Anda di halaman 1dari 26

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Beton
Menurut PUBI 1982 pengertian beton adalah bahan yang diperoleh dengan

cara mencampurkan agregat halus (pasir), agregat kasar (kerikil), air dan semen

portland atau bahan pengikat hidrolis lain yang sejenis, dengan atau tanpa bahan

tambah lain dengan perbandingan tertentu. Hampir 60% material yang digunakan

dalam pekerjaan konstruksi adalah beton (concrete), yang umumnya dipadukan

dengan baja (composite) atau jenis lainnya (Mulyono, 2004). Beton merupakan

bahan bangunan yang sangat familiar digunakan masyarakat dalam membangun

gedung. Karena perkembangannya cukup baik dalam hal peningkatan baku dan

banyak inovasi di dalamnya, salah satunya inovasi Beton Ringan.

Beton memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan materi struktur

yang lain, menurut (Nugraha & Antoni, 2007) diantaranya adalah:

1. Ketersediaan (availability) material dasar yang mudah didapatkan.

2. Kemudahan untuk digunakan (versatility)

3. Kemampuan beradaptasi (adaptability).

4. Kebutuhan pemeliharaan yang minimal.

Namun meskipun memiliki banyak keunggulan, terdapat juga kekurangan

yang dimiliki oleh beton (Nugraha & Antoni, 2007) diantaranya yaitu:

1. Berat sendiri beton yang besar 2400 kg/m3.

2. Kekuatan tariknya yang rendah, meskipun kekuatan tekannya besar.

10
11

3. Kualitasnya sangat bergantung pada cara pelaksanaan di lapangan.

4. Struktur beton sulit untuk dipindahkan. Pemakaian kembali atau daur

ulang sulit dan tidak ekonomis.

2.1.2 Beton Ringan

Menurut SNI 03-2847-2002, beton ringan adalah beton yang mengandung

agregat ringan dan mempunyai berat jenis beton tidak melebihi 1900 kg/m3. Beton

ringan dapat dibuat dengan berbagai macam cara dan bermacam jenis agregat

ringan yang digunakan, antara lain fly ash, batu apung, kulit kerang, plastik,

styrofoam, dll. Terminolog ASTM C.125 mendefinisikan bahwa agregat ringan

adalah agregat yang digunakan untuk menghasilkan beton ringan, meliputi batu

apung, scoria, vulkanik cinder, tuff, expanded, atau hasil pembakaran lempung,

shale, shele, perlit, atau slag atau hasil batubara dan hasil residu pembakarannya

(Mulyono, 2005).

Beton ringan memiliki keuntungan yaitu nilai tahan panas (thermal insulator)

yang baik, tahanan suara (peredam) yang baik dan tahan api (fire resistant).

Sedangkan kelemahan beton ringan yaitu memiliki nilai kuat tekan yang cukup

rendah dibandingkan dengan beton normal, sehingga tidak dianjurkan sebagai

beton struktural (Sumarno, 2010). Terdapat beberapa metode untuk mengurangi

berat jenis pada beton agar menjadikannya sebagai beton normal, antara lain

sebagai berikut (Tjokrodimuljo, 1996):

1. Dengan membuat gelembung-gelembung gas/udara dalam adukan semen

sehingga terbentuk banyak pori-pori udara di dalam beton. Salah satu cara
12

yang dapat dilakukan adalah dengan menambah bubuk alumunium ke

dalam campuran adukan beton.

2. Dengan menggunakan agregat ringan, misalnya tanah liat bakar, batu

apung, atau agregat buatan sehingga beton yang dihasilkan akan lebih

ringan daripada beton normal.

3. Dengan cara membuat beton tanpa menggunakan butir-butir agregat halus

atau pasir yang disebut beton non pasir.

Menurut Tjokrodimuljo secara garis besar pembagian penggunaan beton

ringan dapat dibagi 3 yaitu:

1. Untuk non struktur dengan nilai massa jenis antara 240 - 800 kg/m3 dan

kuat tekan dengan nilai 0,35 – 7 MPa digunakan untuk dinding pemisah

atau dinding isolasi.

2. Untuk struktur ringan dengan nilai massa jenis antara 800 – 1400 kg/m3

dan kuat tekan dengan nilai 7 – 17 MPa digunakan untuk dinding pemikul

beban.

3. Untuk struktur dengan nilai massa jenis antara 1400 – 1800 kg/m3 dan

kuat tekan > 17 MPa digunakan sebagai beton normal.

2.1.3 Bahan Penyusun Beton Ringan


2.1.3.1 Semen Portland
Semen Portland adalah salah satu bahan material konstruksi yang paling

banyak digunakan pada pekerjaan beton. Menurut SNI 15-2049-2004, semen

portland merupakan semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menggiling terak

semen portland terutama yang terdiri atas kalsium silikat yang bersifat hidrolis dan
13

digiling bersama-sama dengan bahan tambahan berupa satu atau lebih bentuk kristal

senyawa kalsium sulfat dan boleh ditambah dengan bahan tambahan lain.

