Anda di halaman 1dari 10

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Beton
Campuran semen portland atau semen hidrolis lainnya, agregat halus,
agregat kasar, dan air, dengan atau tanpa bahan campuran tambahan
(admixture). (SNI 2847-2013)
Secara Sederhana, Beton dibentuk oleh pengkerasan campuran antara
semen, air, agregat halus (pasir), dan agregat kasar (batu pecah kerikil).
Kadang-kadang ditambahkan campuran bahan lain (admixture) untuk
memperbaiki kualitas beton (Asroni dan Ali, 2010).
Beton terdiri dari 60-75% pasir dan kerikil, 15-20% air, 10-15% semen
dan 5-8% udara. Campuran tersebut setelah mengeras mempunyai sifat yang
berbeda-beda, tergantung pada cara pembuatannya. Perbandingan campuran,
cara pencampuran, cara mengangkut, cara mencetak, cara memadatkan, dan
sebagainya akan mempengaruhi sifat-sifat beton. (Samekto, Wuryati dan
Rahmadiyanti, 2001).
3.1.1 Sifat Beton
Menurut Mulyono (2005), sifat umum yang ada pada beton yaitu :
1. Sifat–sifat yang harus dipenuhi dalam jangka waktu lama oleh beton
yang mengeras, seperti kekuatan, keawetan, dan kestabilan volume.
2. Sifat–sifat yang harus dipenuhi dalam jangka waktu pendek ketika
beton dalam kondisi plastis(workability) atau kemudahan pengerjaan
tanpa adanya segregation dan bleeding.
a. Workability
Workability adalah kemudahan pengerjaan yang dilihat dari nilai
slump yang identik dengan tingkat keplastisan beton. Semakin
plastis beton, semakin mudah pengerjaannya. Unsur-unsur yang
mempengaruhinya antara lain :
1) Jumlah air pencampur
Semakin banyak air semakin mudah untuk dikerjakan.

III - 1
2) Kandungan semen
Semakin banyak semen berarti semakin banyak kebutuhan air
sehingga keplastisannya pun akan lebih tinggi
3) Gradasi campuran pasir dan kerikil
Jika memenuhi syarat dan sesuai dengan standar akan lebih
mudah untuk dikerjakan.
4) Bentuk butiran agregat kasar
Agregat berbentuk bulat akan lebih mudah untuk dikerjakan.
5) Butir maksimum
6) Cara pemadatan dan alat pemadat
b. Segregasi
Segregasi adalah kecenderungan butir-butir kasar untuk lepas dari
campuran beton yang akan menyebabkan sarang kerikil yang
pada akhirnya akan menyebabkan keropos pada beton. Segregasi
disebabkan oleh beberapa hal yaitu :
1) Campuran kurus atau kurang semen
2) Terlalu banyak air
3) Besar ukuran agregat maksimum > 40 mm
4) Permukaan butir agregat kasar karena semakin kasar
permukaan butir agregat, maka semakin mudah terjadi
segregasi.
c. Bleeding
Bleeding adalah kecenderungan air untuk naik ke permukaan pada
beton yang baru dipadatkan. Air yang naik ini membawa semen
dan butir halus pasir yang pada saat beton mengeras nantinya
akan membentuk selaput (laitance). Bleeding dipengaruhi oleh :
1) Susunan butir agregat
Jika komposisinya sesuai, kemungkinan untuk terjadinya
bleeding kecil.
2) Banyaknya air

