Anda di halaman 1dari 19

2

Program Studi Teknik Sipil Modul ke


Fakultas Teknik
6
Universitas Muslim Indonesia

MODUL PERTEMUAN KE - 6

MATA KULIAH :
BAHAN PERKERASAN JALAN (2 SKS)

CAPAIAN PEMBELAJARAN MATA KULIAH (CPMK) :

1. Mampu Menjelaskan dan mengevaluasi karateristik agregat sebagai bahan


utama pada lapisan perkerasan
2. Mampu memahami dan menjelaskan standar pengujian agregat

DIKSRIPSI MATERI MATA KULIAH :


Pada mata kuliah ini mahasiswa belajar tentang jenis-jenis agregat, sifat fisik
dan sifat-sifat mekanik, persyaratan gradasi agregat, jenis komposisi agregat,
dan bahan pengisi (abu terbang)

KEMAMPUAN AKHIR (SUB CMPK-6)


1. Mampu memahami dan menjelaskan Persyaratan agregat terhadap mutu
campuran berdasarkan spesifikasi sebagai bahan campuran aspal
2. Mampu memahami dan menjelaskan persyaratan gradasi dan standar
pengujian sifat fisik agregat
INDIKATOR PENILAIAN :
 Ketepatan menjelaskan Agregat berdasarkan jenisnya
 Ketepatan menjelaskan sifat dan karateristik agregat berdasarkan standar
dan spesifikasi sebagai bahan campuran aspal
 Ketepatan menjelaskan fungsi agregat pada campuran aspal

METODE PEMBELAJARAN :
 Kuliah
 Dikusi
 Penugasan dalam persentasi makalah
TM : 2 x (2 x 50”)
PT : 2 x (2 x 60”)

BAHAN PERKERASAN JALAN | 


2
Program Studi Teknik Sipil Modul ke
Fakultas Teknik
6
Universitas Muslim Indonesia

BM : 2 x (2 x 60”)

PUSTAKA :
1. Departemen Pekerjaan Umum Badan, (2005), Modul Road Design Engineer
(RDE)-12 : Bahan Perkerasan Jalan, Jakarta, Badan Pembinaan Konstruksi
dan Sumber Daya Manusia Pusat Pembinaan Kompetensi dan Pelatihan
Konstruksi (PUSBIN-KPK)
2. Departemen Pekerjaan Umum Badan, (2005), Teknik Bahan Perkerasan
Jalan, Seri Panduan Pemeliharaan Jalan Kabupaten, Jakarta, Badan
Penelitian dan Pengembangan Pusat Penelitian Pengembangan Prasarana
Transportasi
3. Departemen Pekerjaan Umum, 2018. “Spesifikasi Umum Perkerasan Aspal”,
Kementerian Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga
4. Departemen Pekerjaan Umum Badan, (2005), Modul-3 : Jenis Bahan Lapis
Perkerasan Lentur, Jakarta, Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat
Penelitian Pengembangan Prasarana Transportasi
5. Silvia Sukirman, 2003, Beton Campuran Panas, Jakarta, Penerbit Granit.
6. Tri Mulyono, (2015), Jalan Raya 2 : Modul 2 – Spesifikasi Bahan Perkerasan
Jalan dalam Infrastruktur Jalan dan Jembatan, Jakarta: Program D3

BAHAN PERKERASAN JALAN | 


2
Program Studi Teknik Sipil Modul ke
Fakultas Teknik
6
Universitas Muslim Indonesia

POKOK BAHASAN :

VI. AGREGAT

6.1 JENIS AGREGAT


6.1.1 Berdasarkan Jenisnya
a. Agregat Berat
Agregat yang mempunyai berat jenis lebih dari 2,8.Biasanya digunakan untuk
beton yang terkena sinar radiasi sinar X. Contoh agregat berat : Magnetit,
butiran besi
b. Agregat Normal
Agregat yang mempunyai berat jenis 2,50 – 2,70.Beton dengan agregat
normal akan memiliki berat jenis sekitar 2,3 dengan kuat tekan 15 MPa – 40
MPa. Agregat normal terdiri dari : kerikil, pasir, batu pecah (berasal dari
alam), klingker, terak dapur tinggi (agregat buatan)
c. Agregat Ringan
Agregat ringan : agregat yang mempunyai berat jenis kurang dari 2,0.
Biasanya digunakan untuk membuat beton ringan. Terdiri dari : batu apung,
asbes, berbagai serat alam (alam), terak dapur tinggi dg gelembung udara,
perlit yang dikembangkan dengan pembakaran, lempung bekah, dll (buatan).
6.1.2 Berdasarkan Bentuknya
Bentuk dan tekstur agregat mempengaruhi stabilitas dari lapisan perkerasan
yang dibentuk oleh agregat tersebut.Agregat yang paling baik untuk digunakan
sebagai bahan perkerasan jalan adalah berbentuk kubus, tetapi jika tidak ada,
maka agregat yang memiliki minimal satu bidang pecahan.
Partikel agregat dapat berbentuk sebagai berikut :
1) Bulat (rounded)
Agregat yang dijumpai di sungai pada umumnya telah mengalami pengikisan
oleh air sehingga umumnya berbentuk bulat.Partikel agregat saling bersentuhan
dengan luas bidang kontak kecil sehingga menghasilkan daya interlocking yang
lebih kecil dan lebih mudah tergelincir.
tergelincir.
2) Lonjong (elongated)
Partikel agregat berbentuk lonjong dapat ditemui di sungai-sungai atau

BAHAN PERKERASAN JALAN | 


2
Program Studi Teknik Sipil Modul ke
Fakultas Teknik
6
Universitas Muslim Indonesia

bekas endapan sungai. Agregat dikatakan lonjong jika ukuran terpanjangnya


lebih panjang dari 1,8 kali diameter rata-rata. Sifat interlocking-nya hampir
samadengan yang berbentuk bulat.
3) Kubus (cubical)
Partikel berbentuk kubus merupakan bentuk agregat hasil dari mesin pemecah
batu (stone crusher) yang mempunyai bidang kontak yang lebih luas sehingga
memberikan interlocking/saling mengunci yang lebihbesar.Dengan demikian
kestabilan yang diperoleh lebih besar dan lebih tahan terhadap deformasi yang
timbul.Agregat berbentuk kubus ini paling baik digunakan sebagai bahan
konstruksi perkerasan jalan.
4) Pipih (flaky)
Partikel agregat berbentuk pipih dapat merupakan hasil dari mesin pemecah batu
ataupun memang merupakan sifat dari agregat tersebut yang jika dipecahkan
cenderung berbentuk pipih. Agregat pipih yaitu agregat yang lebih tipis dari 0,6
kali diameter rata-rata. Agregat berbentuk pipih mudah pecah pada waktu
pencampuran, pemadatan ataupun akibat beban lalu lintas.

Gambar 6.1 Bentuk-Bentuk Agregat

5) Tak beraturan (irregular)


Partikel agregat tak beraturan, tidak mengikuti salah satu yang disebutkan di
atas.Tekstur permukaan berpengaruh pada ikatan antara batu dengan aspal.
Tekstur permukaan agregat terdiri atas :1) Kasar sekali (very rough),2) Kasar
(rough),3). Halus,4). Halus dan licin (polished) Permukaan agregat yang halus
memang mudah dibungkus dengan aspal, tetapi sulit untuk mempertahankan

BAHAN PERKERASAN JALAN | 


2
Program Studi Teknik Sipil Modul ke
Fakultas Teknik
6
Universitas Muslim Indonesia

agar film aspal itu tetap melekat, karena makin kasar bentuk permukaan maka
makin tinggi sifat stabilitas dan keawetan suatu campuran aspal dan agregat.
Campuran aspal beton (AC) dapat dibuat bergradasi halus (mendekati batas titik-
titik kontrol atas), tetapi akan sulit memperoleh rongga dalam agregat (VMA)
yang disyaratkan. Lebih baik digunakan aspal beton bergradasi kasar (mendekati
batas titik-titik kontrol bawah).
Bentuk partikel agregat yang bersudut memberikan ikatan antara agregat
(agregat interlocking) yang baik yang dapat menahan perpindahan atau
displasemen agregat yang mungkin terjadi. Agregat yang bersudut tajam,
berbentuk kubikal dan agregat yang memiliki lebih dari satu bidang pecah akan
menghasilkan ikatan antar agregat yang paling baik.
6.1.3 Berdasarkan Tekstur Permukaan
Selain memberikan sifat ketahanan terhadap gelincir (skid resistance)
pada permukaan perkerasan, tekstur permukaan agregat (baik makro maupun
mikro) juga merupakan faktor lainnya yang menentukan kekuatan, workabilitas
dan durabilitas campuran beton
Permukaan agregat yang kasar akan memberikan kekuatan pada
campuran beton karena kekasaran permukaan agregat dapat menahan agregat
tersebut dari pergereran atau perpindahan. Kekasaran permukaan agregat
juga akan memberikan tahanan gesek yang kuat sehingga akan meningkatkan
keamanan.
Agregat dengan tekstur permukaan yang sangat kasar memiliki koefisien gesek
yang tinggi yang membuat agregat tersebut sulit untuk berpindah tempat
sehingga akan menurunkan workabilitasnya. Oleh sebab itu penggunaan agregat
bertekstur halus dengan proporsi tertentu kadang-kadang dibutuhkan untuk
membantu meningkatkan workabilitasnya.
Agregat yang berasal dari sungai (bankrun agregat) biasanya memiliki
permukaan yang halus dan berbentuk bulat, oleh sebab itu agar dapat
menghasilkan campuran aspal dengan sifat-sifat yang baik agregat sungai ini
harus dipecahkan terlebih dahulu. Pemecahan ini dimaksudkan untuk
menghasilkan tekstur permukaan yang kasar pada bidang pecahnya dan
mengubah bentuk butir agregat.
Tidak ada metoda standar untuk mengevaluasi tekstur permukaan secara
langsung. Seperti halnya bentuk partikel, tekstur permukaan adalah suatu sifat

