Anda di halaman 1dari 19

MODUL PRAKTIKUM

TEKNOLOGI BAHAN KONSTRUKSI

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NUSA NIPA
MAUMERE - N T T
2017
BAB I

PENDAHULUAN

Dalam suatu konstruksi bangunan, beton merupakan bagian yang penting.


Bersadarkan hal ini maka analisa dan penelitian terhadap materi dan proses bentuknya beton
sangat dibutuhkan. Sebagai progarm wajib dalam Ilmu Teknologi Bahan Kosntruksi, maka
penerapan dasar dan aplikasinya wajib dikuasai oleh setiap mahasiswa/i teknik sipil. Hal ini
diacukan agar kedepan seorang sarjana teknik sipil dapat menguasai konsep dan analisa kerja
saat terjun ke dunia konstruksi.

Beton (concrete) sendiri adalah bahan bagunan / konstruksi berupa batu-batuan


(Artifisial Stone) yang homogen yang diperoleh dari campuran tiga bahan dasar yaitu:

1. Semen portland sebagai bahan pengikat hidrolis.

2. Air sebagai bahan pereaksi pengikatan, dan

3. Batuan / agregat sebagai bahan pengisi (filler) dan penguat (strengter) yang
meliputi agregat kasar (Coarse Agregate) dan agregat halus (Fine Agregat).

Dalam hal-hal tertentu campuran diberi bahan tambahan (additive) atau bahan campuran
(admixture) yang tidak menurunkan mutu beton sesuai dengan kebutuhan konstruksi.

Praktikum ini bertujuan untuk memperoleh pengetahuan mengenai perencanaan


campuran boton serta ketrampilan dalam pelaksanaannya. Untuk mendapatkan beton yang
bermutu baik dan mempunyai kuat tekan yang besar, perlu adanya suatu analisa laboratorium
terhadap beberapa faktor penyusun terbentuknya beton, yang meliputi sifat-sifat fisis berupa:

- Susunan butiran (Sieve Analysis)

- Berat volume (Bulk Density)

- Berat Jenis (Spesific Grafity)

- Penyerapan (Absorption)
- Kelembapan (Moisture Contain)

- Modulus Kehalusan (Fineness Modulus)

- Kandungan Lumpur (Claylumps).

Pada air dan semen tidak dilakukan suatu analisa khusus karena dianggap telah
memenuhi stadar syarat dalam PBI 1971 NI-2.

Setalah dilakukan pemeriksaan terhadap agregat, baru dilaksanakan Mix Disign atau
rencana campuran beton berdasarkan pada ketentuan Amirican Concrete Intitute(ACI )
Standar 211, 1-77 yang dikombinasikan denagn ketentuan Peraturan Beton Bertulang
Indonesia (PBI 1971).

Pencampuran dan pengadukan beton dilakukan dengan menggunakan mesin


pengaduk Mollen dengan nilai slump yang direncanakan yaitu ; 7,5 – 10 cm. Benda uji yang
digunakan adalah cetakan baja berbentuk silinder dengan tinggi 30 cm dan berdiameter 15
cm sebanyak 5 buah, dengan mutu beton yang diinginkan adalah mutu beton dengan nilai
FAS 0,89.
BAB II

MATERIAL BENDA UJI


DAN
METODE PENELITIAN

2.1 MATERIAL

Material utama yang digunakan dalam pembentukan beton adalah agregat, semen dan
air. Agregat terdiri dari Coarse Agregate yang berupa kerikil dengan butiran > 5mm dan Fine
Agregate berupa pasir kasar (Coarse sand).

Semen yang digunakan adalah Portland Cement Tipe I. Air yang digunakan adalah air
bersih dengan kekentalan Ph ± 7 dan berasal dari PDAM yang tersedia di Laboratorium
Teknologi dan Bahan Konstruksi Universitas Nusa Nipa.

2.1.1 AGREGATE

Agregat untuk beton adalah butiran mineral keras yang bentuknya mendekati bulat
dengan ukuran butiran antara 0.075 – 150 mm. Agregat yang digunakan adalah agregat alam
yang berupa coarse agregate (kerikil) dan coarse sand (pasir kasar). Dalam campuran beton,
agregat merupakan bahan penguat dan pengisi serta menempati sekitar 75 % dari volume
total beton.

Keutamaan agregat dalam peranannya didalam beton diantaranya:

- Menghemat penggunaan semen portland.

