Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Mortar


Mortar semen portland menurut Badan Standar Nasional Indonesia 03-
6825-2002 adalah komposisi tertentu dari agregat halus, air, dan semen portland.
Mortar bertindak sebagai perekat batu bata dan batu, lapisan struktural,
melindungi permukaan batu bata, membentuk matriks untuk menahan potongan-
potongan batu dan membentuk massa beton, mengisi sambungan antar batu bata
atau batu untuk menciptakan lapisan kedap air, dan memperbaiki tampilan
struktur adalah beberapa kegunaan mortar dalam konstruksi sehari-hari.

2.1.1 Macam-macam mortar


Menurut (Tjokrodimuljo, 1996:125), mortar dapat dibedakan menjadi
beberapa macam, yaitu:
a). Mortar Lumpur
Merupakan mortar yang terbuat dari campuran pasir, tanah liat/lumpur
dan air. Mortar jenis ini biasa dipakai sebagai bahan tembok atau bahan
tungku api.
b). Mortar Kapur
Mortar yang terdiri dari kapur dan pasir yang dicampur dalam keadaan
kering, lalu ditambahkan air. Mortar jenis ini umumnya digunakan untuk
pembuatan tembok bata.
c). Mortar Semen
Terbuat dari campuran pasir, semen portland dan air dalam
perbandingan yang tepat. Mortar jenis ini memiliki kekuatan lebih besar
dibanding mortar-mortar sebelumnya, oleh karena itu mortar jenis ini biasa
digunakan untuk bagian yang mampu menahan beban seperti tembok,
kolom, dan sebagainya.
6

d). Mortar Khusus


Dibuat dengan menambahkan bahan khusus pada mortar dengan tujuan
tertentu. Contohnya seperti mortar ringan, diperoleh dengan menambahkan
asbestos, fibers, butir-butir kayu, dan sebagainya. Sementara untuk mortar
tahan api diperoleh dengan menambahkan bubuk bata-api dengan
aluminous cement yang umumnya digunakan untuk tungku api.

2.1.2 Sifat-sifat Mortar


Menurut Tjokrodimuljo (1996) beberapa sifat-sifat yang harus dimiliki
mortar yakni:
a). Murah
Yang artinya dalam proses baik memperoleh bahan maupun dalam
pembuatannya, mortar tidak memakan biaya yang besar karena perolehan
bahan yang relatif mudah.
b). Tahan lama
Secara umum ketahanan (durability) mortar cukup tinggi, lebih tahan
karat, sehingga tidak perlu dicat seperti struktur baja, dan lebih tahan
terhadap bahaya kebakaran
c). Mudah dikerjakan
Dalam hal ini mortar juga harus memiliki sifat workability, yaitu
mudah dalam berbagai hal, baik dalam proses pengerjaan hingga proses
pengaplikasian.
d). Melekat dengan baik
Selayaknya beton, meski dengan harga terjangkau mortar juga harus
bersifat tahan lama, karena salah satu fungsi mortar sendiri yakni
merekatkan pasangan batu bata maupun sebagai plesteran.

2.2 Bahan-bahan Penyusun Mortar


Berdasarkan Badan Standar Nasional Indonesia 03-6825-2002, mortar yakni
material campuran yang terdiri dari agregat halus (pasir), bahan perekat (tanah
liat, kapur, semen portland) dan air dengan komposisi tertentu.
7

2.2.1 AirMenurut Tjokrodimuljo (1996), air merupakan salah


satu bahan dasar pembuatan mortar dan beton, juga merupakan salah satu
bahan yang paling murah dan mudah untuk didapatkan. Air diperlukan
dalam proses pembuatan mortar sebagai pelumas antara semen dan partikel
agregat dengan syarat sebagai berikut:
1. Tidak mengandung kadar lumpur maupun benda melayang lainnya melebihi
2 gram/liter.
2. Tidak mengandung berbagai jenis garam yang dapat merusak material lebih
dari 15 gram/liter.
3. Kadar klorida (Cl) yang terkandung tidak melebihi dari 0,5 gram/liter.
4. Batas keberadaan senyawa sulfat yang terkandung tidak lebih dari 1
gram/liter.

2.2.2 Semen
Semen tersedia dalam dua jenis yang berbeda yaitu semen hidrolik dan
semen non-hidrolik. Bentuk semen yang dapat mengeras tetapi tidak stabil di
dalam air dikenal sebagai semen non-hidrolik. Di sisi lain, semen hidrolik adalah
semen yang mengeras setelah bereaksi dengan air, stabil di dalam air setelah
mengeras, dan tahan terhadap air. Semen portland didefinisikan sebagai semen
hidrolik yang dibuat dengan memproses klinker, yang terutama terdiri dari
kalsium silikat hidrolik bersama dengan komponen yang sering digunakan,
terutama gipsum. (Nugraha & Antoni, 2007)
Menurut Tjokrodimuljo (1996), bahan dasar semen Portland umumnya
terdiri dari bahan-bahan yang mengandung kapur, silika, alumina, dan oksida besi,
sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.1 Susunan Unsur Semen Portland
Unsur Semen Persentase (%)
Kapur, CaO 60 – 65
Silika, Si02 17 – 25
Alumina, Al203 3–8
Besi, Fe203 0,5 – 6
8

Unsur Semen Persentase (%)


Magnesia, Mg3 0,5 – 4
Sulfur, S03 1–2
Soda/Potash, Na20 + K20 0,5 – 1
(Sumber: Tjokrodimuljo, 1996)

Menurut Badan Standarisasi Nasional 15-2049-2004, penggunaan semen


Portland dalam kondisi tertentu yang diperlukan untuk konstruksi di lapangan
telah menyebabkan para ahli menciptakan berbagai jenis semen Portland, antara
lain sebagai berikut:
a. Semen Portland Tipe I, Semen Portland yang tidak memiliki persyaratan
khusus dalam penggunaannya.
b. Semen Portland Tipe II, semen Portland dengan ketahanan sulfat sedang
atau kinerja panas hidrasi diperlukan dalam penggunaan.
c. Semen Portland Tipe III adalah semen Portland yang membutuhkan
kekuatan awal yang tinggi.
d. Semen portland tipe IV, semen portland yang membutuhkan panas hidrasi
rendah.
e. Semen Portland tipe V, merupakan semen Portland yang membutuhkan
ketahanan sulfat yang tinggi.

2.2.3 Agregat Halus


Agregat adalah partikel mineral berasal dari alam, yang berfungsi sebagai
campuran mortar atau pengisi beton. Agregat halus menempati sebagian besar
volume dalam mortar atau beton. Meskipun hanya digunakan sebagai bahan
pengisi, agregat halus tentunya memiliki pengaruh yang besar terhadap kinerja
mortar/beton, sehingga pemilihan agregat merupakan bagian penting dalam
pembuatan mortar (Tjokrodimuljo, 1996).
Cara membedakan jenis agregat, baik alami maupun olahan, biasanya
dengan menyaring ukuran partikelnya. Agregat dengan ukuran partikel lebih besar
dari 4,8 mm disebut agregat kasar, dan agregat dengan ukuran partikel lebih kecil
dari 4,8 mm disebut agregat halus. Partikel agregat yang lebih kecil dari 1,2 mm
9

terkadang disebut pasir halus, partikel yang lebih kecil dari 0,075 mm disebut
lanau, dan partikel yang lebih kecil dari 0,002 mm disebut lempung. (BSN 03-
6820-2002)
Menurut Mulyono (2004:90), Badan Nasional memberikan syarat-syarat
untuk agregat halus yang diadopsi dari British Standard di Inggris. Agregat halus
dikelompokkan menjadi empat daerah seperti pada tabel berikut:
Tabel 2.2 Batas Gradasi Agregat Halus
Ukuran Persentase Lolos Saringan (%)
Lubang Pasir Kasar Pasir Sedang Pasir Agak Halus Pasir Halus
Ayakan (mm) Gradasi No.1 Gradasi No.2 Gradasi No.3 Gradasi No.4
10 100 - 100 100 - 100 100 - 100 100 - 100
4,8 90 - 100 90 - 100 90 - 100 95 - 100
2,4 60 - 95 75 - 100 85 - 100 95 - 100
1,2 30 - 70 55 - 90 75 - 100 90 - 100
0,6 15 - 34 35 - 59 60 - 79 80 - 100
0,3 5 - 20 8 - 30 12 - 40 15 - 50
0,15 0 - 10 0 - 10 0 - 10 0 - 15
(Sumber: Mulyono, 2004:90)
Dengan keterangan:
̶ Daerah Gradasi 1 = Pasir Kasar
̶ Daerah Gradasi 2 = Pasir Sedang
̶ Daerah Gradasi 3 = Pasir Agak Halus
̶ Daerah Gradasi 4 = Pasir Halus

Gambar 2.1 Daerah Gradasi Pasir Kasar


10

Pada gambar tersebut diketahui bahwa syarat gradasi yang masuk pada
daerah gradasi 1 dengan kategori pasir kasar yaitu di area antara batas atas dengan
garis putus-putus dan batas bawah dengan garis normal. Syarat batas gradasi
agregat daerah gradasi 2 seperti pada gambar berikut:

Gambar 2.2 Daerah Gradasi Pasir Sedang

Pada gambar di atas diketahui bahwa syarat gradasi yang masuk pada
daerah gradasi 2 dengan kategori pasir sedang yaitu di area antara batas atas
dengan garis putus-putus dan batas bawah dengan garis normal. Syarat batas
gradasi agregat daerah gradasi 3 seperti pada gambar berikut:

Gambar 2.3 Daerah Gradasi Pasir Agak Halus

Pada gambar tersebut dapat diketahui jika syarat gradasi yang masuk pada
daerah gradasi 3 dengan kategori pasir agak halus yaitu berada di antara batas atas
11

dengan garis putus-putus dan batas bawah dengan garis normal. Syarat batas
gradasi agregat daerah gradasi 4 seperti pada gambar berikut:

Gambar 2.3 Daerah Gradasi Pasir Halus

Pada gambar tersebut dapat diketahui jika syarat gradasi yang masuk pada
daerah gradasi 4 dengan kategori pasir sangat halus yaitu berada di antara batas
atas dengan garis putus-putus dan batas bawah dengan garis normal. Mulyono
(2004:82) mengatakan bahwa butiran yang masuk ke dalam kategori agregat halus
harus melewati ayakan berlubang dengan ukuran 4,75 mm.

2.3 Bahan Tambah


Menurut Tjokrodimuljo (1996:47), bahan tambah merupakan bahan selain
unsur pokok yang digunakan dalam pencampuran mortar yang ditambahkan baik
sebelum, segera maupun pada saat proses pencampuran berlangsung, dengan
tujuan untuk mengubah sifat mortar agar dapat menyesuaikan kondisi. Secara
umum bahan tambah dibagi menjadi dua yaitu bahan tambah yang bersifat
kimiawi serta bahan tambah mineral.

2.3.1 Bahan Tambah Kimia


Sesuai dengan namanya, bahan tambah kimia (chemical admixture)
merupakan bahan tambah yang bersifat kimiawi, umumnya berwujud cair dan
digunakan baik pada saat proses pencampuran maupun saat pencetakan. beberapa
bahan tambah kimia menurut Mulyono (2004) adalah sebagai berikut:
12

a) Tipe A “Water-Reducing Admixtures”


Water-Reducing Admixtures adalah bahan tambah yang mengurangi air
pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsentrasi
tertentu.
b) Tipe B “Retarding Admistures”
Retarding Admistures adalah bahan tambah yang berfungsi untuk
menghambat waktu pengikatan beton (setting time).
c) Tipe C “Accelerating Admixtures”
Accelerating Admixtures adalah bahan tambah yang berfungsi untuk
mempercepat waktu pengikatan beton.
d) Tipe D “Water Reducing and Retarding Admixstures”
Water Reducing and Retarding Admixstures adalah bahan tambah yang
memiliki fungsi ganda yaitu mengurangi jumlah air pencampur yang
diperlukan sekaligus menghambat pengikatan awal.
e) Tipe E “Water Reducing and Accelerating Admixtures”
Water reducing and accelerating admixtures adalah bahan tambah yang
berfungsi ganda yaitu mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan
untuk menghasilkan beton yang konsistensinya tertentu dan mempercepat
pengikatan awal.
f) Tipe F “Water Reducing, High Range Admixtures”
Water reducing, high range admixtures adalah bahan tambah yang
berfungsi untuk mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan sebanyak
12% atau lebih. Kadar pengurangan air dalam bahan ini lebih tinggi sehingga
diharapkan kekuatan beton yang dihasilkan lebih tinggi dengan kadar air yang
sedikit.
g) Tipe G “Water Reducing, High Range Retarding Admixtures”
Water reducing, high range retarding admixtures adalah bahan tambah
yang berfungsi untuk mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan
sebanyak 12% atau lebih sertauntuk menghambat pengikatan pada beton.
13

2.3.2 Bahan Tambah Mineral (Additive)


Menurut Mulyono (2004:125), Bahan tambah mineral merupakan baham
tambah yang dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja beton. Berikut beberapa
bahan tambah mineral yang biasa digunakan dalam campuran mortar maupun
beton:
a) Abu Terbang (fly ash)
Menurut Nugraha & Antoni, (2007:104), fly ash (abu terbang) adalah
material yang berasal dari sisa pembakaran batubara dari pembangkit listrik
tenaga uap yang tidak terpakai.
b) Abu Dasar (bottom ash)
Bottom ash atau abu dasar merupakan abu yang tertinggal dari hasil sisa
pembakaran batu bara, memiliki ukuran partikel yang lebih besar dari fly ash
dan memiliki karakteristik berwarna abu-abu gelap. (Nugraha & Antoni,
2007)
c) Kerak Tanur Tinggi (Slag)
Kerak Tanur Tinggi merupakan bahan sisa dari pengecoran besi dengan
kapur, silika dan alumina sebagai material penyusun dan umumnya berbentuk
cair. (Nugraha & Antoni, 2007)
d) Uap Silika (Silika Fume)
Merupakan produk samping dari proses fusi (smelting) dalam produksi
silikon metal dan amalgam ferrosilikon pada pabrik pembuatan microchip
untuk komputer. (Nugraha & Antoni, 2007)

2.4 Abu Terbang (Fly Ash)


Abu terbang (fly ash) merupakan produk limbah yang memiliki sifat
pozzolanik dan umumnya berbentuk halus serta bundar yang yang berasal dari
hasil pembakaran batu bara di tungku Pembangkit Listrik Tenaga Uap (BSN 03-
6863-2002). Menurut Pratama (2019), fly ash pada dasarnya cenderung tidak
memiliki kemampuan mengikat seperti semen. Namun, karena adanya air dan
ukuran partikelnya yang halus, silika yang terkandung dalam abu layang bereaksi
14

secara kimiawi dengan kalsium hidroksida yang terbentuk selama hidrasi semen
dan kemudian menghasilkan zat dengan kemampuan mengikat seperti semen.
Abu terbang (fly ash) memiliki butiran yang halus, yakni lolos saringan No.
325 (45 mili mikron) 5 – 27%. Fly Ash umumnya berbentuk seperti bola padat
atau berongga dengan densitas 2,23 gr/cm3 dan berwarna abu-abu kehitaman
(Setiawati, 2018). Menurut Sari (2017:10), Fly ash termasuk bahan pozzolan
buatan karena sifatnya yang pozzolanik, partikel halus tersebut dapat bereaksi
dengan kapur pada suhu kamar dengan media air sehingga membentuk senyawa
yang bersifat mengikat. Fly ash dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengganti
pemakaian sebagian semen, baik untuk adukan (mortar) maupun untuk campuran
beton. Keuntungan lain dari pemakaian fly ash adalah dapat meningkatkan
ketahanan/keawetan mortar terhadap ion sulfat.
Menurut Tjokrodimuljo (1996:48), fly ash dapat digunakan sebagai bahan
tambahan atau pengganti sebagian dari penggunaan semen, umumnya rentang
kadar fly ash yang digunakan sebagai pengganti semen berkisar antara 15% – 35%
dari total berat semen. Fly ash sendiri dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
a. Kelas C merupakan jenis abu yang memiliki kadar kapur lebih dari 10%
seperti semen, fly ash jenis ini dihasilkan dari pembakaran jenis batu bata
ligmit atau batu bara dengan kadar karbon lebih dari 60%.
b. Kelas F dengan kadar CaO kurang dari 10% yang berasal dari
pembakaran batu bara jenis antrasit di suhu 1560°C.
c. Kelas N yang mana merupakan pozzolan alam dengan sifat pozzolan
yang baik.
Menuurut Nugraha & Antoni (2007:106), beberapa manfaat yang akan
diperoleh ketika menggunakan fly ash sebagai campuran baik pada beton maupun
mortar menurut adalah sebagai berikut:
 Meningkatkan workability
 Mengurangi bleeding dan segregasi
 Meningkatkan kuat tekan
 Meningkatkan durabilitas dari mortar
 Mengurangi terjadinya penyusutan beton
15

2.5 Abu Dasar (Bottom Ash)


Abu dasar atau bottom ash merupakan material yang tidak terbakar dengan
sempurna pada pembakaran batu bara. Bottom ash mempunyai ukuran partikel
yang lebih besar dan lebih berat dari fly ash dengan karakteristik berwarna abu-
abu gelap yang berbentuk butiran berporos dan memiliki gradasi butiran dari
halus hingga kasar (Damanik, 2019).
Menurut Sulistio et al. (2015), bottom ash memiliki ukuran partikel yang
lebih besar dari fly ash serta memiliki permukaan yang lebih kasar sehingga satu
sama lain dapat dengan mudah saling mengunci dan mengurangi workability
campuran. Selain itu, materialnya juga berpori sehingga banyak menyerap air
yang mana hal itu mengakibatkan peningkatan pada kebutuhan air serta dapat
mengakibatkan berkurangnya densitas pada campuran beton. Berikut merupakan
karakteristik fisik bottom ash yang disampaikan oleh Arinata et al. (2013):
Tabel 2.3 Sifat Fisik Khas Bottom Ash
Sifat Fisik Bottom Ash Basah Kering
Bentuk Angular/bersiku Berbutir/granula
Warna Hitam Abu-abu gelap
Tampilan Keras, mengkilap Abu-abu gelap
No. 4 (90 – 100%) 1,5 s/d 3//4 in (100%)
No. 10 (40 – 60%) No. 4 (10 – 60%)
Ukuran (% lolos ayak)
No. 40 (10%) No. 10 (10 – 60%)
No. 200 (5%) No. 40 (0 – 10%)
Specific grafity 2,3 – 2,9 2,1 – 2,7
Dry Unit Weight 960 – 1440 kg/m3 720 – 1600 kg/m3
Penyerapan 0,3 – 1,1% 0,8 – 2,0%
(Sumber: Arinata et al., 2013)

Dikarenakan butirannya yang menyerupai pasir, berikut merupakan


pemanfaatan bottom ash dalam dunia konstruksi, yaitu:
 Sebagai pengisi pada campuran baik aspal, beton maupun mortar
 Sebagai lapisan base dan sub-base pada perkerasan jalan
 Sebagai bahan filtrasi
 Sebagai agregat dalam beton ringan maupun mortar
16

2.6 Sikament LN
Sikament merupakan bahan tambah kimiawi (chemical admixture) yang
tergolong ke dalam jenis superplasticizer dengan kategori zat tambah kimia tipe F
yakni Water Reducing, High Range Admixtures yang berfungsi mengurangi
kelebihan air pencampur sebanyak 12% atau lebih pada saat proses pembuatan
mortar serta mempercepat pengerasan pada mortar maupun beton sehingga
diharapkan mampu meningkatkan kekuatan tekan mortar (Andika & Dimalouw,
2021:56). Sejalan dengan hal itu, PT. Sika Indonesia (2016) menerangkan
karakteristik sikament yang berwujud cair dengan warna coklat tua serta memiliki
densitas sebesar 1,22 kg/L pada suhu 20°C
Dalam penjelasan yang dikeluarkan oleh PT. Sika Indonesia (2016), dosis
penggunaan Sikament LN ada pada batas 0,3% hingga 2% dari total berat semen
dan disesuaikan dengan kebutuhan dalam mencapai kelecakan dan kuat tekan
yang diinginkan.

2.7 Faktor Air Semen (FAS)


Secara umum, semakin tinggi nilai Faktor Air Semen (FAS), maka semakin
rendah mutu mortar. Tetapi, semakin rendah nilai FAS tidak berarti kekuatan
beton akan semakin tinggi. Nilai FAS yang rendah akan menyebabkan kesulitan
dalam pelaksanaan pemadatan yang pada akhirnya akan menyebabkan mutu
mortar menurun. Umumnya nilai FAS minimum yang diberikan sekitar 0,4 dan
maksimum 0,65. (Abrams, D dalam Mulyono, 2004)
Richard dan Talbot dalam Mulyono (2004) mengemukakan bahwa pada
rasio air semen 0,2 sampai 0,5, kekuatan beton akan naik seperti yang terlihat
pada Gambar 2.5. Akan tetapi, hasil penelitian lain menunjukkan bahwa
bertambahnya WCR/ FAS hingga lebih dari 0,6 akan menurunkan kekuatan beton
sampai mendekati nol pada FAS 4,0 untuk beton yang berumur 28 hari seperti
pada gambar 2.6 berikut:
17

Gambar 2.5 Hubungan antara Kuat Tekan dengan FAS (Talbot & Richard dalam
Mulyono)

Gambar 2.6 Hubungan antara Kuat Tekan dengan FAS (Abram 1920 dalam
Mulyono)

2.8 Kuat Tekan Mortar


Menurut Badan Standar Nasional 03-6825-2002, kuat tekan mortar semen
portland adalah gaya maksimum per satuan luas yang bekerja pada benda uji
mortar yang berbentuk kubus dengan ukuran tertentu serta dengan umur tertentu.
Kekuatan tekan mortar didapatkan dari uji tekan mortar yang disesuaikan
dengan waktu mengerasnya mortar. Dalam peraturan uji tekan mortar dapat
dilakukan untuk waktu 28 hari. Nilai kuat tekan mortar dapat ditentukan dengan
persamaaan sebagai berikut:
18

(2.1)
Di mana:
σm = kuat tekan mortar (MPa)
Pmaks = gaya tekan maksimum (kg)
A = luas penampang benda uji (mm2)

Untuk benda uji kubus dengan panjang sisi 50 mm, maka A = 2500 mm2
(2.2)
Di mana:
γm = berat isi mortar (kg/ml)
BM = berat benda uji (kg)
V = volume benda uji (ml)

Untuk benda uji kubus dengan panjang sisi 50 mm, maka V-125 ml.

Gambar 2.7 Sketsa Benda Uji Kuat Tekan

2.9 Perawatan (Curing)


Perawatan (curing) merupakan tindakan menjaga kelembaban beton atau
mortar yang dilakukan setelah mencapai final setting, artinya mortar telah
mengeras, hal ini dilakukan agar proses hidrasi tidak mengalami gangguan.
Perawatan ini dilakukan minimal selama 7 hari harus dipertahankan dalam kondisi
lembab. Tujuan dilakukannya curing tidak hanya dimaksudkan untuk
mendapatkan kekuatan tekan beton yang tinggi tapi juga untuk memperbaiki mutu
dari keawetan beton, kekedapan terhadap air, ketahanan terhadap aus dan
stabilitas dari dimensi struktur (Mulyono, 2004)
19

Menurut Tjokrodimuljo (1996), Beberapa cara perawatan yang biasa


dilakukan adalah:
a. Meletakkan mortar segar di dalam ruangan yang lembab
b. Meletakkan mortar segar di atas genangan air
c. Merendam mortar segar di dalam air
d. Menyelimuti permukaan mortar dengan sesuatu yang basah
e. Menggenangi permukaan mortar dengan air
f. Menyirami permukaan mortar secara terus menerus

2.10 Penelitian Terdahulu


Kuat tekan mortar dengan kandungan fly ash sebesar 0% sampai dengan
20% memiliki karakteristik nilai kuat tekan mulai dari 11,94 MPa hingga 13,88
MPa. Dan dari hasil tersebut diketahui bahwa nilai penambahan fly ash optimum
berada pada 20% dengan nilai 13,88 MPa. Faktor perbandingan air semen sangat
berpengaruh pada hasil uji kuat tekan mortar, dengan demikian jumlah semen
dalam mortar sangat mempengaruhi besarnya kuat tekan yang dibuktikan dengan
nilai FAS 0,5 lebih tinggi dari FAS 0,6. (Sutrisno et al., 2018)
Pembuktian lain dijabarkan dalam penelitian milik Takim et al. (2016),
dalam proses pembuatan campuran mortar menggunakan campuran semen dan
pasir dengan komposisi 1:3 pada perbandingan berat fly ash terhadap semen
sebesar 0%, 5%, 10%, 15%, 20% dan 30%. Hasil uji menunjukkan komposisi fly
ash yang paling optimum terjadi pada persentase 15% dari berat semen dengan
nilai kuat tekan mortar pada umur 28 hari sebesar 420,00 Kg/cm².
Sultan & Hakim (2022) menjabarkan hasil penelitiannya bahwa
”Penambahan fly ash dalam campuran mortar semen dengan persentase terhadap
berat semen menghasilkan kuat tekan mortor optimum pada kadar 20% dengan
kuat tekan 29,61 MPa atau kenaikan kuat tekan mortar fly ash terhadap mortar
normal sebesar mortar 18,85%.”
Bersumber dari hasil penelitian Posedung et al. (2020), hasil uji kuat tekan
beton pada umur 7 hari dengan persentase bottom ash 0%, 25% dan 35% masing-
masing memperoleh nilai kuat tekan sebesar 19,617 MPa, 19,806 MPa dan 20,466
20

MPa. Kemudian untuk hasil uji kuat tekan mortar pada umur 21 hari dengan
persentase bottom ash 0%, 25% dan 35% masing-masing memperoleh nilai kuat
tekan sebesar 28,766 MPa, 29,237 MPa dan 29,898 MPa. Sedangkan untuk hasil
uji kuat tekan mortar pada umur 28 hari dengan persentase bottom ash 0%, 25%
dan 35% masing-masing memperoleh nilai kuat tekan sebesar 31,784 MPa,
32,538 MPa dan 33,764 MPa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variasi bottom
ash optimum berada pada persentase bottom ash 35% dengan kuat tekan sebesar
33,764 MPa pada umur 28 hari.
Darwis & Soelarso (2015) mengungkapkan dalam penelitiannya jika
penggunaan bottom ash sebagai substitusi agregat halus berpengaruh pada
pembuatan beton. Beton yang menggunakan bottom ash yang telah dicuci terlebih
dahulu mampu mencapai nilai kuat tekan yang direncanakan, sedangkan
pembuatan beton yang menggunakan bottom ash yang tidak melalui proses
pembersihan tidak mencapai nilai kuat tekan yang diinginkan. Pencucian bottom
ash dilakukan guna membersihkan bottom ash dari kotoran yang menempel juga
menurunkan kadar karbon yang dapat mengganggu proses pengikatan antara
semen dengan agregat lainnya.
Adapun hasil uji yang menggunakan bahan tambah berupa Sikament LN
pada beton tertulis sebagai berikut: “Hasil evaluasi nilai kuat tekan antara beton
normal dan beton normal dengan variasi Sikament LN 0,4%, 0,6%, 0,8%, dan 1%
pada umur 28 hari, masing-masing memiliki nilai kuat tekan sebesar 44,416 MPa,
45,378 MPa, 45,828 MPa, 46,110 MPa, dan 46,989 MPa.” (Tedi Ekki et al., 2016)
Menurut Andika & Dimalouw (2021), saat menggunakan Sikament LN
melebihi batas anjuran pemakaian, terjadi penurunan nilai kuat tekan pada beton.
Hal ini terbukti dalam penelitian bahwa kuat tekan maksimum berada pada dosis
Sikament LN sebesar 1% dengan nilai kuat tekan sebesar 33.96 Mpa. Tetapi kuat
tekan mengalami penurunan pada dosis Sikament® LN sebesar 3% yaitu 21.51
Mpa. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan Sikament® LN
berlebih dapat menurunkan kuat tekan beton dan memperlambat kuat tekan beton.

2.11 Hipotesis Penelitian


21

Megasari (2017) mengatakan uji hipotesis dilakukan guna membuktikan


suatu kebenaran terhadap interaksi antara dua faktor dalam suatu percobaan
dengan membandingkan nilai rata-rata lebih dari dua sampel. Biasanya uji
hipotesis dilakukan menggunakan uji ANOVA (Analysis of Variance). Dalam uji
ANOVA bukti sampel diambil dari setiap populasi yang tekah dikaji yang
kemudian digunakan untuk menghitung statistik sampel. Distribusi sampling yang
digunakan untuk mengambil keputusan statistik adalah distribusi F guna
menentukan apakah diterima atau ditolaknya hipotesis nol H0. Berdasarkan kajian
pustaka yang telah dipelajari serta guna membuktikan kebenaran dari dugaan
keterkaitan, maka hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Pengaruh penambahan Sikament LN sebagai zat aditif terhadap kuat tekan
mortar.
H0 = Sikament LN tidak mempengaruhi nilai kuat tekan mortar
H1 = Sikament LN mempengaruhi nilai kuat tekan mortar
Menurut Ghozali (2016), Uji F dilakukan dengan tujuan untuk mencari
apakah variabel independen secara bersama – sama (stimultan) berdampak pada
variabel dependen. Pengujian statistik ANOVA adalah jenis pengujian hipotesis di
mana kesimpulan diambil berdasarkan data atau pengelompokan statistik yang
ditentukan. Nilai F yang disajikan dalam tabel ANOVA digunakan untuk
mengambil keputusan berdasarkan hasil uji, tingkat signifikansi yang digunakan
adalah 0,05. Uji F memiliki ketentuan sebagai berikut:
1. Jika nilai F hitung > F tabel maka H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya
semua variabel independent tidak memiliki pengaruh secara signifikan
terhadap variabel dependen.
2. Jika nilai F hitung < F tabel maka H0 diterima dan H1 ditolak Artinya,
semua variabel independent memiliki pengaruh secara signifikan terhadap
variabel dependen.

Anda mungkin juga menyukai