AKADEMI KOMUNITAS NEGERI ACEH BARAT


KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET DAN TEKNOLOGI
TAHUN 2022
LEMBARAN PENGESAHAN PROPOSAL

Judul :Dampak Pemanfaatan 6,5% Abu Batu Bara sebagai Filler Terhadap
Void In Mineral Agregat pada Pencampuram AC-BC

Nama : MINA MAULINA

NIM : 2022501006

Program Studi : Kontuksi Pondasi, Beton dan Pengaspalan Jalan

Alue Penyareng, April 2022

Menyetujui,

Komisi Pembimbing

Pembimbing I, Pembimbing II

Ferdiansyah Novirza, M.T Roni Agusmaniza ST.MT


NIP. 198810222019031006 NIP.198708192019031003

Diketahui/Disahkan oleh,

Direktur kampus vokasi Ketua Prodi PBA


Akademi KomunitasAceh Barat, Akademi KomunitasAceh Barat

Zulfan Khairil Simbolon ST, M.Eng. Ferdiansyah Novirza, M.T


NIP.19690902 1993 1 004 NIP. 198810222019031006
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikumWr.Wb

Puji dan syukur penulis hanturkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan dengan baik Proposal
Tugas Akhir ini, dengan judul “Dampak Pemanfaatan 4% Abu Batu Bara Sebagai
Filler Terhadap Void In Mineral Aggregat Pada Pencampuran AC-BC“. Serta tidak
lupa shalawat dan salam kepada Rasulullah SAW yang telah menjadi suri tauladan bagi
kita semua. Adapun tujuan dari pembuatan Proposal Tugas Akhir ini adalah sebagai
salah satu persyaratan untuk menyelesaikan jenjang pendidikan D-II Akademi
Komunitas Aceh Barat.
Dalam penulisan Proposal Tugas Akhir ini penulis banyak mendapatkan bantuan
yang sangat berharga, sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal Tugas Akhir ini
sesuai dengan waktu yg ditentukan. Pada kesempatan ini tak lupa penulis mengucapkan
terima kasih yang teramat dalam kepada semua pihak yang telah membantu,
membimbing, dan memberikan motivasi dalam penulisan Proposal Tugas Akhir ini
terutama kepada:

1. Bapak Zulfan Khairil Simbolon ST, M.Eng. Sebagai direktur Akademi Komunitas
Negeri Aceh Barat;
2. Bapak Ir. Hanif MT., sebagai Wakil direktur Akademi Komunitas Negeri Aceh
Barat;
3. Bapak Ferdiansyah Novriza S.T., M.T., sebagai Koordinator Prodi Konstruksi
Pondasi, Beton dan Pengspalan Jalan Akademi Komunitas Negeri Aceh Barat dan
juga selaku Pembimbing I;
4. Bapak Roni Agusmaniza, ST, MT. Sebagai Ketua Laboratorium Prodi Konstruksi
Pondasi, Beton dan Pengspalan Jalan Akademi Komunitas Negeri Aceh Barat dan
juga selaku Pembimbing II;
5. Dosen pengarah, dosen penguji dan seluruh dosen Program Studi Prodi Konstruksi
Pondasi, Beton dan Pengspalan Jalan serta staf Karyawan Jurusan Prodi Konstruksi
Pondasi, Beton dan Pengspalan Jalan Akademi Komunitas Negeri Aceh Barat;
6. Kedua orang tua yang telah banyak membantu dan selalu memberikan do’a serta
dukungan baik moril maupun materil dalam pembuatan Tugas Akhir ini;
7. Seluruh mahasiswa/i Prodi Konstruksi Pondasi, Beton dan Pengspalan Jalan
terkhusus angkatan 2020 yang selalu mendukung dan mendo’akan serta
memberikan perhatian dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Akhirnya penulis menyadari bahwa Proposal Tugas Akhir ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu kritik serta saran yang sifatnya membangun sangat penulis
harapkan untuk penyusunan karya yang lebih baik di masa yang akan datang.
Semoga Proposal Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Aamiin.

Meulaboh, Maret 2022

Mina Maulina
2022501006
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkerasan lentur merupakan perkerasan yang paling diminati pada struktur
perkerasan jalan raya. Daya dukung yang besar sehingga mampu menerima beban lalu
lintas kendaraan ditambah biaya konstruksi yang lebih ekonomis merupakan kelebihan
dari perkerasan lentur dibandingkan dengan perkerasan lainnya. Dari segi kenyamanan
berkendara, perkerasan lentur mempunyai tingkat kenyamanan yang lebih dari
perkerasan jenis lainnya, karena sifatnya yang lentur dan permukaan yang lebih rata.
Dari berbagai kelebihan perkerasan lentur yang terdiri dari beberapa lapisan yakni
lapisan permukaan. Pada saat pelaksanaan konstruksi perkerasan lentur disetiap lapisan
harus benar-benar dilakukan dengan baik agar tidak mempengaruhi kerusakan pada
lapisan lainnya. Kerekatan antar lapisan perkerasan juga sangat berpengaruh kepada
kekuatan perkerasan kerekatan antar lapisan harus mampu membuat seluruh lapisan
perkerasan bekerja dalam satu struktur yang utuh sehingga setiap lapisan mampu
memberi daya dukung yang sesuai dengan fungsinya.
Aspal merupakan salah satu material yang digunakan sebagai bahan pembuatan
jalan raya, material ini dipilih karena hasil akhirnya yang baik dan nyaman sebagai
perkerasan fleksibel. Untuk peningkatan mutu aspal dalam campuran seperti
peningkatan stabilitas, durabilitas, dan ketahanannya terhadap air dengan
menambahkan bahan tambahan dalam campuran yang sifatnya mampu mengatasi
kelemahan yang dimiliki aspal contohnya bahan batu bara.
Bahan dasar abu batu bara yang sulit terurai perlu dilakukan penanganan yang
tepat selain solusi pendauran ulang dengan peningkatan nilai fungsinya. Pemanfaatan
abu batu bara sebagai salah satu jenis yang bisa menggantikan filler sebagai bahan
bahan campuran aspal. Disini kami mencoba melakukan inovasi pemanfaatan abu batu
bara sebanyak 4% sebagai bahan substitusi dalam filler pada campuran lapisan AC-BC
(Asphalt Concrete-Binder Course) guna peningkatan nilai Void In Mineral Aggregat
(VMA), sekaligus salah satu langkah kongkrit sebagai penanganan pengurangan limbah
abu batu bara yang sulit terurai dengan peningkatan nilai fungsinya.
Pada penelitian ini peneliti akan menggunakan 6,5% abu batu bara sebagai
pengganti filler pada campuran aspal. penambahan abu batu bara agar dapat
meningkatkan kemampuan lapis perkerasan dalam menerima beban lalu lintas sehingga
memberikan umur layanan yang lebih lama.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang yang telah disampaikan di atas, maka dapat ditentukan
rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimana pengaruh pengunaan 6,5% limbah abu batu bara pada campuran
aspal terhadap karakteristik mashall yaitu nilai Void In Mineral Aggregat
(VMA)
2. Berapa kadar aspal optimum yang diperoleh pada campuran AC-BC (Asphalt
Concrete-Binder Course) jika menggunakan 6,5% limbah abu batu bara sebagai
pengganti filler ?
3. Apakah penggunaan 6,5% limbah abu batu bara memenuhi standar Spesifikasi
Bina Marga 2018 sebagai pengganti filler dalam campuran AC-BC (Asphalt
Concrete- Binder Course)?

1.2 Batasan penelitian


Ruang lingkup dan batasan masalah pada penelitian adalah:
1. Penelitian ini menggunakan 6,5% limbah abu batu bara hasil pembakaran boiler
PLTU Nagan Raya
2. Penelitian ini menggunakan peralatan dari Laboratorium Prodi Konstruksi
Pondasi Beton dan Pengaspalan Jalan Akademi Komunitas Negeri Aceh Barat
3. Karakteristik campuran pada penelitian adalah mencari nilai Void In Mineral
Aggregat (VMA).
1.3 Manfaat penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Untuk mengatahui pemaanfaatan dari limbah abu batu bara yang merupakan
hasil pembakaran dari Boiler PLTU Nagan Raya yang selama ini belum di
manfaatkan secara maksimal.

2. Untuk mengetahui pengaruh penambahan filler tersebut dapat digunakan apa


tidak dalam pelaksanaan pekerjaan jalan.
BAB II
DASAR TEORI

Bab ini menyajikan teori-teori yang mendukung permasalahan dalam penelitian


ini yang dikutip dari hasil penelitian terdahulu dan pendapat para ahli serta dari
referensi-referensi yang ada.

2.1 Lapis Aspal Beton (Laston)


Lapisan aspal beton merupakan salah satu jenis beton aspal campuran panas
(hotmix). Laston (Lapisan Aspal Beton) adalah beton aspal bergradasi menerus yang
umum digunakan untuk jalan-jalan dengan beban lalu lintas yang berat (Sukirman, 2003
: 109). Menurut Fannisa dan Wahyudi (2010 : 13) aspal beton memiliki beberapa
karakteristik dalam pencampuran, yaitu stabilitas, keawetan atau durabilitas, kelenturan
atau fleksibilitas, ketahanan terhadap kelelahan (fatigue resistance), kekesatan
permukaan atau ketahanan geser, kedap air dan kemudahan pelaksanaan. Beberapa sifat
aspal beton tersebut tidak mungkin dapat dipenuhi sekaligus oleh satu jenis campuran.
Sifat-sifat aspal beton mana yang dominan lebih diinginkan, akan menentukan jenis
aspal beton yang dipilih.
Berdasarkan fungsinya, Laston terdiri dari tiga macam campuran, yaitu Laston
Lapis Aus (Asphalt Concrete-Wearing Course), Laston Lapis Pengikat (Asphalt
Concrete-Binder Course) dan Laston Lapis Pondasi (Asphalt Concrete-Base) dengan
ukuran maksimum agregat masing-masing campuran adalah 19 mm, 25,4 mm, 37,5
mm. Aspal beton lapis aus AC-WC (Asphalt Concrete-Wearing Course) adalah lapis
pengikat yang terletak pada lapis permukaan dan mempunyai nilai struktural, serta
menpunyai tekstur lebih halus dibandingkan dengan laston laspi aus AC-BC (Asphalt
Concrete-Binder Course) yang teksturnya sedang. Lapisan AC-WC berfungsi sebagai
pelindung konstruksi dibawahnya dari kerusakan akibat air dan cuaca, sebagai lapisan
aus dan menyediakan permukaan jalan rata dan tidak licin.
Menurut Sukirman (2003) menjelaskan bahwa lapis aspal beton (Laston)
digunakan untuk jalan-jalan dengan beban lalu lintas berat, laston juga dikenal dengan
nama AC (Asphalt Concrete). Ada tujuh karakteristik campuran yang harus dimiliki
oleh aspal beton sebagai berikut:
1. Tahan tehadap tekanan (stability);
2. Keawetan (durabilty);
3. Kelenturan (flexibility);
4. Ketahanan terhadap kelelehan (fatigue resistance);
5. Kekesatan atau tahanan geser (skid resistance);
6. Kedap air (impermeable);
7. Mudah dilaksanakan (workability).

