Anda di halaman 1dari 14

TUGAS 1

TEKNOLOGI BAHAN DAN KONSTRUKSI

Dosen Pengampuh : Achmad Zultan M., S.T, M.T

Di Susun Oleh :

CICA ANDRIYANI

1640301017

Program Studi Teknik Sipil

Fakultas Teknik

Universitas Borneo Tarakan

2017
CONCRETE MIXING
A. Pendahuluan
Salah satu kebutuhan primer manusia ialah rumah tempat tinggal dan
rumah tempat tinggal yang ideal adalah yang kokoh, yang memenuhi syarat
sebagai tempat berlindung dari kondisi alam yang senantiasa berubah.
Perkembangan zaman dan teknologi menuntut manusia untuk menciptakan
rekayasa kontruksi yang lebih baik.

B. Pengertian
Beton merupakan suatu massa yang terjadi dengan cara mencampur
agregat halus yaitu pasir dan agregat kasar atau kerikil dengan semen dan air
sebagai pengikat sehingga menghasilkan adukan yang mudah dicetak dan
akhirnya menggeras dan mempunyai kekuatan yang dapat digunakan untuk
memikul beban dalam rekayasa konstruksi.

1. Agregat Halus
Dalam SK SNI T-15-1991-03, agregat didefinisikan sebagai material
granular misalnya pasir, kerikil, batu pecah, dan kerak tungku besi yang
dipakai bersama-sama dengan suatu media pengikat untuk membentuk beton
semen hidrolik atau adukan. Menurut SNI 02 – 6820 – 2002, agregat halus
adalah agregat dengan besar butir maksimum 4,75 mm. Berdasarkan SNI
03-6820-2002, agregat halus adalah agregat besar butir maksimum 4,76 mm
berasal dari alam atau hasil alam, sedangkan agregat halus olahan adalah
agregat halus yang dihasilkan dari pecahan dan pemisahan butiran dengan
cara penyaringan atau cara lainnya dari batuan atau terak tanur tinggi.
Persyaratan agregat halus secara umum menurut SNI 03 – 6821 – 2002
adalah agregat halus terdiri dari butir-butir tajam dan keras, butir-butir halus
tersebut harus bersifat kekal dan tidak hancur akibat pengaruh cuaca, agregat
halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5%.
Batasan Gradasi Untuk Agregat Halus
Ukuran Persentase Berat Yang
Saringan Lolos Pada Tiap
ASTM Saringan
9,5 mm 100
4,76 mm 95 – 100
2,36 mm 80 – 100
1,19 mm 50 – 85
0,595 mm 25 – 60
0,300 mm 10 – 30
0,150 mm 2 –10
Sumber : ASTM C-33

2. Agregat Kasar
Menurut SNI 1970-2008, agregat kasar adalah kerikil sebagai hasil
disintegrasi alami dari batuan atau berupa batu pecah yang diperoleh dari
industri pemecah batu dan mempunyai ukuran butir antara 4,75 mm (No.4)
sampai 40 mm (No. 1½ inci).

Batas-Batas Gradasi Agregat Kasar Untuk Maksimal Nominal 19 mm


Pemisahan Ukuran
Ukuran Ayakan (mm) Persen (%) Berat
Yang Lewat Masing-Masing Ayakan
25 100
19 90 – 100
9,5 20 – 55
4,75 0 – 10
2,36 0–5
Sumber : SNI 7656-2012

Untuk mendapatkan kualitas beton yang baik ada tiga unsur yang sangat
mempengaruhi antara lain : kualitas bahan, komposisi campuran, dan
metode pelaksanaan atau proses pembuatannya. Kualitas campuran akan
berkurang jika pada bahan agregat yang digunakan masih terdapat zat-zat
organik, lumpur, garam klorida dan debu halus serta partikel yang tidak
kekal sifatnya. Demikian pula dalam susunan komposisi campuran
hendaknya pebandingan antara semen, pasir, kerikil dan air memiliki
takaran yang tepat.
Bahan utama campuran beton adalah kerikil, pasir, semen yang bertindak
sebagai pemersatu atau pengikat agregat, serta air.