III - 2
Semakin banyak air, berarti semakin besar pula kemungkinan
terjdinya bleeding.
3) Kecepatan hidrasi
Semakin cepat beton mengeras, semakin kecil kemungkinan
terjadinya bleeding.
4) Proses pemadatan
Pemadatan yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya
bleeding
3.1.2 Kelas dan mutu beton
Mutu beton dibagi dalam tiga kelas seperti yang disyaratkan dalam SNI
03-6468-2000 adalah sebagai berikut :
a. Beton mutu rendah, adalah beton yang digunakan untuk struktur beton tanpa
tulangan seperti beton siklop, trotoar dan pasangan batu kosong. Kuat tekan
dari mutu beton ini adalah < 20 MPa.
b. Beton mutu sedang, adalah beton yang digunakan untuk pekerjaan beton
bertulang, seperti plat lantai jembatan, gelagar beton bertulang, diafragma,
kerb beton pracetak, gorong-gorong beton bertulang, bangunan bawah
jembatan. Kuat tekan dari mutu beton ini adalah 21 < 40 MPa
c. Beton mutu tinggi adalah beton yang digunakan untuk beton prategang,
seperti tiang pancang beton prategang, gelagar beton prategang, plat beton
prategang dan sejenisnya Kuat tekan dari mutu beton ini adalah ≥41 MPa.
3.1.3 Material penyusun Beton
Untuk menghasilkan mutu beton yang baik, sangat tergantung pada
kualitas bahan yang dipakai, komposisi yang digunakan, cara pengerjaan dan
cara perawatan. Dengan demikian, penurunan dari kualitas dari salah satu
elemen tersebut dapat menurunkan kemampuan kerja beton (SNI 2049:2015).
Oleh karena itu, perlu diadakan pengujian untuk mendapatkan data yang
akurat mengenai sifat-sifat bahan campuran sehingga dapat dijadikan standar
dalam perencanaan atau menentukan karakteristik serta perbandingan bahan
campuran yang digunakan, faktor yang mempengaruhi beton diantaranya:
a. Semen Portland
Menurut SNI 15-2049:2004, Semen Portland merupakan semen hidrolis
yang dihasilkan dengan cara menggiling terak semen portland terutama yang

III - 3
terdiri atas kalsium silikat yang bersifat hidrolis dan digiling bersama-sama
dengan bahan tambahan berupa satu atau lebih bentuk kristal senyawa kalsium
sulfat dan boleh ditambah dengan bahan tambahan lain
Berdasarkan SNI 15-2049:2004, semen Portland dibedakan menjadi 5 jenis,
yaitu :
i. Tipe I, yaitu semen Portland untuk penggunaan umum yang tidak
memerlukan persyaratan-persyaratan khusus seperti yang disyaratkan
pada jenis-jenis lain.
ii. Tipe II, yaitu semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan
ketahanan terhadap sulfat atau kalor hidrasi sedang.
iii. Tipe III, yaitu semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan
kekuatan tinggi pada tahap permulaan setelah pengikatan terjadi.
iv. Tipe IV, yaitu semen Portland yang dalam penggunaannya membutuhkan
kalor hidrasi rendah.
v. Tipe V, yaitu semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan
ketahanan tinggi terhadap sulfat.
b. Agregat
Menurut SNI 2847:2013, Agregat merupakan Bahan berbutir, seperti pasir,
kerikil, batu pecah, dan slag tanur (blast-furnace slag), yang digunakan dengan
media perekat untuk menghasilkan beton atau mortar semen hidrolis.
Agregat adalah butiran mineral yang merupakan hasil disintegrasi alami
batu – batuan atau juga berupa hasil mesin pemecah batu dengan memecah
batu alami. Agregat merupakan salah satu bahan pengisi pada beton, namun
demikian peranan agregat pada beton sangatlah penting. Kandungan agregat
dalam beton kira-kira mencapai 70%-75% dari volume beton. Agregat sangat
berpengaruh terhadap sifat-sifat beton, sehingga pemilihan agregat merupakan
suatu bagian penting dalam pembuatan beton (SNI 2847:2013).
Agregat dibedakan menjadi dua macam yaitu agregat halus dan agregat
kasar yang didapat secara alami atau buatan. Untuk menghasilkan beton

III - 4
dengan kekompakan yang baik, diperlukan gradasi agregat yang baik (SNI
2847:2013).
Gradasi agregat adalah distribusi ukuran kekasaran butiran agregat. Gradasi
diambil dari hasil pengayakan dengan lubang ayakan 10 mm, 20 mm, 30 mm
dan 40 mm untuk kerikil. Untuk pasir lubang ayakan 4,8 mm, 2,4 mm, 1,2 mm,
0,6 mm, 0,3 mm dan 0,15 mm (SNI 2847:2013).
Penggunaan bahan batuan dalam adukan beton berfungsi (SNI 2847:2013):
1. Menghemat Penggunaan semen portland.
2. Menghasilkan kekuatan yang besar pada betonnya.
3. Mengurangi susut pengerasan.
4. Mencapai susunan pampat beton dengan gradasi beton yang baik.
5. Mengontrol workability adukan beton dengan gradasi bahan batuan
baik.
1. Agregat Halus (Pasir)
Agregat halus diartikan sebagai agregat yang dapat melewati saringan uji 5
mm atau agregat yang berdiameter 0 sampai 5 mm dan biasa disebut pasir.
Untuk mendapatkan mutu beton yang diharapkan maka agregat halus yang
akan digunakan harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan, antara lain
(SNI 2847:2013):
- Agregat halus terdiri dari butir – butir yang bersifat kekal, artinya tidak
hancur atau pecah oleh pengaruh – pengaruh cuaca.
- Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 3 % (ditentukan
terhadap berat kering), apabila kadar lumpurnya melampaui 3 % maka
agregat harus dicuci.
- Agregat halus tidak mengandung bahan – bahan organik terlalu banyak,
yang diartikan dengan pecobaan warna dari Abrams Harder /dengan larutan
NaOH.
2. Agregat Kasar (kerikil)
“Pada umumnya yang dimaksud dengan agregat kasar adalah agregat
dengan besar butiran lebih besar dari 5 mm” (SNI 1969:2008). Dalam

III - 5
pengertian lain agregat kasar ialah agregat yang berdiameter butiran lebih besar
dari 4,80 mm dapat berasal dari batu alam (kerikil) batu pecah yang diperoleh
dari pemecahan batu. “Sebagaimana halnya agregat halus, agregat kasar yang
akan digunakan harus memenuhi persyaratan – pesyaratan yang telah
ditentukan’’ (SNI 1969:2008), antara lain:
a. Agregat kasar yang mengandung butir–butir yang keras dan tidak berpori.
agregat kasar yang mengandung butir–butir pipih hanya dapat dipakai bila
jumlah butir – butir pipih dipakai bila jumlah butir tersebut melampaui 20
% dari berat agregat seluruhnya.
b. Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1 %, maka
agregat kasar harus dicuci.
c. Agregat kasar tidak boleh mengandung zat – zat yang dapat merusak beton,
seperti zat – zat reaktif alkali.
d. Kekerasan dari butir – butir agregat kasar diperiksa dengan mesin Los
Angeles, di mana tidak boleh terjadi kehilangan berat lebih dari 40 %.
c. Air
Air merupakan bahan yang diperlukan untuk proses reaksi kimia, dengan
semen untuk pembentukan pasta semen. Air juga digunakan untuk pelumas
antara butiran dalam agregat agar mudah dikerjakan dan dipadatkan. Air
dalam campuran beton menyebabkan terjadinya proses hidrasi dengan semen.
Jumlah air yang berlebihan akan menurunkan kekuatan beton. Namun air yang
terlalu sedikit akan menyebabkan proses pencampuran yang tidak merata (SNI
1969:2008).
Air yang dipergunakan harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Tidak mengandung lumpur dan benda melayang lainnya yang lebih dari 2
gram perliter.
2. Tidak mengandung garam atau asam yang dapat merusak beton, zat
organik dan sebaginya lebih dari 15 gram per liter.
3. Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 1 gram per liter.
4. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram per liter.

III - 6
Air pada campuran beton akan berpengaruh terhadap:
a. Sifat workability adukan beton.
b. Besar kecilnya nilai susut beton.
c. Kelangsungan reaksi dengan semen portland, sehingga dihasilkan dan
kekuatan selang beberapa waktu.
d. Perawatan keras adukan beton guna menjamin pengerasan yang baik.
Air yang digunakan untuk campuran beton, harus bersih, dan bebas dari
bahan yang merugikan seperti minyak, garam, asam, basa, gula atau organik
(SNI 1969:2008).
3.1.4 Pemadatan Beton
Pemadatan dapat dilakukan pada beton dalam kadaan segar dan dalam
keadaan setting awal. Tujuan pemadatan pada beton dalam keadaan segar
adalah (Antoni dan Nugraha, 2007):
a. Untuk mengurangi rongga-rongga udara dalam beton, dapat dilakukan
dengan penekanan awal (initial pressure) sebelum beton mengeras.
b. Untuk mendapatkan kepadatan beton yang optimal
Pemadatan beton dapat dilakukan menggunakan batang penumbuk baja
dengan menusukkan pada beton, menggunakan alat getar mekanis
(vibrator), menggunakan mesin penggetar dan mesin sentrifugal, juga
dapat memberikan tekanan awal pada beton segar.
Hal-hal yang perlu diperhatikan saat dilakukan pemadatan adalah:
1. Pemadatan dilakukan sebelum waktu setting, biasanya antara 1 sampai
2 jam tergantung apakah ada pemakaian admixture.
3. Alat pemadat tidak boleh menggetarkan pembesiannya, karena akan
menghilangkan melepaskan kuat lekat antar besi dengan beton yang baru
dicor dan memasuki tahap waktu setting.
4. Pemadatan tidak boleh terlalu lama untuk menghindari bleeding, yaitu
naiknya air atau pasta semen ke ats permukaan beton dan meninggalkan
agregat di bagian bawah.

3.2 Baja Tulangan

III - 7
Beton tidak dapat menahan gaya tarik melebihi nilai tertentu tanpa
mengalami retak-retak. Untuk itu agar beton dapat bekerja dengan baik dalam
suatu sistem struktur, perlu dibantu dengan memberinya perkuatan penulangan
yang terutama akan mengemban tugas menahan gaya tarik yang bakal timbul
di dalam sistem. Untuk keperluan penulangan tersebut digunakan bahan baja
yang memiliki sifat teknis menguntungkan (SNI-07-2052-2002).
3.2.1 Batang Polos (Ø).
Menurut SNI-07-2052-2002, batang polos adalah baja tulangan beton
berpenampang bundar dengan permukaan rata bersirip, disingkat BjTP. Pada
konstruksi bangunan, tulangan ini banyak digunakan, karena baja bulat banyak
terdapat di pasaran dan juga mudah untuk dikerjakan. Batang polos
mempunyai ukuran diameter Ø6, Ø8, Ø10, Ø12, Ø14, Ø16, Ø19; Ø22, Ø25,
Ø28, Ø32.

3.2.2 Batang Ulir (D)


Menurut SNI-07-2052-2002, batang ulir adalah baja tulangan beton
dengan bentuk khusus, permukaannya memiliki sirip melintang dan rusuk
memanjang dimaksudkan untuk meningkatkan daya lekat dan guna menahan
gerakan membujur dari batang secara relatif terhadap beton, disingkat BjTS.
Batang ulir mempunyai ukuran diameter D6, D8, D10, D13, D16, D19, D22,
D25, D29, D32, D36, D40, D50.

3.2.3 Kawat Pengikat.


Pada saat mengikat baja tulangan satu dengan lainnya supaya waktu
pengecoran beton, baja tulangan tidak berubah tempatnya harus diikat teguh
dengan kawat pengikat. Kawat pengikat harus terbuat dari baja lunak dengan
garis tengah minimum 1 mm (telah dipijarkan terlebih dahulu) dan tidak
bersepuh seng. Kawat pengikat baja tulangan dalam perdagangan berbentuk
gulungan. Untuk dikaitkan dengan baja tulangan harus dipotong-potong dahulu
menurut kebutuhannya (SNI 0076:2008).

