BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TEORI DASAR BAHAN PERKERASAN JALAN
1) Agregat Kasar
Agregat kasar adalah agregat yang lolos pada saringan ¾ (19,1
mm) dan tertahan pada saringan No. 4 (4,75 mm) terdiri dari batu
pecah atau koral (kerikil pecah) berasal dari alam yang merupakan batu
endapan.
Agregat kasar dibedakan atas 2 macam, yaitu krikil (dari batuan
alam) dan kricak (dari batuan alam yang dipecah). Menurut asalnya
krikil dapat dibedakan atas; krikil galian, krikil sungai dan krikil pantai.
Krikil galian biasanya mengandung zat-zat seperti tanah liat, debu, pasir
dan zat-zat organik. Krikil sungai dan krikil pantai biasanya bebas dari
zat zat yang tercampur, permukaannya licin dan bentuknya lebih bulat.
Hal ini disebabkan karena pengaruh air. Butir-butir krikil alam yang
kasar akan menjamin pengikatan adukan lebih baik.
Batu pecah (kricak) adalah agregat kasar yang diperoleh dari batu
alam yang dipecah, berukuran 5-70 mm. Panggilingan/pemecahan
biasanya dilakukan dengan mesin pemecah batu (Jaw breaker/crusher).
Menurut ukurannya, krikil/kricak dapat dibedakan atas;
a. Ukuran butir : 5 - 1 0 mm disebut krikil/kricak halus,
b. Ukuran butir : 10-20 mm disebut krikil/kricak sedang,
c. Ukuran butir : 20-40 mm disebut krikil/kricak kasar,
d. Ukuran butir : 40-70 mm disebut krikil/kricak kasar sekali.
e. Ukuran butir >70 mm digunakan untuk konstruksi beton siklop
(cyclopen concreten).
Pada umumnya yang dimaksud dengan agregat kasar adalah
agregat dengan besar butir lebih dari 5 mm. Sebagai bahan adukan
beton, maka agregat kasar harus diperiksa secara lapangan.
Hal-hal yang dapat dilakukan dalam pemeriksaan agregat halus di
lapangan adalah;
a. Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir keras dan tidak berpori.
Agregat kasar yang mengandung butir-butir pipih hanya dapat
dipakai, apabila jumlah butir-butir pipih tersebut tidak melebihi
20% dari berat agregat seluruhnya. Butir-butir agregat kasar harus
bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh-
pengaruh cuaca.
b. Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1%
(ditentukan terhadap berat kering). Apabila kadar lumpur
melampaui 1%, maka agregat kasar harus dicuci.
c. Agregat kasar tidak boleh mengandung zat-zat yang dapat merusak
beton, seperti zat-zat yang relatif alkali.
d. Besar butir agregat maksimum tidak boleh lebih dari pada 1/5 jarak
terkecil antara bidang-bidang samping cetakan, 1/3 dari tebal pelat
atau 3/4 dari jarak bersih minimum batang-batang tulangan.
2) Agregat Halus
Yang termasuk dalam fraksi agregat halus adalah yang lolos
saringan No.8 (2,38 mm) dan tertahan pada saringan No. 200 (0,075
mm) terdari bahan-bahan berbidang kasar bersudut tajam dan bersih
dari kotoran atau bahan-bahan yang tidak dikehendaki.
Karakteristik agregat halus yang menjadi tumpuan bagi kekuatan
campuran aspal terletak pada jenis, bentuk dan tekstur permukaan dari
agregat. Agregat halus memegang peranan penting dalam pengontrolan
daya tahan terhadap deformasi, tetapi penambahan daya tahan ini
diikuti pula dengan penurunan daya tahan campuran secara keseluruhan
jika melebihi proporsi yang disyaratkan. Adapun persyaratan agregat
halus sebagai berikut:
3) Filler
Bahan Pengisi (filler), adalah bagian dari agregat halus yang
minimum 75% lolos saringan no. 30 (0,06 mm).
Perlu diperhatikan agar bahan tersebut tidak tercampur dengan
kotoran atau bahan lain yang dikehendaki dan bahan dalam keadaan
kering (kadar air maksiumum 1 %).
a) Jenis-jenis filler
Jenis filler yang dipergunakan adalah abu batu, semen
Portland, debu dolomite dan kapur dan lain-lain.
b) Syarat-syarat filler
Adapun syarat-syarat filler sebagai berikut :
1. Bahan filler terdiri dari abu batu, semen Portland, abu
terbang, debu dolomite, kapur,dan lain-lain.
2. Harus kering dan bebas dari pengumpulan dan bila diuji
dengan pengayakan basah harus mengandung bahan yang
lolos saringan No. 200 tidak kurang dari 70 % beratnya.
3. Penggunaan kapur sebagai bahan pengisi dapat
memperbaiki daya tahan campuran, membantu
penyelimutan dari partikel agregat.
a) Aspal Keras
Pada proses Destilasi fraksi ringan yang terkandung dalam
minyak bumi dipisahkan dengan destilasi sederhana hingga
menyisakan suatu residu yang dikenal dengan nama aspal keras.
Laporan Laboratorium Bahan Perkerasan Jalan UMI *
15
b) Aspal Cair
Aspal cair dihasilkan dengan melarutkan aspal keras dengan
bahan pelarut berbasis minyak. Aspal ini dapet juga dihasilkan
secara langsung dari proses destilasi, dimana dalam proses ini raksi
minyak ringan terkandung dalam minyak mentah tidak seluruhnya
dikeluarkan. Kecepatan menguap dari minyak yang digunakan
sebagai pelarut atau minyak yang sengaja ditinggalkan dalam
residu pada proses destilasi akan menentukan jenis aspal cair yang
dihasilkan. Aspal cair dibedakan dalam beberapa jenis, yaitu:
1. RC (Rapid Curing Cut Back)
Yaitu aspal cair yang bahan pelarutnya cepat menguap.
Pelarut yang digunakan pada aspal jenis ini biasanya adalah
bensin.
2. MC (Medium Curing Cut Back)
Yaitu aspal cair yang bahan pelarutnya tidak begitu cepat
menguap. Pelarut yang digunakan pada aspal jenis ini biasanya
adalah minyak tanah.
3. SC (Slow curing Cut Back)
Yaitu aspal cair yang bahan pelarutnya lambat menguap.
Pelarut yang digunakan pada aspal jenis ini adalah solar.
c) Aspal Emulsi
Aspal emulsi dihasilkan melalui proses pengemulsian aspal keras.
Pada proses ini partikel-partikel aspal keras dipisahkan dan di
dispersikan dalam air yang mengandung Emulsifer (Emulgator).
Partikel aspal yang terdispersi ini berukuran sangat kecil bahkan
sebagian besar berukuran sangat kecil bahkan sebagian besar berukuran
Koloid. Jenis Emulsifer yang digunakan sangat mempengaruhi jenis
dan kecepatan pengikatan aspal emulsi yang dihasilkan.
Berdasarkan muatan listrik zat pengemulsi yang digunakan, Aspal
emulsi yang dihasilkan dapat dibedakan menjadi :
1) Kationik
Disebut juga aspal elmulsi alkali, merupakan aspal emulsi
yang bermuatan arus listrik negatif. Berdasarkan sifat labil
dibedakan atas :
(ML) Labil : Memisah dengan cepat, tidak dapat
dipergunakan untuk campuran sebelum
dihampar.
(MS) Agak Stabil : Mempunya kestabilan sehingga dapat
dipergunakan untuk campuran dengan
jenis-jenis batuan dan gradasi tertentu
sebelum dihampar.
3) Nonionik
Merupakan aspal emulsi yang tidak mengalami ionisasi
berarti tidak menghantarkan listrik. Selain pengelompokan menurut
apa yang disebut di atas aspal emulsi dibagi juga menurut
viskositasnya. Berdasarkan geologi maka pembagian aspal emulsi
akan menyangkut kadar bitumen atau kadar air dan kandungannya
karena kadar air mempengaruhi viskositas.
d) Aspal Modifikasi
Aspal modifikasi dibuat dengan mencampur aspal keras dengan
suatu bahan tambah. Polymer adalah jenis bahan tambah yang sering di
gunakan saat ini, sehinga aspal modifikasi sering disebut juga aspal
polymer. Antara lain berdasarkan sifatnya, ada dua jenis bahan polymer
yang biasanya digunakan untuk tujuan ini, yaitu:
1) Aspal Polymer Elastomer
Aspal Polymer Elastomer dan karet adalah jenis – jenis
polyer elastomer yang SBS (Styrene Butadine Sterene), SBR
(Styrene Butadine Rubber), SIS (Styrene Isoprene Styrene), dan
karet adalah jenis polymer elastoner yang biasanya digunakan
sebagai bahan pencampur aspal keras. Penambahan polymer jenis
ini dimaksudkan untuk memperbaiki sifat rheologi aspal, antara
lain penetrasi, kekentalan, titik lembek dan elastisitas aspal keras.
Campuran beraspal yang dibuat dengan aspal polymer elastomer
a. Agregat kasar
b. Agregat sedang
c. Agregat halus
d. Filler
b. Penggabungan Agregat
Ada beberapa cara atau metode untuk mencapai resep komposisi
campuran dengan penggabungan material yaitu Agregat kasar,
Agregat halus, Filler.
Yang dimaksud dengan penggabungan agregat adalah
pencampuran agregat kasar, agregat halus serta filler menjadi suatu
campuran yang homogen dan mempunyai susunan butir yang kita
harapkan atau sesuai standar spesifikasi yang disyaratkan.