3. Semen Portland
Semen portland didefinisikan sebagai semen hidrolik yang dihasilkan
dengan klinker yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik yang umumnya
mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan,
yang digiling bersama-sama bahan utamanya. Bahan utama penyusun semen
adalah kapur (CaO), silica (SiO3), dan alumina (Al2O3). (ASTM C-150).
Fungsi utama semen pada beton adalah mengikat butir-butir agregat
sehingga membentuk suatu massa padat. Selain itu juga untuk mengisi
rongga rongga udara diantara butir-butir agregat
Ditinjau dari penggunaannya, menurut ASTM semen portland
dapatdibedakan menjadi lima, yaitu :
 Tipe I – semen portland jenis umum (normal portland cement), yaitu jenis
semen portland untuk penggunaan dalam konstruksi beton secara umum
yang tidak memerlukan sifat-sifat khusus.
 Tipe II – semen jenis umum dengan perubahan-perubahan (modified
portland cement), semen ini memiliki panas hidrasi yang lebih rendah dan
keluarnya panas lebih lambat daripada semen jenis I. Jenis ini digunakan
untuk bangunanbangunan tebal, seperti pilar dengan ukuran besar,
tumpuan dan dinding penahan tanah yang tebal. Panas hidrasi yang agak
rendah dapat mengurangi terjadinya retak-retak pengerasan. Jenis ini juga
digunakan untuk bangunanbangunan drainase di tempat yang memiliki
konsentrasi sulfat agak tinggi.
 Tipe III – semen portland dengan kekuatan awal tinggi (high early strength
portland cement), jenis ini memperoleh kekuatan besar dalam waktu
singkat, sehingga dapat digunakan untuk perbaikan bangunan beton yang
perlu segera digunakan atau yang acuannya perlu segera dilepas. Selain itu
juga dapat dipergunakan pada daerah yang memiliki temperatur rendah,
terutama pada daerah yang mempunyai musim dingin.
 Tipe IV – semen portland dengan panas hidrasi yang rendah (low heat
portland cement), jenis ini merupakan jenis khusus untuk penggunaan
yang memerlukan panas hidrasi serendah-rendahnya. Kekuatannya tumbuh
lambat. Jenis ini digunakan untuk bangunan beton massa seperti
bendungan-bendungan gravitasi besar.
 Tipe V – semen portland tahan sulfat (sulfate resisting portland cement),
jenis ini merupakan jenis khusus yang maksudnya hanya untuk
penggunaan pada bangunan-bangunan yang kena sulfat, seperti di tanah
atau air yang tinggi kadar alkalinya. Pengerasan berjalan lebih lambat
daripada semen portland biasa.

2 Prosedur Percobaan
a. Tempat : Laboratorium Teknik Sipil Universitas Hasanuddin

b. Tujuan :
 Untuk mengetahui kekuatan tekan karakteristik beton
keras
 Untuk mengukur nilai slump adukan beton segar sehingga
dapat diketahui kemudahan untuk mengerjakannya
(Workability)

c. Alat dan Bahan


1) Concrete Mixer/Mesin Pencampuran/Molen
2) Skop
3) Talang Persegi
4) Ember
5) Cetakan Silinder
6) Table Vibrator
7) Pasir
8) Kerikil
9) Semen
10) Air
11) Corong Slump
12) Plat Alas
13) Mistar Pengukur
14) Batang Pemadat
15) Sendok Semen
16) Mesin tekan hidrolik
17) Capping set