BAHAN PERKERASAN JALAN | 


2
Program Studi Teknik Sipil Modul ke
Fakultas Teknik
6
Universitas Muslim Indonesia

yang direfleksikan dalam uji kekuatan campuran dan dalam workabilitas dari
campuran selama masa konstruksinya.
Jenis agregat ditinjau dari teksturnya ada lima macam, meliputi :
a. Agregat halus (glassy) terbentuk oleh pengikisan air serta akibat patahan
yang terjadi pada batuan halus atau batuan yang berlapis-lapis. Agregat ini
membutuhkan air yang lebih sedikit daripada agregat kasar.
b. Agregat berbutir (granular) mempunyai bentuk bulat dan teksturnya
cenderung seragam.
c. Agregat kasar berupa pecahan kasar yang terdiri dari batuan berbutir halus
dan kasar yang mengandung bahan kristal tak kasat mata.
d. Agregat kristalin (crystalline) adalah agregat yang mengandung kristal yang
dapat dilihat secara visual.
e. Agregat sarang lebah (honey cumbs) memiliki pori-pori yang sangat terasa.
Bahkan rongga-rongga yang ada di permukaan agregat ini bisa dilihat
dengan jelas.
6.1.4 Berdasakan Ukuran Butir Nominal
Ukuran agregat dalam suatu campuran beton terdistribusi dari yang
berukuran besar sampai ke yang kecil. Semakin besar ukuran maksimum
agregat yang dipakai semakin banyak variasi ukurannya dalam campuran
tersebut. Ada dua istilah yang biasanya digunakan berkenaan dengan ukuran
butir agregat, yaitu :

- Ukuran maksimum, yang didefinisikan sebagai ukuran saringan terkecil yang


meloloskan 100 % agregat.

- Ukuran nominal maksimum, yang didefinisikan sebagai ukuran saringan


terbesar yang masih menahan maksimum dari 10 % agregat.
Contoh berikut ini mengilustrasikan perbedaan keduanya : Hasil analisa saringan
menunjukan bahwa 100 % lolos saringan 25 mm. Agregat paling kasar tertahan
pada saringan 19 mm. Dalam hal ini ukuran maksimum agregat adalah 25 mm
dan ukuran nominal maksimumnya adalah 19 mm.
Istilah-istilah lainnya yang biasa digunakan sehubungan dengan ukuran agregat
yaitu :
- Agregat kasar : Agregat yang tertahan saringan No. 8 (2,36 mm).
- Agregat halus : Agregat yang lolos saringan No. 8 (2,36 mm).

BAHAN PERKERASAN JALAN | 


2
Program Studi Teknik Sipil Modul ke
Fakultas Teknik
6
Universitas Muslim Indonesia

- Mineral pengisi: Fraksi dari agregat halus yang lolos saringan no. 200 (2,36
mm) mimimum 75% terhadap berat total agregat.
- Mineral abu : Fraksi dari agregat halus yang 100% lolos saringan no. 200
(0,075 mm
6.2 Sifat Fisik Dan Pengujian Agregat
6.2.1 Sifat- sifat agregat dapat mempengaruhi mutu campuran , meliputi
kriteria :

1. Bentuk butiran dan keadaan permukaan

Butiran agregat berbentuk bulat ( jenis agregat yg berasal dari


sungai/pantai), tidak beraturan, bersudut tajam dengan permukaan kasar,
berbentuk pipih dan lonjong. Bentuk butiran berpengaruh pada : a) luas
permukaan agregat b) Jumlah kadar aspal pada agregat saat pengaduk
campuran dari ukuran berat jenis , c) Kestabilan/ketahanan (durabilitas) pada
campuran d) Kelecakan (workability), e) Kekuatan lapisan pada permukaan
agregat berpengaruh pada daya ikat antara agregat dengan bahan aspal.
permukaan kasar → ikatannya gesek kuat, dan perermukaan licin → ikatan
geseknya lemah

Gambar 6.2 Tipikal Susunan Gradasi Berdasarkan Penggunaan

BAHAN PERKERASAN JALAN | 


2
Program Studi Teknik Sipil Modul ke
Fakultas Teknik
6
Universitas Muslim Indonesia

2. Kekuatan Agregat
Kekuatan agregat , kemampuan agregat untuk menahan beban dari tekanan
roda.
Kemampuan agregat meliputi : kekuatan tarik, tekan, lentur, geser dan elastisitas
bahan. paling dominan adalah kekuatan tekan dan elastisitas dari bahan.
Kekuatan dan elastisitas agregat dipengaruhi oleh : a) jenis batuannya ,b)
susunan
dalam mineral agregat,c) struktur/kristal butiran, d) porositas, e) ikatan antar
butiran.
Pengujian kekuatan agregat meliputi :
a) Pengujian kuat tekan material
b) Pengujian kekerasan agregat dengan goresan melalui cara sederhana
mengunakan batang tembaga atau uji bejana Rudellof
c) Pengujian keausan dengan mesin aus LOS ANGELES, melalui 300
putaran.
3. Berat jenis agregat
Berat jenis, perbandingan berat suatu bahan dengan berat air murni pada
volumyang sama pada suhu tertentu. Berat jenis agregat tergantung dari : jenis
batuan, susunan mineral agregat, struktur butiran dan porositas batuan. Berat
jenis agregat digolongkan dalam uji ada 3, yaitu : (1) berat jenis SSD, yaitu berat
jenis agregat dalakondisi jenuh kering permukaan, (2) Berat jenis semu, berat
jenis agregat yang memperhitungkan berat agregat dalam keadaan kering dan
volume agregat dalam keadaan kering, (3) Berat Jenis Bulk, berat jenis agregat
yang memperhitungkan beraagregat dalam keadaan kering dan seluruh volume
agregat dalam keadaan kering.
4. Bobot Isi (Bulk Density)
Bobot isi adalah perbandingan antara berat suatu benda dengan volume
benda tersebut. Bobot isi ada 2(dua) macam : bobot isi padat dan gembur.
Bobot isi agregat pada campuran berguna untuk klasifikasi perhitungan
perencanaan campuran aspal beton.
5. Porositas, kadar air dan daya serap air

Jumlah kadar pori-pori yang ada pada agregat, baik pori-pori yang dapat
tembus air maupun tidak yang dinyatakan dengan % terhadap volume agregat.

BAHAN PERKERASAN JALAN | 


2
Program Studi Teknik Sipil Modul ke
Fakultas Teknik
6
Universitas Muslim Indonesia

a) Porositas agregat hubungannya dengan : BJ agregat, daya serap air, sifat


kedap air dan modulus elastisitas. b)Kadar air agregat, banyaknya air yang
terkandung dalam agregat. Ada 4 jenis kadar air dalam agregat, yaitu : (1) kadar
air kering tungku, yaitu agregat yang benar-benar kering tanpa air. (2) Kadar air
kering udara, yaitu kondisi agregat yang permukaannya kering tetapi
mengandung sedikit air dalam porinya sehingga masih dapat menyerap air. (3)
kadar air jenuh, kering permukaan (saturated surface-dry = SSD), dimana
agregat yang pada permukaannya tidak terdapat air tetapi di dalam butirannya
sudah jenuh air. Pada kondisi ini air yang terdapat dalam agregat tidak
menambah atau mengurangi jumlah air yang terdapat dalam adukan campuran.
(4) Kondisi basah, yaitu kondisi dimana di dalam butiran maupun permukaan
agregat banyak mengandung air sehingga akan menyebabkan penambahan
jumlah air pada adukan campuran. 5)Daya serap air adalah kemampuan agregat
dalam menyerap air sampai dalam keadaan jenuh. Daya serap air agregat
merupakan jumlah air yang terdapat dalam agregat dihitung dari keadaan kering
oven sampai dengan keadaan jenuh dan dinyatakan dalam %. 6).Daya serap air
berhubungan dengan pengontrolan kualitas campuran dan jumlah air yang
dibutuhkan pada saat campuran aspal dilakukan.
6. Sifat Kekal Agregat
Kemampuan agregat untuk menahan terjadinya perubahan volume yang
berlebihan akibat adanya perubahan kondisi fisik.
1) Penyebab perubahan fisik : adanya perubahan cuaca dari panas-dingin,
bekucair,basah-kering.
2) Akibat fisik yang ditimbulkan pada lapisan adalah : kerutan-kerutan stempat,
retak-retak pada permukaan campuran, pecah pada lapisan perkerasan yang
dapat membahayakan stabilitas lapisan secara keseluruhan.
3) Sifat tidak kekal pada agregat ditimbulkan oleh : adanya sifat porous pada
agregat dan adanya lempung/tanah liat.
7. Reaksi Alkali Agregat

Reaksi antara alkali (Na2O, K2O) yang terdapat pada material campuran
dengan silika aktif yang terkandung dalam agregat, sehingga
1) Reaksi alkali hidroksida dengan silika aktif pada agregat akan membentuk
alkali-silika gelembung di permukaan agregat. Gelembung bersifat mengikat

BAHAN PERKERASAN JALAN | 


2
Program Studi Teknik Sipil Modul ke
Fakultas Teknik
6
Universitas Muslim Indonesia

air yg selanjutnya volume gelembung akan mengembang, pada lapisan akan


timbul retak-retak.
2) Pada konstruksi lapisan aspal beton yang selalu berhubungan dengan air
(basah) perlu diperhatikan reaksi alkali agregat yang aktif.
8. Sifat Termal
Koefisien pengembangan linier, panas jenis dan daya hantar panas pada
material, sehingga
1) Pengembangan linier pada agregat sebagai pertimbangan pada konstruksi
aspal beton dengan kondisi suhu yang berubah-ubah. Sebaiknya
koef.pengembangan linier agregat sama dengan bahan aspal dan filler
semen.
2) Jenis panas dan daya hantar panas sebagai pertimbangan pada la[isan aspal
beton untuk isolasi panas.
9. Gradasi Agregat
Susunan gradasi agregat akan sangat menentukan dalam kekuatan,
kestabilan dan kekedapan suatu campuran agregat. Agregat dengan bergradasi
menerus mempunyai stabilitas campuran yang tinggi yang diakibatkan dari
interlocking butiran agregat. Sedangkan agregat yang bergradasi senjang atau
terbuka tidaklah demikian. Prosentase agregat halus dalam suatu campuran
agregat juga dapat berpengaruh dalam stabilitas campuran. Pada umumnya
makin banyak agregat halus maka kekuatan campuran agregat tersebut makin
kecil.
10. Durabilitas
Agregat yang digunakan dalam konstruksi jalan ini harus tahan/awet
terhadap pengaruh cuaca. Pengujian yang dilakukan untuk mengetahui sifat ini
adalah dengan pemeriksaan keawetan (soundness test).
11. Kebersihan agregat
Banyak agregat kasar yang terselaputi oleh bahan yang tidak mudah
lepas seperti lempung, lanau, oksida besi dan lain-lain. Hal ini akan mengganggu
dalam proses kelekatan terhadap aspal. Untuk itu bahan yang melekat tersebut
harus dicuci atau digosok terlebih dahulu. Kebersihan agregat akan
mempengaruhi kekuatan campuran agregat tersebut. Semakin tinggi indeks
plastisitasnya maka semakin menurun pula kekuatan agregat tersebut.
12. Bentuk dan Tekstur Agregat

BAHAN PERKERASAN JALAN | 


2
Program Studi Teknik Sipil Modul ke
Fakultas Teknik
6
Universitas Muslim Indonesia

Bentuk dan tekstur agregat mempengaruhi stabilitas dari lapisan


perkerasan yang dibentuk oleh agregat tersebut.Agregat yang paling baik untuk
digunakan sebagai bahan perkerasan jalan adalah berbentuk kubus, tetapi jika
tidak ada, maka agregat yang memiliki minimal satu bidang pecahan
Fungsi dari agregat dalam campuran aspal adalah sebagai bahan yang
memberikan kekuatan stabilitas campuran, jika dilakukan dengan alat
pemadatan yang tepat sesuai dengan jenis lapisan untuk lalu lintas padat dan
lalu lintas ringan. Agregat sebagai komponen utama atau gradasi dari lapisan
perkerasan jalan yaitu mengandun90% – 95% agregat berdasarkan persentase
berat atau 75% – 85% agregat berdasarkan persentase volume (Silvia Sukirman,
2003, Beton Aspal Campuran Panas).
• Menghemat penggunaan kadar aspal
• Menghasilkan kekuatan stabilitas dan nilai Void in Material rendah
• Mengurangi penyusutan pada campuran
• Meghasilkan campuran perkerasan yang padat bila gradasinya baik
6.2.2 Persyaratan Gradasi Agregat
Campuran beton asphal, gradasi agregat berhubungan dengan kelecakan aspal
beton , biaya yang ekonomis dan kekuatan campuran beton asphal.
Syarat agregat menurut SII, ASTM 33- 86, dan SNI 04=89. syarat mutu agregat
a. Agregat halus memiliki Syarat Mutu menurut SK SNI S – 04 – 1989 :
1) Butirannya tajam, kuat dan keras
2) Bersifat kekal, tidak pecah atau hancur karena pengaruh cuaca.
3) Sifat kekal, apabila diuji dengan larutan jenuh garam sulfat
4) Jika dipakai Natrium Sulfat, bagian yang hancur maksimum 12 %
5) Jika dipakai Magnesium Sulfat, bagian yang hancur maksimum 10 %
6) Agregat halus tidak boleh mengandung Lumpur ( bagian yang dapat
melewati ayakan 0,060 mm) lebih dari 5 %. Apabila lebih dari 5 % maka
pasir harus dicuci.
7) Tidak boleh mengandung zat organik, karena akan mempengaruhi mutu
beton. Bila direndam dalam larutan 3 % NaOH, cairan di atas endapan
tidak boleh lebih gelap dari warna larutan pembanding.
8) Harus mempunyai variasi besar butir (gradasi) yang baik, sehingga
rongganya sedikit. Mempunyai modulus kehalusan antara 1,5-3,8. Apabila
diayak dengan susunan ayakan yang ditentukan, harus masuk salah satu

BAHAN PERKERASAN JALAN | 


2
Program Studi Teknik Sipil Modul ke
Fakultas Teknik
6
Universitas Muslim Indonesia

daerah susunan butir menurut zone 1, 2, 3 atau 4 dan harus memenuhi


syarat sebagai berikut : sisa di atas ayakan 4,8 mm, mak 2 % dari
berat,sisa di atas ayakan 1,2 mm, mak 10 % dari berat,sisa di atas ayakan
0,30 mm, mak 15 % dari berat, Tidak boleh mengandung garam
b. Agregat Kasar (Kerikil)
Memiliki syarat teknis sebagai berikut
1) Butirannya tajam, kuat dan keras
2) Bersifat kekal, tidak pecah atau hancur karena pengaruh cuaca.
3) Sifat kekal, apabila diuji dengan larutan jenuh garam sulfat sebagai berikut :
a). Jika dipakai Natrium Sulfat, bagian yang hancur maksimum 12 %
b). Jika dipakai Magnesium Sulfat, bagian yang hancur maksimum 10 %
c). Agregat kasar tidak boleh mengandung Lumpur ( bagian yang dapat
melewati ayakan 0,060 mm) lebih dari 1 %. Apabila lebih dari 1 %
maka kerikil harus dicuci maka kerikil harus dicuci.
4) Tidak boleh mengandung zat organik dan bahan alkali yang dapat merusak
campuran aspal beton.
5) Harus mempunyai variasi besar butir (gradasi) yang baik, sehingga
rongganya sedikit. Mempunyai modulus kehalusan antara 6 – 7,10 dan
harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a). Sisa di atas ayakan 38 mm, harus 0 % dari berat
b). Sisa di atas ayakan 4,8 mm, 90 % - 98 % dari berat
c). Selisih antara sisa-sisa komulatif di atas dua ayakan yang berurutan,
maksimum 60 % dan min 10 % dari berat.
6) Tidak boleh mengandung garam.
c. Syarat Mutu Agregat halus
Menurut SII 0052-80 pada, Memiliki peryaratan material sebagai berikut
1) Susunan besar butir mempunyai modulus kehalusan antara 2,50 – 3,80.
2) Kadar Lumpur atau bagian butir lebih kecil dari 70 mikron, mak 5 %
3) Kadar zat organic ditentukan dengan larutan Na-Sulfat 3 %, jika
dibandingkan warna standar tidak lebih tua daripada warna standar.
4) Kekerasan butir jika dibandingkan dengan kekerasan butir pasir
pembanding yang berasal dari pasir kwarsa Bangka memberikan angka
hasil bagi tidak lebih dari 2,20.

BAHAN PERKERASAN JALAN | 


2
Program Studi Teknik Sipil Modul ke
Fakultas Teknik
6
Universitas Muslim Indonesia

5) Sifat kekal diuji dengan larutan jenuh Garam-Sulfat : a. Jika dipakai


Natrium Sulfat , bagian yg hancur mak 10 %. b. Jika dipakai Magnesium
Sulfat, bagian yang hancur mak 15 %.
d. Agregat Kasar
Menurut SII 0052-80 pada, Memiliki peryaratan material sebagai
berikut:
1) Susunan besar butir mempunyai modulus kehalusan antara 6,0 – 7,10.
2) Kadar Lumpur atau bagian butir lebih kecil dari 70 mikron, mak 1 %.
3) Kadar bagian yang lemah diuji dengan goresan batang tembaga, mak
5 %.
4) Sifat kekal diuji dengan larutan jenuh Garam-Sulfat : a. Jika dipakai
Natrium Sulfat, bagian yg hancur maksimum 12 %. b. Jika dipakai
Magnesium Sulfat, bagian yang hancur maksimum 18 %.
5) Tidak bersifat reaktif alkali, jika di dalam beton dengan agregat ini
menggunakan semen yang kadar alkali sebagi Na2O lebih besar dari
0,6 %.
6) Tidak boleh mengandung butiran panjang dan pipih lebih dari 20 %
berat.
7) Kekerasan butir ditentukan dengan bejana Rudellof dan dengan
bejana
Los Angeles.
e. Syarat Mutu Agregat Halus
Menurut ASTM C33-86 memiliki persyaratan material sebagai berikut :
1) Kadar Lumpur atau bagaian butir lebih kecil dari 75 mikron (ayakan no
200), dalam % berat, maksimum : - Untuk beton yg mengalami abrasi :
3,0 ,- Untuk jenis beton lainnya : 5,0
2) Kadar gumpalan tanah liat dan partikel yang mudah direpihkan, mak
3,0 %.
3) Kandungan arang dan lignit :a.- Bila tampak, permukaan beton
dipandang penting kandungan mak 0,5 %. b Untuk beton jenis lainnya
1,0 %.
4) Agregat halus bebas dari pengotoran zat organic yang merugikan
beton. Bila diuji dengan larutan Natrium Sulfat dan dibandingkan
dengan warna standar, tidak lebih tua dari warna standar. Jika warna

BAHAN PERKERASAN JALAN | 


2
Program Studi Teknik Sipil Modul ke
Fakultas Teknik
6
Universitas Muslim Indonesia

lebih tua maka agregat halus itu harus ditolak, kecuali apabila : a.
Warna lebih tua timbul oleh adanya sedikit arang lignit atau yg
sejenisnya. b. Diuji dengan cara melakukan percobaan perbandingan
kuat tekan mortar yg
memakai agregat tersebut terhadap kuat tekan mortar yg memakai
pasir
standar silika, menunjukkan nilai kuat tekan mortar tidak kurang dari 95 %
kuat tekan mortar memakai pasir standar. Uji kuat tekan mortar harus
dilakukan sesuai dengan cara ASTM C87.
5) Agregat halus yg akan dipergunakan untuk membuat beton yg akan
mengalami basah dan lembab terus menerus atau yg berhubungan
dg
tanah basah, tidak boleh mengandung bahan yg bersifat reaktif terhadap
alkali dalam semen, yg jumlahnya cukup dapat menimbulkan
pemuaian yg berlebihan di dalam mortar atau beton. Agregat yang
reaktif terhadap alkali boleh dipakai untuk membuat beton dengan
semen yg kadar alkalinya dihitung sebagai setara Natrium Oksida
(Na2O + 0,658 K2O) tidak lebih dari 0,60 % atau dengan
penambahan yang dapat mencegah terjadinya pemuaian yang
membahayakan akibat reaksi alkali agregat tersebut.
6) Sifat kekal diuji dengan larutan jenuh Garam-Sulfat : a. Jika dipakai
Natrium Sulfat , bagian yg hancur mak 10 %, b. Jika dipakai
magnesium Sulfat, bagian yang hancur mak 15 %.
7) Susunan besar butir (gradasi).
f. Syarat Mutu Agregat Kasar
Memiliki persyaratan material sebagai berikut:
1) Agregat kasar akan dipergunakan untuk membuat beton akan
mengalami basah dan lembab terus menerus atau berhubungan
tanah basah, tidak boleh mengandung bahan bersifat reaktif terhadap
alkali dalam semen, jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian
berlebihan di dalam mortar atau beton.
2) Agregat yang reaktif terhadap alkali boleh dipakai untuk membuat
beton

BAHAN PERKERASAN JALAN | 


2
Program Studi Teknik Sipil Modul ke
Fakultas Teknik
6
Universitas Muslim Indonesia

dengan semen kadar alkalinya dihitung sebagai setara Natrium


Oksida (Na2O + 0,658 K2O) tidak lebih dari 0,60 % atau dengan
penambahan yang dapat mencegah terjadinya pemuaian
membahayakan akibat reaksi alkali agregat tersebut. Syarat lain untuk
agregat kasar seperti pada SII.
6.2.3 Jenis Komposisi Gradasi
Gradasi atau distribusi partikel-partikel berdasarkan ukuran agregat
merupakan hal yang penting dalam menentukan stabilitas perkerasan. Gradasi
agregat mempengaruhi besarnya rongga antar butir yang akan menentukan
stabilitas dan kemudahan dalam proses pelaksanaan.
Gradasi agregat merupakan campuran dari berbagai diameter butiran
agregat yang membentuk susunan campuran tertentu. Gradasi agregat ini
diperoleh dari hasil analisa saringan dengan menggunakan 1 set saringan
(dengan ukuran saringan 19,1 mm; 12,7 mm; 9,52 mm; 4,76 mm; 2,38 mm; 1,18
mm; 0,59 mm; 0,149 mm; 0,074 mm), dimana saringan yang paling kasar
diletakkan diatas dan yang paling halus terletak paling bawah. Satu saringan
dimulai dari pan dan diakhiri dengan tutup (Silvia Sukirman, 1999).

Tabel 6.1 Ketentuan Agregat Kasar

Tabel 6.1 Ketentuan Agregat Kasar

BAHAN PERKERASAN JALAN | 


2
Program Studi Teknik Sipil Modul ke
Fakultas Teknik
6
Universitas Muslim Indonesia

Tabel 6.2 Ketentuan Agregat Halus

a. Gradasi Rapat (dense graded) / Gradasi Menerus


Adalah gradasi agregat dimana terdapat butiran dari agregat kasar
sampai halus, sehingga sering juga disebut gradasi menerus, atau gradasi baik
(well graded). Suatu campuran agregat beton dikatakan bergradasi sangat rapat
bila persentase lolos dari masing-masing saringan memenuhi persamaan
berikut:
d
P = 100 ( D ) n (1)

Dengan pengertian :
d = Ukuran saringan yang ditinjau
D= Ukuran agregat maksimum dari gradasi tersebut
n = 0,35 – 0,45
Campuran dengan gradasi ini memiliki kuat tekan yang tinggi, agak kedap
terhadap air dan memiliki berat isi yang besa

b. Gradasi seragam (uniform graded) / gradasi terbuka (open graded)

Adalah gradasi agregat dengan ukuran yang hampir sama. Gradasi


seragam disebut juga gradasi terbuka (open graded) karena hanya mengandung
sedikit agregat halus sehingga terdapat banyak rongga/ruang kosong antar
agregat. Campuran beraspal yang dibuat dengan gradasi ini bersifat porus atau
memiliki permeabilitas yang tinggi, stabilitas rendah dan memiliki berat isi yang
kecil.

c. Gradasi senjang (Gap graded)


Gradasi senjang adalah gradasi agregat dimana ukuran agregat yang ada
tidak lengkap atau ada fraksi agregat yang tidak ada atau jumlahnya sedikit

BAHAN PERKERASAN JALAN | 


2
Program Studi Teknik Sipil Modul ke
Fakultas Teknik
6
Universitas Muslim Indonesia

sekali. Jika salah satu atau lebih dari ukuran butir atau fraksi pada satu set
ayakan tidak ada, maka gradasi ini akan menunjukkan satu garis horisontal
dalam grafik.

Gradasi Menerus

Gradasi seragam

Gradasi senjang

Gambar 6.3 Bentuk gradasi agregat

Gradasi agregat diperoleh dari hasil analisa saringan dengan


menggunakan satu set saringan dimana saringan yang paling kasar diletakkan
diatas dan yang paling halus diletakkan di bawah. Analisa saringan dapat
dilakukan dengan menggunakan analisa kering atau analisa basah. Analisa
kering menggunakan AASHTO T27-82 sedangkan analisa basah menggunakan
AASHTO T11-82.. Gradasi agregat harus memenuhi ketentuan yang ada

6.3 BAHAN PENGISI ABU TERBANG (FLY ASH)

Abu terbang (fly ash) merupakan sisa dari hasil pembakaran batu bara
pada pembangkit listrik. Abu terbang mempunyai titik lebur sekitar 1300 °C dan
mempunyai kerapatan massa (densitas), antara 2.0 – 2.5 g/cm3. Abu terbang
adalah salah satu residu yang dihasilkan dalam pembakaran dan terdiri dari
partikel-partikel halus. Abu yang tidak naik disebut bottom ash.