2.2 Bahan Campuran Beraspal

Agregat dan aspal merupakan bahan dasar dari campuran beraspal. Kualitas
campuran beraspal sangat ditentukan oleh mutu dari kedua bahan tersebut.

2.2.1 Agregat

Agregat secara umum didefinisikan sebagai formasi kulit bumi yang keras dan
padat. Berdasarkan besar (ukuran) partikel-partikel agregat, maka agregat dapat
dibedakan atas agregat kasar, agregat halus, serta abu batu/mineral filler.
Menurut Sukirman (2003 : 3) agregat berdasarkan pengolahannya dibedakan
sebagai berikut:
1. Agregat siap pakai, yaitu agregat yang dipergunakan sebagai material perkerasan
jalan dengan bentuk dan ukuran sebagaimana diperoleh di lokasi asalnya/ dengan
sedikit proses pengolahan, agregat ini terbentuk berdasarkan proses erosi dan
degradasi. Agregat ini sering disebut agregat alam;
2. Agregat yang perlu diolah terlebih dahulu sebelum dipakai, yaitu agregat yang
diperoleh di bukit-bukit, di gunung-gunung, ataupun di sungai-sungai. Agregat di
gunung dan di bukit umumnya ditemui dalam bentuk masif, sehingga perlu
dilakukan pemecahan dahulu supaya dapat diangkat ke tempat mesin pemecah batu
(stone crusher).
Direktorat Jenderal Bina Marga 2018 menyebutkan beberapa persyaratan teknis
agregat kasar untuk bahan campuran beraspal seperti dalam Tabel 2.1 di bawah ini:

Tabel 2.1 Ketentuan Sifat-Sifat Fisis Agregat Kasar


Pengujian Metode Pengujian Nilai
Natrium sulfat Maks. 12%
Kekekalan bentuk agregat
terhadap SNI 3407:2008
Larutan Menesium sulfat Maks. 18%

Campuran 100 putaran Maks. 6%


AC
Modifikasi 500 putaran Maks. 30%
Abrasi
dan SMA
dengan
Semua jenis SNI 2417:2008
mesin los 100 putaran Maks. 8%
campuran
angeles
beraspal
bergradasi 500 putaran Maks. 40%
Lainnya
Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 3439:2011 Min. 95%
Butir pecah pada agregat SMA 100/90ˆ)
SNI 7619: 2012
kasar Lainya 95/90ˆˆ)
SMA ASTM D4791-10 Maks. 5%
Partikel pipih dan loncong
Lainya Perbandingan 1: 5 Maks. 10%
SNI ASTM C117:
Material lolos ayakan No. 200 Maks. 1%
2012
Sumber: Bina Marga 2018

Direktorat Jenderal Bina Marga (2018) memberikan persyaratan untuk agregat


sebagai berikut :
1. Agregat kasar, fraksi agregat kasar untuk rancangan adalah agregat yang tertahan
saringan No. 8 (2,36 mm) dan haruslah bersih, keras, awet dan bebas dari lempung
atau bahan yang tidak dikehendaki lainnya dan memenuhi ketentuan yang berlaku;
2. Agregat halus, yaitu batuan yang lolos saringan No. 8 (2,36 mm) dan tertahan
saringan No. 200 (0,075 mm) terdiri atas hasil pemecahan batu/ pasir alam.
Direktorat Jenderal Bina Marga 2018 menyebutkan beberapa ketentuan
Persyaratan teknis agregat halus untuk bahan campuran seperti pada Tabel 2.2 di bawah
ini:

Tabel 2.2 Ketentuan Sifat-Sifat fisis Agregat Halus


Pengujian Standar Nilai
Nilai setara pasir SNI 03-4428-1997 Min. 50 %
SNI 03-6877-2002 Min. 45 %
Uji kadar rongga tanpa pemadatan
Gempulan lempung dan butir-butir SNI 03- 4141-1996 Maks. 1 %
Mudah pecah dalam agregat
Agregat lolos ayakan no. 200 SNI ASTMC117:2012 Maks. 10%
Sumber: Bina Marga 2018

Agregat merupakan komponen utama dari struktur perkerasan jalan, kandungan


agregat dalam campuran sekitar 90-95% dari berat keseluruhan campuran atau 75-85%
dari volume keseluruhan campuran. Kehadiran agregat dalam campuran beraspal adalah
sebagai bahan utama yang turut menahan beban yang diderita oleh bagian perkerasan
jalan, sehingga kemampuan campuran beraspal menahan beban lalu lintas dan awet
(durable) sangat dipengaruhi oleh mutu agregat itu sendiri. Mutu agregat dicerminkan
oleh sifat-sifat fisis (physical properties) dari agregat tersebut. Sifat agregat merupakan
salah satu faktor penentu kemampuan perkerasan jalan memikul beban lalu lintas dan
daya tahan terhadap cuaca. (Sukirman, 2003 : 5) menyebutkan sifat-sifat agregat yang
menentukan kualitasnya sebagai material perkerasan jalan adalah gradasi, kebersihan,
kekerasan dan ketahanan agregat, bentuk butir, tekstur permukaan, porositas,
kemampuan untuk menyerap air, berat jenis, dan daya pelekatan dengan aspal.
2.2.2 Bahan pengisi (filler)
Bahan pengisi (filler) adalah bahan non plastis yang minimum 75% terhadap
beratnya lolos saringan No. 200 (0,075 mm). Filler merupakan bahan campuran yang
mengisi ruang antara agregat kasar dan halus sehingga mengurangi volume pori dan
meningkatkan kepadatan, serta menurunkan nilai permeabilitas campuran aspal (Salim,
2010 : 8). Material umum yang biasa digunakan sebagai filler adalah abu batu, semen
portland, debu batu kapur (limestone dust), dan abu terbang. serta abu terbang yang
memiliki indeks plastisitas ≤ 4 dan memiliki berat jenis lebih besar dari aspal (Sentosa,
2006). Filler harus kering dan bebas dari bahan lain yang mengganggu. Apabila
dilakukan pengujian analisa saringan secara basah, harus memenuhi gradasi seperti pada
Tabel 2.3 di bawah ini:

Tabel 2.3 Gradasi Bahan Pengisi (Filler)


Ukuran Ayakan % Berat yang Lolos
ASTM (mm) Filler
No. 100 0,15 100
No. 200 0,075 75 – 100
Sumber: Bina Marga 2018

Menurut Shahrour dan Saloukeh (1992), kualitas dan banyaknya filler yang
digunakan dalam campuran aspal panas sangat berpengaruh dalam kinerja campuran
aspal panas. Filler umumnya menambah kekakuan pada aspal beton, tingkat
kekakuannya berubah tergantung pada jenis filler dan jumlahnya.
2.2.3 Abu Batu Bara
Abu batu bara /bottom ash adalah material yang sangat halus yang berasal dari
sisa pembakaran batu bara. Abu batu bara dapat dijadikan filler karena ukuran
partikelnya yang sangat halus yang lolos saringan bila disaring dengan menggunakan
saringan No. 200 (75 micron) dan mengandung unsur pozzolan, sehingga dapat
berfungsi sebagai bahan pengisi rongga dan pengikat pada aspal beton (Adibroto et al,
2008)
Abu batu bara terdiri dari partikel-partikel halus, gradasi dan kehalusan abu batu
bara dapat memenuhi persyaratan gradasi untuk mineral filler (Zulfhazli, et al, 2016).
Pemanfaatan abu batu bara adalah salah satu cara untuk menangani abu hasil
pembakaran dari pekerjaan industri yang jumlahnya sangat besar, walaupun nilai
ekonomi rendah, tetapi pemanfaatan ini dapat mengurangi biaya penanganan limbah.
Elliot (1981) yang merupakan geokimia batubara, berpendapat bahwa batubara
merupakan batuan sedimen yang secara kimia dan fisika adalah heterogen yang 7
mengandung unsur-unsur karbon, hydrogen, serta oksigen sebagai komponen unsur
utama dan belerang serta nitrogen sebagai unsur tambahan. Zat lain, yaitu senyawa
anorganik pembentuk ash (debu), tersebarsebagai partikel zat mineral yang terpisah di
seluruh senyawa batubara. Secara ringkas, batubara bisa didefinisikan sebagai batuan
karbonat berbentuk padat, rapuh, berwarna cokelat tua sampai hitam, dapat terbakar,
yang terjadi akibat perubahan tumbuhan secara kimia dan fisik.
Menurut Retno Damayanti (2018) Di Indonesia abu batubara dikatagorikan
sebagai limbah berbahaya, salah satu penyebabnya karena adanya unsur-unsur logam
berbahaya seperti Mn, Pb, Cu, Zn, Cd, Cr, Co, Hg, Se, V dan As. Puslitbang tekMIRA
sebagai salah satu instirusi riset di bawah Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral
(KESDM) juga telah melakukan penelitian abu batu bara terutama dikaitkan dengan
permasalahan pertambangan. Pengujian terkait prediksi terjadinya pelindian logam-
logam berat yang dikandungnya harus diantisipasi.

