Anda di halaman 1dari 92

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jalan adalah suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk

apapun meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan

perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas (UU Jalan No.13/1980).

Untuk kenyamanan dan keamanan, kondisi jalan harus baik atau tidak rusak.

Oleh sebab itu, jalan dengan perkerasan aspal sebagai penyusunnya harus

awet terhadap kondisi perubahan cuaca.

Kerusakan pada kontruksi perkerasan jalan yang paling dominan

adalah disebabkan oleh adanya genangan air yang berasal dari air hujan, air

laut, sistem drainase yang kurang baik dan naiknya air akibat kapilaritas.

Pengaruh genangan air terhadap kerusakan konstruksi jalan dapat

menyebabkan kelemahan daya dukung tanah dasar berikut mempercepat

proses keretakan perkerasan.

Air hujan yang merendam ruas jalan dapat menyebabkan perkerasan

jalan terutama daya ikat aspal berkurang. Perkerasan jalan yang terendam oleh

air hujan secara terus-menerus akan menyebabkan terjadinya perubahan

bentuk pada perkerasan jalan. Akibatnya, pada saat dilewati beban lalu lintas

di atas permukaan jalan tersebut akan menyebabkan kerusakan yang semakin

parah.

Rob atau banjir air laut adalah banjir yang diakibatkan oleh air laut

yang pasang yang menggenangi daratan, merupakan permasalahan yang

1
terjadi di daerah yang lebih rendah dari muka air laut. Di samping itu air rob

yang berasal dari laut yang memiliki kandungan tingkat keasaman, kadar

sulfat (SO4 2), dan tingkat alkalinit tinggi yang bisa melemahkan kemampuan

lekatan aspal dalam mempertahankan ikatan antar agregat baik kohesi

maupun adhesi nya.

Derajat Keasaman yang tinggi pada air laut, dapat mempengaruhi

ikatan antara aspal dan agregat yang mempercepat terjadinya oksidasi

sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan dini pada lapisan permukaan

jalan. Kondisi ini dapat diperparah, apabila jalan terendalam dalam waktu

lebih dari 24 jam (standar kekuatan sisa marshall), dan terbebani oleh beban

kendaraan yang melebihi batas yang telah ditentukan. Hal ini dapat

mempengaruhi kinerja perkerasan aspal khususnya masalah ketahanan atau

keawetan jalan (durability) sebagai faktor dalam kriteria marshall. Menurut

Departemen Pekerjaan Umum (2007), kerusakan jalan dikarenakan oleh

empat hal utama, yakni material kontruksi, lalu lintas, iklim dan air

Indeks Kekuatan Sisa (IKS) merupakan perbandingan dari stabilitas

yang direndam selama waktu T1 dengan nilai stabilitas yang direndam selama

waktu T2. Nilai IKS yang disyaratkan oleh Bina Marga adalah minimum

75%. Nilai tersebut menandakan bahwa campuran aspal masih dianggap

cukup tahan terhadap kerusakan yang ditimbulkam oleh pengaruh air.

Berdasarkan dari masalah kerusakan jalan diatas akibat genangan air

maka perlu dilakukan penelitian dengan uji laboratorium dalam bentuk tugas

akhir (skripsi) yang berjudul :

2
“ Pengaruh Lama Perendaman Air Hujan Dan Air Laut Terhadap Nilai

Durabilitas Pada Campuran Asphalt Concrete Wearing Course (Ac-Wc) “

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan beberapa per-masalahan yang telah dikemukakan, maka

akan dirumuskan dalam penelitian ini :

1. Bagaimana pengaruh perendaman Air Hujan dan Air Laut pada

campuran AC-WC terhadap karakteristik campuran ?

2. Bagaimana pengaruh perendaman Air Hujan dan Air Laut terhadap nilai

Durabilitas (Indeks Kekuatan Sisa) pada campuran AC-WC ?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk melakukan penelitian tentang

lama perendaman menggunakan air hujan dan air laut terhadap nilai

karakteristik marshall dan nilai durabilitas pada campuran Asphalt concrete

wearing couse (AC-WC), sedangkan tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk menganalisis pengaruh perendaman air hujan dan air laut terhadap

karakteristik campuran pada campuran AC-WC.

2. Untuk menganalisis pengaruh perendaman air hujan dan air laut terhadap

nilai indeks kekuatan sisa/durabilitas pada campuran AC-WC.

1.4 Batasan Masalah

Agar pembahasan dalam Tugas Akhir dapat lebih spesifik dan terarah, penulis

membatasi hanya mencakup hal-hal sebagai berikut:

1. Penelitian ini dilakukan pada skala laboratorium

2. Laboratorium yang digunakan untuk pengujian di laboratorium Bahan

3
Perkerasan Jalan Universitas Muslim Indonesia

3. Jenis aspal yang digunakan adalah aspal PT. Pertamina dengan penetrasi

60/70.

4. Agregat yang digunakn bersumber dari Bili-bili Malino.

5. Rendaman yang digunaan adalah air laut dan air hujan. Pada penelitian ini

air laut yang digunakan diperoleh dengan pengambilan sampel air laut di

pantai Losari.

6. Pengujian Marshall Test meliputi Stabilitas, Kelelehan, Marshall Quotient.

7. Pengujian Durabiltias dilakukan untuk mengetahui hasil indeks kekuatan

sisa.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa manfaat, baik secara praktis maupun manfaat

secara teoritis.

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan ilmu

pengetahuan baru tentang perkerasan jalan dengan perendaman

menggunakan air hujan dan air laut terhadap karakteristik campuran

pada Asphalt Concrete-Wearing Course (AC-WC).

b. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan bacaan yang berguna

bagi para pembaca, khususnya mahasiswa Teknik Sipil mengenai

permasalahan kerusakan jalan yang diakibatkan oleh terendamnya

permukaan jalan oleh air tawar dan air laut.

2. Manfaat Praktis

4
a. Manfaat praktis dari penelitian ini yaitu penelitian ini dapat dijadikan

sebagai bahan pertimbangan bagi pihak terkait dalam penanganan

masalah kerusakan jalan yang diakibatkan oleh terendamnya

permukaan jalan oleh air hujan dan air laut.

b. Memberi masukan dan informasi dengan adanya penelitian ini di

harapkan berguna sebagai masukan atau referensi bagi peneliti

kedepanya dan pemerintah untuk perencanaan aspal kedepannya.

1.6 Sistematika Penulisan

Dengan mengacu pada petunjuk mengenai penyusunan skripsi, maka

sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I

Dalam bab pendahuluan ini memuat tentang latar belakang, rumusan masalah,

tujuan penelitian, Batasan masalah, manfaat penelitian, dan sistematika

penelitian.

BAB II

Bab ini berisi tentang teori yang berupa pengertian dan definisi yang di ambil

dari kutipan buku yang berkaitan dengan penyusunan skripsi serta beberapa

literatur yang berhubungan dengan penelitian.

BAB III

Bab ini berisi tentang metode-metode yang digunakan pada saat pengambilan

data pengujian dan penelitian

ilmiah dapat dipertanggung jawabkan kebenaran data yang diperoleh.

5
6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Lapisan Aspal Beton

Lapisan aspal beton adalah lapisan pada konstruksi jalan raya, yang terdiri

dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus (well graded) di

campur, di hamparkan dan di padatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu.

Jenis agregat yang di gunakan terdiri dari agregta kasar, agregat halus, dan filler,

sedangkan aspal yang di gunakan sebagai bahan pengikat untuk lapis aspal beton

harus terdiri dari salah satu aspal keras penetrasi 40/50, 60/70, dan 80/100, tidak

mengandung air bila di panaskan sampai suhu 175 0 c tidak berbusa dan memenuhi

persyaratan sesuai dengan yang di tetapkan. Pembuatan lapis aspal beton (laston)

di maksudkan untuk mendapatkan suatu lapisan permukaan atau lapis antara

(binder) pada perkerasan jalan yang mampu memberikan sumbangan daya dukung

yang terukur serta berfungsi sebagai lapisan kedap air yang dapat melindungi

konstruksi dibawahnya (Bina Marga, 1987).

AC-WC (Asphalt-Concrete Wearing Course) adalah lapisan aus yang

merupakan lapisan perkerasan yang ditempatkan paling atas sebagai lapis

permukaan (surface). Persyaratan lapisan ini (surface) kedap air, yaitu lapisan ini

harus dapat mengalirkan air ke tepi badan jalan. Sifat kedap air ini untuk

melindungi lapis perkerasan yang ada dibawahnya agar tidak kemasukan air. Bila

air dapat meresap kedalam lapisan bawahnya, maka jalan akan segera rusak dan

tidak akan bertahan lama sesuai dengan umur rencana. AC-WC merupakan

lapisan perkerasan yang berhubungan langsung dengan ban kendaraan, tahan

7
terhadap cuaca, dan mempunyai kekesatan yang disyaratkan dengan tebal nominal

minimum 4 cm. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu

lintas dan menyebarkannya kelapisan dibawahnya berupa muatan kendaraan (gaya

vertikal), gaya rem (Horizontal) dan pukulan Roda kendaraan (getaran). Karena

sifat penyebaran beban, maka beban yang diterima oleh masing-masing lapisan

berbeda dan semakin kebawah semakin besar.

2.2 Lapisan Aspal Beton AC-WC (Asphalt Concrete – Wearning Course)

Aspal beton (hot mix) adalah jenis perkerasan jalan yang terdiri dari

campuran agregat, dengan atau tanpa bahan tambah. Material-material pembentuk

aspal beton dicampur diinstalasi pencampur pada suhu tertentu, kemudian

diangkut ke lokasi, dihamparkan dan dipadatkan. Suhu pencampur ditentukan

berdasarkan jenis aspal apa saja yang akan digunakan (Sukirman, 2003).

Jenis aspal beton dapat dibedakan berdasarkan suhu pencampuran material

pembentuk aspal beton dan fungsi aspal beton. Berdasrkan temperatur ketika

mencampur dan memadatkan campuran, aspal beton dapat dibedakan atas:

1. Aspal beton campuran panas (hotmix), adalah aspal beton yang material

pembentuknya dicampur pada suhu pencampur sekitar 140°C.

2. Aspal beton campuran sedang (warm mix), adalah aspal beton yang

material pembentuknya dicampur pada suhu pencampur sekitar 60°C.

3. Aspal beton campuran dingin (coldmix), adalah aspal beton yang material

pembentuknya dicampur pada suhu ruamg sekitar 25°C.

Berdasarkan fungsinya aspal beton dapat dibedakan atas:

1. Aspal beton untuk lapisan aus (wearing course), adalah lapisan perkerasan

8
yang berhubungan langsung dengan ban kendaraan, merupakan lapisan

yang kedap air, tahan terhadap cuaca dan mempunyai kekesatan yang

disyaratkan.

2. Aspal beton untuk lapisan pondasi (binder course), adalah lapisan

perkerasan yang terletak dibawah lapisan aus. Tidak berhubungan

langsung dengan cuaca, tetapi perlu memiliki stabilitas untuk memikul

bahan lalu lintas yang diimpahkan melalui roda kendaraan.

3. Aspal beton pembentuk dan perata lapisan aspal beton yang sudah lama,

yang pada umumnya sudah aus dan seringkali tidak lagi berbentuk crown.

2.3 Aspal

Aspal pada lapisan keras jalan berfungsi sebagai bahan ikat antar agregat

untuk membentuk suatu campuran yang kompak, sehingga akan memberikan

kekuatan yang sangat besar dari pada kekuatan masing-masing agregat. Selain

sebagai bahan pengikat campuran, aspal juga berfungsi sebagai pelumas pada saat

penghamparan sehingga memudahkan pekerjaan pemadatan di lapangan (Kerbs &

Walker 1970). Hydrocarbon adalah bahan dasar utama dari aspal yang umum

disebut bitumen, sehingga aspal sering juga disebut bitumen (Sukirman, 1999).

Aspal dibuat dari minyak mentah melalui proses penyulingan atau dapat

ditemukan dalam kandungan alam sebagai bagian dari komponen alam yang

ditemukan bersama - sama material lainnya seperti ada cekungan bumi yang

mengandung aspal adalah material yang mempunyai sifat Visco-elastis dan

tergantung dari waktu pembebanan. Pada proses pencampuran dan proses

pemadatan sifat aspal dapat ditunjukkan dari nilai viscositas, sedangkan pada

9
sebagian besar kondisi saat masa pelayanan aspal mempunyai sifat viscositas yang

diwujudkan dalam satu nilai modulus kekakuan (Shell Bitume, 1990).

Aspal adalah suatu bahan bentuk padat atau setengah padat berwarna hitam

sampai coklat gelap, bersifat perekat (cementious) yang akan melembek dan

meleleh bila dipanasi. Aspal tersusun terutama dari sebagian besar bitumen yang

kesemuanya terdapat dalam bentuk padat atau setengah padat dari alam atau hasil

pemurnian minyak bumi, atau merupakan campuran dari bahan bitumen dengan

minyak bumi atau derivatnya (ASTM, 1994). Aspal yang dipergunakan sebagai

material perkerasan jalan berfungsi sebagai berikut (Sukrman, 1999) :

1. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan

agregat dan sesama aspal.

2. Bahan pengisi, mengisi rongga antar butir agregat dan pori-pori yang ada

dalam butir agregat itu sendiri.

Fungsi utama aspal untuk kedua jenis proses pembentukan perkerasan

yaitu proses pencampuran prahampar dan pascahampar itu berbeda. Pada proses

prahampar aspal yang dicampur dengan agregat akan membungkus atau

menyelimuti butir-butir agregat, mengisi pori antar butir, dan meresap kedalam

pori masing-masing butir. Pada proses pascahampar aspal mengisi pori-pori

lapisan agregat.

Untuk mendapatkan mutu aspal beton yang baik, dalam proses perencanaan

campuran harus memperhatikan karakteristik campuran aspal beton, yang

meliputi (Sukirman, 2000 ):

10
a. Stabilitas

Kemampuan perkerasan jalan menerima beban lalu lintas tanpa terjadi

perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur, dan bleeding.

b. Keawetan atau durabilitas

Kemampuan beton aspal menerima repetisi beban lalu lintas seperti berat

kendaraan dan gesekan antara roda kendaraan dan permukaan jalan, serta

menahan keausan akibat pengaruh cuaca dan iklim, seperti udara, air,

atau perubahan temperatur.

c. Kelenturan atau fleksibilitas

kemampuan beton aspal untuk menyesuaikan diri akibat penurunan

(konsolidasi/settlement) dan pergerakan dari pondasi atau tanah dasar

terjadi retak

d. Ketahanan terhadap kelelahan (fatigue resistance)

Kemampuan beton aspal menerima lendutan berulang akibat repetisi

beban, tanpa terjadi kelelahan berupa alur dan retak.

e. Kekesatan /tahanan geser ( skid resistance)

Kemampuan permukaan beton aspal terutama pada kondisi basah,

memberikan gaya gesek pada roda kendaraan sehingga kendaraan tidak

tergelincir ataupun slip.

f. Kedap air ( impermeabilitas )

Kemampuan beton aspal untuk tidak dapat dimasuki air ataupun udara

ke dalam lapisan beton aspal.

11
g. Mudah dilaksanakan ( workability)

Kemampuan campuran beton aspal untuk mudah dihamparkan dan

dipadatkan.

Gambar 2.1 Aspal

2.3.1 karakteristik Aspal

Secara umum, aspal harus memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Aspal homogen dan tidak terlalu bervariasi.

2. Aspal tidak peka terhadap perubahan suhu di lapangan.

3. Aspal harus memberikan lapisan yang elastis atau tidak getas sehingga

perkerasan tidak mudah retak.

4. Aspal aman saat pengerjaan terutama dari bahaya kebakaran.

5. Aspal tidak cepat rapuh dan lapuk akibat penuaan.

6. Aspal mempunyai adhesi (kelekatan) yang baik terhadap agregat yang

dilapisi.

7. Aspal mudah dikerjakan.

8. Aspal harus dapat melapisi agregat dan mengisi rongga antar agregat

sehingga perkerasan cukup kedap terhadap air.

9. Aspal memberikan kinerja yang baik terhadap campuran aspal.

12
Dalam kaitannya sebagai unsur hidrokarbon yang sangat kompleks.

Karakteristik aspal tersebut menjadi latar belakang adanya ketentuan yang

diatur dalam spesifikasi. Beberapa ketentuan dan pengujian aspal berikut

bertujuan untuk menjamin tercapainya karakteristik aspal yang dibutuhkan:

1. Pengujian Penetrasi.

2. Pengujian Titik Lembek Aspal (Softening Point).

3. Pengujian Titik Nyala (Flash Point).

4. Pengujian Kehilangan Berat (Lost in Heating).

5. Pengujian Kelarutan dalam CC14 (Solubility).

6. Pengujian Daktilitas (Ductility).

7. Pengujian Berat Jenis (Specific Gravity).

8. Pengujian Viskositas (Viscosity).

Metode atau prosedur pengujian-pengujian yang disebutkan diatas, diatur

dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk tiap jenis pengujian.