Ada beberapa cara atau metode penggabungan agregat antara
lain metode diagonal, metode bujur sangkar, grafis, cara trial and
error dan cara analitis.
2. Cara Diagonal
Prinsip Kerjanya
a. Mengetahui gradasi yang diminta
b. Buat gambar persegi panjang, ukuran (10 x 20) cm pada kertas
millimeter block.
c. Buat garis diagonal dari sisi kiri bawah kesisi kanan atas
d. Untuk sisi vertikal (10 cm) adalah merupakan x lolos saringan.
Dengan melihat ideal spesifikasi, letakkan tiap-tiap nilai ideal
spec pada garis tiap-tiap yang diwujudkan berupa titik.
e. Dari titik-titik pada diagonal tersebut ditaris garis vertikal
untuk tempat menuliskan nomor-nomor saringan.
f. Menggunakan grafik % lolos saringan masing-masing fraksi
batuan 2 dapat dilihat dengan jarak antara fraksi 2 terhadap
garis tepi bawah dan atas jarak antara grafik 1 terhadap garis
tepi atas yang mana merupakan garis lurus.
g. Pada kedua jarak itu, tariklah garis vertikal yang memotong
garis diagonal pada suatu titik.
h. Dari titik potong tersebut, tarik garis mendatar ke kanan
sampai memotong garis tepi empat persegi panjang pada
bagian sebelah kanan sehingga diperoleh titik yang merupakan
titik % agregat 2 yang diperlukan.
i. Buatlah garis potong dengan jarak sama antara jarak terhadap
agregat 3 (harus sama dengan jumlah jarak terhadap agregat 1
dan 2).
j. Dari titik potong ini ditarik garis mendatar ke samping kanan,
sehingga diperoleh titik dimana didapatkan persen agregat 1, 2
4. Cara Analitis
Prinsip Kerjanya
a. Tentukan gradasi agregat yang digunakan
b. Tentukan campuran split, screen dan filler dengan
menggunakan rumus :
-
x 100% …………………………………….(2.1)
-
Dimana :
X = % berat agregat split yang diperlukan
dalamcampuran
F = %berat agregat screen yang melewati saringan
nomor 8
S = %berat agregat screen yang diperlukan
melewati saringan nomor 8
C = % berat agregat split lewat saringan nomor 8
1. Stabilitas
Stabilitas yaitu kemapuan campuran aspal sebagai bahan
perkerasan untuk menahan deformasi akibat beban lalu lintas tanpa
terjadi perubahan seperti gelombang, alur ataupun Bleeding.
Kebutuhan akan stabilitas sejalan dengan jumlah lalu lintas dan beban
kendaraan yang lewat. Kekuatan atau stabilitas ini diharapkan dari
sifat paling kuno (Interlocking) antar agregat penyusunnya, kelekatan
yang disumbangakan oleh aspal dan adanya mortar.
Dengan demikian stabilitas yang tinggi dapat diperoleh dengan
cara mengusahakan :
a. Agregat dengan gradasi yang rapat (Dense Graded)
b. Agregat dengan permukaan kasar
c. Agregat berbentuk kubus
d. Aspal dengan penetrasi rendah
e. Aspal dengan jumlah yang mencukupi untuk ikatan antar butir
2. Durabilitas
Durabilitas adalah ketahanan suatu campuran terhadap
desintegrasi karena beban lalu lintas dan berbagai faktor lingkungan
(cuaca, air dan perubahan suhu). Makin besar besar potensi terhadap
berbagai agregat, makin besar durabilitasnya. Aspal menyelimuti
agregat dalam bentuk film aspal untuk melindungi dari air, sehingga
air tidak dapat masuk kedalam agregat.
Aspal juga mengisi rongga udara, sehingga rongga udara
berkurang dan menghindari terjadinya proses oksidasi yang dapat
menyebabkan aspal menjadi rapuh dan getas. Namun ada batasan
Laporan Laboratorium Bahan Perkerasan Jalan UMI *
29
3. Fleksibilitas
Fleksibilitas adalah campuran beraspal sebagai bahan
perkerasan menahan lendutan tanpa terjadi retak dan perubahan
volume.
Fleksibilitas suatu campuran dapat diperoleh dengan :
a. Penggunaan agergat bergradasi senjang sehingga memperoleh
VMA yang besar.
b. Penggunaan aspal lunak (penetrasi yang tinggi).
c. Penggunaan aspal yang cukup banyak, sehingga diperoleh VIM
yang kecil.
Untuk memaksimalkan fleksibilitas, harus digunakan dengan
gradasi terbuka (Open Groded), karena itu harus kompromi dengan
stabilitas campuran, dimana campuran yang menggunakan agregat
bergradasi terbuka yang stabil dibandingkan dengan campuran yang
menggunakan bergradasi rapat.
Fleksibilitas suatu campuran beraspal dapat dinilai dengan
menggunakan rasioantara stabilitas Marshall dengan kelelehan
(Flow), yang dikenal dengan nama Marshall Questient. Semakin besar
MQ semakin kaku campuran dan sebaliknya
4. Kedap Air
Kemampuan permukaan perkerasan untuk menahan rembesan
air kedalam perkerasan, permukaan perkerasan dapat kedap air,
dilakukan dengan cara :
a. Menggunakan gradasi tepat
b. Manambah kadar aspal
Kadar bitumen efektif minimum 9,1 7,9 6,8 6,2 6,2 5,5
Kadar absorpsi bitumen maksimum 2,0 2,0 1,7 1,7 1,7 1,7
Total kadar bitumen actual
10,3 8,9 7,3 6,7 6,7 6,0
(% total campuran) lain
Kadar rongga udara campuran min 4 4 4 4 4 4
pada (% total berat campuran) Max 9 9 6 6 6 8
Quenteum Marshall minimum 0,8 0,8 4,0 1,8 1,8 1,8
(AASHTO-t.245-78) MAXIMUM 4,0 4,0 4,0 5 5 5
Stabilitas Marshall (Aastho T.245-78) 200 200 450 550 750 750
Maximum 800 800 850 1250 1500 -
Stabilitas Marshall sisa setelah
75 75 75 75 75 75
perendaman 24 jam 60oC Min
3. Rongga Udara
Tujuan utama kriteria rongga udara adalah untuk menghindari
perencanaan campuran dapat menjalani “flushing” atau “bleeding”
dalam masa pelayanan.
a. Rongga udara aspal beton gradasi rapat 3 – 5 % berarti volume
total dari seluruh rongga berjumlah 3 -5 % campuran padat.
b. Flusing atau bleeding → campuran mempunyai rongga udara,
berkisar antara 0 - 1 %.
c. Perencanaan jelek → bila campuran mempunyai nilai rongga
udara 0,5 % pada 100 % kepadatan laboratorium.
Pada volume lalu lintas besar → diharapkan :
1. Jika campuran mencapai 95 % kepadatan laboratorium maka
campuran akan mempunyai kadar rongga udara ± 5,5 % pada
akhir penggilasan.
2. Mengingat rongga udara berhubungan erat dengan kadar aspal
dan kerusakan campuran, maka :
a. Lapis permukaan direncanakan dengan dengan rongga udara =
3-5%
b. Lapis pengikat dan pondasi, direncanakan rongga udara = 2 - 4
%
Karakteristik Aspal
Karakteristik aspal yaitu :
a. Durabilitas
Kinerja aspal sangat dipengaruhi oleh sifat aspal tersebut setelah
diguakan sebagai bahan pengikat dalam campuran beraspal dan
dihampar dilapangan. Hal ini di sebabkan karena sifat-sifat aspal akan
berubah secara signifikan akibat oksidasi dan pengelupasan yang
terjadi pada saat pencampuran, pengangkutan dan penghamparan
campuran beraspal di lapangan. Perubahan sifat ini akan
menyebabkan aspal menjadi berdaktilitas rendah atau dengan kata lain
aspal telah mnagalami penuan. Kemampuan aspal untuk menghambat
pengadukan. Akibat air atau kombinasi air dengan gaya mekanik yang
diberikan, aspal yang menyelimuti pemukaan agregat akan terkelupas
kembali. Aspal dengan gaya kohesi yang kuat akan melekat erat pada
permukaan agregat, oleh sebab itu pengelupasan yang tejadi sebagai
akibat dari pengaruh air atau kombinasi air dengan gaya mekanik
sangat kecil atau bahkan tidak terjadi sama sekali
c. Kepekaan Aspal Terhadap Temperatur
Seluruh aspal bersifat termoplastik yaitu menjadi lebih keras
bila temperatur menurun dan melunak bila temperatur meningkat.
Kepekaan aspal untuk berubah sifat akibat perubahan temperatur ini di
kenal sebagai kepekaan aspal terhadap temperatur.
d. Pengerasan Dan Penuaan Aspal
Penuaan aspal adalah suatu parameter yang baik untuk
mengetahui durabilitas campuran beraspal. Penuaan ini disebabkan
oleh dua faktor utama, yaitu: penguapan fraksi minyak yang
terkandung dalam aspal dan oksidasi penuaan jangka pendek dan
oksidasi yang progresif atau penuaan jangka panjang. Oksidasi
merupakan faktor yang paling penting yang menentukan kecepatan
penuaan.
Agar sifat aspal dapat bekerja sebaik mungkin maka permukaan
satuan yang akan dilapisi dengan aspal tersebut harus kering dan
bersih dari debu.
Syarat-syarat yang dibutuhkan oleh aspal atau jalan sebagai berikut :
1. Aspal harus melapisi batuan dengan rapat
2. Aspal harus memberikan lapisan pada batuan yang elastis
3. Aspal yang melapisi batuan yang tidak peka terhadap perubahan
cuaca atau suhu.
Aspal jika dipanaskan sampai suatu temperatur tertentu. Aspal
dapat menjadi lunak atau cair sehingga dapat membentuk partikel
agregat pada waktu pembuatan aspal beton atau dapat masuk ke dalam
pori-pori yang ada saat penyempurnaan pada perkerasan macadan atau
BAB III
PEMERIKSAAN KARAKTERISTIK ASPAL DAN AGREGAT
1. Maksud
Untuk menentukan penetrasi aspal atau lembek (Solid atau semi solid)
dengan memasukkan ukuran tertentu, beban dan waktu tertentu dalam aspal
pada suhu tertentu.
2. Peralatan
a. Alat penetrasi
b. Pemegang jarum penetrasi seberat (47,5 + 0,05) gram yang dapat dilepas
dari alat penetrasi untuk peneraan.
c. Beban dari (50 + 0,05) gram dan (100 + 0,05) gram masing-masing
dipergunakan untuk pengukuran penetrasi dengan beban 100 dan 200
gram.
d. Jarum penetrasi.
e. Cawan.
f. Bak perendam.
g. Stop watch.
h. Termometer.
3. Benda Uji
Panaskan aspal keras kurang lebih cukup untuk dapat dituangkan ke
dalam tin box secara perlahan-lahan sampai mencair. Pemanasan contoh aspal
atau ter tidak boleh dari 60oC di atas titik lembek, dan untuk bitumen tidak
lebih dari 90oC di atas titik lembek. Waktu pemanasan lebih kecil dari 30
menit. Selama pemanasan adukan perlahan-lahan supaya udara tidak masuk ke
dalam contoh. Setelah aspal keras mencair secara merata tuangkan ke dalam
tempat contoh dan didiamkan hingga dingin. Tutuplah cawan agar benda uji
tidak kena debu dan diamkan selama 1 – 1,5 jam untuk cawan besar pada
ruang AC dengan temperatur 15oC – 30oC.
4. Prosedur Percobaan
a. Pasang jarum pada pluyer head.
b. Letakkan pemberat 500 gram di atas jarum untuk memperoleh beban
sebesar 100 gram berikut berat pluyer head.
c. Pindahkan tempat air beserta benda uji ke bawah alat penetrasi.
d. Turunkan jarum perlahan-lahan sehingga jarum tersebut menyentuh
permukaan benda uji kemudian aturlah angka dial penetrometer sehingga
jarum berimpit pada angka nol.
e. Lepaskan pemegang jarum dan serentak jalankan stop watch selama 5
detik.
f. Dial penetrometer berputar dan bacalah angka penetrasi untuk pekerjaan
berikutnya.
g. Lepaskan jarum dari pemegang dan siapkan alat penetrasi untuk pekerjaan
berikut.
h. Lakukan pekerjaan a sampai g di atas sampai 5 kali untuk benda uji yang
sama dengan ketentuan setiap titik pemeriksaan berjalan satu sama lain
dari tepi dinding lebih dari 1 cm.
6. Catatan
Apabila jarum tidak menyentuh permukaan benda uji maka akan
mempengaruhi pembacaan penetrasi dan harus diulangi.
1. Maksud
Untuk menentukan titik lembek aspal dan ter yang berkisar antara 30 oC –
200oC. Titik lembek adalah suhu pada saat bola baja dengan berat tertentu
mendesak turun suatu lapisan aspal tersebut menyentuh plat dasar yang
terletak di bawah cincin pada tinggi tertentu sebagai akibat kecepatan
pemanasan tertentu.
2. Peralatan
a. Termometer 100oC
b. Cincin kuningan
c. Bola baja, diameter 9,5 mm, berat 3,45 – 3,55 gram.
d. Alat pengarah bola.
e. Bejana gelas, tahan panas.
f. Dudukan benda uji.
g. Penjepit
h. Kasa asbes
i. Statif.
j. Plat pemanas (Hot plate) atau pembakar (Burner).
3. Benda Uji
a. Panaskan contoh secara perlahan-lahan sampai diaduk terus menerus
sehingga cair marata.
b. Siapkan dua buah cincin dan letakkan kedua cincin di atas plat kuningan
yang telah diberi lapisan talk dan glycerin, terlebih dahulu panaskan dua
buah cincin tersebut sampai suhu tuang contoh.
c. Tuangkan contoh ke dalam dua cincin tersebut, suhu pemanasan ter tidak
melebihi 56oC di atas titik lembeknya, waktu pemanasan ter tidak
melebihi 30 menit dan pemanasan aspal tidak melebihi 2 jam.
d. Setelah dingin, ratakan permukaan contoh dalam cincin dengan pisau yang
telah dipanaskan.
4. Prosedur Percobaan
1. Pasang dan aturlah kedua benda uji di atas kedudukannya dan letakkan
pengarah bola di atasnya kemudian masukkan seluruh peralatan tersebut
ke dalam bejana gelas.
2. Isi bejana dengan air suling baru dengan suhu 5 oC sehingga tinggi
permukaan air berkisar 101,6 mm – 108 mm. Letakkan thermometer kedua
benda uji (12,7 mm dari tiap cincin).
3. Periksa dan atur jarak antara permukaan plat dasar dengan dasar benda uji
25,4 mm.
4. Letakkan bola baja di atas dan di tengah permukaan masing-masing benda
uji dengan menggunakan penjepit dan pasang kembali pengarah bola.
5. Panaskan bejana sehingga kenaikan suhu 5oC setiap menit. Untuk tiga
menit pertama perbedaan kecepatan pemanasan tidak boleh melebihi
0,5oC.
6. Catat suhu pada saat setiap bola menyentuh plat dasar. Untuk percobaan
duplo catat hasil pengamatan saat bola menyentuh plat dasar dan bulatkan
sampai 0,5oC terdekat.
6. Catatan
a. Apabila kecepatan pemanasan melebihi ketentuan 5 oC – 6oC per menit,
maka pekerjaan diulangi.
b. Apabila dari suatu pekerjaan Duplo perbedaan suhu dan dalam 6 melebihi
1oC maka percobaan diulangi.
1. Maksud
Untuk menentukan titik nyala dan titik bakar dari semua jenis hasil aspal
minyak bumi.
Titik nyala adalah suhu pada saat terlihat nyala singkat pada suatu titik di
atas permukaan aspal.
Titik bakar adalah suhu pada saat terlihat nyala sekurang-kurangnya 5
detik pada suatu titik di atas permukaan aspal.
2. Peralatan
a. Termometer 400oC
b. Cawan Cleveland open cup.
c. Plat pemanas (Hot-plate) atau pembakar (Bunsen).
d. Batang nyala Bunsen yang dapat diatur dan memberikan nyala dengan
diameter 3,2 – 4,8 mm dengan panjang tabung 7,5 cm.
3. Benda Uji
a. Panaskan contoh aspal 148oC dan 176oC sampai cukup air.
b. Isi cawan Cleveland sampai garis dan hilangkan gelembung udara yang
ada dipermukaan dengan cara membakar bagian atas secara perlahan.
4. Prosedur Percobaan
a. Letakkan cawan di atas plat pemanas dan atur sumber pemanas sehingga
terletak di bawah titik tengah cawan.
b. Letakkan pembakar di titik tengah cawan.
c. Letakkan termometer tegak lurus di atas benda uji dengan jarak 6,4 mm di
atas cawan, dan terletak pada satu garis yang menghubungkan titik tengah
cawan dan titik poros nyala burner. Kemudian aturlah sehingga poros
termometer terletak pada jarak ¼ diameter cawan dari tepi.
6. Catatan
Pemeriksaan yang tidak memenuhi syarat toleransi dianggap dan harus
diulangi.
2. Peralatan
a. Cetakan daktilitas.
b. Bak perendam atau water bath
c. Termometer dengan kapasitas 50oC ini sepuluh liter yang dapat menjaga
suhu tertentu selama pengujian dengan ketelitian 0,1 oC dan benda uji
dapat direndam sekurang-kurangnya 10 cm di bawah permukaan air, bak
tersebut dilengkapi dengan plat dasar yang berlubang diletakkan 5 cm dari
dasar perendam untuk meletakkan benda uji.
d. Mesin daktilitas dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Dapat menarik benda uji dengan kecepatan tetap.
b. Dapat menjaga benda uji agar tetap terendam dan tidak menimbulkan
getaran selama pemeriksaan
e. Glyserin.
f. Talk.
g. Akuades.
h. Pisau perata.
3. Benda Uji
a. Bagian dari cetakan daktilitas dan bagian atas plat dasar dilapisi campuran
glyserin dan talk.
b. Pasang cetakan daktilitas di atas plat dasar.
c. Panaskan contoh aspal sebanyak 100 gram sampai cair dan dapat
dituangkan dengan suhu antara 8oC sampai 110oC di atas titik lembek ke
dalam cetakan.
d. Pada waktu pengisian cetakan contoh dituangkan dari ujung hingga penuh
berlebihan.
e. Dinginkan cetakan dalam suhu ruang selama kurang lebih 30 menit lalu
pindahkan seluruhnya ke dalam ruang AC, bak perendam atau water bath
yang telah disiapkan pada suhu 25oC selama 30 menit kemudian ratakan
contoh yang berlebihian dengan pisau atau spatula yang panas sehingga
cetakan terisi penih.