- Menghasilkan kekuatan besar pada beton.

- Mengurangi penyusutan pad pengerasan beton.

- Dengan gradasi agregat yang baik dapat tercapai beton yang padat.
A. Agregat Halus

- Agregat halus untuk beton dapat berupa pasir alam sebagai hasil desintegrasi alami
dari batuan-batuan atau berupa pasir batuan yang dihasilkan oleh alat pemecah batu. Agregat
ini berukuran 0.075 – 5 mm, dan meliputi pasir kasar (Coarse sand) dan pasir halus (Fine
sand).

Menurut PBI agregat halus harus memenuhi syarat sebagai berikut :

- Agregat halus harus terdiri dari butiran-butiran tajam, keras, dan bersifat kekal artinya
tidak hancur oleh pengaruh cuaca dan temperarur.

- Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% (ditentukan terhadap berat
kerin). Bila lebih dari 5% harus dicuci.

- Agregat halus tidak boleh mengandung bahan organis terlalu banyak dan harus dibuktikan
dengan percobaan warna dari ABRAMS-HARDER denagn larutan NaOH 3% .

- Angka kehalusan (fineness Modulus) antara 2-3,2 .

- Agregat halus harus terdiri dari beraneka ragam besarnya.

B. Agregat Kasar

Agregat kasar bisa juga disebut kerikil sebagai hasil dari desintegrasi alami dari
batuan tau berupa dari batu pecah yang diperoleh dari industri pemecah batu, dengan
butirannya berukuran antara 5 – 150 mm. Ketentuan agregat kasar antara lain:

Agregat kasar harus terdiri dari butiran-butiran keras dan tidak berpori. Agregat kasar
yang butirannya pipih hanya dapat dipakai jika jumlah butir-butir pipihnya tidak melampaui
20% berat agreagat seluruhnya dan memiliki batas panjang tertentu.

Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% dalam berat keringnya.
Bila melampaui harus dicuci.
Agregat kasar tidak boleh mengandung zat yang dapat merusak beton, seperti zat yang
relatif alkali.

Agregat kasar untuk beton dapat berupa kerikil alam dari batuan pecah.

2.1.2 SEMEN PORTLAND (PORTLAND CEMENT)

Bahan pengikat hidrolis yang paling utama adalah semen portland. Disebut pengikat
hidrolis karena semen portland akan mengikat (sifat adesi dan kohesi) apabila diberi air dan
kemudian terjadi reaksi kimia (proses hidarsi) yang bermula dari pasta semen yang plastis
kemudian menjadi kaku dan keras. Semen portland hidrolis dihasilkan dengan cara
menggiling halus klingker (mineral pembentuk semen), terutama dari silikat-silikat kalsium
yang bersifat hidrolis dan gips sebagai bahan pembantu.

Sesuai dengan tujuan pemakaiannya, semen portland terbagi dalam 5 jenis yaitu:

Tipe I, untuk konstruksi secara umum.

Tipe II, untuk konstruksi secara umum terutama sekali bila disyaratkan agak tahan terhadap
sulfat dan panas hidarsi yang sedang.

Tipe III, untuk konstruksi yang menuntut persyaratan kekuatan awal yang tinggi.

Tipe IV, untuk konstruksi yang menuntut persyaratan panas hidrasi yang rendah.

Tipe V, untuk konstruksi yang menuntut persyaratan sangat tahan terhadap sulfat.

Dalam praktikum ini, semen portland yang kami gunakan adalah semen portland tipe
I merk Kupang atau Tonasa dengan spesific garvity 3,16.

2.1.3 AIR

Air yang digunakan sebagai bahan pereaksi dalam campuran beton dan perawatannya
harus bebas dari minyak, asam alkali, garam-garam, bahan-bahan organis, bahan-bahan yang
dapat merusak beton dan zat-zat reaktif lainnya (Ph → 6,8 – 7). Dalam hal ini sebaiknya
digunakan air yang dapat diminum. Jadi air yang dipakai untuk membuat adonan / cetakan
harus tepat dengan perbandingan berat tau isi sesuai dengan yang telah direncanakan.
Pada percobaan ini, air yang digunakan adalah air bersih dengan ketentuan Ph normal
dan berasal dari PDAM yang tersedia di lab. Kontruksi Bahan Bangunan Fakultas Teknik
Almuslim.

