Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di zaman ini penggunaan beton semakin meningkat, disebabkan karena


bahan pembuatan beton mudah didapat, memiliki kuat tekan yang besar, beton
mudah di bentuk sesuain keinginan, biaya pemeliharaan yang kecil dan lebih tahan
terhadap berbagai cuaca. Besarnya peningkatan akan kebutuhan material pembuatan
beton menyebabkan banyak penambangan agregat sebagai salah satu material
campuran beton secara besar yang menyebabkan berkurangnya jumlah sumber
alami yang tersedia untuk pembuatan beton. Sekarang sumber pengahasil kerikil
alami kini persedianya semakin menipis. Maka untuk dapat memenuhi kebutuhan
material yang ketersediaannya semakin menipis, butuh di gunakan material
alternatife untuk pengganti agregat campuran beton dengan material lain yang
belum banyak di manfaatkan, dan harus memenuhi standart yang di tentukan.

Batu tabas adalah batu Scoria Basalt yang dihasilkan dari letusan gunung
berapi yang memiliki kontur hitam, ringan dengan permukaan tajam. Batu tabas
yang merupakan hasil letusan Gunung Agung memiliki komposisi berupa magma
intermedier basa. Berdasarkan peta geologi Bali, batu tabas merupakan hasil letusan
Gunung Agung yang berada disebelah timurnya (Darsana, 2005). Batu tabas secara
kimia memiliki Silika (SiO2) 62.83%, Aluminium Oxide (Al2O3) 13.59%, Calcium
Oxide (CaO) 8.13%, Magnesium Oxide (MgO) 3.36%, Natrium Oksida (Na2O)
3.56%, Kalium Oksida (K2O) 2.39%, Ferioksida (Fe2O3) 5.00% (Sunaryo, 2007).
Di Bali, batu tabas digunakan untuk kerjinan berupa hiasan atau ornamen bangunan
tradisional. Dari kegiatan tersebut menyisakan limbah yang cukup banyak berupa
potongan-potongan kecil batu tabas itu sendiri maupun dalam bentuk serbuk. Saat
ini, limbah batu tabas belum dikelola dengan baik dan biasanya dibiarkan
menumpuk di seputar areal kerja dan pemotongan sehingga bepotensi
mengakibatkan gangguan terhadap lingkungan. Selain itu belum dikelolanya limbah
batuan ini dengan baik menyebabkan hilangnya nilai ekonomis dari batuan andesit.
Padahal secara visual limbah batuan ini bersifat keras dan memiliki potensi
digunakannya sebagai agregat dalam beton.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut didapatkan rumsan masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana komposisi campuran yang tepat untuk menghasilkan beton yang
ekonomis dengan bahan dasar batu tabas ?
1.3 Tujuan
Berdasarkan uraian rumusan masalah tersebut didapatkan tujuan sebagai
berikut :
1. Untuk mengetahui komposisi campuran yang tepat untuk menghasilkan
beton yang ekonomis dengan bahan dasar batu tabas.
1.4 Manfaat
Praktek ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Menambah pengetahuan terhadap cara membuat komposisi campuran beton.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Beton

Beton merupakan campuran antara semen Portland atau semen hidraluik


yang lain, agregat halus, agregat kasar, dan air dengan atau tanpa bahan tambah
membentuk massa padat. Beton adalah suatu komposit dari beberapa bahan batu-
batuan yang direkatkan oleh bahan ikat berupa semen dengan kata lain beton adalah
suatu campuran antara semen, agregat campuran dan air yang telah mengeras.

Seiring dengan penambahan umur, beton akan semakin mengeras dan akan
mencapai kekuatan rencana (f’c) pada usia 28 hari. Dalam stuktur sebuah
bangunan, beton memiliki peranan yang penting yaitu sebagai penahan beban.
Beton dengan kualitas yang baik haruslah kedap terhadap air, tahan terhadap cuaca,
tahan lama dan tidak retak. Karena beton merupakan komposit, maka kualitas beton
sangat tergantung dari kualitas masing-masing material penyusunnya.