4. Prosedur Percobaan
a. Diamkan benda uji dalam AC selama 85 – 90 menit, kemudian lepaskan
contoh dari dalam cetakan.
b. Isi bak perendam daktilitas dengan air dan tambahkan larutan gleserin
untuk merubah berat jenis air.
c. Pasang benda uji pada mesin daktilitas dan tarik benda uji secara teratur
dengan kecepatan 5 cm per menit sampai benda uji putus, dengan
kecepatan 5 % masih diizinkan.
d. Baca jarak antara penjepit cetakan pada saat benda uji putus dalam cm
selama percobaan berlangsung benda uji selalu terendam sekurang-
kurangnya 2,5 cm dari permukaan air dan suhu dipertahankan 25oC.
6. Catatan
Apabila benda uji menyentuh dasar mesin uji atau terapung pada
permukaan air maka pengujian dianggap tidak normal.
Apabila pemeriksaan normal tidak berhasil setelah dilakukan tiga kali
maka dilaporkan bahwa pengujian daktilitas bitumen tersebut gagal.
1. Maksud
Untuk menentukan berat jenis aspal keras dan ter dengan menggunakan
picnometer.
2. Peralatan
a. Termometer
b. Bak perendam yang dilengkapi dengan pengatur suhu dengan ketelitian
(25 ± 0,1 o C).
c. Picnometer.
d. Air suling sebanyak 1000 ml.
e. Bejana gelas ukur.
3. Benda Uji
a. Panaskan contoh aspal keras sebanyak 50 gram sampai cair dan aduklah
untuk mencegah pemanasan setempat, pemanasan tidak boleh lebih dari 30
menit pada suhu 56oC di atas titik lembek.
b. Tuangkan contoh tersebut ke dalam picnometer yang telah kering hingga
terisi ¾ bagian.
4. Prosedur Percobaan
a. Isi bejana dengan air suling sehingga diperkirakan bagian atas picnometer
yang tidak terendam setingga 40 mm.
b. Kemudian rendam dan jepitlah bejana tersebut dalam bak perendam
hingga terendam 100 mm, suhu bak perendam 25oC (ruangan AC).
c. Bersihkan, keringkan dan timbanglah picnometer dengan ketelitian 0,01
gram (A).
d. Angkat bejana dari bak perendam dan isi picnometer dengan air suling
kemudian tutup picnometer tanpa ditekan.
5. Perhitungan
Hitung berat jenis dengan rumus :
-
B J ……………………………………………..….. 3.1
( - )- -
Dimana :
A = Berat Picnometer dengan penutup (gram)
B = Berat Picnometer berisi air (gram)
C = Berat Picnometer berisi aspal (gram)
D = Berat Picnometer berisi aspal dan air (gram)
1. Maksud
Untuk membuat aspal cair dari aspal keras
2. Peralatan
a. Pot Plate / kompor.
b. Pengaduk
c. Timbangan
d. Gelas Ukur.
e. Cans.
3. Benda Uji
a. Ambillah bahan pembuat aspal cair sesuai type grade yang direncanakan
sebagai berikut :
TYPE GRADE AC PELARUT % PETARUT % AC
GRADE (VOLT) (VOLT)
SC3 - - 22 78
SC2 200 diesel 30 70
SC1 225 oil 38 62
SC0 - - 50 50
MC3 - - 22 78
MC2 120 kerozine 27 73
MC1 150 - 35 65
MC0 - - 45 55
RC3 - - 16 – 19 81 – 84
RC2 85 – 100 gasoil 22 – 25 75 – 78
RC1 - - 27 – 32 68 – 75
RC0 - - 37 – 42 58 - 63
4. Prosedur Percobaan
Timbang bahan sesuai dengan yang akan direncanakan, kemudian cek
apakah sesuai dengan syarat-syarat aspal yang direncanakan.
direncanakan.
1. Maksud
Untuk mengetahui jumlah zat-zat lain yang terdapat dalam bitumen atau
aspal. Viscositas kinematik adalah menentukan kekentalan dari cut back
bitumen. Viscositas dihitung dari waktu yang dibutuhkan untuk mengisi
penuhnya labu gelas yang berkapasitas ditentukan oleh cut back yang
mengalir dari viscositas pada temperatur 60oC.
2. Peralatan
a. Engler viscositas assembly
b. Tabung gelas
c. Temometer
d. Stop watch
e. Energy regulator
f. Pipet.
g. Karpet pompa.
h. Cawan dan pengaduk.
3. Prosedur Percobaan
a. Pasang tutup gabus yang diberi tali dan ikatan pada tabung furol
b. Isikan oli pada tempat yang tersedia sampai batas tabung furol terendam.
c. Jika kita memilih temperatur test di atas temperatur ruang, test dapat
dipercepat dengan memanaskan lebih dahulu viscositas yang telah diisi oli.
d. Masukkan steker power pada posisi on.
e. Tekan saklar power pada posisi on.
f. Tekan saklar kontinous pada posisi on.
g. Jika proses pemanasan tidak sesuai dengan kecepatan pemanasan yang
diinginkan, tekan saklar quick pada posisi on dan bila pemanasan yang
diinginkan sudah tercapai saklar quick ditekan pada posisi off.
h. Kontrol temperatur yang diinginkan.
5. Catatan
Hasil percobaan duplo tidak boleh berbeda sebesar 4 %, bila dilakukan
oleh 1 (satu) orang dengan alat yang sama.
2. Peralatan
a. Batu-batu putih (silikat) dengan ukuran tertahan saringan 19 mm dan lewat
saringan 32 mm.
b. Air suling PH 6 – 7 kira-kira 500 cm3
c. Beaker gelas.
d. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai (150
± 5oC).
e. Batang pengaduk.
3. Benda Uji
a. Batu silikat kira-kira 250 gram dicuci dengan air suling., kemudian
dikeringkan pada suhu 125oC selama 5 jam dan diamkan selama 24 jam
pada suhu ruang, kemudian batu silikat tersebut disimpan dalam tempat
tertutup.
b. Panaskan sampai 40oC dalam oven.
c. Campur 12,5 gram aspal cair atau 15 gram ter pada suhu 70oC lalu aduk.
4. Prosedur Percobaan
a. Letakkan benda uji dalam beaker glass dan tutup tanpa ditekan.
b. Setelah 30 menit isilah beaker glass dengan air suling pada suhu ruang
sehingga benda uji terendam seluruhnya.
c. Kemudian letakkan breaker glass tersebut dalam oven pada suhu 40oC.
d. Setelah 3 jam ambillah breaker glass tersebut dalam oven dan kemudian
perkiraan luas benda uji yang tertutup aspal atau ter dengan ketelitian 10.%
1. Maksud
Untuk menentukan berat jenis aspal cair.
2. Peralatan
a. Gelas ukur kapasitas 500 ml.
b. Bak perendam.
c. Termometer.
d. Aerometer.
3. Benda Uji
Aspal
4. Prosedur Percobaan
a. Masukkan aspal cair ke dalam gelas ukur sampai batas 400 cc.
b. Masukkan gelas ukur ke dalam bak perendam agar suhu mencapai 20 oC.
Di dalam ruang AC.
c. Ambil aoerometer skala 0,9 – 1,0 dan masukkan ke dalam gelas ukur yang
telah terisi aspal cair.
d. Tunggu dan amati sampai tidak terjadi penurunan lagi (konstan) selama
satu jam.
e. Kemudian baca skala pada aerometer dimana skala tersebut menunjukkan
berat jenis aspal cair.
1. Maksud
Untuk menentukan pembagian butir (gradasi) agregate halus dan kasar
dengan menggunakan saringan untuk keperluan design campuran aspal.
2. Peralatan
a. Mesin pengguncang saringan.
b. 1 atu set saringan : 3”, 2,5”, 2”, 1,5”, 1”, ¾”, 3/8”, No. 4, No. 8, No. 16,
No. 30, No. 50, No. 100, No. 200.
c. Pan dan cover
d. Timbangan.
e. Alat pemisah contoh (sample spliter).
f. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai (110
± 5oC).
g. Talam.
h. Kuas kuningan, sendok dan alat-alat lainnya.
3. Benda Uji
a. Agregat halus :
Ukuran maksimum No. 4 ; berat minimum 500 gram.
Ukuran maksimum No. 8 ; berat minimum 100 gram.
b. Agregat kasar :
Ukuran maksimum 3,5” ; berat minimum 35 Kg.
Ukuran maksimum 3,0” ; berat minimum 30 Kg.
Ukuran maksimum 2,5” ; berat minimum 25 Kg.
Ukuran maksimum 2,0” ; berat minimum 20 Kg.
Ukuran maksimum 1,5” ; berat minimum 15 Kg.
Ukuran maksimum 1,0” ; berat minimum 10 Kg.
Ukuran maksimum 3/4” ; berat minimum 5 Kg.
4. Prosedur Percobaan
a. Ambil benda uji secukupnya ke dalam sample spliter untuk pembagian
butir yang merata.
b. Timbang contoh agregat yang digunakan. Keringkan dalam oven dalam
suhu 110oC selama 24 jam
c. Timbang masing-masing saringan
d. Susun saringan pada mesin pengguncang, yang paling bawah pan
kemudian saringan dengan lubang dengan terkecil dan seterusnya sampai
saringan dengan lubang terbesar.
e. Masukkan benda uji pada saringan teratas kemudian ditutup, jepit
susunan saringan tersebut lalu hidupkan motor mesin selama 15 menit.
f. Biarkan selama 5 menit agar debu-debunya mengendap.
g. Buka saringan tersebut lalu timbang berat masing-masing saringan
berikut isinya.