d. Prosedur
1. Pembuatan Beton
Menurut SNI 2458-2008 Tata cara pembuatan silinder contoh uji
beton segar, pembuatan benda uji adalah sebagai berikut :
Metode pelaksanaan :
1) Untuk cetakan silinder ukuran diameter 150 mm dan tinggi 300
mm, maupun diameter 200 mm dan tinggi 400 mm pengisian
adukan beton dilakukan dalam 3 lapis yang tiap lapisnya kira-kira
bervolume sama.
2) Pengisian dengan cetok dilakukan ke bagian tepi silinder agar
diperoleh beton yang simetri menurut sumbunya (keruntuhan
timbunan beton dari tepi ke tengah)
3) Tiap lapis ditusuk-tusuk dengan batang baja penusuk yang
berdiameter 16 mm dan panjang 61 cm sebanyak 25 kali agar
tercapai kerapatan beton. Penusukan dilakukan merata ke semua
permukaan
4) Lapisan dengan kedalaman sampai sedikit masuk ke lapisan
sebelumnya. Kusus untuk lapisan pertama, penusukan jangan
sampai mengenai dasar cetakan.Setelah lapis ketiga selesai ditusuk,
penuhi bagian atas cetakan dengan adukan beton kemudian ratakan
dengan tongkat perata hingga permukaan atas aduakan beton rata
dengan bagian atas cetakan.
5) Selanjutnya diletakan ke mesin vibrator untuk menghilangkan
rongga udara yang masih ada agar tercipta kerapatan yang baik
6) Lalu diamkan benda uji selama 16-24 jam.
7) Setelah benda uji mengeras/selama 16-24 jam di dalam cetakan,
buka cetakan, lalu direndam pada air kolam perendaman secara
keseluruhan sampai pada umur yang direncanakan.

Langkah-langkah yang terdapat pada Video :


 Pertama masukkan semua kerikil dalam mesin pencampur,
dimasukkan semua sesuai hasil design. Yang di design pada saat
ini ialah K-400 dengan kerikil atau capping sebanyak 21,95 kg.
 Kedua adalah masukkan pasir sesuai dengan hasil design sebesar
21,515 kg. Untuk takaran air tidak semua air dimasukkan, ada
yang ditinggalkan sebesar 1/3 bagian dari air yang diperlukan.

 Pencampuran agregat seperti kerikil, pasir, serta 2/3 bagian air


diaduk secara merata dalam mesin pencampur atau molen selama
1 menit atau 60 kali putaran yang akhirnya menghasilkan
campuran yang siap untuk disatukan dengan semen sebagai
pengikat untuk kemudian diolah menjadi campuran beton

 Selanjutnya adalah memasukkan semua semen yang dibutuhkan


sebesar 14,81 kg

 Setelah itu, campuran yang terdiri dari agregat halus dan agregat
kasar serta semen diaduk kembali hingga merata kemudian
ditambahkan dengan sisa air yang belum terpakai tadi sebanyak
1/3 bagian. Dengan demikian dapat diperoleh volume campuran
beton yang sempurna sesuai dengan takaran yang direncanakan

2. Slump Test
 Selanjutnya adalah pengukuran slump dari campuran beton yang
telah tercampur rata. Dimana dalam pengukuran slump ini
bertujuan untuk mengukur sejauh mana konsistensi atau dalam
istilah umum adalah kekentalan beton.

 Slump test diisi penuh dengan campuran beton yang sudah siap
lalu kemudian slump ditarik keatas sehingga tersisa beton yang
berada didalam slump tadi dan tentunya campuran beton akan
berubah bentuk. Jika telah mengalami perubahan bentuk maka
tentunya campuran beton akan bertambah pendek dari alat
slumpnya. Hal ini diakibatkan oleh berat daripada campuran
beton itu sendiri serta kekentalan campuran beton tersebut.
Penurunan campuran beton dari alat dengan Slump yang
biasanya dinyatakan dalam cm(centimeter).
 Setelah pengukuran slump selesai maka dilanjutkan dengan maka
selanjutnya adalah pembuatan benda uji. Benda uji yang
digunakan adalah cetakan silinder. Dalam mengisi cetakan maka
campuran dalam cetakan harus ditumbuk atau ditekan dengan
tongkat yang tidak menyerap air. Banyaknya tusukan yang
disarankan adalah sebanyak 35 kali. Hal ini betujuan agar
campuran di dalam cetakan silinder lebih padat atau kerapatan
dalam beton sehingga tidak terjadi suatu sarang-sarang kerikil.
Jadi di laboratorium untuk pemadatan benda uji digunakan table
vibrator atau meja getar. Penggetaran pada table vebrator
bertujuan untuk mendapatakan kepadatan pada campuran adukan
beton yang berada dalam cetakan silinder dan untuk
menghilangkan sarang-sarang kerikil yang ada dalam benda uji
 Setalah itu,diamkan benda uji selama 16-24 jam maka cetakan
dibuka