2.2 BENDA UJI

Kekuatan karakteristik beton diperoleh dari hasil pengetesan sejumlah benda uji
beton. Benda uji beton dapat berbentuk kubus 15 x 15 x 15 cm3 , 20 x 20 x 20 cm3 dan
silinder berdiameter 15 cm dan tinggi 30 cm. Berdasarkan PBI 1971, benda uji standar ialah
kubus 15 x 15 x 15 cm3 sedangkan menurut ACI 211.71 adalah silinder berdiameter 15 cm
dan tinggi 30 cm.

Pada percobaan ini mutu beton yang direncanakan adalah mutu beton dengan FAS
0,58 dengan menggunakan benda uji berbentuk silinder dengan diameter 15 cm dan tinggi 30
cm sebanyak 5 buah.

Slump dengan ketinggian 20 cm untuk menguji kekentalan campuran dengan nilai


slump yang diinginkan 7,5 – 10 cm.

2.3 METODE PENELITIAN

2.3.1 Sifat – sifat Fisik Agregat

Untuk menentukan sifat-sifat agregat, digunakan metode British Standard (BS) dan
American Asociety for Testing for Material (ASTM).

Dalam penyelidikan berat volume (bulk Density) dilaksanakan berdasarkan metode


BS 812.

Berat jenis (Spesivic Grafity) agregat adalah perbandingan berat sejumlah volume
agregat tanpa mengandung rungga udara terhadap berat air pada volume yang sama. Spesivic
Gravity dibedakan dalam dua keadaan yaitu keadaan jenuh permukaan (Saturated Surfave
dry) dan kering Absolut (Oven Dry) berdasarkan metode BS 812.
Pengukuran dilakukan dengan dua cara, yaitu penimbangan diluar dan didalam air
untuk kerikil; dan untuk pasir berdasarkan metode Thawlaw’s.

Analisa saringan (Sieve Analysis) bertujuan menguraikan susunan butiran agregat


yang diperoleh dari hasil penyarigan benda uji dengan menggunakan beberapa fraksi
saringan. Dalam hal ini saringan standard yang digunakan bardasarkan metode ASTM.

2.3.2 Kandungan Organisme Dalam Pasir

Jika agregat campuran beton mengandung bahan organik akan mengakibatkan proses
hidarsi terganggu, sehingga dapat mengurangi kekuatan beton. Untuk itu pasir harus
diperiksa kandungan organiknya dengan menggunakan metode Abram’s Harder ASTM C -
40 – 73.

2.3.3 Komposisi Campuran Beton (Concrate Mix Design)

Setelah bahan-bahan yang digunakan dalam campuran beton diteliti sifatnya,


kemudian perencanaan komposisi campuran berdasarkan American Concreate Intitude (ACI)
211.1-91.
BAB III

PELAKSANAAN PEMERIKSAAN MATERIAL,

PERHITUNGAN KOMPOSISI CAMPURAN DAN

PEMBUATAN BENDA UJI

3.1 PEMERIKSAAN MATERIAL

3.1.1 Berat Volume (Bulk Density)

Tujuan : Untuk menentukan berat volume pada agregat

Langkah :

Benda uji yang telah dikeringkan dalam oven dikeluarkan dan dibiarkan dingin.
Kemudian gregat diisi kedalam container yang terdiri dari tiga lapisan. Setiap lapisan
dipadatkan dengan tongkat sebanyak 25 kali tumbukan. Terakhir diisi hingga penuh dan
diratakan, lalu dihitung beratnya. Hal ini dilakukan sebanyak tiga kali.

3.1.2 Analisa Saringan (Sieve Analysis)

Tujuan : Sebagai tolak ukur klasifikasi pemeriksaan persyratan perencanaan


campuran agregat untuk beton

Langkah :

Benda uji diisi kedalam saringan yang berukuran; 31,5 mm; 19,0 mm; 9,52 mm; 4.75
mm; 2,36 mm; 1,18 mm; 0,6 mm; 0,3 mm; 0,15 mm; serta sisa. Saringan digoyangkan
dengan tangan beberapa menit. Kemudian masing-masing fraksi benda uji yang tertahan
diatas saringan ditimbang beratnya.