2.2 Material Penyusun Beton

2.2.1 Aggregat

Agregat adalah butiran mineral yang merupakan hasil disintegrasi alami


batu-batuan atau juga berupa hasil mesin pemecah batu dengan memecah batu
alami. Agregat merupakan salah satu bahan pengisi pada beton, namun demikian
peranan agregat pada beton sangatlah penting dalam pembuatan beton. (Tri
Maryoko, 2015). Agregat juga dapat diartikan sebagai material yang dipakai
bersama-sama dengan suatu media pengikat untuk membentuk beton, yang
diantaranya adalah pasir, kerikil, dan batu pecah dimana agregat berfungsi sebagai
bahan pengisi beton dan jumlahnya berkisar 60% - 70% dari volume beton tersebut.
Aggregat ini harus bergradasi sedemikian rupa sehingga seluruh massa beton dapat
berfungsi sebagai benda yang utuh dan rapat. Brdasarkan ukuran butirnya, aggregat
dapat dikelompokkan menjadi aggrgat kasar dan halus.

a. Aggregat Halus
Agregat Halus adalah pasir alam sebagai hasil desintegrasi secara alami
dari batuan besar menjadi butiran batuan yang berukuran kecil. Agregat halus
didefinisikan sebagai butiran batuan yang mempunyai ukuran terbesar 5,0 mm
atau lolos ayakan no. 4.75 mm. Fungsi agregat halus dalam campuran beton
adalah membentuk mortar yang mengikat agregat kasar.. Agar agregat halus
dalam campuran beton dapat berperan sesuai keutamaannya, agregat halus harus
memenuhi syarat-syarat menurut SK SNI S-04-1989-F. Syarat tersebut adalah:
1. agregat halus harus terdiri dari butiran-butiran tajam, keras, dan bersifat
kekal artinya tidak hancur oleh pengaruh cuaca dan temperatur, seperti
terik matahari, hujan, dan lain-lain;
2. agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% berat
kering, apabila kadar lumpur lebih besar dari 5%, maka agregat halus
harus dicuci bila ingin dipakai untuk campuran beton;
3. agregat halus tidak boleh mengandung banyak bahan organik terlalu
banyak dan harus dibuktikan dengan percobaan warna dari ABRAMS-
HARDER dengan larutan NaOH 3%;
4. angka kehalusan (fineness modulus) untuk agregat halus antara 1,5-3,5;

SK-SNI-T-15-1990-03 memberikan syarat gradasi untuk agregat halus yang


diadopsi dari British Standard, yaitu dikelompokkan menjadi empat zone
sebagai berikut:

1. Zone 1 adalah pasir yang gradasi butirannya ada pada daerah ini termasuk
pasir kasar dan kurang baik untuk campuran beton.
2. Zone 2 adalah pasir yang gradasi butirannya ada pada daerah ini termasuk
pasir yang baik untuk campuran beton.
3. Zone 3 adalah pasir yang gradasi butirannya ada pada daerah ini termasuk
pasir yang agak halus dan kurang baik untuk campuran beton.
4. Zone 4 adalah passir yang gradasi butirannya ada pada daerah ini termasuk
pasir sangat halus dan kurang baik untuk campuran beton.
Tabel 2. 1 Zona Gradasi Agregat Halus
ZONA1 ZONA 2 ZONA 3 ZONA 4
Ukuran
ayakan Batas Batas Batas Batas Batas Batas Batas Batas
atas bawah atas bawah atas bawah atas bawah
9.50 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
4.75 100.00 90.00 100.00 90.00 100.00 90.00 100.00 95.00
2.36 95.00 60.00 100.00 75.00 100.00 85.00 100.00 95.00
1.18 70.00 30.00 90.00 55.00 100.00 75.00 100.00 90.00
0.60 34.00 15.00 59.00 35.00 79.00 60.00 100.00 80.00
0.30 20.00 5.00 30.00 8.00 40.00 12.00 50.00 15.00
0.15 10.00 0.00 10.00 0.00 10.00 0.00 15.00 0.00

Sumber : Badan Standardisasi Nasional. 1991. SNI T-15-1991-03 Tata


cara perhitungan struktur beton untuk bangunan gedung. Jakarta

b. Aggregat Kasar
Agregat kasar merupakan komponen utama dari struktur beton. Agregat
kasar biasa di sebut kerikil mempumyai rentang ukuran yaitu > 4,75 mm dan ≤
40 mm. Agregat kasar berfungsi sebagai tulang punggung dalam beton sehingga
kualitasnya sangat mempengaruhi nilai kuat tekan beton tersebut. Agregat ini
harus memenuhi syarat keausan, bentuk, tekstur, gradasi dan kebersihan
terhadap lumpur. Gradasi agregat adalah distribusi ukuran kekasaran butiran
agregat, agregat kasar yang baik haruslah mempunyai gradasi ukuran material
yang beragam, sesuai dengan standar yang berlaku. Berikut tabel gradasi agregat
kasar berdasarkan SNI dan ASTM :

Tabel 2. 2 Gradasi Agregat Kasar SNI

Ukuran Ayakan % Lolos Ayakan


Ukuran Ukuran Ukuran
maks. 10 mm maks. 20 mm maks. 40 mm
mm SNI ASTM inch
75,0 76 3 in 3,00 100-100
37,5 38,1 1½ in 1,50 100-100 95-100
19,0 19,0 ¾ in 0,75 100-100 95-100 35-70
9,5 9,5 ⅜ in 0,3750 50-85 30-60 10-40
4,75 4,75 no.4 0,1870 0-10 0-10 0-5
Sumber : Badan Standardisasi Nasional. 2000. SNI 03-2834-2000 Tata
cara pembuatan rencana campuran beton normal. Bandung
2.2.2 Semen Portland

Semen adalah suatu jenis bahan yang memiliki sifat adhesif dan kohesif
yang memungkinkan melekatnya fragmen-fragmen mineral lain menjadi suatu
massa yang padat. Fungsi semen adalah untuk melekatkan butiran-butiran
agregat agar menjadi suatu massa yang kompak, padat, dan kuat. Selain itu
semen juga berfungsi untuk mengisi rongga-rongga diantara butiran agregat
pada beton.
Semen portland dibuat melalui beberapa langkah, sehingga sangat halus
dan memiliki sifat adhesif maupun kohesif. Semen diperoleh dengan
membakar karbonat atau batu gamping dan argillaceous (yang mengandung
aluminia) dengan perbandingan tertentu. Bahan tersebut dicampur dan dibakar
dengan suhu 1400º C - 1500º C dan menjadi klinker. Setelah itu didinginkan
dan dihaluskan sampai seperti bubuk. Lalu ditambahkan gips atau kalsium
sulfat (CaSO4) kira–kira 2 sampai 4 % persen sebagai bahan pengontrol waktu
pengikatan. Bahan tambah lain kadang ditambahkan pula untuk membentuk
semen khusus misalnya kalsium klorida untuk menjadikan semen yang cepat
mengeras.
Secara garis besar, ada 4 (empat) senyawa kimia utama yang menyusun semen
portland, yaitu:
a. Trikalsium silikat (3CaO.SiO2) yang disingkat menjadi C3S. b. Dikalsium
silikat (2CaO.SiO2) yang disingkat menjadi C3A.
b. Trikalsium silikat (3CaO.Al2O3) yang disingkat menjadi C3A
c. Tetrakalsium aluminoferrit (4CaO. Al2O3. Fe2O3) yang disingkat menjadi
C4AF.
Senyawa tersebut menjadi kristal-kristal yang saling mengikat atau
mengunci ketika menjadi klinker. Komposisi dan adalah 70-80% dari berat
semen dan merupakan bagian yang paling dominan memberikan sifat semen
(Mulyono,2004).

2.2.3 Air

Air merupakan salah satu bahan dasar dalam pembuatan beton yang
penting dan paling murah diantara bahan yang lainnya. Air diperlukan pada
pembuatan beton untuk memicu proses kimiawi semen, membasahi agregat
dan memberikan kemudahan dalam pekerjaan beton (workability). Air yang
dapat diminum umumnya dapat digunakan sebagai campuran beton. Air
yang mengandung senyawa-senyawa berbahaya yang tercemar garam, gula,
dan bahan kimia lainnya jika dipakai dalam campuran beton akan menurunkan
kualitas beton. Bahkan dapat mengubah sifat-sifat beton yang dihasilkan.
Air melalui proses kimia dengan semen akan membentuk pasta semen.
Air dalam campuran beton menyebabkan terjadinya proses hidrasi dengan
semen. Karena pasta semen merupakan hasil dari reaksi kimia antara semen
dengan air, maka bukan perbandingan jumlah air terhadap total berat campuran
yang penting, tetapi justru perbandingan air dengan semen (faktor air semen).
Menurut standar SK-SNI-03-2847-2002, syarat-syarat air sebagai bahan
pembuat beton adalah:
1. Air yang digunakan pada campuran beton harus bersih dan bebas dari
bahan- bahan merusak yang mengandung oli, asam alkali, garam, bahan
organik, atau bahan-bahan lain yang merugikan terhadap beton atau
tulangan.
2. Air pencampur yang digunakan pada beton prategang atau pada beton
yang didalamnya tertanam logam aluminium, termasuk air bebas yang
terkandung di dalam agregat, tidak boleh mengandung ion klorida dalam
jumlah yang membahayakan. Air yang tidak dapat diminum tidak boleh
digunakan pada beton kecuali ketentuan berikut terpenuhi:
a. Pemilihan proporsi campuran beton harus didasarkan pada
campuran beton yang menggunakan air dari sumber yang sama.
b. Hasil pengujian pada umur 7 dan 28 hari pada kubus uji mortar
yang dibuat dari adukan dengan air yang tidak dapat diminum
harus mempunyai kekuatan sekurang-kurangnya sama dengan 90%
dari kekuatan benda uji yang dibuat dengan air yang dapat
diminum.

2.2.4 Batu Tabas

Batu tabas adalah sebutan lokal (Bali) untuk satu jenis batuan yang
berwarna abu-abu kehitaman, dengan permukaan kasar dan tajam, berpori, dan
agak ringan. Batu tabas diperoleh dengan cara memotong batuan besar
menggunakan semacam kapak. Karena kandungan pori dan gelas yang tinggi,
jenis batuan ini bersifat getas, porous, permukaannya terasa tajam dan ringan
sehingga batu tabas memungkinkan digunakan sebagai agregat ringan dalam
campuran beton.
Secara peta geologi, batuan ini termasuk batuan beku dalam jenis basalt
yang disebut scoria basalt dengan komposisi kimiawi : Al2O3, SiO2, TiO2, K2
O, MnO2, MgO, CaO dengan komposisi kimianya sebagai berikut :

Tabel 2. 4 Komposisi Kimia Batu Tabas

Senyawa Komposisi Kimia (%)


SiO2 62.83 %
Al2O3 13.59 %
CaO 8.13%
MgO 3.36%
Na2O 3.56%
K2O 2.39%
Fe2O3 5.00%

Keberadaan batu tabas di Bali baru diketahui di Kabupaten Karangasem


khususnya di daerah:
a. Kecamatan Kubu, Dusun Bantas.
b. Kecamatan Abang, Dusun Umaanyar, Desa Ababi.
c. Kecamatan Bebandem, Dusun Paon, Desa Budakeling.
d. Kecamatan Selat, Dusun Batuasah, Desa Sebudi
Indikasi potensi batu tabas dari lokasi-lokasi tersebut baru diketahui
tersebar pada area seluas + 100 hektar dengan volume sebesar + 200.000 m3
(Dinas Pertambangan Bali dalam Sunaryo, 2007). Karena sifatnya yang
terkesan alami, batu tabas banyak dipakai sebagai elemen eksterior seperti
ornament ukir, bangunan, dan patung (Wijaya dan Wibisono, dalam Sunaryo,
2007). Sisa hasil penggergajian batu tabas berupa potongan-potongan dan
serbuk halus sampai saat ini belum dimanfaatkan.
Penelitian tentang pemanfaatan limbah batu tabas sebagai bahan
campuran pada beton sudah pernah dilakukan, salah satunya adalah
penggunaan serbuk batu tabas sebagai pengganti sebagian semen dalam
pembuatan beton. Limbah batu tabas dalam bentuk serbuk digunakan sebagai
pengganti sebagian semen dengan beberapa macam persentase. Didapatkan
hasil penggunaan optimal serbuk batu tabas tersebut berkisar antara 5-10%
sehingga mampu menunjukkan kinerja yang setara dan atau melampui kinerja
dari beton dengan persentase semen 100% dalam hal kuat tekan betonnya.
Namun, efek pozzolanik dari serbuk batu tabas sebagai pengganti sebagian
semen tersebut baru dapat terlihat pada umur 56 hari (Intara, 2013). Di
samping itu, untuk penelitian lainnya yang menggunakan limbah batu tabas
sebagai agregat kasar dan pengganti agregat halus belum banyak dilakukan.
Sehingga pada penelitian ini, muncul ide inovatif untuk menggunakan limbah
batu tabas pada campuran beton sebagai pengganti agregat kasar dan agregat
halus serta serbuk batu tabas sebagai filler dalam campuran beton. Diharapkan
kuat tekan beton yang dihasilkan dari beton inovasi ini sesuai dengan kekuatan
beton yang direncanakan sehingga dapat memberikan banyak manfaat dari segi
biaya dan lingkungan.
BAB III

METODE PEMBUATAN

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Waktu pelaksanaan mulai dari pemberian materi sampai pengujian beton


dimulai dari tanggal sampai tanggal, di Laboratorium Material Teknik Sipil
Politeknik Negeri Bali.

3.2 Tahap Pelaksanaan

Metode pembuatan beton terdiri dari 3 tahap yaitu tahap persiapan, tahap
pengerjaan, dan finishing. Tahap persiapan dilakukan dengan studi literatur
kemudian melanjutkan dengan penelitian di laboratorium untuk menentukan
material yang tepat digunakan untuk membuat beton ringan struktural. Tahap
pengerjaan dilakukan dengan membuat job mix design, pembuatan beton,
pengecoran, perawatan, dan pengujian beton. Tahap finishing berupa analisa data
penyusun laporan untuk mendapatkan kesimpulan.

3.2.1 Tahap Persiapan


A. Studi Literatur
Studi literatur dilakukan untuk mengetahui spesifikasi material,
cara pembuatan mix design, cara pengerjaan beton, serta perawatan yang
tepat digunakan untuk pembuatan beton. Studi literatur dilakukan dengan
mencari referensi, literatur, dan teori yang relevan dengan kasus dan
permasalahan yang ditemukan. Literatur yang digunakan sebagai sumber
adalah buku-buku, karya tulis ilmiah, dan artikel-artikel yang
berhubungan dengan beton, yang dimuat didalam media massa maupun
media elektronik.
B. Pemilihan Material

Pemilihan material dilakukan melalui studi literatur yang telah


didapatkan dari beberapa jurnal dan buku-buku yang ada. Material yang
digunakan diantaranyan merupakan limbah atau bahan sisa produksi
yang tidak terpakai. Limbah yang digunakan antara lain batu tabas. Batu
tabas merupakan salah satu material yang sering digunakan sebagai
bahan pelinggih dan candi di Bali. Batuan ini memiliki ciri berwarna
hitam ke abu-abuan. Ciri morfologi lainnya, batu ini memiliki pori- pori
kecil yang hampir merata di setiap bagian batu. Batu ini dipilih sebagai
agregat kasar dan campuran dalam agregat halus karena memiliki berat
jenis yang kecil, yaitu 1.842 kg/m3. Dalam batu tabas ini juga tekandung
pozolan yang bisa memperkuat beton nantinya.

C. Pengujian Material

Sebelum membuat beton material yang digunakan diuji terlebih


dahulu. Pengujian material ini dilakukan berdasarkan Buku Panduan Job
Sheet Kerja Beton Politeknik Negeri Bali. Dari pengujian tersebut
didapat hasil uji berat jenis, penyerapan, berat volume, analisa saringan
(gradasi), serta kadar lumpur. Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel
data hasil pengujian pada Bab IV Hasil dan Pembahasan.