Semen yang digunakan untuk pekerjaan beton harus disesuaikan dengan

rencanan kekuatan dan spesifikasi teknik yang diberikan, fungsi utama semen

adalah mengikat butir-butir agregat hingga membentuk suatu massa padat mengisi

rongga-rongga udara di antara butir-butir agregat. Walaupun komposisi semen

dalam beton hanya 10%, namun karena fungsinya sebagai bahan pengikat maka

peranan semen menjadi penting (Mulyono, 2004). Dalam campuran beton, semen

bersama air sebagai kelompok aktif sedangkan pasir dan kerikil sebagai kelompok

pasif berfungsi sebagai pengisi (Tjokrodimuljo, 2007).

Pada konstruksi bangunan, semen portland yang digunakan harus memenuhi

syarat mutu yang sudah ditetapkan. Syarat mutu semen portland yang digunakan di

Indonesia yaitu mengacu pada SNI 15-2049-2004 mengenai “Semen Portland”.

Berdasarkan SNI 15-2049-2004, semen portland dibagi ke dalam 5 jenis, yaitu:

Tabel 2.1 Jenis-jenis Semen Portland


Jenis Keterangan
Jenis I Semen Portland untuk penggunaan umum yang tidak
memerlukan persyaratan-persyaratan khusus seperti disyaratkan
pada jenis-jenis yang lain.
Jenis II Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan
ketahanan terhadap sulfat atau kalor hidrasi sedang.
Jenis III Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan
kekuatan tinggi pada tahap permulaan setalah pengikatan terjadi.
Jenis IV Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan kalor
hidrasi yang rendah.
Jenis V Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan
ketahanan tinggi terhadap sulfat.
(Sumber: SNI 15-2049-2004)
14

Mulyono (2004) menyatakan bahwa sifat-sifat semen menurut pemakaiannya

meliputi:

a. Hidrasi semen apabila air ditambahkan ke dalam semen portland maka akan

terjadi reaksi antara komponen semen dengan air yang dinamakan panas

hidrasi semen. Reaksi panas hidrasi tersebut menghasilkan pasta semen

yang terdiri dari gel (tobermorite) dan sisa semen yang tidak bereaksi.

b. Waktu pengikatan dan pengerasan yaitu pengikatan pada adonan semen

dengan air dimaksudkan sebagai gejala terjadinya kekakuan pada adonan.

Dalam praktiknya, sifat ini ditunjukan dengan waktu pengikatan yaitu

waktu mulai dari adonan terjadi sampai mulai terjadi kekakuan.

c. Pengaruh kualitas semen terhadap kuat tekan beton sifat semen yang

mempengaruhi kuat tekan beton adalah kehalusan butiran semen dan

komposisi kimia semen.

2.1.3.2 Agregat

Menurut SNI 03-2847-2002, agregat didefinisikan sebagai material granular

misalnya pasir, kerikil, batu pecah dan kerak tungku besi yang dipakai bersama-

sama dengan suatu media pengikat untuk membentuk suatu beton atau adukan

semen hidraulik. Komposisi agregat dalam campuran beton sekitar 60% – 75% dari

isi total beton, maka sifat-sifat agregat ini mempunyai pengaruh yang besar

terhadap perilaku dari beton yang sudah mengeras. Sifat agregat bukan hanya

mempengaruhi ketahanan (durability, daya tahan terhadap kemunduran mutu akibat

siklus dari pembekuan-pencairan) (Wang dan Salmon, 1994).


15

Agregat berdasarkan ukuran butirannya dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:

1. Agregat Halus

Menurut SNI 03-2834-2002 Agregat halus adalah pasir alam sebagai hasil

disentegrasi secara alami dari batu atau pasir yang dihasilkan oleh industri pemecah

batu dan mempunyai ukuran butir sebesar 5,0 mm. Sedangkan menurut ASTM C-

33, agregat halus adalah agregat yang semua butirnya lolos ayakan berlubang

4,75mm. Persyaratan gradasi agregat halus sesuai dengan American Society for

Testing and Material (ASTM) C-33 dapat dilihat pada tabel 2.2:

Tabel 2.2 Syarat Mutu Agregat Halus Menurut SNI 03-2847-2002


Ukuran Lubang Presentase Lolos
Ayakan (mm) Kumulatif

10 100
4.8 90-100
2.4 85-100
1.2 75-100
0.6 60-79
0.3 12-40
0.15 0-10
Adapun syarat agregat halus menurut ASTM C.33 yaitu:

a. Modulus halus butir 2,3 sampai 3,1.

b. Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 70 mikron (0,074 mm

atau no. 200) dalam persen maksimum,

 Untuk beton yang mengalami abrasi sebesar 3%

 Untuk beton jenis lainnya sebesar 5%

c. Kadar gumpalan tanah liat dan partikel yang mudah dirapikan maksimum

3%.

d. Kandungan arang dan lignit


16

 Bila tampak permukaan beton dipandang penting (beton akan

diekspos), maksimum 0,5%

 Beton jenis lainnya, maksimum 1,0%

e. Kadar zat organik yang ditentukan dengan mencampur agregat halus

dengan larutan natrium sulfat (NaSO4) 3%, tidak menghasilkan warna

yang lebih tua dari pada warna standar. Jika warnanya lebih tua maka

ditolak kecuali:

 Warna lebih tua timbul karena sedikit adanya arang lignit atau yang

sejenisnya.

 Ketika diuji dengan uji perbandingan kuat tekan beton yang dibuat

dengan pasir standra silika hasilnya menunjukan nilai lebih besar

dari 90%. Uji kuat tekan sesuai dengan cara ASTM C.87.

f. Tidak boleh bersifat reaktif terhadap alkali jika dipakai untuk beton yang

berhubungan dengan basah dan lembab atau yang berhubungan dengan

bahan yang bersifat reaktif terhadap alkali semen, dimana penggunaan

semen yang mengandung natrium oksida tidak lebih dari 0,6%.

g. Kekekalan jika diuji dengan natrium sulfat bagian yang hancur maksimum

10%, dan jika dipakai magnesium sulfat maksimum 15%.

2. Agregat Ringan

Menurut SNI 03-2847-2013 yang dikategorikan agregat ringan

(lightweight aggregate) adalah agregat yang mempunyai berat volume

(density) gumpalan (bulk) lepas sebesar 1120 kg/m3 atau kurang. Dengan

menggunakan material dari agregat rigan maka diharapkan terjadi

penurunan berat isi dari beton yang signifikan.


17

Agregat ringan yang akan digunakan sebagai bahan campuran beton

harus memenuhi beberapa syarat fisika dan kimia. Mulyono (2004)

menyebutkan beberapa syarat tersebut di dalam bukunya, yaitu:

Tabel 2.3 Persyaratan Kimia Agregat Ringan


No Uraian Persyaratan
1 Kandungan organic dalam agregat Lenih terang dibandingkan
menggunakan NaOH 3% dengan warna standar
1,5 mg
2 Fe2O3 dalam 200 gram, maks 5%
3 Hilang Pijar

Tabel 2.4 Persyaratan Fisika Agregat Ringan


No Uraian Persyaratan
1 Kandungan Lumpur dalam berat kering 2%
2 Butiran Halus dalam agregat maks 7%
3 Berat isi kering udara (kg/m3)
- Agregat halus 1120
- Agregat kasar 880
- Gabungan agregat halus dan kasar 1040

2.1.3.3 Air

Air digunakan dalam campuran pembuatan beton dan berperan sebagai

bahan perekat. Peranan air sebagai bahan perekat terjadi melalui reaksi hidrasi yaitu

semen dan air akan membentuk pasta semen dan mengikat fragmen-fragmen

agregat.

Persyaratan air sebagai bahan bangunan sesuai dengan penggunaannya

harus memenuhi syarat menurut persyaratan umum bahan bangunan di Indonesia

(PUBI 1982), antara lain:

1. Air harus bersih.

2. Tidak mengandung lumpur, minyak, dan benda terapung lainnya yang

dapat dilihat secara visual.


18

3. Tidak boleh mengandung benda-benda tersuspensi lebih dari 2

gram/liter.

4. Tidak mengandung garam-garam yang dapat larut dan dapat merusak

beton (asam-asam, zat organik dan sebagainya) lebih dari 15 gram/liter.

Kandungan klorida tidak lebih dari 0,5 gram/liter. Dan senyawa sulfat

tidak lebih dari 1 gram/liter sebagai SO3.

5. Semua air yang mutunya meragukan harus dianalisa secara kimia dan

dievaluxasi.

2.1.3.4 Abu Terbang

Abu terbang atau fly ash adalah sisa-sisa pembakaran yang pada umumnya

dihasilkan oleh pabrik dan PLTU. Fly ash berbentuk bubuk yang halus. Fly ash

merupakan material dengan sifat pozzolanik yang baik. Kandungan fly ash sebagian

besar terdiri dari oksida-oksida silika (SiO2), alumunium (Al2O3), besi (Fe2O3), dan

kalsium (CaO), serta potassium, sodium, titanium, dan sulfur dalam jumlah sedikit

(Nugraha & Antoni, 2007).

Dari hasil penelitian, fly ash tipe c meningkatkan workability beton,

mengurangi kadar air beton dan juga meningkatkan kuat tekan beton. Fly ash tipe

C memiliki kadar kalsium lebih tinggi sehingga memiliki kekuatan awal yang lebih

tinggi bila dibandingkan dengan tipe F. Meningkatnya kadar fly ash dapat

mengurangi kebutuhan air, hal ini dikarenakan oleh bentuk partikel fly ash yang

bulat dan memiliki ukuran yang sangat kecil sehingga mengurangi void (Nagathan

et al, 2015).
19

Abu terbang atau fly ash dapat dibedakan menjadi 3 jenis (ACI Manual of

Concrete Practice 1993 parts 1 226.3R-3), yaitu:

1. Kelas C

Fly ash yang mengandung CaO lebih dari 10% yang dihasilkan dari

pembakaran lignite atau sub-bitumen batu bara (batu bara muda).

Senyawa lain yang terkandung di dalamnya: SiO2 (30-50%), Al2O3 (17-

20%), Fe2O3, MgO, Na2O, dan sedikit K2O. Mempunyai specific gravity

2,31-2,86. Mempunyai sifat pozzolan, tetapi juga langsung bereaksi

dengan air untuk membentuk CSH (CaO.SiO2.2H2O). kalsium

Hidroksida dan Ettringite yang mengeras seperti semen.

2. Kelas F

Fly ash yang mengandung CaO kurang dari 10% yang dihasilkan dari

pembakaran anthracite atau bitumen batu bara. Senyawa lain yang

terkandung di dalamnya: SiO2 (30-50%), Al2O3 (45-60%), MgO, K2O,

dan sedikit Na2O. Mempunyai specific gravity 2,15-2,45. Bersifat

seperti pozzolan, tidak bisa mengendap karena kandungan CaO yang

kecil.

3. Kelas N

Pozzolan alam atau hasil pembakaran yang dapat digolongkan antara

lain diatomic, opaline chertz dan shales, tuff dan abu vulkanik yang

mana bisa diproses melalui pembakaran atau tidak melalui proses

pembakaran. Selain itu, juga mempunyai sifat pozzolan yang baik.


20

Tabel 2.5 Persyaratan Abu Layang (SK SNI S-15-1990-F)


Komposisi Kadar (%)
Jumlah SiO2+Al2O3+Fe2O3 minimum 70
SO3 maksimum 5
Total alkali dihitung sebagai NaO maksimum 1.5
Kadar Air maksimum 3
Hilang pijar maksimum 6

Tabel 2.6 Komposisi Kimia Abu Layang PLTU Paiton


No Parameter Satuan Hasil Uji Fly Ash
PLTU Paiton
3
1 Berat Jenis gr/cm 1.43
2 Kadar Air % Berat 0.20
3 Hilang Pijar % Berat 0.43
4 SiO2 % Berat 62.49
5 Al2O3 % Berat 6.36
6 Fe2O3 % Berat 16.71
7 CaO % Berat 5.69
8 MgO % Berat 0.79
9 S(SO4) % Berat 7.93

2.1.3.5 Styrofoam

Styrofoam atau Expanded polystyrene dikenal sebagai gabus putih yang

biasanya digunakan untuk membungkus barang elektronik. Polystyrene sendiri

dihasilkan dari styrene (C6H5CH9CH2), yang mempunyai gugus phenyl (enam

cincin karbon) yang tersusun secara tidak teratur sepanjang garis karbon dari

molekul. Polystyrene merupakan bahan yang baik ditinjau dari segi mekanis

maupun suhu, namun bersifat agak rapuh dan lunak pada suhu di bawah 100°C

(Bilmeyer, 1984).

Polystyrene memiliki berat jenis sampai 1050 kg/m3, kuat tarik sampai

40MN/m2, modulus lentur sampai 3 GN/m2, modulus geser sampai 0,99 GN/m2,

angka poisson 0,33 (Crawford, 1998). Dalam bentuknya yang granular, styrofoam
21

atau expanded polystyrene memiliki berat satuan yang sangat kecil yaitu berkisar

antara 13 – 22 kg/m3.

Styrofoam memiliki sifat kedap air atau memiliki kekuatan menyerap air

yang sangat kecil. Penggunaan styrofoam pada pembuatan beton dianggap sebagai

rongga udara. Namun, penggunaan styrofoam pada beton lebih menguntungkan

dibandingkan dengan rongga udara karena styrofoam memiliki kekuatan tarik dan

jumlahnya dapat dikontrol (Satyarno, 2004).

2.1.3.6 Pelapisan (Coating) Agregat

Menurut Enda, dkk (2016), Coating merupakan pelapisan yang diterapkan

pada permukaan suatu benda atau substrat. Tujuan coating adalah untuk dapat

meningkatkan sifat permukaan dari benda yang dilapisi, seperti penampilan, tahan

air, tahan korosi, tahan aus, dan tahan gores. Pelapisan bisa diterapkan pada substrat

yang berbeda, seperti: besi, baja, kayu, alumunium, batu, dan bahan sintetis.

Coating bisa dilapiskan dalam bentuk cair, gas atau padat. Dengan tujuan tersebut,

diharapkan agregat yang telah dilapisi coating, kualitasnya dapat meningkatkan

mutu beton yang dihasilkan.

Kegiatan pelapisan agregat dengan pasta semen juga dilakukan pada

penelitian Hunggurami, dkk (2013). Menurut mereka, kegiatan coating agregat

dimaksudkan untuk mengurangi pori pada agregat batu apung dan juga

memperbaiki ikatan antara agregat dengan mortar pada interface zone.

Perbandingan air dan semen untuk pelapisan agregat adalah 1:1 dan dikeringkan

selama 3 minggu dalam ruangan agar tidak berpengaruh pada faktor air semen.
22

Didapatkan hasil pengujian absorpsi sebelum coating sebesar 36,07% dan sesudah

coating 11,85%.

2.1.4 Bahan Tambah

Bahan tambahan adalah suatu bahan berupa bubuk atau cairan, yang

ditambahkan ke dalam campuran beton selama pengadukan, dengan tujuan untuk

mengubah sifat adukan atau betonnya (Spesifikasi Bahan Tambahan untuk Beton,

SK SNI S-18-1990-03).

Pemberian tambahan pada adukan beton dengan maksud untuk:

memperlambat waktu pengikatan, mempercepat pengerasan, menambah encer

adukan, menambah daktilitas (mengurangi sifat getas), mengurangi ratak-retak

pengerasan, mengurangi panas hidrasi, menambah kekedapan, menambahan

keawetan, dan sebagainya (Tjokrodimuljo, 2007). Secara umum bahan tambah yang

digunakan dalam beton dapat dibedakan menjadi 2 yaitu bahan tambah yang

bersifat kimiawi (chemical admixture) dan bahan tambah yang bersifat mineral

(additive). Bahan tambah kimia (chemical admixture) lebih banyak digunakan

untuk memperbaiki kinerja pelaksanaan, sedangkan bahan tambah mineral

(additive) bersifat penyemenan dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja kekuatan

beton. Bahan tambah admixture ditambahkan saat pengadukan dan atau saat

pelaksanaan pengecoran (placing), sedangkan bahan tambah aditif ditambahkan

saat pengadukan dilaksanakan (Mulyono, 2004).

Berdasarkan ASTM C.494 (1995: 254) bahan tambah kimia dibagi dalam 7

tipe yaitu:
23

1. Tipe (A), bahan tambahan yang digunakan untuk mengurangi jumlah air

campuran untuk menghasilkan beton sesuai dengan konsistensi yang

ditetapkan (Water Reducing),

2. Tipe (B), bahan tambahan yang digunakan untuk memperlambat waktu

pengikatan beton (Retarding),

3. Tipe (C), bahan tambahan yang digunakan untuk mempercepat waktu

pengikatan dan menambah kekutan awal beton (Accelarating),

4. Tipe (D), bahan tambahan yang digunakan untuk mengurangi campuran

untuk menghasilkan beton sesuai dengan konsistensi yang ditetapkan dan

juga untuk memperlambat waktu pengikatan beton (Water reducing and set-

retarding),

5. Tipe (E), bahan tambahan yang digunakan untuk mengurangi jumlah

campuran air untuk menghasilkan beton sesuai dengan konsistensi yang

telah diterapkan dan juga untuk mempercepat waktu pengikatan serta

menambah kekuatan awal beton (Water reducing high range and

accelerating),

6. Tipe (F), bahan tambahan yang digunakan untuk mengurangi jumlah air

campuran sebesar 12% atau lebih, untuk menghasilkan beton sesuai dengan

konsistensi yang telah diterapkan (High range water reducing),

7. Tipe (G), bahan tambahan yang digunakan untuk mengurangi jumlah air

campuran sebesar 12% atau lebih, untuk menghasilkan beton sesuai dengan

konsistensi yang telah ditetapkan dan juga untuk memperlambat waktu

pengikatan beton (High range water reducing and set-retarding).


24

Menurut SNI 03-2495-1991 (Spesifikasi Bahan Tambah Untuk Beton,

1990), bahan tambah kimia dapat dibedakan menjadi 5 jenis yaitu:

1. Bahan tambah kimia untuk mengurangi jumlah air yang dipakai. Dengan

pemakaian bahan tambah ini diperoleh adukan dengan faktor air semen

lebih rendah pada nilai kekentalan yang sama atau diperoleh kekentalan

adukan lebih encer pada faktor air semen yang sama,

2. Bahan tambah kimia untuk mempercepat proses ikatan dan pengerasan

beton. Bahan ini digunakan misalnya pada suatu kasus dimana jarak antara

tempat pengadukan beton dan tempat penuangan adukan cukup jauh,

sehingga selisih waktu antara mulai pencampuran dan pemadatan lebih dari

1 jam,

3. Bahan tambah kimia untuk mempercepat proses ikatan dan pengerasan

beton. Bahan ini digunakan jika penuangan adukan dilakukan dibawah

permukaan air atau pada struktur beton yang memerlukan waktu

penyelesaian segera, misalnya perbaikan landasan pacu pesawat udara,

balok prategang, jembatan dan sebagainya,

4. Bahan tambah kimia berfungsi ganda, yaitu untuk mengurangi air dan

memperlambat proses ikatan,

5. Bahan tambah kimia berfungsi ganda, yaitu untuk mengurangi air dan

mempercepat proses ikatan dan pengerasan beton.

Selain 5 jenis di atas, ada 2 jenis bahan tambah kimia lain yang lebih khusus,

yaitu:
25

1. Bahan tambah kimia yang digunakan untuk mengurangi jumlah air

campuran sampau sebesar 20% atau bahkan lebih, untuk menghasilkan

adukan beton dengan kekentalan sama (air dikurangi sampai 12% lebih

namun tidak menambah kekentalan pada adukan beton),

2. Bahan tambah kimia tambahan dengan fungsi ganda, yaitu mengurangi air

sampai 12% atau lebih dan memperlambat waktu ikat awal.

2.1.4.1 Superplasticizer

Menurut Tjokrodimuljo (1996), Superplasticizer merupakan bahan tambah

kimia yang mampu mengurangi kebutuhan air hingga sekitar 20% dan juga

memberikan karakteristik fluiditas yang tinggi untuk beton. Mereka pertama

diperkenalkan di Jepang pada tahun 1964 dan kemudian di Jerman pada tahun 1972.

Menurut Celik dan Marar (1996), Superplasticizer adalah chemical admixture beton

yang tergolong pada High Range Water Reducing Admixture (tipe F atau tipe G

ASTM). Menurut ASTM C494 dan British Standard 5075, Superplasticizer adalah

bahan kimia tambahan pengurangan air yang sangat efektif. Dengan pemakaian

bahan tambahan ini diperoleh adukan dengan faktor air semen yang lebih rendah

pada nilai kekentalan adukan yang sama atau diperoleh adukan dengan kekentalan

yang lebih encer dengan faktor air semen yang sama, sehingga kuat tekan beton

lebih tinggi. Superplasticizer juga mempunyai pengaruh yang besar dalam

meningkatkan workability, bahan ini merupakan sarana untuk menghasilkan beton

mengalir tanpa terjadi pemisahan (bleeding) yang umumnya terjadi pada beton

dengan jumlah air yang besar.