3.1.3 Berat Jenis (specific Gravity)

Tujuan : Untuk mengetahui volume agregat


Langkah :

Benda uji direndam kedalam air selama 24 jam dan dikeringkan dengan cara diangin-
anginkan hingga mencapai kondisi SSD. Kemjudian dimasukkan kedalam cetakan kerucut
pasir yang terdiri dari tiga lapis (diisi sepertiga-sepertiga bagian cetakan), setiap lapisan
ditusuk 25 kali dengan tongkat pemadat. Setelah permukaan diratakan, cetakan diangkat
vertikal. Bila pasir yang di uji itu tidak mengikuti bentuk cetakan berarti telah dalam keadaan
SSD. Benda uji yang telah dalam keadaan SSD tersebut diisi kedalam gelas beserta tutup plat
kaca dan ditimbang beratnya. Gelas diisi penuh dengan air guna untuk menghilangkan udara
yang dikandung benda uji, lalu ditimbang. Benda uji diisi dalam container, dioven hingga
kondisi OD dan ditimbang beratnya.

3.1.4 Absorbsi (Absorbtion)

Tujuan : Menetukan persentase berat air yang teresap. Absorbsi merupakan


persentase perbandingan agregat dalam keadaan SSD dengan OD.

Langkah : Merupakan langkah lajutan pada penentuan berat jenis benda uji. Dari hasil
perhitungan berat jenis benda dalam keadaan SSd dan OD, kita dapat mencari persentase
absorbsi air.

3.2 PERHITUNGAN KOMPOSISI CAMPURAN BETON

Jumlah air yang dibutuhkan adalah 186,76 Kg/m3 (didapat secara interpolasi linier).

FAS untuk non air entrained concrete dengan tegangan 274,025 Kg/m2 adalah 0,58.
sehingga jumlah semen yang dibutuhkan:

Jumlah air = 186,760 = 316,54 Kg/m3


FAS 0,59

Coarse Aggregate dengan diameter max 31,5 cm dengan Dry Rodded Weight 1684
Kg/m3 . Jumlah CA yang dibutuhkan adalah 0,6708 m3 (On Dry Rodded Weight) dalam
setiap m3 beton. Kebutuhan CA (kering) adalah 0,6708 m3 x 1701 Kg/m3 = 1140,75 Kg.

Berat 1 m3 beton diperkirakan 2395,6 Kg. Berat masing-masing bahan yang telah
dihitung:
Air = 186,760 Kg

Semen = 316,542 Kg

CA = 1129,627 Kg

Jumlah = 2395,600 Kg

3.3 PEMBUATAN BENDA UJI

Setelah dilakukan mix design, kemudian dilaksanakan pembuatan benda uji dengan
mengaduk campuran beton secara berurutan dari Coarse Agregat, Coarse Sand, Fine Sand,
Semen dan Air kedalam molen. Kemudian molen diputar selama 5 menit dengan kemiringan
molen sebesar 45º.

Setelah campuran beton teraduk rata, didakan beberapa pengujian sebabagai berikut :

A. Slump Test

Tujuan : Menetukan kekentalan (konsistensi) adukan beton.

Langkah : Campuran beton (fresh Concrete) diisi kedalam kerucut Abram’s yang
ditempatkan diatas plat baja, dimana pengisiannya atas 3 lapisan yang setiap lapisan
ditumbuk sebanyak 25 kali dengan panjang tongkat yang panjangnya 60 cm. Saat pengisian
kaki kerucut diinjak sampai cetakan tepat terisi. Alu kerucut diangkat vertikal dan diukur
jarak turun permukaan terhadap tinggi semula.

B. Air meter

Tujuan : Menentukan berat volume beton dan kandungan udara didalm suatu
campuran beton.

Langkah : Campuran beton diisi kedalam Airmeter atas 3 lapisan dan setiap
lapisan ditumbuk 25 kali dengan tongkat pemadat. Kemudian sekeliling dindingnya diketuk
dengan mortil karet, agar butiran udara muncul ke permukaan. Ratakan permukaan adukan
dan Airmeter ditutup serta dikunci. Airmeter + benda uji ditimbang, untuk mengetahui berat
volume udara. Dengan menggunakan pompa pada airmeter, jarum skala pada manometer
digerakkan hingga terletak pada 0 (nol). Tekan klepnya agar jarum menunuk pada angka
tertentu. Angka itu menyatakan kandungan udara dala 1 m³ beton.

