Anda di halaman 1dari 6

SAINS

Jurnal Ilmu Kimia


http://ojs.uho.ac.id/index.php/jpkim
Volume 1 Edisi 1; April 2021, pp: 2301-5934
p-ISSN: 2301-5934, e-ISSN: : 2301-5934

jurnalsains@uho.ac.id
UJI KINERJA MEMBRAN SELULOSA ASETAT TERMODIFIKASI
MIKROZEOLIT UNTUK FILTRASI AIR BERKAPUR
Heriyansyah1, Aceng Haetami2, Fahyuddin3
Jurusan Pendidikan Kimia FKIP Universitas Halu Oleo
1,2,3

(*) Corresponding author: alamat email penulis korespondensi


Article History Abstract
Received : A study has been conducted “performance test of Microzeolite modified
Revised : cellulose acetate membrane for calcareous water filtration”. This study aims to:
Published : (1) Determine the permeability of microzeolite modified cellulose acetate
membrane for calcareous water filtration (2) determine the selectivity of
microzeolite modified cellulose acetate membrane to Ca2+ ions and Fe3+ ions for
calcareous water filtration. The sample of this study is the well water in the
mosque Fath Mu'in Lecturer Housing Complex, UHO.
This study consists of several stages, namely the manufacture of
cellulose acetate membrane with microzeolite additives, the manufacture of
modules, permeability test and rejection test which includes the determination of
rejection coefficient for Ca2+ ions and Fe3+ions. The membrane was made by
phase inversion method with composition of cellulose acetate (15% w/v) by
volume of acetone, additive microzeolite (25% w/w) by weight of cellulose acetate
and acetone as solvent. The results showed a membrane flux value of 22.82 L /
m2.Hours and rejection value for Ca 2+ ion and Fe3+ ion respectively 23.07% and
57.19%.
Keywords: Cellulose Acetate, Microzeolite, permeability, selectivity, filtration,
calcareous water

PENDAHULUAN

Kebutuhan air bersih dari waktu ke waktu meningkat dengan pesat, sejalan dengan
bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya kegiatan manusia sesuai dengan tuntunan kehidupan
yang terus berkembang untuk mencukupi berbagai keperluan. Macam-macam sumber air dapat
dimanfaatkan sebagai sumber air bersih antara lain air laut, air hujan, air permukaan (sungai, rawa,
danau) dan air tanah yang salah satunya dengan sumur gali (Sahidi dkk., 2019).
Sumur gali adalah salah satu konstruksi sumur yang paling umum dan banyak digunakan untuk
mengambil air tanah bagi masyarakat kecil dan rumah - rumah perorangan sebagai air minum (Sahidi
dkk., 2019). Salah satu syarat kimia dalam persyaratan kualitas air adalah jumlah kandungan unsur Ca 2+
dan Mg2+ dalam air yang keberadaanya biasa disebut dengan kesadahan air (Budiman dan Mentarianata,
2015).
Tingakat kesadahan yang tinggi apabila dikonsumsi sebagai air minum dapat mengganggu
kesehatan dan menimbulkan endapan atau kerak dalam perkakas rumah tangga (Munawaroh dkk.,
2016). Menurut WHO air yang kesadahanya tinggi dapat menimbulkan dampak terhadap kesehatan
yaitu dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh darah jantung (cardiovascular desease) dan batu
ginjal (urolithiasis) (Said, 2008). Selain kesadahan, sumur gali juga mengandung ion besi. Penggunaan
air dengan konsentrasi Fe tinggi juga menyebabkan gangguan kesehatan, menimbulkan bau yang kurang
enak, dan menyebabkan kerak pada dinding bak kamar mandi, serta bercak kuning pada pakaian
(Pusfitasari dkk., 2018).
Membran merupakan salah satu alternatif teknologi pengolahan air dengan prinsip filtrasi yang
sedang banyak dikembangkan. Teknologi membran dinilai lebih menguntungkan untuk diterapkan
dalam pengolahan air karena tidak diperlukan bahan kimia tambahan seperti pada teknologi
konvensional yang sudah ada. Selain itu, teknologi membran tidak memerlukan peralatan yang banyak
dan besar karena komponen membran bersifat portable sehingga biaya investasi awal yang dibutuhkan
lebih rendah dari sitem konvensional (Supriyadi dkk., 2013).
Material membran berupa polimer bahan alam organik yang banyak digunakan adalah selulosa
asetet. Keunggulan menggunakan selulosa asetat yaitu mudah diproduksi dan bahan mentahnya berasal