5. Perhitungan
Hitunglah persentase berat benda uji yang tertahan di atas masing-masing
saringan terhadap berat total benda uji.
7. Catatan
Laporan meliputi :
a. Jumlah prosentase melalui masing-masing saringan, atau jumlah
persentase di atas masing-masing saringan dalam bilangan bulat.
b. Grafik kumulatif.
1. Maksud
Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui keausan/pelapukan agregat
akibat pengaruh iklim/cuaca.
2. Peralatan
a. Beaker glass.
b. Timbangan.
c. Natrium Sulfat/Magnesium Sulfat.
d. Oven.
e. aringan 3/8” dan No. 50.
f. Desikator.
3. Prosedur Percobaan
a. Persiapan larutan garam sulfat
b. Siapkan larutan jenuh garam natrium sulfat/garam magnesium sulfat
dengan cara melarutkan kristal murni garam natrium/magnesium sulfat
dalam air panas lalu saring.
- Larutan ini harus betul-betul jenuh sehingga tidak terlihat adanya
kelebihan garam yang tidak larut lagi.
- Aduk baik-baik, kemudian simpan dalam desikator selama 48 jam
sebelum dipergunakan.
- Pada waktu larutan digunakan, hancurkan dulu hablur-hablur yang
mungkin terjadi dengan mengaduk, kemudian tentukan berat jenisnya.
Jika menggunakan natrium sulfat, berat jenisnya antara 1,151 – 1, 171.
Jika menggunakan magnesium sulfat, berat jenis antara 1,295 – 1,308.
c. Ambil contoh agregat yang akan diuji, keringkan dalam oven sampai
beratnya tetap, kemudian saring :
- Untuk agregat kasar diambil 100 gram dari contoh yang tertahan pada
saringan 3/8” .
- Untuk agregat halus diambil 100 gradasi contoh yang tertahan pada
saringan No. 50 (A).
d. Masukkan contoh yang telah disaring tersebut ke dalam Beaker Glass,
kemudian tuangkan larutan garam natrium/magnesiaum sulfat yang telah
memenuhi syarat setinggi 1 cm di atas permukaan agregat.
e. Masukkan Beaker glass dalam desikator dan diamkan selama 10 jam.
f. mbil ayakan 3/8” dan No. 50, letakkan dibawahnya pan penampung.
g. Masukkan agregat kasar ke dalam saringan 3/8” dan agregat halus ke
dalam saringan No. 50 biarkan selama 10 menit, kemudian cuci masing-
masing agregat dengan air panas pada suhu 40oC.
h. Buang airnya, kemudian masukkan kedalam oven pada suhu 110 oC.
Dinginkan kemudian lakukan penyaringan kembali.
i. Tentukan berat agregat yang tertahan pada saringan tersebut (B).
j. Hitung persentase agregat yang hilang tersebut :
-
x 100 % ……………………………………...…………..… 3.2
1. Maksud
Untuk menentukan berat jenis (bulk), berat jenis kering – permukaan
jenuh (saturated surface dry = SSD), berat jenis semu (apparent) dan
penyerapan agregat kasar.
a. Berat jenis (Bulk Spesific Grafity) adalah perbandingan antara berat
agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat
dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu.
b. Berat jenis kering – permukaan jenuh (SSD) adalah perbandingan antara
berat agregat kering – permukaan jenuh dan berat air suling yang isinya
sama dengan isi agregat dalam keadaan kering pada suhu tertentu.
c. Berat jenis semu (Apparent Spesific Grafitiy) adalah perbandingan antara
berat agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi
agregat dalam keadaan kering pada suhu tertentu.
d. Penyerapan adalah prosentase berat air yang dapat diserap pori terhadap
berat agregat kering.
2. Peralatan
a. Keranjang kawat ukuran 3,35 mm atau 2,36 mm (No. 6 atau No. 8) dengan
kapasitas kira-kira 5 kg.
b. Tempat air dengan kapasitas dan bentuk yang sesuai untuk pemeriksaan.
Tempat ini haris dilengkapi dengan pipa sehingga dengan permukaan air
selalu tetap.
c. Timbangan dengan kapasitas 5 kp dan ketelitian 0,1 % pori berat contoh
yang ditimbang dan lengkapi dengan alat penggantung keranjang.
d. Oven dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai (110 ±
5oC).
e. Alat pemisah contoh (sample spliter)
3. Benda Uji
Benda uji adalah agregat yang tertahan saringan No. 4 diperoleh dari alat
pemisah contoh atau cara perempat, sebanyak kira-kira 5 kg.
4. Prosedur Percobaan
a. Cuci benda uji untuk menghilangkan debu atau bahan-bahan lain yang
melekat pada permukaan.
b. Keringkan benda uji ke dalam oven pada suhu 105 oC ± 5oC sampai berat
tetap salama 24 jam.
c. Dinginkan benda uji pada suhu kamar selama 2 jam, kemudian timbang
dengan ketelitian 0,3 gram (Bk.)
d. Rendam benda uji kedalam air pada suhu kamar selama 24 ± 4 jam.
e. Keluarkan benda dari air, lap dengan kain penyerap sampai selaput air
pada permukaan air hilang (SSD), untuk butiran yang besar pengeringan
harus satu persatu.
f. Timbang benda uji kering permukaan jenuh (BJ).
g. Letakkan benda uji didalam keranjang, goncangkan batunya untuk
mengeluarkan udara yang tersekat dan tentukan beratnya dalam air (Ba).
Ukur suhu air untuk penyesuaian perhitungan kepada suhu standar (25 oC).
h. Keringkan agregat dalam oven selama 24 jam pada suhu 110oC. Setelah
dingin timbang berat kering (BK).
5. Perhitungan
6. Berat jenis (Bulk specific gravity) = BK/ (Bj-Ba)
7. Berat Jenis Kering – Permukaan Jenuh (SSD) = Bj / (Bj-Ba)
8. Berat Jenis Semu (Apparent specific gravity) = Bk / (Bk-Ba)
9. Penyerapan = (Bj – Bk / Bk ) x 100 %
Dimana :
Bk = Berat benda uji oven (gram)
Bj = Berat benda uji kering – permukaan jenuh (gram)
7. Catatan
Bila penyerapan dan harga berat jenis digunakan dalam pekerjaan beton
dimana agregatnya digunakan pada keadaan kadar air aslinya maka tidak
perlu dilakukan pengeringan dengan oven.
Banyak jenis bahan campuran yang mempunyai bagian butir-butir berat
dan ringan. Bahan semacam ini memberikan berat jenis yang tidak tetap
walaupun pemeriksaan dilakukan dengan sangat hati-hati.
Dalam hal ini beberapa pemeriksaan diperlukan untuk mendapatkan
harga rata-rata yang memuaskan.
1. Maksud
Untuk menentukan berat jenis (bulk), berat jenis kering – permukaan
jenuh (saturated surface dry = SSD), berat jenis semu (apparent) dan
penyerapan agregat halus.
a. Berat jenis (Bulk Spesific Gravity) adalah perbandingan antara berat
agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat
dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu.
b. Berat jenis kering – permukaan jenuh (SSD) adalah perbandingan antara
berat agregat kering – permukaan jenuh dan berat air suling yang isinya
sama dengan isi agregat dalam keadaan kering pada suhu tertentu.
c. Berat jenis semu (Apparent Spesific Gravitiy) adalah perbandingan antara
berat agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi
agregate dalam keadaan kering pada suhu tertentu.
d. Penyerapan adalah prosentase berat air yang dapat diserap pori terhadap
berat agregat kering.
2. Peralatan
a. Timbangan, kapasitas 1 (satu) kg atau lebih dengan ketelitian 0,1 gram.
b. Picnometer atau labu dengan kapasitas 500 ml.
c. Kerucut terpancung (cone), diameter bagian atas (40 ± 3) mm, diameter
bagain bawah (90 ± 3) mm dan tinggi (75 ± 3) mm dibuat dari logam tebal
min. 0,8 mm.
d. Batang penumbuk yang mempunyai bidang penumbuk yang rata, berat (
340 ± ) gram, diameter permukaan penumbuk (25 ± 3) mm.
e. Saringan No. 4
f. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu memanaskan sampai 110 ±
5oC.
g. Pengukur suhu dengan ketelitian pembacaan 1oC.
h. Talam.
3. Benda Uji
Benda uji adalah agregat yang tertahan saringan No. 4 diperoleh dari alat
pemisah contoh atau cara perempat, sebanyak 1000 gram.
4. Prosedur Percobaan
a. Jaringkan benda uji dalam oven pada suhu (110 ± 5oC), sampai berat tetap.