Hasil :

Slumps Test : 7,5 – 10 cm

Berat beton :-

Suhu beton : 29 ºC

Kadungan udara :2%

Setelah dilakukan pemeriksaan diatas, benda uji diisi kedalam silinder. Pengisian atas
3 lapisan, setiap lapisan ditumbuk 25 kali. Sekeliling dinding diketuk dengan martil karet
agar beton benar-benar padat.

Selang 4 jam dari saat pengecoran setiap benda uji diberi Capping yang berbuat dari
campuran semen dan 29% air dari banyaknya semen yang dipakai, pasta semen tersebut
dioleskan di atas cetakan setebal 1 cm dan ditekan dengan plat kaca. Capping ini digunakan
untuk meneruskan tekanan pada campuran beton di dalam cetakan. Kemudian dibiarkan
dibiarkan 24 jam agar mengeras. Setalah itu cetakan dibuka dan dirawat diruangan perawatan
dalam bak perendaman (Curring).

3.3.1 Pembebanan Benda Uji

Setalah beton berumur 5 hari, lima benda uji dikeluarkan dari bak perendaman untuk
dikeringkan kemudian dilakukan pengujian kuat tekan beton. Sebelum diuji, semua benda uji
ditimbang beratnya serta diukur dimensinya.

Kuat tekan beton / benda uji dapat dihitung dengan rumus :

σ’bi = P

A
P = Beban maksimum ( kN )
A = Luas Penampang (cm2)

3.3.2 Pengujian

Pengujian benda uji dilakukan pada umur 5 hari dengan lima buah benda uji. Hasil
pengujian dapat menentukan kuat tekan beton pada umur tersebut.

Langkah pertama, benda uji dikeluarkan dari bak perendaman dan dibersihkan dengan
kain lap, setelah itu dibiarkan selama lebih kurang 3 jam untuk pengeringan. Langkah
terakhir dilakukan pengujian kuat tekan dengan menggunakan penguji portable compressor
denagan kapasitas 200 ton.

Kuat tekan beton / benda uji dapat dihitung dengan rumus :

σ’bi = P

Keterangan:

σ’bi = kuat tekan beton

P = benda hancur (KN)

A = luas penampang berbentuk silinder

= ¼ π d²

= ¼ (3,14) (15)²

= 176,625 cm²

A = luas penampang berbentuk kubus

=pxl

= 15 x 15

= 225 cm²
BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Hasil Pemeriksaan Material

Dari hasil pemeriksaan sofat-sifat fisis material yang dilaksanakan untuk kedua jenis
material agregat yaitu Coarse Aggregate, dan Coarse Sand, maka hasil penyelidikan tertera
pada tabel berikut :
Tabel 4.1. Sifat - sifat fisik agregat

AGGREGATE
No Sifat-sifat fisis
kerikil Pasir
1 Specific Grafity SSD 2,551 2,469
2 Specific Grafity OD 2,493 2,392
3 Bulk Density (Kg/L) 1,684 1,613
4 Water Absorbtion (%) 2,355 3,231
5 Fineses Modulus (FM) 6,672 2,119

Tabel 4.2. Hasil penelitian Sieve Analysis dari agregat


Jenis aggregate
No Ukuran saringan C
Coarse Aggregate
Sand
1 31,5 1,65 0,00
2 19,0 23,75 0,00
3 9,25 43,85 0,00
4 4,75 25,90 0,03
5 2,36 0,00 8,47
6 1,18 0,00 6,03
7 0,60 0,00 16,03
8 0,30 0,00 45,20
9 0,15 0,00 6,77
10 sisa 4,85 17,47
Jumlah 100,000 100,000
4.2 Hasil Pembebanan

Hasil pembebanan diperlihatkan pada tabel 4.1

Tebel 4.2.1 Hasil kuat tekan benda uji

Berat Volume Beban Tekan


No Benda Uji
( Kg ) ( KN )

1 Benda Uji I 12 427,5


2 Benda Uji II 12.1 427,5
3 Benda Uji III 11.9 420
4 Benda Uji IV 12 442,5
5 Benda Uji V 12.1 457,5
Jumlah 2175

Keterangan:

Yang digunakan sebagai benda uji adalah kubus yang berdimensi 15 X 15 cm. Atau
silinder yang berdiameter 15 cm dengan tinggi 30 cm .