Heriyansyah, Aceng Haetami dan Fahyuddin


Sains: Jurnal Ilmu Kimia Volumex,, Edisi x Tahun 2022

dari sumber alam yang dapat diperbaharui. Selulosa asetat dapat dibuat dari asam asetat dan selulosa
(Apriyani dkk., 2018). Selulosa asetat merupakan salah satu jenis polimer yang banyak digunakan untuk
membran. Salah satu aplikasi penggunaan membran yaitu sebagai biofilter air (Arifah dkk., 2018).
Membran selulosa asetat dapat dibuat dengan metode inversi fasa atau immersi presipitasi yaitu
suatu proses dimana larutan homogen yang berisi bahan polimer, pelarut dan aditif dicetak pada glass
plate, kemudian dibenamkan dalam koagulan yang berisi cairan non pelarut sehingga membentuk
padatan (Murni dan Sudarmi, 2010). Penambahan aditif sebagai komponen ketiga ke dalam larutan cetak
membran merupakan salah satu teknik yang penting didalam pembuatan membran. Dalam hal ini aditif
berperan sebagai agen pembentuk pori yang meningkatkan proses permeasi. Pada prinsipnya senyawa
aditif dapat berupa senyawa organik atau anorganik. Sifat volatilitas yang lebih rendah dibandingkan
dengan pelarut serta kemampuan aditif tersebut larut dalam media gel merupakan syarat untuk suatu
senyawa dijadikan sebagai aditif (Safiah dan Mulyati, 2018).
Penambahan mineral ke dalam suatu sistem membran dapat mengubah kekuatan mekanik, fisik,
memperbaiki struktur membran, serta berpeluang untuk pengembangan material kompleks mineral-
polimer yang digunakan sebagai membran untuk proses pemisahan. Salah satu mineral yang bisa
ditambahkan kedalam membran selulsa asetat adalah zeolit. Zeolit yang ditambahkan sebagai bahan
pengisi pada matriks membran dapat meningkatkan kinerja membran (Ernawati, 2014).
Raja (2016), dalam penelitianya tentang Pemanfaatan Membran Selulosa Asetat Termodifikasi
Mikro Zeolit Alam untuk Filtrasi Air Sungai, menunjukkan bahwa Air sungai sebelum penyaringan
dengan membran selulosa asetat memiliki TDS 60 mg/L, TSS 35 mg/L, Kekeruhan 10 NTU, pH 6.56,
dan logam Fe 0.86 mg/L. Setalah penyaringan dengan membran selulosa asetat dengan penambahan
zeolit penurunan optimum memiliki TDS 12 mg/L, TSS 15 mg/L, Kekeruhan 2 NTU, pH 6.5 dan
Logam Fe 0.55 mg/L dan interaksi zeolit dengan padatan terlarut (tersuspensi) dan logam Fe adalah
interaksi adsorpsi fisik. Penelitian sebelumnya, memanfaatkan membran yang termodifikasi zeolit untuk
filtrasi air sungai. Berdasarkan uraian - uraian di atas dan penelitian sebelumnya, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang pengolahan air berkapur menggunakan membran dengan judul “Uji
Kinerja Membran Selulosa Asetat termodifikasi Mikrozeolit untuk filtrasi Air berkapur”

METODE

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah pipet volume, keran air, timbangan analitik,
spatula, batang pengaduk, Erlenmeyer, stirer, plat kaca, lakban, Spektrofotometer SSA dan batang
stainless stell.
Bahan yang digunakan adalah selulosa asetatSigma-Aldrich dengan kandungan asetil 39,8
%-b, beratmolekul rata-rata 30.000 (GPC), indek refraksi 1,4750 (nD 20), dan densitas 1,300, aseton,
pipa plastik, aquades, dan zeolit.