2.3.2 Spesifikasi Aspal

Aspal adalah material penting dalam perkerasan lentur karena dapat

merekatkan (bersifat sebagai perekat), mengisi rongga (sebagai filler) dan

memiliki sifat kedap air (waterproof). Umumnya aspal terbagi atas bentuk cair,

semi pada, dan padat pada suhu ruang (25ºC). (Sulaksono, 2001)

Aspal Keras/Panas (Aspal Cement, AC), adalah aspal yang digunakan

dalam keadaan cair dan panas aspal ini berbentuk padat pada keadaan

penyimpangan temperatur ruang (25°C - 35°C). Pengelompokan aspal semen

dapat dilakukan berdasarkan nilai penetrasi (tingkat kekerasan pada temperatur

13
25°C ataupun berdasarkan nilai viskositasnya). Semakin meningkatnya besar

angka penetrasi aspal maka tingkat kekerasan aspal semakin rendah, sebaliknya

semakin kecil angka penetrasi aspal maka tingkat kekerasan aspal semakin tinggi.

(AASHTO, 1982)

Adapun Persyaratan Aspal pen 60/70 pada tabel 2.1 dibawah ini:

TABEL 2.1 PERSYARATAN ASPAL PEN 60/70

No Jenis Pengujian Metode


1 Penetrasi, 25ºC, 100gr, 5 detik: 0,1 mm SNI 06-2456-
1991
2 Titik lembek ºC SNI 06-2434-
1991
3 Titik Nyala ºC SNI 06-2433-
1991
4 Daktilitas, 25ºC : cm SNI 06-2432-
1991
5 Berat Jenis SNI 06-2411-
1991
6 Kelerutan dalam trichloretilene % berat SNI 06-2438-
1991
7 Penurunan berat (TFOT), % berat SNI 06-2440-
1991
8 Penetrasi setelah penurunan berat : % asli SNI 06-2456-
1991
9 Daktilitas setelah penurunan berat % asli SNI 06-2432-
1991
Sumber : Dep. Pekerjaan Umum 2007
Aspal semen yang penetrasi rendah digunakan di daerah bercuaca panas

(lalu lintas dengan volume tinggi) sedangkan aspal semen dengan penetrasi tinggi

digunakan untuk daerah bercuaca dengan lalu lintas bervolume rendah. Di

Indonesia aspal semen biasanya dibedakan berdasarkan nilai penetrasi.

1. AC per 40/50 yaitu AC dengan penetrasi antara 40-50.

2. AC per 60/70 yaitu AC dengan penetrasi antara 60-70.

3. AC per 84/100 yaitu AC dengan penetrasi antara 84-100.

14
4. AC per 120-150 yaitu AC dengan penetrasi antara 120-150.

5. AC per 200-300 yaitu AC dengan penetrasi antara 200-300.

Adapun persyaratan Aspal Keras berdasarkan Tabel 2.10 dibawah ini:

TABEL 2.2 SPESIFIKASI ASPAL KERAS

Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga Divisi 6 Perkerasan Jalan (2018),


(Revisi 2)
2.4 Agregat

Agregat didefinisikan secara umum sebagai formasi kulit bumi yang keras

dan padat. ASTM (1974) mendefinisikan agregat sebagai suatu bahan yang terdiri

dari mineral padat, berupa masa berukuran besar ataupun berupa fragmen-

fragmen. Agregat merupakan komponen utama dari struktur perkerasan jalan,

yaitu 90-95% agregat berdasarkan persentase berat, atau 75-85% agregat

berdasarkan persentase volume. Dengan demikian kualitas perkerasan jalan

ditentukan juga dari sifat agregat dan hasil campuran agregat dangan material lain.

Sifat agregat yang menentukan kualitasnya sebagai material perkerasan jalan

adalah gradasi, kebersihan, kekerasan dan ketahanan agregat, bentuk butir,

tekstur permukaan porositas, kemampuan untuk menyerap air, berat jenis, dan

15
daya pelekatan dengan aspal (Sukirman, 2003).

Agregat atau batu, atau granular material adalah material berbutir yang

keras dan kompak. Istilah agregat mencakup antara lain batu bulat, batu pecah,

abu batu, dan pasir. Agregat mempunyai peranan yang sangat penting dalam

prasarana transportasi, khususnya dalam hal ini pada perkerasan jalan. Daya

dukung perkerasan jalan ditentukan sebagian besar oleh karakteristik agregat yang

digunakan. Pemilihan agregat yang tepat dan memenuhi persyaratan akan sangat

menentukan dalam keberhasilan pembangunan atau pemeliharaan jalan.

Sebagai bahan lapis perkerasan, agregat berperan dalam mendukung dan

menyebarkan beban roda kendaraan berlapis tanah. Secara umum agregat

diklasifiksikan antara lain:

1. Ditinjau dari asal bahan

2. Berdasarkan proses pengolahan

3. Berdasarkan besar partikel-partikel agregat

Sifat dan kualitas agregat menentukan kemampuan dalam memikul beban

lalu lintas. Semua lapis perkerasan jalan lentur memerlukan agregat yang

terdistribusi dari besar sampai kecil. Penggunaan partikel agregat dengan ukuran

besar lebih menguntungkan apabila:

1. Usaha pemecahan partikel lebih sedikit

2. Luas permukaan yang diselimuti aspal lebih sedikit sehingga

kebutuhan akan aspal berkurang

Disamping keuntungan diatas pemakaian agregat dengan ukuran besar

mempunyai kekurangan antara lain:

16
1. Kemudahan pelaksanaan pekerjaan berkurang

2. Segregasi bertambah besar

3. Kemungkinan terjadi gelombang melintang.

Sifat agregat yang menentukan kualitas sebagai bahan konstruksi perkerasan jalan

dikelompokkan menjadi sebagai berikut ini:

Kekuatan dan keawetan (strenght and durability) lapisan perkerasan, yang

dipengaruhi sebagai berikut ini:

a. Gradasi atau distribusi partikel-partikel berdasarkan ukuran agregat

merupakan hal yang penting dalam menentukan stabilitas lapis keras.

Gradasi agregat mempengaruhi besarnya rongga butir yang akan

menentukan stabilitas dan kemudahan dalam pelaksanaan. Gradasi

agregat diperoleh dengan analisa saringan dengan menggunakan satu set

saringan.

b. Ukuran maksimum yaitu semakin besar ukuran maksimum partikel

agregat yang dipakai semakin banyak variasi.

c. Ukuran agregat dari kecil sampai besar yang dibutuhkan. Batasan ukuran

agregat maksimum yang dipakai dibatasi oleh tebal lapisan yang

direncanakan.

d. Kadar lempung yaitu lempung mempengaruhi mutu campuran agregat

dengan aspal karena membungkus partikel-partikel agregat sehingga

ikatan antara agregat dan aspal berkurang, adanya lempung yang

mengakibatkan luas daerah yang harus diselimuti aspal bertambah dan

lempung cenderung menyerap air yang berakibat hancurnya lapisan

17
aspal. Bentuk dan tekstur agregat mempengaruhi stabilitas dari lapisan

lapis keras yang dibentuk oleh agregat tersebut.

e. Kekerasan dan ketahanan : yaitu ketahanan agregat untuk tidak hancur

atau pecah oleh pengaruh mekanis atau kimia.

3.5.1 Agregat kasar

Fraksi agregat kasar untuk perancangan campuran adalah yang tertahan

ayakan No.4 (4,75 mm) yang dilakukan secara basah dan harus bersih, keras, awet

dan bebas dari lembung atau bahan yang tidak dikehendaki lainnya dan memenuhi

ketentuan yang diberikan.

TABEL 2.3 SPESIFIKASI GRADASI AGREGAT KASAR


UKURAN SARINGAN PERSEN LOLOS
inchi mm
¾ 19 100
½ 12,5 30 – 100
3/8 8,5 0 – 55
No. 4 4,7 0 – 100
No.8 0,075 0–1
Sumber : Petunjuk Teknik No. 023/T/BT/1999.
TABEL 2.4 PERSYARATAN AGREGAT KASAR
No Karekteristik Metode pengujian persyaratan
1 Berat jenis dan penyerapan AASHTO T85 – 81 -
air
2 Berat jenis SSD AASHTO T85 – 81 -
3 Berat jenis apparent AASHTO T85 – 81 -
4 Penyerapan air SNI 1969 – 1989 – Maks.3%
F
5 Abrasi dengan mesin Los SNI 03 – 2417 – Maks 40%
angeles 1991
6 Kelekatan agregat terhadap SNI 03 – 2417 – Maks 90%
aspal 1991
7 Indeks kepipihan ASTM D – 4791 Maks 25%
8 Indeks kelonjongan ASTM D – 4791 Maks 10%
9 Material lolos saringan SNI 03 – 4142 – Maks 1%
no.200 1996

18
Sumber : Departemen Permukiman dan Prasaran Wilayah – Direktorat
Jendral PrasaranaWilayah, (2004).

Gambar 2.2 Agregat Kasar


3.5.2 Agregat Halus

Agregat halus dari sumber bahan manapun, harus terdiri dari pasir atau hasil

pengayakan batu pecah dan terdiri bahan yang lolos ayakan No. 4 (4,75 mm).

Fraksi agregat halus pecah mesin dan pasir harus ditempatkan terpisah dari

agregat kasar.

TABEL 2.5 SPESIFIKASI AGREGAT GRADASI LASTON AC-WC


Ukuran Ayakan % Berat yang Lolos AC-WC
ASTM (mm) Gradasi Gradasi
Halus Kasar
1” 25
3
/4 19 100 100
1
/2 12,5 90 – 100 90 – 100
3/8” 9,5 72 – 90 72 – 90
No. 4 4,75 54 – 69 43 – 63
No. 8 2,36 39,1 – 53 28 – 39,1
No. 16 1,18 31,6 – 40 19 – 25,6
No. 30 0,6 23,1 – 30 13 – 19,1
No. 50 0,3 15,5 – 22 9 – 19,1
No. 100 0,15 9 – 15 6 – 13

19
No. 200 0,075 4 – 10 4 – 10
(Sumber : Bina Marga 2018 (Revisi 2))

TABEL 2.6 PERSYARATAN AGREGAT HALUS


No Karakteristik Metode Pengujian Persyaratan
Berat jenis dan
1 AASHTO T85 – 81 -
penyerapan air
2 Berat jenis SSD AASHTO T85 – 81 -
3 Berat jenis Apparent AASHTO T85 – 81 -
4 Penyerapan air SNI 1969 – 1989 – F Maks 3%
5 Nilai setara pasir SNI 03-4428-1997 Maks 50%
Material lolos saringan
6 SNI 03-4428-1997 Maks%
no.200
Sumber : Departemen Permukiman dan Prasaran Wilayah – Direktorat
Jendral PrasaranaWilayah, (2004).

Gambar 2.3 Agregat Halus

3.5.3 Bahan Pengisi (Filler)

Bahan pengisi mineral adalah abu mineral lolos ayakan No.200 mesh. Jenis

bahan filler secara umum terdiri dari: debu batu kapur, debu dolomit, semen

portland, abu layang atau fly ash, atau bahan bahan mineral tidak plastis lainnya.

Berdasarkan Spesifikasi Umum Bina Marga 2010, bahan pengisi (Filler) untuk

beton aspal, mempunyai ketentuan bahwa bahan pengisi yang ditambahkan harus

bebas dari bahan yang tidak dikehendaki dan tidak menggumpal. Debu batu

20
(stone dust) dan bahan pengisi yang ditambahkan harus kering dan bebas dari

gumpalan-gumpalan serta bila diuji dengan penyaringan sesuai ketetapan Divisi

VI Bina Marga, 2010 harus mengandung bahan yang lolos saringan No.200 (75

mikron) tidak kurang dari 75% terhadap beratnya.

TABEL 2.7 UKURAN GRADASI FILLER


Filler %
Ukuran saringan
Lolos
No.30 (0,59 mm) 100
No.50 (0,279
95-100
mm)
No.100 (0,149
90-100
mm)
No.200 (0,074
70-100
mm)
Sumber: Petunjuk Pelaksanaan Lapisan Aspal Beton (LASTON), 1983

2.1 Air Hujan

Air hujan adalah air yang jatuh dari atmosfer ke permukaan bumi dalam

bentuk cair. Proses terbentuknya hujan melibatkan penguapan, pendinginan

uap air, pembentukan awan, dan akhirnya, kondensasi menjadi tetes air yang

cukup besar untuk jatuh. Kandungan air hujan umumnya bersih, dengan pH

netral atau sedikit asam karena reaksi dengan gas-gas di atmosfer.

Kandungan air hujan dapat mencakup zat-zat seperti oksigen, nitrogen, dan

karbon dioksida yang terlarut dari udara. Selain itu, hujan dapat mengandung

partikel-partikel kecil seperti debu, serbuk sari, dan mikroorganisme yang ada

di atmosfer. Komposisi kimiawi air hujan dapat bervariasi berdasarkan lokasi

geografis, aktivitas manusia, dan kondisi atmosferik tertentu pada saat hujan

terjadi.

21
2.2 Air Laut

Air laut adalah kumpulan air asin yang sangat banyak dan luas di

permukaan bumi yang memisahkan dan menghubungkan suatu benua

dengan benua lainnya dan suatu pulau dengan pulau lainnya. Kandungan

garam adalah salah satu perbedaan antara air tawar dengan air laut, rata-

rata di laut negara Indonesia terdapat 3,5% kandungan garam per 1 liter air

laut. Selain faktor air, faktor suhu juga berperan besar mempengaruhi

perkerasan jalan beraspal panas. Rata-rata suhu permukaan air laut di

Indonesia berkisar 26°C-30°C.

Laut merupakan wilayah yang paling luas di permukaan bumi, dengan

luas mencapai 70% dari seluruh permukaan dunia, dan memiliki sifat

korositas yang sangat agresif. Secara umum derajat keasaman air laut

berkisar antara 8,2 sampai dengan 8,4 dimana mengandung air sebanyak

96,5%, sedangkan material terlarut dalam bentuk molekul dan ion sebanyak

3,5%. Material yang terlarut tersebut 89% terdiri dari garam chlor sedangkan

sisanya 11% terdiri dari unsur-unsur lainnya.

Garam-garaman utama yang terdapat dalam air laut adalah klorida

(55%), natrium (31%), sulfat (8%), magnesium (4%), kalsium (1%), dan

sisanya (kurang dari 1%) terdiri dari bikarbonat, bromide, asam borak,

strontium, dan florida. Tiga sumber utama garam-garaman di laut adalah

pelapukan batuan di darat, gas-gas vulkanik, dan sirkulasi lubang-lubang

hidrotermal (hydrothermal vents) di laut dalam.

22
Beberapa hal yang menyebabkan air laut sangat bersifat agresif dan

sangat merusak adalah sebagai berikut :

1. Air laut merupakan elektrolit yang memiliki sifat konduktivitas tinggi.

2. Mempunyai kandungan oksigen terlarut yang tinggi.

3. Temperatur permukaan air laut umumnya tinggi.

4. Ion klorida yang terkandung pada air laut merupakan ion agresif.

Air laut yang digunakan sebagai air rendaman benda uji marshall diambil

dari air laut di jalan Metro Tanjung Bunga di pantai Losari yang

mempunyai kandungan salinitas permukaan 3,31% sampai 3,46% per 1 liter

air laut dan mempunyai suhu permukaan sebesar 28,0°C sampai 29,7°C.

2.3 Karakteristik Campuran

Pengujian dengan alat Marshall dilakukan sesuai dengan prosedur Bina

Marga. Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik campuran,

menentukan ketahanan atau stabilitas terhadap kelelehan plastis (flow) dari

campuran aspal. Hubungan antara ketahanan (stabilitas) dan kelelehan

plastisitas (flow) adalah berbanding lurus, semakin besar stabilitas, semakin

besar pula flownya, dan begitu juga sebaliknya. Jadi semakin besar

stabilitasnya akan semakin mampu menahan beban, demikian juga

sebaliknya. Dan jika flow semakin tinggi maka aspal semakin mampu

menahan beban.

Dari hasil pengamatan pada pengujian Marshall kemudian dibuat grafik

hubungan antara presentase kadar aspal dengan presentase rongga terisi aspal

(VFA), presentase rongga dalam campuran (VIM), kelelehan (flow),

23
stabilitas, dan perbandingan antara stabilitas dan kelelehan (MQ). Berikut ini

penjelasan dari kata-kata di atas pengujian marshall antara lain:

1. Stabilitas Marshall

Nilai stabilitas diperoleh berdasarkan nilai masing-masing yang ditunjukkan

oleh jarum dial. Stabilitas merupakan parameter yang menunjukkan batas

maksimum beban yang dapat diterima oleh suatu campuran beraspal saat

terjadi keruntuhan yang dinyatakan dalam kilogram. Nilai stabilitas yang

terlalu tinggi akan menghasilkan perkerasan yang terlalu kaku sehingga

tingkat keawetannya berkurang.

2. Kelelehan (flow)

Kelelehan (Flow) merupakan total deformasi yang dinyatakan dalam

millimeter (mm) yang terjadi pada sampel padat dari campuran perkerasan

hingga mencapai titik beban maksimum pada saat pengujian stabilitas

Marshall. Seperti halnya cara memperoleh nilai stabilitas, nilai flow

merupakan nilai dari masing-masing yang ditunjukkan oleh jarum dial. Hanya

saja jarum dial flow biasanya dalam satuan mm (millimeter). Menurut Fredy,

suatu campuran yang memiliki kelelehan yang rendah akan lebih kaku dan

kecenderungan untuk mengalami retak dini pada usia pelayanannya.

3. Hasil Bagi Marshall (Marshall Quotient)

Hasil bagi marshall merupakan hasil bagi sgtabilitas dengan kelelehan.

Semakin tinggi nilai MQ, maka kemungkinan terjadinya kekakuan suatu

campuran akan

24
semakin tinggi, dan campuran akan semakin rentan terhadap keretakan.

stabilitas
Marshall Quotient= ………………...………….……(2.1)
flow

4. Rongga Terisi Aspal (VFA)

Rongga terisi aspal (VFA) adalah persen rongga yang terdapat diantara

Partikel agregat (VMA) yang terisi oleh aspal, tidak termasuk aspal yang

diserap oleh agregat.

Rumus adalah sebagai berikut :

VMA−VIM
VFA=100 X …………………………………..………(2.2)
VMA

Dimana:

VFA : Rongga udara yang terisi aspal, persentase dari VMA (%)

VMA: Rongga udara pada mineral agregat, persentase dari volume total (%)

VIM : Rongga udara pada campuran setelah pemadatan (%)

5. Rongga Antar Agregat (VMA)

Rongga antar agregat (VMA) adalah ruang rongga diantara partikel agregat

pada suatu perkerasan, termasuk rongga udara dan volume aspal efektif (tidak

termasuk volume aspal yang diserap agregat). Perhitungan VMA terhadap

campuran adalah jika komposisi campuran ditentukan sebagai persen berat

dari campuran total, maka VMA dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

VMA=100− ( Gmb∗Ps
Gsb )
………………………………………..(2.3)

Dengan pengertian :

25
VMA : Rongga dalam agregat mineral (persen volume curah)

Gsb : Berat jenis curah agregat

Ps : Agregat, persen berat total campuran

Gmb : Berat jenis curah campuran padat (ASTM D 2726)

Atau,jika komposisi campuran ditentukan sebagai persen berat agregat, maka

VMA dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

Gmb 100
VMA=100− X 100 …………………..……(2.4)
Gsb 100+ Pb

Dengan pengertian :

Pb : Aspal, persen berat agregat

Gmb: Berat jenis curah campuran padat

Gsb : Berat jenis curah agregat

6. Rongga Udara (VIM)

Rongga udara dalam campuran (Va) atau VIM digunakan untuk mengetahui

besarnya rongga campuran dalam persen. Rongga udara dalam campuran

perkerasan beraspal terdiri atas ruang udara diantara partikel agregat yang

terselimuti aspal. Volume rongga udara dalam campuran dapat ditentukan

dengan rumus berikut:

Gmm – Gmb
VIM =100 X ………………...............................(2.5)
Gmm

Dengan pengertian:

VIM : Rongga udara dalnam campuran padat persen dari total volume

Gmm : Berat jenis maksimum campuran.

Gmb : Berat jenis curah campuran padat

26
3.5.4 Durabilitas

Salah satu parameter kinerja campuran pada perkerasan lentur adalah

ketahanan (durability). Sifat ini berhubungan dengan ketahanan suatu campuran

dari penghancur (disintegrasi) akibat pengaruh cuaca atau air. Kondisi jalan yang

selalu terendam oleh air akan menurunkan sifat durabilitas lapisan perkerasan

aspal. Hal ini menjadi lebih buruk lagi jika pada saat proses pembuatan campuran

aspal, selama pengangkutan, penghamparan dilapangan dan selama masa

pelayanan terjadi proses penuaan pada campuran aspal, sehingga akibatnya dapat

menurunkan kinerja perkerasan aspal seperti nilai stabilitas rendah, rongga antar

butri atau campuran kurang padat dan sifat durabilitas buruk.

Penuaan pada perkerasan dipengaruhi oelh beberapa faktor salah satunya

adalah pengaruh temperatur. Dimana selama proses pencampuran aspal dilakukan,

temperature yang tinggi beresiko menyebabkan penuaan secara dini. Penuaan

aspal adalah suatu parameter yang baik untuk mengetahui durabilitas campuran

beraspal. Penuaan aspal ini disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu penguapan

fraksi minyak ringan yang terknadung dalam aspal dan oksidasi (penuaan jangka

pendek, short-team aging) dan oksidasi yang progresif (penuaan jangka panjang,

long-team aging).

Beberapa parameter yang digunakan untuk melihat tingkat durabilitas

campuran beraspal adalah Indeks Kekuatan sisa Indeks Kekuatan Sisa adalah

parameter yang digunakan oleh Bina Marga (2010) dengan membandingkan nilai

stabilitas perendaman 24 jam dengan stabilitas standar. Indeks Durabilitas

27
merupakan parameter tunggal yang dikembangkan oleh Craus, J. et al (1981)

dengan melakukan masa perendaman yang lebih lama.

Tingkat durabilitas suatu campuran digunakan parameter Indeks Kekuatan

Sisa (IKS). Durabilitas atau keawetan adalah kemampuan beton aspal menerima

beban lalu lintas seperti berat kendaraan dan gesekan antara roda kendaraan dan

permukaan jalan, serta menahan keausan akibat pengaruh cuaca atau iklim, seperti

udara, air atau perubahan temperature. (Sukiman, 2003). Factor yang

mempengaruhi durabilitas campuran beraspal adalah:

a. Film aspal atau selimut aspal, selimut aspal yang tebal akan membungkus

agregat secara baik, beton aspal akan lebih kedap air, sehingga

kemampuannya menahan keausan semakin baik tetapi semakin tebal

selimut aspal maka semakin mudah terjadi belleding yang

menagkibatkan jalan semkain licin.

b. Voids InMix (VIM) sehingga lapis kedap air dan udara tidka masuk

kedalam campuran. Besarnya pori yang tersisa dalam campuran setelah

pemdatan, mengakibatkan durabilitas beton aspal menurun. Semakin

besar pori yang tersisa semakin tidak kedap air dan semakin banyak

udara di dalam beton aspal yang mengakibatkan semakin mudahnya

selimut aspal beroksidasi dengan udara dan menjadi getas dan

durabilitasnya menurun.

c. Voids Mineral Aggregate (VMA) sehingga film aspal dapat dibuat tebal.

Jika VMA besar dan VIM kecil serta kadar aspal tinggi kemungkinan

28
terjadinya bleeding besar. Untuk mencapai VMA yang besar ini

dipergunakan agregat bergradasi senjang.

2.11.1 Indeks Kekuatan Sisa (IKS)

Durabilitas campuran aspal beton dapat ditinjau dari besaran niai

stabilitas pada uji marshall setelah dilakukan perendaman. Prosedur pengujian

durabilitas standar menurut Bina Marga yaitu dilakukan perendaman benda uji

pada temperatur 60oC selama 30 menit dan 24 jam. Perbandingan stabilitas yang

direndam dengan stabilitas standar, dinyatakan sebagai persen dan disebut

Indeks Kekuatan Sisa. Indeks kekuatan sisa dapat dihitungan dengan persamaan

sebagai berikut:

MS 2
IKS = x 100 % ............................................................................................
MS 1

(2.10)

Dengan:

MS1 = nilai rata-rata stabilitas Marshall setelah perendaman selama T1 menit

(Kg)

MS2 = nilai rata-rata stabilitas Marshall setelah perendaman selama T2 menit

(Kg)

IKS = Indeks Kekuatan Sisa (%)

2.11.2 Indeks Durabilitas Pertama (IDP)

Indeks Durabilitas Pertama didefinisikan sebagai kelandaian yang

berurutan dari kurva keawetan. Indeks Durabilitas Pertama dinyatakan dalam (r)

dihitung berdasarkan persamaan berikut ini:

29
n −1
s i−¿ s
r=∑ i+ 1
¿...............................................................................................(2.11)
i=0 t i+1−t i

Dengan :

r = Indeks Penurunan Stabilitas (%)

Si+1 = Persentase kekuatan sisa pada waktu t1 + 1

Si = Persentase kekuatan sisa pada waktu t1

ti, ti+1 = Periode perendaman (dimulai dari awal pengujian)

Durabilitas pertama juga memungkinkan untuk menentukan Nilai Absolut dari

kehilangan kekuatan (R) seperti persamaan berikut:

r
R= . S …..................................................................................................(2.12)
100 0

Dengan:

R = Indeks penurunan stabilitas (kg)

So = Nilai stabilitas awal (kg)

r = Indeks Penurunan Stabilitas (%)

2.11.3 Indeks Durabilitas Kedua (IDK)

Indeks durabilitas kedua di definisikan sebagai rata-rata luasan kehilangan

kekuatan yang terbentuk diantara kurva keawetan dengan garis So = 100%. Indeks

durabilitas kedua dapat dinyatakan seperti pada persamaan berikut:


n −1
1
a=
2t n ∑ ( s 1−s 1+1 ) [2 t n−( t 1 t i+1 ) ]........................................(2.13)
i=0

Dengan:

a = Persentase kehilangan kekuatan selama satu hari

Si+1 = Persentase kekuatan sisa pada waktu t1 + 1

30
Si = Persentase kekuatan sisa pada waktu t1

ti, ti+1 =Periode perendaman (dimulai dari awal pengujian)

31
2.12 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.8 Penelitian Terdahulu

Metode
No Judul Penelitian Tujuan Penelitian Penelitian Hasil dan Kesimpulan
1. “Pengaruh Terendamnya Untuk mengetahui - Pengujian 1. Dari hasil Rekapitulasi Hasil Pengujian
Perkerasan Aspal Oleh pengaruh air laut Marshall Marshall Pada Campuran AC-WC
Air Laut Yang Ditinjau terhadap konstruksi dengan Variasi Suhu dan Durasi
Terhadap Karakteristik jalan lapis aspal beton Perendaman Air Tawar untuk suhu 25
Marshall ” AC- WC yang dilihat °C dengan durasi perendaman 24 jam
dari pengujian mendapatkan stabilitas 1811.14
Marshall, khususnya kg,kelelehan 4,58 mm, dan MQ 395,13
terhadap nilai kg/mm.
Stabilitas, Flow, dan 2. Setelah pengujian perendaman air tawar
Marshall Quotient, dan Marshall Test, maka dilanjutkan
sesuai Spesifikasi dengan pengujian perendaman air laut
Umum Kementrian menggunakan variasi suhu, durasi
Pekerjaan Umum, perendaman, dan variasi kadar
Divisi 6, tahun 2010 garamnya yang dilanjutkan dengan
revisi 2 Marshall Test.

-
2. Perbandingan Lama Tujuan dari penelitian Pengujian Dapat disimpulkan bahwa semakin
Perendaman ini adalah untuk Marshall lama campuran aspal terendam oleh air
Campuran Aspal mengetahui bagaimana laut dan air hujan, nilai stabiltas
(AcWc) Dengan pengaruh yang semakin menurun, akan tetapi terjadi
Memakai Air Hujan ditimbulkan akibat perbedaan penurunan pada perendaman

32
Dan Air Laut perendaman aspal menggunakan air laut dan air hujan
Terhadapkarakteristik memakai air laut dan terhadap nilai stabilitas
Marshall air hujan terhadap nilai
Menggunakan struktural pada
Material Lokal campuran AC-WC
Pringgabaya serta bagaimana
perbandingan yang
terjadi pada aspal
akibat lama
perendaman dengan
memakai air laut dan
air hujan terhadap
karakteristik marshall
3. Analisa Pengaruh Air 1. bertujuan untuk - Pengujian 1. Perendaman dengan durasi 30 Menit
Hujan Terhadap melihat pengaruh Marshall nilai stabilitas perendaman air tawar
Kinerja Campuran infiltrasi air terhadap 1380.16 Kg, 1326.60 Kg untuk
Asphalt Concrete penurunan kekuatan perendaman air hujan, nilai Flow
Wearing Course(Ac- campuran beraspal perendaman air tawar 3.79 mm, 3.67
Wc) akibat masuknya air mm untuk perendaman air hujan, nilai
kedalam campuran Marshall Quotient perendaman air
yang akan tawar 364.25 Kg/mm, 361.44 Kg/mm
menyebabkan untuk perendaman air hujan, nilai VIM
hilangnya ikatan perendaman air tawar 4.09 %, 4.01 %
adhesi antara agregat untuk perendaman air hujan, nilai VMA
dan aspal. Untuk perendaman air tawar 17.59 %, 17.30 %
mengidentifikasi untuk perendaman air hujan, nilai VFB
karakteristik perendaman air tawar 76.97 %, 76.30 %
campuran terhadap untuk perndaman air hujan.

33
Marshall Test, maka 2. Perendaman dengan durasi 24 Jam nilai
dalam penelitian ini stabilitas perendaman air tawar 1322.25
dilakukan dengan 2 Kg, 1226.66 Kg untuk perendaman air
tahap pengujian yaitu hujan, nilai Flow perendaman air tawar
pengujian dengan 3.80 mm, 3.68 mm untuk perendaman
perendaman air tawar air hujan, nilai Marshall Quotient
dan air hujan masing- perendaman air tawar 348.13 Kg/mm,
masing 1x30 menit 342.50 Kg/mm untuk perendaman air
dan 1x24 jam. hujan, nilai VIM perendaman air tawar
3.80 %, 3.69 % untuk perendaman air
hujan, nilai VMA perendaman air tawar
16.90 %, 16.77 % untuk perendaman
air hujan, nilai VFB perendaman air
tawar 75.26 %, 72.64 % untuk
perendaman air hujan.

4. Kuat Tekan Beton dan 1. Tujuan dari penelitian Pengujian yang Hasil kuat tekan menunjukkan bahwa
Nilai Penyerapan ini untuk menjelaskan dilakukan seluruh benda uji dengan perawatan air
dengan Variasi pengaruh dari jenis air berupa laut lebih tinggi dibandingkan dengan
Perawatan pada perawatan beton, pemeriksaan beton menggunakan perawatan air
Perendaman Air Laut khususnya pada beton workabilitas, sungai. Sedangkan nilai penyerapan
dan Air Sungai yang digunakan yang kuat tekan dan menunjukkan bahwa pada umur 28 hari
berhubungan nilai dengan menggunakan air laut
langsung dengan air. penyerapan. menghasilkan nilai yang lebih tinggi
Pada penelitian ini dibandingkan perawatan menggunakan
menggunakan tiga air sungai.
jenis produk semen
yaitu Holcim, Tiga

34
Roda dan Gresik
dengan total 12
variasi dan 108 benda
uji berbentuk silinder
berdiameter 15 cm
dan tinggi 30 cm.
Seluruh variasi
menggunakan standar
mix design yang sama
dengan 6 variasi
menggunakan
perbedaan jumlah
superplasticizer dan 6
variasi menggunakan
bahan tambah fly ash.
5. Durabilitas Beton Untuk mengetahui Pengujia kuat 1. Hasil menunjukan beton PCC pada
Sekat Kanal Terpapar kekuatan dan tekan. umur 0 hari perendaman kuat tekan
Air Gambut berdurabilitas agar sudah mencapai pada mutu
Dan Air Laut struktur tersebut yang direncanakan tetapi mengalami
. tahan lama dan kenaikan dan penurunan kuat tekan.
memiliki masa layan Pada beton PCC– FA pada umur 0
yang panjang hari perendaman
pada air gambut dan belum mencapai pada mutu beton
air laut yang direncanakan tetapi seiring
. dengan lama nya
perendaman dengan 3 jenis air, mutu
beton masih terus mengalami kenaikan
sampai pada umur 56 hari dan

35
pada 91 hari baru mengalami
penurunan kuat tekan.
Hasil UPV pada beton PC
C dan PCC-FA selama 56 hari
disetiap rendaman masih memiliki
kerapatan beton yang sangat bagus
namun, di 91 hari perendaman
mengalami penurunan, dan secara
pengamatan visual, penetrasi asam
belum terjadi pada beton tipe PCC dan
tipe PCC-FA

36
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Gambaran Umum

Metode Penelitian yang digunakan ialah metode eksperimen laboratorium

terhadap benda uji gregat kasar, agregat halus, dan aspal untuk mengetahui

pengaruh lama perendaman menggunakan air hujan dan air laut terhadap

Asphalt Concrete Wearing Course (AC-WC) . Selanjutnya dilakukan

Marshall Test dan Durabilitas untuk mengetahui kinerja campurannya.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bahan Perkerasan Jalan,

Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muslim

Indonesia, Jl. Urip Sumoharjo Km.05 Makassar.

