Anda di halaman 1dari 137

PENGARUH VARIASI DIMENSI BILAH BAMBU DENGAN

SUSUNAN HORIZONTAL TERHADAP KERUNTUHAN


GESER BALOK BAMBU LAMINASI

SKRIPSI

HALAMAN JUDUL
OLEH:
SATRIO ADHI NUGROHO
K1513066

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2019

i
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Satrio Adhi Nugroho
NIM : K1513066
Program Studi : Pendidikan Teknik Bangunan
Menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Pengaruh Variasi
Dimensi Bilah Bambu Terhadap Keruntuhan Geser Dengan Susunan
Horizontal Balok Bambu Laminasi” ini benar-benar merupakan hasil karya
sendiri. Selain itu, sumber informasi yang dikutip penulis telah dicantumkan
di dalam daftar pustaka.
Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil
jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.

Surakarta, Januari 2019


Yang membuat pernyataan

Satrio Adhi Nugroho

ii
PENGAJUAN

PENGARUH VARIASI DIMENSI BILAH BAMBU DENGAN


SUSUNAN HORIZONTAL TERHADAP KERUNTUHAN
GESER BALOK BAMBU LAMINASI

Oleh:
SATRIO ADHI NUGROHO
K1513066

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana


Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Teknik Bangunan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2019

iii
PERSETUJUAN

Nama :Satrio Adhi Nugroho


NIM :K1513066
Judul Skripsi :Pengaruh Variasi Dimensi Bilah Dengan Susunan Bilah
Horizontal Terhadap Keruntuhan Geser Balok Bambu Laminasi

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Surakarta, Januari 2019


Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I, Pembimbing II,

Ernawati Sri S, S.T., M.Eng Sri Sumarni, S.T., M.T


NIP. 1976051 2200501 2 001 NIP. 197907212002122001

iv
PENGESAHAN

HALAMAN PENGESAHAN
Nama : Satrio Adhi Nugroho
NIM : K1513066
Judul Skripsi : Pengaruh Variasi Dimensi Bilah Dengan Susunan Bilah Horizontal
Terhadap Keruntuhan Geser Balok Bambu Laminasi

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas


Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta pada hari
Rabu, 30 Januari 2019 dengan hasil LULUS dan revisi maksimal 3 bulan. Skripsi
telah direvisi dan mendapat persetujuan dari Tim Penguji.

Persetujuan hasil revisi oleh Tim Penguji:


Nama Penguji Tanda Tangan Tanggal
Ketua : Ida Nugroho Saputro, S.T., M.Eng ………………. …………..
Sekretaris : Taufiq Lilo Adi Sucipto, S.T., M.T ………………. …………..
Anggota I : Ernawati Sri S, S.T., M.Eng ………………. …………..
Anggota II : Sri Sumarni, S.T., M.T ………………. …………..

Skripsi disahkan oleh Kepala Program Studi Pendidikan Teknik Bangunan


pada
Hari :
Tanggal :

Mengesahkan

Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Kepala Program Studi


Universitas Sebelas Maret, Pendidikan Teknik Bangunan,

Prof. Dr. Joko Nurkamto, M.Pd. Ernawati Sri Sunarsih, S.T., M.Eng.
NIP. 196101241987021001 NIP. 197605122005012001

v
MOTTO

HALAMAN MOTTO

“Kita tidak tau doa yang mana dan usaha yang keberapa yang akan terwujud, yang
harus kita lakukan hanya memperbanyaknya”
(Penulis)

“Ingatlah Allah SWT saat hidup tak berjalan sesuai keinginan. Allah pasti punya
jalan yang lebih baik untukmu”
(Anonim)

vi
HALAMAN PERSEMBAHAN

Segala puji bagi Allah atas karuniaNya yang menjadikan semua ada.
Skripsi ini saya persembahkan untuk

Bapak Bejo Santoso dan Ibu Suti.


“Terimakasih atas segala doa yang telah dipanjatkan di setiap saat. Usaha untuk
mencukupi segala kebutuhan ku selama ini, semoga Allah SWT membalas
kebaikan kalian dengan surgaNya”.

Teman-teman PTB angkatan 2013


“Terimakasih atas kebersamaannya selama ini”.

Sinta Dewi Utari


“Terimakasih atas motivasinya”

vii
ABSTRAK

Satrio Adhi Nugroho. K1513066. Pengaruh Variasi Dimensi Bilah Bambu


Dengan Susunan Bilah Horizontal Terhadap Keruntuhan Geser Balok
Bambu Laminasi. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret, Januari 2019.
Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mengetahui sifat-sifat fisik dan mekanik
bambu petung, (2) mengetahui ada tidaknya pengaruh variasi dimensi bilah bambu
terhadap tegangan geser, Modulus of Rupture (MOR) dan Modulus of Elasticity
(MOE) balok bambu laminasi dengan susunan bilah horizontal, dan (3) untuk
mengetahui nilai maksimal tegangan geser, Modulus of Rupture (MOR) dan
Modulus of Elasticity (MOE) balok bambu laminasi jika di bandingkan dengan kuat
kelas kayu.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif
dengan desain penelitian eksperimental yang dilakukan di laboratorium dan teknik
analisa data menggunakan analisa Regresi. Variabel yang mempengaruhi penelitian
ini adalah (1) variabel terikat: tegangan geser, Modulus of Rupture (MOR) dan
Modulus of Elasticity (MOE) (2) variabel bebas: variasi dimensi bilah bambu dari
ketebalan 1 cm, 1,5 cm dan 2 cm. Benda uji berupa balok laminasi bambu dengan
luas penampang 6x12 cm dan berjumlah 9 balok. Metode pengujian balok laminasi
dengan pengujian kuat lentur.
Hasil penelitian sebagai berikut, (1) Uji sifat fisika dan mekanika bambu
petung hampir sama dengan sifat fisika dan mekanika yang terdapat pada kayu
kelas kuat II, (2) variasi dimensi bilah bambu berpengaruh terhadap keruntuhan
geser dan Modulus of Rupture (MOR) dengan nilai rata-rata 10,08 MPa dan 100,83
MPa sedangkan variasi dimensi bilah bambu tidak berpengaruh terhadap Modulus
of Elasticity (MOE) dengan nilai rata-rata 9.980,67 MPa. (3) Nilai maksimal yang
dihasilkan dari keruntuhan geser, Modulus of Rupture (MOR) dan Modulus of
Elasticity (MOE) berturut-turut sebesar 10,92 MPa, 109,17 MPa dan 11.737,16
MPa berdasarkan peraturan SNI-05 2002 termasuk dalam klasifikasi kuat kelas
kayu dengan kode mutu E26 dan E12 sedangkan berdasarkan PKKI NI-5 1961
termasuk dalam klasifikasi kuat kelas kayu II.

Kata Kunci: variasi dimensi, bambu laminasi, balok laminasi bambu

viii
ABSTRACT

Satrio Adhi Nugroho. K1513066. The Effect Of Variations Bamboo Strips


Dimensions On Collapse Shear Of Laminate Bamboo Beam With Horizontal
Strips Configuration As a Teaching Supplements On Bamboo Structure
Courses. Thesis, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sebelas Maret, February 2019.
The purpose of this study were to : (1) determine the physical and
mechanical properties of petung bamboo, (2) determine whether there is an effect
of variations in dimensions of bamboo blades on shear stress, Modulus of Rupture
(MOR) and Modulus of Elasticity (MOE) laminated bamboo beams with horizontal
bar arrangement, and (3) to determine the maximum value of shear stress, Modulus
of Rupture (MOR) and Modulus of Elasticity (MOE) laminated bamboo beam when
compared with strong wood class.
This study used quantitative method with experimental research designs
conducted in the labroratory and data analysis techniques using regression
analysis.Variables that influence this study include: (1) dependent variables: shear
failure, Modulus of Rupture (MOR) and Modulus of Elasticity (MOE) (2)
independent variable: dimensions of bamboo strips of thickness 1 cm, 1,5 cm and
2 cm. The test object is a laminated bamboo beam with dimensions of 6x12 cm and
totaling 9 beams. Test method for laminated beams with flexural testing.
The results of the study were: (1) The physical and mechanical of petung
bamboo are almost the same in strong wood class II, (2) there was a significant
influence between the variations in the dimensions of bamboo strips to shear failure
and Modulus of Rupture with values an average of 10,08 MPa and 100,83 MPa
while the dimensions of bamboo strips no influence to Modulus of Elasticity (MOE)
with an average value of 9,980.67 MPa, (3) Maximum values resulting from shear
failure, Modulus of Rupture (MOR) and Modulus of Elasticity (MOE) are 10.92
Mpa, 109.17 MPa and 11,737.16 MPa based on the SNI-05 2002 regulations
included in strong classification of wood classes with quality codes E26 and E12.
Based on the PKKI NI-5 1961 regulations included in strong classification of strong
wood class II.

Kata Kunci: variations in dimensions, laminated bamboo, bamboo laminated


beams

ix
KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT yang dengan


nikmatnya segala sesuatunya menjadi lebih indah hingga peneliti dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “PENGARUH VARIASI DIMENSI BILAH
BAMBU DENGAN SUSUNAN BILAH HORIZONTAL TERHADAP
KERUNTUHAN GESER BALOK BAMBU LAMINASI”.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan
gelar Sarjana pada Program Studi Pendidikan Teknik Bangunan, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Peneliti
menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari bimbingan dan
pengarahan dari berbagai pihak. Untuk itu, peneliti menyampaikan terima kasih
kepada:
1. Ernawati Sri Sunarsih, S.T., M.Eng., selaku Pembimbing I serta Kepala
program studi Pendidikan Teknik Bangunan yang selalu memberikan
bimbingan dan pengarahan dengan kesabarannya dalam penyusunan skripsi.
2. Sri Sumarni, S.T., M.T., selaku Pembimbing II yang selalu memberikan
bimbingan dan pengarahan dengan kesabarannya dalam penyusunan skripsi.
3. Prof. Dr. Joko Nurkamto, M.Pd., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Teman - teman tim (Heru, Sigit dan Tito) yang saling mendukung satu sama
lain hingga selesainya karya kita.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan karena keterbatasan penulis. Meskipun demikian, penulis berharap
semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada
umumnya.

Surakarta, Januari 2019

Penulis

x
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .............................................................. ii
PENGAJUAN ........................................................................................................ iii
PERSETUJUAN .................................................................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. v
HALAMAN MOTTO ............................................................................................ vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................... vii
ABSTRAK ........................................................................................................... viii
ABSTRACT ........................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR ............................................................................................ x
DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xvi
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .............................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah .................................................................................... 4
C. Pembatasan Masalah ................................................................................... 4
D. Rumusan Masalah ....................................................................................... 5
E. Tujuan Penelitian......................................................................................... 5
F. Manfaat Penelitian....................................................................................... 6
1. Manfaat Teoritis ..................................................................................... 6
2. Manfaat Praktis ....................................................................................... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS ........ 7
A. Kajian Pustaka ............................................................................................. 7
1. Bambu ..................................................................................................... 7
2. Pengawetan Bambu .............................................................................. 13
3. Laminasi Bambu ................................................................................... 15
4. Keruntuhan Balok ................................................................................. 19
5. Panjang Kritis Balok Laminasi ............................................................. 20

xi
6. Kuat Lentur Balok Laminasi ................................................................ 22
7. Klasifikasi Kekuatan Kayu ................................................................... 25
8. Mata Kuliah Struktur Bambu ............................................................... 28
B. Kerangka Berpikir ..................................................................................... 28
C. Hipotesis .................................................................................................... 30
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 31
A. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................... 31
1. Tempat Penelitian ................................................................................. 31
2. Waktu Penelitian .................................................................................. 31
B. Desain Penelitian ....................................................................................... 31
C. Populasi dan Sampel ................................................................................. 32
1. Populasi Penelitian ............................................................................... 32
2. Sampel Penelitian ................................................................................. 32
D. Teknik Pengambilan Sampel ..................................................................... 33
E. Teknik Pegumpulan Data .......................................................................... 33
1. Data dan Sumber Data .......................................................................... 33
2. Teknik Mendapat Data ......................................................................... 34
F. Teknik Analisis Data ................................................................................. 36
1. Uji Prasyarat Analisis ........................................................................... 37
2. Analisis Regresi Linier Sederhana ....................................................... 38
3. Pengujian Hipotesis .............................................................................. 38
G. Prosedur Penelitian .................................................................................... 40
1. Tahap Persiapan Bahan Baku dan Peralatan ........................................ 40
2. Tahap Pengolahan Bahan Baku ............................................................ 42
3. Tahap Pembuatan dan Pengujian Benda Uji Bahan ............................. 42
4. Tahap Pembuatan Benda Uji Balok Laminasi ...................................... 43
5. Tahap Pengujian Balok Laminasi ......................................................... 44
6. Tahapan Analisa Data ........................................................................... 44
7. Kesimpulan ........................................................................................... 44
H. Alur Penelitian........................................................................................... 45
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................................... 46
A. Hasil Penelitian ......................................................................................... 46

xii
1. Deskripsi Data ...................................................................................... 46
2. Pengujian Persyaratan Analisis Regresi Sederhana.............................. 57
3. Uji Hipotesis ......................................................................................... 64
B. Pembahasan ............................................................................................... 70
1. Sifat Fisika dan Mekanika Bambu Petung ........................................... 70
2. Pengaruh Variasi Lebar Bilah Bambu Terhadap Keruntuhan Geser .... 71
3. Nilai Optimal Balok Laminasi Bambu ................................................. 74
4. Nilai Balok Laminasi Bambu Petung Terhadap Kuat Kelas Kayu ...... 75
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ............................................... 78
A. Simpulan.................................................................................................... 78
B. Implikasi .................................................................................................... 79
C. Saran .......................................................................................................... 79
Daftar Pustaka ....................................................................................................... 80

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 2. 1 Mutu kuat kayu secara mekanis pada kadar air 15% ........................... 26
Tabel 2. 2 Hubungan berat jenis kayu dengan kekuatan kayu. ............................. 27
Tabel 2. 3 Kelas Kuat dan Kelas Awet Kayu........................................................ 27

Tabel 3. 1 Rincian Sampel Benda Uji ................................................................... 33


Tabel 3. 2 Benda uji sifat fisika dan mekanika bambu Petung ............................. 41
Tabel 3. 3 Dimensi benda uji balok laminasi uji lentur keruntuhan geser ............ 42

Tabel 4. 1 Hasil Pengujian Kadar Air Bambu ...................................................... 46


Tabel 4. 2 Hasil pengujian sifat mekanika bambu petung .................................... 47
Tabel 4. 3 Hasil pengujian MOR dan MOE bambu petung .................................. 47
Tabel 4. 4 Hasil Uji Keruntuhan geser Balok Bambu Laminasi ........................... 54
Tabel 4. 5 Hasil Uji Modulus of Rupture Balok Bambu Laminasi ....................... 55
Tabel 4. 6 Hasil Uji Modulus of Elasticity Balok Bambu Laminasi ..................... 56
Tabel 4. 7 Hasil Uji Normalitas Tegangan Geser ................................................. 57
Tabel 4. 8 Hasil Uji Normalitas MOR .................................................................. 58
Tabel 4. 9 Hasil Uji Normalitas MOE Balok Laminasi Bambu ........................... 58
Tabel 4. 10 Hasil Uji Homogenitas Keruntuhan geser ......................................... 59
Tabel 4. 11 Hasil Uji Homogenitas Modulus of Elasticity (MOE) ....................... 59
Tabel 4. 12 Hasil Uji Homogenitas Modulus of Elasticity (MOE) ....................... 60
Tabel 4. 13 Hasil Uji Linieritas Keruntuhan geser ............................................... 61
Tabel 4. 14 Hasil Uji Linieritas MOR ................................................................... 62
Tabel 4. 15 Hasil Uji Linieritas MOE ................................................................... 63
Tabel 4. 16 Model Summary Keruntuhan geser .................................................... 65
Tabel 4. 17 Coefficients Keruntuhan geser ........................................................... 65
Tabel 4. 18 Model Summary Modulus of Rupture (MOR) ................................... 66
Tabel 4. 19 Coefficients Modulus of Rupture (MOR) ........................................... 67
Tabel 4. 20 Model Summary Modulus of Elasticity (MOE) ................................. 68
Tabel 4. 21 Coefficients Modulus of Elasticity (MOE) ......................................... 68
Tabel 4. 22 Nilai Maksimal Variasi Lebar Bilah Bambu Susunan Horizontal
Tegangan Geser, MOR dan MOE Bambu Laminasi terhadap Kuat Kelas Kayu . 69
Tabel 4. 23 Perbandingan Sifat Fisika Bambu Petung dengan Kayu Keruing ..... 70
Tabel 4. 24 Perbandingan Sifat Mekanika Bambu Petung dengan Kayu Keruing 70
Tabel 4. 25 Nilai Balok Laminasi Bambu Petung Terhadap Kuat Kelas Kayu .... 75
Tabel 4. 26 KD 3 Silabus Mata Kuliah Konstruksi Bambu .................................. 77

xiv
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 2. 1 Benda Uji Pengujian Kadar Air dan Kerapatan ................................. 8


Gambar 2. 2 Benda Uji Pengujian Kuat Lentur ...................................................... 9
Gambar 2. 3 Benda Uji Pengujian Kuat Tarik Sejajar Serat ................................. 10
Gambar 2. 4 Benda Uji Pengujian Kuat Tekan Sejajar Serat ............................... 11
Gambar 2. 5 Benda Uji Pengujian Kuat Tekan Tegak Lurus Serat ...................... 11
Gambar 2. 6 Benda Uji Pengujian Kuat Geser Sejajar ......................................... 12
Gambar 2. 7 Benda Uji Pengujian MOE............................................................... 13
Gambar 2. 8 Pembebanan balok 2 titik ................................................................. 20
Gambar 2. 9 (a) Penampang balok, (b) Diagram tegangan regangan, (c) Distribusi
keruntuhan geser .............................................................................. 21
Gambar 2. 10 Perilaku Lentur Balok .................................................................... 23
Gambar 2. 11 Diagram Momen dan Lendutan...................................................... 23
Gambar 2. 12 Kerangka Berpikir Penelitian ......................................................... 29

Gambar 3. 1 Paradigma Penelitian ........................................................................ 32


Gambar 3. 2 Balok laminasi bambu petung susunan bilah horizontal .................. 35
Gambar 3. 3 Sketsa Balok Laminasi Susunan Bilah Horizontal ........................... 35
Gambar 3. 4 Prosedur Penelitian........................................................................... 45

Gambar 4. 1Persiapan Pengerjaan Balok Laminasi .............................................. 49


Gambar 4. 2 Proses Pengeleman dan Pemasukan Lapisan Balok ke Cetakan ...... 50
Gambar 4. 3 Proses Perataan Permukaan Lapisan Balok ..................................... 51
Gambar 4. 4 Proses Pengempaan Balok Bambu Laminasi ................................... 51
Gambar 4. 5 Grafik Hubungan Interval Gaya dengan Lendutan (BLGH 1 cm) ... 52
Gambar 4. 6 Grafik Hubungan Interval Gaya dengan Lendutan (BLGH 1,5 cm) 53
Gambar 4. 7 Grafik Hubungan Interval Gaya dengan Lendutan (BLGH 2 cm) ... 53
Gambar 4. 8 Grafik Hubungan Variasi Lebar Bilah Susunan Horizontal Terhadap
Keruntuhan geser ............................................................................. 54
Gambar 4. 9 Grafik Hubungan Variasi Lebar Bilah Susunan Horizontal Terhadap
Modulus of Rupture (MOR) ............................................................. 55
Gambar 4. 10 Grafik Hubungan Variasi Lebar Bilah Susunan Horizontal
Terhadap Modulus of Elasticity (MOE) ........................................ 56
Gambar 4. 11 Grafik Uji Linieritas Keruntuhan geser Balok Laminasi Bambu ... 61
Gambar 4. 12 Grafik Uji Linieritas MOR Balok Laminasi Bambu ...................... 62
Gambar 4. 13 Grafik Uji Linieritas MOE Balok Laminasi Bambu ...................... 63
Gambar 4. 14 Kerusakan balok akibat geser ......................................................... 72
Gambar 4. 15 Kerusakan Geser Balok Laminasi .................................................. 73

xv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

Lampiran 1. Pengujian Bahan ............................................................................... 82


Lampiran 2. Persiapan bahan ................................................................................ 93
Lampiran 3. Persiapan Alat ................................................................................... 94
Lampiran 4. Proses Pembuatan Sampel Benda Uji Balok Bambu Laminasi ........ 96
Lampiran 5. Hasil Pengujian Kuat Lentur ............................................................ 97
Lampiran 6. Modul Suplemen Bahan Ajar Mata Kuliah Struktur Bambu ......... 116

xvi
BAB I PENDAHULUAN
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kayu sebagai bahan konstruksi sudah sejak dulu dikenal orang. Dahulu
menggunakan kayu sebagai bahan konstruksi hanya didasarkan pada pengalaman
dan intuisi. Berkat kemajuan ilmu pengetahuan, terutama dibidang matematik,
mekanika teknik dan juga ditemukan alat-alat penyambung modern, maka dapat di
buat konstruksi berat (Sumarni, 2010).
Penggunaan kayu sebagai bahan konstruksi juga beraneka ragam,
diantaranya adalah lantai, kuda-kuda, kolom dan balok. Semakin majunya
perkembangan zaman, kebutuhan kayu di masyarakat kian besar, dan ini akan
sangat berdampak pada ekosistem hutan, dimana penebangan pohon di hutan akan
terus dilakukan, yang berakibat pada gundulnya hutan dan dapat menimbulkan
terjadinya bencana alam seperti banjir, tanah longsor, menurunnya kualitas oksigen
serta mati nya flora dan fauna.
Kayu yang dinilai sebagai bahan alami dalam konstruksi bangunan juga
tidak lepas dari unsur ketersediaannya di alam, karena kebutuhan manusia yang
kian besar. Di sisi lain harga kayu yang cukup mahal membuat sebagian orang
beralih ke bahan alternatif sebagai pengganti kayu. Dimana masa panen kayu yang
terbilang cukup lama membuat produksi kayu semakin terbatas.
Dilain pihak, kebutuhan kayu di Indonesia untuk perumahan tetap besar
bahkan semakin besar. Walaupun alternatif pengurangan penggunaan kayu sudah
mulai dikembangkan dengan menggantikan fungsi kayu pada bangunan, seperti
penggunaan kuda-kuda kayu diganti kuda-kuda beton bertulang, balok kayu diganti
balok beton bertulang, kusen kayu diganti dengan baja atau alumunium, lantai kayu
diganti dengan lantai non kayu dan lain sebagainya, namun tetap saja kebutuhan
kayu yang kian besar tidak dapat terelakkan lagi. Oleh sebab itu diperlukan bahan
alami lain yang dapat menjadi alternatif pengganti kayu sebagai bahan bangunan.