Prosedur Kerja

1. Pembuatan Membran

Selulosa Asetat 15% (w/v) dilarutkan dalam aseton, kemudian dicampurkan dengan
mikrozeolit 200 Mesh yang telah diaktivasi dengan perbandingan berat mikrozeolit 25% terhadap
berat selulosa asetat. Kemudian diaduk dengan pengaduk magnet hingga larutan homogen. Larutan
ini disebut larutan dope, larutan didiamkan untuk menghilangkan gelembung udara. Larutan dope
dituangkan diatas plat kaca lalu diaratakan dengan batang stainless steel hingga terbentuk lapisan
tipis dan dibiarkan 7 menit. Lapisan tipis kemudian dimasukan pada bak koagolan yang berisi
aquades sampai membran terlepas.

2. Uji Permeabilitas

Membran yang telah dibuat kemudian diuji dengan menggunakan alat sel ultrafiltrasi system
Dead-end. Membran yang telah dibentuk diletakkan pada dasar alat. Air umpan dialirkan kedalam

Heriyansyah, Aceng Haetami dan Fahyuddin


Sains: Jurnal Ilmu Kimia Volumex,, Edisi x Tahun 2022

modul dari bak penampungan dan ditampung volume permeatnya setiap 30 menit selama 150 menit.
Penentuan fluks (Permeabilitas) membran menggunakan persamaan berikut:
V
J= (Mahmud dan Noor, 2005)
Axt
Keterangan:
J = Fluks Cairan (L/m2 Jam)
V= Volume permeat (L)
A= Luas permukaan membran (m2)
t = Waktu operasi (Jam)

3. Uji Selektivitas

Koefisien rejeksi sebaga salah satu parameter permselektivitas dilakukan untuk megetahui
seberapa besar kemampuan membran untuk menahan atau melewatkan suatu spesi. Larutan umpan
dan permeat pada 30 menit pertama kemudian dianalisa konsentrasi ion kalsium dan ion besinya
menggunakan instrumen Spektrofotometri Serapan Atom pada panjang gelombang maksimum
masing-masing ion untuk menentukan koefisien rejeksi. Penentuan koefisien rejeksi menggunakan
persamaan beriku:

R (%) = [1- (Cp/Cf)] x 100% (Mahmud dan Noor, 2005)


Keterangan:
R = Koefisien Rejeksi (%)
Cp = Konsentrasi zat pada permeat
Cf = Konsentrasi zat pada cairan umpan

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Pembuatan Membran

Membran dibuat dengan mencampurkan serbuk selulosa asetat kedalam aseton dengan
perbandingan 15% berat selulosa asetat terhadap volume aseton, lalu ditambahakan aditif berupa
mikrozelit 200 mesh dengan kadar 25% berat terhadap berat selulosa asetat. Larutan lalu diaduk
menggunakan magnetic stirrer selama 6 jam agar mikrozeolit terdispersi merata kedalam larutan
selulosa asetat. Pengadukan dilakukan di dalam Erlenmeyer 25 mL yang ditutup rapat menggunakan
aluminium foil agar pelarut aseton tidak menguap. Larutan ini disebut sebagai larutan dope. Larutan
dope selanjutnya didiamkan selama 10 menit untuk menghilangkan gelembung udara.
Pembuatan membran pada penelitian ini, dilakukan dengan cara inversi fasa melalui teknik
presipintasi imersi. Membran dicetak di atas plat kaca. Larutan Dope yang sudah didiamkan
kemudian dituang diatas plat kaca yang sudah diberi lakban pada setiap sisinya lalu diratakan
menggunakan batang stainless stell hingga terbentuk lapisan tipis, seperti yang terlihat pada Gambar
1.1 Membran yang sudah dicetak, selanjutnya dimasukan kedalam bak koagulan yang berisi aquades
untuk proses pemadatan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.2

Gambar 1.1 Membran cetak Gambar 1.2 Pemadatan Membran

Heriyansyah, Aceng Haetami dan Fahyuddin


Sains: Jurnal Ilmu Kimia Volumex,, Edisi x Tahun 2022

Presipintasi Imersi yang merupakan bagian dari inversi fasa, mencetak larutan polimer pada
penyangga membran sehingga saat padatan dicelupkan dalam koagulan yang tidak ada pelarutnya
akan terjadi pertukaran antara pelarut dan non pelarut (Harianingsih dan Maharani., 2018). Inversi
fasa merupakan proses pengubahan bentuk polimer dari fasa cair menjadi padat dengan kondisi
terkendali. Proses pemadatan (solidifikasi) ini diawali dengan transisi dari fasa cair satu ke fasa dua
cairan (liquid-liquid demixing). Pada tahap tertentu selama proses demixing, salah satu fasa cair (fasa
polimer konsentrasi tinggi) akan memadat sehingga akan terbentuk matriks padat (Lusiana dkk.,
2020). Pada saat proses perendaman di dalam bak koagulasi maka pelarut aseton akan berdifusi
keluar membran sehingga terbentuk lapisan aktif dengan pori-pori kecil pada permukaan atas
membran.

2. Uji Permeabilitas

Membran Selulosa Asetat yang sudah dibuat diuji kinerjanya menggunakan modul sistem
Dead-End yang sudah dibuat. Kedalam modul membran kemudian dialirkan air dari tower
penampungan dengan debit sebesar 1.194 L.Jam-1 dan diukur volume permeatnya setiap 30 menit
selama 150 menit. Volume permeat yang dihasilkan digunakan untuk mengetahui fluks membran
seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.1

Grafik hubungan Fluks Membran Terhadap


waktu operasi
Fluks (L/m2Jam)

23.2
23
22.8 23.076
22.6 22.936
22.796 22.739
22.4
22.445 22.445
22.2
22
30 60 90 120 150 Rata-rata

Waktu operasi (menit)

Gambar 2.1 Grafik Hubungan Fluks terhadap waktu operasi

Gambar 2.1 terlihat fluks air pada 30 menit pertama sebesar 23,076 L/m 2Jam,ada 30 menit
kedua sebesar 22,936 L/m2Jam, pada 30 menit ketiga sebesar 22,796 L/m2Jam, 30 menit keempat
sebesar 22,445 L/m2Jam dan pada 30 menit kelima sebesar 22,445 L/m2Jam serta fluks rata-rata
selama 5 x 30 menit operasi sebesar 22,739 L/m2Jam. Menurut Mulder (2012), nilai permeablitas
membran dapat digunakan untuk mengklasifikasikan kategori membran yang dihasilkan. Untuk
kategori membran ultrafiltrasi, memiliki nilai koefisien permeabilitas antara 10-50 L/m 2 Jam.
Berdasarkan Gambar 2.1, dengan nilai fluks (koefisien permeabilitas) rata-rata sebesar 22,739
L/m2Jam.
Gambar 2.1 juga memperlihatkan nilai fluks air yang melewati membran mengalami
penurunan setiap 30 menit, hal ini bisa disebabkan oleh terjadinya Fouling pada membran. Fouling
terjadi karena adanya penyumbatan pada pori-pori membran. Partikel-partikel yang tidak mampu
melewati pori membran akan bertumpuk pada permukaan membran sehingga dapat menutupi pori
membran dan menghalangi partkel lain untuk melewati pori membran. Semakin lama waktu operasi
maka akan semakin banyak pula partikel-partikel yang menumpuk pada permukaan membran
sehingga pori membran akan semakin banyak yang tertutup yang berakibat pada penurunan fluks
setiap waktu seperti yang terlihat pada Gambar 2.1 dimana fluks air semakin menurun seiring dengan
lamanya waktu operasi. Selain itu, Fouling juga bisa disebabkan oleh tertahanya partikel-partikel
dalam pori membran yang menyebabkan penyumbatan pada pori membran. Hal ini bisa disebabkan
karena ukuran pori membran yang tidak selalu seragam. Partikel-partikel yang sudah masuk kedalam
pori membran dan tidak bisa melewati pori tersebut akan tertahan di dalam pori membran. Semakin
lama waktu operasi maka semakin banyak pula partikel-partikel yang tertahan didalam pori membran

Heriyansyah, Aceng Haetami dan Fahyuddin


Sains: Jurnal Ilmu Kimia Volumex,, Edisi x Tahun 2022

yang menyebabkan terjadinya penurunan fluks hingga membran akan jenuh yang ditandai dengan
fluks hampir konstan seperti pada 30 menit ke-4 dan ke-5