3.3 Waktu Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2023 sampai selesai. Dimulai

dari melakukan penelitian, pengumpulan data penelitian sampai dengan

perampungan hasil penelitian dan proses kegiatan penyelesaian penelitian.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :

1. Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan di

laboratorium terkait dengan karakteristik campuran beton aspal :

a) Pemeriksaan agregat

b) Pemeriksaan aspal

37
2. Data sekunder adalah data diperoleh dari Peraturan pengujian sesuai

SNI

a) Spesifikasi Umum Bina Marga

b) Studi Literatur

3.5 Tahapan Penelitian

3.5.1 Persiapan Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain agregat

kasar, agregat halus, dan aspal. Bahan-bahan yang perlu dipersiapkan untuk

pembuatan benda uji nantinya berupa :

a. Aspal Pertamina dengan penetrasi 60/70, Laboratorium Bahan Perkerasan

Jalan Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Muslim Indonesia.

b. Agregat yang di gunakan yaitu Agregat kasar, Agregat halus dan abu batu

yang di ambil secara acak di stone crusher Bili-bili.

c. Air hujan diambil dengan cara menampung air hujan langsung dari langit

tanpa melewati seng,pohon ataupun lainnya.

d. Air laut diambil dari Pantai Losari berlokasi di jalan metro tanjung bunga.

Gambar 3.1 Lokasi Pengambilan Air Laut

38
3.5.2 Pemeriksaan Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini sebelumnya di uji di

Laboratorium untuk mendapatkan bahan yang memenuhi syarat-syarat bahan

perkerasan jalan.

1. Tahap pertama di lakukan ialah pemeriksaan air laut. Sampel air laut yang

diambil berasal dari pantai Losari Jalan Metro Tanjung Bunga pada bulan

Desember. Untuk pengambilan air hujan diambil dengan cara

penampungan air hujan pada ruangan terbuka pada saat hujan turun. Cara

ini dilakukan agar air hujan yang digunakan tidak terkontaminasi dengan

zat-zat lainnya. Pemeriksaan material dilakukan untuk memenuhi

spesifikasi yang telah ditentukan. Semua pengujian sesuai dengan

standart pengujian bahan modul praktikum bahan perkerasan jalan Teknik

Sipil UMI yang mengacu pada SNI (Standart Nasional Indonesia) dan

Bina Marga. Pemeriksaan Air Laut menggunakan kertas lakmus.

Pengujian ini di lakukan untuk mengetahui tingkat asam,basa dan netral

dari air laut dan air hujan. Kertas lakmus adalah strip kertas yang

mengandung asam atau basa (alkalin). Yang paling banyak adalah merah

(yang mengandung asam yang bereaksi terhadap basa) dan biru (yang

mengandung basa dan bereaksi terhadap asam). Strip merah menjadi biru

jika zatnya adalah alkalin, dan strip biru menjadi merah jika mengandung

asam. Tingkat asam dan basa didefinisikan oleh ion hidrogen yang

diterima atau dilepasnya. Asam adalah zat yang kehilangan (atau,

beberapa orang menyebutkan asam menyumbangkan) ion hidrogen. Basa

39
adalah zat yang menerima ion hidrogen tambahan.

1. Pemeriksaan Aspal

a. Penetrasi aspal keras yaitu untuk menentukan penetrasi aspal atau

lembek (solid atau semi solid) dengan memasukkan jarum, beban dan

waktu tetentu dalam aspal pada suhu tertentu (SNI 06-2456-1991).

b. Titik lembek yaitu untuk menentukan suhu dimana aspal menjadi

lembek (SNI 06-2456-1991)

c. Daktilitas yaitu untuk menentukan keplastisan suatu aspal (SNI 06-

2456-1991).

d. Berat jenis yaitu untuk mengetahui perbandingan berat aspal terhadap

air suling pada suhu tertentu dengan volume yang sama (SNI 06-2456-

1991).

2. Pemeriksaan Agregat yaitu:

a. Analisa saringan yaitu untuk menentukan gradasi suatu agregat

(spesifikasi Bina Marga 2010)

b. Berat jenis isi yaitu untuk mengetahui rasio antara berat agregat dengan

isi volume (AASHTO T-19-71 dan ASTM C-27-71)

c. Berat jenis dan penyerapan yaitu untuk menentukan berat jenis (bulk),

berat jenis kering – permukaan jenuh (saturated surface dry = SSD),

berat jenis semu (apparent) dan penyerapan agregat halus (AASHTO

T-85-74 dan ASTM G-127-68)

d. Soundness Test yaitu untuk menentukan pelapukan agregat agregat

akibat pengaruh iklim/cuaca (ASTM C-88-60).

40
e. Kelekatan agregat terhadap aspal yaitu untuk mengetahui persentase

luas permukaan agregat yang tertutupi apal (AASHTO T-182).

3.5.3 Perencanaan Campuran

1. Penentuan Komposisi Campuran

Gradasi penggabungan dengan Metode Trial and Error. Prinsip

penentuan proporsi agregat untuk mendapatkan nilai gradasi

gabungan memenuhi :

a. Penentuan gradasi setiap fraksi yang digunakan berdasarkan

persen berat lolos saringan.

b. Dengan menggunakan Metode Trial and Error dilakukan

penggabungan agregat dan diperoleh persen proporsi masing-

masing fraksi dari berat total agregat.

c. Persen proporsi agregat masing-masing dilakukan dengan

persen lolos setiap saringan dari masing-masing fraksi dan

jumlahkan untuk gradasi gabungan pada nomor saringan.Dari

hasil analisa saringan, dilakukan penggabungan agregat dengan

menggunakan Metode Trial and Error, prinsip kerja Trial and

Error adalah : Memahami batasan gradasi yang disyaratkan,

setelah itu memasukkan data spesifikasi gradasi pada kolom

spesifikasi dan persentase lolos saringan masing-masing batuan

ke dalam persentase passing. Kemudian memasukkan

spesifikasi ideal yaitu nilai salah satu dari spesifikasi ideal yang

disyaratkan, lalu mengambil salah satu dari spesifikasi ideal

41
dengan jenis yang ada, dalam hal agregat kasar dan agregat

halus. Kemudian campuran ketiganya dengan jumlah 100% dan

nilai pe nggabungannya mendekati nilai spesifikasi ideal yang

telah kita ambil dan jika sudah mendekati salah satu nilai

spesifikasi ideal dari ketiga agregat tadi, yang lain dihitung

dengan persentase yang sama.

2. Penentuan Kadar Aspal Rencana

Untuk mendapatkan kadar aspal yang optimum, terlebih dahulu

harus diketahui proporsi agregat. Dari hasil tersebut dapat

diketahui komposisi agregat dan kadar aspal yang digunakan.

Penentuan kadar aspal optimum akan dilakukan dengan melakukan

pembuatan dan pengujian benda uji (briket) melalui uji Marshall.

Pb = 0,035a + 0,045b + Kc + F

Dimana :

P = Pendekatan kadar aspal campuran / Kadar aspal rencana

a = Persentase agregat tertahan di saringan No. 8

b = Persentase agregat lolos saringan No. 8 tertahan di saringan

No. 200

c = Persentase agregat lolos saringan No. 200

K = - 0,15 untuk 11 – 15% lolos saringan No. 200

- 0,20 untuk ≤ 5% lolos saringan No. 200

- 0,18 untuk 6 – 10% lolos saringan No. 200

F = - 0 – 2%, bila data tidak tersedia maka diambil 0,7 – 1

42
- Untuk LASTON dan AC = 1

- Untuk HRS = 2

3.5.4 Pembuatan Benda Uji.

Pembuatan benda uji ini dilakukan setelah bahan-bahan penyusun aspal

beton telah melalui pemeriksaan dan memenuhi syarat sesuai dengan

ketentuan. Setelah penentuan kadar aspal rencana yang diketahui

digunakan dalam campuran aspal.

pembuatan benda uji dengan kadar aspal rencana, selanjutnya aspal &

agregat dipanaskan kemudian dicampur hingga rata sesuai dengan

persentase masing-masing dan suhu pencampuran yang ditentukan

kemudian dimasukkan ke dalam cetakan dan dipadatkan dengan cara

ditumbuk sebanyak 75 kali di tiap sisi. Setelah itu benda uji di keluarkan

dan didinginkan 24 jam & diukur tingginya dengan ketelitian 0.1 mm.

Selanjutnya timbang dalam kondisi kering untuk mendapatkan berat isi.

Setelah itu rendam benda uji selama 24 jam dan timbang Kembali benda

uji dalam air dan dalam keadaan kering permukaan.

Pembuatan benda uji atau campuran aspal berdasarkan variasi kadar

aspal.

Tabel 3.1 Jumlah Briket dengan Variasi Aspal Penetrasi untuk

penentuan KAO dengan pengujian Marshall Test

Variasi Aspal Penetrasi Pertamina Marshall Test


4.5% 3 buah
5% 3 buah
5.5% 3 buah
6% 3 buah
6.5% 3 buah

43
Jumlah 15 buah briket

3.6 Penujian Benda Uji

3.6.1 Uji Marshall

Pengujian Marshall dimaksudkan untuk mendapatkan hasil dari kinerja

campuran, yaitu stabilitas, flow, Marshall Quotient (MQ), Voids in Mineral

Aggregate (VMA), Voids Filled with Asphalt (VFA), Void in Mix (VIM) dan

density. Dalam pengujian ini kita dapat mengetahui karakteristik campuran

aspal beton.

Pada Pengujian marshall test mempunyai prosedur yang pertama-tama,

pembuatan benda uji dengan kadar aspal rencana, selanjutnya aspal & agregat

dipanaskan kemudian dicampur hingga rata sesuai dengan persentase masing-

masing dan suhu pencampuran yang ditentukan kemudian dimasukkan ke

dalam cetakan dan dipadatkan dengan cara ditumbuk sebanyak 75 kali di tiap

sisi. Setelah itu benda uji di keluarkan dan didinginkan 24 jam & di ukur

tingginya dengan ketelitian 0.1 mm. Selanjutnya timbang dalam kondisi kering

untuk mendapatkan berat isi. Setelah itu rendam benda uji selama 24 jam dan

timbang Kembali benda uji dalam air dan dalam keadaan kering permukaan.

Sebelum dilakukan pengujian dilakukan perendaman pada waterbath selama

30 menit dan dikeringkan dalam kondisi kering permukaan setelah itu

pengujian dilakukan pada alat tekan marshall test.

44
Gambar 3.2 Alat Marshall Test
2.6.2 Durabilitas

Adapun langkah pengujian Durabilitas atau pengujian rendam dalam

water bath pada temperature 60⁰C selama 30 menit dan keringkan

permukaan benda uji serta letakkan pada tempat yang tersedia pada alat

uji Marshall. Setelah dial pembacaan stabilitas dan kelelehan yang telah

terpasang pada alat Marshall, lakukan pengujian Marshall dengan

menjalankan mesin penekan dengan kecepatan deformasi konstan 51 mm

(2 in) per menit sampai terjadi keruntuhan pada benda uji.

Baca dan catat besar angka pada dial untuk memperoleh nilai stabilitas

(stability) dan kelelehan (flow). Dengan factor koreksi dan kalibrasi

proving ring pada alat Marshall dapat diperoleh nilai stabilitas (stability)

dan kelelehan (flow). Setelah diketahui kadar aspal optimumnya,

kemudian dilakukam uji Marshall rendaman.Briket selanjutnya untuk

direndam dalam water bath selama 24 jam masing-masing pada suhu

45
60⁰. Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui keawetan dan

kerusakan yang diakibatkan oleh air.

Berikut alat yang digunakan untuk pengujian durabilitas :

Gambar 3.3 Water bath

3.7 Metode Analisis Data

Metode yang digunakan dalam mengolah data yaitu metode analisis

regresi. Analisis regresi digunakan untuk mengetaui pola relasi atau

hubungan antara variabel terikat dengan variabel bebasnya dengan

tingkat kesalahan yang kecil dengan analisis regresi kita dapat

memprediksi perilaku dari variabel terikat dengan menggunakan variabel

bebas. Variabel terikat pada penelitian ini berupa aspal beton (AC-WC)

sedangkan variabel bebas pada pada penelitian ini adalah variasi pada

penggunaan agregat dimana gradasi yang digunakan yaitu gradasi

menerus.

Analisis regresi linear berganda (Multiple Linear Regression Analysis)

yaitu suatu cara yang dimungkinkan untuk melakukan beberapa proses

46
iterasi dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Pada langkah awal adalah memilih variabel bebas yang

mempunyai korelasi yang besar dengan variabel terikatnya.

2. Pada langkah berikutnya menyeleksi variabel bebas yang saling

berkorelasi, jika ada antara variabel bebas memiliki korelasi besar

maka untuk ini dipilih salah satu, dengan kata lain korelasi harus kecil

antara sesama variabel bebas.

3. Pada tahap akhir memasukkan variabel bebas dan variabel terikat

ke dalam persamaan model regresi linear berganda:

Y = a + b1 X1 + b2 X2 …….. + bn Xn

(Sumber: Sugiyono, 2010: 62)

Dimana:

Y = variabel terikat (jumlah produksi perjalanan)

a = konstanta (angka yang akan dicari)

b1,b2….bn = koefisien regresi (angka yang akan dicari)

X1, X2 … Xn = variabel bebas (faktor-faktor berpengaruh

47
3.8 Diagram Alir

Mulai

Studi Literatur

Pengambilan Bahan

Pemeriksaan Bahan

Aspal Agregat Kasar Abu Batu


Air Laut & Air
Hujan
Pengujian Pengujian Propertis Pengujian Propertis
Propertis Aspal meliputi, meliputi,
Penetrasi 60/70, Pengujian
- Analis Saringan - Analis Saringan Propertis meliputi,
- Penetrasi Aspal - Berat Jenis dan - Berat Jenis dan
- Berat Jenis penyerapan Agregat - Pemeriksaan Ph
penyerapan Agregat
Aspal Keras - Berat Isi Agregat
- Titik Lembek - Berat Isi Agregat
- Soundness test
- Daktilitas - Soundness test
- Kelekatan Agregat
Pada Batuan - Sand Equivalent

TIDAK
Memenuhi
Spesifikasi

YA
A

48
A

Perencanaan Campuran

Penentuan Kadar Aspal Rencana

Pembuatan Benda Uji

Pengujian Marshall

Penentuan Kadar Aspal Optimum (KAO)


Berdasarkan Karakteristik Campuran

Pembuatan benda Uji


berdasarkan Kadar Aspal
Optimum KAO

Pengujian Durabilitas

Perendaman menggunakan Air


Perendaman menggunakan Air Laut Hujan dengan lama perendaman 24
dengan lama perendaman 24 jam,36 jam,36 jam,48 jam,60 jam,72 jam
jam,48 jam,60 jam,72 jam

Pengujian Marshall

Pengolahan Data

Analisis dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

selesai
49
50
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pemeriksaan Karakteristik Agregat

Pemeriksaan agregat meliputi pengujian agregat kasar dan agregat halus.

Pengujian karakteristik agregat dilakukan di Laboratorium Bahan Perkerasan

Jalan Program Studi Teknik Sipil, Universitas Muslim Indonesia.

Data yang diperoleh dari pemeriksaan karakteristik agregat telah

memenuhi persyaratan spesifikasi Bina Marga 2018.

4.1.1 Hasil Pemeriksaan Agregat Kasar

Agregat yang digunakan pada campuran aspal adalah agregat kasar dan

halus yang diambil di sekitar daerah Bili-Bili, Kab Gowa. Sifat agregat menjadi

salah satu faktor penentuan kemampuan perkerasan jalan memikul beban lalu

lintas dan daya tahan terhadap cuaca. Oleh karena itu perlu pemeriksaan yang

teliti sebelum diputuskan suatu agregat dapat dipergunakan sebagai material

perkerasan jalan. Sifat agregat yang menentukan kualitasnya sebagai material

perkerasan jalan adalah gradasi, kebersihan, kekerasan dan ketahanan agregat,

bentuk butir, tekstur permukaan, porositas, kemampuan menyerap air, dan berat

jenis.

Data yang diperoleh pada pemeriksaan karakteristik agregat kasar telah

memenuhi persyaratan spesifikasi Bina Marga 2018 seperti yang tercantum dalam

Tabel 4.1 sampai Tabel 4.2 dibawah ini. Data hasil pemeriksaan gradasi agregat

kasar dapat dilihat pada Tabel 4.1, berikut :

44
Tabel 4. 1 Hasil Pemeriksaan Gradasi Agregat Kasar
Jenis Saringan % Lolos Saringan
Agregat 1-2 Agregat 0,5-1
3/4” (19,1 mm) 100
1/2” (12,7 mm) 66,39 100
3/8” (9,52 mm) 33,11 74,16
No. 4 (4,75 mm) 0,90 13,97
No. 8 (2,36 mm) 0,63

Data hasil pemeriksaan karakteristik agregat kasar dapat dilihat pada Tabel

4.2 berikut :

Tabel 4. 2 Hasil Pemeriksaan Karakteristik Sifat Fisik Agregat Kasar


Pemeriksaan Spesifikasi Hasil Pengujian
Maks Min Agregat 1-2 Agregat 0,5-1
Berat Jenis (Bulk) 2,9 2,4 2,61 2,49
Berat Jenis (SSD) 2,9 2,4 2,67 2,56
Berat Jenis Semu 2,9 2,4 2,77 2,68
(Apparent)
Water Aborption 3% - 2,20 2,88
Berat Isi Gembur 1,9 1,4 1,43 1,42
(gr/cm³)
Berat Isi Padat 1,9 1,4 1,45 1,43
(gr/cm³)
Soundness Test 12 - 10,26 19,26
#3/8” (%)
Kelekatan Agregat - 95% 96% 96%
terhadap Aspal

Data hasil Tabel 4.2 menunjukkan bahwa hasil pemeriksaan karakteristik

agregat kasar yang telah digunakan telah memenuhi persyaratan Spesifikasi

Umum Bina Marga 2018.

4.1.2 Hasil Pemeriksaan Agregat Halus

Data hasil pemeriksaan gradasi halus (abu batu) dapat dilihat pada Tabel 4.3

berikut :

45
Tabel 4. 3 Hasil Pemeriksaan Gradasi Abu Batu
Jenis Saringan % Lolos Saringan
Abu Batu
No. 4 (4,75 mm) 100
No. 8 (2,36 mm) 72,39
No. 16 (1,18 mm) 48,32
No. 30 (0,6 mm) 32,32
No. 50 (0,3 mm) 23,01
No. 100 (0,15 mm) 17,51
No. 200 (0,075 mm) 11,31
PAN 0,00

Tabel 4. 4 Hasil Pemeriksaan Gradasi Pasir Kuarsa


Jenis Saringan % Lolos Saringan
Abu Batu
No. 4 (4,75 mm) 100
No. 8 (2,36 mm) 91,19
No. 16 (1,18 mm) 78,83
No. 30 (0,6 mm) 66,97
No. 50 (0,3 mm) 30,58
No. 100 (0,15 mm) 9,06
No. 200 (0,075 mm) 0,26
PAN 0,00

Data hasil pemeriksaan karakteristik agregat halus (abu batu) dapat dilihat

pada Tabel 4.5 berikut :

Tabel 4. 5 Hasil Pemeriksaan Karakteristik Sifat Fisik Abu Batu


Spesifikasi
Pengujian Hasil Pengujian
Maks. Min
Berat Jenis (Bulk) 2,9 2,4 2,58
Berat Jenis (SSD) 2,9 2,4 2,70
Berat Jenis Semu (Apparent) 2,9 2,4 2,51
Water Aborption 3% - 2,89
Sand Equivalent (%) - 60 79,74
Berat Isi Gembur (gr/cm³) 1,9 1,4 1,52
Berat Isi Padat (gr/cm³) 1,9 1,4 1,68
Soundness Test #50 (%) 10 - 2,40

46
Dari hasil Tabel 4.5 menunjukkan bahwa hasil pemeriksaan karakteristik

agregat halus (abu batu) yang digunakan telah memenuhi persyaratan Spesifikasi

Umum Bina Marga 2018.

Tabel 4. 6 Hasil Pemeriksaan Karakteristik Sifat Fisik Pasir Kuarsa


Spesifikasi
Pengujian Hasil Pengujian
Maks. Min
Berat Jenis (Bulk) 2,9 2,4 2,56
Berat Jenis (SSD) 2,9 2,4 2,68
Berat Jenis Semu (Apparent) 2,9 2,4 2,49
Water Aborption 3% - 2,88

4.2 Komposisi Agregat

Komposisi agregat berdasarkan penggabungan agregat dari hasil

pemeriksaan pada analisa saringan. Adapun hasil komposisi penggabungan

agregat ditunjukkan pada Tabel 4.6.

Tabel 4. 7 Penggabungan Agregat Tanpa Bahan Subtitusi


PENGGABUNGAN AGREGAT
ANALISA AGREGAT METODE TRIAL AND ERROR
No. % % % 1-2 0.5- Abu
Saringa Lolo Lolos Lolo 1 Batu Total Spesifika
n s BP BP s 17 28 55 Agreg Spesifikasi si Ideal
1-2 0.5-1 Abu at
Batu
19,1 100,0 10 10
100 100 17 28 55 100 - 100
(3/4”) 0 0 0
12,7 66,4 100,0 11,2 94,2 10
100 28 55 90 - 95
(1/2”) 2 0 9 9 0
9,52 33,1 20,7 81,4
74,16 100 5,64 55 77 - 90 83,5
(3/8”) 6 6 0
No. 4 59,0
0,17 3,91 55 53 - 69 61
0,98 13,97 100 8
No. 8 72,3 39,8 39,9
0 0,18 33 - 53 43
0,00 0,63 9 1 9
No. 16 48,3 26,5 26,5
0 0 21 ‐ 40 30,5
0,00 0,00 2 8 8

47
No. 30 32,3 17,7 17,7
0 0 14 - 30 22
0,00 0,00 2 7 7
No. 50 23,0 12,6 12,6
0 0 9 - 22 15,5
0,00 0,00 1 6 6
No. 17,5
0 0 9,63 9,63 6 - 15 10,5
100 0,00 0,00 1
No. 11,3
0 0 6,22 6,22 4 - 9 6,5
200 0,00 0,00 1

GRAFFIC COMBINED OF AGGREGATE


SARINGAN
No.200

No.100

No50

No30

No16

No,8

No,4

3/8"

1/2"

3/4"
Pan

100
90
80
70
% LOLOS

60
50
40
30
20
10
0

Ket : Batas Bawah : Total agregat : Ideal Spec : Batas


Atas :
Grafik 4. 1 Penggabungan Agregat Tanpa Bahan Tambah

Tabel 4. 8 Penggabungan Agregat dengan Subtitusi Pasir Kuarsa 5%

48
PENGGABUNGAN AGREGAT

ANALISA AGREGAT METODE TRIAL AND ERROR


% Lolos % Lolos % Lolos % Lolos Total Spesifikasi
No. Saringan 17% 28% 50% 5% Spesifikasi
BP 1 - 2 BP 05 - 1 Abu Batu Pasir Kuarsa Agregat Ideal
19,1 (3/4") 17 28 50,00 5 100,00 100 - 100 100
100,00 100,00 100,00 100,00
12,7 (1/2") 11,29 28 50,00 5 94,29 90 - 100 95
66,42 100,00 100,00 100,00
9,52 (3/8") 5,64 20,76 50,00 5 81,40 77 - 90 83,5
33,16 74,16 100,00 100,00
No. 4 0,17 3,91 50,00 5 59,08 53 - 69 61
0,98 13,97 100,00 100,00
No. 8 0 0,18 36,19 4,56 40,93 33 - 53 43
0,00 0,63 72,39 91,17
No. 16 0 0 24,16 3,94 28,10 21 ‐ 40 30,5
0,00 0,00 48,32 78,83
No. 30 0 0 16,16 3,35 19,51 14 - 30 22
0,00 0,00 32,32 66,97
No. 50 0 0 11,51 1,53 13,03 9 - 22 15,5
0,00 0,00 23,01 30,58
No. 100 0 0 8,75 0,45 9,21 6 - 15 10,5
0,00 0,00 17,51 9,06
No. 200 0 0 5,65 0,01 5,67 4 - 9 6,5
0,00 0,00 11,31 0,26

GRAFFIC COMBINED OF AGGREGATE SARINGAN


No.200

No.100
No16

No50

No30

No16

No,8

No,4

3/8"

1/2"

3/4"
Pan

100

90

80

70
% LOLOS

60

50

40

30

20

10

ket : Bawah = 'Total agregat = 'Ideal Spec = Atas =

Grafik 4. 2 Penggabungan Agregat dengan Variasi Pasir Kuarsa 5%


Tabel 4. 9 Penggabungan Agregat dengan Subtitusi Pasir Kuarsa 10%

49
PENGGABUNGAN AGREGAT

ANALISA AGREGAT METODE TRIAL AND ERROR


% Lolos % Lolos % Lolos % Lolos Total Spesifikasi
No. Saringan 17% 28% 45% 10% Spesifikasi
BP 1 - 2 BP 05 - 1 Abu Batu Pasir Kuarsa Agregat Ideal
19,1 (3/4") 100,00 100,00 100,00 100,00 17 28 45,00 10 100,00 100 - 100 100

12,7 (1/2") 11,29 28 45,00 10 94,29 90 - 100 95


66,42 100,00 100,00 100,00
9,52 (3/8") 5,64 20,76 45,00 10 81,40 77 - 90 83,5
33,16 74,16 100,00 100,00
No. 4 0,17 3,91 45,00 10 59,08 53 - 69 61
0,98 13,97 100,00 100,00
No. 8 0 0,18 32,57 9,12 41,87 33 - 53 43
0,00 0,63 72,39 91,17
No. 16 0,00 0,00 48,32 78,83 0 0 21,75 7,88 29,63 21 ‐ 40 30,5

No. 30 0,00 0,00 32,32 66,97 0 0 14,54 6,70 21,24 14 - 30 22

No. 50 0,00 0,00 23,01 30,58 0 0 10,36 3,06 13,41 9 - 22 15,5

No. 100 0,00 0,00 17,51 9,06 0 0 7,88 0,91 8,79 6 - 15 10,5

No. 200 0,00 0,00 11,31 0,26 0 0 5,09 0,03 5,11 4 - 9 6,5

GRAFFIC COMBINED OF AGGREGATE SARINGAN


No.200

No.100
No16

No50

No30

No16

No,8

No,4

3/8"

1/2"

3/4"
Pan

100

90

80

70
% LOLOS

60

50

40

30

20

10

ket : Bawah = 'Total agregat = 'Ideal Spec = Atas =

Grafik 4. 3 Penggabungan Agregat dengan Variasi Pasir Kuarsa 10%

Tabel 4. 10 Penggabungan Agregat dengan Subtitusi Pasir Kuarsa 15%

50
PENGGABUNGAN AGREGAT

ANALISA AGREGAT METODE TRIAL AND ERROR


% Lolos % Lolos % Lolos % Lolos Total Spesifikasi
No. Saringan 17% 28% 40% 15% Spesifikasi
BP 1 - 2 BP 05 - 1 Abu Batu Pasir Kuarsa Agregat Ideal
19,1 (3/4") 100,00 100,00 100,00 100,00 17 28 40,00 15 100,00 100 - 100 100

12,7 (1/2") 11,29 28 40,00 15 94,29 90 - 100 95


66,42 100,00 100,00 100,00
9,52 (3/8") 5,64 20,76 40,00 15 81,40 77 - 90 83,5
33,16 74,16 100,00 100,00
No. 4 0,17 3,91 40,00 15 59,08 53 - 69 61
0,98 13,97 100,00 100,00
No. 8 0 0,18 28,95 13,68 42,81 33 - 53 43
0,00 0,63 72,39 91,17
No. 16 0,00 0,00 48,32 78,83 0 0 19,33 11,82 31,15 21 ‐ 40 30,5

No. 30 0,00 0,00 32,32 66,97 0 0 12,93 10,05 22,97 14 - 30 22

No. 50 0,00 0,00 23,01 30,58 0 0 9,20 4,59 13,79 9 - 22 15,5

No. 100 0,00 0,00 17,51 9,06 0 0 7,00 1,36 8,36 6 - 15 10,5

No. 200 0,00 0,00 11,31 0,26 0 0 4,52 0,04 4,56 4 - 9 6,5

GRAFFIC COMBINED OF AGGREGATE SARINGAN


No.200

No.100
No16

No50

No30

No16

No,8

No,4

3/8"

1/2"

3/4"
Pan

100

90

80

70
% LOLOS

60

50

40

30

20

10

ket : Bawah = 'Total agregat = 'Ideal Spec = Atas =

Grafik 4. 4 Penggabungan Agregat dengan Variasi Pasir Kuarsa 15%

Tabel 4. 11 Penggabungan Agregat dengan Subtitusi Pasir Kuarsa 20%

51
PENGGABUNGAN AGREGAT

ANALISA AGREGAT METODE TRIAL AND ERROR


% Lolos % Lolos % Lolos % Lolos Total Spesifikasi
No. Saringan 17% 28% 35% 20% Spesifikasi
BP 1 - 2 BP 05 - 1 Abu Batu Pasir Kuarsa Agregat Ideal
19,1 (3/4") 100,00 100,00 100,00 100,00 17 28 35,00 20 100,00 100 - 100 100

12,7 (1/2") 11,29 28 35,00 20 94,29 90 - 100 95


66,42 100,00 100,00 100,00
9,52 (3/8") 5,64 20,76 35,00 20 81,40 77 - 90 83,5
33,16 74,16 100,00 100,00
No. 4 0,17 3,91 35,00 20 59,08 53 - 69 61
0,98 13,97 100,00 100,00
No. 8 0 0,18 25,34 18,23 43,75 33 - 53 43
0,00 0,63 72,39 91,17
No. 16 0,00 0,00 48,32 78,83 0 0 16,91 15,77 32,68 21 ‐ 40 30,5

No. 30 0,00 0,00 32,32 66,97 0 0 11,31 13,39 24,71 14 - 30 22

No. 50 0,00 0,00 23,01 30,58 0 0 8,05 6,12 14,17 9 - 22 15,5

No. 100 0,00 0,00 17,51 9,06 0 0 6,13 1,81 7,94 6 - 15 10,5

No. 200 0,00 0,00 11,31 0,26 0 0 3,96 0,05 4,01 4 - 9 6,5

GRAFFIC COMBINED OF AGGREGATE SARINGAN


No.200

No.100
No16

No50

No30

No16

No,8

No,4

3/8"

1/2"

3/4"
Pan

100

90

80

70
% LOLOS

60

50

40

30

20

10

ket : Bawah = 'Total agregat = 'Ideal Spec = Atas =

Grafik 4. 5 Penggabungan Agregat dengan Variasi Pasir Kuarsa 20%

4.3 Hasil Pemeriksaan Aspal

Aspal yang digunakan dalam penelitian ini adalah aspal Pertamina 60/70.

Pengujian aspal dilakukan di Laboratorium. Adapun pemeriksaan aspal ialah

pengujian penetrasi, titik lembek, daktilitas, berat jenis, titik nyala dan titik bakar.

Data hasil pemeriksaan karakteristik aspal dapat dilihat pada Tabel 4.10 berikut:

Tabel 4.12 Hasil Pemeriksaan Aspal Pen 60/70

52
Pengujian Hasil Pengujian Spesifikasi
Penetrasi pada 25°C (0,1 mm) 62,8 60 – 79
Titik Lembek (°C) 52,5 48 – 56
Daktilitas pada 25°C (cm) 146 > 100
Berat Jenis 1,030 1,0-1,16

Dari hasil Tabel 4.10 menunjukkan bahwa hasil pengujian aspal yang

digunakan telah memenuhi persyaratan Spesifikasi Umum Bina Marga 2018.