1
2

Kayu memiliki sifat mekanika, diantaranya ada kuat tekan, kuat tarik, kuat
geser, MOR, dan juga MOE. Berkaitan dengan sifat mekanika kayu, (Wahyudi,
Priadi, & Rahayu, 2014) telah melakukan penelitian yang menunjukkan bahwa
kayu tersebut menghasilkan rata-rata MOR sebesar 718 kg/cm2 dan MOE sebesar
79.342 kg/cm2. Diketahui bahwa salah satu tumbuhan memiliki sifat mekanika
yang hampir sama dengan kayu, dan bambu adalah salah satu tumbuhan yang
memiliki sifat mekanika yang hampir sama dengan kayu. Hal ini dapat dikaitkan
dengan hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh (Haris, 2008) bahwa dari ketiga
jenis bambu yang di uji yaitu bambu andong, bambu betung dan bambu tali
memiliki nilai rata-rata MOR sebesar 825 kg/cm2 dan MOE sebesar 205.306
kg/cm2.
Selain memiliki sifat mekanika yang hampir sama dengan kayu, menurut
(Tedy, Sri, & Siti, 2013) bahwa bambu juga mempunyai kelebihan yaitu
pertumbuhannya yang sangat cepat. Jenis tertentu dari bambu bahkan dapat tumbuh
5cm per jam atau 120cm per hari. Berbeda dengan kayu yang baru siap tebang
dengan kualitas baik setelah umur 40-50 tahun. Bambu dengan kualitas baik dapat
diperoleh dalam umur 3-5 tahun. Selain itu juga bambu juga ringan, kuat, ulet, rata,
keras, mudah dikerjakan, fleksibilitas yang lebih baik, dan berbentuk dinding tipis
yang dibagi menjadi ruas-ruas yang memberikan kekuatan besar sehingga baik
untuk dijadikan bahan konstruksi.
Namun bambu dalam penggunaannya sering kali diserang oleh serangga
dan jamur, terutama pada bambu yang kulit luarnya telah dihilangkan. Oleh karena
itu agar bambu bisa bertahan lebih lama, pada bambu harus dilakukan pengawetan.
Salah satu upaya yang dilakukan yaitu dengan memasukkan bahan pengawet
berupa bahan kimia ke dalam bambu yang akan mematikan serangga atau jamur.
Bahan pengawet harus mengandung racun yang dapat mematikan perusak bambu
dan bersifat permanen, mudah meresap, tidak membahayakan manusia dan hewan,
tidak merusak bambu, tersedia dalam jumlah banyak dan murah.
Masalah lain yang timbul yaitu bahwa kekuatan bambu tidak seragam
sepanjang bentang, walaupun bentuk bambu yang bundar berongga menyebabkan
meningkatnya momen inersia, namun kekuatannya lebih ditentukan umur dan
3

kandungan sel mati yang menjadi penyusun batang bambu tersebut. Selain itu
bambu juga mempunyai dimensi (tebal dan lebar) terbatas sehingga memerlukan
teknologi laminasi untuk membentuk bambu menjadi bahan yang berdimensi sesuai
dengan kebutuhan.
Kemajuan teknologi sekarang ini memungkinkan bambu dibuat berbentuk
balok atau papan dengan cara laminasi (laminated bamboo). Teknologi perekatan
berupa teknik laminasi adalah teknik penggabungan bahan yang berdimensi kecil
dan terbatas menjadi bahan yang berdimensi lebih besar baik panjang, lebar dan
tebal. Teknik laminasi seperti ini mampu digunakan untuk membentuk dimensi
bahan bangunan yang digunakan sebagai bahan konstruksi. Salah satu bentuk dari
hasil laminasi bambu ini adalah balok laminasi bambu.
Penelitian tentang balok bambu laminasi sudah banyak dilakukan
diantaranya adalah penelitian dari (Sarikusuma, 2010) dengan judul “Model
Susunan Bilah Bambu Vertikal Antara Sisi Bilah Yang Sama Terhadap Keruntuhan
Lentur”, dalam penelitian Rina Sarikusuma tersebut mengkaji tentang model
susunan vertikal bilah bambu saling berhadapan antara kulit dan daging pada balok
glulam bambu petung pada ketahanan terhadap keruntuhan lentur, dalam penelitian
proyek ini Rina Sarikusuma belum meneliti mengenai pengaruh dari variasi
dimensi bilah bambu petung terhadap keruntuhan geser dengan susunan bilah
horizontal.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka akan dilakukan penelitian
dengan judul “Pengaruh Variasi Dimensi Bilah Dengan Susunan Bilah
Horizontal Terhadap Keruntuhan Geser Balok Bambu Laminasi” melalui
penelitian ini diharapkan dapat memperoleh keruntuhan geser yang optimal.
4

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka dapat
ditarik beberapa identifikasi masalah sebagai berikut:
1. Semakin berkurangnya jumlah kayu yang ada di Indonesia.
2. Perlunya inovasi pemanfaatan bambu sebagai bahan pengganti kayu.
3. Perlu dilakukan pengujian terhadap keruntuhan geser untuk mengetahui
kekuatan maksimal bambu laminasi. Keruntuhan geser yang baik yaitu
keruntuhan geser yang memiliki kekuatan minimal sama dengan keruntuhan
geser kayu.

C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah agar masalah yang dikaji dalam penelitian
ini menjadi lebih terarah dan spesifik maka dibuat pembatasan masalah sebagai
berikut:
1. Jenis bambu yang dipakai adalah bambu petung. Dimensi balok laminasi yang
digunakan menyesuaikan balok kayu ukuran 60x120 mm.
2. Variasi dimensi bilah bambu ada 3 yaitu 10 mm, 15 mm, dan 20 mm.
3. Panjang masing-masing sampel balok bambu laminasi yaitu 105 cm.
4. Bilah bambu dibuat tanpa kulit luar.
5. Bambu dianggap sebagai bahan yang homogen dan prismatis.
6. Perekat yang dipakai adalah lem presto DN Produksi PT. Polychemi Asia
Pacific Permai.
7. Tekanan pengempaan yang digunakan 1,5 Mpa, sesuai dengan ketentuan lem.
8. Bahan pengawet yang digunakan adalah boric/boron.
9. Pembebanan dilakukan secara lateral statik dalam jangka pendek.
5

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka rumusan masalah yang
muncul yaitu:
1. Bagaimana sifat-sifat fisika dan mekanika bambu petung, yaitu kadar air,
kerapatan, kuat tekan sejajar serat, kuat tekan tegak lurus serat, kuat tarik
sejajar serat, kuat geser sejajar serat, kuat lentur dan modulus elastisitas?
2. Bagaimana pengaruh dimensi bilah bambu yang disusun secara horizontal
terhadap nilai keruntuhan geser (τ)?
3. Bagaimana pengaruh dimensi bilah bambu yang disusun secara horizontal
terhadap nilai Modulus of Rupture (MOR)?
4. Bagaimana pengaruh dimensi bilah bambu yang disusun secara horizontal
terhadap nilai Modulus of Elasticity (MOE)?
5. Bagaimana nilai keruntuhan geser (τ), Modulus of Rupture (MOR) dan
Modulus of Elasticity (MOE) yang dihasilkan balok bambu laminasi jika
dibandingkan dengan kelas kuat kayu?

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah dan pembatasan masalah tersebut maka
tujuan penelitian ini yaitu:
1. Untuk mengetahui sifat-sifat fisika dan mekanika bambu petung, yaitu kadar
air, kerapatan, kuat tekan sejajar serat, kuat tekan tegak lurus serat, kuat tarik
sejajar serat, kuat geser sejajar serat, kuat lentur dan modulus elastisitas.
2. Untuk mengetahui pengaruh dimensi bilah bambu yang disusun secara
horizontal terhadap nilai keruntuhan geser (τ).
3. Untuk mengetahui pengaruh dimensi bilah bambu yang disusun secara
horizontal terhadap nilai Modulus of Rupture (MOR).
4. Untuk mengetahui pengaruh dimensi bilah bambu yang disusun secara
horizontal terhadap nilai Modulus of Elasticity (MOE).
5. Untuk mengetahui nilai keruntuhan geser (τ), Modulus of Rupture (MOR) dan
Modulus of Elasticity (MOE) yang dihasilkan balok bambu laminasi jika
dibandingkan dengan kayu.
6

F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat menghasilkan informasi dan memberikan jawaban
terhadap permasalahan penelitian sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
a. Memberikan pengetahuan tentang balok laminasi dari bambu petung
dengan variasi dimensi bilah bambu yang di susunan secara horizontal.
b. Sebagai pendukung, pembanding, dan pengembangan teori untuk
penelitian yang relevan dan sejenis.
c. Sebagai referensi untuk penelitian pengembangan dimasa yang akan
datang.
d. Sebagai referensi untuk bahan ajar mata kuliah konstruksi bambu.

2. Manfaat Praktis
a. Dapat menjadi bahan alternatif yang dapat menggantikan kayu, sebagai
salah satu upaya untuk mempercepat recovery hutan.
b. Memberikan informasi bahwa bambu dapat diolah menjadi balok laminasi.
c. Dapat memperkaya kazanah peneliti dalam bidang laminasi dan teknik
struktur.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS


A. Kajian Pustaka
1. Bambu
a. Definisi Bambu
Bambu merupakan tanaman sebangsa rumput yang banyak tumbuh
di negara beriklim panas maupun dingin. Kebanyakan didaerah pedesaan
tanaman bambu dibiarkan tumbuh liar, akan tetapi walaupun tidak
mendapat perawatan, bambu dapat tumbuh dengan baik (Monalisa &
Pieter, 2010).
Bambu merupakan jenis tanaman rumput-rumputan (Famili
Graminae) yang tumbuh hampir di seluruh dunia, terutama di benua
Afrika, Amerika, Asia dan Australia. Saat ini telah diketahui sebanyak 50
negara yang terurai ke dalam 700 jenis bambu (Gunawan, 2007).
Dari pemaparan mengenai bambu oleh beberapa ahli di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa bambu merupakan jenis tanaman rumput yang
banyak tumbuh di daerah tropis, maupun sub-tropis.
b. Bambu Petung
Bambu petung dapat tumbuh di dataran rendah sampai pegunungan
dengan ketinggian 2000 m di atas permukaan laut. Pertumbuhan cukup
baik khususnya untuk daerah yang tidak terlalu kering. Bambu ini
mempunyai warna kulit batang hijau kekuning-kuningan. Panjangnya
berkisar antara 10-14 m. Diameter batang 30-10 cm, panjang ruas antara
40-60 cm dan tebal dindingnya antara 10-15 mm. Kuat tarik rata-rata
bambu petung dalam keadaan kering oven sebesar 1900 kg/cm2 (tanpa
ruas) dan 1160 kg/cm2 (dalam ruas) (Gunawan, 2007).
c. Sifat Fisika dan Mekanika Bambu Petung
Sifat fisika dan mekanika bambu petung terdiri dari: kadar air,
kerapatan, kuat tarik sejajar serat, kuat tekan tegak lurus, kuat tekan sejajar

7
8

serat, kuat geser sejajar serat, kuat lentur dan modulus elastisitas
(Gunawan, 2007). Beberapa penjelasan dari sifat fisis dan mekanis bambu
yang berkaitan dengan penelitian ini yaitu:
1) Kadar Air
Kadar air bambu adalah banyaknya air dalam sepotong bambu
yang dinyatakan sebagai prosentase dari berat kering tanurnya.
Kandungan dalam bambu bervariasi baik arah memanjang maupun
arah melintang dan tergantung pada umur bambu, waktu penebangan,
tempat tumbuh, dan jenis bambu. Kelembaban relatifnya berkisar
60% - 80% dengan temperatur 18o – 35o C pada musim kemarau. Bila
nilai kelembaban relatif dan temperatur dihubungkan, titik
keseimbangan kayu di Indonesia berkisar 12% - 20%, bergantung
pada jenis kayu (Setyawati, Morisco, & Prayitno, 2009).
Kadar air dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut
berdasarkan ISO 22157-1:2004 (E):

Gambar 2. 1 Benda Uji Pengujian Kadar Air dan Kerapatan


𝑊𝑏 −𝑊0
𝐾𝑎 = × 100% (2.1)
𝑊𝑜

Keterangan:
Ka = Kadar air bambu (%)
Wb = Berat basah (gram)
W0 = Berat kering tanur (gram)
9

2) Kerapatan
Berat Jenis adalah nilai perbandingan antara kerapatan suatu
benda dengan kerapatan benda standar pada volume yang sama.
Kerapatan adalah perbandingan masa suatu benda dengan volumenya
(Mustafa, 2012). Besarnya kerapatan bambu dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut berdasarkan ISO 22157-1:2004 (E):
𝑚
𝑃𝑤 = 𝑉 (2.2)
𝑤

Keterangan :
Pw = Kerapatan pada kadar air w (gram/cm3)
mw = massa benda uji pada kadar air w (gram)
Vw = Volume benda uji pada kadar air w (cm3)
3) Kuat Lentur
Kuat lentur adalah kekuatan kayu untuk menahan gaya-gaya
yang mengakibatkan kayu melengkung (Pratama, 2015). Kuat Lentur
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut berdasarkan
ISO 3133-1975 (E):

Gambar 2. 2 Benda Uji Pengujian Kuat Lentur


3𝑃𝐿
𝑀𝑂𝑅 = 2𝑏ℎ2 (MPa) (2.3)

Keterangan :
MOR = Modulus lentur bambu (MPa)
P = beban uji maksimum
L = jarak tumpuan
b = lebar benda uji
10

h = tinggi benda uji


4) Kuat Tarik Sejajar Serat
Kuat tarik merupakan ketahanan suatu bena menahan gaya
luar yang berupa gaya tarik yang bekerja pada benda tersebut
(Mustafa, 2012). Kuat tarik bambu dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut berdasarkan ISO 3346-1975 (E):

Gambar 2. 3 Benda Uji Pengujian Kuat Tarik Sejajar Serat


𝑃𝑚𝑎𝑘𝑠
𝜎𝑡𝑎𝑟𝑖𝑘 = (2.4)
𝐴

Keterangan :
σtarik = besar tegangan tarik (N/mm2)
Pmaks = beban tarik maksimum (N)
A = luas penampang benda uji (mm2)
5) Kuat Tekan Sejajar Serat
Kuat tekan sejajar serat merupakan kemampuan benda untuk
menahan gaya luar yang datang pada arah sejajar serat yang cenderung
memperpendek atau menekan bagian-bagian benda secara bersama-
sama (Mustafa, 2012). Kuat tekan bambu dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut ISO 22157-1:2004 (E):
11

Gambar 2. 4 Benda Uji Pengujian Kuat Tekan Sejajar Serat


𝑃𝑚𝑎𝑘𝑠
𝜎𝑡𝑎𝑟𝑖𝑘 = (2.6)
𝐴

Keterangan :
σtarik = besar tegangan tarik (N/mm2)
Pmaks = beban tarik maksimum (N)
A = luas penampang benda uji (mm2)
6) Kuat Tekan Tegak Lurus Serat
Kuat tekan tegak lurus serat merupakan kemampuan benda
untuk menahan gaya luar yang datang pada arah tegak lurus serat yang
cenderung memperpendek atau menekan bagian-bagian benda secara
bersama-sama. Kuat tekan bambu dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut ISO 3132-1975:

Gambar 2. 5 Benda Uji Pengujian Kuat Tekan Tegak Lurus Serat


12

𝑃𝑚𝑎𝑘𝑠
𝜎𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛 = (2.7)
𝐴

Keterangan :
σtekan = besar tegangan tekan (N/mm2)
Pmaks = beban tarik maksimum (N)
A = luas penampang benda uji (mm2)
7) Kuat Geser Sejajar Serat
Kuat geser sejajar serat merupakan kemampuan benda untuk
menahan gaya dari luar yang datang pada arah sejajar serat yang
cenderung menekan bagian-bagian benda secara tidak bersama-sama
atau dalam arah yang berbeda. Kuat geser bambu sangat kecil jika
dibandingkan dengan kuat tarik dan kuat tekan bambu (Mustafa,
2012). Kuat geser sejajar serat dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut ISO 22157-1:2004 (E):

Gambar 2. 6 Benda Uji Pengujian Kuat Geser Sejajar


𝑉
𝜏=𝐴 (2.8)

Keterangan :
τ = beban keruntuhan geser (N/mm2)
V = beban geser maksimum (N)
A = luas penampang benda uji (mm2)
8) Modulus Elastisitas
Untuk mengetahui besarnya modulus elastisitas digunakan
persamaan berikut berdasarkan ISO 3349-1975 (E):
13

Gambar 2. 7 Benda Uji Pengujian MOE


𝑃𝐿³
𝑀𝑂𝐸 = (2.5)
4𝑏𝑡³𝛿

Keterangan :
MOE = modulus elastisitas bambu (MPa),
Pmaks = Beban Maksimum (N),
L = Panjang (mm),
b = Lebar Bambu (mm),
t = Tebal Bambu (mm), dan
δ = Lendutan Proporsional dari benda uji.

2. Pengawetan Bambu
Metode pengawetan bambu masih terkadang mengacu pada
pengawetan kayu, dikarenakan standar yang ada baru berupa pedoman.
Pedoman tersebut yang berjudul tata cara pengawetan bambu bulat dengan cara
tekanan. Pedoman tersebut dapat dilihat pada pedoman dengan kode Pd-T-07-
2004-C. Bambu sebagai bahan alami harus diawetkan agar dapat bertahan lama
dan terhindar dari serangan bubuk (serangga/hama), agar dapat mencapai
tujuan tersebut getah yang terdapat dalam bambu harus dikeluarkan terlebih
dahulu, sehingga bambu dapat lebih awet, mempunyai daya lenting tinggi,
tidak mudah patah dan mudah diolah (Charomaini, 2014).
Proses pengawetan bambu dapat dilakukan dengan berbagai metode,
salah satu metode yang paling sederhana adalah dengan cara perendaman
bambu dengan air yang ditambahkan zat borak dan asam borik (Susilaning &
Suheryanto, 2012), perendaman bambu petung dengan air yang ditambahkan
14

zat borak dan asam borik dengan perbandingan 3:2 dengan konsentrasi 10 %
dalam waktu 5 hari menunjukan kerusakan yang ditimbulkan akibat serangga
sebesar 1,36 % dan 0,97% pada masing-masing bambu ampel dan petung.
Pengawetan dengan merendam bambu dengan air mengalir selama 3 bulan
menunjukan kerusakan sebesar 1,01 % dan 0,72 % pada masing-masing bambu
ampel dan petung. Pengawetan bambu pada penelitian ini dilakukan dengan
merendam bambu petung selama tujuh hari menggunakan air yang
ditambahkan zat borac dan asam boric dengan perbandingan 3:2, konsentrasi
10%.
Meningkatkan daya tahan bambu terhadap kerusakan akibat serangga
atau pun akibat pengaruh luar lainnya diperlukan bahan pengawet untuk
mengantisipasi terjadinya kerusakan pada bambu. Metode yang dilakukan
dalam proses pengawetan bambu ada yang dengan cara alami ada pula yang
kimia.
a. Cara Alami
1) Perendaman Dalam Air
Cara umum yang banyak dilakukan oleh masyarakat jawa pada
umumnya yaitu dengan cara perendaman dalam air. Tujuan
perendaman adalah untuk menghilangkan pati dan zat gula yang ada
di dalam bambu agar kumbang Bostrichidac dan Lcyctidae tidak mau
menyerang bambu sehingga bambu menjadi awet (Suwanto, 2008).
2) Pengapuran dan Pelapisan-Pelapisan Lain
Berbagai pelapisan misalnya: dengan ter, di kapur, ter di air
kapur, dan ter yang ditaburi tanah dapat dipergunakan oleh
masyarakat Indonesia, akan tetapi hal ini akan lebih efektif bila
dilakukan pada bambu yang telah dibelah bukan bambu yang masih
ada kulit luarnya yang keras (Suwanto, 2008).
3) Penyikatan, Pengecatan, Penyemprotan dan Perendaman
Pengolahan permukaan dilakukan pada bambu yang akan
disimpan atau bambu yang akan diberi lapisan bahan-bahan kimia
yang mengandung racun yang mematikan kumbang bubuk dilapiskan
15

pada permukaan bambu baik dibagian potongan maupun goresan.


Dengan cara disemprotkan atau dikuaskan pada permukaan batang
bambu maupun dilakukan perendaman (Suwanto, 2008).
b. Cara Kimia
1) Pengawetan Kimia
Pengawetan kimia, meliputi metode pengawetan minyak solar
yaitu metode pengawetan bambu dengan cara bambu segar yang baru
ditebang didirikan terbalik ujung bambu sebelah atas dipasang tabung
diisi minyak solar yang secara gravitasi akan mendesak keluar cairan
yang terkandung dalam bambu, metode pengawetan dengan
menggunakan boraks yaitu seperti pada cara penggunaan minyak
solar hanya saja bahan pengawetnya diganti dengan boraks
(Handayani, 2009).
2) Boraks
Boraks adalah senyawa dengan nama Natrium Teraborat
(Na2B4O7) yang mengandung tidak kurang dari 99% dan tidak lebih
105,0% Na2B4O7.10H2O dengan sifat: hablur transparan, tidak
berbau, warna putih sangat sedikit larut dalam air dingin tetapi larut
dalam air panas (Handayani, 2009).

3. Laminasi Bambu
a. Pengertian Laminasi
Laminasi adalah teknik penggabungan bahan yang berdimensi
kecil dan terbatas menjadi bahan yang berdimensi lebih besar baik
panjang, lebar dan tebal. Teknik laminasi seperti ini mampu digunakan
untuk membentuk dimensi bahan bangunan yang digunakan sebagai bahan
konstruksi (Gunawan, 2007).
b. Kekakuan Laminasi
Nilai kekakuan adalah perbandingan antara beban proposional
dengan lendutan proposional. Perbandingan kekakuan balok laminasi
dengan dua perekat berbeda pada balok laminasi bilah dan galar ditinjau
keruntuhan lentur (Gunawan, 2007).
16

c. Teknologi Produksi Bambu Laminasi


Proses pembuatan bambu komposit atau secara umum dikenal
dengan laminasi bambu, diproses dengan cara membentuk batang bambu
menjadi potongan pipih kemudian disatukan dan dibentuk menjadi balok
atau papan kemudian diberi bahan pengawet dan dipres (Nugraha, 2014).
Perekat Phenol Formaldehyda atau Isocynate dapat digunakan
untuk papan atau balok bambu komposit sebagai bahan bangunan di luar
ruangan (outdoor) seperti rumah kebun, pagar halaman, dinding penyekat
jalan tol, jembatan, dan lain-lain (Nugraha, 2014).
Proses laminasi dipengaruhi oleh dua aspek antara lain: aspek
bahan yang direkat dan aspek teknologi perekatan. Kesesuaian antara
perekat, sifat bahan dan teknik perekatan sebagai landasan untuk
keberhasilan dan kualitas produk laminasi.
Teknologi perekatan harus memenuhi persyaratan antara lain:
persiapan perekat sesuai brosur penggunaan, ketentuan jumlah pelaburan,
kadar air dan waktu perekatan, tekanan pengempaan yang diperlukan
untuk menjamin kerapatan rapatnya kontak antara permukaan yang
direkat, terbentuk lapisan tipis perekat, keseragaman tebal dan kontinuitas
lapisan perekat, tanpa merusak kekuatan kayu (Oka G. M., 2005).
d. Perekat Laminasi Bambu
Proses pembuatan laminasi dengan perekat (glue laminated), selain
harus memperhatikan sifat kayu dan bambu, harus diperhatikan pula jenis
perekat yang digunakan. Karena perekat juga akan menentukan hasil dari
kayu dan bambu laminasi tesebut (Widodo, Widjaja, & Rosyid, 2004).
Ada beberapa jenis perekat yang ada di pasaran, diantaranya adalah:
1) Bahan Perekat Berbahan Dasar Formarldehyde
Jenis-jenis perekat buatan (synthetic resin adhesive) yang
dalam perekatan kayu adalah Phenol Formaldehyda (PF), Resolsional
Formaldehyda (RF), Melamine Formaldehyda (MF) dan Urea
Folmaldehyda (UF). Diantara keempatnya urea folmaldehyda paling
17

banyak digunakan karena harganya murah, pematangan cepat dan


tidak meninggalkan bekas warna (Eratodi, 2010).
2) Bahan Perekat Berbahan Dasar Air
Perekat/lem yang dipergunakan berikutnya, memakai produk
Yona Bond 4700, yaitu perekat yang memakai sistem Water Based
Adhesives. Perekat ini merupakan hasil polimerisasi dari 2 komponen:
Polymer Resin yang reaktif terhadap air water based) dan Polivinil
asetat (PVAc) sebagai crosslinker (pengikat), adapun proses
polimerisasi kimiawi (chemical bonding) (Eratodi, 2010).
3) Perekat Berbahan Dasar Polimer
Bahan perekat yang digunakan adalah jenis perekat Polymer
dengan kode (KR-7800). Perekat jenis ini berbentuk cairan putih, agak
kental menyerupai kekentalan cat dinding tembok. Perekat jenis
Polymer mudah mengeras pada variasi suhu yang luas, lebih ramah
lingkungan karena tidak mengandung Formaldehyda, ekonomis dan
mempunyai daya rekat yang kuat (Eratodi, 2010).
e. Proses Perekatan
Perekatan kayu dipergunakan istilah glue spread adalah jumlah
perekat yang dilaburkan per satuan luas permukaan bidang rekat. Jumlah
perekat yang dilaburkan menggambarkan banyaknya perekat terlabur agar
tercapainya garis perekat yang pejal dan kuat (Eratodi, 2010).
𝑆×𝐴 𝑆×𝐴
𝐺𝑃𝑈 = (𝑔𝑟/𝑐𝑚2 ) = 0,20482 𝑔𝑟/𝑚2 (2.9)
2048,2

Keterangan :

GPU = gram pick up(gram)


S = Perekat dilaburkan dalam pound/MSGL atau pound/MDGL
A = Luas permukaan yang akan direkatkan (cm2).
f. Tekanan Kempa
Untuk menghasilkan suatu balok kayu laminasi yang memenuhi
standar struktur, pada proses perancangan salah satu faktor yang perlu
diperhatikan adalah proses pengempaan. Proses pengempaan ini ditujukan
18

untuk menghasilkan garis perekat setipis mungkin, bahkan mendekati


ketebalan molekul bahan perekat, karena kekuatan meningkat seiring
berkurangnya tebal garis rekatan. Pengempaan yang terlalu rendah
menyebabkan cacat perekatan, seperti melepuh, perekat tebal, dan pecah
muka. Pengempaan terlampau tinggi juga menyebabkan cacat perekatan
seperti kurang perekat atau tembus akibat penetrasi berlebih (Anshari,
2006).
Salah satu faktor penting yang mempengaruhi kekuatan rekatan
balok laminasi adalah gaya pengempaan. Range pengempaan yang
direkomendasikan Selbo et al. Sebesar 100 – 200 psi atau 0,6 – 1,3 MPa
(Anshari, 2006).
Tipe pengempaan di dalam proses perekatan ada dua, yaitu tipe
pengempaan dingin (prepressing atau cold pressing) dan tipe pengempaan
panas (hot pressing). Penggunaan tipe pengempaan dingin sebagai tahap
akhir proses perekatan menyebabkan waktu yang dibutuhkan menjadi
lama, namun biaya yang dibutuhkan rendah, sedangkan pada tipe
pengempaan panas hanya dibutuhkan waktu yang pendek namun
dibutuhkan biaya yang tinggi untuk menaikkan suhunya. Hasil perekatan
yang baik dapat diperoleh jika digunakan waktu kempa sesuai dengan
waktu yang direkomendasikan. Kemungkinan terjadinya pecah pada venir
panel yang disebabkan oleh tegangan yang dapat diterima oleh jenis kayu
atau venir dan bahan direkat kayu terlampaui dibatasai dengan
menggunakan tekanan spesifik. Tekanan spesifik ini ditentukan
berdasarkan berat jenis kayu yang digunakan (Rahmanto, 2010).
Tipe rendah dengan berta jenis kering tanur 0,32 – 0,40 tekanan
kempa yang digunakan 100 – 150 psi, untuk berat jenis kering tanur 0,41
– 0,55 tekanan kempa yang digunakan 150 – 200 psi, sedangkan untuk
berat jenis kering tanur 0,56 – 0,72 tekanan kempa yang digunakan 200 –
300 psi. (Rahmanto, 2010).
19

g. Kelebihan Laminasi Bambu


Beberapa kelebihan yang dimiliki struktur glulam antara lain
adalah ukuran dapat dibuat lebih tinggi, bentang yang lebih panjang,
bentuk penampang dapat dibuat melengkung dan konfigurasi bentuk
lonjong dapat dipabrikasi dengan mudah, dapat dikurangi perubahan
bentuk dan reduksi kekuatan oleh cacat kayu dapat dibuat lebih acak.
Selain itu material yang dipakai dalam balok dapat dipilih dalam
persediaan bahan laminasi yang berkualitas baik dan sifat/karakteristik
alami yang membatasi kapasitas balok murni (solid wood) dapat diabaikan
dalam balok glulam (Oka G. , 2008).
4. Keruntuhan Balok
Keruntuhan pada balok dapat terjadi tiga ragam keruntuhan atau
kombinasi (Suarnita, 2013).
a. Keruntuhan Lentur
Keruntuhan lentur, retak terutama terjadi pada sepertiga tengah
bentang, dan tegak lurus terhadap arah tegangan utama. Retak-retak ini
diakibatkan oleh tegangan lentur yang sangat dominan (besarnya hampir
mendekati tegangan utama horizontal) dan apabila bebannya ditambah
terus, retak-retak ini akan bertambah, dan retak awal yang sudah terjadi
akan semakin lebar dan semakin panjang menuju sumbu netral
penampang.
b. Keruntuhan Tarik Diagonal
Keruntuhan tarik diagonal dapat terjadi apabila kekuatan balok
dalam diagonal tarik lebih kecil daripada kekuatan lenturnya. Retak-retak
mulai terjadi di tengah bentang, berarah vertikal, yang berupa retakan
halus, dan diakibatkan oleh lentur.
c. Keruntuhan Geser
Keruntuhan geser dimulai dengan timbulnya retak-lentur-halus-
vertikal di tengah bentang tetapi retak ini tidak terus menjalar. Setelah itu
diikuti dengan retakan miring yang lebih curam dari retak diagonal tarik,
secara tiba-tiba dan menjalar terus menuju sumbu netral.
20

5. Panjang Kritis Balok Laminasi


Keruntuhan lentur balok murni akan terjadi pada bagian balok yang
mengalami momen lentur yang konstan, yaitu pada daerah (L-2a) dimana gaya
geser yang terjadi adalah nol. Tegangan yang terjadi haruslah kurang dari
tegangan lentur ijin yang telah dikalikan dengan faktor koreksi tertentu sesuai
persamaan 2.13 dan 2.14 (Sarikusuma, 2010).
fb < F’b (2.13)
F’b = Fb.C (2.14)
Dengan:
fb = tegangan lentur aktual
F’b = tegangan lentur izin yang telah terkoreksi
Fb = tegangan lentur izin
C = faktor-faktormodifikasi
Kondisi pembebanan balok uji laminasi dapat dilihat pada Gambar 2.1
dimana pembebanan pada 2 titik dengan bentang 1/3 L.

P P
A
B

1/3 L 1/3 L 1/3 : L


LL

Mmaks
R R

Gambar 2. 8 Pembebanan balok 2 titik


Berdasarkan kondisi pembebanan pada Gambar 2.1 diperoleh
persamaan 2.15 dan 2.16:
RA = VA = P dan RB = VB = P (2.15)
Mmaks = 1/3 P.L (2.16)
21

σc

y
h

εt

(a) (b) (c)


Gambar 2. 9 (a) Penampang balok, (b) Diagram tegangan regangan,
(c) Distribusi keruntuhan geser
Hubungan tegangan-regangan seperti pada gambar 2.2 terhadap
perilaku balok yang dibebani beban dengan arah tranversal sumbu longitudinal
diperoleh persamaan 2.17:
𝑀.𝑦
𝜎= (2.17)
𝐼

Dengan :
σ = tegangan normal akibat lentur (MPa)
M = momen lentur (Nmm)
I = inersia penampang (mm4)
y = jarak antara titik yang ditinjau dengan garis netral penampang (mm)
persamaan 2.18 dapat dikembangkan untuk menentukan nilai beban
maksimum:
𝜎.𝐼
𝑀= (2.18)
𝑦
1 𝜎.𝐼
𝑃. 3 𝐿 = (2.19)
𝑦
𝐿 𝜎.𝐼
= (2.20)
3 𝑃.𝑦
3𝜎.𝐼
𝑃= (2.21)
𝐿.𝑦

Keruntuhan geser yang terjadi pada balok laminasi dihitung dengan persamaan
2.22:
𝑉𝑄
𝜏= (2.22)
𝐼𝑏

Dengan
22

τ = tegangan normal akibat geser (MPa)


V = gaya geser (N)
b = lebar balok (mm)
I = momen inersia (mm4)
= 1/12 bh3 untuk penampang segi empat
Q = momen pertama (statis momen) penampang
1 1 1 1 1 1
= 𝑏. (2 ℎ) . (2 𝑦) = 𝑏. (2 ℎ) . (2) . (2 ℎ) = 8 𝑏ℎ2

Penentuan besarnya gaya geser dan momen lentur dapat dihitung


dengan prinsip keseimbanga statis. Perhitungan kesetimbangan statis balok
tertumpu sederhana untuk kondisi pembebanan seperti pada gambar 2.2
diperoleh persamaan 2.23 dan 2.24:
𝑣.𝑄 𝑃.𝑄
𝜏= = (2.23)
𝐼.𝑏 𝐼.𝑏
𝜏.𝐼.𝑏
𝑃= (2.24)
𝑄

Dari persamaan 2.21 dan 2.24 diperoleh panjang kritis balok glulam
saat terjadi geser dan lentur secara bersamaan. Proses perhitungannya dapat
dilihat pada persamaan 2.25 sampai 2.29:
3.𝜎.𝐼 𝜏.𝐼.𝑏
= (2.25)
𝐿.𝑦 𝑄
3.𝜎.𝐼 𝜏.𝐼.𝑏
=1 (2.26)
𝐿.𝑦 .𝑏.ℎ
8

3.𝜎 8.𝜏
1 = (2.27)
𝐿. .ℎ ℎ
2

6.𝜎 8.𝜏
= (2.28)
𝐿 ℎ
6.𝜎.ℎ
𝐿𝑐𝑟 = (2.29)
8.𝑡

6. Kuat Lentur Balok Laminasi


Balok merupakan suatu batang yang dominan dikenai beban lateral.
Akibat beban tersebut maka balok akan mengalami tegangan yang terdistribusi
secara linier pada penampang balok tersebut. Balok yang mengalami lentur
akibat momen pada Gambar 2.3, maka penampangnya akan berputar satu
23

terhadap yang lainnya sehingga serat bagian atas memendek sedangkan bagian
bawah memanjang.
P P

Ɛ-
?-

?+
Ɛ+

Gambar 2. 10 Perilaku Lentur Balok

a. Modulus of Elasticity (MOE)


Penentuan kekakuan balok laminasi dengan menggunakan nilai
MOE yang terjadi pada balok. Nilai modulus elastisitas adalah ukuran
ketahanan balok terhadap perpanjangan bila mengalami tarik atau tekan
selama proses pembebanan berlangsung dengan kecepatan pembebanan
yang konstan. Perhitungan untuk modulus elastisitas bambu untuk
pengujian di LAB Struktur Teknik Sipil UNS seperti terlihat pada Gambar
2.4, ditentukan dengan pengujian lentur yang cara perhitungannya
menggunakan Persamaan 2.31 sampai 2.34 (Sarikusuma, 2010).

P P
øA

1L 1L 1
3 3 3L

BMD PL
3EI

A B
C
RA RB

Gambar 2. 11 Diagram Momen dan Lendutan


24

𝑃𝐿 𝐿 1 𝐿 1 𝑃𝐿
RA = φA = 3𝐸𝐼 . 3 . 2 + . 2 3𝐸𝐼 (2.31)
3
𝑃𝐿² 𝑃𝐿² 𝑃𝐿²
= 18𝐸𝐼 + 18𝐸𝐼 = 9𝐸𝐼
𝑃𝐿³ 1 𝐿 1 𝐿 𝑃𝐿2 1 1 𝐿
δmaks = RA . 𝑥 (2 𝑥 3 + 3 𝑥 3) − 18𝐸𝐼 𝑥 2 (2 𝑥 3) (2.32)
18𝐸𝐼
𝑃𝐿² 5𝑃𝐿³ 𝑃𝐿³ 23𝑃𝐿³
δ = 18𝐸𝐼 − 324𝐸𝐼 − = (2.33)
216 648𝐸𝐼
23.𝑃𝐿³
MOE = (2.34)
648.δ

Dengan:
MOE = modulus elastisitas balok (MPa),
P = beban proporsional (N),
L = panjang balok (mm),
b = lebar balok (mm), dan
δ = lendutan proporsional yang terjadi (mm) dari balok
laminasi
b. Modulus of Rupture (MOR)
Kekuatan lentur balok sangat dipengaruhi oleh interaksi tegangan
tekan dan tegangan tarik pada arah sejajar serat. Tegangan balok kayu
hanya akan memperlihatkan perilaku elastis pada kondisi beban rendah,
pada tegangan lentur selanjutnya diagram tegangan-regangan lentur tidak
lagi berperilaku elastis. Tegangan lentur maksimum yang terjadi juga
disebut dengan modulus of rapture (MOR) yang dipengaruhi kapasitas
tekan dan tarik, namun bukan menggambarkan tegangan ekstrim gabungan
(Oka G. , 2008).
Nilai modulus of rapture bila jarak titik pembebanan 1/3 jarak dari
tumpuan dengan menggunakan persamaan 2.16:
𝑃𝐿𝑦
𝜎= (2.27)
3𝐼

σ = tegangan normal akibat lentur (MPa)


P = beban maksimum (N)
L = panjang bersih antar tumpuan (mm)
y = jarak garis netral dengan sisi balok (mm)
I = momen inersia (mm4)
25

= 1/12 bh3 untuk penampang segi empat


Salah satu penelitian pernah dilakukan oleh Rina Sarikusuma
dengan judul “Model Susunan Bilah Bambu Vertikal Antara Sisi Bilah
yang Sama Terhadap Keruntuhan Lentur” dari penelitian tersebut didapat
hasil MOR dan MOE rata-rata untuk benda uji bambu petung dari Sleman
dengan kulit di atas sebesar 184,17 MPa, 16814,54 MPa, sedangkan untuk
kulit dibawah sebesar 143,24 MPa, 22263,37 MPa. Pada pengujian balok
bambu laminasi dari Sleman didapatkan nilai MOR dan MOE rata-rata
sebesar 102,95 MPa, 16309,04 MPa.
Sesuai SNI-05 2002 dari hasil kuat MOR dan MOE rata-rata benda
uji bambu petung dari Sleman dengan kulit di atas masuk kelas kuat E26
dan E16, sedangkan untuk kulit dibawah masuk kelas kuat E26 dan E22,
dan untuk balok tipe D termasuk dalam klasifikasi kelas kuat E26 dan E17,
sedangkan sesuai PKKI NI-5 1961 dari hasil kuat MOR dan MOE rata-
rata benda uji bambu petung dari Sleman dengan kulit di atas masuk kelas
kuat I dan I, sedangkan untuk kulit dibawah masuk kelas kuat I dan I, dan
untuk balok tipe D termasuk kelas kuat II dan I.

7. Klasifikasi Kekuatan Kayu


Dalam hal ini untuk mengetahui layak atau tidaknya balok laminasi
bambu sebagai alternatif pengganti kayu, dari hasil Uji Bahan dan kekuatan
balok laminasi akan diklasifikasikan ke dalam jenis kelas kuat kayu. Sebagai
acuan dapat dilihat dalam Tabel 2.1.
26

Tabel 2. 1 Mutu kuat kayu secara mekanis pada kadar air 15%

Kode Modulus Kuat Kuat Kuat Kuat Kuat


mutu elastisitas Lentur Fb Tarik Tekan Geser Fv Tekan
Lentur Ew Sejajar Sejajar Tegak
Serat Ft Serat Fc Lurus
Serat Fc┴
E26 25000 66 60 46 6.6 24
E25 24000 62 58 45 6.5 23
E24 23000 59 56 45 6.4 22
E23 22000 56 53 43 6.2 21
E22 21000 54 50 41 6.1 20
E21 20000 50 47 40 5.9 19
E20 19000 47 44 39 5.8 18
E19 18000 44 42 37 5.6 17
E18 17000 42 39 35 5.4 16
E17 16000 38 36 34 5.4 15
E16 15000 35 33 33 5.2 14
E15 14000 32 31 31 5.1 13
E14 13000 30 28 30 4.9 12
E13 12000 27 25 28 4.8 11
E12 11000 23 22 27 4.6 11
E11 10000 20 19 25 4.5 10
E10 9000 18 17 24 4.3 9
Sumber : SNI Kayu (Standar Nasional Indonesia Kayu)
27

Tabel 2. 2 Hubungan berat jenis kayu dengan kekuatan kayu.

Kelas Kuat Berat Jenis Kering Kekuatan Lentur Kekuatan Tekan


Udara Mutlak (Kg/cm2) Mutlak (Kg/cm2)
I > 0,9 > 1100 > 650
II 0,9 – 0,6 1100 – 725 650 – 425
III 0,6 – 0,4 725 – 500 425 – 300
IV 0,4 – 0,3 500 – 350 300 -215
V < 0,3 < 350 < 215
Sumber : PKKI NI 1961
Dimana kayu jati termasuk kedalam kayu kelas awet II dengan berat
jenis 0,62 - 0,75. Selengkapnya, pengklasifikasian macam-macam kayu yang
ada di Indonesia berdasarkan kelas kuat dan kelas awet dapat dilihat dalam
Tabel 2.3.

Tabel 2. 3 Kelas Kuat dan Kelas Awet Kayu.

No Nama dalam Kelas BD Kering Udara (gr/cm3) Kelas


Perdagangan Kuat Minimum Maksimum Rata - Awet
Rata
1 Duren II-III 0,42 0,91 0,64 IV-V
2 Cemara I-II 0,79 1,16 1,02 II-III
3 Kranji I-II 0,84 1,04 0,93 I
4 Bangkirai I-II 0,6 1,16 0,91 I-II
5 Keruing (I)-II 0,51 1,01 0,79 III
6 Meranti Putih II-IV 0,29 0,96 0,54 II-III
7 Meranti Merah II-III 0,29 1,09 0,55 II-III
8 Ulin, Borneo I 0,88 1,19 1,04 I
atau Pelembang
Kayu Besi
9 Mahoni II-III 0,56 0,72 0,64 III
10 Jati II 0,59 0,82 0,7 I-(II)
Sumber : PKKI NI 1961
28

Kayu untuk keperluan bangunan umumnya dari kelas kuat I, II dan III
dengan rasio kekuatan terhadap berat yang cukup tinggi, serta mempunyai
kelas awet I atau II. Bila dari kelas awet III atau di bawahnya, maka kayu
tersebut harus diawetkan terlebih dahulu (Abdurachman & Hadjib, 2006).

8. Mata Kuliah Struktur Bambu


Mata Kuliah Struktur Bambu adalah mata kuliah wajib. Mata kuliah ini
banyak dipelajari di bidang ilmu konstruksi bangunan seperti Pendidikan
Teknik Bangunan, Teknik Sipil, dan lain-lain.
Struktur Bambu merupakan mata kuliah yang memiliki tujuan belajar
agar mahasiswa mampu: (1) memahami sifat-sifat bambu sebagai bahan
bangunan, (2) menentukan tegangan karakteristik bambu, (3) menghitung
kekuatan elemen struktur bambu, (4) merencanakan sambungan bambu, (5)
merencanakan konstruksi bambu yang kompleks, (6) mewujudkan gambar
hasil perhitungan perencanaan konstruksi bambu.
Penelitian ini dilaksanakan untuk menjadi suplemen bahan ajar mata
kuliah Struktur Bambu. Khususnya pada topik yang membahas tentang
laminasi bambu dan uji kuat gesernya.

B. Kerangka Berpikir
Pemanfaatan bambu sebagai bahan konstruksi saat ini masih sangat minim.
Padahal jika kita mengetahui potensi bambu, itu dapat menggantikan kayu.
Pemanfaatan bambu dengan metode laminasi, yaitu menyatukan beberapa bilah
bambu dengan dimensi tertentu dengan lem sebagai perekat. Proses perekatan bilah
menjadi balok bambu laminasi dengan menggunakan tekanan atau kempa. Metode
laminasi digunakan untuk memaksimalkan kekuatan bambu memenuhi standar
struktur sebagai pengganti kayu.
Dalam penelitian ini menggunakan 3 dimensi bilah bambu yang berbeda.
Masing-masing variasi disusun secara horizontal menjadi balok bambu laminasi.
Variasi dimensi bilah bambu pada konstruksi balok bambu laminasi dimaksudkan
untuk mengetahui nilai keruntuhan geser untuk balok sederhana bentang tunggal.
29

Nilai keruntuhan geser untuk balok sederhana bentang tunggal tersebut yang
kemudian akan meberikan kesimpulan.
Berdasarkan uraian di atas berikut bagan kerangka berpikir dalam penelitian
ini:

Kebutuhan kayu sebagai bahan konstruksi meningkat

Inovasi Penggunaan

Penelitian sebelumnya bambu Ketersediaan kayu


memiliki sifat fisis dan mekanis terbatas
seperti kayu.

Laminasi Bambu dengan merekatkan


bilah bambu menjadi satu kesatuan

Belum diketahui pengaruh variasi dimensi


bilah laminasi bambu yaitu 1 cm, 1,5 cm,
dan 2 cm dengan susunan laminasi
horizontal terhadap keruntuhan geser

Balok bambu laminasi

Uji lentur

Suplemen bahan ajar mata kuliah konstruksi bambu

Gambar 2. 12 Kerangka Berpikir Penelitian


30

C. Hipotesis
1. Sifat-sifat fisika dan mekanika bambu petung, yaitu kadar air, kerapatan, kuat
tekan sejajar serat, kuat tekan tegak lurus serat, kuat tarik sejajar serat, kuat
geser sejajar serat dan kuat lentur hampir sama dengan sifat-sifat yang ada pada
kayu.
2. Terdapat pengaruh dimensi bilah bambu yang disusun secara horizontal
terhadap nilai keruntuhan geser (τ).
3. Terdapat pengaruh dimensi bilah bambu yang disusun secara horizontal
terhadap nilai Modulus of Rupture (MOR).
4. Terdapat pengaruh dimensi bilah bambu yang disusun secara horizontal
terhadap nilai Modulus of Elasticity (MOE).
5. Nilai keruntuhan geser (τ), Modulus of Rupture (MOR) dan Modulus of
Elasticity (MOE) yang dihasilkan dari salah satu variasi dimensi balok bambu
laminasi setara dengan kuat kelas kayu.
BAB III METODE PENELITIAN
METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat Penelitian
Lokasi tempat pelaksanaan penelitian yaitu:
a. Pengambilan bahan utama balok laminasi yang berupa bambu petung
diperoleh dari Kabupaten Purworejo.
b. Pembuatan benda uji dilaksanakan kerjasama dengan pengrajin bambu
“Rosse Bambu” Seyegan Sleman.
c. Pengujian lentur balok bambu laminasi dilaksanakan di Laboratorium
Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dan penyusunan skripsi ini dilaksanakan mulai bulan
mulai bulan Oktober 2017. Penelitian diawali dengan persiapan penelitian yang
terdiri dari pengajuan judul, pembuatan proposal, seminar proposal dan revisi
proposal. Pengajuan judul dan pembuatan proposal dilakukan pada bulan
Desember 2017. Selanjutnya seminar dan revisi proposal dilakukan pada bulan
Juni 2018. Revisi proposal dilakukan bersamaan dengan perijinan penelitian.
Pelaksanaan penelitian seperti persiapan bahan dan persiapan alat
dilakukan pada bulan Agustus hingga bulan November. Analisis data dan
penyusunan laporan atau skripsi dilakukan pada bulan November hingga
Januari 2019.

B. Desain Penelitian
Penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif eksperimen yaitu
memberikan suatu gambaran mengenai perbandingan nilai kekuatan geser balok
bambu laminasi terhadap 3 variasi lebar bilah bambu yang berbeda. Gambaran ini
dibuat dengan mengadakan eksperimen terhadap sejumlah benda uji untuk
mengetahui dan mendapatkan jawaban dari maksud dan tujuan penelitian.

31
32

Benda uji yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dengan melakukan 3
variasi lebar bilah bambu sebagai bahan utama balok bambu laminasi. Setelah itu
dilakukan pengujian lentur sambungan benda uji untuk balok bambu laminasi.
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditentukan variabel yang digunakan dalam
penelitian ini. Variasi lebar bilah bambu dan susunan bilah horizontal merupakan
variabel bebasnya sedangkan keruntuhan geser, MOR dan MOE balok bambu
laminasi sebagai variabel terikatnya. Hubungan antara variabel bebas dan variabel
terikat dapat dilihat sebagai berikut:

X Y1

X Y2

X Y3

Gambar 3. 1 Paradigma Penelitian


Keterangan:

X : Variabel bebas (variasi dimensi bilah bambu yaitu 1 cm, 1,5 cm dan 2cm)

Y1 : Variabel terikat (keruntuhan geser)

Y2 : Variabel terikat (MOR)

Y3 : Variabel terikat (MOE)

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah sampel benda uji potongan bilah
bambu dengan 3 variasi lebar yang disatukan dengan perekat berupa Lem
Presto DN. Sedangkan pengawet yang digunakan berupa larutan boron.

2. Sampel Penelitian
Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada
tabel berikut:
33

Tabel 3. 1 Rincian Sampel Benda Uji

Ukuran
Lebar Panjang
Kode Penampang Pengujian Jumlah
No. Bilah Balok
Balok Balok Kuat Lentur Sampel
Bambu Bambu
Bambu
BLGH A 60x120 mm 1050 mm 1
1. 10 mm BLGH B 60x120 mm 1050 mm 1 3
BLGH C 60x120 mm 1050 mm 1
BLGH A 60x120 mm 1050 mm 1
2. 15 mm BLGH B 60x120 mm 1050 mm 1 3
BLGH C 60x120 mm 1050 mm 1
BLGH A 60x120 mm 1050 mm 1
3. 20 mm BLGH B 60x120 mm 1050 mm 1 3
BLGH C 60x120 mm 1050 mm 1
Total Sampel 9

D. Teknik Pengambilan Sampel


Semua anggota populasi yang berjumlah 9 buah benda uji dijadikan sampel
yang terdiri dari:
1. Benda uji dengan dimensi bilah bambu 1 cm dengan lebar 6 cm, tinggi 12 cm
dan panjang 105 cm yang berjumlah 3 buah untuk pengujian kuat geser balok
bambu laminasi sederhana.
2. Benda uji dengan dimensi bilah bambu 1,5 cm dengan lebar 6 cm, tinggi 12 cm
dan panjang 105 cm yang berjumlah 3 buah untuk pengujian kuat geser balok
bambu laminasi sederhana.
3. Benda uji dengan dimensi bilah bambu 2 cm dengan lebar 6 cm, tinggi 12 cm
dan panjang 105 cm yang berjumlah 3 buah untuk pengujian kuat geser balok
bambu laminasi sederhana.

E. Teknik Pegumpulan Data


1. Data dan Sumber Data
Dalam penelitian ini, data dibagi menjadi 2 kelompok yaitu:
a. Data primer diperoleh dari hasil pengujian laboratorium diantaranya
adalah:
1) Pengujian sifat mekanika bambu petung.
34

2) Pengujian kuat lentur balok bambu laminasi.


b. Data sekunder diperoleh dari pustaka berupa buku-buku maupun literatur
yang relevan guna menunjang penelitian ini.

2. Teknik Mendapat Data


Data yang diperoleh dari hasil pengujian dicatat dan dianalisis sebagai
proses pengolahan data dan pengujian hipotesis untuk memperoleh kesimpulan
dari penelitian.
a. Hasil Uji Kuat Lentur Balok bambu Laminasi
Pengujian dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh
variasi lebar bilah bambu sebagai bahan utama balok bambu laminasi
terhadap keruntuhan geser, MOR dan MOE.
1) Tujuan
Untuk mengetahui nilai Keruntuhan geser, MOR dan MOE balok
bambu laminasi.
2) Alat dan bahan
a) Dua tumpuan pelat dan rol yang terbuat dari baja.
b) Bantalan penekan untuk pemberian beban yanng terbuat dari baja.
c) Mesin kempa untuk memberi beban.
d) Tranduser untuk menampilkan bacaan gaya secara digital.
e) Load cell sebagai penghubung antara mesin kempa dengan
tranduser.
f) Stabilizer untuk menstabilkan aliran listrik.
g) Pelat baja sebagai bantalan load cell.
h) Dial gauge untuk mengukur besarnya lendutan.
i) Kapur warna untuk menandai retakan.
3) Langkah pengerjaan
Standar uji yang digunakan yaitu ASTM D-198. Metode
pengujian kuat lentur di laboraturium.
a) Menyiapkan benda uji dengan ketentuan panjang x lebar x tinggi
berturut-turut adalah 105 cm x 6 cm x 12 cm.
35

b) Memberi nomor kode untuk setiap jenis sampel dalam setiap


pengujian, sebelum dipasang pada alat uji, ukur lebar dan tinggi
benda uji kemudian catat pada lembar data.
c) Atur jarak tumpuan pada bentang 90 cm.
d) Letakan pembagi beban di atas benda uji.
e) Letakan load cell di atas pembagi beban.
f) Letakan pelat baja di atas load cell.
g) Letakan bantalan penekan di atas load cell.
h) Pasang stabilizer pada stop kontak.
i) Pasang kabel tranduser pada load cell.
j) Pasang dial gauge dan posisikan dibawah benda uji.
k) Jalankan mesin uji dan catat beban serta lendutan yang terjadi.
l) Tentukan keretakan yang terjadi pada benda uji.
m) Hitung keruntuhan geser, Modulus of Rapture (MOR) dan
Modulus of Elasticity (MOE).
Berikut adalah model sketsa balok laminasi susunan bilah
horizontal yang digunakan untuk mengetahui nilai keruntuhan geser, MOR
dan MOE:
1) Ukuran benda uji adalah 6 x 12 x 105 cm;

Gambar 3. 2 Balok laminasi bambu petung susunan bilah horizontal

Gambar 3. 3 Sketsa Balok Laminasi Susunan Bilah Horizontal


36

2) Ketelitian ukuran benda uji pada tengah bentang ± 0,25 mm;


3) Kadar air kayu maksimum 20%
Ketentuan lainnya diatur dalam SNI 03-3959-1995 yaitu mesin uji
digunakan untuk pengujian kuat lentur harus memenuhi ketentuan yang
berlaku. Kuat lentur dari benda uji dihitung dengan rumus:
𝑉𝑄
𝜏= (3.1)
𝐼𝑏
𝑃𝐿𝑦
𝜎= (3.2)
3𝐼
23𝑃𝐿3
𝑀𝑂𝐸 = (3.3)
648 𝐼 𝛿

Keterangan:
τ = tegangan normal akibat geser (MPa)
b = lebar balok (mm)
V = gaya geser (N)
σ = tegangan normal akibat lentur (MPa)
P = beban maksimum (N)
L = panjang bersih antar tumpuan (mm)
y = jarak garis netral dengan sisi balok (mm)
δ = lendutan (mm)
I = momen inersia (mm4)
= 1/12 bh3 untuk penampang segi empat
Q = momen pertama (statis momen) penampang
1 1 1 1 1 1
= 𝑏. (2 ℎ) . (2 𝑦) = 𝑏. (2 ℎ) . (2) . (2 ℎ) = 8 𝑏ℎ2

F. Teknik Analisis Data


Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah kuantitatif dengan
menggunakan statistik. Statistik digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya
pengaruh antar variasi dimensi bilah bambu terhadap keruntuhan geser, MOR, dan
MOE. Untuk melakukan hal tersebut sebelumnya dilakukan pengujian prasyarat
berupa uji normalitas, uji linieritas dan uji regresi.
37

1. Uji Prasyarat Analisis


a. Uji Normalitas
Uji normalitas data bertujuan untuk mengetahui apakah data-data
pada variabel penelitian yang berasal dari populasi berdistribusi normal
atau tidak. Untuk mengetahui normal tidaknya dapat dilihat dengan uji
statistik Shapiro-Wilk pada program SPSS 16.0, yaitu melalui menu
Descriptive Statistics kemudian Explore.
Pengambilan keputusan untuk uji normalitas yaitu jika signifikansi
(Sig.) > 0,05 maka data berdistribusi normal dan jika signifikansi (Sig.) <
0,05 maka data tidak berdistribusi normal.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas data bertujuan untuk mengetahui apakah
kelompok sampel penelitian ini mempunyai variasi yang sama. Untuk
mengetahui seragam atau tidaknya data-data tersebut, maka uji
homogenitas dalam penelitian ini menggunakan analisis SPSS 16.0, yaitu
dengan cara analyze > compare means > One Way Anova dengan kriteria:
H0 = variabel x dan variabel y memiliki variasi yang sama (homogen)
Ha = variabel x dan variabel y tidak memiliki variasi yang sama (tidak
homogen)
Pengambilan keputusan untuk uji homogenitas yaitu:
Jika signifikansi (Sig.) > 0,05; maka H0 diterima.
Jika signifikansi (Sig.) < 0,05; maka H0 ditolak.
c. Uji Linearitas
Uji linieritas bertujuan untuk mengetahui linier tidaknya data pada
variabel terikatnya, sehingga didapatkan gambaran tentang ada tidaknya
keterikatan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Untuk
mengetahui linier tidaknya dapat dilihat pada Regression pada program
SPSS 16.0, yaitu melalui menu Curve Estimation dipilih Linear dan
Quadratic. Jika linear tidak terpenuhi maka dalam penelitian ini akan
digunakan bentuk nonlinear (Quadratic). Pengambilan keputusan untuk
uji linieritas yaitu jika signifikansi (Sig.) > 0,05 maka dikatakan hubungan
38

antara variabel X dengan Y adalah tidak linier dan jika signifikansi (Sig.)
< 0,05 maka dikatakan hubungan antara variabel X dengan Y adalah linear,
dengan melihat nilai signifikansi pada Model Summary and Parameter
Estimates.
2. Analisis Regresi Linier Sederhana
Analisis regresi dalam program SPSS 16.0 adalah dengan
menggunakan (Regression). Analisis data yang digunakan mengetahui ada atau
tidaknya pengaruh variasi lebar bilah bambu petung pada keruntuhan geser,
MOE dan MOR yaitu dengan analisis regresi. Analisis ini merupakan
gambaran dari variabel bebas dalam penelitian yang dilakukan dengan variabel
terikat, dimana variabel terikat dipengaruhi oleh variabel bebas yang ada.
Dalam penelitian ini, variabel bebasnya adalah variasi lebar bilah bambu,
sedangkan variabel terikat nya adalah keruntuhan geser, MOE, dan MOR.
Persamaan regresi terdiri dari dua golongan yaitu regresi linier sederhana dan
regresi linier ganda (Sugiono, 2010: 261).
Regresi linier sederhana
Y = a + bx
Regresi linier untuk dua prediktor
Y = a + b1x1 +b2x2
Regresi untuk tiga prediktor
Y = a + b1x1 + b2x2 + b3x3
Regresi untuk n prediktor
Y = a+b1x1 + b2x2 + . . . . + bnXn
Setelah semua data diteliti untuk masing-masing persamaan regresi
telah dilaksanakan, langkah berikutnya adalah menentukan korelasi variabel-
variabel yang ada. Namun apabila dari uji prasyarat tidak memenuhi
linieritasnya maka digunakan analisis regresi non-linier.
3. Pengujian Hipotesis
a. Hipotesis pertama
Hipotesis pertama dalam penelitian ini menyatakan bahwa sifat
fisika dan mekanika bambu petung, yaitu kadar air, kerapatan, kuat tarik
39

sejajar serat, kuat tekan sejajar dan tegak lurus serat, kuat lentur, kuat geser
dan modulus elastisitas hampir sama dengan kayu.
Untuk menjawab hipotesis tersebut dapat diketahui dengan metode
analisis deskriptif menggunakan data hasil pengujian sifat fisika dan
mekanika bambu petung.
b. Hipotesis kedua
Hipotesis kedua dalam penelitian ini menyatakan bahwa terdapat
pengaruh variasi lebar bilah bambu yang disusun secara horizontal
terhadap keruntuhan geser.
Untuk mengetahuinya, maka dianalisis menggunakan analisis
regresi linier sederhana dengan program aplikasi SPSS 16.0 dengan uji
regresion > linier. Pengambilan keputusan yaitu jika:
Signifikansi (sig.) < 0,05 maka Ho ditolak.
Signifikansi (sig.) > 0,05 maka Ha diterima.
Dengan hipotesis :
Ho = tidak ada pengaruh variasi lebar bilah terhadap keruntuhan geser
Ha = ada pengaruh lebar bilah bambu terhadap keruntuhan geser.
c. Hipotesis ketiga
Hipotesis ketiga dalam penelitian ini menyatakan bahwa terdapat
pengaruh variasi lebar bilah bambu yang disusun secara horizontal
terhadap MOR (Modulus of Rapture).
Untuk mengetahuinya, maka dianalisis menggunakan analisis
regresi linier sederhana dengan program aplikasi SPSS 16.0 dengan uji
regresion > linier. Pengambilan keputusan yaitu jika:
Signifikansi (sig.) < 0,05 maka Ho ditolak.
Signifikansi (sig.) > 0,05 maka Ha ditolak.
Dengan hipotesis :
Ho = tidak ada pengaruh lebar bilah bambu terhadap MOR.
Ha = ada pengaruh lebar bilah bambu terhadap MOR.
40

d. Hipotesis keempat
Hipotesis keempat dalam penelitian ini menyatakan bahwa
terdapat pengaruh variasi lebar bilah bambu yang disusun secara
horizontal terhadap MOE (Modulus of Elasticity).
Untuk mengetahuinya, maka dianalisis menggunakan analisis
regresi linier sederhana dengan program aplikasi SPSS 16.0 dengan uji
regresion > linier. Pengambilan keputusan yaitu jika:
Signifikansi (sig.) < 0,05 maka Ho ditolak.
Signifikansi (sig.) > 0,05 maka Ha ditolak.
Dengan hipotesis :
Ho = tidak ada pengaruh lebar bilah bambu terhadap MOR.
Ha = ada pengaruh lebar bilah bambu terhadap MOR.
e. Hipotesis kelima
Hipotesis kelima dalam penelitian ini menyatakan bahwa nilai
keruntuhan geser, MOR (Modulus of Rapture) dan MOE (Modulus of
Elasticity) yang dihasilkan dari salah satu variasi dimensi balok bambu
laminasi masuk di kelas kuat kayu.
Untuk menjawab hipotesis tersebut dapat diketahui dengan metode
analisis deskriptif menggunakan data hasil pengujian balok laminasi untuk
keruntuhan geser, MOR dan MOE.

G. Prosedur Penelitian
Dalam penelitian ini ada beberapa tahapan yang akan dilakukan, antara
lain:
1. Tahap Persiapan Bahan Baku dan Peralatan
a. Pemilihan Bahan
Bambu petung diperoleh dari kabupaten Purworejo. Bambu petung
yang digunakan dalam pembuatan papan laminasi masih dalam bentuk
utuh atau gelondongan yang baru ditebang dengan panjang 6 meteran
dengan diameter ± 10 –15.
41

Bahan-bahan yang digunakan untuk proses pengawetan adalah


borac-boric/boron, sedanglan bahan perekatannya adalah perekat Lem
Presto DN.
b. Persiapan Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini dibedakan menjadi
dua kelompok, yaitu peralatan pembuatan benda uji dan peralatan
pengujian sifat fisika dan mekanika bambu.
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan benda uji antara lain
parang, kampak, pethel, mesin planner, mesin gergaji tangan, mesin
pembilah, bak pengawetan , alat bantu cetak papan laminasi, alat kempa
hidrolis dan Load cell.
Peralatan yang digunakan dalam pengujian adalah moisture-meter
, kaliper, timbangan digital, Universal Testing Machine (UTM), Flexural
Testing Machine (FTM), Oven, LVDT, load cell dan load indicator dan
data logger.
c. Benda Uji
Benda uji dalam penelitian ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu
benda Uji Bahan dan benda uji balok laminasi.
Bentuk dan ukuran benda Uji Bahan bambu petung mengikuti
standar ISO. Jenis pengujian dan jumlah benda uji yang dibuat dapat
dilihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3. 2 Benda uji sifat fisika dan mekanika bambu Petung

No Jenis Pengujian Jml Standar Pengujian


1 Kerapatan dan kadar air 3 ISO 22157-1:2004
2 Tekan tegak lurus serat 3 ISO 3787-1975 (E)
3 Tekan sejajar serat 3 ISO 22157-1:2004
4 Tarik sejajar serat 3 ISO 3346-1975 (E)
5 Geser sejajar serat 3 ISO 22157-1:2004
6 Kuat lentur dan Modulus
3 ISO 3133-1975
Elastisitas

Benda uji balok laminasi dibuat dengan variasi dimensi bilah


bambu yaitu 10 mm, 15 mm, dan 20 mm tanpa kulit. Dimensi benda uji
42

balok laminasi yaitu lebar 60 mm, tinggi 120 mm dengan panjang 1050
mm. Jumlah dan dimensi benda uji balok laminasi selengkapnya dapat
dilihat pada Tabel 3.3.
Tabel 3. 3 Dimensi benda uji balok laminasi uji lentur keruntuhan geser

Kode Lebar Tinggi Panjang Jumlah


Balok (cm) (cm) (cm)
BLGH 1,0 cm 6 12 105 3
BLGH 1,5 cm 6 12 105 3
BLGH 2,0 cm 6 12 105 3

2. Tahap Pengolahan Bahan Baku


a. Pada tahap ini bahan baku berupa bambu petung dipotong-potong
sepanjang 300 cm menggunakan gergaji belah. Pada tahap selanjutnya
bambu yang sudah dibelah dengan ukuran lebar bilah ± 2,5 cm kemudian
dihilangkan kulitnya dengan ketam perata. Bambu kemudian
dikelompokan dan diikat, untuk satu ikatan bilah bambu berisi 50 bilah.
b. Bilah bambu yang sudah bersih dari kulit, kemudian dimasukan kedalam
cairan pengawet borac-borik/boron selama ± 3 – 5 hari agar pengawet
benar-benar meresap kedalam bilah bambu.
c. Bilah bambu yang sudah selesai direndam dalam cairan kemudian dijemur
dibawah terik matahari sampai kadar airnya ± 12%.

3. Tahap Pembuatan dan Pengujian Benda Uji Bahan


Pada tahap ini benda uji bahan dibuat dari bambu yang bebas dari cacat
yang dapat mengurangi kekuatannya. Bentuk dan ukuran benda uji sesuai
pedoman standar ISO. Benda uji bahan itu meliputi benda uji kadar air dan
kerapatan, benda uji tekan sejajar serat, benda uji tekan tegak lurus serat, benda
uji geser sejajar serat, benda uji kuat tarik sejajar serat, kuat lentur (MOR) dan
modulus Elastisitas (MOE).
Setelah diketahui hasil dari uji bahan bambu petung, hitung panjang
kritis balok bambu laminasi untuk mengetahui nilai terjadinya keruntuhan
geser dan lentur bersamaan. Untuk memastikan terjadinya keruntuhan lentur
43

pada sampel balok laminasi, maka panjang sampel harus lebih besar dari
panjang kritis.

4. Tahap Pembuatan Benda Uji Balok Laminasi


a. Pada tahap ini adalah pembuatan benda uji balok laminasi ini setelah
melewati tahap pembentukan bilah bambu dengan 3 variasi lebar 10 mm,
15 mm dan 20 mm, tahap selanjutnya adalah memilah dan memilih bilah
bambu dengan kondisi yang relatif lurus agar pengerjaan menjadi lebih
mudah dan hasilnya bagus.
b. Bilah yang sudah dipilih kemudian dicek kadar airnya dengan moisture
meter untuk memastikan bahwa bilah benar-benar dalam kondisi kadar air
± 12%.
c. Bilah yang kadar airnya sudah optimal kemudian disusun vertikal dan
diukur dengan jagka sorong untuk memastikan ketinggian balok laminasi.
Bilah yang sudah diukur kemudian dibersihkan dengan sikat untuk
menghilangkan kotoran yang dapat menghambat proses pengeleman.
Bilah yang sudah dibersihkan siap untuk dilem, untuk susunan bilahnya
adalah secara horizontal. Perekat yang digunakan adalah Lem Presto DN.
Bilah yang sudah dilem dimasukan kedalam klem cetakan dan
dikencangkan dengan sepasang kayu yang diklem dengan klem F untuk
memastikan bilah dalam kondisi lurus. Pengempaan dilakukan dengan
tekanan 1,5 MPa, setelah dikempa kemudian didiamkan selam ± 6 jam.
Kempaan bilah kemudian dilepaskan dan diplaner sesuai dengan lebar
bilah yang direncanakan.
d. Bilah yang sudah diplaner dan ketebalannya sudah sesuai siap untuk
dikempa lagi untuk dijadikan balok dengan dimensi 6x6 cm. Balok
kemudian dilepas dan didiamkan selama ± 6 jam. Proses planer dilakukan
pada tahap ini untuk memastikan bahwa permukaan balok rata. Setelah itu
kemudian balok dikempa lagi menjadi dimensi 6x12 cm. Balok kemudian
dilepas dan didiamkan selama ± 6 jam. Balok kemudian diplaner untuk
memastikan dimensi sekaligus untuk merapikan permukaan balok.
44

5. Tahap Pengujian Balok Laminasi


Pada tahap ini pengujian benda uji balok laminasi dilakukan di
Laboratorium Struktur, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret. Pengujian
ini menggunakan alat Flexural Testing Machine (FTM) yang dilengkapi
dengan perlengkapan tambahan seperti Dial Gauge, TrandUser, dan Load Cell
berdasarkan ASTM D-198.

6. Tahapan Analisa Data


Pada tahap ini merupakan analisis data, dimana analisis data dari hasil
pengujian kuat lentur balok bambu laminasi menggunakan analisa SPSS 16.0
dengan cara regresi linier sederhana.

7. Kesimpulan
Penarikan kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan berdasarkan
pada hasil analisis data yang telah dilakukan sebagai jawaban dari masalah
yang telah dirumuskan.
45

H. Alur Penelitian
Tahap pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada bagan sebagai berikut:

Persiapan Alat dan Bahan


Tahap I
Pemotongan bambu petung menjadi
bilah dengan variasi 1cm, 1,5cm, 2cm
Tahap II
Pembuatan benda Uji Bahan
dan pengujiannya
Tahap III
Pembuatan benda uji balok bambu laminasi
Pengeleman Pengempaan Penghalusan
dengan lem dengan tekanan dengan
presto DN 1,5 MPa mesin planer
Tahap IV
Pengujian lentur balok bambu laminasi
Tahap V
Pengumpulan data
Tahap VI
Analisis data
Tahap VII
Kesimpulan

Gambar 3. 4 Prosedur Penelitian


BAB IV
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Data
Sebelum dilakukan penelitian uji kuat lentur balok bambu laminasi,
sebelumnya dilakukan uji bahan untuk mengetahui sifat fisik dan mekanika
bambu yang meliputi kadar air, kerapatan, kuat tekan sejajar serat, kuat tekan
tegak lurus serat, kuat tarik sejajar serat, kuat geser sejajar serat, kuat lentur
dan modulus elastisitas. Setelah dilakukan uji bahan atau pengujian bahan,
langkah selanjutnya adalah membuat sampel balok bambu laminasi dan
melakukan uji kuat lentur untuk mendapatkan nilai keruntuhan geser, MOR
dan MOE balok tersebut.
a. Sifat Fisik dan Mekanika Bambu Petung
1) Kadar Air dan Kerapatan
Berdasarkan hasil uji bahan yang telah dilakukan diperoleh
nilai kadar air yang terkandung pada bambu petung. Suhu yang
digunakan untuk mengeringkan bambu hingga mencapai berat tetap
adalah 103±2°C ,selama kurang lebih 2 jam. Hasil-hasil pengujian ini
disajikan dalam tabel dan data di bawah ini, Perhitungan kadar air
bambu menggunakan rumus,
(𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ−𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑖 𝑜𝑣𝑒𝑛)
KA = x 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑎𝑠𝑎ℎ

Tabel 4. 1 Hasil Pengujian Kadar Air Bambu

Nama Berat Bambu Berat Bambu Kadar


Cawan sebelum di oven setelah di oven Air
(gram) (gram) %
I 5,4 4,4 22,72
II 5,5 4,6 19,56
III 4,6 3,9 17,94
Kadar Air Rata-Rata 20,02

46
47

Berdasar nilai pengujian kadar air yang diperoleh maka dapat


ditarik kesimpulan bahwa kadar air dalam sampel bambu adalah
20,02%.
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan persamaan
2.2, maka dapat diketahui besarnya nilai kerapatan dari benda uji
bambu petung yaitu pada sampel A sebesar 0,68 gr/cm³, sampel B
sebesar 0,71 gr/cm³ dan sampel C sebesar 0,72 gr/cm³. Dari pengujian
kerapatan maka diperoleh kesimpulan bahwa kerapatan dalam sampel
bambu petung adalah 0,71 gr/cm³. Menurut peraturan PKKI NI-5
1961 untuk nilai kuat acuan kerapatan masuk kedalam kelas kuat kayu
II.
2) Sifat Mekanika
Hasil uji mekanika untuk masing-masing sampel diperlihatkan
pada Tabel 4.2 dan Tabel 4.3 dan selengkapnya ditunjukkan pada
Lampiran 1 halaman 81 sampai halaman 89.

Tabel 4. 2 Hasil pengujian sifat mekanika bambu petung

Geser
Tekan Ʇ
Tekan // Serat Tarik // Serat //
Kode Serat
Serat
Benda Uji
(MPa
(MPa) (MPa) (MPa)
)
A 30,00 13,84 268,05 6,87
B 41,68 11,99 299,10 6,46
C 70,90 14,17 310,54 7,77
Rata-Rata 56,29 13,33 292,56 7,03

Tabel 4. 3 Hasil pengujian MOR dan MOE bambu petung

Kode MOE MOR


Benda Uji (MPa) (MPa)
A 7.273,79 127,98
B 6.452,55 116,34
C 7.137,53 122,47
Rata-Rata 6.954,62 122,26
48

Berdasarkan tabel 4.2 dan tabel 4.3 bahwa spesifikasi sifat


mekanik bambu petung sebagai berikut:
a) Tekan Sejajar Serat
Berdasarkan hasil pengujian bahan di atas, didapat bahwa
kuat tekan sejajar serat rata-rata yang diperoleh sebesar 56,29
MPa. Menurut peraturan SNI-2002 untuk nilai kuat acuan tekan
sejajar serat termasuk kedalam mutu E26. Sedangkan menurut
peraturan PKKI NI-5 1961 untuk nilai kuat acuan tekan sejajar
serat masuk kedalam kelas kuat kayu II.
b) Tekan Tegak Lurus Serat
Berdasarkan hasil pengujian bahan di atas, didapat bahwa
kuat tekan tegak lurus serat rata-rata yang diperoleh sebesar 13,33
MPa. Menurut peraturan SNI-2002 untuk nilai kuat acuan tekan
tegak lurus serat termasuk kedalam mutu E15.
c) Kuat Tarik Sejajar Serat
Berdasarkan hasil pengujian bahan di atas, didapat bahwa
kuat tarik sejajar serat rata-rata yang diperoleh sebesar 292,56
MPa. Menurut peraturan SNI-2002 untuk nilai kuat acuan tarik
sejajar serat masuk kedalam mutu E26.
d) Kuat Geser Sejajar Serat
Berdasarkan hasil pengujian kuat geser sejajar serat
dengan menggunakan mesin UMT, didapatkan bahwa bambu
petung menghasilkan nilai kuat geser rata-rata sebesar 7,03 MPa.
Menurut peraturan SNI-2002 untuk nilai kuat acuan geser sejajar
serat masuk kedalam mutu E26.
e) MOE
Berdasarkan hasil pengujian bahan di atas, didapat bahwa
modulus elastisitas rata-rata diperoleh sebesar 6.954,62 MPa.
Menurut peraturan SNI-2002 untuk nilai kuat acuan modulus
elastisitas termasuk kedalam mutu E7. Sedangkan menurut
49

peraturan PKKI NI-5 1961 untuk nilai kuat acuan modulus


elastisitas masuk kedalam kelas kuat kayu IV.
f) MOR
Berdasarkan hasil pengujian bahan di atas, didapat bahwa
kuat lentur rata-rata yang diperoleh sebesar 122,26 MPa. Menurut
peraturan SNI-2002 untuk nilai kuat acuan lentur masuk kedalam
mutu E26. Sedangkan menurut peraturan PKKI NI-5 1961 untuk
nilai kuat acuan lentur masuk kedalam kelas kuat kayu I.
b. Pembuatan Benda Uji Balok Bambu Laminasi
Bahan baku utama adalah bambu petung yang berasal dari daerah
Purworejo lalu diproses untuk menjadi bilah bambu di Bantul, Yogyakarta.
Penelitian ini menitikberatkan pada pengujian kuat lentur dan pengukuran
keruntuhan geser dan modulus elastisitas, juga berorientasi pada proses
pengerjaan pembuatan balok laminasi dari awal hingga finishing.
Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan parameter-parameter
pengerjaan laminasi bambu seperti lama waktu pengerjaan, biaya
pengerjaan hingga tingkat kesulitan dari pengerjaan satu satuan balok.
Proses pelaksanaan pembuatan benda uji balok laminasi adalah sebagai
berikut:
1) Proses perekatan bilah bambu laminasi

Gambar 4. 1Persiapan Pengerjaan Balok Laminasi


50

Bilah yang telah dipersiapkan yaitu sejumlah 7-14 bilah


bambu dihamparkan di atas alas. Debu yang menempel pada bilah
bambu dibersihkan dengan menggunakan sikat. Perekat diratakan
sepanjang bilah dengan menggunakan kuas, oleskan kuas sepanjang
mungkin dan lantas kembali. Kuas yang dioleskan hanya satu sisi
bilah saja.

Gambar 4. 2 Proses Pengeleman dan Pemasukan Lapisan Balok


ke dalam Cetakan
Pada penelitian ini bagian luar bambu direkatkan dengan
bagian dalam bambu demikian seterusnya, kemudian dimasukkan ke
dalam cetakan kempa bilah yang telah dipersiapkan sebelumnya. Tiap
satu cetakan kempa bilah dapat menampung 4 lapisan sekaligus.
Kemudian dikempa dengan tekanan 1,5 MPa.
Proses pengerjaan dengan menggunakan cetakan kempa bilah
ini diusahakan secepat mungkin, dikarenakan waktu ikat perekat yang
hanya dalam hitungan jam saja. Satu cetakan kempa biasanya
memakan waktu 1,5 jam dari proses awal hingga selesai dikempa bila
dikerjakan sedikit nya 4 orang. Cetakan kempa bilah dibiarkan selama
kurang lebih sehari semalam untuk dibuka keesokan harinya.
51

2) Pekerjaan Perataan Permukaan Lapisan Bilah

Gambar 4. 3 Proses Perataan Permukaan Lapisan Balok


Pekerjaan perataan permukaan lapisan bilah dilakukan
menggunakan mesin ketam (planer) tangan dan penggaris siku, proses
perataan dilakukan secara berulang pada kedua bidang permukaan
lapisan bilah hingga diperoleh ketebalan yang diinginkan, pada
penelitian ini lebar lapisan bilah yang dituju adalah 1 cm, 1,5 cm dan
2 cm. Karena pekerjaan dilakukan secara manual maka dibutuhkan
kehati-hatian dan konsentrasi.
3) Pekerjaan Perekatan dan Pengempaan Balok Laminasi Bilah
Bambu

Gambar 4. 4 Proses Pengempaan Balok Bambu Laminasi


52

Prosedur pekerjaan perekatan dan pengempaan balok laminasi


bilah sama dengan pekerjaan perekatan sebelumnya, lapisan bilah
yang sudah diserut atau diratakan dengan ketebalan yang sama di beri
perekat kemudian dimasukkan pada cetakan kempa agar membentuk
balok 6cm x 12cm, kemudian dikempa lagi dengan tekanan 1,5 MPa
di diamkan selama sehari semalam kemudian dilepas keesokan
harinya.
c. Hasil Pengujian Lentur Balok Laminasi Bambu
Pengujian yang telah dilakukan terhadap balok uji laminasi bambu
petung menghasilkan data hubungan beban dengan lendutan untuk
masing-masing balok uji yang ditampilkan dalam bentuk grafik, seperti
yang terlihat pada gambar 4.1 sampai 4.3.
1) Balok Laminasi Dengan Lebar Bilah 1 cm

Gambar 4. 5 Grafik Hubungan Interval Gaya dengan Lendutan


(BLGH 1 cm)
53

2) Balok Laminasi Dengan Lebar Bilah 1,5 cm

Gambar 4. 6 Grafik Hubungan Interval Gaya dengan Lendutan


(BLGH 1,5 cm)

3) Balok Laminasi Dengan Lebar Bilah 2 cm

Gambar 4. 7 Grafik Hubungan Interval Gaya dengan Lendutan


(BLGH 2 cm)

d. Kuat Lentur Balok Laminasi Bambu


1) Keruntuhan geser
Data hasil pengujian lentur balok bambu laminasi berupa nilai
beban maksimum dan lendutan. Dari data primer tersebut kemudian
di olah untuk mendapatkan nilai keruntuhan geser. Perhitungan nilai
54

keruntuhan geser menggunakan persamaan 2.22. Hasil perhitungan


keruntuhan geser dapat dilihat pada tabel 4.4 dan grafik pada gambar
4.4 (untuk hasil lebih rinci dapat dilihat pada lampiran 5 halaman
109).
Tabel 4. 4 Hasil Uji Keruntuhan geser Balok Bambu Laminasi

Ukuran Keruntuh
Variasi Kode Tegangan
Penampang an geser
Gaya
Rata-
Lebar Sampel pxlxt Geser
Rata
Bilah Balok cm KN MPa MPa
A 110 x 6,0 x 12,0 29,20 6,08
1,0 cm B 110 x 6,0 x 12,0 37,80 7,88 7,43
C 110 x 6,0 x 12,0 40,00 8,33
A 110 x 6,0 x 12,0 50,80 10,58
1,5 cm B 110 x 6,0 x 12,0 52,40 10,92 10,08
C 110 x 6,0 x 12,0 42,00 8,75
A 110 x 6,0 x 12,0 42,40 8,83
2 cm B 110 x 6,0 x 12,0 38,80 8,08 8,42
C 110 x 6,0 x 12,0 40,00 8,33

12.00
10.08
Keruntuhan geser (MPa)

10.00
8.42
7.43
8.00

6.00

4.00

2.00

0.00
10 15 20
Variasi Dimensi Bilah (mm)

Gambar 4. 8 Grafik Hubungan Variasi Lebar Bilah Susunan


Horizontal Terhadap Keruntuhan geser

2) Modulus of Rupture (MOR)


Data hasil pengujian balok bambu laminasi berupa nilai beban
dan lendutan. Dari data primer tersebut kemudian diolah untuk
mendapatkan nilai MOR. Nilai MOR dipengaruhi oleh besarnya
55

momen dan momen inersia pada balok laminasi. Perhitungan nilai


MOR menggunakan persamaan 2.34. Hasil perhitungan MOR dapat
dilihat pada tabel 4.5 dan grafik pada gambar 4.5 (untuk hasil lebih
rinci dapat dilihat pada lampiran 5 halaman 111).

Tabel 4. 5 Hasil Uji Modulus of Rupture Balok Bambu Laminasi


Ukuran Modulus
Variasi Kode Modulus
Penampang Gaya Rupture
Lebar Sampel pxlxt Rupture Rata-Rata
Bilah Balok cm KN MPa MPa
A 110 x 6,0 x 12,0 29,20 60,83
1,0 cm B 110 x 6,0 x 12,0 37,80 78,75 74,31
C 110 x 6,0 x 12,0 40,00 83,33
A 110 x 6,0 x 12,0 50,80 105,83
1,5 cm B 110 x 6,0 x 12,0 52,40 109,17 100,83
C 110 x 6,0 x 12,0 42,00 87,50
A 110 x 6,0 x 12,0 42,40 88,33
2 cm B 110 x 6,0 x 12,0 38,80 80,83 84,17
C 110 x 6,0 x 12,0 40,00 83,33

120.00
100.83
Modulus Rupture (MPa)

100.00 84.17
74.31
80.00

60.00

40.00

20.00

0.00
BLGH 1cm BLGH 1,5cm BLGH 2cm
Variasi Dimensi Bilah (mm)

Gambar 4. 9 Grafik Hubungan Variasi Lebar Bilah Susunan


Horizontal Terhadap Modulus of Rupture (MOR)

3) Modulus of Elasticity (MOE)


Data hasil pengujian balok bambu laminasi berupa nilai beban
dan lendutan. Dari data primer tersebut kemudian diolah untuk
mendapatkan nilai MOE. Nilai MOE dipengaruhi oleh lendutan,
besarnya beban, bentang, jarak tumpuan ke beban dan momen inersia
56

balok laminasi. Perhitungan nilai MOE menggunakan persamaan


2.34. Hasil perhitungan keruntuhan geser dapat dilihat pada tabel 4.6
dan grafik pada gambar 4.6 (untuk lebih rinci dapat dilihat pada
lampiran 5 halaman 113).

Tabel 4. 6 Hasil Uji Modulus of Elasticity Balok Bambu Laminasi

Ukuran Modulus
Variasi Kode Modulus
Penampang Gaya Elastisitas
Lebar Sampel pxlxt Elastisitas Rata-Rata
Bilah Balok cm KN MPa MPa
A 110 x 6,0 x 12,0 29,20 8649,65
1,0 cm B 110 x 6,0 x 12,0 37,80 10062,50 8614,20
C 110 x 6,0 x 12,0 40,00 7130,46
A 110 x 6,0 x 12,0 50,80 7349,54
1,5 cm B 110 x 6,0 x 12,0 52,40 7522,87 7760,08
C 110 x 6,0 x 12,0 42,00 8407,84
A 110 x 6,0 x 12,0 42,40 8824,13
2 cm B 110 x 6,0 x 12,0 38,80 11737,16 9980,67
C 110 x 6,0 x 12,0 40,00 9380,71

12000.00
9980.67
Modulus Elastisitas (MPa)

10000.00 8614.20
7760.08
8000.00

6000.00

4000.00

2000.00

0.00
10 15 20
Variasi Dimensi Bilah (mm)

Gambar 4. 10 Grafik Hubungan Variasi Lebar Bilah Susunan


Horizontal Terhadap Modulus of Elasticity (MOE)
57

2. Pengujian Persyaratan Analisis Regresi Sederhana


a. Uji Normalitas
Uji normalitas berfungsi untuk mengetahui apakah data yang
diteliti telah berdistribusi normal atau tidak. Pengujian ini dilakukan
dengan menggunakan program SPSS 16.0 pada menu Analyze kemudian
Descriptive Statistic kemudian Explore. Data yang berjumlah kurang dari
50 digunakan nilai signifikansi bagian Shapiro-Wilk. Apabila data yang
diuji berjumlah lebih dari 50 maka digunakan nilai signifikansi pada
bagian Kolmogorov-Smirnov.
Penentuan hipotesis pengujian dan untuk menerima dan menolak
keputusan menggunakan kriteria :
Ho = Data berdistribusi normal
Ha = Data berdistribusi tidak normal
Jika signifikan > 0,05, maka data berdistribusi normal, Ho diterima
Jika signifikan < 0,05, maka data tidak berdistribusi normal, Ho ditolak
1) Pengujian Normalitas Data Keruntuhan geser Balok Laminasi
Bambu
Hasil pengujian normalitas keruntuhan geser dengan metode
Shapiro-Wilk dapat dilihat pada tabel 4.7.
Tabel 4. 7 Hasil Uji Normalitas Tegangan Geser

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Keruntuhan
,226 9 ,200* ,920 9 ,391
geser

Berdasarkan hasil uji normalitas tercantum dalam Tabel 4.7


dapat dilihat bahwa data keruntuhan geser balok bambu laminasi
mempunyai nilai signifikansi pada Shapiro-Wilk sebesar 0,391 > 0,05.
Maka dapat disimpulkan bahwa data keruntuhan geser balok bambu
laminasi berdistribusi normal.
58

2) Pengujian Normalitas Data MOR Balok Laminasi Bambu


Hasil pengujian normalitas MOR dengan metode Shapiro-
Wilk dapat dilihat pada tabel 4.8.
Tabel 4. 8 Hasil Uji Normalitas MOR
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
*
MOR ,225 9 ,200 ,920 9 ,394

Berdasarkan hasil uji normalitas tercantum dalam Tabel 4.8


dapat dilihat bahwa data MOR balok laminasi bambu mempunyai
nilai signifikansi pada Shapiro-Wilk sebesar 0,394 > 0,05. Maka dapat
disimpulkan bahwa data MOR balok laminasi bambu berdistribusi
normal.
3) Pengujian Normalitas Data MOE Balok Laminasi Bambu
Hasil pengujian normalitas MOE dengan metode Shapiro-Wilk
dapat dilihat pada tabel 4.9.
Tabel 4. 9 Hasil Uji Normalitas MOE Balok Laminasi Bambu
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
*
MOE ,156 9 ,200 ,927 9 ,453

Berdasarkan hasil uji normalitas tercantum dalam Tabel 4.9


dapat dilihat bahwa data MOE balok laminasi bambu mempunyai nilai
signifikansi pada Shapiro-Wilk sebesar 0,453 > 0,05. Maka dapat
disimpulkan bahwa data MOE balok laminasi bambu berdistribusi
normal.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui keseragaman data.
Untuk pengambilan keputusan hasil uji homogenitas adalah sebagai
berikut:
Ho = variabel x dan variabel y memiliki variasi yang sama (homogen)
59

Ha = variabel x dan variabel y tidak memiliki variasi yang sama (tidak


homogen)
Pengambilan keputusan untuk uji homognitas yaitu:
Signifikan atau probabilitas > 0,05, maka H0 diterima
Signifikan atau probabilitas < 0,05, maka H0 ditolak
Berikut ini merupakan ringkasan hasil uji homogenitas data yang telah
dilakukan pada penelitian ini :
1) Keruntuhan geser
Tabel 4. 10 Hasil Uji Homogenitas Keruntuhan geser

Test of Homogeneity of Variances


Keruntuhan geser
Levene Statistic df1 df2 Sig.
2,786 2 6 ,139

Berdasarkan tabel 4.10 diperoleh nilai signifikansi pada uji


homogenitas adalah 0,139 > 0,05 maka Ho diterima. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa variabel X (variasi lebar bilah bambu petung) dan
variabel Y1 (Keruntuhan geser) memiliki variansi yang sama
(homogen).
2) Modulus of Rupture (MOR)
Tabel 4. 11 Hasil Uji Homogenitas Modulus of Elasticity (MOE)
Test of Homogeneity of Variances
Modulus of Rupture
(MOR)
Levene Statistic df1 df2 Sig.
2,776 2 6 ,140

Berdasarkan tabel 4.11 diperoleh nilai signifikansi pada uji


homogenitas adalah 0,140 > 0,05 maka Ho diterima. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa variabel X (variasi lebar bilah bambu petung) dan
variabel Y2 (Modulus of Rupture (MOR)) memiliki variasi yang sama
(homogen).
60

3) Modulus of Elasticity (MOE)


Tabel 4. 12 Hasil Uji Homogenitas Modulus of Elasticity (MOE)

Test of Homogeneity of Variances


Modulus of
Elasticity (MOE)
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1,260 2 6 ,349

Berdasarkan tabel 4.12 diperoleh nilai signifikansi pada uji


homogenitas adalah 0,349 > 0,05 maka Ho diterima. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa variabel X (variasi lebar bilah bambu petung) dan
variabel Y3 (Modulus Of Elasticity (MOE)) memiliki variansi yang
sama (homogen).
c. Uji Linieritas
Uji Linieritas dilakukan bertujuan untuk mengetahui dua variabel
mempunyai hubungan yang linier atau tidak secara signifikan selain itu uji
linier juga prasyarat untuk melakukan analisis regresi linier. Untuk
mengetahui linier tidaknya dapat dilihat pada program SPSS 16.0 yaitu
melalui menu Regression kemudian pilih Curve Estimation. Apabila linier
tidak terpenuhi maka dalam penelitian ini akan menggunakan regresi non-
linier yang salah satunya adalah qudratic.
Pengambilan keputusan uji linieritas untuk signifikansi pada
bagian Linieritas sebagai berikut:
Ho = tidak terjadi hubungan linier
Ha = terjadi hubungan linier
Jika signifikan > 0,05, menunjukkan data tidak linier, Ho diterima
Jika signifikan < 0,05, menunjukkan data linier, Ho ditolak
1) Pengujian Linieritas Data Keruntuhan geser Balok Laminasi
Bambu
Hasil pengujian linieritas keruntuhan geser balok laminasi
bambu dapat dilihat pada tabel 4.13.
61

Tabel 4. 13 Hasil Uji Linieritas Keruntuhan geser

Model Summary and Parameter Estimates


Dependent
Variable:Keruntuhan geser
Model Summary Parameter Estimates
R
Equation Square F df1 df2 Sig. Constant b1 b2
Linear ,087 ,668 1 7 ,441 7,659 ,492
Quadratic ,649 5,535 2 6 ,043 ,453 9,138 -2,162
The independent variable is
Variasi Dimensi.

Gambar 4. 11 Grafik Uji Linieritas Keruntuhan geser Balok


Laminasi Bambu
Berdasarkan hasil uji linieritas yang tercantum dalam tabel
4.13 dapat dilihat bahwa data keruntuhan geser balok laminasi bambu
diperoleh signifikansi sebesar 0,441 > 0,05 hal ini menunjukkan
bahwa Ho diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa hubungan
variabel bebas dan variabel terikat terdistribusikan tidak linier, maka
menggunakan regresi non-linier yaitu qudratic, dilihat dari tabel 4.13
bahwa nilai signifikansi quadratic sebesar 0,043 < 0,05.
62

2) Pengujian Linieritas Data MOR Balok Bambu Laminasi


Hasil pengujian linieritas MOR balok laminasi bambu dapat
dilihat pada tabel 4.14.
Tabel 4. 14 Hasil Uji Linieritas MOR

Model Summary and Parameter Estimates


Dependent Variable:MOR
Model Summary Parameter Estimates
Equation R Square F df1 df2 Sig. Constant b1 b2
Linear ,088 ,673 1 7 ,439 76,573 4,930
Quadratic ,649 5,541 2 6 ,043 4,573 91,330 -21,600
The independent variable is Variasi Dimensi.

Gambar 4. 12 Grafik Uji Linieritas MOR Balok Laminasi


Bambu
Berdasarkan hasil uji linieritas yang tercantum dalam tabel
4.14 dapat dilihat bahwa data MOR balok laminasi bambu diperoleh
signifikansi sebesar 0,439 > 0,05 hal ini menunjukkan bahwa Ho
diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa hubungan variabel bebas
dan variabel terikat terdistribusikan tidak linier, maka menggunakan
regresi non-linier yaitu quadratic, dilihat dari tabel 4.14 bahwa nilai
signifikansi quadratic sebesar 0,043 < 0,05.
63

3) Pengujian Linieritas Data MOE Balok Bambu Laminasi


Hasil pengujian linieritas MOE balok laminasi bambu dapat
dilihat pada tabel 4.15.
Tabel 4. 15 Hasil Uji Linieritas MOE

Model Summary and Parameter Estimates


DependentVariable:MOE
Model Summary Parameter Estimates
R
Equation Square F df1 df2 Sig. Constant b1 b2
Linear ,162 1,356 1 7 ,282 7,419E3 683,232
Quadratic ,436 2,322 2 6 ,179 1,254E4 -5,466E3 1,537E3
The independent variable
is Variasi Dimensi.

Gambar 4. 13 Grafik Uji Linieritas MOE Balok Laminasi


Bambu
Berdasarkan hasil uji linieritas yang tercantum dalam tabel
4.14 dapat dilihat bahwa data MOE balok laminasi bambu diperoleh
signifikansi sebesar 0,282 > 0,05 hal ini menunjukkan bahwa Ho
diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa hubungan variabel bebas
dan variabel terikat terdistribusikan tidak linier.
64

3. Uji Hipotesis
a. Hipotesis Pertama
Hipotesis pertama menyatakan bahwa sifat fisika dan mekanika
bambu petung, yaitu kadar air, kerapatan, kuat tarik sejajar serat, kuat
tekan sejajar dan tegak lurus serat, kuat lentur, kuat geser dan modulus
elastisitas hampir sama dengan kayu.
Untuk mengetahuinya maka dapat diketahui dengan menganalisis
data hasil uji sifat fisika dan mekanika bambu petung rata-rata yang
kemudian dibandingkan dengan kuat kelas kayu SNI-05 2002 dan PKKI
NI-5 1961.
Jadi dapat disimpulkan bahwa untuk hipotesis pertama pada
penelitian ini, sifat fisika dan mekanika bambu petung hampir sama
dengan sifat fisika dan mekanik pada kelas kuat kayu II.
b. Hipotesis Kedua
Hipotesis kedua menyatakan bahwa terdapat pengaruh variasi lebar
bilah bambu yang disusun secara horizontal terhadap keruntuhan geser.
Untuk membuktikan hipotesis kedua maka akan dilakukan analisis regresi
non-linier atau regresi quadratic dengan program aplikasi SPSS 16.0
dengan regresion kemudian pilih linier.
Pengambilan keputusan untuk menunjukan pengaruh variabel X
(variasi lebar bilah bambu) terhadap Y1 (Keruntuhan geser) yaitu jika:
Signifikansi (sig.) < 0,05 maka Ho ditolak.
Signifikansi (sig.) > 0,05 maka Ho diterima.
Dengan hipotesis :
Ho = tidak ada pengaruh variasi lebar bilah terhadap keruntuhan geser
Ha = ada pengaruh variasi lebar bilah terhadap keruntuhan geser
Untuk mengetahui besar pengaruh variabel X terhadap Y dapat
dilakukan dengan melihat nilai R Square pada tabel Model Summary
dibawah ini:
65

Tabel 4. 16 Model Summary Keruntuhan geser

Model Summaryb
Adjusted R Std. Error of
Model R R Square Square the Estimate
1 ,805a ,649 ,531 ,98752
a. Predictors: (Constant), Variasi Dimensi Bilah
Bambu
b. Dependent Variable: Keruntuhan geser

Tabel 4. 17 Coefficients Keruntuhan geser

Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) ,453 2,485 ,182 ,861
Variasi
9,138 2,822 5,486 3,238 ,018
Dimensi
ConsQ -2,162 ,698 -5,245 -3,096 ,021
a. Dependent Variable: Keruntuhan geser

Berdasarkan hasil output tabel analisis regresi quadratic di atas


dapat diambil keputusan sebagai berikut:
a) Berdasarkan tabel 4.16 diperoleh nilai R Square Keruntuhan geser
yaitu 0,649 sehingga dapat diartikan bahwa variasi lebar bilah bambu
mempengaruhi 64,9% terhadap nilai Keruntuhan geser, untuk sisanya
35,5% dipengaruhi oleh faktor lain.
b) Berdasarkan tabel 4.17 didapat nilai signifikansi 0,018 < 0,05 maka
Ho ditolak. Sehingga dapat diartikan bahwa variasi lebar bilah bambu
terdapat pengaruh terhadap nilai Keruntuhan geser.
Jadi dapat disimpulkan dari keputusan di atas bahwa terdapat
pengaruh untuk variasi lebar bilah bambu susunan horizontal terhadap
nilai keruntuhan geser.
66

c. Hipotesis Ketiga
Hipotesis ketiga menyatakan bahwa terdapat pengaruh variasi
lebar bilah bambu yang disusun secara horizontal terhadap Modulus of
Rupture (MOR). Untuk membuktikan hipotesis ketiga maka akan
dilakukan analisis regresi non-linier atau regresi quadratic dengan
program aplikasi SPSS 16.0 dengan regresion > linier
Pengambilan keputusan untuk menunjukan pengaruh variabel X
(variasi lebar bilah bambu) terhadap Y2 (MOR) yaitu jika:
Signifikansi (sig.) < 0,05 maka Ho ditolak.
Signifikansi (sig.) > 0,05 maka Ho diterima.
Dengan hipotesis :
Ho = tidak ada pengaruh variasi lebar bilah terhadap Modulus of
Rupture (MOR)
Ha = ada pengaruh variasi lebar bilah terhadap Modulus of Rupture
(MOR)
Untuk mengetahui besar pengaruh variabel X terhadap Y dapat
dilakukan dengan melihat nilai R Square pada tabel Model Summary
dibawah ini:
Tabel 4. 18 Model Summary Modulus of Rupture (MOR)
Model Summaryb
Std. Error of the
Model R R Square Adjusted R Square Estimate
a
1 ,805 ,649 ,532 9,86742
a. Predictors: (Constant), Variasi Dimensi Bilah Bambu
b. Dependent Variable: Modulus of Rupture (MOR)
67

Tabel 4. 19 Coefficients Modulus of Rupture (MOR)

Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 4,573 24,832 ,184 ,860
Variasi
91,330 28,198 5,486 3,239 ,018
Dimensi
ConsQ -21,600 6,977 -5,243 -3,096 ,021
a. Dependent Variable: MOR

Berdasarkan hasil output tabel analisis regresi quadratic di


atas dapat diambil keputusan sebagai berikut:
a) Berdasarkan tabel 4.18 diperoleh nilai R Square MOR yaitu 0,649
sehingga dapat diartikan bahwa variasi lebar bilah bambu
mempengaruhi 64,9% terhadap nilai MOR, untuk sisanya 35,1%
dipengaruhi oleh faktor lain.
b) Berdasarkan tabel 4.19 didapat nilai signifikansi 0,018 < 0,05
maka Ho ditolak. Sehingga dapat diartikan bahwa variasi lebar
bilah bambu terdapat pengaruh terhadap nilai MOR.
Jadi dapat disimpulkan dari keputusan di atas bahwa terdapat
pengaruh untuk variasi lebar bilah bambu susunan horizontal terhadap
nilai MOR.
d. Hipotesis Keempat
Hipotesis keempat menyatakan bahwa terdapat pengaruh variasi
lebar bilah bambu yang disusun secara horizontal terhadap Modulus of
Elasticity (MOE). Untuk membuktikan hipotesis keempat maka akan
dilakukan analisis regresi non-linier atau regresi quadratic dengan
program aplikasi SPSS 16.0 dengan regresion > linier.
Pengambilan keputusan untuk menunjukan pengaruh variabel X
(variasi lebar bilah bambu) terhadap Y3 (MOE) yaitu jika:
Signifikansi (sig.) < 0,05 maka Ho ditolak.
Signifikansi (sig.) > 0,05 maka Ho diterima.
68

Dengan hipotesis :
Ho = tidak ada pengaruh variasi lebar bilah terhadap Modulus of
Elasticity (MOE)
Ha = ada pengaruh variasi lebar bilah terhadap Modulus of
Elasticity (MOE)
Untuk mengetahui besar pengaruh variabel X terhadap Y dapat
dilakukan dengan melihat nilai R Square pada tabel Model Summary
dibawah ini:
Tabel 4. 20 Model Summary Modulus of Elasticity (MOE)
Model Summaryb
Std. Error of the
Model R R Square Adjusted R Square Estimate
a
1 ,660 ,436 ,248 1273,28398
a. Predictors: (Constant), Variasi Dimensi Bilah Bambu

b. Dependent Variable: Modulus of Elasticity (MOE)

Tabel 4. 21 Coefficients Modulus of Elasticity (MOE)

Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 12543,027 3204,361 3,914 ,008
Variasi
-5466,175 3638,712 -3,223 -1,502 ,184
Dimensi
ConsQ 1537,352 900,348 3,664 1,708 ,139
a. Dependent Variable: MOE

Berdasarkan hasil output tabel analisis regresi quadratic di


atas dapat diambil keputusan sebagai berikut:
a) Berdasarkan tabel 4.20 diperoleh nilai R Square MOE yaitu 0,436
sehingga dapat diartikan bahwa variasi lebar bilah bambu
mempengaruhi 43,6% terhadap nilai MOE, untuk sisanya 56,4%
dipengaruhi oleh faktor lain.
69

b) Berdasarkan tabel 4.21 didapat nilai signifikansi 0,184 > 0,05


maka Ho diterima. Sehingga dapat diartikan bahwa variasi lebar
bilah bambu tidak berpengaruh terhadap nilai MOE.
Jadi dapat disimpulkan dari keputusan di atas bahwa tidak
terdapat pengaruh signifikan untuk variasi lebar bilah bambu susunan
horizontal terhadap nilai MOE.
e. Hipotesis Kelima
Hipotesis kelima penelitian ini menyatakan nilai maksimal variasi
lebar bilah bambu susunan horizontal keruntuhan geser, MOE (Modulus
of Elasticity) dan MOR (Modulus of Rupture) dari hasil pengujian balok
bambu laminasi teramasuk ke dalam kelas kuat kayu. Untuk menjawab
hipotesis ini dengan menggunakan analisis deskriptif kuantitatif, yaiutu
membandingkan nilai maksimal tegangan geser, MOR dan MOE
berdasarkan peraturan SNI 03-6848-2002 dan PKKI N1-5 1961, dapat
dilihat pada tabel 4.22.
Tabel 4. 22 Nilai Maksimal Variasi Lebar Bilah Bambu Susunan
Horizontal Tegangan Geser, MOR dan MOE Bambu Laminasi terhadap
Kuat Kelas Kayu
Balok Laminasi SNI 03-6848- PKKI NI-5
Kekuatan
Bambu 2002 1961
Teg. Geser (MPa) 10,92 E26 -
Kuat Lentur (MPa) 109,17 E26 Kelas Kuat II
MOE (MPa) 11.737,16 E12 -
Dari Tabel 4.19 di atas menunjukkan nilai maksimal variasi lebar
bilah bambu susunan horizontal tegangan geser, MOR dan MOE balok
bambu laminasi masuk dalam kuat kelas kayu II.
70

B. Pembahasan
1. Sifat Fisika dan Mekanika Bambu Petung
Berdasarkan hasil uji bahan yang dilakukan telah diperoleh nilai sifat
fisika dan mekanika yang terdapat pada bambu petung yaitu kadar air,
kerapatan, kuat tarik sejajar serat, kuat tekan sejajar dan tegak lurus serat, kuat
lentur, kuat geser dan modulus elastisitas hampir sama dengan sifat fisika dan
mekanika yang terdapat pada kayu. Selengkapnya nilai perbandingan antara
sifat fisik dan mekanika bambu terhadap kayu dapat dilihat pada tabel 4.23 dan
4.24.

Tabel 4. 23 Perbandingan Sifat Fisika Bambu Petung dengan Kayu Keruing

Bambu Petung Kayu Keruing


Benda Uji Kadar Air Kerapatan Benda Uji Kadar Air Kerapatan
(%) (gr/cm3) (%) (gr/cm3)
Sampel 1 22,72 0,68 Sampel 1 16,00 0,75
Sampel 2 19,56 0,71 Sampel 2 17,23 0,67
Sampel 3 17,94 0,72 Sampel 3 19,72 0,71
Rata-rata 20,02 0,71 Rata-rata 17,65 0,71

Tabel 4. 24 Perbandingan Sifat Mekanika Bambu Petung dengan Kayu Keruing

Sifat Mekanika Kelas Kuat


Benda Tekan Tekan Tarik Geser SNI-
No. Lentur Elastisitas PKKI
Uji // ﬩ // // 05
(MPa) (MPa) 1961
(MPa) (MPa) (MPa) (MPa) 2002
1 30,00 13,84 268,05 6,87 127,98 7273,79
Bambu
Petung

2 41,68 11,99 299,10 6,46 116,34 5532,26


E26 II
3 70,90 14,17 310,54 7,77 122,47 6780,65
Rata-rata 56,29 13,33 292,56 7,03 122,26 6528,90
1 53,50 48,38 149,52 8,74 59,95 7899,96
Keruing

2 48,37 66,24 152,27 9,65 85,62 10144,23


E26 II
3 58,40 70,13 271,74 9,03 82,66 8736,59
Rata-rata 53,42 61,58 191,18 9,14 76,08 8926,92

Dari tabel perbandingan di atas, dapat dilihat bahwa sifat fisika dan
mekanika bambu petung ketika dibandingkan dengan hasil penelitian sifat
fisika dan mekanika kayu keruing, maka dapat dikatakan bahwa hasilnya
hampir sama. Sifat mekanika yang terlihat mencolok adalah pada kekuatan
71

tarik dan lentur dari bambu petung yang lebih besar bila dibandingkan dengan
kayu. Hal ini terjadi karena susunan arah serat pada bambu yang sejajar, dan
ini memungkinkan bambu untuk dapat menahan lendutan yang lebih besar.
Bambu pempunyai fleksibilitas yang baik dan berbentuk dinding-
dinding tipis yang dibagi menjadi ruas-ruas yang memberikan kekuatan besar,
selain itu bambu juga mempunyai serat yang kuat sehingga mampu menahan
gaya lentur yang cukup besar. Namun tidak setiap jenis bambu mempunyai
kekuatan yang sama.
Berdasarkan hasil analisis data pada pembahasan di atas dapat
disimpulkan bahwa sifat fisika dan mekanika bambu petung hampir sama
dengan kayu kelas kuat II menurut PKKI NI-5 1961 dan E26 menurut SNI-05
2002.

2. Pengaruh Variasi Lebar Bilah Bambu Terhadap Keruntuhan Geser


Berdasarkan hasil analisis data pada pengujian hipotesis kedua terdapat
pengaruh antar variasi lebar bilah bambu susunan horizontal terhadap
keruntuhan geser. Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang telah
dilakukan menggunakan metode analisis regresi non linier/quadratic.
Pengujian balok laminasi pada penelitian ini menggunakan pengujian
kuat lentur untuk mencari nilai keruntuhan geser. Akibat balok yang dibebani
suatu gaya, maka tegangan dan regangan akan terjadi diseluruh bagian dalam
balok. Momen lentur yang terjadi mengakibatkan bagian bawah balok akan
mengalami gaya tarik dan bagian atas balok mengalami gaya tekan. Akibat
adanya gaya tekan dan gaya tarik yang berlawanan pada garis netral, maka pada
sekitar sepanjang garis netral tersebut akan terjadi pergeseran sehingga lebih
rentan terjadi kerusakan dibanding dengan posisi garis lain (Agus Setya Budi
2007: 90).
72

Gambar 4. 14 Kerusakan balok akibat geser


Berdasarkan gambar 4.14 Menunjukkan bahwa telah terjadi kerusakan
pada tengah bentang balok sehingga kekuatan balok tersebut sudah tidak dapat
lagi menerima pembebanan.
Variasi lebar bilah laminasi dengan susunan horizontal memiliki
pengaruh signifikan terhadap keruntuhan geser balok bambu laminasi. Variasi
lebar bilah bambu 1 cm, 1,5 cm dan 2 cm menghasilkan kekuatan balok satu
dengan yang lainnya berbeda. Variasi lebar bilah bambu juga mempengaruhi
dimensi, perekat dan spesi balok bambu laminasi. Variasi lebar bilah semakin
kecil maka perekat dan spesi dalam balok bambu akan semakin banyak dan
kaku, sehingga tingkat kesolidan balok bambu laminasi dapat memiliki nilai
yang berbeda-beda. Disamping variasi lebar bilah, keruntuhan geser balok
bambu laminasi dipengaruhi oleh faktor lain.
Keruntuhan geser yang di inginkan pada penelitian ini adalah terjadinya
kerusakan pada bambu, sehingga kekuatan yang diterima pada balok laminasi
dapat memberikan nilai keruntuhan yang lebih optimal, namun dalam
penelitian ini melainkan terjadi kerusakan pada daerah perekat. Hal ini terjadi
karena ikatan perekat dengan bahan yang direkat tidak sempurna. Ketidak
sempurnaan rekatan yang terjadi merupakan faktor kesalahan teknis dalam
73

proses pembuatan balok laminasi. Secara visual kerusakan yang terjadi dapat
dilihat pada gambar 4.15.

Gambar 4. 15 Kerusakan Geser Balok Laminasi


Berdasarkan gambar 4.15 Kerusakan geser balok laminasi yang terjadi
tidak berada di tengah bentang atau di garis netral, hal ini menunjukkan bahwa
ikatan antar perekat dengan bambu di tengah bentang lebih kuat. Menurut
(Prayitno, 1996) bahwa dalam proses perekatan ada tiga aspek utama yang
mempengaruhi kualitas hasil perekatan, yaitu aspek bahan yang direkat
(bambu), aspek bahan perekat dan aspek teknologi perekatan. Aspek bahan
yang direkat meliputi struktur anatomi (susunan sel, arah serat) dan sifat fisika
(kerapatan, kadar air, kembang susut). Aspek perekatan meliputi jenis, sifat dan
kegunaan perekat. Aspek teknologi perekatan meliputi komposisi perekat,
berat laburan, pengempaan dan kondisi kerja (durasi, suhu dan cara
pelaksanaan).
Pengempaan dan kondisi kerja pembuatan balok laminasi memang
belum dalam kondisi yang ideal, pembuatan balok laminasi menggunakan alat
kempa manual dan alat konvensional lainnya. Pemberian tekanan pada bilah
yang direkatkan tidak bisa konsisten pada nilai yang sama, disamping itu cuaca
pada saat proses pembuatan balok laminasi masuk musim penghujan, sehingga
dapat mengakibatkan kadar air bambu naik secara cepat. Pengaruh nilai kadar
air yang tidak sesuai dengan ketentuan dapat mempengaruhi kualitas hasil
perekatan, sehingga membuat daya resap perekat pada bilah bambu menjadi
kurang maksimal.
74

Proses pengempaan dilakukan menurut standar lem yang digunakan


yaitu 1,5 Mpa. Dalam proses pengempaan antar bilah dilakukan tiga kali, pada
pengempaan bilah, pengempaan balok dimensi 6 x 6 cm dan pengempaan balok
dimensi 6 x 12 cm. Hal tersebut membuat pengempaan balok laminasi yang
terjadi tidak monolit (dalam satu kesatuan). Pada saat pengujian balok laminasi
alat kempa yang digunakan masih memakai kempa tangan sehingga nilai untuk
kenaikan beban pada tiap interval tidak setepat menggunakan mesin kempa.
Berdasarkan hasil analisis data pada pembahasan diatas dapat
disimpulkan bahwa terdapat pengaruh signifikan untuk variasi lebar bilah
bambu 1 cm, 1,5 cm, 2 cm susunan horizontal terhadap keruntuhan geser balok
bambu laminasi.
3. Nilai Optimal Balok Laminasi Bambu
a. Tegangan Geser dan MOR
Berdasarkan gambar 4.7 dan 4.8, dapat dilihat bahwa variasi lebar
bilah mempengaruhi nilai tegangan geser dan MOR. Nilai optimal dari
variasi lebar bilah bambu susunan horizontal terdapat pada lebar bilah 1,5
cm dengan nilai sebesar 10,08 Mpa dan 100,83 Mpa.

“ Menurut (Iskandar, 2003), pada umumnya kerusakan geser terjadi


karena ketidaksempurnaan lekatan, untuk itu perlu diperhatikan daya lekat
tiap lapisan sehingga tidak terjadi kerusakan geser karena kuat geser bambu
tidak dapat diandalkan.”

Menurut (Widjaja, 1995) bahwa kekuatan geser dan MOR bambu


laminasi tergantung dari jenis bambu dan jumlah perekat. Jenis bambu yang
digunakan pada penelitian ini adalah bambu petung dengan nilai mutu E26
menurut SNI dari uji bahan.
Jumlah perekat yang dipakai sesuai dengan spesifikasi perekat lem
presto DN. Dimensi bilah yang semula variatif dari 2 cm sampai dengan 2,5
cm kemudian di bentuk menjadi variasi bilah dengan lebar 1 cm, 1,5 cm dan
2 cm. Proses pengerjaan dilakukan setelah pengempaan bilah dilakukan,
lebar bilah 1 cm lebih banyak mendapat getaran dari mesin planer karena
pengecilan lebar bilah yang dilakukan paling banyak dibanding variasi lebar
75

1,5 cm dan 2 cm, sehingga getaran dari mesin planer tersebut membuat
ikatan perekat antar bilah menjadi berkurang yang dapat mempengaruhi
nilai kuat lentur dan tegangan geser saat dilakukan pengujian lentur balok.
Sehingga kekuatan yang dihasilkan dari balok laminasi bambu dengan
variasi lebar bilah 1 cm lebih rendah dari lebar bilah 1,5 cm. Sedangkan
pada variasi lebar bilah 2 cm ikatan perekat kurang baik dipengaruhi oleh
tekanan kempa. Tekanan yang terjadi akan optimal jika luas bidang tekan
berbanding terbalik dengan gaya. Semakin lebar permukaan benda saat di
beri gaya yang sama akan menghasilkan tekanan yang lebih kecil. Sehingga
nilai kuat lentur dan tegangan geser balok bambu laminasi lebar bilah 2 cm
lebih rendah dari lebar 1,5 cm.
b. Modulus of Elasticity (MOE)
Berdasarkan hasil analisis data pada pengujian hipotesis keempat
tidak terdapat pengaruh antar variasi lebar bilah bambu susunan horizontal
terhadap MOE. Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang
telah dilakukan menggunakan metode analisis regresi non linier/quadratic.
Menurut (S.Yoresta, 2015) bahwa, Modulus of elasticity (MOE)
menggambarkan ketahanan terhadap lentur, yang berhubungan langsung
terhadap kekakuan. Dimana nilai kekakuan adalah pembebanan berbanding
terbalik dengan lendutan. Tidak teradapat nya pengaruh yang signifikan
antar variasi lebar bilah bambu terhadap MOE, hal ini dikarenakan modulus
elastisitas yang menunjukkan kekakuan dari suatu benda dipengaruhi oleh
panjang benda. Pertambahan panjang akan memberikan nilai defleksi yang
semakin besar pula.
4. Nilai Balok Laminasi Bambu Petung Terhadap Kuat Kelas Kayu
Tabel 4. 25 Nilai Balok Laminasi Bambu Petung Terhadap Kuat Kelas Kayu

Balok Laminasi SNI 03-6848- PKKI NI-5


Kekuatan
Bambu 2002 1961
Teg. Geser (MPa) 10,92 E26 -
Kuat Lentur (MPa) 109,17 E26 Kelas Kuat II
MOE (MPa) 11.737,16 E12 -
76

Dari tabel 4.25 hasil dari uji lentur didapatkan hasil bahwa balok uji
dengan kode BLGH 1,5 cm mempunyai nilai keruntuhan geser yang paling
maksimal yaitu 10,92 MPa dibanding balok uji yang lainnya, nilai MOR yang
paling maksimal yaitu pada balok uji dengan kode BLGH 1,5 cm yaitu 109,17
MPa dan untuk nilai MOE yang memiliki nilai paling optimal ada pada balok
dengan kode balok uji BLGH 2 cm sebesar 11.737,16 MPa.
Berdasarkan hasil analisis data pada pembahasan di atas dapat
disimpulkan bahwa sesuai peraturan SNI kayu dan PKKI NI-5 1961 pada tabel
4.25, nilai maksimal yang dihasilkan dari keruntuhan geser, Modulus of
Rupture (MOR) dan Modulus of Elasticity (MOE) berturut-turut sebesar 10,92
MPa, 109,17 MPa dan 11.737,16 MPa termasuk dalam klasifikasi kuat kelas
kayu dengan kode mutu E26, E12 dan kelas kuat kayu II.
Menurut (Sungkono, 2004), bahan ajar dapat diartikan bahan-bahan
atau materi pelajaran yang disusun secara lengkap dan simetris berdasarkan
prinsip-prinsip pembelajaran yang digunakan pendidik dan peserta didik
dalam proses pembelajaran.
Suplemen bahan ajar yang dihasilkan dalam penelitian ini berupa
rangkuman hasil penelitian tentang pengaruh variasi lebar bilah bambu susunan
horizontal terhadap perilaku mekanika balok laminasi yang mengalami
keruntuhan geser. Adapun penyesuaian bahan ajar ini disesuikan dengan
silabus mata kuliah konstruksi bambu KD 3.
Untuk kesesuaian suplemen bahan ajar yang dihasilkan dari penelitian
ini dengan silabus mata kuliah konstruksi bambu dapat dilihat pada tabel 4.26
dibawah ini:
77

Tabel 4. 26 KD 3 Silabus Mata Kuliah Konstruksi Bambu

Pada Tabel 4.26 di atas dapat kita lihat potongan dari silabus mata
kuliah konstruksi bambu yaitu KD 3 menjelaskan bambu sebagai bambu
laminasi.
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian, analisis data, serta pembahasan dapat diambil
simpulan sebagai berikut:
1. Uji bahan bambu petung untuk sifat fisika menghasilkan kadar air dan
kerapatan sebesar 17,65% dan 0,71 gr/cm³, sedangkan uji mekanika
menunjukkan nilai rata-rata kuat tekan sejajar serat sebesar 56,29 MPa, kuat
tekan tegak lurus serat sebesar 13,33 MPa, kuat tarik sejajar serat sebesar
292,56 MPa, kuat geser sejajar serat sebesar 7,03 MPa, MOR sebesar 122,26
MPa dan MOE sebesar 6.528,90 MPa. Hasil uji sifat fisika dan mekanika
bambu petung hampir sama dengan sifat fisika dan mekanika yang terdapat
pada kayu kelas kuat II.
2. Terdapat pengaruh yang signifikan antara variasi lebar bilah bambu yang
disusun secara horizontal terhadap nilai keruntuhan geser. Nilai rata-rata
keruntuhan geser dari variasi lebar bilah bambu antara lain 1,0 cm sebesar 7,43
MPa, 1,5 cm sebesar 10,08 MPa dan 2 cm sebesar 8,42 MPa. Berdasar nilai
rata-rata yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai yang paling optimal dari
variasi bilah bambu adalah 1,5 cm.
3. Terdapat pengaruh yang signifikan antara variasi lebar bilah bambu yang
disusun secara horizontal terhadap nilai MOR. Nilai rata-rata MOR yang
diperoleh secara berturut-turut dari variasi lebar bilah bambu antara lain 1,0 cm
sebesar 74,31 MPa, 1,5 cm sebesar 100,83 MPa dan 2 cm sebesar 84,17 MPa.
Berdasar nilai rata-rata yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai yang paling
optimal dari variasi bilah bambu adalah 1,5 cm.
4. Tidak terdapat pengaruh signifikan antara variasi lebar bilah bambu yang
disusun secara horizontal terhadap Modulus of Elasticity (MOE). Nilai rata-rata
MOE yang diperoleh antara lain 1,0 cm sebesar 8.614,20 MPa, 1,5 cm sebesar
7.760,08 MPa dan 9.980,67 Mpa.

78
79

5. Nilai maksimal keruntuhan geser, MOR dan MOE balok bambu laminasi
susunan horizontal berdasarkan SNI-05 2002 dan PKKI NI-5 1961 termasuk
kelas kuat kayu dengan kode E26, E12 dan kelas kuat II.

B. Implikasi
Implikasi dari pengujian keruntuhan geser, MOR dan MOE balok laminasi
bambu petung sebagai berikut:
1. Balok laminasi bambu ini dapat digunakan untuk kontruksi pengganti balok
kayu, karena dari hasil pengujian keruntuhan geser, MOR dan MOE balok
laminasi setara dengan jenis kuat kelas kayu II.
2. Pemakaian bambu sebagai bahan pembuatan balok dapat mengurangi jumlah
penggunaan kayu.

C. Saran
Berdasarkan simpulan dan implikasi hasil penelitian, maka dapat
dikemukakan saran sebagai berikut:
1. Perlu adanya metode pembuatan balok bambu laminasi yang lebih efektif,
sehingga proses pengerjaan tidak terlalu lama.
2. Perlu dilakukan sosialisasi pemanfaatan balok bambu laminasi sebagai bahan
bangunan alternatif pengganti balok kayu kepada masyarakat luas, sehingga
mengurangi jumlah kayu yang digunakan.
3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang metode perekatan dan pengempaan
pada balok bambu laminasi.
4. Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang pemanfaatan bambu laminasi
sebagai bahan alternatif lain selain sebagai balok bambu laminasi.
80

Daftar Pustaka

Abdurachman, & Hadjib, N. (2006). Pemanfaatan Kayu Hutan Rakyat Untuk


Komponen Bangunan. Prosiding Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan, (hal.
130-148). Bogor.
Anshari, B. (2006). Pengaruh Variasi Tekanan Kempa Terhadap Kuat Lentur
Kayu Laminasi Dari Kayu Meranti dan Keruing. Civil Engineering
Dimension, Volume 8 Nomor 1, 25-33.
Charomaini. (2014). Budidaya Bambu Jenis Komersial. Dalam I. Z, Budidaya
Bambu Jenis Komersial (hal. 1-52). Bogor: IPB Press Printing.
Eratodi, B. (2010). Teknologi Bambu Laminasi Sebagai Material Ramah
Lingkungan Tahan Gempa. Konferensi Nasional Teknik Sipil
4(KoNTekS4), (hal. 189-197). Sanur-Bali.
Gunawan, P. (2007). Pengaruh Jenis Perekat Terhadap Keruntuhan Lentur Balok
Laminasi Galar Dan Bilah Vertikal Bambu Petung. MEDIA TEKNIK
SIPIL, 13-20.
Handayani, S. (2009). Metode Perekatan Dengan Lem Pada Sambungan
Pelebaran Kayu. Jurnal Teknik Sipil & Perencanaan, 11-20.
Haris, A. (2008). Pengujian Sifat Fisis dan Mekanis Buluh Bambu Sebagai Bahan
Konstruksi Menggunakan ISO 22157-1:2004. Departemen Hasil Hutan
Fakultas Kehutanan IPB, 40-43.
Iskandar, Y. (2003). Pengaruh Lamina Bambu Terhadap Kuat Lentur Balok
Laminasi Keruing-Sengon. Tesis.
Monalisa, M., & Pieter, T. (2010). Pemanfaatan Material Bambu Sebagai
Alternatif Bahan Komposit Pembuatan Kulit Kapal Pengganti Material
Kayu Untuk Armada Kapal Rakyat Yang Beroperasi Di Daerah Maluku.
Jurnal TEKNOLOGI,Volume 7 Nomor 2, 788-794.
Mustafa, S. (2012). Karakteristik Sifat Fisika Dan Mekanika Bambu Petung Pada
Bambu Muda, Dewasa Dan Tua (Studi Kasus:Bagian Pangkal). Seminar
Tugas Akhir, (hal. 1-15). Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada.
Nugraha, H. (2014). Pengolahan Material Bambu Dengan Menggunakan Teknik
Laminasi Dan Bending Untuk Produk Furniture. Jurnal Universitas
Penmbangunan Jaya, Volume 1.
Oka, G. (2008). Analisis Arah Laminasi Vertikal Dan Horisontal Terhadap
Perilaku Lentur Balok Bambu Laminasi. Jurnal SMARTek, 94-103.
81

Oka, G. M. (2005). Cara Penentuan Kelas Kuat Acuan Bambu Petung. Majalah
Ilmiah Mektek, 99-105.
PKKI NI 1961. (t.thn.).
Pratama, R. S. (2015). Perbandingan Kekuatan Geser Dan Lentur Balok Bambu
Laminasi Dengan Kayu. Naskah Publikasi , 1-11.
Prayitno, T. (1996). Perekatan Kayu. Bagian Penerbitan Yayasan Pembina
Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Rahmanto, B. (2010). Teknologi Perekatan Untuk Meningkatkan Produk
Perkayuan Dengan Bahan Baku Kayu Diameter Kecil Dan Limbah Kayu
Dari Hutan Rakyat. Galam, Volume 4 Nomor 2, 135-146.
S.Yoresta, F. (2015). Modulus Elastisitas Dan Kekuatan Lentur Balok Kayu
Laminasi. Rekayasa Sipil, Volume 11, 40-43.
Sarikusuma, R. (2010). Model Susunan Bilah Bambu Vertikal Antara Sisi Bilah
Yang Sama Terhadap Keruntuhan Lentur. Surakarta.
Setyawati, Morisco, & Prayitno. (2009). Pengaruh Ekstrak Tembakau Terhadap
Sifat Dan Perilaku Mekanik Laminasi Bambu Petung. Forum Teknik Sipil
No.XIX, 1021-1029.
Suarnita, W. (2013). Kapasitas Lentur Balok Beton Bertulang Dengan
Menggunakan Agregat Kasar Tempurung Kelapa. Infrastruktur, Volume 3
Nomor 2, 78-86.
Sumarni, S. (2010). Struktur Kayu. Surakarta: UNS Press.
Sungkono. (2004). Pengembangan Dan Pemanfaatan Bahan Ajar Modul Dalam
Proses Pembelajaran.
Susilaning, & Suheryanto. (2012). Pengaruh Waktu Perendaman Bambu Dan
Penggunaan Borak-Borik Terhadap Tingkat Keawetan Bambu. Prosding
Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III (hal.
94-101). Yogyakarta: Repository IST AKPRIND.
Suwanto, B. (2008). Pengawetan Bambu. RIBTH, Volume 4 Nomor 3, 580-585.
Tedy, W., Sri, M., & Siti, N. (2013). Penerapan Bambu Sebagai Tulangan Dalam
Struktur Rangka Batang Beton Bertulang. Jurnal Rekayasa Sipil/Volume
7, 1-12.
Wahyudi, I., Priadi, T., & Rahayu, I. S. (2014). Karakteristik dan Sifat-Sifat Dasar
Kayu Jati Unggul Umur 4 dan 5 Tahun Asal Jawa Barat. Ilmu
Pengetahuan Indonesia (JIPI), 50-56.
82

Widjaja, W. (1995). Perilaku Mekanika Batang-Struktur Komposit Lamina


Bambu dan Phenol Formaldehida. Tesis S2,Fakultas Teknik
UGM,Yogyakarta.
Widodo, Widjaja, & Rosyid. (2004). Pengembangan Komposit Kayu Dan Bambu
Sebagai Material Alternatif Untuk Pembangunan Kapal Kayu. Prosiding
Pertemuan Ilmiah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bahan 2004 (hal.
262-274). Serpong: Program Pasca Sarjana,ITS.

LAMPIRAN

Lampiran 1. Pengujian Bahan


1. Pengujian Kadar Air dan Kerapatan (ISO 22157-1:2004)
Kondisi bilah bambu petung untuk dapat digunakan sebagai bahan
pembuatan balok bamu laminasi adalah dengan kadar air ± 12%. Kondisi bilah
bambu mungkin tidak dalam kadar air yang dipersyaratkan, oleh karena itu
perlu diketahui kadar air dari bilah bambu tersebut.
a) Tujuan
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui jumlah kandungan air
dan kerapatan dari bilah bambu.
b) Alat dan Bahan
1) Cawan aluminium
2) Timbangan
3) Oven
4) Bilah bambu
c) Langkah pengujian
1) Mempersiapkan benda uji berukuran 2,5 x 2,5 x 2 cm.
2) Mengukur dimensi benda uji (panjang, lebar dan tebal) sampel benda
uji serta menimbangnya sebagai berat awal (A).
3) Meletakkan benda uji kedalam oven pengering dengan suhu 103 
2C selama kurang lebih 24 jam.
4) Mengeluarkan sampel dari oven dan kemudian menimbangnya
sebagai berat kering (B).
83

5) Melakukan perhitungan kadar air dan berat jenis sampel berdasarkan


berat keringnya.

d) Tabel Hasil Pengujian


Data Uji Kadar Air Bambu
Nama Berat Berat Berat Berat Berat
Cawan Cawan Bambu Cawan + Cawan + Bambu
(gram) sebelum di Bambu Bambu setelah di
oven sebelum di setelah di oven
(gram) oven oven (gram)
(gram) (gram)
I 32,3 5,4 37,7 36,7 4,4
II 30,1 5,5 35,6 34,7 4,6
III 28,3 4,6 32,9 32,2 3,9

e) Analisis Data Kadar Air


(𝐴−𝐵)
Kadar Air = × 100%
𝐴

Dimana: A = Berat sampel bambu sebelum di oven (gram)


B = Berat sampel bambu sesudah di oven (gram)
(𝐴−𝐵) (5,4−4,4)
Kadar Air I = × 100% = × 100% = 22,72 %
𝐴 4.4
(𝐴−𝐵) (5,5−4,6)
Kadar Air II = × 100% = × 100% = 19,56 %
𝐴 4,6
(𝐴−𝐵) (4,6−3,9)
Kadar Air III = × 100% = × 100% = 17,94 %
𝐴 3,9
𝐼+𝐼𝐼+𝐼𝐼𝐼 22,72 %+19,56 %+17,94 %
Kadar Air Rata-rata = = = 20,02 %
3 3

Dari pengujian kadar air diperoleh kesimpulan bahwa kadar air


dalam sampel bambu adalah 20,02 % sehingga bambu belum memenuhi
persyaratan sebagai bahan pembuatan laminasi, dimana syarat yang harus
dipenuhi adalah 10% hingga 12%, maka bambu perlu dikeringkan lagi.
f) Analisis Data Kerapatan
84

𝑚𝑤
Kerapatan = 𝑉𝑤

Dimana: mw = Berat sampel pada kadar air w (gram)


vw = Volume sampel pada kadar air w (gram)
𝑚𝑤 4,4
Kerapatan I = = 6,46 = 0,68 gr/cm3
𝑣𝑤
𝑚𝑤 4,6
Kerapatan II = = 6,46 = 0,71 gr/cm3
𝑣𝑤
𝑚𝑤 3,9
Kerapatan III = = 6,46 = 0,72 gr/cm3
𝑣𝑤
𝐼+𝐼𝐼+𝐼𝐼𝐼 0,68 +0,71 +0,72
Kerapatan Rata-rata = = = 0,71 gr/cm3
3 3

Dari pengujian kerapatan diperoleh kesimpulan bahwa kerapatan


dalam sampel bambu adalah 0,71 gr/cm3.

2. Pengujian Kuat Tekan Sejajar Serat (ISO 22157-1: 2004)


Uji kuat tekan sejajar serat dilakukan untuk menentukan kekuatan
bambu terhadap beban aksial jika bambu digunakan sebagai tiang. Untuk
menghindari tekanan yang eksentris terhadap spesimen, permukaan bambu
harus benar-benar lurus.
a) Tujuan
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui kekuatan bambu
terhadap beban aksial.
b) Alat dan bahan
1) Penggaris
2) Timbangan
3) Universal Testing Machine (UTM)
c) Langkah pengujian
1) Mempersiapkan sampel benda uji dengan ukuran D x D cm.
2) Mengukur dimensi sebenarnya benda uji (Diameter, Tinggi, tebal).
3) Mempersiapkan pembebanan tekan pada alat penguji.
4) Memasang benda uji tepat dibawah pembebanan.
5) Melakukan pembebanan dan mencatat nilai maksimal.
6) Menghitung kuat tekan sejajar serat bahan Bambu Petung.
85

d) Tabel Hasil Pengujian


Data Uji Kuat Tekan Sejajar Serat Bambu
Nama Diameter 1 Diameter 2 Luas Beban
Sampel (mm) (mm) penampang maksimal
(mm2) (Newton)
I 135 100 6456,63 193681,33
II 128 100 5011,44 208881,64
III 118 99 3236,56 229475,61
e) Analisis Data Kuat Tekan Sejajar Serat
𝑃
Kuat tekan // = 𝐴

Dimana: P = Beban maksimal (N)


A = Luas penampang (mm2)
𝑃 193681,33
Kuat Tekan // I =𝐴= = 30,00 MPa
6456,63
𝑃 208881,64
Kuat Tekan // II = 𝐴 = = 41,68 MPa
5011,44
𝑃 229475,61
Kuat Tekan // III = 𝐴 = = 70,90 MPa
3236,56
30,00+41,68+70,90
Kuat Tekan Rata-rata = = 56,29 MPa
3

Dari pengujian kuat tekan sejajar serat diperoleh kesimpulan


bahwa kuat tekan sejajar serat dalam sampel bambu adalah 42,46 MPa.

3. Pengujian Kuat Tekan Tegak Lurus Serat (ISO 3129-1975 (E))


Uji kuat tekan tegak lurus serat dilakukan untuk menentukan kekuatan
bahan dalam menahan beban tekan maksimal tegak lurus arah serat. Beban
diberikan pada spesimen melalui suatu plat baha yang ditempatkan melintang
ditengah-tengah spesimen.
a) Tujuan
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui kekuatan bahan
dalam menahan beban tekan maksimal tegak lurus arah serat.
b) Alat dan Bahan
1) Penggaris
2) Timbangan
3) Universal Testing Machine (UTM)
86

c) Langkah pengujian
1) Mempersiapkan benda uji dengan ukuran 20 mm x 20 mm x 50 mm.
2) Mengukur dimensi benda uji (panjang, lebar, tebal).
3) Mempersiapkan pembebanan tekan pada alat penguji.
4) Memasang benda uji tepat dibawah pembebanan.
5) Melakukan pembebanan dan mencatat nilai maksimal.
6) Menghitung kuat tekan tegak lurus serat bahan Bambu Petung.
d) Tabel Hasil Pengujian
Data Uji Kuat Tekan Tegak Lurus Serat
Nama Panjang Lebar Luas penampang Beban maksimal
Sampel (mm) (mm) (mm2) (Newton)
I 50 17 850,00 11767,98
II 50 18 900,00 10787,31
III 50 18 900,00 12748,64

e) Analisis Data Kuat Tekan Tegak Lurus Serat


𝑃
Kuat tekan ﬩ = 𝐴

Dimana: P = Beban maksimal (N)


A = Luas penampang melintang (mm2)
𝑃 11767,98
Kuat Tekan ﬩ I =𝐴= = 13,84 MPa
850,00
𝑃 10787,31
Kuat Tekan ﬩ II = 𝐴 = = 11,99 MPa
900,00
𝑃 12748,64
Kuat Tekan ﬩ III = 𝐴 = = 14,17 MPa
900,00
13,84+11,99+14,17
Kuat Tekan Rata-rata = = 13,33 MPa
3

Dari pengujian kuat tekan tegak lurus serat diperoleh kesimpulan


bahwa kuat tekan tegak lurus serat dalam sampel bambu adalah 13,33
MPa.

4. Pengujian Kuat Tarik Sejajar Serat (ISO 3129-1975 (E))


Uji kuat tarik sejajar serat dilakukan untuk mengetahui ketahanan
spesimen terhadap beban yang merenggang dan menarik spesimen dalam arah
serat. Pengujian ini menggunakan mesin UTM yang dilengkapi alat khusus
87

yang memegang tiap ujung spesimen sampai ke pundak dengan kecepatan tarik
0,25 inci per menit.
a) Tujuan
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui ketahanan bahan
terhadap beban yang merenggang dan menarik spesimen dalam arah serat.
b) Alat dan Bahan
1) Penggaris
2) Timbangan
3) Universal Testing Machine (UTM)
c) Langkah pengujian
1) Mempersiapkan benda uji seperti gambar.
2) Mengukur dimensi benda uji (panjang, lebar, tebal).
3) Mempersiapkan pembebanan tekan pada alat penguji.
4) Memasang benda uji tepat dibawah pembebanan.
5) Melakukan pembebanan dan mencatat nilai maksimal.
6) Menghitung kuat tarik bahan Bambu Petung.
d) Tabel Hasil Pengujian
Data Uji Kuat Tarik Sejajar Serat
Nama Lebar Tebal Luas irisan Beban maksimal
Sampel (mm) (mm) (mm2) (Newton)

I 10 3 30,00 8041,45
II 10 2 20,00 5982,05
III 10 3 30,00 9316,31

e) Analisis Data Kuat Tarik Sejajar Serat


𝑃𝑚𝑎𝑘𝑠
Kuat tarik // = 𝐴𝑔

Dimana: Pmaks = Beban maksimal (N)


Ag = Luas irisan yang dikenai beban (mm2)
𝑃𝑚𝑎𝑘𝑠 8041,45
Kuat Tarik // I = = = 268,05 MPa
𝐴𝑔 30,00

𝑃𝑚𝑎𝑘𝑠 5982,05
Kuat Tarik // II = = = 299,10 MPa
𝐴𝑔 20,00
88

𝑃𝑚𝑎𝑘𝑠 9316,31
Kuat Tarik // III = = = 310,54 MPa
𝐴𝑔 30,00

268,05+299,10+310,54
Kuat Tarik Rata-rata = = 292,56 MPa
3

Dari pengujian kuat tarik sejajar serat diperoleh kesimpulan bahwa


kuat tarik sejajar serat dalam sampel bambu adalah 292,56 MPa.
89

5. Pengujian Kuat Geser Sejajar Serat (ISO 22157-1-2004)


Uji kuat geser sejajar serat dilakukan untuk mengetahui kekuatan atau
keteguhan (ultimate shearing stress) spesimen terhadap gaya yang berusaha
menggeser satu bagian dari spesimen sepanjang suatu bidang yang sumbunya
sejajar serat.
a) Tujuan
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui kekuatan atau
keteguhan spesimen terhadap gaya yang berusaha menggeser.
b) Alat dan Bahan
1) Penggaris
2) Timbangan
3) Universal Testing Machine (UTM)
c) Langkah pengujian
1) Mempersiapkan benda uji dengan ukuran D x D cm dengan bentuk
sedemikian rupa sehingga kedua permukaannya benar-benar rata.
2) Mengukur dimensi sebenarnya benda uji.
3) Mempersiapkan pembebanan tekan pada alat penguji.
4) Memasang benda uji tepat dibawah pembebanan.
5) Melakukan pembebanan dan mencatat nilai maksimal.
6) Menghitung kuat geser bahan Bambu Petung.
d) Tabel Hasil Pengujian
Data Uji Kuat Geser Sejajar Serat
Nama Diameter Diameter Luas bidang Beban maksimal
Sampel 1 2 (mm2) (Newton)
(mm) (mm)
I 118 93 414,09 28439,28
II 135 100 645,66 41678,26
III 143 107 835,87 54917,24
e) Analisis Data Geser Sejajar Serat
𝑃𝑚𝑎𝑘𝑠
Kuat geser // = 𝐴𝑔

Dimana: Pmaks = Beban maksimal (N)


Ag = Luas irisan yang dikenai beban (mm2)
90

𝑃𝑚𝑎𝑘𝑠 28439,28
Kuat Geser // I = = = 6,87 MPa
𝐴𝑔 4140,88

𝑃𝑚𝑎𝑘𝑠 41678,26
Kuat Geser // II = = = 6,46 MPa
𝐴𝑔 6456,63

𝑃𝑚𝑎𝑘𝑠 54917,24
Kuat Geser // III = = = 7,77 MPa
𝐴𝑔 7065,00

6,87 +6,46+7,77
Kuat Geser Rata-rata = = 7,03 MPa
3

Dari pengujian kuat geser sejajar serat diperoleh kesimpulan bahwa


kuat geser sejajar serat dalam sampel bambu adalah 7,03 MPa.
6. Pengujian Kuat Lentur (ISO 3129-1975 (E))
Uji kuat lentur statis spesimen diberikan beban pada sisi radial atau
tangensial. Akibat beban tersebut maka spesimen akan mengalami tegangan
yang terdistribusi secara linier pada penampang.
a) Tujuan
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui kekuatan lentur dari
spesimen.
b) Alat dan Bahan
1) Penggaris
2) Timbangan
3) Universal Testing Machine (UTM)
c) Langkah pengujian
1) Mempersiapkan benda uji dengan ukuran 30 x 2 x 2 cm.
2) Mengukur dimensi sebenarnya benda uji.
3) Mempersiapkan pembebanan tekan pada alat penguji.
4) Memasang benda uji tepat dibawah pembebanan.
5) Melakukan pembebanan dan mencatat nilai maksimal.
6) Menghitung nilai Modulus of Rupture dan Modulus of Elasticity
bahan Bambu Petung.
91

d) Tabel Hasil Pengujian


Data Uji Kuat Lentur
Nama Lendutan Beban Panjang Lebar Tebal
Sampel (mm) maksimal sampel sampel sampel
(Newton) (mm) (mm) (mm)
I 12,1 2200 280 20 19
II 12,4 2000 280 20 19
III 11,8 2000 280 19 19

e) Analisis Data MOR


3𝑥𝑝𝑚𝑎𝑘𝑠 𝑥𝐿
MOR = 2𝑥𝑏𝑥ℎ2

Dimana: Pmaks = Beban maksimal (N)


L = Panjang sampel (mm)
b = Lebar sampel (mm)
h = Tebal sampel (mm)
3𝑥𝑝𝑚𝑎𝑘𝑠 𝑥𝐿 3𝑥2200𝑥280
MOR I = = = 127,98 MPa
2𝑥𝑏𝑥ℎ2 2𝑥20𝑥192
3𝑥𝑝𝑚𝑎𝑘𝑠 𝑥𝐿 3𝑥2000𝑥280
MOR II = = = 116,34 MPa
2𝑥𝑏𝑥ℎ2 2𝑥20𝑥192
3𝑥𝑝𝑚𝑎𝑘𝑠 𝑥𝐿 3𝑥2000𝑥280
MOR III = = = 122,47 MPa
2𝑥𝑏𝑥ℎ2 2𝑥19𝑥192
136,13+123,75+123,75
MOR Rata-rata = = 122,26 MPa
3

Dari pengujian kuat lentur diperoleh kesimpulan bahwa MOR


dalam sampel bambu adalah 122,26 MPa.
f) Analisis Data MOE
𝑃
𝑚𝑎𝑘𝑠 𝑥𝐿3
MOE = 4𝑥𝑏𝑥ℎ 3 𝑥𝛿

Dimana: Pmaks = Beban maksimal (N)


L = Panjang sampel (mm)
b = Lebar sampel (mm)
h = Tebal sampel (mm)
δ = Lendutan (mm)
𝑃
𝑚𝑎𝑘𝑠 𝑥𝐿3 2200𝑥2803
MOE I = 4𝑥𝑏𝑥ℎ 3 𝑥𝛿 = 4𝑥20𝑥193 𝑥12,1 = 7.273,79 MPa

𝑃
𝑚𝑎𝑘𝑠 𝑥𝐿3 2000𝑥3303
MOE II = 4𝑥𝑏𝑥ℎ 3 𝑥𝛿 = 4𝑥20𝑥193 𝑥12,4 = 6.452,55 MPa
92

𝑃𝑚𝑎𝑘𝑠 𝑥𝐿3 2000𝑥3303


MOE III = 4𝑥𝑏𝑥ℎ 3 𝑥𝛿
= 4𝑥19𝑥193 𝑥11,8 = 7.137,53 MPa
10209,38+9056,70+9517,21
MOE Rata-rata = = 6.954,62 MPa
3

Dari pengujian kuat lentur diperoleh kesimpulan bahwa MOE


dalam sampel bambu adalah 6.954,62 MPa.

7. Perhitungan Panjang Kritis


Keruntuhan lentur balok murni akan terjadi pada bagian balok yang
mengalami momen lentur yang konstan, yaitu pada daerah (L-2a) dimana gaya
geser yang terjadi adalah nol. Tegangan yang terjadi haruslah kurang dari
tegangan kentur ijin yang telah dikalikan denga faktor koreksi tertentu.
Tabel L1.7. Data Uji Bahan Bambu Petung
Sifat Fisika dan Mekanika Bambu Petung
Kadar Kerap Teka Teka Geser M.Elasti
Tarik // Lentur
Air atan n // n﬩ // sitas
(gr/cm (MPa (MPa (MPa (MPa)
(%) 3) (MPa) (MPa)
) ) )
Sampel 1 22,72 0,68 30,00 13,84 268,05 6,87 127,98 7273,79
Bambu Sampel 2 19,56 0,71 41,68 11,99 299,10 6,46 116,34 6452,55
Petung Sampel 3 17,94 0,72 70,90 14,17 310,54 7,77 122,47 7137,53
Rata-rata 20,02 0,71 56,29 13,33 292,56 7,03 122,26 6954,62

Dari data diatas, maka dapat kita hitung panjang kritis balok bambu
laminasi dengan rumus:
6. 𝜎. ℎ
𝐿𝑐𝑟 =
8. 𝑡
Dimana: Lcr = panjang kritis (mm)
σ = tegangan lentur (MPa)
h = tinggi balok uji (mm)
τ = keruntuhan geser (MPa)
6.𝜎.ℎ 6.122,26.120
𝐿𝑐𝑟 = = = 1.564,78 mm
8.𝑡 8.7,03

Dari perhitungan panjang kritis diperoleh kesimpulan bahwa


keruntuhan lentur dan geser terjadi secara bersamaan pada 1.564,78 mm.
Sehingga panjang benda uji balok laminasi untuk uji geser harus lebih kecil
dari Lcr yaitu sebesar 1.050 mm.
93

Lampiran 2. Persiapan bahan

Pemilahan bilah bambu Pengukuran ketebalan bilah bambu

Kuas dan Lem Pengujian Kadar Air

Pengeringan di dalam oven


94

Lampiran 3. Persiapan Alat

Kuas Penggaris

Mesin Kempa Hidrolis Meteran

Lem Kayu Plastik

Mesin Planer Dongkrak Hidrolis


95

Klem Alat cetak bilah laminasi


96

Lampiran 4. Proses Pembuatan Sampel Benda Uji Balok Bambu Laminasi

Pembersihan bilah bambu Proses Pengeleman

Proses pemasukan bilah ke cetakan Proses Pengempaan

Proses Planer Pengempaan Dimensi Balok


97

Lampiran 5. Hasil Pengujian Kuat Lentur

Pengujian Balok Spesifikasi


Lembar Kerja
Laminasi Pengujian
Program : PTB Waktu : 10.00 WIB
Jurusam : PTK Hari : Senin
Fakultas : FKIP PENGUJIAN Tanggal : 02 - 04 – 2018
KUAT LENTUR
Lokasi : Laboratorium
UNS Struktur Fakultas Teknik
UNS

Standar Pengujian : ASTM D-198

A. Pendahuluan
Keruntuhan geser balok bambu laminasi adalah adanya gaya tekan
dan gaya tarik yang saling berlawanan pada garis netral, maka pada sekitar
sepanjang garis netral tersebut terjadi geser bila dibebani dengan gaya tekan
tertentu yang dihasilkan oleh mesin tekan.
Pengujian ini dilakukan menggunakan benda uji berupa balok
bambu laminasi dengan dimensi 105 x 12 x 6 cm.
B. Tujuan Penelitian
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
variasi dimensi terhadap keruntuhan geser balok bambu laminasi.
C. Alat dan Bahan
Alat :
a) Dua tumpuan pelat dan rol yang terbuat dari baja.
b) Bantalan penekan untuk pemberian beban yanng terbuat dari baja.
c) Mesin kempa untuk memberi beban.
d) Tranduser untuk menampilkan bacaan gaya secara digital.
e) Load cell sebagai penghubung antara mesin kempa dengan tranduser.
f) Stabilizer untuk menstabilkan aliran listrik.
g) Pelat baja sebagai bantalan load cell.
98

h) Dial gauge untuk mengukur besarnya lendutan.


i) Kapur warna untuk menandai retakan.

Bahan :
Balok bambu laminasi dengan variasi dimensi bilah 1 cm, 1,5 cm dan 2 cm
dengan panjang 105 cm lebar 6 cm dan tinggi 12 cm dengan total sampel
sebanyak 9 buah.

D. Benda Uji

Lebar Bilah Dimensi Panjang Pengujian Jumlah


No.
Bambu Balok Bambu Sampel Bambu Kuat Lentur Sampel
1. 10 mm 60 x 120 mm 1050 mm 3 3
2. 15 mm 60 x 120 mm 1050 mm 3 3
3. 20 mm 60 x 120 mm 1050 mm 3 3
Total Sampel 9

E. Standar Pengujian :
Ketentuan lainnya diatur dalam SNI 03-3959-1995 yaitu mesin uji
digunakan untuk pengujian kuat lentur harus memenuhi ketentuan yang
berlaku. Kuat lentur dari benda uji dihitung dengan rumus:
𝑉.𝑄
a) 𝜏 = 𝐼.𝑏

Keterangan :
τ = Tegangan normal akibat geser (MPa)
V = gaya geser (N)
Q = Momen pertama (statis momen) penampang
1 1 1 1 1 1
= 𝑏. (2 ℎ) . (2 𝑦) = 𝑏. (2 ℎ) . (2) . (2 ℎ) = 8 𝑏ℎ2

I = momen inersia (mm4)


= 1/12 bh3 untuk penampang segi empat
b = lebar balok (mm)
𝑃𝐿𝑦
b) 𝜎 = 3𝐼

Keterangan:
σ = tegangan normal akibat lentur (MPa)
P = beban maksimum (N)
99

L = panjang bersih antar tumpuan (mm)


y = jarak garis netral dengan sisi balok (mm)
I = momen inersia (mm4)
= 1/12 bh3 untuk penampang segi empat
23𝑃𝐿3
c) 𝑀𝑂𝐸 = 648 𝐼 𝛿

Keterangan:
MOE = Modulus of Elasticity (Mpa)
P = beban maksimum (N)
L = panjang bersih antar tumpuan (mm)
δ = lendutan (mm)
I = momen inersia (mm4)
= 1/12 bh3 untuk penampang segi empat
F. Pelaksanaan
Standar uji yang digunakan yaitu ASTM-D198 tentang Metode
pengujian kuat lentur di laboratorium.
a) Menyiapkan benda uji dengan ketentuan panjang x lebar x tinggi
berturut-turut adalah 105 cm x 6 cm x 12 cm.
b) Memberi nomor kode untuk setiap jenis sampel dalam setiap pengujian,
sebelum dipasang pada alat uji, ukur lebar dan tinggi benda uji
kemudian catat pada lembar data.
c) Atur jarak tumpuan pada bentang 90 cm.
d) Letakan pembagi beban diatas benda uji.
e) Letakan load cell diatas pembagi beban.
f) Letakan pelat baja di atas load cell.
g) Letakan bantalan penekan di atas load cell.
h) Pasang stabilizer pada stop kontak.
i) Pasang kabel tranduser pada load cell.
j) Pasang dial gauge dan posisikan dibawah benda uji.
k) Jalankan mesin uji dan catat beban serta lendutan yang terjadi.
l) Tentukan keretakan yang terjadi pada benda uji.
100

m) Hitung Keruntuhan geser Modulus of Rapture (MOR) dan Modulus of


Elasticity (MOE).
G. Hasil Pengujian Kuat Lentur Balok Laminasi Bambu Petung
1. Hasil Pengujian Lentur Balok Lainasi Lebar Bilah 1 cm (A)
101

2. Hasil Pengujian Lentur Balok Laminasi Lebar Bilah 1 cm (B)


102

3. Hasil Pengujian Lentur Balok Laminasi Lebar Bilah 1 cm (C)


103

4. Hasil Pengujian Lentur Balok Laminasi Lebar Bilah 1,5 cm (A)


104

5. Hasil Pengujian Lentur Balok Laminasi Lebar Bilah 1,5 cm (B)


105

6. Hasil Pengujian Lentur Balok Laminasi Lebar Bilah 1,5 cm (C)


106

7. Hasil Pengujian Lentur Balok Laminasi Lebar Bilah 2 cm (A)


107

8. Hasil Pengujian Lentur Balok Laminasi Lebar Bilah 2 cm (B)


108

9. Hasil Pengujian Lentur Balok Laminasi Lebar Bilah 2 cm (C)


109

H. Analisis Data Keruntuhan geser


Data Benda Uji
Variasi Ukuran
Balok Keruntuhan
Lebar Penampang Gaya Teg. Geser
Bambu geser
Bilah PxLxt Rata-Rata
Laminasi
cm KN MPa MPa
Sampel 1 105 x 6,0 x 12,0 29,20 6,08
1,0cm Sampel 2 105 x 6,0 x 12,0 37,80 7,88 7,43
Sampel 3 105 x 6,0 x 12,0 40,00 8,33
Sampel 1 105 x 6,0 x 12,0 50,80 10,58
1,5cm Sampel 2 105 x 6,0 x 12,0 52,40 10,92 10,08
Sampel 3 105 x 6,0 x 12,0 42,00 8,75
Sampel 1 105 x 6,0 x 12,0 42,40 8,83
2,0cm Sampel 2 105 x 6,0 x 12,0 38,80 8,08 8,42
Sampel 3 105 x 6,0 x 12,0 40,00 8,33

1. Rumus Perhitungan Keruntuhan geser :


𝑉.𝑄
τ= 𝐼.𝑏

Keterangan :
τ : Keruntuhan geser (MPa)
V : gaya geser (N)
Q : momen pertama (statis momen) penampang (MPa)
I : momen inersia (mm4)
b : lebar balok (mm)
1 1
Momen Inersia = 12 𝑏ℎ3 = 12 𝑥 60 𝑥 1203 = 8.640.000 𝑚𝑚4
1 1
Momen Pertama = 8 𝑏𝑡 2 = 8 𝑥 60 𝑥 1202 = 108.000 𝑀𝑃𝑎

a. Keruntuhan geser BLGH 1 cm


1) BLGH 1 cm (A)
𝑉.𝑄 29200.108000
τ= = = 6,08 MPa
𝐼.𝑏 8640000.60

2) BLGH 1 cm (B)
𝑉.𝑄 37800.108000
τ= = = 7,88 MPa
𝐼.𝑏 8640000.60
110

3) BLGH 1 cm (C)
𝑉.𝑄 40000.108000
τ= = = 8,33 Mpa
𝐼.𝑏 8640000.60

4) BLGH rata – rata


6,08+7,88+8,33
𝑥̅ = = 7,43 MPa
3

Dari hasil pengujian lentur balok diperoleh data berupa beban


maksimum dan lendutan, dari data primer di olah untuk mendapatkan
nilai keruntuhan geser diatas dan diperoleh kesimpulan bahwa nilai
keruntuhan geser untuk variasi 1 cm adalah 7,43 MPa.
b. Keruntuhan geser BLGH 1,5 cm
1) BLGH 1,5 cm (A)
𝑉.𝑄 50800.108000
τ= = = 10,58 MPa
𝐼.𝑏 8640000.60

2) Keruntuhan geser BLGH 1,5 cm (B)


𝑉.𝑄 52400.108000
τ= = = 10,92 MPa
𝐼.𝑏 8640000.60

3) Keruntuhan geser BLGH 1,5 cm (C)


𝑉.𝑄 42000.108000
τ= = = 8,75 Mpa
𝐼.𝑏 8640000.60

4) Keruntuhan geser BLGH rata – rata


10,58+10,92+8,75
𝑥̅ = = 10,08 MPa
3

Dari hasil pengujian lentur balok diperoleh data berupa beban


maksimum dan lendutan, dari data primer di olah untuk mendapatkan
nilai keruntuhan geser diatas dan diperoleh kesimpulan bahwa nilai
keruntuhan geser untuk variasi 1,5 cm adalah 10,08 MPa.
c. Keruntuhan geser BLGH 2 cm
1) Keruntuhan geser BLGH 2 cm (A)
𝑉.𝑄 42400.108000
τ= = = 8,83 MPa
𝐼.𝑏 8640000.60

2) Keruntuhan geser BLGH 2 cm (B)


𝑉.𝑄 38800.108000
τ= = = 8,08 MPa
𝐼.𝑏 8640000.60
111

3) Keruntuhan geser BLGH 1,5 cm (C)


𝑉.𝑄 40000.108000
τ= = = 8,33 Mpa
𝐼.𝑏 8640000.60

4) Keruntuhan geser BLGH rata – rata


8,83+8,08+8,33
𝑥̅ = = 8,42 MPa
3

Dari hasil pengujian lentur balok diperoleh data berupa beban


maksimum dan lendutan, dari data primer di olah untuk mendapatkan
nilai keruntuhan geser diatas dan diperoleh kesimpulan bahwa nilai
keruntuhan geser untuk variasi 2 cm adalah 8,42 MPa.

I. Analisis Data Modulus of Rupture (MOR)

Data Benda Uji


Variasi Ukuran
Lebar Balok Penampang Gaya MOR MOR
Bilah Bambu PxLxt Rata-Rata
Laminasi
cm KN MPa MPa
Sampel 1 105 x 6,0 x 12,0 29,20 60,83
1,0cm Sampel 2 105 x 6,0 x 12,0 37,80 78,75 74,31
Sampel 3 105 x 6,0 x 12,0 40,00 83,33
Sampel 1 105 x 6,0 x 12,0 50,80 105,83
1,5cm Sampel 2 105 x 6,0 x 12,0 52,40 109,17 100,83
Sampel 3 105 x 6,0 x 12,0 42,00 87,50
Sampel 1 105 x 6,0 x 12,0 42,40 88,33
2,0cm Sampel 2 105 x 6,0 x 12,0 38,80 80,83 84,17
Sampel 3 105 x 6,0 x 12,0 40,00 83,33

1. Rumus Perhitungan Modulus of Rupture (MOR)


𝑃𝐿𝑦
MOR = 𝜎 = 3.𝐼

Keterangan :

𝜎 : tegangan normal akibat lentur (MPa)

𝑃 : beban maksimum (N)

𝑦 : jarak garis netral dengan sisi balok (mm)

𝐼 : momen inersia (mm4)


112

1 1
Momen Inersia = 12 𝑏ℎ3 = 12 𝑥 60 𝑥 1203 = 8.640.000 𝑚𝑚4

a. Modulus of Rupture (MOR) BLGH 1 cm


1) MOR BLGH 1 cm (A)
𝑃𝐿𝑦 29200.900.60
𝜎= = = 60,83 MPa
3.𝐼 3.8640000

2) MOR BLGH 1 cm (B)


𝑃𝐿𝑦 37800.900.60
𝜎= = = 78,75 MPa
3.𝐼 3.8640000

3) MOR BLGH 1 cm (C)


𝑃𝐿𝑦 40000.900.60
𝜎= = = 83,33 MPa
3.𝐼 3.8640000

4) MOR BLGH 1 cm (Rata-Rata)


60,83+78,75+83,33
𝑥̅ = = 74,31 MPa
3

Dari pengujian kuat lentur diperoleh kesimpulan bahwa nilai


MOR untuk variasi 1 cm adalah 74,31 MPa.

b. Modulus of Rupture (MOR) BLGH 1,5 cm


1) MOR BLGH 1,5 cm (A)
𝑃𝐿𝑦 50800.900.60
𝜎= = = 105,83 MPa
3.𝐼 3.8640000

2) MOR BLGH 1,5 cm (B)


𝑃𝐿𝑦 52400.900.60
𝜎= = = 109,17 MPa
3.𝐼 3.8640000

3) MOR BLGH 1,5 cm (C)


𝑃𝐿𝑦 42000.900.60
𝜎= = = 87,50 MPa
3.𝐼 3.8640000

4) MOR BLGH 1,5 cm (Rata-Rata)


105,83+109,17+87,50
𝑥̅ = = 100,83 MPa
3

Dari pengujian kuat lentur diperoleh kesimpulan bahwa nilai


MOR untuk variasi 1,5 cm adalah 100,83 MPa.
113

c. Modulus of Rupture (MOR) BLGH 2 cm


1) MOR BLGH 2 cm (A)
𝑃𝐿𝑦 42400.900.60
𝜎= = = 88,33 MPa
3.𝐼 3.8640000

2) MOR BLGH 2 cm (B)


𝑃𝐿𝑦 38800.900.60
𝜎= = = 80,83 MPa
3.𝐼 3.8640000

3) MOR BLGH 2 cm (C)


𝑃𝐿𝑦 40000.900.60
𝜎= = = 83,33 MPa
3.𝐼 3.8640000

4) MOR BLGH 2 cm (Rata-Rata)


88,33+80,83+83,33
𝑥̅ = = 84,17 MPa
3

Dari pengujian kuat lentur diperoleh kesimpulan bahwa nilai


MOR untuk variasi 2 cm adalah 84,17 MPa.

J. Analisis Data Modulus of Elasticity (MOE)

Data Benda Uji


Variasi Ukuran MOE
Lebar Balok Penampang Gaya MOE Rata-
Bilah Bambu PxLxt Rata
Laminasi
cm KN MPa MPa
Sampel 1 105 x 6,0 x 12,0 29,20 8.649,65
1,0cm Sampel 2 105 x 6,0 x 12,0 37,80 10.062,50 8.614,20
Sampel 3 105 x 6,0 x 12,0 40,00 7.130,46
Sampel 1 105 x 6,0 x 12,0 50,80 7.349,54
1,5cm Sampel 2 105 x 6,0 x 12,0 52,40 7.522,87 7.760,08
Sampel 3 105 x 6,0 x 12,0 42,00 8.407,84
Sampel 1 105 x 6,0 x 12,0 42,40 8.824,13
2,0cm Sampel 2 105 x 6,0 x 12,0 38,80 11.737,16 9.980,67
Sampel 3 105 x 6,0 x 12,0 40,00 9.380,71

1. Rumus perhitugan Modulus of Elasticity (MOE)


23.𝑃𝐿³
MOE = 648.δ

Keterangan :

P : modulus elastisitas balok (MPa)


114

L : beban proporsional (N)

b : lebar balok (mm)

δ : lendutan proporsional yang terjadi (mm) dari balok laminasi

a. Modulus of Elasticity (MOE) BLGH 1 cm


1) MOE BLGH 1 cm (A)
23.𝑃𝐿³ 23.29200.900³
𝐸= = = 8.649,65 MPa
648.δ 648.10,11

2) MOE BLGH 1 cm (B)


23.𝑃𝐿³ 23.37800.900³
𝐸= = = 10.062,52 MPa
648.δ 648.11,25

3) MOE BLGH 1 cm (C)


23.𝑃𝐿³ 23.40000.900³
𝐸= = = 7.130,46 MPa
648.δ 648.16,80

4) MOE BLGH 1 cm (Rata-Rata)


8649,65+10062,52+7130,46
𝑥̅ = = 8.614,20 MPa
3

Dari pengujian kuat lentur diperoleh kesimpulan bahwa nilai


MOE untuk variasi 1 cm adalah 8.614,20 MPa.

b. Modulus of Elasticity (MOE) BLGH 1,5 cm


1) MOE BLGH 1,5 cm (A)
23.𝑃𝐿³ 23.50800.900³
𝐸= = = 7.349,54 MPa
648.δ 648.20,86

2) MOE BLGH 1,5 cm (B)


23.𝑃𝐿³ 23.52400.900³
𝐸= = = 7.522,87 MPa
648.δ 648.20,70

3) MOE BLGH 1,5 cm (C)


23.𝑃𝐿³ 23.42000.900³
𝐸= = = 8.407,84 MPa
648.δ 648.14,96

4) MOE BLGH 1,5 cm (Rata-Rata)


7349,54+7522,87+8407,84
𝑥̅ = = 7.760,08 MPa
3

Dari pengujian kuat lentur diperoleh kesimpulan bahwa nilai


MOE untuk variasi 1,5 cm adalah 7.760,08 MPa.
115

c. Modulus of Elasticity (MOE) BLGH 2 cm


1) MOE BLGH 2 cm (A)
23.𝑃𝐿³ 23.42400.900³
𝐸= = = 8.824,13 MPa
648.δ 648.14,39

2) MOE BLGH 2 cm (B)


23.𝑃𝐿³ 23.38800.900³
𝐸= = = 1.1737,16 MPa
648.δ 648.9,90

3) MOE BLGH 2 cm (C)


23.𝑃𝐿³ 23.40000.900³
𝐸= = = 9.380,71 MPa
648.δ 648.12,77

4) MOE BLGH 2 cm (Rata-Rata)


8824,13+11737,16+9380,71
𝑥̅ = = 9.980,67 MPa
3

Dari pengujian kuat lentur diperoleh kesimpulan bahwa nilai


MOE untuk variasi 2 cm adalah 9.980,67 MPa.
116

Lampiran 6. Modul Suplemen Bahan Ajar Mata Kuliah Struktur Bambu

SUPLEMEN BAHAN AJAR


KONSTRUKSI BAMBU
(BALOK LAMINASI BAMBU PETUNG)

Satrio Adhi Nugroho

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2018
117

A. Identitas Pendidikan

Satuan Pendidikan : Universitas Sebelas Maret


Fakultas : KIP
Program Studi : Teknik Bangunan
Mata Kuliah : Konstruksi Bambu
SKS :2
Semester : 6 (enam)
B. Kompetensi Dasar
Menjelaskan bambu sebagai bambu laminasi.
C. Indikator
1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian laminasi.
2. Mahasiswa dapat menjelaskan bahan-bahan perekat bambu laminasi.
3. Mahasiswa dapat menjelaskan perhitungan perekat dan jenis perekat.
4. Mahasiswa dapat menjelaskan aplikasi bambu laminasi untuk bangunan.
D. Materi Pokok
1. Teknologi Bambu Laminasi
2. Jenis-jenis perekat pada bambu laminasi
3. Cara membuat bambu laminasi
E. Pengalaman Belajar
Mahasiswa mengetahui pengertian bambu laminasi, jenis perekat untuk
laminasi, aplikasi bambu laminasi untuk bangunan
F. Alat, Media dan Sumber Belajar
1. Alat :
a) Spidol
b) Penghapus
c) White Board
d) LCD Projector
e) Laptop
f) Alat-alat Praktikum
118

2. Media :
Powerpoint/ media presentasi
3. Sumber Belajar :
a) Buku ajar :
Morisco, 2006, Bahan Kuliah Teknologi Bambu, Program S2
Teknik Sipil UGM, Yogyakarta.
b) Internet
c) Hasil Penelitian
G. Materi
1. Pengertian Laminasi
Teknologi perekatan berupa teknik laminasi adalah teknik
penggabungan bahan yang berdimensi kecil dan terbatas menjadi bahan
yang berdimensi lebih besar baik panjang, lebar dan tebal. Teknik
laminasi seperti ini mampu digunakan untuk membentuk dimensi bahan
bangunan yang digunakan sebagai bahan konstruksi (Purnawan
Gunawan, 2007:13).
Laminasi bambu juga harus memenuhi persyaratan kualitas
suatu bahan sesuai peraturan, supaya dapat digunakan sebagai bahan
baku suatu konstruksi sipil. Saat ini dengan dasar efisiensi pengolahan
kayu, industri perkayuan bergeser dari penggergajian ke industri
perekatan kayu seperti laminasi bambu ataupun kayu lapis lain. Dipihak
industri kayu yang mengubah bambu menjadi laminasi bambu
merupakan industri yang relatif maju dan lebih kompleks karena
membutuhkan bantuan perekat untuk memproduksi laminasi. Industri
laminasi ini suit untuk dipahami oleh masyarakat walaupun laminasi
dan perekatnya sudah mulai dikenal sejak dipasarkan pada awal tahun
20-an (Rosyid Setiawan dkk, 2015).
Selain itu beberapa kelebihan pada struktur glulam (laminasi)
antara lain: ukuran dapat dibuat lebih tinggi, bentang yang lebih
panjang, bentuk penampang dapat dibuat lengkung (curved) dan
konfigurasi bentuk lonjong dapat dipabrikasi dengan mudah, dapat
119

mengurangi perubahan bentuk dan reduksi pada kekuatan oleh cacat


kayu dapat dibuat lebih acak (Wijaya, 2003 dalam Rina Sarikusuma,
2010).
Mengacu pada ASTM DI 3727-92 balok laminasi dibedakan
menjadi dua yaitu: balok laminasi horizontal (horizontally laminated) dan
laminasi vertikal (vertically laminated). Balok laminasi horizontal
didefinisikan sebagai balok laminasi yang didesain untuk menahan beban
lentur yang berarah tegak lurus lebar permukaan papan lapisan dan balok
laminasi vertikal adalah balok laminasi yang didesain untuk menahan
beban lentur yang berarah sejajar bidang lebar papn lapisan.
Percobaan yang dilakukan oleh Wijaya (1995) terhadap bambu
ori dan bambu petung menunjukan bahwa jenis bambu yang digunakan
dalam pembuatan laminasi sangat mempengaruhi kekuatan laminasi
dan tidak berarti bahwa satu jenis bambu memiliki kekuatan yang lebih
tinggi secara keseluruhan dari jenis bambu yang lain. Kekuatan tarik
akan lebih dipengaruhi oleh jumlah nodia, kekuatan tekan dipengaruhi
oleh jenis bambu yang dipakai. Kekuatan lentur dan geser laminasi
tergantung dari jenis bambu dan jumlah perekat terlabur.
2. Bahan-bahan perekat laminasi bambu
Dalam proses pembuatan laminasi dengan perekat (glue
laminated), selain harus memperhatikan sifat kayu dan bambu, harus
diperhatikan pula jenis perekat yang digunakan. Karena perekat juga
menentukan hasil dari kayu dan bambu laminasi tersebut (Widodo dkk,
2004)
Perekatan adalah proses penggabungan dua bagian atau lebih
menjadi satu kesatuan dengan tambahan perekat yang menyambungkan
kedua bagian atau lebih tersebut menjadi bagian yang tak terpisahkan
(Rina Sarikusuma, 2010). Ada beberapa jenis perekat yang ada di
pasaran, diantaranya adalah:
a. Bahan Perekat Berbahan Dasar Formarldehyde
120

Jenis-jenis perekat buatan (synthetic resin adhesive) yang


dalam perekatan kayu adalah Phenol Formaldehyda (PF),
Resolsional Formaldehyda (RF), Melamine Formaldehyda (MF)
dan Urea Folmaldehyda (UF). Diantara keempatnya urea
folmaldehyda paling banyak digunakan karena harganya murah,
pematangan cepat dan tidak meninggalkan bekas warna (Bagus
Eratodi, 2010:190).
b. Bahan Perekat Berbahan Dasar Air
Perekat/lem yang dipergunakan berikutnya, memakai produk
Yona Bond 4700, yaitu perekat yang memakai sistem Water Based
Adhesives. Perekat ini merupakan hasil polimerisasi dari 2
komponen: Polymer Resin yang reaktif terhadap air water based) dan
Polivinil asetat (PVAc) sebagai crosslinker (pengikat), adapun
proses polimerisasi kimiawi (chemical bonding) ((Bagus Eratodi,
2010:190).
c. Perekat Berbahan Dasar Polimer
Bahan perekat yang digunakan adalah jenis perekat Polymer
dengan kode (KR-7800). Perekat jenis ini berbentuk cairan putih,
agak kental menyerupai kekentalan cat dinding tembok. Perekat
jenis Polymer mudah mengeras pada variasi suhu yang luas, lebih
ramah lingkungan karena tidak mengandung Formaldehyda,
ekonomis dan mempunyai daya rekat yang kuat (Bagus Eratodi,
2010:190).
Kekuatan rekatan dapat dijadikan sebagai tolak ukur
keberhasilan hasil produksi laminasi. Dalam teknologi laminasi,
aspek pengempaan merupakan bagian dari proses perekatan yang
berpengaruh terhadap hasil akhir perekatan, maka dinilai penting
mengetahui jumlah perekat terlabur pada proses pembuatan balok
laminasi bambu petung. Aspek jumlah perekat terlabur akan
mempengaruhi kualitas produk laminasi. Aspek pengempaan
dimaksudkan untuk menghasilkan garis perekat setipis mungkin
121

mendekati satu molekul perekat. Kekuatan perekatan akan meningkat


seiring dengan berkurangnya tebal perekatan (Gusti Made Oka, 2005).
3. Aplikasi bambu pada bangunan
Litbang UPT BPP biomaterial LIPI mengembangkan
pengolahan material bambu yang diberi nama Bambu Komposit.
Pengembangan material tersebut dimaksudkan untuk menjadi material
alternatif pengganti kayu.
Proses pembuatan bambu komposit atau secara umum dikenal
dengan laminasi bambu, diproses dengan cara membentuk batang
bambu menjadi potongan pipih kemudian disatukan dan dibentuk
menjadi balok atau papan kemudian diberikan bahan perekat dan dipres.
Dari hasil penelitian Litbang UPT BPP biomaterial LIPI kekuatan
bambu komposit umtuk uji bending strength sangat baik dan dapat
melebihi kayu jati.
Dengan perekat phenol formaldehide atau isocyanate, papan
atau balok bambu komposit dapat digunakan sebagai bahan bangunan
di luar ruangan seperti rumah kebun, pagar halaman, dinding penyekat
jalan tol, jembatan, dan lain-lain. Sedangkan dengan urea
formaldehyde, papan atau balok bambu komposit dapat digunakan
untuk bahan bangunan didalam ruangan seperti dinding rumah, pintu,
mebel, dan lain-lain. Papan bambu komposit ini dapat dikembangkan
untuk berbagai produk dengan spesifikasi teknis (dimensi, kerapatan),
bentuk, tujuan pemakaian (indoor/outdoor) dan kegunaan sesuai
dengan permintaan.
4. Proses Pembuatan Balok Laminasi
Proses atau langkah-langkah pembuatan balok bambu laminasi
dapat dilihat pada bagan berikut ini:

Anda mungkin juga menyukai