Luas permukaan untuk perhitungan beban tekan adalah luas silinder, yaitu

= ¼ π d²

= ¼ (3,14) (15)²

= 176,625 cm²

Luas permukaan untuk perhitungan beban tekan adalah luas kubus, yaitu:

= sisi X sisi

= 225 cm².

Pelaksanaan pengujian kuat tekan diambil pada benda uji dengan umur 7 hari.
4.3. Kuat Tekan Karakteristik

Sesuai dengan rekomendasi Internasional untuk perencanaan serta pelaksanaan bangunan


beton, melalui Peraturan Beton Bertulang 1971 NI-2, menentukan minimum 20 benda uji
dengan persentase defektif 5% harga k yang diambil 1,64. Apabila jumlah benda uji diambil /
dipilih lain maka harga k dievaluasi menurut dalil matematika statistika. Maka harga k untuk
20 benda uji dan persentase defektif sebesar 5% adalah 1,645.

Kuat tekan karakteristik umur 11 hari :

τbk = τ’bm – k . S

= 136,74 – 1,645 . 29,80 kg/cm²

= 136,74 – 49,02

= 87,71 kg/cm²
Keterangan :

τbk = kuat tekan karakteristik

τ’bm = kuat tekan rata-rata

k = 1,645

Berdasarkan hasil kuat tekan diatas, maka dapat dilihat bahwa persentase kekuatan
beton umur hari terhadap mutu beton yang direncanakan adalah :

Apabila:

Benda uji dalam bentuk silinder maka Kuat Tekan/ Mutu Beton (τ bk) harus terlebihdahulu
dikalikan dengan faktor bentuk kubus yaitu sebesar 0,83

0,83 x 87,71 = 72,80 kg/cm²

Umur benda uji belum mencapai 28 hari maka nilai kuat tekan rencana harus dikalikan dengan
faktor umur beton 12 hari yaitu 0,814, didapat :

0,814 x 200 = 162,8 kg/cm²


= mutu beton campuran x 100%

mutu beton rencana

= 124,028 kg/cm² x 100%

131 kg/cm²

= 44,71 %

Adapun hal-hal yang dapat menyebabkan kuat tekan beton karakteristik tidak mencapai
100% adalah adanya kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi diantaranya

Kotoran Organik Pada Agregat

Bahan organik yang dikandung agregat dapat mempengaruhi kekuatan beton. Bila
pada pencucian agregat tidak sempurna, akan menyebabkan kandungan kotoran organik
dalam agregat cukup tinggi, sehingga dapat merusak beton melalui proses-proses kimia yang
berlangsung.

Persentase Air Yang Dikandung

Persentase air yang dikandunng dalam agregat sangat mempengaruhi terhadap FAS.
Bila kita mengetahui kedar air yang terkandung maka kita dapat menentukan FAS yang tepat,
sehingga mutu beton yang diinginkan dapat kita peroleh.

Kekerasan Agregat

Kekerasan agregat dapat juga mempengaruhi mutu beton yang ingin diperoleh. Secara
logis dapat dikatakan bahwa semakin kuat agregat semakin kuat pula daya dukung agregat
tersebut sehingga akan lebih besar tekanan yang mampu ditahan beton yang kita buat.

Kadar Lumpur

Bila kadar lumpur yang dikandung agregat melebihi batas toleransi, maka dapat
menyebabkan tidak baiknya terjadi ikatan pasta semen sehingga kuat tekan beton berkurang
dan menyebabkan beton akan luruh tau hanur. Kandungan lumpur yang dibolehkan untuk
fine aggregate adalah tidak lebih dari 5% dan untuk coarse aggregate tidak lebih dari 1%.

Dalam pelaksanaan perencanaan campuran beton harus diperhatikan kekurangandan


kelebihan yang terdapat pada bahan-bahan dasar pembentuk beton. Oleh sebab itu diperlukan
ketelitian yang tinggi sehingga didapat komposisi yang tepat dan seimbang sesuai dengan
perbandingan kadar bahan yang telah diizinkan yang pada akhirnya didapat mutu beton yang
diinginkan.

Umur Beton

Umur beton pada saat diadakan pengujian kuat tekan adalah pada umur 3, 7, 14, 21,
28 hari.
DAFTAR PUSTAKA

Modul Praktikum Teknologi Bahan Konstruksi, Laboratorium Teknologi Bahan Konstruksi,


Universitas Atma Jaya, Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai