Anda di halaman 1dari 9

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/319165917

PERBANDINGAN GRADASI AGREGAT AC-WC DARI JOB MIX FORMULA


DENGAN VARIASI JUMLAH LINTASAN PEMADATAN

Conference Paper · February 2017

CITATIONS READS

0 6,158

3 authors, including:

Sugeng Wiyono Anas Puri


Universitas Islam Riau Universitas Islam Riau
6 PUBLICATIONS   8 CITATIONS    49 PUBLICATIONS   109 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

STUDI PARAMETRIK PERKERASAN SISTEM PELAT TERPAKU TIANG TUNGGAL MENGGUNAKAN TIANG PIPA BAJA PADA TANAH LUNAK View project

Behavior of Nailed-slab Pavement System on Soft Clay Subgrade View project

All content following this page was uploaded by Anas Puri on 18 August 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Prosiding Konferensi Nasional Teknik Sipil dan Perencanaan (KN-TSP) 2017
“Inovasi Teknologi Smart Building dan Green Construction untuk Pembangunan yang Berkelanjutan”
Pekanbaru, 9 Februari 2017. ISBN 978-602-61059-0-5

PERBANDINGAN GRADASI AGREGAT AC-WC DARI JOB


MIX FORMULA DENGAN VARIASI JUMLAH LINTASAN
PEMADATAN

Muhammad Rofi1,a), Sugeng Wiyono 2, b), Anas Puri 2, c)


1
Alumni Program Magister Teknik Sipil Pascasarjana Universitas Islam Riau
2
Dosen Program Pascasarjana Universitas Islam Riau
a)
ocupubm@gmail.com, b)wiyonouir@gmail.com, c)anaspuri@eng.uir.ac.id

Abstrak

Proses pelaksanaan penghamparan AC-WC akan mempengaruhi perbedaan hasil persen


gradasi agregat AC-WC. Pengaruh jumlah lintasan pada saat pelaksanaan di lapangan akan
berpengaruh terhadap perubahan gradasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
mengetahui perbandingan gradasi agregat AC-WC dari rancangan campuran (JMF) dan
setelah pelaksanaan di lapangan dengan variasi lintasan 8 lintasan, 12 lintasan, dan 16
lintasan. Berdasarkan hasil penelitian terjadi perubahan gradasi agregat AC-WC dengan
variasi jumlah lintasan pemadatan, dimana antara core (8 lintasan) dengan core (12
lintasan) terjadi deviasi rerata +0,21%. Dan antara core (12 lintasan) dengan core (16
lintasan) terjadi deviasi rerata +0,4%. Dari pengujian ini dapat disimpulkan perubahan
gradasi agregat dipengaruhi oleh variasi jumlah lintasan pemadatan, nilai abrasi agregat,
dan nilai kepipihan agregat. Sehingga disarankan menggunakan material yang memiliki
nilai abrasi kecil. Partikel kepipihan agregat tidak boleh melebihi nilai yang disarankan
oleh Spesifikasi Umum Bina Marga Tahun 2010 revisi 2 (dua) yaitu maksimal 10%.

Kata kunci : gradasi, lintasan pemadatan, abrasi agregat, dan kepipihan agregat
Abstract

The implementation process overlay AC-WC will influence the differences in outcomes
percent aggregate grading AC-WC. The influence of the number of passes on the field
implementation will influence the change gradation. The purpose of this study was to:
determine the ratio of aggregate gradation AC-WC from job mixed formula (JMF) and
after implementation in the field with a variation of track eight track, 12 tracks, and 16
tracks. According to the research, there is a change aggregate grading AC-WC by varying
the amount of compaction trajectory, wherein the core (8 tracks) with the core (12 tracks)
occurred a mean deviation of + 0.21%. And between cores (12 tracks) with the core (16
tracks) occurred a mean deviation of + 0.4%. From this test, it can be concluded
aggregate gradation change is affected by variations in the number of passes of
compaction, aggregate abrasion value, and the value of the aggregate flakiness. So it is
recommended to use a material that has a small abrasion value. Flakiness particle
aggregate should not exceed the value suggested by the Highways General Specifications
Year 2010 revision 2 (two) is a maximum of 10%.
Keywords: aggregate gradation, trails solidified, abrasion aggregates and aggregates
flakiness

112
Rofi, dkk., PERBANDINGAN GRADASI AGREGAT AC-WC DARI JOB MIX FORMULA DENGAN VARIASI
JUMLAH LINTASAN PEMADATAN

Pemadatan awal atau breakdown rolling


1. PENDAHULUAN
harus dilaksanakan baik dengan alat
Dalam campuran beraspal, pada spesifikasi pemadat roda baja. Pemadatan awal harus
2010 rancangan dan perbandingan dioperasikan dengan roda penggerak
campuran untuk gradasi agregat gabungan berada di dekat alat penghampar.
harus mempunyai jarak terhadap batas- Pemadatan kedua atau utama harus
batas yang telah diberikan. Variasi jumlah dilaksanakan dengan alat pemadat roda
lintasan pemadatan mempengaruhi karet sedekat mungkin dibelakang
perubahan gradasi agregat AC‐WC. penggilas awal. Pemadatan akhir atau
penyelesaiannya harus dilaksanakan
Dengan mengkaji kemungkinan- dengan alat pemadat roda baja tanpa
kemungkinan yang akan terjadi pada penggetar (vibrasi). Bila hamparan aspal
perbedaan gradasi agregat, sehingga tidak menunjukkan bekas jejak roda
nantinya dapat menjadi acuan bagi mereka pemadatan setelah pemadatan kedua,
yang terlibat dalam pelaksanaan pemadatan akhir bisa tidak dilakukan.
pembangunan konstruksi jalan, sehingga
dapat dicarikan solusi penyelesaiannya. Indeks Kepipihan
Untuk pengujian gradasi agregat dilakukan Suatu partikel agregat dapat dikatakan
dengan pengujian analisa saringan. pipih apabila agregat tersebut memiliki
Berdasarkan keterangan di atas untuk dimensi (ukuran) lebih kecil dari dua
penelitian ini penulis akan mengkaji dimensi lainnya. Agregat pipih yaitu
mengenai gradasi agregat sebelum dan agregat yang memiliki dimensi lebih kecil
setelah dihampar dengan variasi jumlah dari 0.6 kali rata-rata dari lubang saringan
lintasan pemadatan. yang mana membatasi ukuran fraksi dari
partikel tersebut (Aminsyah, 2010).
Agregat
Agregat atau batuan didefinisikan secara Agregat pipih yaitu agregat yang memiliki
umum sebagai formasi kulit bumi yang dimensi lebih kecil dari 0,6 kali rata-rata
keras dan solid. Agregat merupakan dari lubang saringan yang membatasi
komponen utama dari lapisan perkerasan ukuran fraksi partikel tersebut. Suatu
jalan yaitu mengandung 90% – 95% partikel agregat dapat dikatakan pipih
agregat berdasarkan persentase berat atau apabila agregat tersebut memiliki dimensi
75% - 85% agregat berdasarkan persentase (ukuran) lebih kecil dari dua dimensi
volume ( Sukirman, 1999). lainnya (Aminsyah, 2010).

Peralatan Pemadat Abrasi Agregat


Menurut spesifikasi umum Bina Marga Abrasi atau keausan agregat adalah proses
2010 revisi 2, setiap alat penghampar harus penghacuran atau pecahnya agregat dalam
disertai paling sedikit satu alat pemadat hal ini agregat kasar akibat proses
roda baja (steel wheel roller) dan satu alat mekanis seperti gaya-gaya yang terjadi
pemadat roda karet (tyre roller). Dimana selama proses pelaksanaan pembuatan
semua alat pemadat harus mempunyai jalan (penimbunan, penghamparan,
tenaga penggerak sendiri. pemadatan), pelayanan terhadap beban
lalu lintas dan proses kimiawi, seperti
Pemadatan campuran beraspal harus terdiri pengaruh kelembaban, kepanasan, dan
dari tiga operasi yang terpisah berikut ini: perubahan suhu sepanjang hari (Arifin,
1. Pemadatan Awal dkk, 2007).
2. Pemadatan Antara
3. Pemadatan Akhir Nilai abrasi adalah nilai yang
menunjukkan daya tahan agregat kasar

113
Prosiding Konferensi Nasional Teknik Sipil dan Perencanaan (KN-TSP) 2017
“Inovasi Teknologi Smart Building dan Green Construction untuk Pembangunan yang Berkelanjutan”
Pekanbaru, 9 Februari 2017. ISBN 978-602-61059-0-5
terhadap penghancuran (degradasi) akibat deviasi -1,07% dari JMF, saringan 3/8”
dari beban mekanis. Nilai abrasi terjadi deviasi +3,78% dari JMF, saringan
ditentukan dengan melakukan percobaan No 4 terjadi deviasi +3,83% dari JMF,
abrasi (Abration Los Angeles Test) di saringan No 8 terjadi deviasi +3,78% dari
laboratorium dengan menggunakan alat JMF, saringan No 16 terjadi deviasi
abrasi Los Angeles (Arifin, dkk, 2007). +3,84% dari JMF, saringan No 30 terjadi
deviasi +2,93% dari JMF, saringan No 50
2. METODOLOGI terjadi deviasi +1,19% dari JMF, saringan
Penelitian ini dilaksanakan dengan No 100 terjadi deviasi +0,67% dari JMF,
menggunakan pengujian di laboratorium dan saringan No 200 terjadi deviasi
dan pengujian di lapangan pada Jalan +1,88% dari JMF. Persentase perubahan
Kebun Durian-Gunung Sahilan-Gunung gradasi terbesar terjadi pada saringan No
Sari, Kecamatan Gunung Sahilan 16 dengan deviasi +3,84 % dari JMF, yang
Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Bahan menandakan gradasi agregat banyak lolos
yang digunakan agregat gradasi halus pada saringan No 16.
quarry Bangkinang.
Deviasi negatif terhadap gradasi JMF
Tahapan pelaksanaan yang dilakukan berarti kurva gradasi berada di atas gradasi
meliputi persiapan bahan dan alat, JMF dan deviasi positif terhadap gradasi
pengujian yang dilakukan yaitu pengujian JMF berarti kurva gradasi berada di
pemadatan lapisan AC-WC dengan variasi bawah gradasi JMF dan di atas batas
jumlah lintasan, pengeboran inti lapisan speksifikasi minimum Bina Marga Tahun
AC-WC yang telah dipadatkan, pengujian 2010 revisi 2 (dua). Gambar perbandingan
kadar aspal hasil ekstraksi (SNI 03-6894- antara gradasi ekstraksi agregat di core (8
2002), dan pengujian analisa saringan (SNI lintasan) dengan gradasi JMF dapat dilihat
03-1968-1990). pada Gambar 1.

Ekstraksi dilakukan untuk campuran


setelah pelaksanaan di lapangan. Variasi
lintasan pemadatan lapangan yaitu 8
lintasan, 12 lintasan, dan 16 lintasan.
Agregat yang didapat setelah ekstraksi
ditentukan gradasinya melalui analisa
saringan, kemudian dilihat perbandingan
dari masing-masing sample.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Gambar 1. Gradasi agregat % lolos
Hasil Pengujian Gradasi Agregat AC- saringan ekstraksi AC-WC dari core
WC Setelah Pemadatan dengan 12 8 lintasan terhadap JMF.
Lintasan
Data material asli dari rancangan campuran Gradasi ekstraksi agregat dari core (8
(JMF) dapat dilihat pada Lampiran A. lintasan) dengan JMF berada di bawah
Rekapitulasi hasil pengujian gradasi hasil gradasi JMF, hal ini disebabkan karena
ekstraksi dari core (8 lintasan), degradasi agregat kasar menjadi halus
dibandingkan dengan gradasi dari JMF akibat pelaksanaan pekerjaan di lapangan
diberikan pada Lampiran B. mulai dari penghamparan sampai proses
Gradasi ekstraksi agregat dari core (8 pemadatan, pelayanan beban lalu lintas
lintasan), untuk saringan 1/2” terjadi sehingga terjadi degradasi agregat

114
Rofi, dkk., PERBANDINGAN GRADASI AGREGAT AC-WC DARI JOB MIX FORMULA DENGAN VARIASI
JUMLAH LINTASAN PEMADATAN

(Sukirman, 2003), nilai yang didapat jauh


di bawah JMF dan hampir mendekati batas
speksifikasi minimum Spesifikasi Umum
Bina Marga Tahun 2010 revisi 2 (dua).

Hasil Pengujian Gradasi Agregat AC-


WC Setelah Pemadatan dengan 12
Lintasan
Tabel rekapitulasi gradasi hasil ekstraksi
dari core (12 lintasan), dibandingkan
dengan gradasi dari JMF diberikan pada
Lampiran C.
Gambar 2. Gradasi agregat % lolos
saringan ekstraksi AC-WC dari core 12
Terlihat gradasi hasil ekstraksi agregat dari
lintasan terhadap JMF.
core (12 lintasan), untuk saringan 1/2”
terjadi deviasi -1,96% dari JMF, saringan
Hasil Pengujian Gradasi Agregat AC-
3/8” terjadi deviasi +3,66% dari JMF,
WC Setelah Pemadatan dengan 16
saringan No 4 terjadi deviasi +3,94% dari
Lintasan
JMF, saringan no 8 terjadi deviasi +3,82%
Tabel rekapitulasi gradasi hasil ekstraksi
dari JMF, saringan no 16 terjadi deviasi
dari core (16 lintasan), dibandingkan
+4,31% dari JMF, saringan No 30 terjadi
dengan gradasi dari JMF diberikan pada
deviasi +2,98% dari JMF, saringan No 50
Lampiran D.
terjadi deviasi +1,38% dari JMF, saringan
No 100 terjadi deviasi +1,88% dari JMF,
Terlihat gradasi agregat dari core (16
dan saringan No 200 terjadi deviasi
lintasan), untuk saringan 1/2” terjadi
+2,03% dari JMF. Persentase perubahan
deviasi -2,74% dari JMF, saringan 3/8”
gradasi terbesar terjadi pada saringan No
terjadi deviasi +2,79% dari JMF, saringan
16 dengan deviasi +4,31% dari JMF, yang
No 4 terjadi deviasi +4,5% dari JMF,
menandakan gradasi agregat banyak lolos
saringan No 8 terjadi deviasi +4,26% dari
pada saringan No 16.
JMF, saringan No 16 terjadi deviasi
+4,36% dari JMF, saringan No 30 terjadi
Perbandingan antara gradasi di core (12
deviasi +3,13% dari JMF, saringan No 50
lintasan) dengan gradasi JMF dapat dilihat
terjadi deviasi +1,68% dari JMF, saringan
pada Gambar 2. Gradasi agregat hasil
No 100 terjadi deviasi +2,23% dari JMF,
ekstraksi dari core (12 lintasan) dengan
dan saringan No 200 terjadi deviasi
JMF berada di bawah gradasi JMF, hal ini
+2,23% dari JMF. Persentase perubahan
disebabkan karena degradasi agregat kasar
gradasi terbesar terjadi pada saringan No 4
menjadi halus akibat pelaksanaan
dengan deviasi +4,5% dari JMF, yang
pekerjaan di lapangan dan penambahan
menandakan gradasi agregat banyak lolos
jumlah lintasan pemadatan, nilai yang
pada saringan No 4.
didapat jauh di bawah JMF dan makin
mendekati batas speksifikasi minimum
Gambar perbandingan antara gradasi di
Spesifikasi Umum Bina Marga Tahun
core 16 lintasan terhadap gradasi JMF
2010 revisi 2 (dua).
dapat dilihat pada Gambar 3. Gradasi
agregat dari core (16 lintasan) dengan JMF
berada di bawah gradasi JMF, hal ini
disebabkan karena degradasi agregat kasar
menjadi halus akibat pelaksanaan
pekerjaan di lapangan dan penambahan

115
Prosiding Konferensi Nasional Teknik Sipil dan Perencanaan (KN-TSP) 2017
“Inovasi Teknologi Smart Building dan Green Construction untuk Pembangunan yang Berkelanjutan”
Pekanbaru, 9 Februari 2017. ISBN 978-602-61059-0-5
jumlah lintasan pemadatan, nilai yang pelaksanaan di lapangan mulai dari
didapat jauh di bawah JMF dan makin penghamparan sampai proses pemadatan,
mendekati batas speksifikasi minimum pelayanan beban lalu lintas sehingga
Spesifikasi Umum Bina Marga Tahun terjadi degradasi agregat (Sukirman, 2003).
2010 revisi 2 (dua).
Deviasi negatif tertinggi yaitu -0,87% pada
saringan 3/8” dan deviasi positif tertinggi
+0,56% pada saringan No 4. Secara
keseluruhan penjumlahan semua deviasi
tersebut menghasilkan deviasi total sebesar
+0,4%. Perubahan gradasi ini diakibatkan
karena proses pelaksanaan di lapangan
mulai dari penghamparan sampai proses
pemadatan, pelayanan beban lalu lintas
sehingga terjadi degradasi agregat
(Sukirman, 2003).

Gambar 3. Gradasi agregat % lolos


saringan ekstraksi AC-WC dari core
16 lintasan terhadap JMF

Gambar 5. Perubahan gradasi dari core


12 lintasan ke core 16 lintasan.

Hubungan Antara Perubahan Gradasi


Dengan Variasi Jumlah Lintasan
Pemadatan
Gambar 4. Perubahan gradasi dari core 8 Variasi jumlah lintasan pemadatan
lintasan ke core 12 lintasan. mempengaruhi perubahan gradasi agregat
pada campuran aspal. Semakin banyak
Agregat mulai pecah pada saringan no 1/2" jumlah lintasan pemadatan, gradasi agregat
karena pada saringan tersebut ukuran banyak mengalami degradasi yaitu
agregat besar, sehingga banyak yang perubahan gradasi akibat pecahnya butir-
mengalami degradasi. Kemudian butir agregat (Sukirman, 2003). Hal ini
didistribusikan pada saringan yang ada disebabkan karena agregat yang digunakan
dibawahnya. Deviasi negatif tertinggi yaitu memiliki nilai abrasi yang kecil yaitu
-0,89% pada saringan 1/2” dan deviasi 20,90 %, dimana nilai yang disarankan
positif tertinggi +0,47% pada saringan No oleh Spesifikasi Umum Bina Marga Tahun
16. Secara keseluruhan penjumlahan 2010 revisi 2 (dua) yaitu maksimal 40%.
semua deviasi tersebut menghasilkan Selain itu pengaruh kepipihan agregat juga
deviasi total sebesar +0,21%. Perubahan mempengaruhi perubahan gradasi agregat,
gradasi ini diakibatkan karena proses dimana nilai yang disarankan oleh

116
Rofi, dkk., PERBANDINGAN GRADASI AGREGAT AC-WC DARI JOB MIX FORMULA DENGAN VARIASI
JUMLAH LINTASAN PEMADATAN

Spesifikasi Umum Bina Marga Tahun Marga Tahun 2010 revisi 2 (dua).
2010 revisi 2 (dua) yaitu maksimal 10%. sementara pada core (16 lintasan) hasilnya
Untuk agregat yang digunakan pada sangat mendekati batas bawah speksifikasi.
perkerasan ini yaitu mengguakan agregat Dan untuk core (8 lintasan) grafiknya juga
Bangkinang, dimana nilai kepipihan masih masuk dalam Spesifikasi Umum
agregat yaitu 9,57%. Dapat disimpulkan Bina Marga Tahun 2010 revisi 2 (dua),
bahwa perubahan gradasi agregat tetapi untuk pelaksanaan di lapangan
dipengaruhi oleh jumlah lintasan kondisi 8 lintasan ini menjadikan
pemadatan dan daya tahan agregat, dimana perkerasan aspal masih belum padat.
agregat yang memiliki nilai abrasi kecil
memiliki daya tahan agregat yang besar
4. KESIMPULAN
walaupun ada beban mekanis dari luar.
begitu juga sebaliknya agregat yang Dari penelitian dan pembahasan mengenai
memiliki nilai abrasi besar, daya tahan Komparasi Gradasi Agregat AC‐WC Dari
agregatnya akan kecil terhadap beban Job Mix Formula Dengan Variasi Jumlah
mekanis. Makin banyak lintasan dengan Lintasan Pemadatan, dapat diambil
nilai abrasi yang besar tentunya kesimpulan terjadi perubahan gradasi
mempengaruhi perubahan gradasi, dimana agregat AC-WC antara core (8 lintasan)
gradasi agregat banyak menjadi halus, hal dengan core (12 lintasan) terjadi deviasi
ini disebabkan karena ketahanan agregat rerata +0,21%. Dan antara core (12
terhadap beban mekanis dari luar kecil lintasan) dengan core (16 lintasan) terjadi
sehingga agregat akan mudah mengalami deviasi rerata +0,4%. Perubahan gradasi
degradasi (Sukirman, 2003). agregat dipengaruhi oleh variasi jumlah
lintasan pemadatan, nilai abrasi agregat,
Pengaruh kepipihan juga mempengaruhi dan nilai kepipihan agregat.
perubahan gradasi agregat. Agregat pipih
pada dasarnya tidak tahan menahan beban DAFTAR PUSTAKA
yang berulang-ulang. Hal ini dikarenakan Agung, 2012, Penyelidikan Propertis
tipisnya agregat akan bertambah pecah bila Distribusi Void, Indirect Tensile
kena beban sehingga akan merubah gradasi Strenght dan Marshall Campuran
agregat tersebut. Agregat pipih pada Asphalt Concrete Terhadap Benda Uji
dasarnya tidak tahan menahan beban yang Hasil Pemadatan APRS, Seminar
berulang-ulang. Hal ini dikarenakan Nasional Teknik Sipil UMS.
tipisnya akan bertambah pecah bila kena Aminsyah,M, 2010, Pengaruh Kepipihan
beban sehingga akan merubah gradasi Dan Kelonjongan Agregat Terhadap
agregat dalam lapisan konstruksi, sehingga Perkerasan Lenyur Jalan Raya, Jurnal
secara cepat dapat mengganggu kestabilan Rekayasa Sipil. Universitas Andalas
dan akan mengakibatkan konstruksi rusak Padang, Padang.
sebelum umur rencana (Sumiati, dkk, Ariawan, 2010, Pengaruh Gradasi Agregat
2012). Terhadap Karakteristik Campuran
Laston, Jurnal Rekayasa Sipil,
Semakin banyak lintasan tentunya tidak Universitas Udayana Denpasar,
hemat energi, dikarenakan banyak Denpasar.
menghabiskan bahan bakar. Sehingga dari Arifin, Syamsul, dkk, 2007, Pengaruh
hasil penelitian ini direkomendasikan Nilai Abrasi Agregat Terhadap
menggunakan 12 lintasan pada saat Karakteristik Beton Aspal, Smartek,
pelaksanaan di lapangan. Dimana dari hasil Palu.
penelitian yang didapat perubahan gradasi Departemen Pekerjaan Umum, Standar
pada core (12 lintasan) nilainya masih Nasional Indonesia, Metode
masuk dalam Spesifikasi Umum Bina Pengujian Kadar Aspal dari

117
Prosiding Konferensi Nasional Teknik Sipil dan Perencanaan (KN-TSP) 2017
“Inovasi Teknologi Smart Building dan Green Construction untuk Pembangunan yang Berkelanjutan”
Pekanbaru, 9 Februari 2017. ISBN 978-602-61059-0-5
Campuran Beraspal dengan Cara Sukirman, S, 1999, Perkerasan Lentur
Sentrifus, SNI 03-6894-2002. Jalan Raya, Nova, Bandung.
Direktorat Jenderal Bina Marga, 2010, Sukirman, S, 2003, Beton Aspal Campuran
Spesifikasi Umum Binamarga 2010 Panas, Granit, Bandung.
Revisi 2, Kementrian Pekerjaan Umum Sulaiman, 2012, Ketahanan Agregat Alam
Direktorat Jenderal Bina Marga, Krueng Peudada Pada Campuran
Jakarta. Laston AC-WC Berdasarkan Variasi
Standar Nasional Indonesia. Spesifikasi Tumbukan, Jurnal, Program Studi
Timbangan yang Digunakan pada Teknik Sipil Politeknik Negeri
Pengujian Bahan, SNI 03-6414-2002. Lhokseumawe.