2.2.4 Aspal
Menurut Sukirman (2003 : 26-27), aspal adalah material yang pada temperature
ruang berbentuk padat sampai agak padat, dan bersifat termoplastis. Banyaknya aspal
dalam campuran perkerasan berkisar antara 4-10% berdasarkan berat campuran atau 10-
15% berdasarkan volume.
Berdasarkan tempat diperolehnya, aspal dibedakan atas aspal alam dan aspal
minyak. Aspal alam yaitu aspal yang didapat di suatu tempat di alam, dan dapat
digunakan sebagaimana diperolehnya atau dengan sedikit pengolahan seperti aspal
pulau Buton dan aspal danau trinidad. Aspal minyak adalah aspal yang merupakan
residu pengilangan minyak bumi.
Sukirman (1999 : 66) menyatakan bahwa aspal yang digunakan dalam
konstruksi perkerasan jalan berfungsi sebagai:
1. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat dan antara
aspal itu sendiri;
2. Bahan pengisi, mengisi rongga antar butir-butir dan pori-pori yang ada dari agregat
itu sendiri.
Persyaratan aspal penetrasi 60/70 yang digunakan untuk campuran aspal seperti
yang diperlihatkan pada Tabel 2.4 berikut:

Tabel 2.4 Persyaratan Sifat-Sifat Fisis Aspal Penetrasi 60/70


No. Sifat-sifat Fisis Aspal Standar Syarat
1. Berat jenis (25°C) SNI 2441-12011 ≥ 1,0
2. Penetrasi (25°C; 5 detik; 0,1 mm; 100gr) SNI 06 - 2456-1991 60-70
3. Daktilitas (25°C; 5 cm/detik) SNI 2432 - 2011 ≥ 100
4. Titik lembek; °C SNI 2434 - 2011 ≥ 48
5. Kelarutan dalam Trichlor Ethylen; % AASHTO T44 - 14 ≥ 99
6. Penurunan berat (dengan TFOT); % berat SNI 06 - 2441 - 1991 ≤ 0,8
7. Penetrasi setelah penurunan berat; % asli SNI 06 - 2456 - 2011 ≤ 54
8. Daktilitas setelah penurunan berat; % asli SNI 2432 - 2011 ≥ 50
Sumber: Bina Marga 2018
2.3 Perencanaan Campuran Aspal Beton
Bukhari, et al (2007 : 59) menyebutkan salah satu faktor yang menentukan
mutu campuran aspal beton adalah perencanaan campuran. Perencanaan campuran
terdiri atas: pemilihan tipe gradasi agregat dan jenis/kadar aspal. Perencanaan campuran
beraspal bertujuan untuk mendapatkan campuran efektif dari gradasi agregat dan aspal.
Campuran antara agregat dan aspal yang optimal akan menghasilkan lapisan perkerasan
yang optimal pula.

2.3.1 Gradasi Agregat

Gradasi agregat merupakan distribusi partikel-partikel agregat berdasarkan


ukurannya yang saling mengisi dan membentuk suatu ikatan saling mengunci
(interlocking) sehingga dapat mempengaruhi stabilitas perkerasan (Bukhari, et al, 2007 :
18, Sukirman, 1999 : 45). Gradasi agregat merupakan kondisi yang sangat besar
pengaruhnya terhadap kualitas perkerasan secara keseluruhan.
Rincian gradasi sesuai spesifikasi Direktorat Jenderal Bina Marga 2018 adalah
seperti pada Tabel 2.5 di bawah ini:

Tabel 2.5 Spesifikasi Gradasi Agregat Laston Lapis Antara (AC-BC)


Ukuran Ayakan Ukuran Ayakan
ASTM (mm) AC-BC
11/2" 37,5
1" 25 100

/
3 ”
4 19 90-100

/
1 "
2 12,5 75-90

3/8” 9,5 66-82

No. 4 4,75 46-64

No.8 2,36 30-49

No. 16 1,18 18-38

No. 30 0,6 12-28

No. 50 0,3 7-20


No. 100 0,15 5-13

No. 200 0,075 4-8

Sumber: Bina Marga 2018

Gradasi atau distribusi agregat dapat dikelompokkan ke dalam agregat


bergradasi baik dan agregat bergradasi buruk. Agregat bergradasi baik (well graded)
adalah agregat yang ukuran butirnya terdistribusi merata atau dengan kata lain
mengandung porsi yang berimbang antara agregat kasar dan halus dalam campuran.
Gradasi baik atau gradasi menerus atau gradasi rapat (dense graded) akan menghasilkan
lapisan perkerasan dengan stabilitas tinggi, kedap air dan berat volume yang besar.
Agregat bergradasi buruk (poorly graded) adalah agregat yang susunan butir sesuai
ukurannya tidak merata. Agregat bergradasi buruk terdiri dari beberapa kondisi gradasi
agregat, yaitu agregat bergradasi seragam, senjang dan terbuka.

Agregat bergradasi seragam (uniform graded) adalah agregat yang hanya terdiri
dari butir-butir agregat berukuran sama atau hampir sama. Rentang distribusi ukuran
butir pada gradasi seragam tersebar pada rentang yang sempit. Agregat dengan gradasi
seragam akan menghasilkan lapisan perkerasan dengan sifat permeabilitas tinggi,
stabilitas kurang dan berat volume kecil.

Agregat bergradasi terbuka (open graded) adalah agregat yang distribusi ukuran
butirnya sedemikian rupa sehingga pori-porinya tidak terisi dengan baik (Sukirman,
2003 : 10). Salah satu penggunaan agregat bergradasi terbuka adalah pada lapisan
perkerasan aspal porus (porous asphalt).Agregat bergradasi senjang (gap graded)
adalah agregat yang distribusi ukuran butirnya tidak menerus atau ada bagian ukuran
yang tidak ada, jika ada sedikit sekali (Sukirman, 2003 : 10).
Gradasi yang digunakan dalam perencanaan aspal beton Lapis Antara (AC-BC)
adalah gradasi baik. Gradasi yang digunakan berpedoman pada spesifikasi Dinas Bina
Marga 2018.

2.3.2 Kadar Aspal


Dalam rancangan campuran beraspal, dibutuhkan nilai kadar aspal untuk awal
perencanaan sebelum kadar aspal optimum didapatkan. Kadar aspal awal atau kadar
aspal perkiraan ini merupakan kadar aspal tengah/ideal (a %) yang nantinya
divariasikan menjadi 5 variasi kadar aspal awal perencanaan, yaitu (a-1)%, (a-0,5)%, a
%, (a+0,5)%, dan (a+1)%.
Kadar aspal tengah dapat ditentukan dengan menggunakan rumus atau
persamaan, yaitu dikenal dengan kadar aspal rencana (Pb) dari persamaan berikut:

Pb = 0,035 (%CA) + 0,045(%FA) + 0,18 (%Filler) + Konstanta...............(2.1)

Keterangan:
Pb = kadar aspal perkiraan, persen terhadap berat campuran;
CA = persen agregat tertahan saringan No. 8;
FA = agregat halus lolos saringan No. 8 dan tertahan No. 200;
Filler = agregat minimal 75% lolos saringan No. 200;
Nilai konstanta sekitar 0,5 – 1,0 untuk AC.

2.4 Uji Marshall

Ada beberapa metode untuk merencanakan suatu campuran yang baik, salah
satunya adalah dengan uji Marshall. Menurut Sukirman (2003: 118) metode campuran
yang paling banyak dipergunakan di Indonesia saat ini adalah metode rancangan
campuran berdasarkan pengujian empiris, yaitu dengan mempergunakan alat Marshall.
Uji Marshall merupakan tahapan penting dalam penentuan karakteristik campuran
beraspal. Karakteristik campuran beraspal yang merupakan parameter Marshall adalah
kepadatan, rongga dalam campuran (VIM), rongga dalam mineral agregat (VMA), dan
rongga terisi aspal (VFA), stabilitas, kelelehan plastis (flow), Marshall Quotient dan
durabilitas.

2.4.1 Kepadatan (density)


Kepadatan merupakan perbandingan antara berat kering benda uji dengan berat
air pada volume yang sama. Kepadatan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
2.2 berikut:

e
i= .........................................................................................................(2.2)
( f −g)
Keterangan:
 i = density (gr/cm3);
 e = berat kering (gr)
 f = berat dalam kering keadaan jenuh permukaan (gr);
 g = berat dalam air (gr);
 (f - g) = volume bulk (cm3).
2.4.2 Rongga dalam Campuran (void in mix)
Rongga dalam campuran atau void in mix (VIM) adalah bagian ruang kosong
dari seluruh campuran yang merupakan perbandingan volume ruang udara dengan
volume sampel yang dipadatkan dan dinyatakan dalam persen (Bukhari, et al, 2007).
Selanjutnya Sukirman (2003 : 88) menyatakan banyaknya pori yang berada dalam beton
aspal padat (VIM) adalah banyaknya pori diantara butir-butir agregat yang diselimuti
aspal. Rongga dalam campuran dinyatakan dalam persen terhadap volume beton aspal
padat, dapat dihitung dengan persamaan:
k = 100 – 100 (i / j) .............................................................................. (2.3)
Keterangan:
k = persen rongga (%);
i = berat volume atau density (gr/cm3);
j = berat jenis teoritis.
100 100
j = % Agregat % Aspal % Filler % Agregat % Aspal % Asbuton
+ + + +
Bj Agregat Bj Aspal Bj Filler Bj Agregat Bj Aspal Bj Asbuton
(2.4)

2.4.3 Rongga dalam Mineral Agregat (void in mineral aggregate)


Rongga di dalam mineral agregat atau rongga antara butiran agregat adalah
volume rongga yang terdapat di antara partikel agregat suatu campuran perkerasan yang
telah dipadatkan, yaitu rongga udara dan volume kadar aspal efektif, yang dinyatakan
dalam persen terhadap volume total benda uji. Perhitungan nilai rongga antar butir
agregat (VMA) terhadap campuran dihitung dengan persamaan:

l = 100 – {(
100−b ) x i
Bj . agregat }
........................................................................ (2.5)

Keterangan:
l = rongga di dalam mineral agregat (VMA);
b = persen aspal terhadap campuran;
i = berat volume benda uji (gr/cm3).

2.4.4 Rongga terisi Aspal (void filled by asphalt)


Rongga terisi aspal atau void filled by asphalt (VFA) adalah merupakan
perbandingan antara rongga-rongga yang terisi aspal dengan volume benda uji (Bukhari,
et al, 1997). Sukirman (2003 : 89) menyebutkan persentase pori antara butir agregat
yang terisi aspal dinamakan VFA. Jadi VFA adalah bagian dari VMA yang terisi oleh
aspal, tidak termasuk aspal yang terabsorpsi oleh masing-masing butir agregat. Aspal
yang mengisi pori-pori berfungsi untuk menyelimuti butir-butir agregat di dalam beton
aspal padat, atau dengan kata lain VFA merupakan persentase volume beton aspal padat
yang menjadi film atau selimut aspal. Besarnya nilai rongga terisi aspal dapat dihitung
dengan persamaan:
100 x (VMA−Va)
VFA = ...................................................................... (2.6)
VMA
Keterangan:
VFA = rongga terisi aspal, persen VMA;
VMA = rongga di antara mineral agregat, persen volume bulk;
Va atau VIM = rongga di dalam campuran, persen total campuran.

2.4.5 Stabilitas (stability)


Stabilitas adalah kemampuan perkerasan jalan menerima beban lalu lintas tanpa
terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur, ataupun bleeding (Sukirman,
2003: 75). Nilai stabilitas diperoleh dari pembacaan dial stabilitas Marshall dan
kemudian harus dikalikan dengan kalibrasi alat dan faktor koreksi benda uji. Besarnya
nilai stabilitas dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:
S = n x fa x fb ........................................................................................ (2.7)
Keterangan:
S = stabilitas (kg);
n = pembacaan dial stabilitas;
fa = faktor kalibrasi alat;
fb = faktor koreksi benda uji.

2.4.6 Kelelehan Plastis (flow)


Kelelehan plastis ialah keadaan perubahan bentuk suatu campuran aspal yang
terjadi akibat suatu beban sampai batas runtuh. Nilai kelelehan plastis dapat langsung
dibaca pada dial flow dan dinyatakan dalam satuan milimeter atau 0,1 inchi.

2.4.7 Marshall Quotient (MQ)


Marshall Quotient adalah perbandingan nilai stabilitas dan flow. Nilai stabilitas
Marshall yang tinggi dan flow yang rendah menunjukkan campuran aspal beton yang
kaku, sehingga bila menerima beban mudah retak. Bukhari, et al (2007) menyebutkan
besarnya nilai Marshall Quotient dapat diperoleh dengan persamaan:

S
MQ = ..................................................................................................... (2.8)
flow

Keterangan:
MQ = nilai Marshall Quotient (kg/mm);
S = nilai stabilitas Marshall (kg);
Flow = pembacaan dial flow (mm).

2.4.8 Durabilitas
Durabilitas (keawetan) merupakan kemampuan beton aspal (campuran beraspal
padat) menerima repetisi beban lalulintas, gesekan, serta keausan akibat cuaca dan iklim
(Sukirman, 2003 : 77).
Faktor yang mempengaruhi durabilitas dalam campuran beton adalah:
1. Film aspal atau selimut aspal, film aspal yang tebal dapat menghasilkan lapis aspal
beton yang berdurabilitas tinggi, tetapi kemungkinan terjadinya bleeding menjadi
tinggi;
2. VIM (Voids In Mix) kecil, sehingga lapisan menjadi kedap air dan udara tidak
masuk ke dalam campuran yang menyebabkan aspal menjadi rapuh;
3. VMA (Voids in Mineral Agregat) besar, sehingga film aspal dapat dibuat tebal, jika
VMA dan VIM kecil serta kadar aspal tinggi kemungkinan terjadinya bleeding
besar.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian


Pada bagian ini akan disajikan proses dan tahapan-tahapan mulai dari persiapan
bahan, pengujian sifat-sifat fisis bahan yang akan digunakan, analisis saringan agregat,
pembuatan dan pengujian benda uji dan pada bagian akhir disajikan pengolahan dan
analisis data.
Penelitian ini direncanakan dilakukan di Laboratorium Akademi Komunitas
Negri Aceh Barat. Bahan material untuk agregat direncanakan diambil dari daerah Aceh
Berat dan aspal keras penetrasi 60/70 produksi PT. Pertamina dengan limbah abu batu
bara sebagai penganti filler yang diperoleh dari sisa pembakaran batu bara pada PLTU
Nagan Raya. Metode pengujian mengikuti prosedur Marshall, AASHTO, Bina Marga
dan metode – metode lain yang sesuai bila tidak ada dalam ketiga prosedur tersebut.
Adapun beberapa batasan dalam penelitian ini adalah :
1. Pengujian dilakukan terhadap aspal dan campuran laston lapis antara (AC-BC) yang
menggunakan abu batu bara sebagai penganti filler.
2. Gradasi yang digunakan adalah gradasi campuran laston lapis antara mengacu pada
spesifikasi umum Bina Marga 2018.

3.2 Material yang digunakan


Material yang digunakan pada penelitian ini adalah aspal, agregat dan abu batu
bara (filler). Aspal yang digunakan adalah aspal keras Pen. 60/70 produksi Pertamina
dan limbah batu bara yang di peroleh dari PLTU Nagan Raya. Agregat yang digunakan
adalah kerikil pecah yang diproduksi dari pabrik pemecahan kerikil yang terdapat di
Gampong Tanjong Bungong Kecamatan Kawai XVI Kabupaten Aceh Barat dan abu
batu bara di ambil langsung dari PLTU Nagan Raya, yang berada di Gampong Suak
Puntong Kecamatan Kuala Pesisir Kabupaten Nagan Raya.

3.3 Prosedur Penelitian


Secara garis besar, prosedur penelitian ini terbagi atas delapan tahap, yaitu
pengujian sifat-sifat fisis agregat, pengujian sifat-sifat fisis aspal, perencanaan
campuran AC-BC dengan menggunakan abu batu bara, pembuatan benda uji, penentuan
berat jenis bulk benda uji, pengujian stabilitas dan flow dengan alat Marshall, dan
perhitungan parameter Marshall lainnya dari benda uji.

3.4.1 Pemeriksaan Sifat-Sifat Fisis Agregat


Pengujian sifat-sifat fisis agregat meliputi pengujian berat jenis dan penyerapan
agregat, keausan agregat dengan mesin Los Angeles, serta kekerasan agregat dengan
alat uji impact.

a. Analisis Saringan
Analisis saringan agregat adalah suatu kegiatan analisis yang digunakan untuk
menentukan presentase berat butiran agregat yang lolos dalam suatu set saringan, yang
angka persentase kumulatif digambarkan pada grafik pembagian butir. Ukuran butir
yang maksimum dan agregat ditunjukan dengan saringan terkecil dimana agregat
tersebut masih bisa lolos 100%. Ukuran nominal maksimum agregat adalah ukuran
saringan maksimum agregat adalah ukuran saringan yang terbesar dimana diatas
saringan tersebut terdapat sebagian agregat yang tertahan. Ukuran butiran maksimum
dan gradasi agregat di kontrol oleh spesifikasi susunan dari butiran agregat sangat
berpengaruh dalam perencanaan suatu perkerasan..
Ukuran butiran tanah ditentukan dengan menyaring sejumlah tanah melalui
seperangkat saringan yang disusun dengan lubang yang paling besar berada paling atas
dan makin kebawah makin kecil. Jumlah tanah yang tertahan pada saringan tersebut
disebut salah satu dari ukuran butir sampel tanah. Saringan yang digunakan yaitu No
saringan ½”, 3/8”,1/4”,1/8”,1/16”, No 30, No 50, No100, No 200 dan pan.
Berat tanah yang tertahan ditiap saringan dihitung beratnya dan persentase kumulatif
dari berat tanah yang melewati tiap saringan dihitung beratnya.

Dengan mengetahui pembagian besarnya butir dari suatu tanah, maka kita  dapat
menentukan klasifikasi terhadap suatu macam tanah tertentu atau dengan kata lain dapat
mengadakan deskripsi tanah. Besarnya butiran tanah biasa digambarkan dalam grafik .

b. Pemeriksaan tumbukan (Impact)


Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui nilai kekerasan agregat melalui
tumbukan dengan menggunakan alat impact. Agregat yang digunakan adalah agregat
lolos saringan 12,5 mm dan tertahan saringan 9,5 mm sebanyak 1000 gram untuk satu
benda uji. Agregat tersebut dibersihkan dan dikeringkan dalam oven pada suhu 1100 C
sampai mencapai berta tetap, kemudian didinginkan pada suhu ruang. Setelah itu benda
uji dimasukkan ke dalam mold tempat penumbukan dengan diameter 4” dan tinggi 3”
dan permukaannya diratakan kemudian timbang beratnya. Penumbukan dilakukan
sebanyak 15 kali dengan tinggi jatuh 15,15 inci (40 cm), kemudian benda uji ditimbang
kembali dengan menggunakan saringan No. 8 (2.36 mm) dan agregat yang lolos
ditimbang beratnya.
c. Berat jenis
Benda uji pada pengujian berat jenis agregat adalah 5000 gram material agregat
yang tertahan saringan No. 4. Benda uji kemudian dicuci untuk menghilangkan debu
atau bahan lain yang melekat pada permukaannya. Selanjutnya benda uji dikeringkan
dalam oven pada suhu 110oC sampai berat tetap. Setelah dikeluarkan, benda uji
didinginkan pada suhu kamar selama 1 s.d. 3 jam, kemudian ditimbang beratnya (Bk)
dengan ketelitian 0,3 gram. Selanjutnya benda uji direndam di dalam air selama 24 jam.
Setelah itu, benda uji dilap dengan kain penyerap sampai selaput air pada permukaan
hilang (kondisi saturated surface dry). Selanjutnya, benda uji kering permukaan jenuh
tersebut ditimbang beratnya (Bj). Kemudian benda uji ditimbang beratnya di dalam
keranjang yang direndam di dalam air sambil digoncangkan (Ba). Berikut adalah
persamaan yang digunakan untuk menghitung setiap berat jenis dan nilai penyerapan :

Bk
Berat jenis bulk = ..................................................... (3.1)
Bj−Ba
Bj
Berat jenis kering permukaan = ..................................................... (3.2)
Bj−Ba
Bk
Berat jenis semu = .................................................... (3.3)
Bk−Ba
Bj−Bk
Penyerapan = x 100% ......................................... (3.4)
Bk
Keterangan:
Bk = berat benda uji kering oven, (gram);
Bj = berat benda uji kering permukaan jenuh, (gram);
Ba = berat benda uji di dalam air, (gram);

d. Keausan agregat (los angeles)


Benda uji pada pengujian abrasi agregat dengan mesin Los Angeles adalah
campuran dari agregat yang lolos dari saringan 3/4” dan tertahan saringan 1/2’’ dengan
agregat yang lolos dari saringan 1/2” dan tertahan saringan 3/8” seberat masing-masing
2500 gram. Selanjutnya benda uji dan 11 buah bola baja dimasukkan ke dalam mesin
abrasi Los Angeles. Mesin berputar dengan kecepatan 30 rpm sampai dengan 33 rpm
dengan jumlah putaran 500. Setelah selesai pemutaran, benda uji dikeluarkan dari
mesin, kemudian disaring dengan saringan No.12 (1,70 mm). Selanjutnya agregat yang
tertahan saringan dicuci bersih, lalu dikeringkan dalam oven pada temperatur 110°C ±
5°C sampai berat tetap. Keausan agregat tersebut dinyatakan dengan perbandingan
antara berat agregat yang aus yaitu tertahan saringan No.12 terhadap berat agregat
semula dalam persen.
Bola baja yang digunakan memiliki diameter rata-rata 4,68 cm (1 27/32 inchi) dan
berat masing-masing antara 390 gram sampai dengan 445 gram. Mesin abrasi Los
Angeles terdiri dari silinder baja yang tertutup pada kedua sisinya dengan diameter
dalam 711 mm (28 inchi) dan panjang dalam 508 mm (20 inchi). Silinder bertumpu
pada dua poros pendek yang tak menerus dan berputar pada poros mendatar. Silinder
berlubang sebagai tempat untuk memasukkan benda uji. Penutup lubang terpasang rapat
sehingga permukaan dalam silinder tidak terganggu. Pada bagian dalam silinder
terdapat bilah baja melintang penuh setinggi 89 mm (3,5 inchi).