4.4 Penentuan Kadar Aspal Rencana

Rumus :

P = 0,035a + 0,045b + Kc + F

Dimana :

P = Pendekatan kadar aspal campuran / Kadar aspal rencana

a = Persentase agregat tertahan di saringan No. 8

b = Persentase agregat lolos saringan No. 8 tertahan di saringan No. 200

c = Persentase agregat lolos saringan No. 200

K = - 0,15 untuk 11 – 15% lolos saringan No. 200

- 0,20 untuk ≤ 5% lolos saringan No. 200

- 0,18 untuk 6 – 10% lolos saringan No. 200

F = - 0 – 2%, bila data tidak tersedia maka diambil 0,7 – 1

- Untuk LASTON dan AC = 1

- Untuk HRS = 2

Penyelesaian :

a = 100 – 39,99 = 60,01

b = 40,00 – 6,22 = 33,77

c = 6,22

53
K = 0,18 untuk 6 – 10 % lolos saringan No. 200

Jadi,

P = 0,035 (60,01) + 0,045 (33,77) + 0,18 (6,22) + 1

= 2,10 + 1,52 + 1,12 + 1

= 5,7393 → 5,74

Catatan : Diambil kadar aspal 4,7%, 5,2%, 5,7%, 6,2%, dan 6,7%

Tabel 4.13 Kadar Aspal Rencana

Variasi Bahan Tambah KAR


0% 5,74
5% 5,71
10% 5,69
15% 5,63
20% 5,60

Karena setiap penambahan variasi bahan tambah Pasir Kuarsa nilai KAR

nya mendekati KAR penggabungan agregat dengan bahan tambah 0%, jadi KAR

yang digunakan yaitu dengan bahan tambah 0%.

4.5 Hasil dan Analisa Pengujian Marshall pada Campuran AC-WC

untuk Penentuan Kadar Aspal Optimum (KAO)

Sebelum melakukan analisis hasil pengujian Marshall dengan

menggunakan bahan subtitusi Pasir Kuarsa, kita harus menghitung nilai

karakteristik Marshall yang terdiri dari Stabilitas, Flow, Voids in Mix (VIM),

Voids in Mineral Aggregate (VMA), Voids Filled with Asphalt (VFA), Density,

dan Marshall Quotient (MQ) dengan menggunakan beberapa variasi kadar aspal

untuk mendapatkan kadar aspal optimum. Variasi kadar aspal yang digunakan

adalah 4,7%, 5,2%, 5,7%, 6,2%, dan 6,7% dengan masing-masing 2 kali 75

54
tumbukan. Berikut merupakan hasil rekapitulasi karakteristik Marshall dapat

dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.14 Rekapitulasi Pengujian Marshall Campuran AC-WC Pen 60/70


untuk Kadar Aspal Optimum (KAO)

Karakteristik Hasil Pengujian Spesifikasi


Marshall Kadar Aspal
4,7 5,2 5,7 6,2 6,7
Density 2,26 2,28 2,28 2,2 2,26 ≥2.2
8 kg/mm3
VIM; 6,37 4,90 4,11 3,5 3,49 3-5%
% 8
VMA; 15,9 15,7 16,0 16,6 17,5 ≥ 15%
% 8 0 4 0 4
VFA; 60,1 68,8 74,4 78,4 80,10 ≥ 65%
% 6 3 0 6
Stabilitas;k 832,46 895,33 928,22 901,0 839,0 800-1800 kg
g 3 6
Flow; mm 3,10 2,77 2,60 2,80 3,10 2-4 mm
MQ; 268,83 324,86 359,23 322,99 273,97 Min 250
kg/mm

Berdasarkan hasil pengujian maka diperoleh nilai kadar aspal terhadap

karakteristik campuran seperti pada Tabel 4.8 Dari hasil pengujian tersebut kita

dapat menentukan nilai kadar aspal optimum. Diperoleh keadaan kadar aspal

optimum berdasarkan spesifikasi campuran yang digunakan dan yang diperoleh

dari hasil uji Marshall Test.

4.5.1 Hubungan Kadar Aspal terhadap Stabilitas

Stabilitas merupakan kemampuan lapis perkerasan jalan untuk menahan

beban lalu lintas yang bekerja diatasnya tanpa mengalami perubahan bentuk tetap

seperti gelombang, alur dan bleeding.

55
Stabilitas campuran dalam pengujian Marshall ditunjukkan dengan

pembacaan nilai stabilitas dan dikoreksi dengan angka koreksi ketebalan atau

volume benda uji.

Grafik hubungan antara kadar aspal dan stabilitas dapat dilihat pada grafik 4.2

Spesifikasi 800 – 1800 kg


1200.0

1100.0

1000.0
Stability ( kg )

900.0

800.0

700.0
4.7 5.2 5.7 6.2 6.7
Binder Content ( % )

Grafik 4. 6 Hubungan Kadar Aspal terhadap Stabilitas

Dari hasil analisis grafik 4.6 menunjukkan bahwa campuran dengan kadar

aspal 4,7% hingga kadar aspal 6,7% memenuhi spesifikasi. Semakin besar nilai

kadar aspal yang di gunakan akan meningkatkan nilai stabilitas hingga kadar aspal

optimum. Tetapi seiring dengan penambahan kadar aspal melebihi nilai optimum

maka stabilitasnya akan menurun. Karena tebal selimut aspal bertambah dan dapat

mengurangi sifat saling kunci antara agregat.

4.5.2 Hubungan Kadar Aspal terhadap Flow

Flow (kelelehan) adalah kemampuan aspal beton menerima lendutan

berulang hingga terjadi deformasi sementara akibat beban lalu lintas, tanpa

terjadinya kelelehan atau berupa alur dan retak pada jalan.

Nilai flow pada suatu campuran menunjukkan tingkat kelenturan lapisan

perkerasan. Tingkat kelelehan tersebut lebih banyak ditentukan oleh aspalnya.

56
Semakin banyak aspal yang digunakan dalam suatu campuran maka akan

menyebabkan nilai kelelehan suatu campuran semakin tinggi.

Grafik hubungan antara kadar aspal dan flow dapat dilihat pada grafik 4.3

Spesifikasi 2-4 mm
5.00

4.50

4.00
Flow ( mm )

3.50

3.00

2.50

2.00

1.50

1.00
4.7 5.2 5.7 6.2 6.7

Binder Content ( % )

Grafik 4. 7 Hubungan Kadar Aspal terhadap Flow

Dari hasil analisis grafik 4.7 menunjukan bahwa nilai flow dari kadar aspal

5,2% mengalami penurunan sampai kadar aspal 6,2% dan mengalami peningkatan

pada kadar aspal 6,7%. Hal ini disebabkan semakin bertambah kadar aspal maka

aspal akan megisi rongga yang kosong sehingga membuat campuran antara

agregat dan aspal saling mengikat dengan baik dan nilai keruntuhan yang terjadi

akan rendah.

4.5.3 Hubungan Kadar Aspal terhadap Void in Mix (VIM)

Void in Mix (VIM) adalah parameter yang menunjukkan volume rongga

yang berisi udara dalam campuran aspal yang terdiri atas ruang udara diantara

partikel agregat yang terselimuti aspal dan dapat dinyatakan dalam persentase (%)

volume. Void In Mix digunakan untuk mengetahui besarnya rongga dalam

campuran aspal, rongga udara yang dihasilkan ditentukan oleh susunan partikel

agregat dalam campuran serta ketidak seragaman bentuk agregat. Rongga udara

57
merupakan indikator durabilitas campuran beraspal sedemikian sehingga rongga

tidak terlalu kecil atau terlalu besar.

Grafik hubungan antara kadar aspal dan VIM dapat dilihat pada grafik 4.4

Spesifikasi 3-5 %
9.00

8.00

7.00

6.00
VIM ( % )

5.00

4.00

3.00

2.00

1.00
4.7 5.2 5.7 6.2 6.7
Binder Content ( % )

Grafik 4. 8 Hubungan Kadar Aspal terhadap Void in Mix (VIM)

Dari hasil analisis grafik 4.8 menunjukkan bahwa nilai VIM kadar aspal

4,7% tidak memenuhi spesifikasi yaitu 3%-5%. Pada kadar aspal 5,2%, 5,7%,

6,2% dan 6,7% memenuhi spesifikasi. Dapat dilihat pada grafik 4.4 setiap

penambahan kadar aspal, rongga dalam campuran semakin kecil.

4.5.4 Hubungan Kadar Aspal terhadap Voids in Mineral Aggregate (VMA)

Voids in Mineral Aggregate (VMA) adalah volume rongga yang terdapat

diantara butir-butir agregat dari suatu campuran beraspal yang telah dipadatkan

termasuk didalamnya rongga udara dan rongga yang berisi aspal yang dinyatakan

dalam persentase volume. VMA tercipta akibat adanya proses pencampuran

antara agregat halus, agregat kasar, dan filler. Atau biasa disebut dengan rongga

yang tercipta karena adanya pertemuan antara agregat. Agregat bergradasi

menerus memberikan rongga antar butiran VMA yang kecil dan menghasilkan

58
stabilitas yang tinggi tetapi membutuhkan kadar aspal yang rendah untuk

mengikat agregat.

Grafik hubungan antara kadar aspal dan VMA dapat dilihat pada grafik 4.5

Spesifikasi min 15%


21.00

19.00
VMA ( % )

17.00

15.00

13.00
4.7 5.2 5.7 6.2 6.7

Binder Content ( % )

Grafik 4. 9 Hubungan Kadar Aspal terhadap Voids in Mineral Aggregate


(VMA)

Dari hasil analisis grafik 4.9 menunjukkan bahwa setiap variasi kadar

aspal pada campuran secara menyeluruh memenuhi nilai VMA pada campuran

berdasarkan spesifikasi Bina Marga yaitu minimal 15%. Nilai VMA semakin

meningkat setiap penambahan kadar aspal diakibatkan rongga di antara agregat

semakin besar.

4.5.5 Hubungan Kadar Aspal terhadap Voids Filled with Asphalt (VFA)

Void filled with Asphalt (VFA) adalah persen rongga yang terisi aspal pada

campuran setelah dipadatkan. Besarnya nilai VFA berpengaruh pada kekedapan

campuran terhadap keawetan suatu perkerasan. Faktor-faktor yang mempengaruhi

nilai VFA adalah gradasi agregat, kadar aspal, jumlah dan temperature pemadatan.

VFA adalah bagian dari rongga yang berada di antara mineral agregat (VMA)

yang terisi oleh aspal efektif yang di nyatakan dalam persen. Dan secara umum

59
menurut Silvia Sukirman,1999 VFA adalah persen rongga yang terdapat diantara

partikel agregat VMA yang terisi aspal, tetapi tidak termasuk aspal yang diserap

oleh agregat.

Grafik hubungan antara kadar aspal dan VFA dapat dilihat pada grafik 4.6

Spesifikasi min 65%


85.00

80.00

75.00

70.00

65.00
VFA ( % )

60.00

55.00

50.00

45.00

40.00
4.7 5.2 5.7 6.2 6.7

Binder Content ( % )

Grafik 4. 10 Hubungan Kadar Aspal terhadap Voids Filled with Asphalt


(VFA)

Dari hasil analisis grafik 4. 10 menunjukkan bahwa kadar aspal 4,7%

tidak memenuhi spesifikasi. Tetapi nilai VFA mengalami kenaikan dari kadar

aspal 5,2% sampai kadar aspal 6,7%. Semakain tinggi kadar aspal dalam

campuran maka semakin tinggi nilai VFA dalam campuran. Hal ini disebabkan

oleh besarnya kadar aspal yang mengisi rongga agregat sehingga bukan hanya

rongga pada agregat yang akan terisi oleh aspal melainkan rongga yang terdapat

diantara butiran agregat (VIM) juga terisi oleh aspal. Pada kadar aspal 4,7%

persentase VFA tidak memenuhi spesifikasi artinya kadar aspal yang digunakan

kurang sehingga volume rongga yang terisi aspal menjadi kurang.

60
4.5.6 Hubungan Kadar Aspal terhadap Density

Density atau kerapatan adalah rasio antara berat benda uji kering dengan

volume benda uji. Faktor-faktor yang mempengaruhi density adalah temperatur,

komposisi, kadar bahan tambah, pemadatan, dan kadar aspal. Semakin tinggi nilai

stabilitasnya maka semakin tinggi pula nilai densitynya. Grafik hubungan antara

kadar aspal dan density dapat dilihat pada grafik 4.7

Spesifikasi min 2,2 kg/mm3

3.00

2.80

2.60

2.40
Density ( kg/mm³ )

2.20

2.00

1.80

1.60

1.40
4.7 5.2 5.7 6.2 6.7

Binder Content ( % )

Grafik 4. 11 Hubungan Kadar Aspal terhadap Density

Dari hasil analisis grafik 4.11 menjelaskan bahwa nilai density atau

kepadatan pada kadar aspal 4,7% nilai density naik sampai kadar aspal 5,7%

setelah melewati kadar aspal optimum nilai density mengalami penurunan. Kadar

aspal 4,7% hingga 6,7% nilai density campuran telah memenuhi spesifikasi.

Semakin besar kadar aspal yang digunakan pada campuran maka semakin tinggi

nilai density atau kepadatan dan setelah melewati kadar aspal optimum nilai

density atau kepadatan mengalami penurunan.

61
4.5.7 Hubungan Kadar Aspal terhadap Marshall Quotient (MQ)

Marshall Quotient (MQ) adalah nilai perbandingan yang menunjukkan

nilai kekuatan campuran beraspal dalam menerima yang dinyatakan kg/mm. nilai

MQ digunakan sebagai pendekatan nilai fleksibiltas dari suatu perkerasan,

besarnya nilai MQ tergantung dari besarnya nilai stabilitas yang dipengaruhi oleh

gesekan antar butiran dan saling mengunci antar butiran yang terjadi antara

partikel agregat dan kohesi campuran bahan susun, serta nilai flow yang

dipengaruhi oleh viskositas, kadar aspal, gradasi, dan jumlah tumbukan. Grafik

hubungan antara kadar aspal dan density dapat dilihat pada grafik 4.12

Spesifikasi min 250 kg/mm


400.00

350.00

300.00
Marshall Qultment (kg/mm)

250.00

200.00

150.00
4.7 5.2 5.7 6.2 6.7

Binder Content ( % )

Grafik 4. 12 Hubungan Kadar Aspal terhadap Marshall Quotient (MQ)

Dari hasil analisis grafik 4.12 menjelaskan bahwa seiring bertambahnya

nilai kadar aspal mulai dari 4,7% sampai kadar 6,7% memenuhi spesifikasi dan

mengalami peningkatan setiap penambahan kadar aspal. Tetapi turun kembali

pada kadar aspal 6,2%. Hal ini disebabkan stabilitas akan menurun dengan

penambahan kadar aspal yang telah melampaui nilai maksimum stabilitas,

disamping itu kelelehan akan semakin tinggi dengan meningkatnya kadar aspal.

62
4.5.8 Hubungan Kadar Aspal terhadap Karakteristik Campuran AC-WC

Kadar Aspal Optimum (KAO) pada suatu campuran AC-WC

mempengaruhi karakteristik campuran aspal seperti Density, Void in Mix (VIM),

Void in Material Agregates (VMA), VFA, Stability, Flow dan Marshall Quotient.

Grafik 4. 13 Penentuan Nilai KAO

Dari hasil analisis grafik 4.13 mengenai penentuan nilai KAO dengan

menggunakan metode barchart, hubungan kadar aspal dengan karakteristik

campuran digunakan nilai tengah pada grafik yang memenuhi karakteristik

Marshall Test. Mulai dari nilai minimum yang didapatkan yaitu 4,7% dan nilai

maksimum yang didapatkan yaitu 6,7%. Sehingga karakteristik yang memenuhi

spesifikasi mulai 5,2% dan 6,7%. Penentuan KAO sebesar 5,9%. Dengan cara

sebagai berikut :

5 ,2+6 ,7
KAO = = 5,9%
2

Nilai kadar aspal optimum (KAO) yang akan digunakan pada perencanaan

campuran AC-WC dengan variasi subtitusi Pasir Kuarsa 0%, 5%, 10%, 15%,

63
20%.

Tabel 4. 15 Komposisi KAO dan Persentase Pasir Kuarsa


94,1
Kadar Aspal : 5,9% Agregat :
%
No. Saringan
Batu Pecah Batu Pecah
Abu Batu
(1-2) ( 0,5 – 1 )
19,1 (3/4") 0,0 0,0 0,0
12,7 (1/2") 64,5 0,0 0,0
9,52 (3/8") 63,8 81,7 0,0
No. 4 61,8 190,3 0,0
No. 8 1,9 42,2 171,5
No. 16 0,0 2,0 149,4
No. 30 0,0 0,0 99,4
No. 50 0,0 0,0 57,8
No. 100 0,0 0,0 34,2
No. 200 0,0 0,0 38,5
PAN 0,0 0,0 70,2
Total 192,0 316,2 621,1
Berat total
1129,2 gr Berat Aspal 70,8 gr
Agregat

Variasi Pasir Berat Pasir Berat Berat Abu Berat


Kuarsa Kuarsa Aspal Batu (gram) Total

0% 0,0 70,8 gr 621,1 1200,0


5% 31,1 70,8 gr 590,0 1200,0
10% 62,1 70,8 gr 559,0 1200,0
15% 93,2 70,8 gr 527,9 1200,0
20% 124,2 70,8 gr 496,8 1200,0

4.6 Hasil dan Analisa Pengujian Marshall Test dengan Subtitusi Pasir

Kuarsa

Sebelum melakukan analisis dari hasil Marshall Test, terlebih dahulu

menghitung karakteristik campuran aspal yang terdiri dari data Stabilitas, Flow,

VIM, VMA, VFA, Density dan Marshall Quotient dengan menggunakan Metode

64
Marshall Test. Dari hasil pengujian Laboratorium lalu kemudian akan didaptakan

hasil perhitungan karakteristik Marshall. Dengan menggunakan 5 variasi yaitu

variasi 0%, 5%, 10%, 15% dan 20%. Dengan masing-masing 2 kali 75 tumbukan

setiap variasi kadar aspal bahan tambah. Berikut merupakan hasil rekapitulasi

karakteristik Marshall dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.16 Rekapitulasi Pengujian Marshall Test Menggunakan Subtitusi


Pasir Kuarsa
Hasil
Sifat-sifat Pengujian
campuran Spesifikasi
0% 5% 10% 15% 20%
≥ 2.2
Density 2.25 2.26 2.27 2.27 2.27 kg/mm3
VIM; % 5,01 4.67 4,26 4,09 4,05 3–5%
VMA; % 17,23 16.94 16.58 16.43 16.40 ≥ 15%
VFA; % 70,95 72,45 74,30 75,12 75,32 ≥ 65%
Stabilitas; kg 842,78 866,08 885,50 870,13 849,57 800-1800 kg
Flow; mm 3.27 3,00 2,97 3,00 3.20 Min 2 mm
MQ; kg/mm 258,04 289,23 299,11 290,21 268,35 Min 180

4.6.1 Pengaruh Pasir Kuarsa Terhadap Nilai Stabilitas

Stabilitas merupakan kemampuan lapis perkerasan menerima beban lalu-

lintas tanpa mengalami perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) seperti

gelombang, alur (rutting), maupun mengalami bleeding. Nilai stabilitas

dipengaruhi oleh penetrasi aspal, kadar aspal, gesekan (internal friction), sifat

saling mengunci (interlocking) dari partikel-partikel agregat, bentuk dan tekstur

permukaan, serta gradasi agregat.

Spesifikasi 800 – 1800 kg

65
1100.0

1000.0

Stability ( kg )
900.0
f(x) = − 0.350001675200002 x² + 7.35280930080006 x + 841.78408184
R² = 0.95456911824125
800.0

700.0

600.0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Binder Content ( % )

Grafik 4. 14 Pengaruh Pasir Kuarsa Terhadap Nilai Stabilitas

Stabilitas Optimum
2
Y =−0 ,35 x +7,3528 x + 841,78

dx
=2 (−35 x ) +7,3528
dy

¿−0 , 70 x + 7,3528

dx
Jika dicari puncaknya maka samakan dengan nol, lalu dicari nilai x,
dy

setelah didapatkan nilai x masukkan pada persamaan y :

dx
=¿ −0 , 70 x + 7,3528 = 0
dy

−0 , 70 x = 7,3528

7,3528
x=
0 , 70

¿ 10 , 50 %
2
y=−0 ,35 ( 10 , 50 ) +7,3528(10 , 50) + 841,78

¿−38 , 62+77 ,23 + 841,78

¿ 880 , 40 kg

Jadi, titik puncak (x ; y) = (10,50 ; 880,40)

66
Dari hasil analisis grafik 4.14 menunjukkan bahwa campuran dengan

variasi Pasir Kuarsa 0% hingga variasi Pasir Kuarsa 20% memenuhi spesifikasi.

Semakin besar nilai variasi Pasir Kuarsa yang digunakan akan meningkatkan

nilai stabilitas hingga kadar aspal optimum pada variasi kadar Pasir Kuarsa

10,50% berdasarkan penurunannya, tetapi seiring dengan penambahan variasi

Pasir Kuarsa melebihi nilai optimum maka stabilitas akan menurun pada variasi

15% hingga 20%.

4.6.2 Pengaruh Pasir Kuarsa Terhadap Nilai Flow

Kelelehan (flow) adalah kemampuan aspal beton menerima lendutan

berulang hingga terjadi deformasi sementara akibat beban lalu lintas, tanpa

terjadinya kelelehan atau berupa alur dan retak pada jalan.

Nilai Flow pada suatu campuran menunjukkan tingkat kelenturan lapisan

perkerasan. Tingkat kelehan tersebut lebih banyak ditentukan oleh aspalnya.

Spesifikasi min 2 – 4 mm

5.00

4.50

4.00

3.50
Flow ( mm )

3.00 f(x) = 0.00285714285714285 x² − 0.0598095238095237 x + 3.25619047619048


R² = 0.980442176870745
2.50

2.00

1.50

1.00
0 5 10 15 20

Binder Content ( % )

Grafik 4. 15 Pengaruh Pasir Kuarsa Terhadap Nilai Flow

67
Dari analisis grafik 4.15 menunjukan bahwa semakin tinggi penambahan

subtitusi Pasir Kuarsa maka semakin rendah nilai kelelehan atau keruntuhan

(flow) campuran. Nilai flow dari variasi Pasir Kuarsa 0% mengalami penurunan

sampai pada variasi Pasir Kuarsa 10%. Akan tetapi benda uji dengan subtitusi

Pasir Kuarsa 15% hingga 20% mengalami peningkatan. Hal ini di sebabkan

semakin bertambah kadar Pasir Kuarsa mengakibatkan mudahnya terjadi

kelelehan atau keruntuhan pada campuaran aspal dan besarnya nilai flow pada

campuran dapat menggambarkan bahwa campuran tersebut lebih rentan terhadap

perubahan bentuk yang terjadi. Semakin kecil nilai flow maka campuran tersebut

lebih tahan terhadap kelelehan atau keruntuhan yang akan terjadi pada campuran.

4.6.3 Pengaruh Pasir Kuarsa Terhadap Nilai Void in Mix (VIM)

VIM menunjukkan presentase rongga dalam campuran. Nilai VIM

berpengaruh terhadap keawetan dari campuran aspal agregat, semakin tinggi nilai

VIM menunjukkan semakin besar rongga dalam campuran.

Spesifikasi 3 – 5 %

9.00

8.00

7.00

6.00
VIM ( % )

5.00
f(x) = 0.00236380020510638 x² − 0.0971911751916707 x + 5.03212732578931
R² = 0.991334961372041
4.00

3.00

2.00

1.00
0 5 10 15 20
Binder Content ( % )

Grafik 4. 16 Pengaruh Pasir Kuarsa Terhadap Nilai Void In Mix (VIM)

68
Dari hasil analisis grafik 4.16 menunjukkan bahwa nilai VIM pada

campuran mengalami penurunan dengan bertambahnya variasi subtitusi pasir

kuarsa dari 0% hingga 20%. Hal ini disebabkan oleh rongga antara butiran cukup

kecil sehingga apabila ditingkatkan kembali aspal akan masuk ke dalam rongga-

rongga dengan sangat mudah dan menjadikan campuran semakin rapat dan nilai

VIM akan lebih kecil. Variasi Pasir Kuarsa yang memenuhi sepsifikasi yaitu dari

variasi kadar Pasir Kuarsa 0% sampai 20%.

4.6.4 Pengaruh Pasir Kuarsa Terhadap Nlai Void Filled with Asphalt

(VFA)

Void Filled With Asphalt (VFA) adalah rongga terisi aspal pada campuran

setelah mengalami proses pemadatan yang dinyatakan dalam persen terhadap

rongga antar butiran agregat (VMA). Mengecilnya nilai VMA pada kadar aspal

yang tetap, berakibat memperbesar presentase rongga terisi aspal.

Spesifikasi min 65 %

85.00

80.00

75.00
f(x) = − 0.0188273520011325 x² + 0.663602969887462 x + 69.519828695493
70.00 R² = 0.998790208117377

65.00
VFA ( % )

60.00

55.00

50.00

45.00

40.00
0 5 10 15 20

Binder Content ( % )

Grafik 4. 17 Pengaruh Pasir Kuarsa Terhadap Nilai Void Filled with Asphalt
(VFA)

69
Hasil analisis grafik 4.17 menunjukkan bahwa semakin besar subtitusi

pasir kuarsa maka nilai Void Filled with Aspahlt (VFA) semakin tinggi dari 0%

hingga 20%. Peningkatan nilai VFA disebabkan oleh rongga antara butiran cukup

kecil sehingga aspal akan masuk kedalam rongga-rongga campuran dengan sangat

mudah dan menjadikan campuran semakin rapat dan nilai VIM akan lebih kecil.

4.6.5 Pengaruh Pasir Kuarsa Terhadap Nilai Void in Mineral Aggregat

(VMA)

Void in Mineral Aggregat (VMA) atau rongga diantara agregat adalah

volume rongga udara diantara butir-butir agregat dalam campuran beraspal dalam

kondisi padat.

Spesifikasi min 15 %
21.00

19.00
VMA ( % )

17.00 f(x) = 0.00384455731281908 x² − 0.132877052840263 x + 17.5312479985488


R² = 0.997605634030119

15.00

13.00
0 5 10 15 20

Binder Content ( % )

Grafik 4. 18 Pengaruh Pasir Kuarsa Terhadap Nilai Void in Mineral Aggregat


(VMA)
Dari hasil analisis grafik 4.18 menunjukkan bahwa setiap variasi Pasir

Kuarsa pada campuran secara menyeluruh memenuhi nilai VMA pada campuran

berdasarkan spesifikasi Bina Marga yaitu minimal 15%. Seiring dengan

bertambahnya variasi Pasir Kuarsa nilai VMA semakin menurun. Nilai VMA

mengalami penurunan karena rongga antar agregat semakin kecil sehingga

70
meningkatkan kerapatan dan kepadatan campuran. Hal ini disebabkan oleh aspal

pada campuran agregat tersebut mudah dipadatkan.

4.6.6 Hubungan Kerapatan (Density) terhadap Pasir Kuarsa

Density adalah suatu nilai yang menunjukkan tingkat kerapatan campuran

setelah dilakukan proses pemadatan. Semakin tinggi nilai density suatu campuran

maka kerapatannya akan semakin baik. Nilai density dipengaruhi oleh gradasi

agregat, kualitas agregat, kadar aspal, bahan additive dan proses pemadatan.

Spesifikasi min 2,2 kg/mm³


3.00

2.80

2.60

2.40
Density ( kg/mm³ )

2.20 f(x) = − 0.000104587484219895 x² + 0.00361479242896833 x + 2.2434830844688


R² = 0.997605634030119
2.00

1.80

1.60

1.40
0 5 10 15 20

Binder Content ( % )

Grafik 4.19 Pengaruh Pasir Kuarsa Terhadap Nilai Kerapatan (Density)

Dari hasil analisis grafik 4.19 menunjukkan nilai density penggunaan

pasir kuarsa sebagai bahan subtitusi abu batu berpengaruh pada nilai kepadatan.

Dari hasil analisis menunjukkan bahwa seiring penambahan kadar subtitusi abu

batu nilai kerapatannya semakin tinggi. Variasi Pasir Kuarsa yang memenuhi

sepsifikasi yaitu dari variasi kadar Pasir Kuarsa 0% sampai 20%. Semakin besar

variasi Pasir Kuarsa yang digunakan pada campuran maka semakin tinggi nilai

density maka kerapatan campuran semakin baik.

71
4.6.7 Pengaruh Pasir Kuarsa Terhadap Nilai Marshall Quotient (MQ)

Marshall Quotient (MQ) adalah nilai perbandingan yang menunjukkan

nilai kekuatan campuran beraspal dalam menerima yang dinyatakan kg/mm. nilai

MQ digunakan sebagai pendekatan nilai fleksibiltas dari suatu perkerasan,

besarnya nilai MQ tergantung dari besarnya nilai stabilitas yang dipengaruhi oleh

gesekan antar butiran dan saling mengunci antar butiran yang terjadi antara

partikel agregat dan kohesi campuran bahan susun, serta nilai flow yang

dipengaruhi oleh viskositas, kadar aspal, gradasi, dan jumlah tumbukkan.

Hubungan Marshall Quotient (MQ) terhadap Pasir Kuarsa dapat di liat

pada grafik 4.20

Spesifikasi min 250 kg/mm


350.00

300.00
f(x) = − 0.356880546719952 x² + 7.56972275640198 x + 258.823223342933
R² = 0.993905911323484
Marshall Qultment (kg/mm)

250.00

200.00

150.00
0 5 10 15 20

Binder Content ( % )

Grafik 4.20 Pengaruh Pasir Kuarsa Terhadap Nilai Marshall Quotient


(MQ)

Marshall Quotient Optimum


2
Y =−0,3946 x + 8,3235 x + 258,26

dx
=2 (−0,3946 x )+ 8,3235
dy

¿−0,7892 x + 8,3235

72
dx
Jika dicari puncaknya maka samakan dengan nol, lalu dicari nilai x,
dy

setelah didapatkan nilai x masukkan pada persamaan y :

dx
=¿ −0,7892 x + 8,3235 = 0
dy

−0,7892 x = 8,3235

8,3235
x=
0,7892

¿ 10 , 55 %
2
y=−0,3946 ( 10 ,55 ) + 8,3235(10 , 55) + 258,26

¿−43 , 89+87 ,79 + 258,26

¿ 302 ,15 kg

Jadi, titik puncak (x ; y) = (10,55 ; 302,15)

Dari hasil analisis grafik 4.20 dimana terlihat nilai MQ variasi Pasir

Kuarsa 0%, 5%, 10% mengalami peningkatan, dan optimum pada variasi 10,55%

berdasarkan penurunannya. Setelah itu kembali turun pada variasi Pasir Kuarsa

15% dan 20%. Hal ini disebabkan stabilitas akan menurun dengan penambahan

kadar Pasir Kuarsa yang telah melampaui nilai maksimum stabilitas, di samping

itu kelelehannya akan semakin tinggi dengan meningkatnya Pasir Kuarsa. Nilai

stabilitas dan kelelehan mempengaruhi Marshall Quentient, makin tinggi kadar

Pasir Kuarsa maka makin tinggi nilai stabilitas dan nilai kelelehan yang di

dapatkan, tetapi jika terlalu banyak kadar aspal, maka nilai stabilitas mengalami

penurunan.

Penentuan Kadar Pasir Kuarsa Optimum

73
Stabilitas Optimum %+ Marshall Quotient Optimum %
KPKO=
2

10 , 50 %+10 , 55 %
KPKO=
2

KPKO=¿ 10,53 %
Dari hasil analisis mengenai penentuan jumlah Pasir Kuarsa menggunakan

metode Regresi Polynomial Equartion Orde 2. Jika di lihat dari nilai marshallnya

kadar Pasir Kuarsa 10,53% memberikan nilai stabilitas yang baik terhadap

campuran aspal, penambahan Pasir Kuarsa yang berlebihan akan menyebabkan

nilai stabilitas semakin kecil. Hal ini di sebabkan karena sifat Pasir Kuarsa sebagai

bahan organik yang rentan dengan pengaruh air.

4.7 Hasil dan Analisis Pengujian Durabilitas dengan Metode Rendaman

Terhadap Pasir Kuarsa.

Pengujian Marshall pada kondisi perendaman dengan durasi waktu

perendaman yang berbeda ini dilakukan untuk mengetahui durabilitas atau

keawetan suatu campuran aspal beton. Untuk melihat tingkat kinerja durabilitas

campuran aspal digunakan beberapa indikator yaitu Indeks Kekuatan Sisa (IKS).

Perendaman benda uji dilakukan selama 1 hari, 2 hari, 3 hari, 4, hari dan 5 hari

pada suhu 60º C. Nilai perbandingannya disebut dalam indeks stabilitas sisa atau

Indeks Kekuatan Sisa (IKS) yang dinyatakan dalam persen (%). Standar kekuatan

sisa atau stabilitas Marshall sisa yang disyaratkan Spesifikasi Umum Bina Marga

2018 adalah minimum 75%.

Dari nilai stabilitas Marshall yang diperoleh, dapat ditemukan Indeks

Kekuatan Sisa (IKS) Marshall dengan rumus :

74
S1
IKS= X 100
S2

Dimana :

S1 = rata-rata nilai stabilitas Marshall setelah perendaman selama T

S2 = rata-rata nilai stabilitas Marshall setelah perendaman selama T₂

IKS = Indeks Kekuatan Sisa

Indeks Kekuatan Sisa (IKS) sebesar 90% merupakan nilai minimum yang

disyaratkan terhadap kerusakan yang ditimbulkan oleh pengaruh air (sumber :

Bina Marga, SNI M-58-1990).

75
Tabel 4.17 Indeks Kekuatan Sisa

lama perendaman

suhu 4
Sampe stabilitas 1 2 3
perendama 5
l awal (So) kg
n stabilitas stabilitas stabilitas IKS stabilitas stabilitas
IKS (%) IKS (%) IKS (%) IKS (%)
(kg) (kg) (kg) (%) (kg) (kg)

IKS untuk KAO Pasir Kuarsa Optimum


1 885,50 757,34 85,53 711,09 80,30 677,23 76,48 677,23 76,48 665,95 75,21
2 60º C 873,85 768,99 88,00 722,38 82,67 711,09 81,38 654,66 74,92 654,66 74,92
3 897,15 733,67 81,78 733,67 81,78 688,52 76,75 699,81 78,00 632,08 74,23
Rata-Rata 885,50 753,33 85,10 722,38 81,58 692,28 78,20 677,23 76,47 650,90 74,78
IKS untuk KAO tanpa Pasir Kuarsa

1 838,89 699,08 83,33 677,23 80,73 643,37 76,69 632,08 75,35 620,80 74,00

2 60º C 838,89 734,03 87,50 665,95 79,38 632,08 75,35 609,51 72,66 598,22 71,31

3 850,55 677,23 79,62 677,23 79,62 632,08 74,32 609,51 71,66 564,36 66,35
Rata-Rata 842,78 703,45 83,49 673,47 79,91 635,85 75,45 617,03 73,22 594,46 70,56

75
Nilai Indeks Kekuatan Sisa (IKS) diambil dari perbandingan nilai

stabilitas campuran pada komposisi perendaman 1 hari, 2 hari, 3 hari, 4 hari dan 5

hari. Penurunan nilai IKS masing-msing campuran dapat dilihat pada grafik 4.17

100.00 Indeks Kekuatan Sisa


100
85.10
90 81.58
78.20 76.47 74.78
80 83.49 79.91
70 75.45 73.22 70.56
IKS (%)

60
50
40
30
20
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5
Lama Perendaman (Hari)

NORMAL Polynomial (NORMAL)


PASIR KUARSA Polynomial (PASIR KUARSA)

Grafik 4.21 Indeks Kekuatan Sisa

Berdasarkan analisa grafik 4.21 hubungan Indeks Kekuatan Sisa (IKS)

dengan lama perendaman (hari). Bahwa nilai Indeks Kekuatan Sisa (IKS) dengan

variasi penambahan pasir kuarsa 10,53% dan normal dengan variasi perendaaman

1, 2, 3, 4 dan 5 hari menurun seiring dengan meningkatnya durasi (lama)

rendaman.

Terjadi penurunan Kekuatan Sisa dapat disebabkan beberapa faktor antara

lain durasi rendaman semakin lama campuran aspal terendam oleh air

menyebabkan menurunnya kekuatan campuran yang di akibatkan adanya

perubahan sifat aspal sebagai bahan pengikat menjadi lemah yang berdampak

pada menurunya kinerja campuran. Modifikasi rendaman Marshall dengan variasi

penambahan Pasir Kuarsa (1, 2, 3 dan 4 hari) memberikan hasil yang memenuhi

76
syarat yang telah di tentukan oleh Bina Marga 2018 yaitu ≥ 75%. Namun pada

rendaman 5 hari nilai IKS tidak memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh Bina

Marga. Berbeda dengan modifikasi rendaman Marshall normal (1, 2 dan 3 hari)

memberikan hasil yang memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh Bina Marga

2018 yaitu ≥ 75%. Namun pada rendaman 4 dan 5 hari nilai IKS tidak memenuhi

syarat Bina Marga yang telah ditentukan.

4.8 Pembahasan

4.8.1 Pengaruh Penggunaan Pasir Kuarsa terhadap Karakteristik Marshall

Pengaruh penggunaan pasir kuarsa sebagai variasi subtitusi abu batu pada

campuran laston AC-WC adalah semakin banyak kadar pasir kuarsa dalam

campuran, maka:

1) semakin tinggi nilai stabilitas;

2) semakin rendah nilai flow;

3) semakin tinggi nilai MQ;

4) semakin rendah nilai VITM;

5) semakin tinggi nilai VFWA;

6) semakin rendah nilai VMA; dan

7) semakin tinggi nilai density.

Dari hasil penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa penggunaan pasir

kuarsa dalam variasi subtitusi abu batu mempunyai pengaruh yang cukup

signifikan dari tiap variasi ke variasi.

Dari hasil stabilitas menunjukkan bahwa campuran dengan kadar Pasir

Kuarsa pada semua variasi memenuhi spesifikasi bina marga 2018. Dimana nilai

77
stabilitas terus meningkat mulai kadar Pasir Kuarsa 0% sebesar 842,78 kg,

kemudian kadar Pasir Kuarsa 5% mengalami peningkatan sebesar 2,76% yaitu

23,30 kg, dan kadar Pasir Kuarsa 10% mengalami peningkatan sebesar 5,07%

yaitu 42,72 kg dari stabilitas tanpa bahan tambah. Hal ini terjadi karena pengaruh

pasir kuarsa yang dapat meningkatkan nilai stabilitas, disebabkan karena

permukaan pasir kuarsa yang kasar, mempunyai tingkat kekerasan yang baik

sehingga dapat meningkatkan kelekatan terhadap aspal. Akan tetapi pada variasi

15% mengalami penurunan sebesar 1,74% yaitu 15,37 kg dan kadar Pasir Kuarsa

20% mengalami penurunan sebesar 4,06% yaitu 35,92 kg dari stabilitas dengan

kadar Pasir Kuarsa 10%. Nilai stabilitas menurun karena penambahan Pasir

Kuarsa pada campuran dapat menyebabkan banyaknya penyerapan kadar aspal

yang dibutuhkan dalam variasi yang mempunyai kadar pasir kuarsa lebih banyak

dan dapat menyebabkan variasi campuran tersebut menjadi lebih kaku atau getas.

Dari hasil flow menunjukkan bahwa nilai flow dari kadar Pasir Kuarsa 0%

yaitu 3,27 mm mengalami penurunan pada kadar Pasir Kuarsa 5% sebesar 8,16%

yaitu 0,27 mm dan kadar Pasir Kuarsa 10% mengalami penurunan sebesar 9,18%

yaitu 0,30 mm dari nilai flow tanpa bahan tambah (0%), dan mengalami

peningkatan pada variasi 15% sebesar 1,12% yaitu 0,03 mm sampai pada variasi

20% mengalami peningkatan sebesar 7,87% yaitu 0,23 mm dari nilai Flow dengan

kadar Pasir Kuarsa 10%. Hal ini menjelaskan bahwa bertambahnya Pasir Kuarsa

dapat menurunkan nilai Flow. Besarnya nilai flow pada campuran dapat

menggambarkan bahwa campuran tersebut lebih rentan terhadap perubahan

bentuk yang terjadi.

78
Dari hasil VIM menunjukkan bahwa semakin bertambahnya Pasir Kuarsa

maka nilai VIM semakin menurun. Dari kadar Pasir kuarsa 0% sampai 20%

mengalami penurunan sebesar 19,18%. Hal ini menggambarkan bahwa volume

rongga yang berisi udara pada campuran semakin mengecil seiring bertambahnya

Pasir Kuarsa. Semakin kecil presentase rongga yang ada pada campuran maka

semakin baik pada kualitas campuran. Kadar pasir kuarsa yang optimum dapat

mengisi ruang yang ada atau semua rongga tertutupi.

Dari hasil VFA menunjukkan bahwa semakin tinggi variasi kadar campuran

Pasir Kuarsa maka semakin tinggi nilai VFA dalam campuran. Dari kadar Pasir

Kuarsa 0% sampai dengan 20% mengalami peningkatan sebesar 6,16%. Hal ini

menunjukkan bahwa nilai VFA atau persentase volume rongga yang berisi aspal

mengalami kenaikan seiring bertambahnya bahan tambah Pasir Kuarsa yang

digunakan, dimana semakin besar pula rongga yang dapat terisi aspal sehingga

campuran akan semakin baik.

Dari hasil VMA menunjukkan bahwa setiap variasi kadar Pasir Kuarsa pada

campuran secara menyeluruh memenuhi nilai VMA pada campuran berdasarkan

spesifikasi Bina Marga yaitu minimal 15%. Dari kadar Pasir Kuarsa 0% sampai

dengan 20% mengalami penurunan sebesar 4,84%. Seiring dengan bertambahnya

kadar Pasir Kuarsa, nilai VMA mengalami penurunan karena rongga antar agregat

semakin kecil sehingga meningkatkan kerapatan dan kepadatan campuran.

Dari hasil density menunjukkan bahwa nilai density meningkat dari

variasi Pasir Kuarsa 0% sampai dengan 20% sebesar 1,01%. Nilai density

campuran telah memenuhi spesifikasi yaitu min 2.2 kg/mm 3. Semakin besar

79
variasi Pasir Kuarsa yang digunakan pada campuran maka semakin tinggi nilai

density maka kerapatan campuran semakin baik.

Dari hasil Marshall Quotient (MQ) menunjukkan bahwa nilai Marshall

Quotient (MQ) mulai dari kadar Pasir Kuarsa 0% sebesar 258,04 kg/mm,

mengalami peningkatan pada variasi 5% sebesar 12,09% yaitu 31,20 kg/mm dan

pada variasi 10% mengalami peningkatan sebesar 15,92% yaitu 41,08 kg/mm dari

nilai Marshall Quotient tanpa bahan tambah (0%). kemudian terjadi penurunan

pada variasi 15% sebesar 2,98% yaitu 8,90 kg/mm dan pada variasi 20% sebesar

10,29% yaitu 30,77 kg/mm dari nilai Marshall Quotient dengan kadar Pasir

Kuarsa (10%). Hasil ini didapatkan dari hasil bagi antara nilai Stabilitas dan Flow.

Nilai MQ menunjukkan fleksibilitas campuran yaitu semakin besar nilai MQ pada

suatu campuran maka akan semakin kaku (bila terlalu kaku cenderung mudah

retak) campuran tersebut, demikian juga bila semakin kecil nilai MQ maka tingkat

kelenturan semakin besar (terlalu lentur cenderung kurang stabil).

Tujuh sifat karakteristik campuran laston AC-WC tidak mungkin

semuanya terpenuhi sekaligus dalam satu jenis atau satu variasi campuran. Setiap

jenis variasi campuran laston akan mempunyai karakteristik tersendiri. Pada

variasi 3 mempunyai nilai stabilitas lebih tinggi dengan nilai flow lebih rendah,

maka cocok untuk lalu lintas dengan beban berat dan repetisi kendaraan lebih

sedikit. Pada variasi 1 mempunyai nilai stabilitas lebih rendah dengan nilai flow

lebih tinggi, maka cocok untuk lalu lintas dengan beban sedang dan repetisi

kendaraan lebih banyak. Perlunya perhatian lebih dalam pada jenis kendaraan,

beban kendaraan, temperatur lokasi, dan banyaknya volume kendaraan pada

80
penggunaan pasir kuarsa pada lapisan laston AC-WC perlu diperhatikan agar

tujuan dari ketujuh karakteristik pada laston ACWC dapat terpenuhi.

4.8.2 Pembahasan Durabilitas terhadap Penggunaan Pasir Kuarsa

Berdasarkan hubungan Indeks Kekuatan Sisa (IKS) dengan lama

perendaman (hari). Bahwa nilai Indeks Kekuatan Sisa (IKS) dengan variasi

penambahan pasir kuarsa 10,53% dengan variasi perendaaman 1, 2, 3, 4 dan 5 hari

menurun seiring dengan meningkatnya durasi (lama) rendaman.

Pada rendaman hari pertama kehilangan sebesar 14,93% yaitu 132,17 kg,

hari kedua sebesar 18,4% yaitu 18,42 kg, hari ketiga sebesar 21,82% yaitu 193,22

kg, hari keempat sebesar 23,52% yaitu 208,27 dan hari kelima sebesar 25,22%

yaitu 223,32 kg dari stabilitas awal.

Terjadi penurunan Kekuatan Sisa dapat disebabkan beberapa faktor antara

lain durasi rendaman semakin lama campuran aspal terendam oleh air

menyebabkan menurunya kekuatan campuran yang di akibatkan adanya

perubahan sifat aspal sebagai bahan pengikat menjadi lemah yang berdampak

pada menurunya kinerja campuran. Modifikasi rendaman Marshall (1, 2, 3 dan 4

hari) memberikan hasil yang masih memenuhi syarat yang telah di tentukan oleh

Bina Marga 2018 yaitu ≥ 75%. Namun pada rendaman 5 hari nilai IKS hampir

memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh Bina Marga.

Berbeda dengan modifikasi rendaman Marshall normal (tanpa bahan

tambah) (1, 2 dan 3 hari) memberikan hasil yang masih memenuhi syarat yang

telah ditentukan oleh Bina Marga 2018 yaitu ≥ 75%. Dengan rendaman hari

pertama kehilangan sebesar 16,53% yaitu 139,33 kg, hari kedua sebesar 20,09%

81
yaitu 169,31 kg dan hari ketiga sebesar 24,55% yaitu 206,93 kg dari stabilitas

awal. Namun pada rendaman 4 dan 5 hari nilai IKS hampir memenuhi syarat Bina

Marga yang telah ditentukan. Dengan kehilangan rendaman hari ketiga sebesar

26,79% yaitu 225,74 kg dan hari kelima sebesar 29,46% yaitu 248,32 kg dari

stabilitas awal.

Berdasarkan tabel Indeks Kekuatan Sisa (IKS) menunjukkan bahwa nilai

Indeks Kekuatan Sisa (IKS) menurun seiring dengan meningkatnya durasi (lama)

perendaman. Dimana terjadi penurunan kekuatan sisa dapat disebabkan beberapa

faktor antara lain durasi waktu perendaman semakin lama campuran aspal

terendam air menyebabkan menurunnya kekuatan campuran yang diakibatkan

adanya perubahan sifat aspal sebagai bahan pengikat menjadi lemah yang

berdampak pada menurunnya kinerja campuran. Dengan penambahan Pasir

Kuarsa pada variasi 10,53% memiliki nilai Indeks Kekuatan Sisa lebih tinggi

dibanding tanpa penambahan Pasir Kuarsa (0%).

82
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian mengenai Variasi Abu Batu dengan subtitusi Pasir

Kuarsa sebagai Abu Batu maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Penggunaan pasir kuarsa pada campuran AC-WC berpengaruh terhadap

stabilitas Marshall, pada kadar 10,53% nilai stabilitas Marshall Pasir

Kuarsa Optimum lebih baik dari nilai stabil tanpa pasir kuarsa. Hal ini

disebabkan karna permukaan pasir kuarsa yang kasar, mempunyai tingkat

kekerasan yang baik sehingga dapat meningkatkan kelekatan terhadap

aspal dan meningkatkan stabilitas Marshall.

2. Dari hasil subtitusi pasir kuarsa pengujian durabilitas pada campuran

AC-WC berpengaruh terhadap nilai indeks kekuatan sisa. Nilai indeks

kekuatan sisa dengan subtitusi pasir kuarsa lebih tinggi dari pada nilai

indeks kekuatan sisa tanpa pasir kuarsa. Berdasarkan analisis bahwa

subtitusi kadar bahan subtitusi pasir kuarsa optimum 10,53% dapat

meningkatkan nilai durabilitas berdasarkan parameter Indeks Kekuatan

Sisa (IKS).

5.2 Saran

1. Penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan mengenai pengaruh Pasir

Kuarsa terhadap karakteristik Marshall pada campuran AC-WC.

2. Penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan lebih lanjut dengan

melakukan pengujian Marshall dengan variasi tumbukan atau variasi suhu.

83

Anda mungkin juga menyukai