3. Uji Selektivitas

Koefisien Rejeksi merupakan parameter permselektivitas. Pengujian koefisien rejeksi


bertujuan untuk mengetahui kemampuan suatu membran dalam menahan suatu partikel tertentu. Air
umpan dan permat ditentukan konsentrasi ion besi dan kalsiumnya menggunakan instrumen
Spektrofotometri Serapan Atom pada panjang gelombang 422,7 nm untuk ion kalsium dan 248,3 nm
untuk ion besi, dengan hasil analisis ditunjukkan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Konsentrasi dan Koefisen Rejeksi Ion Besi dan Ion Kalsium
Konsentrsi umpan Konsentrasi Permeat Kefisien Rejeksi
(ppm) (ppm) (%)
Ion Kalsium 74,07655 56,98898 23,07
Ion Besi 0,5836 0,2498 57,19

Tabel 3.1 memperlihatkan konsentrasi ion kalsium dan ion besi pada larutan umpan dan
permeat beserta koefisien rejeksi dar masing-masing ion. Konsentrasi ion kalsium pada larutan
sebesar 74,07655 ppm sedangkan pada permeat memiliki konsentrasi sebesar 56,98898 ppm dan
koefisien rejeksi membran terhadap ion kalsium sebesar 23,07 %, sedangkan untuk ion besi,
konsentrasi pada larutan umpan sebesar 0,5836 ppm, pada permeat sebesar 0,2498 ppm dan koefisien
rejeksi membran terhadap ion besi sebesar 57,19%.
Penurunan konsentrasi masing-masing ion pada larutan dan permeat disebabkan oleh adanya
porositas dari membran. Ion-ion yang tidak mampu melewati poros membran akan tertahan pada
permukaan membran atau terjebak di dalam poros membran sehingga konsentrasi masing-masing ion
akan mengalami penurunan jika dibanding pada larutan umpan. Selain itu penurunan konsentrasi ion
juga bisa disebabkan oleh adanya zeoilit pada membran. Raja (2016) menuturkan bahwa penambahan
zeolit yang sudah diaktivasi pada membran dapat mengadsorbsi ion-ion logam termasuk ion kalsium
dan besi. Selain itu zeolit juga dapat berperan sebagai penukar ion terhadap ion-ion logam. Koefisien
rejeksi terhadap ion besi lebih besar dari ion kalsium, hal ini bisa dipengaruhi oleh penambahan aditif
zeolit pada membran. Nasrun (2012), dalam penelitianya tentang Dehidrasi Etanol secara Pervaporasi
dengan Membran Selulosa Asetat Termodifikasi Zeolit Alam, mengemukakan bahwa ketika zeolit
ditambahkan kedalam membran selulosa asetat, maka gugus hidroksil (-OH) juga akan bertambah.
sehingga afinitas membran terhadap ion besi akan meningkat, karena ion besi dapat membentuk
kompleks dengan gugus hidroksil. Selain itu keberadaan ion besi dalam air bisa berupa ion Besi(II)
ataupun Besi(III) yang membuat keduanya saling tolak-menolak, sedangkan ion kalsium hanya dalam
bentuk Ca2+ saja.

KESIMPULAN

Permeabilitas membran selulosa asetat termodimodifikasi mikrozeolit yang dinyatakan sebagai


fluks yang diukur setiap 30 menit dengan waktu operasi selama 150 menit berturut-turut yaitu 23,076
L/m2 Jam., 22,923 L/m2 Jam., 22,853 L/m2 Jam., 22,643 L/m2 Jam., 22,618 L/m2 Jam., dengan fluks
rata-rata sebesar 22,8226 L/m2 Jam.
Selektivitas membran selulosa asetat termodimodifikasi mikrozeolit yang dinyatakan sebagai
koefisien rejeksi terhadap ion kalsium sebesar 23,07 % dan terhadap ion besi sebesar 57,19 %.

REVERENSI

Apriani, R., Rohman, T., & Mustikasari, K. 2017. Sintesis dan Karakterisasi Membran Selulosa
Asetat dari Tandan Kosong Kelapa Sawit. Jurnal riset Industri Hasil Hutan. 9(2): 91-98.