BAHAN PERKERASAN JALAN | 


2
Program Studi Teknik Sipil Modul ke
Fakultas Teknik
6
Universitas Muslim Indonesia

Dalam dunia industri, abu terbang biasanya mengacu pada abu yang dihasilkan
selama pembakaran batu bara. Abu terbang umumnya ditangkap oleh
pengendap elektrostatik atau peralatan filtrasi partikel lain sebelum gas buang
mencapai cerobong asap batu bara pembangkit listrik, dan bersama-sama
dengan bottom ash dikeluarkan dari bagian bawah tungku dalam hal ini
bersama-sama dikenal sebagai abu batu bara. Tergantung pada sumber dan
tampilan batu bara yang dibakar, komponen abu terbang bervariasi, tetapi semua
abu terbang termasuk sejumlah besar silikon dioksida (SiO2) (baik amorf dan
kristal) dan kalsium oksida (CaO), kedua bahan endemik yang di banyak
terdapat dalam lapisan batuan batu bara.
Di masa lalu, abu terbang pada umumnya dilepaskan ke atmosfer, tetapi
sekarang disyaratkan harus ditangkap sebelum dirilis. Di Amerika Serikat, abu
terbang umumnya disimpan di pembangkit listrik batu bara atau ditempatkan di
tempat pembuangan sampah. Sekitar 43% didaur ulang, sering digunakan untuk
melengkapi semen dalam produksi beton.
Dalam beberapa kasus, seperti pembakaran limbah padat untuk
menciptakan listrik (fasilitas "resource recovery" atau konversi limbah-ke-energi),
abu terbang dapat mengandung kontaminan dari bottom ash berkadar tinggi
serta pencampuran abu terbang dan bottom ash bersama-sama membawa
tingkat proporsional kontaminan dalam jangkauan untuk memenuhi syarat
sebagai limbah tidak berbahaya dalam keadaan tertentu, sedangkan bila tidak
dicampur, abu terbang akan berada dalam jangkauan untuk memenuhi syarat
sebagai limbah berbahaya
Abu terbang tidak memiliki kemampuan mengikat seperti halnya semen,
namun dengan kehadiran air dan ukurannya yang halus, silika oksida (SiO2) yang
dikandung di dalam abu terbang akan bereaksi secara kimia dengan kalsium
hidroksida yang terbentuk dari proses hidrasi semen dan menghasilkan zat yang
memiliki kemampuan yang mengikat.
Abu batu bara dapat digunakan pada beton sebagai material terpisah
atau sebagai bahan dalam campuran semen dengan tujuan untuk memperbaiki
sifat-sifat beton. Fungsi abu batu bara sebagai bahan aditif dalam beton bisa
sebagai pengisi (filler) yang akan menambah internal kohesi dan mengurangi
porositas daerah transisi yang merupakan daerah terkecil dalam beton, sehingga
beton menjadi lebih kuat. Pada umur sampai dengan 7 hari, perubahan fisik abu

BAHAN PERKERASAN JALAN | 


2
Program Studi Teknik Sipil Modul ke
Fakultas Teknik
6
Universitas Muslim Indonesia

batu bara akan memberikan konstribusi terhadap perubahan kekuatan yang


terjadi pada beton, sedangkan pada umur 7 sampai dengan 28 hari,
penambahan kekuatan beton merupakan akibat dari kombinasi antara hidrasi
semen dan reaksi pozzolan.
Mineralogi abu terbang sangat beragam. Fase utama yang dihadapi adalah fase
kaca, bersama-sama dengan kuarsa, mulit dan oksida besi hematit, magnetit
serta/atau maghemit. Fase lainnya sering diidentifikasi adalah kristobalit, anhidrit,
kapur, periklas, kalsit, silvit, halit, portlandite, rutil serta anatase. Mineral anortit,
gehlenit, akermanit yang memiliki Ca serta berbagai silikat kalsium dan aluminat
kalsium identik dengan yang ditemukan dalam semen Portland dapat
diidentifikasi dalam abu terbang kaya-Ca. Kandungan merkuri dapat mencapai 1
ppm, tetapi umumnya termasuk dalam kisaran 0.01-1 ppm untuk batu bara
bituminus.
Konsentrasi unsur penjejak lainnya bervariasi serta sesuai dengan jenis batubara
yang dibakar untuk membentuk ia. Bahkan, dalam kasus batubara bituminus,
dengan pengecualian dari boron, jejak konsentrasi unsur umumnya sama
dengan konsentrasi unsur jejak di tanah bebas polusi.
Dua tipe abu terbang didefinisikan oleh ASTM C618: abu terbang tipe C
dan abu terbang tipe F. Perbedaan utama antara kelas-kelas tersebut adalah
jumlah kalsium, silika, alumina, serta kandungan besi dalam abu. Sifat-sifat kimia
dari abu terbang tersebut sangat dipengaruhi oleh kandungan kimia dari batu
bara yang dibakar (yaitu, antrasit, bituminus, serta lignit)
6.3.1 Abu terbang tipe C
Abu terbang tipe C merupakan abu terbang yang mengandung CaO di atas 10%
yang dihasilkan dari pembakaran lignit atau sub-bituminus batubara (batubara
muda). Untuk abu terbang tipe C, kadar total dari SiO2, Al2O3, Fe2O3 lebih besar
dari 50%. Kadar CaO mencapai 10%. Dalam campuran beton, jumlahan abu
terbang yang digunakan sebanyak
6.3.2 Abu terbang tipe F
Abu terbang tipe F merupakan abu terbang yang mengandung CaO lebih kecil
dari 10% yang dihasilkan dari pembakaran antrasit atau bituminus batubara. Abu
terbang tipe F mempunyai kadar total dari SiO2, Al2O3, Fe2O3 kurang dari 70%.

BAHAN PERKERASAN JALAN | 

Anda mungkin juga menyukai