26

Kelebihan dan kelemahan dari penggunaan bahan tambah superplasticizer

(Nugraha & Antoni, 2007) sebagai berikut:

1. Kelebihan Superplasticizer

a. Meningkatkan workability sehingga menjadi lebih besar daripada


water reducer biasa.

b. Mengurangi kebutuhan air (20 – 35%).

c. Memudahkan pembuatan beton yang sangat cair. Memungkinkan


penuangan pada tulangan yang rapat atau pada bagian yang sulit

dijangkau oleh pemadatan yang memadai

2. Kekurangan Superplasticizer

a. Slump loss perlu diperhatikan untuk tipe naphthalene; dipengaruhi


oleh temperatur dan kompatibilitas antara merek semen dan

Superplasticizer.

b. Kadar udara hanya 1,2 – 12,7%, bahkan tanpa pemadatan apapun.

c. Ada resiko pemisahan (segregasi) dan bleeding jika mix design tidak

dikontrol dengan baik.

d. Harga Mahal.

Menurut Nawy (1996), Superplasticizer dibedakan menjadi 3 jenis

diantaranya adalah:

1. Kondensasi Sulfonat Melamine Formadehyde (SMF) dengan kandungan

klorida sebesar 0,005%

2. Kondensasi Sulfonat Nephtalene Formaldehyde (SNF) dengan kandungan

klorida yang dapat diabaikan

3. Modifikasi lignosulfat tanpa kandungan klorida.


27

Ketiga jenis bahan tambahan tersebut terbuat dari sulfonat organik. Dosis

yang disarankan adalah 1-2% dari berat semen. Kontrol dari dosis juga penting

karena kelebihan dosis akan menjadikan beton terlalu encer sehingga terjadi

pemisahan butir (segregasi) yang cukup.

2.1.4.2 Sikament LN

Sikament LN merupakan bahan tambah yang bersifat kimia (chemical

admixtures), termasuk dalam tipe F yaitu Superplasticizer. Sikament LN adalah

produk yang dikeluarkan oleh PT. Sika Indonesia. Sikament LN adalah aditif

pengurang air dan superplasticizer yang sangat efektif untuk meningkatkan

pengerasan awal beton atau beton yang dipercepat dengan kemampuan kerja yang

tinggi. Bahan tambah jenis ini dapat diaplikasikan pada pekerjaan beton secara

umum, maupun beton mutu tinggi. Kegunaan dari Sikament LN sebagai campuran

adukan beton untuk mengurangi keropos, memudahkan pengecoran dan

mempercepat pengerasan beton (kekuatan awal beton) dengan pengurangan air

hingga 20% yang akan menghasilkan peningkatan kekuatan tekan beton pada umur

28 hari sampai lebih dari 40% (Sika Indonesia, 2016).

Secara kimia unsur yang terkandung dalam Sikament LN adalah Modified

Naphthalene Formaldehyde Sulfonate, dengan berat jenis pada temperatur 20oC

sebesar 1,22 + 0,01 kg/L (Sika Indonesia, 2016). Proporsi campuran yang

direkomendasikan sekitar 0,30% – 2,0% dari berat total semen dalam campuran

beton, tergantung dengan kemudahan dan kekuatan beton yang direncanakan.

Sikament LN sebagai aditif beton berfungsi sebagai campuran adukan beton

untuk mengurangi keropos, memudahkan pengecoran dan mempercepat


28

pengerasan beton (kekuatan awal beton). Kemasan produk 20 lt berwarna coklat

tua (dark brown). Adapun cara penggunaan dari Sikament LN adalah sebagai

berikut:

1. Dosis Sikament LN: 250 – 300 ml per zak semen, dengan syarat

mengurangi pemakaian air hingga 15% dari penggunaan air pada beton

normal;

2. Campurkan Sikament LN dengan air secukupnya, tuang ke dalam mixer

(molen) dan aktifkan mixer hingga adukan beton tercampur dengan

seragam, proporsi campuran yang digunakan untuk 900 ml dengan

pengunaan sekitar ± 3 – 4 zak semen; dan

3. Beton siap dituangkan atau dicor.

2.1.5 Kuat Tekan Beton

Kuat tekan merupakan salah satu kinerja utama pada beton (Mulyono,

2005). Menurut SNI 03-1974-1990 kuat tekan beton adalah besarnya beban

persatuan luas, yang menyebabkan benda uji beton hancur bila dibebani dengan

gaya tekan tertentu, yang dihasilkan oleh mesin tekan. Kuat tekan beton normal

antara 20 – 40 MPa. Kuat tekan beton dipengaruhi oleh: faktor air semen (water

cement ratio=w/c), sifat dan jenis agregat, jenis campuran kelecakan (workability),

perawatan (curing) beton dan umur beton.

Kuat tekan beton akan mengalami peningkatan seiring dengan

bertambahnya usia beton sampai pada umur 28 hari dan pada umur 28 hari pula

kuat tekan beton telah dianggap 100%. Mengacu pada SNI 1974:2011, untuk

menghitung kuat tekan benda uji dengan membagi beban maksimum yang diterima
29

oleh benda uji selama pengujian dengan luas penampang melintang rata yang

ditentukan, yaitu:

𝑃
𝑓′𝑐 = 𝐴

Keterangan:

f’c : Kuat tekan beton dengan benda uji silinder (MPa atau N/mm2)
P : Gaya tekan aksial (N)
A : Luas penampang melintang benda uji (mm2)

2.1.6 Kuat Lentur Beton

Lentur pada balok disebabkan oleh regangan yang timbul karena adanya

beban luar (Nawy, 1990). Apabila beban bertambah, maka pada balok akan terjadi

deformasi dan regangan tambahan yang menyebabkan retak lentur di sepanjang

bentang balok. Kemampuan lentur perlu diketahui pada bahan yang akan dipakai

sebagai elemen struktural atau konstruksi beton bertulang.

Kuat lentur merupakan besaran nilai kuat tarik tidak langsung dari benda uji

beton berbentuk balok yang diperoleh dari hasil pembebanan uji tersebut, yang

diletakkan mendatar di atas permukaan meja mesin uji lentur, atau hasil bagi antara

momen lentur terhadap momen inersia balok beton.

Pengujian kuat lentur dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

1. Jika keruntuhan terjadi di bagian tengah bentang


𝑃×𝐿
𝐹𝑐𝑟 = 𝑏×ℎ2

2. Jika keruntuhan terjadi pada bagian tarik di luar tengah bentang


𝑃×𝑎
𝐹𝑐𝑟 = 𝑏×ℎ2
30

Keterangan:

Fcr : Kuat lentur benda uji (MPa)


P : Beban maksimum pada balok yang diberikan oleh mesin penguji (N)
L : Panjang tumpuan balok (mm)
b : Lebar benda uji (mm)
h : Tinggi benda uji (mm)
a : jarak rata-rata antara garis keruntuhan dan titik perletakan terdekat diukur
pada bagian tarik specimen (mm)

Selain itu kuat lentur juga dapat dihitung berdasarkan nilai kuat tekan

sebagaimana yang telah dijelaskan menurut SK SNI T-15-1991-03 Pasal 3.2.5

ditetapkan secara empiris besarnya modulus runtuh (fr) beton ringan yaitu

fr=0,75(0.70√𝑓′𝑐).

2.2 Penelitian Relevan

Terdapat beberapa penelitian relevan untuk dijadikan referensi penelitian

diantaranya:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Azhari, 2008 dengan judul

“Pemanfaatan Limbah Styrofoam Pada Pembuatan Beton Ringan”,

memberi kesimpulan pada penelitiannya yaitu, pada campuran

Styrofoam sebesar 20% kuat tekan sebesar 8,389 MPa, campuran

sebesar 30% menghasilkan kuat tekan sebesar 7.658 MPa, campuran

sebesar 40% menghasilkan kuat tekan sebesar 7.455 MPa, campuran

sebesar 50% menghasilkan kuat tekan sebesar 4,521 MPa, dan

campuran sebesar 60% menghasilkan kuat tekan sebesar 3,126 MPa.


31

2. Pada Penelitian Kastubi Rochmat, dkk (2015) dihasilkan data kuat lentur

yaitu, pada komposisi 20% styrofoam dan 0% fly ash diperoleh kuat

lentur sebesar 2,207 MPa, pada komposisi 30% styrofoam dan 0% fly

ash diperoleh kuat lentur sebesar 1,869 MPa, dan pada komposisi 40%

styrofoam dan 0% fly ash diperoleh kuat lentur sebesar 1,842 MPa.

3. Penelitian Enda dengan judul “Kajian Eksperimental Material dan

Elemen Dinding Beton Beragregat Kasar Styrofoam dengan Lapisan

Coating”, dengan data campuran bahan sebagai berikut:

Pada kode campuran S0,8 menghasilkan berat isi beton 1697,78 kg/m3

dan kuat tekan sebesar 10,67 MPa, kode campuran S0,7 menghasilkan

berat isi beton 1712,74 kg/m3 dan kuat tekan sebesar 10,94 MPa, kode

campuran S0,6 menghasilkan berat isi beton 1670,18 kg/m3 dan kuat

tekan sebesar 12,05 MPa, dan kode campuran S0,5 menghasilkan berat

isi beton 1658,86 kg/m3 dan kuat tekan sebesar 14,62 MPa. Dan

menyimpulkan bahwa berat isi beton ALWA Styrofoam meningkat

seiring dengan berkurangnya faktor air semen, akan tetapi peningkatan

kekuatannya tidak signifikan seperti pada kuat tekan beton normal.

4. Pada penelitian Hadidi, Mungok, dan Budi, 2015 dengan judul “Studi

Eksperimental Pemakaian High Range Water Reducing Dengan

Sikament LN Terhadap Beton Mutu Normal Menggunakan Metode


32

ACI” memberikan hasil nilai kuat tekan karakteristik beton normal

dengan menggunakan Sikament LN dengan variasi (0,6%, 1,0%, dan

1,5%) didapat nilai kuat tekan karakteristik beton berturut-turut yaitu:

29,52 MPa, 30,91 MPa, dan 28,08 MPa, serta kuat tekan beton tanpa

additive yaitu sebesar 28,99 MPa.

5. Pada penelitian R. Djamaluddin (2015) mendapatkan hasil data kuat

tekan pada campuran 0% styrofoam sebesar 27,72 MPa, pada campuran

10% styrofoam sebesar 17,76 MPa, pada campuran 30% styrofoam

sebesar 13,12 MPa, dan pada campuran 50% styrofoam sebesar 5,26

MPa. Sedangkan hasil data kuat lentur rata-rata pada campuran 0%

styrofoam sebesar 6,13 MPa, pada campuran 10% styrofoam sebesar

4,98 MPa, pada campuran 30% styrofoam sebesar 4,24 MPa, pada

campuran 50% styrofoam sebesar 3,40 MPa.

2.3 Kerangka Berpikir

Seiring meningkatnya kebutuhan di bidang konstruksi, kebutuhan material

berupa batu kerikil/batu split semakin meningkat. Bahan material yang berasal dari

alam ini lambat laun akan berkurang ketersediaannya, terlebih di Indonesia sedang

gencarnya pembangunan infrastruktur yang salah satunya adalah pembangunan

infrastruktur gedung. Tentu saja, untuk dapat mengatasi hal itu diperlukan upaya

inovasi untuk menghasilkan bahan penggantinya. Salah satu caranya yaitu

memaksimalkan limbah sebagai bahan inovasi yang terdapat di lingkungan sekitar.

Karakteristik beton yang ada pada saat ini menghadirkan tantangan akan

sebuah inovasi akan kebutuhan beton, diantaranya bersifat ramah lingkungan serta
33

memiliki berat jenis yang rendah (beton ringan). Beton ringan merupakan beton

yang memiliki berat jenis beton lebih kecil dari beton normal. Menurut SNI 03 –

2847 – 2002, beton ringan adalah beton yang mengandung agregat ringan dan

mempunyai berat jenis beton tidak melebihi 1900 kg/m3. Salah satu inovasi saat ini

pada beton ringan yaitu “Beton Ringan Styrofoam”, bahan pengganti atau variasi

dari bahan styrofoam digunakan karena memiliki berat jenis yang cukup ringan

yaitu hanya berkisar 13 kg/m3 sampai 16 kg/m3.

Pada pembuatan beton ringan terdapat salah satu kendala jika menggunakan

Styrofoam, yaitu rendahnya nilai keenceran beton atau biasa disebut slump.

Rendahnya nilai keenceran (slump) campuran beton segar sehingga menjadikan

proses pengerjaan beton menjadi sulit (workabilitas rendah). Menambahkan air

pada campuran beton segar untuk meningkatkan workabilitas akan memperbesar

pula faktor air semennya dan berdampak pada penurunan kekuatan beton ringan.

Maka dari itu dibutuhkan Superplasticizer pada pembuatan beton ringan styrofoam

untuk meningkatkan workabilitas, salah satunya yaitu penggunaan Sikament LN

sebesar 1% terhadap berat semen yang berfungsi untuk meningkatkan workabilitas

dan nilai kuat tekan pada beton ringan ini.

Penelitian yang dilakukan oleh Azhari, 2008 dengan judul “Pemanfaatan

Limbah Styrofoam Pada Pembuatan Beton Ringan”, memberi kesimpulan pada

penelitiannya yaitu, pada campuran Styrofoam sebesar 20% menghasilkan berat

volume sebesar 1554 kg/m3 dan kuat tekan sebesar 8,389 MPa, campuran sebesar

30% menghasilkan berat volume sebesar 1436 kg/m3 dan kuat tekan sebesar 7.658

MPa, campuran sebesar 40% menghasilkan berat volume sebesar 1279 kg/m3 dan

kuat tekan sebesar 7.455 MPa, campuran sebesar 50% menghasilkan berat volume
34

sebesar 1031 kg/m3 dan kuat tekan sebesar 4,521 MPa, campuran sebesar 60%

menghasilkan berat volume sebesar 919 kg/m3 dan kuat tekan sebesar 3,126 MPa.

Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti sebelumnya terhadap

beton ringan beragregat Styrofoam, diketahui bahwa mutu beton turun seiring

dengan penambahan presentase agregat Styrofoam di dalam beton. Memasukkan

Styrofoam sebagai bahan penyusun beton menyebabkan mutu beton semakin

lemah, sehingga dalam penelitian ini agregat kasar Styrofoam dilakukan perkuatan

dengan pelapisan (coating).

Semakin besar kenaikan persentase variasi agregat kasar berupa Styrofoam

pada campuran beton akan membuat kuat tekan semakin menurun dan terdapat

kendala yaitu berupa rendahnya nilai keenceran beton atau biasa disebut slump.

Maka timbul keingintahuan untuk melakukan penelitian menggunakan Styrofoam

yang dilakukan treatment coating dengan pasta semen sebagai variasi agregat kasar

dengan persentase 10%, 20% 30% dan 40% terhadap volume agregat kasar dan

menggunakan Superplasticizer Sikament LN dengan kadar 1% terhadap berat

semen.

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir di atas, maka dapat

dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

Diduga kuat tekan beton dengan pengganti sebagian agregat kasar

styrofoam yang dilakukan treatment dengan coating pasta semen dengan persentase

10%, 20%, 30%, dan 40% dengan bahan tambah Superplasticizer Sikament LN 1%
35

terhadap berat semen dapat mempengaruhi nilai kuat tekan dan kuat lentur beton

ringan.

Anda mungkin juga menyukai