SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI SAPTA TARUNA BAB I Proposal Penelitian Selo Adiyan Sunu (201801781)
Teknik Sipil Sekolah Tinggi Teknologi Sapta Taruna
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Pracetak dan prategang sebagai metode konstruksi saat ini mulai banyak digunakan. Hal ini disebabkan adanya beberapa keuntungan didalam pelaksanaannya, seperti waktu pelaksanaan konstruksi yang lebih cepat serta kemudahan dalam pembuatan perawatan. Sebagai metode konstruksi, pembuatan pracetak dan prategang biasa dibuat di lapangan dengan kontrol kualitas yang lebih terjamin. Sedangkan sebagai metode konstruksi, pracetak dan prategang bukan lagi sebagai sesuatu hal yang sulit untuk dilaksanakan karena jenis dan kemampuan peralatan konstruksi, seperti sarana transportasi dan alat-alat berat sebagai pendukung mobilisasi mengalami perkembangan yang pesat untuk mendukung pelaksanaan konstruksi. Prategang sendiri biasanya digunakan pada bangunan berjalur panjang seperti jembatan dan basement. Pelaksanaannya dapat dibuat dengan metode pracetak atau cor setempat dengan kontrol yang berbeda – beda. Pada umumnya prategang dibuat sesuai dengan owner yang menginginkan kualitas yang baik dari struktur bangunannya. Mengingat di kota Surakarta sendiri masih belum ada metode yang menggunakan sistem pracetak dan prategang dalam pelaksanaan bangunan bertingkat maka ada bagusnya untuk menggunakan cara baru yang telah diakui lebih bagus dalam segi kualitas yang lebih terjamin dan pemeliharaannya yang terhitung lebih ringan. Sedangkan gedung bioskop yang direncanakan dengan tinggi lantai 3 ini juga memakai tipe balok dan kolom yang sama atau struktur ekuivalen pada perencanaannya maka sistem pracetak sangat ideal digunakaan pada bangunan ini. Masalah yang lainnya adalah saat Surakarta mengalami perubahan berarti dari segi arsitektur seperti adanya berbagai macam bangunan dengan tingkat kesulitan yang sudah cukup rumit seperti dermaga dan bangunan gedung bertingkat. Dengan itu metode yang baru diharapkan akan lebih memicu masyarakat Surakarta agar bisa lebih bervariasi dalam metode pelaksanaannya.
Dengan semua permasalahan yang terjadi dan berhubungan dengan
bangunan, maka gedung bioskop sugeng juga merupakan proyek yang Proposal Penelitian Selo Adiyan Sunu (201801781)
Teknik Sipil Sekolah Tinggi Teknologi Sapta Taruna
potensial untuk dibuat redesain sehingga menjadi bangunan yang lebih
diminati masyarakat dan juga lebih meramaikan industri film khususnya di Surakarta.
1.2 Rumusan masalah
Rumusan masalah yang akan ditemukan adalah: 1. Bagaimana cara membuat desain ulang dari Gedung Bioskop Sugeng yang dulunya hanya 1 lantai menjadi setinggi 3 lantai dengan luasan yang sama dengan metode beton pracetak. 2. Bagaimana cara merencanakan balok prategang yang merupakan solusi dari gedung lantai 3 dengan fungsi gedung sebagai bioskop yang harus tanpa kolom di bagian tengahnya.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian proyek ini adalah untuk merencanakan ulang struktur gedung bioskop sugeng surakarta dengan menyajikan alternatif penyelesaian desain menggunakan beton pracetak dan prategang pada atap lantai 3. Proposal Penelitian Selo Adiyan Sunu (201801781)
Teknik Sipil Sekolah Tinggi Teknologi Sapta Taruna
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Pengertian Redesain
Pengertian redesain disebutkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah desain ulang, perencanaan kembali, perlakuan terhadap suatu hasil karya yang direncanakan secara menyeluruh meliputi desain dan pelaksanaan. Kata ini berasal dari bahasa inggris (re-design) yang berarti sama. Redesain adalah sebuah aktivitas yang melakukan pengubahan pembaharuan dengan berpatokan dari wujud desain yang lama diubah menjadi baru, sehingga dapat memenuhi tujuan- tujuan positif yang mengakibatkan kemajuan. Dapat diartikan juga sebagai kegiatan perencanaan dan perancangan kembali suatu bangunan sehingga terjadi perubahan fisik tanpa merubah fungsinya baik melalui perluasan, perubahan maupun pemindahan lokasi (www.ilmusipil.com).
II.2 Pengertian Beton Pracetak
Pengertian pracetak atau precast disebutkan dalam beberapa sumber
antara lain adalah: 1. Menurut Plant Cast Precast And Prestressed Concrete (A Design Guide), menyebutkan beton pracetak (precast concrete) adalah beton yang dicetak dibeberapa lokasi (baik dilingkungan proyek maupun di pabrik) yang ada akhirnya dipasang pada posisinya dengan suatu system sambungan sehingga rangkaian elemen demi elemen beton pracetak menjadi satu kesatuan yang utuh sebagai suatu struktur. 2. Dalam SKSNI T-15-1991-03 (pasal 3.9.1) disebutkan beton pracetak adalah komponen beton yang dicor di tempat yang bukan merupakan posisi akhir di dalam suatu struktur. Proposal Penelitian Selo Adiyan Sunu (201801781)
Teknik Sipil Sekolah Tinggi Teknologi Sapta Taruna
Pada perencanaan Gedung Bioskop Sugeng Surakarta ini akan
dipakai tipe pemodelan struktur sebagai building frames system. Building frame system yang seperti pengertiannya disebutkan dalam peraturan UBC 1997 (Uniform Building System) pasal 1629.6.3 yaitu sistem yang ada pada dasarnya memanfaatkan space frame untuk menjadi penahan beban gravitasi sedangkan penahan terhadap gaya lateral dilakukan oleh shear wall atau braced frame.
II.3 Industri Beton Pracetak
Beton pracetak bisa sebagai material konstruksi dan metode konstruksi. Sebagai material konstruksi, beton pracetak dapat diproduksi di lapangan dengan kontrol kualitas yang lebih terjamin dan dapat dipakai sebagai unsur non struktural atau unsur struktural. Dalam pemakaian beton pracetak, ada kontol yang lebih besar dari bentuk permukaan yang tidak mudah diperoleh dengan beton konvensional. Sebagai metode konstruksi, sistem beton pracetak tidak sulit untuk dilaksanakan dan dalam pelaksanaannya dapat mengurangi total waktu proyek sejak unit-unit atau komponen-komponen pracetak disiapkan, sementara fase atau item-item pekerjaan lain dapat dikerjakan seiring dengan proses pembuatan pracetak.
II.3.1 Pabrikasi Yang Bersifat Sementara
1. Luas areal proyek cukup luas sehingga terdapat cukup tempat untuk membuat maupun menyimpan bahan-bahan baku dan elemen-elemen pracetak yang sudah jadi untuk menunggu gilirannya dipasangkan pada struktur.
2. Lingkungan mendukung untuk pergerakan transportasi dari
komponen pracetak yaitu berkaitan dengan pengaturan letak tower crane, tempat penyimpanan elemen pracetak dan tempat dipasangkannya elemen pracetak pada struktur sehingga pelaksanaannya berjalan dengan lancar.
3. Tempat dan proses pabrikasi akan berakhir seiring dengan
berakhirnya proyek. Proposal Penelitian Selo Adiyan Sunu (201801781)
Teknik Sipil Sekolah Tinggi Teknologi Sapta Taruna
II.3.2 Pabrikasi Yang Bersifat Permanen
1. Pabriknya membutuhkan areal yang luas, karena produksi akan dilakukan secara masal dan tentunya didukung dengan lokasi sumber bahan baku yang relatif dekat dengan lokasi proyek. 2. Proses berlangsungnya pabrikasi juga diharapkan tidak mengganggu dan tidak menimbulkan polusi pada lingkunga sekitarnya. 3. Sarana jalannya juga diharapkan mendukung pergerakan dari bahan baku, elemen pracetak yang sudah jadi, serta truk dan kendaraan berat lainnya baik masuk maupun keluar dari elemen proyek.
II.4 Perencanaan Elemen Pracetak
Pada elemen struktur pracetak direncanakan sesuai dengan rumus yang sama seperti struktur beton konvensional namun dengan ketentuan – ketentuan berikut sesuai SNI 03–2847–2002 pasal 18: 1. Kolom pracetak harus mempunyai kekuatan nominal tarik minimum sebesar 1,5Ag dalam kN. Untuk kolom dengan penampang yang lebih besar dari pada yang diperlukan berdasarkan tinjauan pembebanan, luas efektif tereduksi Ag’ yang didasarkan pada penampang yang diperlukan tetapi tidak kurang dari pada setengah luas total, boleh digunakan. 2. Gaya-gaya boleh disalurkan antara komponen-komponen struktur dengan menggunakan sambungan grouting, kunci geser, sambungan mekanis, sambungan baja tulangan, pelapisan dengan beton bertulang cor setempat, atau kombinasi dari cara-cara tersebut. Kemampuan sambungan untuk menyalurkan gaya-gaya antara komponen-komponen struktur harus ditentukan dengan analisis atau dengan pengujian. Dalam merencanakan sambungan dengan menggunakan bahan-bahan dengan sifat struktural yang berbeda, maka daktilitas, kekuatan, dan kekakuan relatifnya harus ditinjau. Proposal Penelitian Selo Adiyan Sunu (201801781)
Teknik Sipil Sekolah Tinggi Teknologi Sapta Taruna
3. Apabila elemen pracetak membentuk diafragma atap atau
lantai, maka sambungan antara diafragma dan komponen- komponen struktur yang ditopang secara lateral oleh diafragma tersebut harus mempunyai kekuatan tarik nominal yang mampu menahan sedikitnya 4,5 kN/m.
II.5 Beberapa Tipe Elemen Pracetak
II.5.1 Plat (Precast Slab) 1. Plat pracetak berlubang (hollow core slab) Pelat jenis ini biasanya memakai kabel pratekan. Kelebihan dari pelat jenis ini adalah lebih ringan, durabilitas tinggi dan ketahanan terhadap api tinggi. 2. Plat pracetak tanpa berlubang (non hollow core slab) Kelebihan dari pelat jenis ini adalah ketebalan pelatnya lebih tipis dan tidak benyak makan tempat penumpukan. Jenis pelat yang dipakai adalah pelat pracetak tanpa lubang.
II.5.2 Balok (Beam)
1. Balok berpenampang bentuk persegi (rectangular beams) Kelebihan dari balok jenis ini adalah pabrikasi lebih mudah yaitu dengan bekisting yang lebih ekonomis dan tidak perlu memperhitungkan tuangan akibat cor sewaktu pelaksanaan. 2. Balok berpenampang bentuk u (u-shell beams) Kelebihan dari balok jenis ini adalah lebih ringan, dapat dipakai pada bentang yang lebih panjang dan penyambungan pada joint lebih monolit. Jenis balok yang dipakai adalah balok berpenampang bentuk persegi.
II.5.3 Kolom (Column)
Adapun pada pembuatan kolom pracetak dibuat dengan cetakan sepanjang kira–kira per lantai untuk dibuat kolom pracetak. Dengan dibuat penopang pada bagian sambungannya dengan balok. Pada bagian tulangan tidak terdapat perbedaan pada kolom konvensional karena tidak ada pekerjaan tambahan pada kolom pracetak setelah pemasangan. Proposal Penelitian Selo Adiyan Sunu (201801781)
Teknik Sipil Sekolah Tinggi Teknologi Sapta Taruna
II.6 Keuntungan Beton Pracetak
1. Ketebalan elemen kecil (shallow construction depth) Dengan perencanaan yang baik dan kontrol yang baik akan diperoleh dimensi yang lebih kecil jika dibandingkan dengan elemen cor setempat untuk ukuran kekuatan elemen yang sama. Dengan dimensi elemen yang lebih kecil, dari segi struktur bisa meringankan berat struktur secara keseluruhan sehingga akan memperkecilbeban gempa yang harus dipikul struktur. 2. Daya dukung beban tinggi (high load capacity) Memiliki kekuatan yang lebih tinggi guna menerima beban yang cukup berat jika dibandingkan dengan elemen cor setempat dengan dimensi elemen yang sama. 3. Keawetan (durability) Dengan perencanaan yang baik akan dapat dicapai ukuran penampang yang lebih kecil sehingga memliki kepadatan dan kekedapan air yang lebih tinggi sehingga lebih tahan terhadap korosi, cuaca dan kerusakan-kerusakan lain, khususnya kerusakan yang tergantung waktu. 4. Bentang panjang (long span) Dengan perencanaan yang baik akan dapat dibuat bentang yang lebih panjang bentang jika dibandingkan dengan elemen cor setempat dengan ukuran penampang yang sama sehingga lebih leluasa untuk desain interior gedung. 