3.2.2 Tahap Pengerjaan


A. Perencanaan Mix Job Design
Perencanaan mix design di buat berdasarkan SNI 03-2834-2002
dengan sistem trial and eror untuk merencanakan beton silinder 30
MPa.
1. Menentukan kuat tekan yang direncanakan, yaitu f’c 30 MPa
yang setara dengan K 361.45 kg/cm2.
2. Menetapkan standar deviasi yaitu 5 MPa, faktor keamanan 5
MPa tersebut untuk memenuhi kreteria beton sama dengan
atau lebih dari 30 MPa. Pengawasan yang baik akan
menghasilkan standar deviasi yang kecil dari suatu pengujian
beton.
3. Menentukan nilai Faktor Air Semen (FAS) berdasarkan kuat
tekan rata- rata dalam Mpa. Salah satu parameter yang
mempengaruhi kuat tekan beton adalah faktor air semen yang
rendah dan kepadatan yang tinggi tetapi beton sangat kaku
atau sulit diaduk saat dikerjakan (Blissett dan Rowson, 2012)
(Sarkar et.al., 2016). Sehingga faktor air semen rencana yang
kita gunakan adalah 0,49.
4. Kadar air bebas yang ditentukan berdasarkan nilai slump 75-
150 mm.
5. Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa batu pecah
yang tajam dan pemakaian agregat yang kecil dapat
menghasilkan mutu beton yang tinggi (Widi Lesmana,2013),
dengan demikian ukuran agregat kasar maksimum yang di
rencanakan yaitu 20 mm dan berupa batu pecah (Batu Tabas).
6. Kemudian dapat ditentukan jumlah semen berdasarkan
rumus : faktor air semen (FAS) = jumlah air / jumlah
semen. . Menurut British Standard (BS) memberikan syarat
gradasi untuk pasir.
7. Kekasaran pasir dibagi menjadi empat kelompok menurut
gradasinya, yairu pasir halus (zona 4) agak halus (zona 3),
agak kasar (zona 2) dan kasar (zona1).
8. Dari hasil pengujian yang dilakukan di Laboratorium
Politeknik Negeri Bali di dapat pasir karangasem yang di
gunakan termasuk pada zona 2.
9. Menentukan presentase agregat halus dalam campuran
berdasarkan ukuran agregat kasar maksimum, faktor air
semen dan nilai slump.
10. Menentukan nilai berat jenis relative agregat yang dihitung
berdasarkan besarnya jumlah persentase dari masing – masing
agregat di kali berat jenisnya. Berat jenis pasir yang kami
gunakan saat membuat jobmix design merupakan berat jenis
gabungan dari berat jenis pasir yaitu 2,49 gr/cm3 ditambah
dengan berat jenis batu tabas yaitu 1,84 gr/cm3 dibagi dengan
2 (rata-rata) hasilnya iyalah 2,17 gr/cm3.
11. Menentukan berat isi beton berdasarkan hubungan berat
jenis relative agregat dengan kadar air bebas.
12. Dari perhitungan di atas di dapatlah kadar agregat halus dan
kasar.
13. Kemudian rencanakan proporsi dari masing masing
material termasuk dengan material pengganti.
B. Metode Pembuatan
1. Persiapan Benda Uji
a. Melakukan pengujian pada seluruh material yang akan
digunakan pada campuran beton agar memenuhi syarat yang
di tentukan dan untuk kepentingan dalam pembuatan jobmix
design. Pengujian yang dilakukan antara lain pengujian berat
jenis agregat, berat volume, kadar lumpur, analisa saringan
agregat, dan penyerapan pada agregat.
b. Setelah semua pengujian dilakukan dan telah didapat data-
data yang diperlukan, kemudian dilanjutkan dengan
merencanakan job mix design.
2. Pembuatan Benda Uji
a. Persiapkan alat-alat, dan bersihkan cetakan, dan olesi cetakan
dengan oli agar nantinya beton tidak melekat pada cetakan.
b. Timbang material untuk benda uji sesuai dengan proporsi job
mix design yang telah dibuat.
c. Kemudian tuangkan agregat kasar (batu tabas), agregat halus
(pasir yang telah dicampur dengan batu tabas yang lolos pada
saringan no 4,75 ,lalu diaduk-aduk secara manual sampai
tercampur rata.
d. Setelah agregat halus dan kasar tercampur, tambahkan sedikit
demi sedikit semen. Kemudian adauk-aduk kembali .
e. Lalu tambahkan air sedikit demi sedikit dengan jumlah air
sesuai dengan job mix design yang telah dibuat.
f. Kemudian lakukan pengujian slump dengan menggunakan
krucut abrams.
g. Jika telah memenuhi nilai slump, kemudian masukkan beton
kedalam cetakan benda uji silinder 15 cm × 30 cm.
h. Isi setiap sepertiga bagian, kemudian rojok dengan besi
perojok agar benda uji menjadi padat.
i. Ratakan permukaan beton segar pada cetakan.
3. Metode Perawatan Beton (Curing)
Perawatan dilakukan setelah beton mencapai Final Setting,
artinya beton telah mengeras. Perawatan ini dilakukan supaya
proses hidrasi selanjutnya tidak megalami gangguan. Jika hal ini
terjadi, beton akan mengalami keretakan karena kehilangan air
yang begitu cepat. Perawatan dilakukan minimal selama 7 (tujuh)
hari dan beton berkekuatan awal tinggi minimal selama 3 (tiga)
hari serta harus dipertahankan dalam kondisi lembab (Mulyanto,
2005). Perawatan dapat dilakukan dengan berbagai cara
perawatan dengan pembasahan antara lain:
a. Menaruh beton segar dalam ruangan yang lembab.
b. Menaruh beton segar dalam genangan air.
c. Menyelimuti permukaan beton dengan karung atau kain
basah.
d. Menyiramkan permukaan beton secara kontinu.
e. Benda uji dilepas dari cetakan setelah berumur satu hari
lalu dilakukan perawatan pada benda uji beton.
Perawatan beton pada penelitian ini dilakukan dengan
cara membungkus beton dengan menggunakan kain
basah, kemudian di letakkan pada ruangan yang tidak
terpapar sinar matahari langsung. Hal ini di lakukan
dengan tujuan agar Faktor Air Semen (FAS) tidak
berkurang akibat penguapan, mendapatkan mutu beton
yang di inginkan, dan menjaga beton dari retakan.

Anda mungkin juga menyukai