Heriyansyah, Aceng Haetami dan Fahyuddin


Sains: Jurnal Ilmu Kimia Volumex,, Edisi x Tahun 2022

Arifah, S.H., Nurani, K.D., Mursilati, M., & Haryono, G. 2018. Biofiltotacum: Optimalisasi Limbah
Nicotiana Tabacum Sebagai Membran Ultrafiltrasi dalam Filter Air Sungai. VIGOR:
Jurnal Ilmu Pertanian Tropika dan Subtropika. 3(2): 57-61.

Budiman, Mentariana, C. 2015. Efektifitas Abu Sekam Padi Sebagai Biofilter Zat Kapur (CaCO3)
pada Air Sumur Gali di Jalan Domba Kelurahan Talise. Higiene. 1(1): 9-13.

Ernawati, E. 2014. Pembuatan Membran Selulosa Asetat Termodifikasi Zeolit Alam Lampung untuk
Pemisahan Etanol-Air Secara Pervaporasi. Chemica et Natura Acta. 2(1): 101-104.

Harianingsih & Maharani, F. 2018. Sintesis Membran Selulosa Asetat Cassava Untuk Mikrofiltrasi Fe
pada Limbah Batik Artifisial. Inovasi Teknik Kimia. 3(2): 36-40

Lusiana, R.A., Prasetya, N.B.A. & Khabibi. 2020. Pengaruh Penambahan Aditif terhadap
Karakterisasi Fisikokimia Membran Polisulfon. Indonesian Journal of Chemical Science.
9(3): 194-200.
Mahmud & Noor, R. 2005. Kinetika Fouling Membran Ultrafiltrasi (UF) Pada Pengolahan Air
Berwarna: Pengaruh Interval dan Lamanya Pencucian Balik (Backwashing) Membran.
Info-Teknik. 6(1): 62-69.

Mulder, J. 2012. Basic principles of membrane technology. Springer Science& Business Media.

Munawaroh, R., Masturi, Yulianti, I., & Sumarli. 2016. Filtrasi Air Berkapur dengan Memanfaatkan
Karbon Kulit Buah Randu dan Zeolit. Prosiding Seminar Nasional Fisika (E-Journal) SNF
2016. 5: 25-30.

Murni, S.W. & Sudarmi, S. 2010. Preparasi Membran Selulosa Asetat untuk Penyaringan Nira Tebu.
Eksergi. 10(2): 36-41.

Nasrun. 2012. Dehidrasi Etanol Secara Pervaporasi Dengan Membranselulosa Asetat Termodifikasi
Zeolit Alam. Jurnal Teknologi Unimal. 1(1): 1-11

Pusfitasari, M.D., Yogaswara, R.R., Jiwantara, D.M., Daud, Anggara, I.R. 2018. Penurunan
Kadungan Besi (Fe) Dalam Air Tanah Dengan Metode Elektrokoagulasi. Jurnal Teknik
Kimia. 12(2): 59-63.

Raja, P.M. 2016. Pemanfaatan Membran Selulosa Asetat Termodifikasi Mikro Zeolit Alam untuk
Filtrasi Air Sungai. Jurnal Saintika. 16(2): 37-42.

Safiah & Mulyanti, S. 2018. Karakterisasi dan Analisa Kinerja Membran Selulosa Asetat untuk
penyisihan Ion Logam Cr3+ dan Cd2+ dalam air dengan Proses Ultrafiltrasi. Jurnal
Rekayasa Kimia dan Lingkungan. 13(2): 127-134.

Sahidi, A., Rosmalatama, M.A., Elsa, I.R., Fadhillah, A.M., Restina, A., Tamsir, D.A. & Triani, K.S.
2019. Identifikasi Kualitas Air di Daerah Aliran Sungai Kabupaten Muna Barat. JKMC. 1(1):
1-7.

Said, N.I. 2008. Teknologi Pengelolaan Air Minum “Teori dan Pengalaman Praktis”. Jakarta Pusat:
Pusat Teknologi Lingkungan.

Supriyadi, J., Hakika, D.C. & Kusworo, T.D. 2013. Peningkatan Kinerja Membran Selulosa Asetat
untuk Pengolahan air payau dengan Modifikasi Penambahan Aditif dan Pemanasan. Jurnal
Teknologi Kiia dan Industri. 2(3): 96-108.

Heriyansyah, Aceng Haetami dan Fahyuddin

Anda mungkin juga menyukai