5. Fleksibel untuk dikembangkan (flexibility for expansion) Beton pracetak dapat diproduksi untuk penyedian fasilitas arah vertikal dan horisontal secara lebih mudah. Misalnya untuk listrik, untuk saluran air kotor dan lain sebagainya. 6. Sedikit perawatan (low maintenance) Sebab memiliki kepadatan yang lebih tinggi sehingga lebih tahan terhadap keropos dan korosi. 7. Penyediaannya mudah (ready availability) Terutama untuk produksi massal dengan schedul pemasangan selama pemesanan masih dibawah kapasitas produksi maksimum. 8. Ekonomis (economy) Yaitu dapat menghemat material yang digunakan karena dengan perencanaan yang baik akan dapat dihasilkan luasan penampang yang lebih kecil. Diperlukan tenaga kerja yang lebih sedikit karena sebagian pekerjaan telah dilakukan di pabrik yaitu elemennya sudah Proposal Penelitian Selo Adiyan Sunu (201801781)
Teknik Sipil Sekolah Tinggi Teknologi Sapta Taruna
dicetak di pabrik, sehingga tidak diperlukan lagi tenaga untuk
pembuatan bekisting di proyek. Dan hal ini juga tentu saja dapat menghemat waktu penyelesaian pekerjaan. 9. Kontrol kualitas (quality control) Karena produksinya di pabrik tentu saja kontrol kualitasnya lebih mudah dilakukan. Dalam pelaksanaan kontrol kualitas merupakan program utama untuk standar tinggi dari pabrikasi. 10. Transmisi kegaduhan rendah (low noise transmission) Dikarenakan elemen sudah dikerjakan di pabrik, di lokasi tinggal dipasang. 11. Kontrol dari creep dan shrinkage (control of creep and shrinkage) Elemen pracetak biasanya dirawat dalam tempat penyimpanan sesudah dicetak 30 sampai 60 hari sebelum dikirim ke lokasi. Bagian terpenting 50 % atau lebih pergerakan dari creep dan shrinkage jangka panjang mungkin terjadi sebelum komponen-komponen tergabung dalam satu kesatuan struktur. 12. Kecepatan konstruksi (speed of construction) Hal ini karena sebagian pekerjaan dapat atau telah dilakukan di pabrik sehingga kecepatan akan relatif lebih cepat bila dibandingkan dengan beton bertulang biasa yang dibuat di proyek.
II.7 Aplikasi Sistem Pracetak
Jenis-jenis elemen pracetak yang dipakai adalah sistem pabrikasi serta sistem sambungannya adalah sebagai berikut : 1. Plat pracetak yang dipakai adalah pelat pracetak tidak berlubang. 2. Sambungan yang dipakai adalah sambungan basah (cor setempat) atau sambungan kering (dengan pengelasan), disesuaikan dengan keperluan. 3. Pabrikasi elemen pracetak diasumsikan dibuat di lokasi lain yang terletak tidak terlalu jauh dari lokasi proyek.
II.8 Elemen Prategang
Dalam hal ini kami melampirkan pengertian dari elemen struktur prategang sebagai berikut: 1. Menurut Buku Desain Beton bertulang, Prategang adalah jenis beton dengan menggunakan kabel tendon yang dibuat pada bagian dalamnya yang difungsikan untuk model bangunan yang Proposal Penelitian Selo Adiyan Sunu (201801781)
Teknik Sipil Sekolah Tinggi Teknologi Sapta Taruna
memakai balok yang cukup panjang jangkauannya. Prategang dapat
didefinisikan sebagai pemberian tegangan internal pada struktur yang sifatnya berlawanan dengan tegangan yang terjadi pada struktur akibat beban layan atau beban kerja. 2. Definisi beton pratekan atau prategang (prestressed concrete) menurut buku T.Y LIN and NED H BURNS yaitu beton yang mengalami tegangan internal, dengan besar dan distribusi sedemikian rupa sehingga dapat mengimbangi tegangan yang terjadi akibat beban eksternal sampai batas tertentu. 3. Definisi Beton Pratekan menurut SNI 03 – 2847 – 2002 yaitu beton bertulang yang telah diberikan tegangan tekan dalam untuk mengurangi tegangan tarik potensial dalam beton akibat beban kerja. 4. Sedangkan menurut RSNI 03-2847-2002 20.2(2) menyatakan bahwa Perencanaan komponen struktur beton prategang harus didasarkan pada kekuatan dan perilaku komponen struktur pada kondisi beban kerja untuk semua tahap pembebanan kritis yang mungkin selama masa layan struktur sejak saat pertama prategang diberikan.
II.9 Kelebihan dan Kekurangan Beton Prategang
Seperti yang telah dijelaskan tentang klasifikasi dan pengertian prategang dapat dilihat bahwa prategang memungkinkan kita untuk memanfaatkan seluruh penampang melintang batang dalam menahan beban. Maka akan didapat efisiensi lebih dari segi besar dan panjang dibandingkan memakai beton bertulang biasa. Kelebihan lainnya adalah beton prategang lebih kuat dengan menerima beban layan yang tidak akan mengalami retak yang berakibat banyak pada umur beton nantinya. Adapun kekurangannya adalah diperlukan kontrol yang lebih ketat dari segi pembuatannya. Dan juga diperlukan bahan baja dan beton bermutu tinggi untuk membuat beton prategang yang memenuhi persyaratan. Kekurangan lain adalah diperlukan biaya tambahan untuk pengangkuran dan plat pada ujung balok. Proposal Penelitian Selo Adiyan Sunu (201801781)
Teknik Sipil Sekolah Tinggi Teknologi Sapta Taruna
BAB III METODOLOGI PERENCANAAN
III.1 Metode perencanaan
Metode atau langkah-langkah yang akan digunakan dalam merencanakan struktur gedung Bioskop Sugeng Surakarta ini adalah sebagai berikut : 1. Mengumpulkan dan mempelajari literatur yang berkaitan dengan perencanaan. 2. Pendefinisian obyek perencanaan yaitu penentuan gedung sebagai obyek perencanaan, peruntukkan gedung dan lokasi dibangunnya gedung yang dipakai untuk menentukan jenis tanah yang ada di lokasi tersebut. 3. Preliminary design yang mencakup perkiraan dimensi elemen struktur dan juga penggambaran denah struktural dengan menggunakan program AutoCAD 2019 dengan menggunakan gambar 2 dimensi. 4. Analisa pembebanan meliputi besarnya beban hidup dan beban mati sesuai dengan ketentuan PPIUG 1983. 5. Pemodelan struktur meliputi : 1. Struktur utama dimodelkan sebagai building frame system, dimana gaya gravitasi ditahan oleh space frame dan beban lateral ditahan oleh shearwall dengan perletakan dasar jepit. 2. Lantai dimodelkan sebagai diafragma yang kaku dengan tumpuan yang direncanakan sesuai dengan SNI 03 – 2847 – 2002. 3. Tangga dimodelkan sebagai frame 3 dimensi dengan perletakan jepit dan rol pada bagian bordes. 6. Analisa gaya-gaya dalam akibat pembebanan yang terjadi pada struktur : 1. Untuk analisa struktur utama dipakai software SAP2000 v22.0.01 2. Untuk analisa elemen tangga dipakai bantuan software SAP2000 v22.0.01 3. Untuk analisa struktur sekunder sesuai dengan SNI 03 – 2847 – 2002. Proposal Penelitian Selo Adiyan Sunu (201801781)
Teknik Sipil Sekolah Tinggi Teknologi Sapta Taruna
7. Detail elemen struktur seperti detail penulangan dan
perhitungan sambungan sesuai dengan SNI 03 – 2847 – 2002. 8. Perhitungan pondasi dari struktur gedung. 9. Hasil perhitungan dibuat dalam bentuk tabel. 10. Bentuk struktur serta hasil perhitungannya akan dituangkan dalam bentuk gambar.
III.2 Flow Chart Metodologi
Proposal Penelitian Selo Adiyan Sunu (201801781)
Teknik Sipil Sekolah Tinggi Teknologi Sapta Taruna
DAFTAR PUSTAKA
Chu-Kia Wang dan Charles G. Salmon, Binsar Hariadja, 1989,
Disain Beton Bertulang, Jakarta, Penerbit Erlangga, edisi ke-4 Jilid 2. Departemen Pekerjaan Umum, 1983, Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung, Bandung, Penerbit Direktorat Jenderal Cipta Karya. 2002, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung, Jakarta, Penerbit BSN, SNI 03-2847-2002. PCI Industry Handbook Committee, 1992, PCI Design Handbook Precast and Prestress Concrete,Chicago, PCI Precast/Prestressed Concrete Institut, Fourth Edition.