 Benda uji yang telah dibuka tadi dimasukkan dalam tangki air
selama waktu yang diinginkan misalnya 7 atau 28 hari

 Setelah itu, keluarkan beton dalam tangki air dan keringkan beton
selama 24 jam
 Sebelum pengujian alat tekan maka benda uji harus ditimbang
yang bertujuan untuk mengetahui beratnya. Dengan perhitungan
dapat diketahui volume beton yang direncanakan

 Menurut SNI 1972:2008


Bila dua pengujian berturutan pada satu contoh beton
menunjukkan keruntuhan geser beton pada satu sisi atau
sebagian massa beton, kemungkinan adukan beton kurang
plastis atau kurang kohesif untuk dilakukan pengujian slump.
 Menurut SNI 1972:2008
Catat nilai slump contoh uji dalam satuan milimeter
hingga ketelitian 5 mm terdekat. Besar Slump = tinggi
cetakan – tinggi rata-rata benda uji

3. Pengujian Kuat Tekan Benda Uji


Untuk mengetahui kuliatas beton yang baik, praktek
dilaboratorium sangat dibutuhkan salah satunya yaitu pengujian kuat
tekan benda uji dan juga didukung oleh pengetahuan para ahli.

 Panaskan Capping Compound dalam melting pot sampai mencair


kemudian tuangkan pada alas cetak. Segera letakkan cylinder beton
diatasnya sehingga ujung permukaan benda uji dilapisi Capping
Compound yang mengeras. Untuk beton berbentuk kubus tidak
diperlukan pelapisan Capping Compound
 Lakukan hal yang sama untuk ujung yang lainnya
 Letakkan benda uji pada meja penekan. Perikasa manometer yang
akan digunakan pada skala nol,
 Hidupkan mesin penggeraknya dan Bundle distel pada posisi
penekanan,

 Amati pergerakan manometer tadi, catat nilai maksimum beban yang


dapat ditahan benda uji (sampai benda uji pecah). Setelah dibagi
dengan luas penampang benda uji, didapat nilai kuat tekan
karakteristik beton tersebut.

Cara pengujian benda uji beton sesuai dengan SNI 03-1974-1990 :


Metode uji kuat adalah sebagai berikut.
Metode pelaksaan
1) Letakan benda uji beton di mesin uji tekan
2) Lalu nyalakan mesin tersebut,tunggu sampai benda uji tersebut rusak
kemudian catat nilai kuat tekan benda uji tersebut, dalam satuan KN
Pengujian harus dilakukan sesuai dengan SNI 03-1974-1990 Metode
Pengujian Kuat Tekan Beton. Beton inti tidak boleh diuji dalam keadaan
retak, atau lepas lapisan kapingnya. Bersihkan permukaan benda uji dan
pasir dan kotoran lain. Jika benda uji yang akan diuji masih basah,
keringkan permukaannya. Catat kondisi permukaan pada saat di uji
(basah atau kering).
Untuk lebih jelas dan lengkapnya, pembuatan benda uji di
laboratorium telah diatur dalam SNI 2493-2011 Tata cara pembuatan dan
perawatan benda uji beton di laboratorium agar sesuai dengan standar

Anda mungkin juga menyukai