Yang dimaksud dengan berat tetap adalah keadaan berat benda uji selama
3 (tiga) kali proses penimbangan dan persamaan dalam oven dalam selang
waktu 2 (dua) jam tidak akan mengalami perubahan kadar air lebih besar
dari pada 0,1 %. Dinginkan pada suhu ruangan, kemudian rendam dalam
air (24 ± 4) jam.
b. Buang air perendam secara hati-hati, jangan ada butiran yang hilang,
tebarkan agregat di atas talam, keringkan diudara panas dengan cara
mebalik-balik benda uji. Lakukan pengeringan sampai terjadi keadaan
kering permukaan jenuh.
c. Periksa keadaan kering permukaan jenuh dengan mengisi benda uji ke
dalam kerucut terpancung, padatkan dengan batang penumbuk selama 25
kali dengan ketinggian jatuh 5 mm secara bebas, angkat kerucut
terpancung. Keadaan kering permukaan jenuh tercapai bila benda uji
runtuh akan tetapi masih dalam keadaan tercetak.
d. Segera setelah tercapai keadaan kering permukaan jenuh masukkan 500
gram benda uji ke dalam picnometer. Masukkan air suling sampai
mencapai 90 % isi picnometer, putar sambil siguncang sampai tidak
terlihat adanya gelembung udara didalamnya. Untuk mempercepat proses
ini dapat dipergunakan pompa hampa udara (vacuum pump), tetapi harus
diperhatikan jangan sampai ada air yang ikut terisap, dapat juga dilakukan
dengan merebus picnometer.
e. Rendam picnometer dalam air dan ukur suhu air untuk penyesuaian
perhitungan pada suhu standar 25oC.
f. Tambahkan air sampai mencapai tanpa batas.
g. Timbang picnometer berisi air dan benda uji sampai ketelitian 0,1 gram
(Bt).
h. Keluarkan benda uji, kering dalam oven dengan suhu (110 ± 5oC) sampai
berat tetap, kemudian keringkan benda uji dalam desikator.
i. Setelah benda uji dingin kemudian timbanglah (Bk).
j. Tentukan berat picnometer berisi air penuh dan ukur suhu air guna
penyesuaian dengan suhu strandar 25oC (B).
5. Perhitungan
a. Berat jenis (Bulk specific gravity) = BK/ ( B + 500 – Bt )
b. Berat Jenis Kering - Permukaan Jenuh (SSD) = 500 / ( B + 500 – Bt )
c. Berat Jenis Semu (Apparent specific gravity) = Bk / ( B + Bk – Bt )
d. Penyerapan = (500 – Bk) / Bk ) x 100 %
Dimana :
Bk = Berat benda uji kering oven (gram)
B = Berat picnometer berisi air (gram)
Bt = Berat Picnometer berisi benda uji dalam air (gram)
500 = Berat benda uji dalam keadaan kering permukaan jenuh
(gram)
1. Maksud
Untuk menentukan berat isi agregat halus dan kasar atau campuran.
Berat isi adalah perbandingan berat dan isi.
2. Peralatan
a. Timbangan 100 kg dengan ketelitian 0,1 % berat contoh.
b. Talam berkapasitas cukup besar untuk mengeringkan contoh agregat.
c. Tongkat pemadat diameter 15 mm, panjang 60 cm dengan ujung bulat
yang terbuat dari baja tahan karat.
d. Mistar perata (straight edge).
e. Wadah baja yang cukup kaku berbentuk selinder dengan alat pengering
berkapasitas seperti berikut :
3. Benda Uji
Masukkan contoh agregat ke dalam talam sekurang-kurangnya sebanyak
kapasitas wadah sesuai dengan tabel di atas, keringkan dalam oven dengan
suhu 110 + 5oC sampai berat tetap dan gunakan sebagai benda uji.
4. Prosedur Percobaan
a. Berat isi lepas.
1. Timbang dan catat berat wadah (W1) yang telah diketahui volumenya.
5. Perhitungan
3
Berat isi agregat = kg/liter …………………………………………(3.3)
7. Catatan
Wadah Sebelum digunakan harus dikalibrasi dengan cara :
a. Isi wadah dalam air sampai penuh pada suhu kamar sehingga pada waktu
ditutup dengan plat kaca terlihat gelembung udara.
b. Timbang dan catat berat wadah beserta air.
c. Hitung berat air.
d. Berat air sama dengan isi wadah.
2. Peralatan
a. Tabung Sand Equivalent.
b. Beban equivalent.
c. Larutan standar (Stok Solution), Ca, C12, Glycerine dan Formal Dehide.
d. Corong dengan mulut yang luas.
e. Gelas Erlenmeyer.
f. Statif.
g. Cawan
h. Tin Box
i. Saringan No. 4
j. Sumbat karet.
3. Benda Uji
Pasir disaring dengan saringan No. 4 dan butir-butir halus yang
menggumpal dihancurkan kemudian disaring dengan saringan No. 4, pasir
diperoleh dengan pemisah pasir atau sampel spliter atau cara perempat,
masukkan contoh ke dalam kaleng atau tin box pada meja atau permukaan
yang keras supaya terjadi konsolidasi. Benda uji bisa disipakan dalam keadaan
kering udara atau keadaan aslinya tanpa di oven.
4. Prosedur Percobaan
a. Masukkan larutan standar kedalam tabung SE setinggi 5 strip (skala
tabung SE).
b. Masukkan contoh yang telah dioven ke dalam tabung SE dan biarkan 10
menit.
c. Kocok tabung tersebut dengan arah mendatar sebanyak 90 kali dimana
perhitungan dilakukan 1 (satu) arah.
d. Masukkan selang kedalam tabung SE dan buka kran hingga larutan standar
equivalent masuk kedalam tabung SE dampai setinggi skala SE.
e. Diamkan 20 menit, kemudian baca skala di atas permukaan Lumpur.
f. Selanjutnya masukkan skala beban equivalent secara perlahan sampai
beban tersebut berhenti.
g. Baca skala pembebanan.
1. Maksud
Untuk menentukan kelekatan agregat terhadap aspal. Kelekatan agregat
terhadap aspal ialah persentase luas permukaan batuan yang tertutup aspal
terhadap keseluruhan luas permukaan.
2. Peralatan
a. Wadah untuk mengaduk, kapasitas minimal 500 ml.
b. Timbangan dengan kapasitas 200 gram, ketelitian 0,1 gram.
c. Pisau pengaduk baja (spatula lebar 1” dan panjang 4”.
d. Tabung gelas kimia (beaker) kapasitas 600 ml.
e. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai (150
± 1oC)
f. aringan 6,3 mm 1/4” dan 9,5 mm 3/8” .
g. Termoter logam + 200oC dan + 100oC.
h. Air suling dengan pH 6,0 – 7,0.
3. Benda Uji
a. Benda uji adalah agregat yang lewat saringan 3/8” 9,5 mm dan tertahan
pada saringan 6,3 mm 1/4” sebanyak kira-kira 10 gram.
b. Cucilah dengan air suling, keringkan pada suhu 135 oC – 149oC hingga
berat tetap. Simpan di dalam tempat yang tertutup rapat dan siap untuk
diperiksa.
c. Untuk pelapisan agregat basah perlu ditentukan berat jenis kering
permukaan jenuh (SSD) dan penyerapan dari agregat kasar.
4. Prosedur Percobaan
a. Untuk pelapisan agregat kering dengan aspal dingin (cut back) dan ter :
1. Ambil 100 gram benda uji, masukkan ke dalam wadah isilah aspal
sebanyak 5,5 + 0,2 gr yang telah dipanaskan sampai pada suhu yang
diperlukan (daftar 1). Aduklah aspal dan benda uji sampai merata
dengan spatula selama 2 (dua menit).
2. Masukkan adukan beserta wadahnya dalam oven pada suhu 60oC
selama 2 jam, selama proses ini lubang angin pada oven harus dibuka.
Setelah 2 (dua) jam keluarkan adukan beserta wadahnya dari oven dan
diaduk lagi sampai dingin (suhu ruang).
3. Pindahkan adukan tersebut ke dalam tabung gelas kimia isilah air
suling sebanyak 400 ml dan diamkan tabung berisi adukan pada suhu
ruang selama 16-18 jam.
4. Ambil selapuk aspal yang mengembang di permukaan air dengan tidak
mengganggu agregat di dalam tabung. Terangi benda uji dengan lampu
(75 watt) yang pakai kap, atur tempat lampu sehingga tidak
menyilaukan akibat pantulan cahaya dari permukaan air. Dengan
melihat dari atas menembus air, perkirakan persentase luas permukaan
yang masih terselapuk aspal, lebih dari 95 % atau kurang. Permukaan
yang kecoklatan atau buram dianggap terselaputi penuh.
b. Untuk pelapisan agregat kering dengan aspal emulsi (RS, MS, SS).
a. Ambil 100 gram benda uji, masukkan kedalam wadah dan isikan 80 ±
0,2 gram aspal emulsi pada suhu ruang tanpa diaduk. Kemudian
masukkan ke dalam oven pada suhu 135oC selama 5 (lima) menit.
Keluarkan dari oven, aduk sampai merata sehingga benda uji terlapis
aspal.
b. Kemudian lakukan seperti pada 4.a.4.
c. Untuk pelapisan agregat basah dengan aspal dingin dan ter
1. Ambil 100 gram benda uji, masukkan ke dalam wadah dan isikan 80 +
0,2 gram aspal yang telah dipanaskan sampai pada suhu yang
diperlukan (daftar 1). Aduk sampai merata sehingga benda uji
terlapis aspal. Pengadukan tidak boleh lebih dari 5 menit.
2. Kemudian lakukan seperti pada 4.a.3 dan 4.a.4.
d. Untuk pelapisan agregat kering dengan aspal panas dan ter (RT-10, RT-11
dan RT – 12).
1. Ambil 100 gram benda uji, masukkan ke dalam wadah, jika digunakan
aspal panas, panaskan wadah berisi benda uji selama 1 (satu) jam
dalam oven pada suhu tetap antara (135oC – 149oC). Sementara itu
panaskan aspal secara
terpisah pada suhu (135oC – 149oC). Jika digunakan ter panaskan
wadah berisi benda uji selama 1 (satu) jam dalam oven pada suhu tetap
antara 79oC – 107oC dan ter pada suhu 93oC – 121oC secara terpisah.
2. Masukkan aspal yang sudah panas 5,5 ± 0,2 gram pada benda uji yang
sudah panas pula. Aduk sampai merata dengan spatula yang sudah
dipanasi selama 2 – 3 menit sampai benda uji terlaput aspal. Adukan
didiamkan sampai mencapai suhu ruang.
3. Pindahkan benda uji yang telah terselaput aspal ke dalam tabung gelas
kimia 600 ml. Segera tambahkan air suling sebanyak 400 ml dan
biarkan pada suhu ruang selama 6 – 18 jam.
4. Periksa luas permukaan benda uji yang masih terselaput aspal seperti
pada point 4.a.4.
6. Catatan
a. Pada waktu menimbang agregat panas gunakan lembar kertas asbes atau
bahan penyekat yang lain di atas piringan timbangan untuk menghambat
penurunan panas.
b. Penyelaputan aspal terhadap agregat harus sempurna, tidak boleh ada
gelembung-gelembung udara. Apabila keadaan ini tidak tercapai, panaskan
adukan tersebut di atas pemanasan pengadukan sampai agregat diselimuti
oleh aspal dengan campuran.
c. Apabila aspal terlalu cair dan mengalir dari permukaan agregat, sehingga
penyelaputan menjadi sangat tipis, pengadukan diteruskan sambil ditunggu
agak dingin hingga aspal melekat dengan sempurna.
2. Peralatan
a. Jangka sorong.
b. P a n.
3. Prosedur Percobaan
a. Ambil benda uji sebanyak kurang lebih 1 kg yang telah dikeringkan dalam
oven. (A).
b. Ukur panjang (P), Lebar (L), dan tebal (T) dari masing-masing butiran
agregat, lalu masukkan di dalam klasifikasinya.
c. Timbang agregat yang berbentuk panjang (B) dan berbentuk pipih (C).
d. Hitung prosentase butiran agregat yang tergolong panjang dan pipih
dengan rumus :
3.3.9 Pengujian Keausan Agregat Dengan Mesin Abrasi Los Angeles (Los
Angeles Abration Test ) ( Sni 03 – 2417- 1991)
1. Maksud
Metode ini dimaksudkan sebagai pegangan untuk mentukan ketahanan
agregat kasar terhadap keausan dengan mempergunakan mesin Abrasi Los
Angeles
2. Tujuan
Pengujian ini adalah untuk mengetahui angka keausan tersebut, yang
dinyatakan dengan perbandingan antara berat bahan aus lolos saringn no. 12 (
1.7 mm ). Terhadap berat semula, dalam persen
3. Ruang Lingkup
Pengujian ini dapat digunakan untuk mengukur keausan agregat kasar.
Hasil pengujian bahan ini dapat digunakan dalam perencanaan bahan
perkerasan jalan atau konstruksi beton.
4. Peralatan
a. Mesin Abrasi Los Angeles. Mesin terdiri dari silinder baja tertutup pada
kedua sisinya dengan diameter 711 mm 28’’ , panjang dalam 508 mm
20’’ , silinder bertumpu pada dua porospendek yang menerus dan
berputar pada poros mendatar, silinder berlubang untuk memasukan benda
uji, penutup lubang terpasang rapat sehingga permukaan dalam silinder
tidak terganggu, dibagian dalam silinder terdapat bola baja melintang 89
mm 3,5’’ )
b. Saringan NO. 12 ( 1,7 mm ) dan saringan – saringan lainnya.
c. Timbangan, dengan ketelitian 5 gram
d. Bola – bola baja dengan diameter rata-rata 4,68 cm ( 1 7/8 ) dan berat
masing-masing antara 400 gram sampai 440 gram.
e. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai ( 110
± 5 0C.
Laporan Laboratorium Bahan Perkerasan Jalan UMI *
77
5. Benda Uji
Benda uji di persiapkan dengan cara sebagai berikut
a. Berat dan gradasi benda uji sesuai daftar.
b. Bersihkan benda uji dan keringkan dalam oven pada suhu ( 110 ± 5 ) 0C
sampai berta tetap.
4. Prosedur Percobaan
Pengujian ketahanan agregat kasar terhadap keausan dapat dilakukan dengan
salah satu cara dari 7 ( tujuh ) cara berikut
- Cara A : Gradasi A, bahan lolos 37,5 mm sampai tertahan 9,5 mm. jumlah
bola baja 12 buah dengan 500 putaran.
- Cara B : Gradasi B, bahan lolo 19 mm sampai tertahan 9,5 mm. jumlah
bola baja 11 buah dengan 500 putaran.
- Cara C : Gradasi C, bahan lolos 9,5 mm sampai tertahan 4,75 mm.
jumlah bola baja 8 buah dengan 500 putaran.
- Cara D : Gradasi D, bahan lolo 4,75 mm sampai tertahan 2,36 mm. (NO.
8 ). jumlah bola baja 6 buah dengan 500 putaran.
- Cara E : Gradasi E, bahan lolos 75 mm sampai tertahan 37,5 mm. jumlah
bola baja 12 buah dengan 1000 putaran.
- Cara F : Gradasi F, bahan lolo 50 mm sampai tertahan 25 mm. jumlah
bola baja 11 buah dengan 1000 putaran.
- Cara G : Gradasi G, bahan lolos 37,5 mm sampai tertahan 19 mm. jumlah
bola baja 12 buah dengan 1000 putaran.
5. Perhitungan
a-b
Keausan = x 100% ………………………………………………..(3.6)
b
Dimana :
a = Berat benda uji semula ( gram )
b = Berat benda uji tertahan saringan No. 12 ( gram )
7. Catatan
Keausan dilaporkan sebagai hasil rata-rata dari dua pengujian yang
dinyatakan sebagai bilangan bulat dalam persen.
1. Maksud
Untuk menentukan ketahanan (stabilitas) terhadap kelelehan plastis
(flow) dari campuran aspal. Ketahanan (stabilitas) ialah kemampuan suatu
campuran aspal untuk menerima beban sampai terjadi kelelehan plastis yang
dinyatakan dalam kg atau pound.
Kelelehan plastis adalah keadaan perubahan bentuk suatu campuran aspal
yang terjadi akibat suatu beban sampai batas runtuh yang dinayatakan dalam
mm atau 0,01”.
2. Perlatan
a. etakan benda uji yang berdiameter 10 cm 4” dan tinggi 7,5 cm 3”
lengkap dengan plat alas dan leher sambung.
b. Alat pengeluar benda uji (extruder).
c. Alat penumbuk lengkap dengan pedestal yang memepunyai permukaan
tumbuk rata berbentuk silinder dengan berat 4,536 kg, dan tinggi jatuh
bebas 45,7 cm 18” .
d. Dial indicator.
e. Kepala penekan.
f. Silinder cetakan benda uji.
g. Mesin tekan marshall.
h. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai 200
± 3oC.
i. Bak perendam atau water bath dilengkapi dengan pengatur suhu minimum
20oC.
j. Perlengkapan lainnya.
3. Benda Uji
a. Persiapan Benda Uji.
Keringkan agregat sampai beratnya tetap pada suhu 105 ± 5oC. Pisahkan
agregat dengan cara penyaringan kering kedalam fraksi-fraksi yang
dikehendaki atau seperti berikut ini : 1” – ¾”, ¾” – 3/8”, ¾” – No. 4, No.
4 – No. 8, lewat No. 8.
b. Penentuan suhu pencampuran dan pemadatan
Suhu pencampuran dan pemadatan harus ditentukan sehingga bahan
pengikat yang dipakai menghasilkan viscositas.
c. Persiapan campuran.
Untuk tiap benda uji diperlukan agregat sebanyak ± 1200 gram, sehingga
menghasilkan tinggi kira-kira 6,25 cm ± 0,125 cm (2,5” ± 0,5” .
Panaskan panic pencampur beserta agregat kira-kira 28oC di atas suhu
pencampur untuk aspal panas dan ter dan aduk sampai merata, untuk aspal
dingin pemanasan sampai 14oC di atas suhu pencampuran.
Sementara itu panaskan aspal sampai suhu pencampuran, tuangkan aspal
sebanyak yang dibutuhkan kedalam agregat yang sudah dipanaskan
tersebut, kemudian aduklah dengan cepat pada suhu sesuai 3.b. sampai
agregat terlapis merata.
d. Pemadatan benda uji.
Bersihkan perlengkapan cetakan benda uji serta bagian muka penumbuk
dengan seksama dan panaskan sampai suhu antara 93,5 dan 148,9oC.
Letakkan selembar kertas saring atau kertas pengisap yang sudah
digunting menurut ukuran cetakan kedalam dasar cetakan, kemudian
masukkanlah seluruh campuran kedalam cetakan dan tusuk-tusuk
campuran keras-keras dengan spatula yang dipanaskan atau aduklah
dengan sendok semen 15 kali keliling pinggirannya dan 10 kali dibagian
dalamnya.
Lepaskan lehernya, dan ratakanlah permukaan campuran dengan
mempergunakan sendok semen menjadi bentuk sedikit cembung.
4. Prosedur Percobaan
a. Bersihkan benda uji dari kotoran-kotoran yang menempel.
b. Berilah tanda pengenal pada masing-masing benda uji.
c. Ukur tinggi benda uji dengan ketelitian 0,1 mm.
d. Timbang benda uji.
e. Rendam dalam air kira-kira 24 jam pada suhu ruang.
f. Timbang dalam air untuk mendapatkan isi.
g. Timbang benda uji dalam kondisi kering permukaan jenuh.
h. Rendamlah benda uji aspal panas dalam bak perendam selama 30 – 40
menit atau dipanaskan didalam oven selama 2 jam pada suhu tetap (60 ±
1oC), untuk benda uji aspal panas dan 38 ± 1 oC untuk benda uji ter. Untuk
benda uji aspal dingin masukkan benda uji ke dalam oven selama
minimum 2 jam dengan suhu tetap 25 ± 1 oC. Sebelum melakukan
pengujian bersihkan batang penuntun (quide rod) dan permukaan dalam
dari kepala penekan (test head). Lumasi batang penuntun sehingga kepala
penekan bagian atas dapat meluncur bebas, bila dikehendaki kepala
penekan direndam bersama-sama benda uji pada suhu 21-38oC. Keluarkan
benda uji dari bak perendam atau dari oven atau dari pemanas udara dan
letakkan ke dalam segmen bawah kepala penekan. Pasang segmen atas di
atas benda uji dan letakkan keseluruhannya dalam mesin penguji. Pasang
arloji kelelehan (flow meter) pada kedudukannya di atas salah satu batang
penuntun dan atur kedudukan jarum penunjuk angka 0 (nol), sementara
selubung tangkai arloji (sleeve) dipegang teguh terhadap segmen atas
kepala penekan (Breaking head). Tekan tangkai arloji kelelehan tersebut
pada segmen atas dari kepala penekan selama pembebanan berlangsung.
i. Sebelum pembebanan diberikan, kepala penekan beserta benda ujinya
dinaikkan hingga menyentuh alas cincin penguji. Atur kedudukan jarum
arloji tekan pada angka 0 (nol). Berikan pembebanan pada benda uji
dengan kecepatan tetap sebesar 50 mm/menit sampai pembebanan
maksimum tercapai, atau pembebanan menurun seperti yang dicapai.
Lepaskan selubung tangkai arloji kelelehan (sleeve) pada saat pembebanan
mencapai maksimum dan catat nilai kelelehan yang ditunjukkan oleh
jarum arloji kelelehan. Waktu yang diperlukan dan saat diangkatnya
benda uji dari rendaman air sampai tercapai beban maksimum tidak boleh
melebihi 30 detik.
5. Data Hasil Pengamatan
a. Kadar aspal dilaporkan dalam bilangan desimal 1 (satu) angka dibelakang
koma.
b. Berat isi dilaporkan dalam kg/km3 dua angka dibelakang koma.
c. Persen (%) rongga terhadap batuan dilaporkan dalam bilangan bulat.
d. Persen (%) rongga terhadap campuran dilaporkan dalam bilangan desimal
1 (satu) angka dibelakang koma.
e. Persen (%) rongga terisi aspal dilaporkan dalam bilangan bulat.
f. Stabilitas dilaporkan dalam bilangan bulat.
Untuk tiap benda uji yang diperiksa laporan harus meliputi keterangan
sebagai berikut :
1. Tinggi benda uji percobaan.
2. Beban maksimum dalam kg, bila perlu dikoreksi.
6. Catatan
Untuk benda uji yang tebalnya tidak sebesar 2,5” koreksilah bebannya
dengan mempergunakan faktor perkalian yang bersangkutan.
Penetrometer)
1. Maksud
Untuk mengetahui daya dukung tanah terhadap beban jalan di atasnya.
Perlu diadakan pengujian daya dukung tanah dasar tanah dengan alat DCP
(Dynamic Cone Penetrometer).
Pengujian ini akan memberikan data kekuatan tanah sampai kedalaman 1
m dibawah permukaan tanah dasar (Subgrade).
2. Peralatan
a. Sebuah batang utama (Primer) dari baja keras dengan diameter 16 mm
panjang antara 70 cm – 100 cm yang disambung dengan konus baja keras
bersudut 30o atau 60o bergaris tengah sebesar 20,0 cm dengan anvil
(landasan) pada bagian atasnya.
b. Sebuah batang kedua (sekunder) dari baja keras dengan diameter 16 mm
dengan panjang sesuai standar berat palu geser berfungsi sebagai batang
geser pula.
c. Sebuah palu geser dengan berat jatuh 8,0 kg dengan tinggi jatuh 57,5 cm.
3. Prosedur Percobaan
a. Tentukan titik yang akan diuji dibagian as jalan
b. Pasanglah peralatan DCP (Dynamic Cone Penetrometer) dan pastikan agar
semua sambungan sudah dalam keadaan kencan
c. Pasanglah alat DCP (Dynamic Cone Penetrometer) dengan posisi vertikal
sehingga konis terletak dipermukaan tanah yang akan diuji.
d. Penggaris atau ukuran kedalaman harus pada posisi.
e. Angkatlah palu geser sampai mengenai bagian bawah penggangan dan
biarkan jatuh bebas dan catat penetrasi yang terjadi.
f. Ulangi langkah e, sehingga mencapai ketentuan yang telah ditetapkan
1. Maksud
Untuk menentukan kepadatan lapangan ditempat dari lapisan tanah atau
perkerasan yang telah dipadatkan. Alat yang diuraikan disini hanya terbatas
untuk tanah yang mengandung butir kasar tidak lebih dari 5 cm. kepadatan
lapangan ialah berat kering persatuan isi.
2. Peralatan
a. Botol transparent untuk tempat pasir dengan isi ± 4 liter.
b. Corong kalibrasi pasir diameter 16,51 cm (pada ujung yang lebih luas).
c. Pelat dasar ukuran 30,48 cm x 30,48 cm dengan lubang berdiameter 16,51
cm.
d. satu buah timbangan kapasitas 10 kg dengan ketelitian sampai 1 (satu)
gram.
e. Satu buah timbangan 500 gram dengan ketelitian 0,1 gram.
f. pasir bersih, keras, kering dan bisa mengalir bebas tidak mengandung
bahan pengikat.
g. Oven.
h. macam-macam perlatan kecil antara lain : palu, sendok, pahat, kuas, krus,
mistar, kaleng untuk tempat tanah yang digali dari bahan pemeriksaan.
3. Prosedur Percobaan
a. Menentukan isi botol pasir
1. Timbanlah alat (botol + corong) = W1 gram.
2. Letakkan alat dengan botol dibawah, bukalah kran dan isi dengan air
jernih sampai penuh diatas kran. Tutuplah kran dan bersihkan
kelebihan air.
3. Timbanglah alat yang terisi air (W2 gram). Berat air = isi botol.
4. Lakukan langkah (2) dan (3) sebanyak tiga kali dan ambil angka rat-
ratanya. Perbedaan masing-masing pengukuran tidak boleh melebihi 3
cm3
b. Menentukan Berat isi :
1. Letakkan alat dengan botol dibawah pada dasar yang rata, tutup kran
dan isi corong pelan–pelan dengan pasir
2. Bukalah kran, isi botol sampai penuh dan jaga agar selama pengisian
corong selalu terisi paling sedikit setengahnya.
3. Tutup kran, bersihkan kelebihan pasir diatas kran dan timbanglah (W3
gram).
c. Menentukan Berat pasir dalam corong :
1.Isi botol pelan-pelan dengan pasir secukupnya dan timbanglah (W4
gram).
2. Letakkan alat dengan corong dibawah pada plat corong pada dasar
yang rata dan bersih.
3. Bukalah kran pelan-pelan sampai pasir berhenti mengalir.
4. Tutuplah kran, dan timbanglah alat berisi sisa pasir = (W5 gram0.
5. Hitunglah berat pasir dalam corong = (W4 – W5) gram.
d. Menetukan berat isi tanah :
1. Isi botol dengan pasir secukupnya.
2. Ratakan permukaan tanah yang akan diperiksa. Letakkan plat corong
pada permukaan yang telah rata dengan paku keempat sisinya.
3. Galilah lubang sedalam minimal 10 cm (tidak melampaui tebal satu
hamparan padat.
4. Seluruh tanah hasil galian dimasukkan kedalam kaleng yang tertutup
yang telah diketahui beratnya (w9 gram), dan timbang kaleng + tanah
(W8 gram).
5. Timbanglah alat + pasir (W6 gram).
6. Letakkan alat pada tempat point (2) corong kebawah diatas palt
corong dan buka kran pelan-pelan sebagian pasir masuk kedalam
lubang, setelah pasir berhenti mengalir tutup kran kembali dan
timbang alat alat dengan sisa pasir (W7 gram).
7. Ambil tanah sedikit dari kaleng untuk menentukan kadar air (W %).
4. Perhitungan
Isi botol = Berat air = 2- 1 cm3 ................. (3.7)
3- 1
Berat isi pasir = gram/cm3 ................................ (3.8)
2- 1
Berat pasir dalam lubang = W10 = (W6-W7) - (W4-W5) gram ..... (3.10)
10
Lubang = = Ve cm3 ……………………… 3.11)
-
Berat isi tanah = gram/cm3 ………………….. 3.13)
e
-
Berat isi kering tanah = ∂ lap x 100% gram/cm3 …. 3.14)
6. Catatan
Dalam pengisian pasir baik kedalam wadah pasir maupun lubang, harus
dilakukan pelan-pelan agar pasir tidak memadat setempat.