3.3 Komponen struktur bangunan

III - 8
3.3.1 Sloof
Sloof adalah kompnen struktur bangunan yang diletakkan secara
horizontal di atas pondasi. sloof berfungsi sebagai pengikat antara dinding,
pondasi dan kolom. Berdasarkan konstruksinya, berikut ini adalah jenis-jenis
sloof (Ramadhan, 2019) :
a. Konstruksi Sloof dari Beton Bertulang. Konstruksi sloof ini bisa digunakan
di atas pondasi batu kali apabila pondasi tersebut dimaksudkan untuk rumah
atau gedung(bangunan) tidak bertingkat dengan perlengkapan kolom praktis
pada jarak dinding kurang lebih 3 m. Untuk ukuran lebar / tinggi sloof beton
bertulang adalah >15 / 20 cm. Konstruksi sloof dari beton bertulang juga
bisa dimanfaatkan sebagai balok pengikat pada pondasi tiang.
b. Konstruksi Sloof dari Batu Bata. Rolag dibuat dari susunan batu bata yang
dipasang dengan cara melintang dan yang diikat dengan adukan pasangan (1
bagian portland semen : 4 bagian pasir). Konstruksi rolag ini tidak
memenuhi syarat untuk membagi beban.
c. Konstruksi Sloof dari Kayu. konstruksi rumah panggung dengan pondasi
tiang kayu (misalnya di atas pondasi setempat), sloof dapat dibentuk sebagai
balok pengapit. Jika sloof dari kayu ini terletak di atas pondasi lajur dari
batu atau beton, maka dipilih balok tunggal.

3.3.2 Kolom
SNI 03-2847-2002 mendefinisikan kolom adalah komponen struktur
bangunan yang tugas utamanya menyangga beban aksial tekan vertikal dengan
bagian tinggi yang tidak ditopang paling tidak tiga kali dimensi lateral terkecil.
Fungsi kolom adalah sebagai penerus beban seluruh bangunan ke pondasi. Bila
diumpamakan, kolom itu seperti rangka tubuh manusia yang memastikan
sebuah bangunan berdiri. Kolom termasuk struktur utama untuk meneruskan
berat bangunan dan beban lain seperti beban hidup (manusia dan barang-
barang), serta beban hembusan angin.
Kolom berfungsi sangat penting, agar bangunan tidak mudah roboh.
Beban sebuah bangunan dimulai dari atap. Beban atap akan meneruskan beban

III - 9
yang diterimanya ke kolom. Seluruh beban yang diterima kolom
didistribusikan ke permukaan tanah di bawahnya (Ramadhan, 2016).
Kegagalan kolom akan berakibat langsung akan runtuhnya komponen
struktur lain yang berhubungan dengannya atau bahkan merupakan batas
runtuh total keseluruhan struktur suatu bangunan. Pada umumnya kegagalan
atau keruntuhan komponen tekan tidak diawali dengan tanda peringatan yang
jelas, bersifat mendadak. Oleh karena itu, dalam merencanakan struktur kolom
harus diperhitungkan secara cermat dengan memberikan cadangan kekuatan
lebih tinggi daripada untuk komponen struktur lainnya (Ramadhan, 2016).
3.3.3 Balok
Balok merupakan bagian struktur yang digunakan sebagai dudukan lantai
dan pengikat kolom lantai atas. Fungsinya adalah sebagai rangka penguat
horizontal bangunan akan beban-beban. Apabila suatu gelagar balok bentangan
sederhana menahan beban yang mengakibatkan timbulnya momen lentur akan
terjadi deformasi (regangan) lentur di dalam balok tersebut. Regangan-
regangan balok tersebut mengakibatkan timbulnya tegangan yang harus ditahan
oleh balok, tegangan tekan di sebelah atas dan tegangan tarik dibagian bawah.
Agar stabilitas terjamin, batang balok sebagai bagian dari sistem yang menahan
lentur harus kuat untuk menahan tegangan tekan dan tarik tersebut karena
tegangan baja dipasang di daerah tegangan tarik bekerja, di dekat serat
terbawah, maka secara teoritis balok disebut sebagai bertulangan baja tarik saja
(Dipohusodo,1994).

III - 10

Anda mungkin juga menyukai