3.4.2 Persiapan Bahan Pengisi (filler)


Bahan pengisi yang digunakan dalam penelitian ini adalah abu batu bara yang
lolos saringan No.200 (0,074 mm). Abu batu bara alami yang akan digunakan dalam
penelitian ini berasal dari PLTU di Gampong Suak Puntong Kecamatan Kuala Pesisir
Kabupaten Nagan Raya. Abu batu bara yang digunakan yaitu abu batu bara yang telah
mengalami pembakaran sempurna, yang jika dilihat secara visual berwarna hitam. Abu
batu bara yang digunakan harus dalam keadaan kering

3.4.3 Pemeriksaan Sifat-Sifat Fisis Aspal


Pengujian sifat-sifat fisis aspal yang dilakukan pada penelitian ini adalah
pengujian penetrasi, titik lembek, daktilitas dan berat jenis aspal. Pengujian aspal
dilakukan terlebih dahulu tanpa substitusi limbah abu batu bara, kemudian dilakukan
pemeriksaan aspal dengan variasi persentase substitusi abu batu bara agar dapat
diketahui apakah aspal modifikasi tersebut masih dalam batas spesifikasi yang
ditentukan. Apabila aspal modifikasi sudah memenuhi syarat maka dapat digunakan
dalam perencanaan campuran, namun apabila tidak, maka dicari kadar limbah plastik
lain sehingga memenuhi spesifikasi yang ditentukan. Pengujian dilakukan sesuai dengan
standar pengujian seperti yang telah diperlihatkan pada Bab II.

a. Penetrasi Aspal
Pengujian penetrasi aspal diawali dengan persiapan benda uji, yaitu cetakan
aspal. Aspal dipanaskan selama maksimal 30 menit perlahan-lahan sambil diaduk,
hingga cukup cair untuk dapat dituangkan. Setelah aspal cair secara merata, selanjutnya
dituangkan ke dalam sebuah wadah dan didiamkan sampai dingin. Tinggi aspal di
dalam tempat tersebut tidak kurang dari angka penetrasi perkiraan ditambah 10 mm.
Benda uji dibuat dua buah. Benda uji ditutup agar bebas dari debu dan didiamkan pada
suhu ruang selama 1 sampai 1,5 jam untuk benda uji dengan cawan berkapasitas 90 ml
dan 1,5 sampai 2 jam untuk benda uji dengan cawan berkapasitas 175 ml.
Kemudian benda uji diletakkan di dalam tempat air yang kecil. Setelah itu,
tempat air tersebut dimasukkan ke dalam bak perendaman yang suhunya 25° C. Benda
uji didiamkan di dalam bak tersebut selama 1 sampai 1,5 jam untuk benda uji dengan
cawan berkapasitas 90 ml dan 1,5 sampai 2 jam untuk benda uji dengan cawan
berkapasitas 175 ml.
Selanjutnya adalah persiapan alat penguji penetrasi. Pemegang jarum diperiksa
agar jarum dapat dipasang dengan baik. Jarum penetrasi dibersihkan dengan toluene
atau pelarut lain, dikeringkan dengan lap bersih, dan dipasang pada pemegang jarum.
Selanjutnya pemberat seberat 50 gram diletakkan di atas jarum sehingga total berat
jarum dan pemberat sebesar (100 ± 0,1) gram. Tempat air dipindahkan dari bak
perendam ke bawah alat penetrasi. Jarum perlahan-lahan diturunkan sehingga
menyentuh permukaan benda uji. Hal ini dapat dibantu dengan meletakkan kertas di
antara jarum dan permukaan benda uji. Kemudian diatur angka 0 pada arloji
penetrometer sehingga jarum penunjuk berimpit dengannya.
Selanjutnya pemegang jarum dilepaskan dan serentak stop watch dijalankan
selama jangka waktu 5 ± 0,1 detik. Untuk pengukuran penetrasi dengan tangan
diperlukan stop watch dengan skala pembagian terkecil 0,1 detik atau kurang dan
kesalahan tertinggi 0,1 detik per detik, sedangkan untuk pengukuran penetrasi dengan
alat otomatis, kesalahan alat tersebut tidak boleh melebihi 0,1 detik. Arloji
penetrometer yang berimpit dengan jarum penunjuk diputar dan dibulatkan hingga
angka 0,1 mm terdekat. Setelah itu, jarum dilepaskan dari pemegang jarum dan alat
penetrasi disiapkan untuk pekerjaan berikutnya. Pekerjaan yang telah disebutkan di atas
dilakukan tidak kurang dari 3 kali untuk benda uji yang sama dengan ketentuan setiap
titik pemeriksaan dan tepi dinding berjarak lebih dari 1 cm. Nilai penetrasi dinyatakan
sebagai rata-rata dari sekurang-kurangnya 3 pembacaan dengan syarat bahwa hasil-hasil
pembacaan tidak melampaui ketentuan.

b. Berat jenis Aspal


Pengujian berat jenis aspal diawali dengan mengisi bejana gelas kapasitas 1000
ml dengan air suling yang jumlahnya diperkirakan dapat merendam hingga 40 mm pada
bagian atas piknometer. Kemudian bejana tersebut direndam dan dijepit di dalam bak
perendam yang dilengkapi pengatur suhu dengan ketelitian 25 ± 0,1 ºC sehingga
terendam sekurang-kurangnya 100 mm. Suhu bak perendaman diatur pada suhu 25 ºC.
Kemudian bejana diangkat dari bak perendam. Piknometer diisi dengan air suling, dan
ditutup tanpa ditekan. Piknometer diletakkan ke dalam bejana dan penutupnya ditekan
hingga rapat. Bejana berisi piknometer selanjutnya dikembalikan ke dalam bak
perendam.
Bejana tersebut didiamkan di dalam bak perendam selama sekurang-kurangnya
30 menit. Selanjutnya piknometer diangkat, dikeringkan dengan lap, dan ditimbang
dengan ketelitian 1 mg (B). Kemudian benda uji tersebut dituangkan ke dalam
piknometer yang telah kering sehingga terisi ¾ bagian. Piknometer dibiarkan sampai
dingin, dengan waktu tidak kurang 40 menit, dan ditimbang dengan penutupnya dengan
ketelitian 1 mg (C). Setelah itu piknometer yang berisi benda uji diisi dengan air suling
dan ditutup tanpa ditekan. Piknometer didiamkan agar gelembung-gelembung udara
keluar. Kemudian bejana dari bak perendam diangkat dan diletakkan piknometer di
dalamnya, dilanjutkan dengan menekan penutup hingga rapat. Selanjutnya bejana
dimasukkan ke dalam bak perendam dan didiamkan selama sekurang-kurangnya 30
menit. Kemudian piknometer diangkat, dikeringkan, dan ditimbang (D). Dalam
pemeriksaan di laboratorium, berat jenis aspal dihitung berdasarkan rumus berikut:
C− A
Berat jenis aspal = [(B− A )−( D−C )] ........................................................... (3.5)
Keterangan:
A = berat piknometer (dengan penutup);
B = berat piknometer berisi air;
C = berat piknometer berisi aspal;
D = berat piknometer berisi aspal dan air.

3.4.4 Pemilihan abu batu bara

Pemilihan limbah abu batu bara yang ambil langsung dari PLTU Nagan Raya
merupakan hasil dari pembakaran sempurna batu bara yang digukan sebagai bahan
bakar utama dalam menghasilkan energi listrik. Abu batu bara yang di gunakan
merupakan partikel yang lolos saringan No 200. Persentase abu batu bara yang
digunakan pada penelitian ini adalah sebesar 4% dari berat total filler dalam campuran,
dengan kata lain persentase filler dalam campuran AC-BC merupakan gabungan dari
96% abu batu dan 6,5% abu batu bara. Metode pecampuran yang digunakan yaitu cara
kering dimana abu batu bara dimasukkan dalam campuran agregat yang telah
dipanaskan. Limbah abu batu bara ini dicampurkan dalam campuran aspal AC-BC pada
setiap variasi kadar aspal untuk memperoleh kadar aspal optimun (KAO).

3.4.5 Penentuan Variasi Penggunaan Limbah Abu Batu Bara

Limbah abu batu bara yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah hasil
pembakaran dari PLTU Nagan Raya. Kadar Persentase abu batu bara yang digunakan
pada penelitian ini yaitu sebesar 4%

Tidak ada rumus tertentu untuk mendapatkan kadar penambahan limbah abu
batu bara, itu artinya penambahan limbah abu batu bara dilakukan dengan kadar
tertentu sebagai bentuk dari metode empiris.

3.5 Perencanaan Campuran Aspal Beton


a. Pemilihan gradasi agregat

Setelah melakukan pengujian terhadap material yang akan digunakan, maka


selanjutnya dilakukan penyiapan campuran agregat sesuai dengan persyaratan gradasi.
Agregat yang digunakan dalam penelitian ini tidak dapat langsung digunakan karena
gradasi alam belum tentu sesuai dengan gradasi yang digunakan. Gradasi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah gradasi menerus berdasarkan Spesifikasi Bina
Marga 2018 seperti yang diperlihatkan pada Tabel 3.1 di bawah. Pemeriksaan gradasi
dilakukan dengan analisa saringan. Agregat yang diayak menggunakan satu set saringan
yang sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan. Penyaringan dilakukan dengan saringan
yang terkasar diletakkan paling atas dan yang halus dibawah dengan urutan saringan
diameter 25 mm; 19,0 mm; 12,5 mm; 9,5 mm; 4,75 mm; 2,36 mm; 1,18 mm; 0,6 mm;
0,3 mm; 0,15 mm dan 0,075 mm. Agregat yang tertinggal di atas masing-masing
saringan ditimbang beratnya untuk digunakan sesuai kebutuhan berdasarkan tipikal nilai
tengah gradasi.
Tabel 3.1 Gradasi Agregat Rencana

Laston Lapis Antara (AC-BC)


Ukuran Saringan
% Berat yang lolos % Berat yang tertahan
Ukuran Gradasi Uji
Saringan Spesifikasi Tertahan Kumulatif
(mm) Rencana
1”
25 100 100 0
/
3 "
4 19,0 90-100 95 5 5
/
1 "
2 12,5 75-90 82,5 12,5 17,5
3/8 "
9,5 66-82 74 8,5 26
No. 4 4,75 46-64 55 19 45
No.8 2,36 30-49 39,5 15,5 60,5
No. 16 1,18 18-38 28 11,5 72
No. 30 0,60 12-28 20 8 80
No. 50 0,30 7-20 13,5 6,5 86,5
No. 150 0.15 5-13 9 4,5 91
No. 200 0,075 4-8 6 3 94
Filler 0 0 0 6 100
Sumber : Bina Marga 2018

Gambar 3.1 Grafik gradasi agregat rencana


b. Penentuan variasi kadar aspal
Variasi kadar aspal ditentukan berdasarkan pada kadar aspal awal perkiraan
yang merupakan kadar aspal tengah/ideal. Kadar aspal tengah dihitung berdasarkan
persamaan (2.1) halaman 14. Kadar aspal tengah yang diperoleh dari rumus tersebut
dibulatkan mendekati angka 0,5% terdekat. Variasi yang digunakan sebanyak 5 variasi
kadar aspal yang masing-masing berbeda 0,5%. Variasi kadar aspal yang dipilih
sedemikian rupa, sehingga dua kadar aspal kurang dari nilai kadar aspal tengah, dan dua
kadar aspal lainnya lebih besar dari nilai kadar aspal tengah. Jika kadar aspal
tengah/ideal adalah a%, maka variasi kadar aspal adalah (a - 1)%, (a - 0,5)%, a%, (a +
0,5)%, dan (a + 1)%. Untuk penelitian ini, berdasarkan gradasi perencanaan yang
menghasilkan nilai kandungan untuk masing-masing fraksi sebesar : Ca = 60,5%, Fa =
33,5%, Filler = 6% dan konstanta yang diambil adalah 0,75. Maka kadar aspal
tengah/ideal sebesar:
Pb = 0,035 (%CA) + 0,045(%FA) + 0,18 (%Filler) + Konstanta
Pb = 0,035 (60,5) + 0,045 (33,5) + 0,18 (6) + 0,75
Pb = 2,11 + 1,50+ 1,08 + 0,75
Pb = 5,54
Kadar aspal tengah tersebut kemudian dibulatkan mendekati angka 0,5%
sehingga menjadi 5,5%. Maka variasi kadar aspal benda uji adalah 4,5%, 5,0%, 5,5%,
6,0% dan 6,5% terhadap total berat campuran (aspal dan agregat penyusun).

3.6 Pembuatan dan Pengujian Benda Uji


Agregat, gradasi agregat, abu batu bara, aspal keras penetrasi 60/70 yang telah
memenuhi syarat selanjutnya akan dibuat benda uji yang terdiri dalam tiga kelompok
benda uji :
1. Benda uji campuran laston lapis Antara (AC-BC) dengan variasi kadar aspal
sebesar 4,5%; 5%; 5,5%; 6%; dan 6,5% serta filler semen untuk diperoleh kadar
aspal optimum (KAO) pada campuran laston.
2. Benda uji campuran laston lapis Antara (AC-BC) dengan variasi kadar aspal
sebesar 4,5%; 5%; 5,5%; 6%; dan 6,5% serta filler 4% abu batu bara dengan semen
untuk diperoleh kadar aspal optimum (KAO) pada campuran laston.
3. Benda uji dengan dan tanpa substitusi limbah abu batu bara pada kadar aspal
optimum dengan rendaman waterbath suhu 60o C selama 30 menit.

Setelah pembuatan benda uji selesai dilakukan, maka dilanjutkan dengan


pengujian-pengujian sehingga diperoleh data untuk mengetahui nilai–nilai dari
karakteristik campuran laston lapis anatara menggunakan aspal Pen. 60/70 serta abu
batu bara sebagai filler dalam campuran aspal tersebut.
Banyaknya benda uji untuk mengetahui sifat-sifat campuran dan penentuan
kadar aspal optimum dalam campuran dapat dilihat pada Tabel 3.2 dan Tabel 3.3
berikut ini:
Tabel 3.2 Benda Uji untuk Menentukan KAO dengan filler semen
No. Kadar Aspal Kode Benda Uji Jumlah
1. 4,5% A11, A12, A13 3 Buah
2. 5,0% A21, A22, A23 3 Buah
3. 5,5% A31, A32, A33 3 Buah
4. 6,0% A41, A42, A43 3 Buah
5. 6,5% A51, A52, A53 3 Buah
Jumlah Total 15 Buah

Tabel 3.3 Benda Uji untuk Menentukan KAO dengan filler 4% abu batu bara
No. Kadar Aspal Kode Benda Uji Jumlah
1. 4,5% B11, A12, A13 3 Buah
2. 5,0% B21, A22, A23 3 Buah
3. 5,5% B31, A32, A33 3 Buah
4. 6,0% B41, A42, A43 3 Buah
5. 6,5% B51, A52, A53 3 Buah
Jumlah Total 15 Buah
Setelah didapat kadar aspal optimum, maka dibuat benda uji pada kadar aspal
optimum tersebut baik yang mengggunakan abu batu bara sebagai filler maupun yang
tidak sebanyak masing-masing 3 benda uji. Limbah abu batu bara dicampurkan dalam
campuran, sehingga kadar filler dalam campuran tetap untuk semua variasi limbah abu
batu bara.

Jadi total keseluruhan benda uji adalah 36 buah. Langkah awal pembuatan benda
uji adalah menyiapkan peralatan yang digunakan pada percobaan ini yaitu timbangan,
kompor, wajan, sendok pengaduk, termometer, mold, kertas untuk lapisan mold,
spatula, alat penumbuk, dongkrak, dan bak perendaman benda uji.
Agregat yang dipersiapkan beratnya sesuai dengan perencanaan campuran,
kemudian dikeringkan dalam oven. Sementara itu aspal dipanaskan sampai mencapai
suhu pencampuran, lalu aspal sebanyak yang dibutuhkan dituang ke dalam agregat yang
sudah dipanaskan kemudian dicampur sampai rata. Setelah mencapai suhu
pencampuran, campuran dituang ke dalam mold yang sudah dipanaskan.
Setelah mencapai suhu pemadatan, benda uji ditumbuk dengan menggunakan
alat penumbuk masing-masing sebanyak 75 tumbukan untuk permukaan bagian atas dan
bagian bawah. Jumlah tumbukan ini mengacu kepada AASHTO 1990 bahwa untuk lalu
lintas berat menggunakan 2 x 75 tumbukan. Setelah itu benda uji dikeluarkan dari
cetakan dan didiamkan selama 24 jam. Kemudian dilakukan penimbangan berat kering,
lalu benda uji direndam selama 24 jam. Setelah perendaman dilakukan penimbangan
berat benda uji didalam air, setelah itu benda uji dilap agar tercapai kering permukaan
kemudian ditimbang.
Sebelum dilakukan percobaan Marshall, benda uji direndam dalam bak
perendaman selama 30 menit pada suhu 60˚C. Benda uji dikeluarkan dan diletakkan
pada alat Marshall, kemudian alat flow meter dan jarum dial penekan diatur
kedudukannya pada angka nol. Pembebanan siap diberikan dengan kecepatan tetap 50
mm/menit sampai mencapai pembebanan maksimum.
3.7 Metode Analisa Data
Dari hasil percobaan Marshall dilakukan suatu analisa data dengan
menggunakan metode regresi. Analisa regresi dipakai untuk menganalisa bentuk
hubungan dua variabel atau lebih. Dalam penelitian ini, analisa regresi digunakan untuk
menganalisa hubungan antara variasi kadar aspal dengan parameter-parameter Marshall
yaitu : stabilitas dan flow, density, Marshall Quotient, VIM, VMA dan VFA. Untuk
mendapatkan persamaan garis atau kurva yang mewakili dua variabel yang dicari
hubungannya, terlebih dahulu dilakukan pengumpulan data dari hasil pengujian.
Data yang diperoleh dari pengujian masing – masing diplot pada suatu sumbu
salib dan membentuk titik pencar yang disebut diagram pencar (scatter plot). Data
tersebut merupakan variabel terikat (sumbu y) dan kadar aspal sebagai variabel bebas
(sumbu x). Garis atau kurva pendekatan yang mewakili titik – titik dalam diagram
pencar dapat berupa garis lurus (linier) maupun garis lengkung (non linier).
Perhitungan tersebut akan diperoleh hasil hubungan antara kadar aspal dengan
parameter Marshall sehingga diperoleh kadar aspal optimum. Pada penelitian untuk
analisis regresi guna mendapatkan kurva pendekatan yang mewakili kumpulan titik
tersebut akan digunakan software Microsoft Excel.

3.8 Penentuan Kadar Aspal Optimum


Nilai kadar aspal optimum (KAO) diperoleh dari evaluasi Parameter Marshall
pada masing-masing campuran variasi agregat kasar, agregat halus dan flller dengan
menggunakan metode Overlapping. Masing-masing parameter Marshall diplot pada
sumbu y dan kadar aspal pada sumbu x sehingga diperoleh range kadar aspal
berdasarkan persyaratan yang ditetapkan untuk masing-masing parameter tersebut.
Kadar aspal optimum merupakan kadar aspal yang mewakili seluruh parameter
Marshall yang memenuhi persyaratan AASHTO atau SNI.
3.9 Pengolahan Data
Setelah dilakukan pengujian di laboratorium, baik pengujian sifat fisis material
maupun pengujian terhadap benda uji, maka data yang diperoleh disajikan dalam bentuk
tabel hasil pengujian, tabel hasil perhitungan dan grafik. Pada benda uji dilakukan
pengujian dengan metode Marshall. Dari hasil pengujian ini diperoleh data stabilitas dan
flow. Data stabilitas dan flow inilah yang diolah dengan rumus – rumus pada bab II
untuk memperoleh nilai density, VFA, VMA, VIM dan Marshall Quotient. Analisis
regresi digunakan untuk menganalisis hubungan antara variasi kadar aspal pen. 60/70
dengan parameter-parameter Marshall. Untuk memudahkan pembuatan grafik,
perhitungan dan analisis regresi dapat diperoleh dengan menggunakan software
Microsoft Excel.
BAB IV
RENCANA HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan hasil pengujian dan pengolahan data berdasarkan hasil
penelitian di laboratorium serta dilanjutkan pembahasan hasil menggunakan metode yang telah
diuraikan pada BAB II dan BAB III.
4.1 Hasil

Hasil yang disajikan dalam penelitian ini berupa tabel-tabel hasil pemeriksaan dan pengujian
sifat-sifat fisis material, serta hubungan antara masing-masing parameter Marshall dengan
rentang kadar aspal, yang memenuhi semua syarat kriteria campuran beraspal panas lapisan AC-
BC dari spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum tahun 2010, untuk memperoleh kadar aspal
optimum (KAO) menggunakan aspal pen. 60/70. Baik menggunakan semen maupun abu batu
bara sebesar 6,5% sebagai pengganti filler agar di dapat informasi perbandingan void in
mineral aggregat dan durabilitas kedua jenis campuran aspal tersebut.
4.1.1 Hasil pemeriksaan sifat-sifat fisis agregat
Data hasil pemeriksaan di laboratorium terhadap sifat-sifat fisis agregat dari sumber
Stone Crusher berlokasi di Desa Tanjong Bungoeng, Kecamatan Kawai XVI, Kabupaten Aceh
Besar Provinsi Aceh disajikan dalam bentuk tabel. Pemeriksaan sifat-sifat fisis ini meliputi
pemeriksaan berat jenis, penyerapan, keausan, dan los angeles.

Ditinjau dari tabel hasil pemeriksaan sifat-sifat fisis agregat, sebagian besar pengujian
sudah memenuhi persyaratan spesifikasi yang ditentukan. Hasil pemeriksaan sifat fisis agregat
dapat dilihat pada Tabel 4.1 dibawah ini

Tabel 4.1 Pemeriksaan sifat-sifat fisis agregat

No Sifat-sifat Fisis Yang Diperiksa Satuan Hasil Persyaratan

1. Berat Jenis  % 2,745 Min. 2,5

2. Penyerapan % 1,040 Maks. 3

3. Keausan % 17,20 Maks. 40

4. Tumbukan % 27,17 Maks. 10


(Sumber : Penulis 2022)

Hasil pemeriksaan sifat-sifat fisis agregat selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran B
Tabel B.4.1 s/d B.4.6 Halaman 64 s/d 66.

4.1.2 Hasil pemeriksaan sifat-sifat fisis aspal Pen. 60/70

Pemeriksaan sifat-sifat fisis aspal Pen. 60/70 meliputi pemeriksaan berat jenis aspal,dan
penetrasi. Hasil pemeriksaan sifat-sifat fisis aspal Pen. 60/70 disajikan pada Tabel 4.2 di bawah
ini :

Tabel 4.2. Hasil pemeriksaan sifat-sifat fisis aspal Pen. 60/70

No. Sifat-Sifat Fisis Aspal Yang Satuan Hasil Persyaratan


Diperiksa
1. Berat Jenis 1,080 ≥1

2. Penetrasi (0,1 mm) 64 60 – 79

(Sumber : Penulis,2022)

Hasil pengujian terhadap sifat-sifat fisis aspal Penetrasi 60/70 selengkapnya dapat
dilihat pada Lampiran B Tabel B.4.7 s/d B.4.10 Halaman 68 s/d 69.

4.1.3 Hasil pemeriksaan filler semen dan abu batu bara


Hasil pemeriksaan berat filler semen dan abu batu bara dapat di lihat pada tabel berikut:
N Jenis Filler Hasil Uji Berat Jenis
O
1. Abu Batu Bara 2,430 gr\cm3
2. Semen 3,165 gr\cm3
4.1.4 Pengujian Marshall untuk penentuan kadar aspal optimum (KAO) dengan filler
semen.
Hasil pengujian Marshall Laston AC-BC menghasilkan parameter-parameter Marshall
yaitu stabilitas, flow, density, VIM, VFA, VMA, dan Marshall quotient. Hasil pengujian
Marshall dengan variasi kadar aspal 4,5%; 5,0%; 5,5%; 6,0% dan 6,5% menggunakan gradasi
agregat rencana digambarkan pada suatu grafik hubungan antara kadar aspal dengan parameter
Marshall. Analisa regresi digunakan hanya untuk mencari hubungan antara kadar aspal dengan
parameter Marshall. Hasil persamaan yang didapat dari analisa regresi diplot ke dalam grafik
untuk mengetahui kadar aspal optimum (KAO) dari masing-masing campuran.

Tabel 4.3 Rekapitulasi hasil pengujian marshall dengan variasi kadar aspal 4,5%, 5,0%,
5,5%, 6,0%, dan 6,5% untuk filler semen

Variasi Kadar Aspal (%)


Karakteristi Spesifikas
No
k Campuran i Dept. PU
4,5 5 5,5 6 6,5

1790.7 1670.9 1324.1 1221.5 1086.6


1. Stabilitas (kg) Min. 800
7 6 6 7 7

2. Flow (mm) 2.47 3.97 4.23 4.27 4.27 Min. 3

3. MQ (kg/mm) 727.09 422.38 312.82 285.35 255.45 Min. 250

Density
4. 2.50 2.50 2.52 2.50 2.50 Min. 2
(gr/cm3)

5. VIM (%) 4.43 3.60 2.44 2.22 1.71 3,5 - 5,0

6. VMA (%) 19.41 19.70 19.79 20.59 21.17 Min. 14

7. VFA(%) 77.21 81.79 87.66 89.23 91.94 Min. 60

Setelah didapat hasil parameter Marshall dengan variasi kadar aspal 4,5%, 5,0%, 5,5%,
6,0%, dan 6,5%, kemudian dilakukan pengolahan data hasil perhitungan analisa regresi
hubungan kadar aspal dengan stabilitas, flow, Marshall question, density, VIM, VMA, dan VFA
dengan menggunakan bantuan software Microsoft Excel. Rekapitulasi hasil analisa regresi
parameter Marshall dapat dilihat pada Tabel 4.6 di bawah ini:

Tabel 4.4 Rekapitulasi bentuk persamaan analisa regresi dengan parameter Marshall

Parameter
No Persamaan Linear Orde Dua R²
Marshall

1 Stabilitas (Kg) Y = 61.15X2 -1044.2 X + 5281.4 0.9673

2 Flow (mm) Y = -0.9328 X² + 10.942 X -27.17,933 0.9367

3 MQ (Kg/mm) Y = 180.2 X² - 2198.1X + 6949.1 0.9732

4 Density (gr/cm³) Y = -0,0146 X² + 0,1599 X + 2.0761 0.6142

5 VIM (%) Y 0.447 X² + -6.2817 X + 23.685 0.9818

6 VMA (%) Y 0.3632 X² + -3.1133X + 26.087 0,9771

7 VFA (%) Y = 2.2925 X² + 32.597 X -23.223 0,9878

Untuk hasil analisa regresi parameter marshal selengkapnya dapat di lihat pada
lampiran C Tabel C .4.1s\d C.4.7 halaman 73 s\d 79

Dari hasil persamaan analisa regresi yang didapat maka persamaan-persamaan tersebut
digunakan untuk mencari hubungan antara variasi kadar aspal dengan parameter Marshall,
kemudian diplot pada sumbu salib dengan kadar aspal sebagai variabel terikat (sumbu x) dan
parameter Marshall sebagai variabel bebas (sumbu y). Penentuan nilai kadar optimum tidak
dilihat dari titik optimum pada masing-masing grafik, melainkan dengan menggunakan metode
Range Overlapping yaitu dengan melihat nilai kadar aspal yang memenuhi batas-batas
persyaratan parameter Marshall sehingga diperoleh suatu nilai kadar aspal yang telah memenuhi
persyaratan atau KAO sebesar 4,86%. Nilai ini kemudian digunakan untuk membuat benda uji
dengan rendaman 30 menit dan 24 jam pada kadar aspal optimum (KAO). Grafik hubungan
kadar aspal dengan masing-masing parameter aspal untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Lampiran A Gambar A.4.1 Halaman 62.
4.1.5 Pengujian Marshall untuk penentuan kadar aspal optimum (KAO) dengan filler
Abu Batu Bara 6,5%
Hasil pengujian Marshall Laston AC-BC menghasilkan parameter-parameter Marshall
yaitu stabilitas, flow, density, VIM, VFA, VMA, dan Marshall quotient. Hasil pengujian
Marshall dengan variasi kadar aspal 4,5%; 5,0%; 5,5%; 6,0% dan 6,5% menggunakan gradasi
agregat rencana digambarkan pada suatu grafik hubungan antara kadar aspal dengan parameter
Marshall. Analisa regresi digunakan hanya untuk mencari hubungan antara kadar aspal dengan
parameter Marshall. Hasil persamaan yang didapat dari analisa regresi diplot ke dalam grafik
untuk mengetahui kadar aspal optimum (KAO) dari masing-masing campuran.

Tabel 4.3 Rekapitulasi hasil pengujian marshall dengan variasi kadar aspal 4,5%, 5,0%,
5,5%, 6,0%, dan 6,5% untuk abu batu bara

Variasi Kadar Aspal (%)


Karakteristi Spesifikas
No
k Campuran i Dept. PU
4,5 5 5,5 6 6,5

2169.1 1620.5 1267.4 1067.7


1. Stabilitas (kg) 902.78 Min. 800
0 2 1 6

2. Flow (mm) 1.73 2.23 2.87 3.70 4.73 Min. 3

1270.5
3. MQ (kg/mm) 754.46 442.97 289.64 195.22 Min. 250
1

Density
4. 2.45 2.51 2.52 2.50 2.48 Min. 2
(gr/cm3)

5. VIM (%) 6.18 3.21 2.24 2.16 2.39 3,5 - 5,0

6. VMA (%) 20.93 19.46 19.67 20.60 21.79 Min. 14

7. VFA(%) 70.79 83.53 88.63 89.61 89.09 Min. 60

Setelah didapat hasil parameter Marshall dengan variasi kadar aspal 4,5%, 5,0%, 5,5%,
6,0%, dan 6,5%, kemudian dilakukan pengolahan data hasil perhitungan analisa regresi
hubungan kadar aspal dengan stabilitas, flow, Marshall question, density, VIM, VMA, dan VFA
dengan menggunakan bantuan software Microsoft Excel. Rekapitulasi hasil analisa regresi
parameter Marshall dapat dilihat pada Tabel 4.6 di bawah ini:

Tabel 4.4 Rekapitulasi bentuk persamaan analisa regresi dengan parameter Marshall

Parameter
No Persamaan Linear Orde Dua R²
Marshall

1 Stabilitas (Kg) Y = 263.05X2 -3510.6X + 126.25 0.9974

2 Flow (mm) Y = 0.3619 X² + 2487.6 X +5.6067 0.9999

3 MQ (Kg/mm) Y = 286.12 X² - 3670.4X + 11980 0.9971

4 Density (gr/cm³) Y = -0,054 X² + 0,6021 X + 0.0841 0.9316

5 VIM (%) Y 0.447 X² -6.2817 X + 23.685 0.9818

6 VMA (%) Y 2.086X² -24.68X + 68.733 0.9419

7 VFA (%) Y = 2.2925 X² + 32.597 X -23.223 0,9878

Untuk hasil analisa regresi parameter marshal selengkapnya dapat di lihat pada
lampiran C Tabel C .4.1s\d C.4.7 halaman 73 s\d 79

Dari hasil persamaan analisa regresi yang didapat maka persamaan-persamaan tersebut
digunakan untuk mencari hubungan antara variasi kadar aspal dengan parameter Marshall,
kemudian diplot pada sumbu salib dengan kadar aspal sebagai variabel terikat (sumbu x) dan
parameter Marshall sebagai variabel bebas (sumbu y). Penentuan nilai kadar optimum tidak
dilihat dari titik optimum pada masing-masing grafik, melainkan dengan menggunakan metode
Range Overlapping yaitu dengan melihat nilai kadar aspal yang memenuhi batas-batas
persyaratan parameter Marshall sehingga diperoleh suatu nilai kadar aspal yang telah memenuhi
persyaratan atau KAO sebesar 4,86%. Nilai ini kemudian digunakan untuk membuat benda uji
dengan rendaman 30 menit dan 24 jam pada kadar aspal optimum (KAO). Grafik hubungan
kadar aspal dengan masing-masing parameter aspal untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Lampiran A Gambar A.4.1 Halaman 62.
Hasil pengujian Marshall lapisan beton aspal AC-BC dengan variasi kadar aspal menghasilkan
nilai kadar aspal optimum sebesar 4,98 %. Untuk campuran variasi persentase aditif kantong
pastik bekas, kadar aditif optimum sebesar 4%. Berdasarkan KAO dan kadar aditif optimum
yang diperoleh dengan spesifikasi gradasi yang sama dibuat masing-masing 6 (enam) buah
benda uji untuk KAO filler semen dan 6 buah untuk KAO filler 6,5% abu batu bara, dengan
rincian 6 (enam) buah benda uji untuk setiap jenis campuran di rendam di water bath untuk
mendapatkan nilai stabilitas dan 6 benda uji sisa nya di rendam dalam water bath selama 24 jam
pada suhu 60C untuk memperoleh nilai stabilitas sisa.

4.1.6 Hasil uji marshal pada kadar aspal optimum (kao) Dengan Filler Semen

Hasil pengujian marshal laston aspal AC –BC pada kadar aspal optimum sebesar 4,86%
dapat dilihat pada table di bawah ini.

Karakteristik Kadar Aspal Optimum (KAO) Dengan Spesifikasi


No.
Campuran Filler Semen 4,86% Dept. PU

1 Stabilitas (kg) 1557.46 Min. 800

2 Flow (mm) 2.50 2-4

3 MQ (kg/mm) 629.81 Min. 22-450

4 Density (gr/cm3) 2.52 Min. 2

5 VIM (%) 3.34 3,5 - 5,0

6 VMA (%) 19,20 Min. 14

7 VFA((%) 82.23 Min. 60

Berdasarkan hasil pengujian Marshal diperoleh nilai karakteristik marshal pada


campuran ac-bc dengan menggunakan filler semen telah memenuhi semua ketentuan yang di
syaratkan oleh departemen pekerjaan umm bina marga (2018).

4.1.7 Hasil uji marshal pada kadar aspal optimum (kao) Dengan Filler Abu Batu Bara
sebesar 6,5%
5 Hasil pengujian marshal laston aspal AC –BC pada kadar aspal optimum sebesar 4,98%
dapat dilihat pada table di bawah ini.

Karakteristik Kadar Aspal Optimum (KAO) Dengan Spesifikasi


No.
Campuran Filler Abu Batu Bara 4,86% Dept. PU

1 Stabilitas (kg) 67.67 Min. 800

2 Flow (mm) 2.40 2-4

3 MQ (kg/mm) 532.23 Min. 22-450

4 Density (gr/cm3) 2.48 Min. 2

5 VIM (%) 4.04 3,5 - 5,0

6 VMA (%) 20.05 Min. 14

7 VFA((%) 79.88 Min. 60

Berdasarkan hasil pengujian Marshal diperoleh nilai karakteristik marshal pada


campuran ac-bc dengan menggunakan filler Abu Batu Bara telah memenuhi semua ketentuan
yang di syaratkan oleh departemen pekerjaan umm bina marga (2018)

4.2 Pembahasan

Hal-hal yang akan dibahas pada sub bab ini sesuai dengan hasil yang diperoleh dari
penelitian dan hasil pengolahan data berupa perubahan parameter Marshall dan durabilitas
untuk jenis campuran baik filler abu batu bara 6,5% maupun filler semen pada KAO. Dari
pembahasan ini akan diketahui kinerja campuran lapisan AC-BC menggunakan aspal pen. 60/70
dengan tambahan aditif kantong plastik bekas.

4.2.1 Tinjauan terhadap parameter Marshall berdasarkan variasi persentase aditif


a. Tinjauan terhadap nilai Void in Mineral Agregate (VMA)

Nilai VMA campuran beton aspal AC-BC (Asphalt Concrete-Binder Course,AC–BC)


menggunakan material basalt dengan campuran aspal pen. 60/70 dan untuk jenis campuran
baik filler abu batu bara diperlihatkan pada Gambar 4.6 berikut:

VMA

KAO 4.98% (ABB) 20.45

KAO 4.86% (Semen) 19.2

18.5 19 19.5 20 20.5 21

Gambar 4.6 Pengaruh campuran filler abu batu bara terhadap VMA.

Pada Gambar 4.6 menunjukkan bahwa semakin meningkatnya jumlah variasi


persentase aditif kantong plastik bekas maka nilai VMA semakin besar. Dari gambar di atas
terlihat bahwa nilai VMA memenuhi persyaratan yaitu ≥16% pada semua variasi persentase
aditif kantong plastik bekas.

b. Tinjauan terhadap nilai Durabilitas


Durabilitas merupakan perbandingan antara stabilitas rendaman 24 jam pada suhu
60oC dengan stabilitas rendaman 30 menit pada suhu 60 oC. Nilai durabilitas ini menunjukkan
tingkat keawetan campuran beton aspal. Dari hasil penelitian menunjukkan dengan adanya
jenis campuran abu batu bara dapat mempengaruhi nilai parameter marshall dan durabilitas.
Nilai stabilitas terbaik berada pada saat abu batu bara 4,98% yaitu pada rendaman 30 Menit
(Suhu 60° C) dan pada rendaman 24 jam (Suhu 60° C). Dari perbandingan ke dua stabilitas
tersebut maka diperoleh nilai durabilitas.

Durabilitas

KAO 4.98% (ABB) 97.54

KAO 4.86% (Semen) 129.96

0.00 40.00 80.00 120.00 160.00

Gambar 4.6 Pengaruh campuran filler abu batu bara terhadap Durabilitas.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil-hasil pengujian yang telah dilakukan dan hasil pembahasan
nantinya akan diambil beberapa kesimpulan terhadap nilai-nilai dari karakteristik
campuran aspal sebagai akibat dari penambahan 4% limbah abu batu bara sebagai filler.

5.1 Saran
Dari penelitian ini nantinya dapat disarankan beberapa masukan yang berkenaan
dengan penelitian dan pelaksanakannya sehingga apabila ingin dilakukan penelitian atau
pengembangan lebih lanjut, hasil penelitian ini dapat menjadi acuan awal.
Daftar Pustaka

Bina Marga Edisi 2010 Revisi 3 Divisi 6. Kementerian Pekerjaan Umum, Jakarta.

Bukhari, dkk, 2007, Rekayasa Bahan dan Tebal Perkerasan, Fakultas Teknik,
Universitas Syia Kuala.

Direktorat Jendral Bina Marga, 2018, Spesifikasi Umum Direktorat Jenderal

Fannisa, H., dan M. Wahyudi, 2010, Perencanaan Campuran Aspal Beton dengan
Menggunakan Filler Kapur Padam, Program Studi Diploma III Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, Semarang.

Salim, A., 2010, Penggunaan Agregat Alam Pulau Simeuleu dan Semen Portland
Sebagai Filler untuk Lapis Permukaan Jalan, Bidang Studi Teknik Transportasi
Fakultas Teknik Unsyiah, Banda Aceh.

Shahrour dan Saloukeh, 1992, Effect of Quality and Quantity of Locally Produce Filler
(Passing Sieve no. 200) on Asphaltic Mixture in Dubai, ASTM Special
Technical Publication, USA.

Sukirman, S, 2003, Beton Aspal Campuran Panas, Penerbit Granit, Bandung.

Sukirman, S, 1999, Perkerasan Lentur Jalan Raya, Penerbit Nova, Bandung.


LAMPIRAN A

Gambar 1. Bagan Alir Penelitian

LAMPIRAN A

Gambar 2. Lokasi Pengambilan Sampel Filler

Anda mungkin juga menyukai