Lampiran A: Data JMF Hasil Rancangan Campuran AC-WC


No Uraian Pemeriksaan dan Sifat- Satuan Hasil Tes Spesifikasi Umum
Sifat Campuran Bina Marga REV. 2

1 Kadar Aspal % 5,80 ± 0, 3


2 Rongga Udara (VIM) % 4,50 3-5
3 Rongga Udara Agregat (VMA) % 15,89 Min 15
4 Rongga Terisi Aspal (VFA) % 67,17 Min 65
5 Stabilitas marshall Kg 1319,0 Min. 800
6 Kelelehan Plastis (Flow) mm 3,40 Min 3
7 Hasil Bagi Marshall Kg/mm 3,8 Min 250

Lampiran B: Rekapitulasi Hasil Pengujian Ekstraksi % Lolos Saringan AC-WC dari core
8 Lintasan dengan JMF

GRADASI EKSTRAKSI

1 Ukuran Saringan (mm) Satuan 19 12,5 9,53 4,76 2,38 1,19 0,6 0,3 0,149 0,075

% Lolos dari core (8


2 % 100,00 93,35 76,45 56,44 40,43 32,25 24,12 17,05 10,36 5,39
lintasan)

3 Job Mix Formula % 100,00 92,28 80,23 60,27 44,21 36,09 27,05 18,24 12,03 7,27

Spesifikasi Maks. 100,00 100,00 69,00 69,00 53,00 40,00 30,00 22,00 15,00 10,00
4
Gradasi Agregat Min. 90,00 72,00 54,00 54,00 39,10 31,60 23,10 15,50 9,00 4,00

Lampiran C: Rekapitulasi Hasil Pengujian Ekstraksi % Lolos Saringan AC-WC dari core
12 Lintasan dengan JMF
GRADASI EKSTRAKSI

1 Ukuran Saringan (mm) Satuan 19 12,5 9,53 4,76 2,38 1,19 0,6 0,3 0,149 0,075

% Lolos dari core (12


2 % 100,00 94,24 76,57 56,33 40,39 31,78 24,07 16,86 10,15 5,24
lintasan)

3 Job Mix Formula % 100,00 92,28 80,23 60,27 44,21 36,09 27,05 18,24 12,03 7,27

Spesifikasi Maks. 100,00 100,00 69,00 69,00 53,00 40,00 30,00 22,00 15,00 10,00
4
Gradasi Agregat Min. 90,00 72,00 54,00 54,00 39,10 31,60 23,10 15,50 9,00 4,00

118
Rofi, dkk., PERBANDINGAN GRADASI AGREGAT AC-WC DARI JOB MIX FORMULA DENGAN VARIASI
JUMLAH LINTASAN PEMADATAN

Lampiran D: Rekapitulasi Hasil Pengujian Ekstraksi % Lolos Saringan AC-WC dari core
16 Lintasan dengan JMF

GRADASI EKSTRAKSI

1 Ukuran Saringan (mm) Satuan 19 12,5 9,53 4,76 2,38 1,19 0,6 0,3 0,149 0,075

% Lolos dari core (16


2 % 100,00 95,02 77,44 55,77 39,95 31,73 23,92 16,56 9,80 5,04
lintasan)

3 Job Mix Formula % 100,00 92,28 80,23 60,27 44,21 36,09 27,05 18,24 12,03 7,27

Spesifikasi Maks. 100,00 100,00 69,00 69,00 53,00 40,00 30,00 22,00 15,00 10,00
4
Gradasi Agregat Min. 90,00 72,00 54,00 54,00 39,10 31,60 23,10 15,50 9,00 4,00

119

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai