Anda di halaman 1dari 10

PROGRAM SARJANA TEKNIK LINGKUNGAN

UNIVERSITAS RIAU
Makalah Mata Kuliah Teknologi Membran Tahun 2023

PENGOLAHAN AIR LIMBAH MENJADI AIR MINUM DENGAN


MENGGUNAKAN MEMBRAN NANOFILTRASI

Nurul Farhani 2007113907

Abstrak :
Makalah ini menyajikan gambaran mengenai Air merupakan zat yang sangat
penting bagi kehidupan seluruh makhluk hidup di bumi. Air merupakan
kebutuhan primer di bandingkan dengan kebutuhan zat lainnya. Munculnya
permasalahan mengenai krisis air bersih yang disebabkan oleh berbagai faktor
seperti pencemaran berbagai sumber air akibat dari pembuangan limbah industri
dan penggunaan air tanah yang berlebihan. Oleh karena itu, diperlukan suatu
upaya yang dapat mengatasi krisis air tersebut seperti penerapan teknologi
pengolahan air. Teknologi membran merupakan salah satu teknologi baru yang
telah banyak digunakan dalam proses pemisahan dan diaplikasikan dalam
berbagai bidang baik industri proses, farmasi, kedokteran dan juga sebagai
teknologi pengolahan air. Membran yang sering digunakan dalam teknologi
pengolahan air diantaranya adalah mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, nanofiltrasi dan
reverse osmosis. Sumber air yang dapat diolah bisa berasal dari air permukaan, air
tanah, air payau, air laut dan juga air limbah. Pengolahan air yang bersumber dari
air limbah akan memberikan nilai positif tidak hanya bagi industri tetapi juga bagi
lingkungan. Pengolahan air dilakukan berdasarkan pada penggunaan air misalnya
untuk air minum. Penggunaan proses membran nanofiltrasi untuk pengolahan air
minum dari sumber air alami sudah banyak diterapkan, begitu pula dengan
industri-industri yang menggunakan air dalam jumlah yang besar sebagai bahan
bakunya saat ini sudah mulai mengolah air limbahnya untuk dijadikan kembali
sebagai air proses.
Kata kunci: Air limbah, air minum, membran nanofiltrasi, selulosa asetat,
pengolahan air.

1. Pendahuluan
Setiap makhluk hidup terutama manusia membutuhkan air untuk dapat
hidup. Air dapat menopang hidup manusia dari berbagai aspek seperti pekerjaan
maupun metabolism tubuh. Air juga merupakan salah satu sumber daya yang
dengan mudah ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Air murni memiliki
banyak seklai kegunaan. Pertanian (70%), industri (19%), dan kebutuhan
domestik (11%) merupakan tiga bidang yang paling banyak memerlukan air
bersih. Walaupun air mudah didapatkan, masih terdapat kemungkinan terjadinya
krisis air. Hal ini dapat terjadi apabila didapatkan faktor-faktor seperti
penyalahgunaan air, polusi pada sumber air, pengaturan air yang salah maupun
perubahan iklim dan bertambahnya populasi makhluk hidup.
Krisis air bersih dapat menjadi permasalahan yang besar. Beberapa indikator
terjadinya krisis air diantaranya adalah persediaan air minum yang semakin sulit,
persediaan air sanitasi yang semakin sulit, tercemarnya sumber air yang
mengganggu keragaman hayati dalam ekosistem air, penggunaan air tanah yang
berlebihan. Beberapa pihak bahkan menyatakan bahwa sumber air yang semakin
langka dapat menyebabkan timbulnya perang. Pencemaran terhadap sumber air
merupakan dampak dari adanya pembuangan limbah industri ke lingkungan atau
badan air yang tidak melalui proses pengolahan terlebih dahulu. Industri sendiri
merupakan pengguna air dalam jumlah yang cukup signifikan apabila
dibandingkan dengan kebutuhan air minum dan air sanitasi. Bahkan untuk
beberapa industri, air menjadi komponen utama dan penentu kualitas produk. Saat
ini, laju pertumbuhan industri terutama di Indonesia semakin meningkat dan itu
artinya semakin banyak pula limbah industri yang dihasilkan. Tidak tersedianya
teknologi pengolahan limbah yang memadai serta mahalnya teknologi pengolahan
limbah menjadi kendala besar bagi industri. Pada akhirnya efluen dari pengolahan
limbah yang tidak memenuhi standar baku mutu air limbah yang layak tetap di
buang ke lingkungan atau badan air. Dampak dari pembuangan limbah yang terus
berkelanjutan tersebut menyebabkan pencemaran sumber air yang semakin luas
dan semakin parah. Dampak dari hal tersebut yang terus berkelanjutan
mengakibatkan sulitnya menemukan persediaan sumber air. Solusi untuk
mengatasi krisis air bersih ini adalah dengan melakukan pengolahan air. Dahulu,
pengolahan air dilakukan secara konvensional seperti koagulasi, flokulasi,
sedimentasi dan filtrasi. Saat ini pengolahan air dapat dilakukan dengan
menggunakan teknologi membran khususnya nanofiltrasi. Teknologi membran
merupakan teknologi yang baru berkembang belum lama ini. Pemisahan dengan
menggunakan membran tidak dipengaruhi oleh kesetimbangan fasa. Saat ini,
banyak penelitian yang telah dan bahkan sedang dilakukan yang berhubungan
dengan pengolahan air. Sumber-sumber air yang dapat diolah dapat berupa air
permukaan (air sungai, air danau), air tanah, air payau, air laut dan juga air limbah
dengan menggunakan proses membran nanofiltrasi untuk menghasilkan air bersih
khususnya air minum.
Dalam proses pemanfaatan air limbah menjadi air minum, diperlukan
pengolahan yang memenuhi standar kualitas yang ada, agar produk yang dihasilkan
berkualitas tinggi dan tidak membahayakan kesehatan manusia. Pengolahan air
minum yang sudah diterapkan di Indonesia berupa pengolahan konvensional yang
terdiri dari KoagulasiFlokulasi, Sedimentasi dan Filtrasi. Akhir-akhir ini, salah satu
teknologi yang banyak digunakan di negara- negara maju adalah Teknologi
Membran. Teknologi ini merupakan teknologi bersih yang ramah lingkungan
karena tidak menimbulkan dampak yang buruk bagi lingkungan Teknologi
membran ini dapat mengurangi senyawa organik dan anorganik yang berada dalam
air tanpa adanya penggunaan bahan kimia dalam pengoperasiannya. (Wenten 1999).
Pada penelitian ini, modifikasi permukaan dilakukan dengan
pencampuran zat aditif PEG. PEG berperan dalam membentuk pori-pori,
meningkatkan jumlah pori-pori pada membran nanofiltrasi sehingga
meningkatkan permeabilitas membran, menekan jumlah macrovoids dan
memberikan sifat hidrofilik pada membran (Ma dkk., 2011, Sukmawati dan
Firdaus, 2014). Akan tetapi, modifikasi dengan penambahan zat aditif
menghasilkan membran yang mempunyai struktur tidak stabil karena tidak adanya
ikatan kimia antara polimer dan zat aditif (Nur dkk., 2013). Oleh karena itu, untuk
mendapatkan membran non-fouling yang memiliki struktur lebih stabil, maka
dapat dilakukan modifikasi permukaan membran menggunakan kombinasi metode
pencampuran zat aditif diikuti dengan pretreatment sebelum koagulasi. Pre-
treatment dilakukan dengan penyinaran sinar UV pada membran sebelum
dilakukan proses koagulasi. Penyinaran sinar UV berfungsi untuk pemotongan
rantai polimer (chain scission) dan proses ikatan silang (crosslinking) (Susanto
dkk., 2007). Untuk itu dibutuhkan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh
penambahan zat aditif dan penyinaran sinar UV terhadap kinerja dan karakteristik
membran nanofiltrasi non-fouling selulosa asetat pada Limbah Air.

1.1 Pengenalan membrane


Membran merupakan sebuah penghalang selektif untuk dua fasa. Fenomena
membran pertama kali dilihat oleh Abbe Nollet pada tahun 1748. Terdapat
beberapa jenis membran yang digunakan dalam sistem utilitas yang melibatkan
fermentasi mikrobial dan proses biorefinery karena membran-membran tersebut
menawarkan biaya yang lebih rendah.
Permasalahan air yang dihadapi kini memang perlu ditanggapi secepatnya.
Untuk menanggapi permasalahan ini, maka diperlukan solusi-solusi seperti daur
ulang air, water reuse, desalinasi dan pengembangan pengolahan air. Dalam
ulasan ini, desalinasi dan pengembangan pengolahan air akan dibahas lebih lanjut
lagi. Desalinasi merupakan proses yang dapat mengubah air laut menjadi air yang
dapat diminum dengan adanya rejeksi kontaminan maupun mineral yang terdapat
pada air tersebut. Teknologi ini sangat berkembang dan menjadi banyak
digunakan dikarenakan air laut yang tidak ada habisnya.

1.2 Definisi proses membran Nanofiltrasi

Nanofiltrasi adalah sistem membran yang fungsinya hampir mirip dengan


membrane reverse osmosis. Secara sistem keduanya memiliki sistem operasional
dan beberapa komponen utama yang sama. Perbedaan yang dominan adalah
hanya terletak pada kebutuhan tekanan. Membran Nanofiltrasi mempunyai
karakteristik yang lebih mirip dengan reverse osmosis. Pada spektrum
membran, reverse osmosis dan ultrafiltrasi mempunyai perbedaan pori – pori.
Maka fungsi membran ini akan berbeda dengan reverse osmosis dan
ultrafiltrasi. Nanofiltrasi mempunyai rejection yang lebih rendah daripada sistem
reverse osmosis. Membran nanofiltrasi mempunyai rejection rata-rata adalah 70 –
80%, sedangkan reverse osmosis berkisar 95 – 99%. Pada intinya fungsi dari
membran nanofiltrasi dan reverse osmosis adalah sama, yaitu mampu menurunkan
TDS air. Namun faktor yang membedakan adalah dari faktor sumber air bakunya.
Ketika sumber air baku dari air asin (baik payau atau air laut), maka tidak bisa
menggunakan sistem nanofiltrasi. Nanofiltrasi adalah sistem membran yang
fungsinya hampir mirip dengan membrane reverse osmosis. Secara sistem
keduanya memiliki sistem operasional dan beberapa komponen utama yang sama.
Perbedaan yang dominan adalah hanya terletak pada kebutuhan tekanan.
Membran Nanofiltrasi mempunyai karakteristik yang lebih mirip dengan reverse
osmosis. Pada spektrum membran, reverse osmosis dan ultrafiltrasi mempunyai
perbedaan pori – pori. Maka fungsi membran ini akan berbeda dengan reverse
osmosis dan ultrafiltrasi. Nanofiltrasi mempunyai rejection yang lebih rendah
daripada sistem reverse osmosis. Membran nanofiltrasi mempunyai rejection rata-
rata adalah 70 – 80%, sedangkan reverse osmosis berkisar 95 – 99%. Pada intinya
fungsi dari membran nanofiltrasi dan reverse osmosis adalah sama, yaitu mampu
menurunkan TDS air. Namun faktor yang membedakan adalah dari faktor sumber
air bakunya. Ketika sumber air baku dari air asin (baik payau atau air laut), maka
tidak bisa menggunakan sistem nanofiltrasi.

1.3 Karakterisasi Membran

a. Penentuan fluks dan rejeksi membran


Nilai fluks ditentukan dengan sel filtrasi dead-end Dalam sel filtrasi
diletakkan kertas saring dan membran yang akan diukur nilai
permeabilitasnya. Akuades dengan volume kurang lebih 150 mL
dimasukkan ke dalam sel filtrasi dan ditutup rapat, kemudian diberikan
tekanan udara sebesar 3,5 bar.
Proses kompaksi dilakukan terlebih dahulu agar rantai polimer
menyusun diri selama 30-45 menit. Setelah proses kompaksi, akuades
dalam sel filtrasi diganti dengan air terproduksi, pengukuran fluks air
terproduksi dilakukan dengan mengukur volume air terproduksi yang
dapat ditampung selama selang waktu tertentu dengan interval 30
menit. Nilai fluks dihitung dengan perbandingan volume permeat per
satuan waktu. Penentuan koefisien rejeksi ditentukan dengan
menentukan konsentrasi sebelum dan sesudah melewati membran.

b. Penentuan struktur morfologi membran


Penentuan struktur morfologi membran dilakukan dengan SEM
(Scanning Electron Microscopy). Mula-mula membran dikeringkan
terlebih dahulu, kemudian membran direndam dalam nitrogen cair
selama beberapa detik hingga mengeras. Sebelum dilakukan
pemotretan, membran diangkat dan dipatahkan kedua ujungnya dengan
pinset. Potongan membran ini dilapisi emas murni (coating) yang
berfungsi sebagai penghantar. Selanjutnya, penampang melintang dan
permukaan membran difoto dengan perbesaran tertentu.
c. Uji FTIR (Fourier Transform Infra Red)
Karakterisasi membran menggunakan FTIR digunakan untuk
mengetahui gugus fungsional pada membran. Uji ini dilakukan untuk
memastikan adanya selulosa asetat dan PEG, serta pengaruh jenis PEG
yang digunakan dan penyinaran sinar UV pada membran.

1.4 Pembuatan Membran Selulosa Asetat

Pembuatan membran diawali dengan pembuatan larutan polimer (casting)


yang terdiri dari polimer CA, PEG dan Aseton. Membran dibuat dengan
komposisi CA tetap yaitu 18 wt%. Jenis PEG yang digunakan yaitu PEG 1500 dan
4000, sedangkan komposisi variasi masing-masing jenis PEG yaitu 1 wt%, 3 wt%,
dan 5 wt%. CA dimasukkan bersama Aseton ke dalam labu erlenmeyer tertutup
dan diaduk selama 8 jam dengan magnetic stirrer hingga semua CA terlarut,
kemudian ditambahkan PEG. Selanjutnya larutan didiamkan selama 1 hari untuk
menghilangkan gelembung udara dan siap untuk dicetak dengan teknik phase
inversion. Cara pencetakan dengan teknik phase inversion yaitu dengan
menuangkan larutan cetak ke atas pelat kaca yang bagian tepinya diberi selotip.
Selanjutnya casting knife digerakkan ke bawah untuk membentuk lapisan tipis
pada pelat kaca, lalu dilakukan penyinaran dengan sinar UV dengan variasi waktu
selama 10, 20, dan 30 menit, kemudian dimasukkan ke dalam bak koagulasi yang
berisi akuades selama 1 jam dilanjutkan perendaman dalam bak koagulasi lain
selama 24 jam. Kemudian membran dikeringkan dalam oven bersuhu 40-50 oC
selama 24 jam.
2. Membran Nanofiltrasi dan Aplikasinya

Nanofiltrasi adalah proses filtrasi membran yang relatif baru yang


seringkali digunakan dengan air dengan jumlah total padatan terlarut
sedikitdengan tujuan untuk softening (penghilangan kation polivalen) dan
penghilangan produk samping desinfektan seperti zat organik alam dan sintetik.
Nanofiltrasi merupakan salah satu membran yang menggunakan tekanan sebagai
daya dorong (driving force) sebagai prinsip kerjanya . Berdasarkan tipe, membran
nanofiltrasi memiliki struktur asimetrik yang terdiri dari lapisan kulit membran
tipis (0,005-0,3 μm) yang melapisi sublayer (100-300 μm) yang menyediakan
support berpori. Nanofiltrasi memiliki ukuran pori sekitar 1-5 nm . Proses
membran Nanofiltrasi dapat menghilangkan padatan tersuspensi, bahan organik
alami, bakteri, virus, garam dan ion divalen yang terkadung dalam air.
Nanofiltrasi beroperasi pada tekanan yang lebih rendah dari reverse osmosis,
antara 50-150 psi.

Nanofiltrasi memiliki beberapa keuntungan diantaranya adalah tekanan


operasi rendah, flux tinggi, retensi multivalent garam anion tinggi, biaya investasi,
operasi dan perbaikan relatif rendah. Pada tahun 1970-an, teknologi membran
nanofiltrasi banyak digunakan dalam pengolah air Membran nanofiltrasi
digunakan dalam area yang luas diantaranya adalah sebagai pengolah air minum,
pengolah air limbah dan juga banyak diterapkan pada berbagai aplikasi di industri.
Dalam pengolahan air, proses membran nanofiltrasi digunakan untuk
menghilangkan warna, hardness, pestisida dan nitrat. Sumber air yang dapat
diolah adalah air tanah, air permukaan, air asin (air laut) dan air limbah . Tujuan
dari pengolahan air tersebut adalah untuk air minum, air sanitasi dan air proses
untuk kebutuhan industri. Sebagai syarat untukdijadikan air minum, kandungan
maksimal kalsium dalam air adalah 270 mg/L dan kandungan magnesium adalah
50 mg/L. Membran nanofiltrasi juga banyak digunakan pada aplikasi pengolahan
makanan seperti produk susu, untuk pemekatan dan demineralisasi parsial secara
bersamaan.

2.1 Pengolahan Air dengan Membran Nanofiltrasi

Air permukaan memiliki sifat kimia dan komposisi yang berubah-ubah


seiring dengan perubahan musim dan setelah terjadi hujan. Penghilangan hardness
dari air danau di Taiwan telah dipelajari oleh Yeh et al. Menggunakan berbagai
macam metoda yang berbeda seperti metoda konvensional, penambahan pellet
softening, dan proses membran terintegrasi (ultrafiltrasi/nanofiltrasi). Dari
berbagai metode tersebut, memproduksi air dengan apliksi proses membran
menghasilkan kualitas air yang tebaik dengan nilai kekeruhan (turbidity) (0,03
NTU), total hardness yang terpisah adalah 90% dan organik terlarut yang terpisah
sekitar 75%.
Limbah dari industri tekstil memiliki sejumlah kontaminan berupa padatan
terlarut, BOD, COD, pH tinggi dan juga warna yang sangat kuat. Nanofiltrasi
melakukan pemisahan komponen organik dengan berat molekul rendah (200-1000
g/mol) dan garam divalen cukup besar sebagai pengaruh dari pelunakan.
Dengan proses tersebut permeate hasil pemisahan memiliki kualitas yang
baik dan dapat digunakan kembali sebagai air proses. Adapun faktor yang
mempengaruhi proses pemisahan tersebut adalah laju alir permeate dan tekanan
operasi. Selain menghilangkan kandungan bahan organik alami, penghiangan
warna, penghilangan hardness, penghilangan pestisida dan nitrat, proses membran
nanofiltrasi juga dapat digunakan untuk menghilangkan bahanbahan obat yang
terlarut dalam air pada range yang luas. Beberapa hasil penelitian menunjukkan
bahwa adanya bahan-bahan farmasi yang terlarut dalam air tanah seperti
ketofropen, asetaminopen dan profinazone, diclofenac, antibiotik
sulfamethoxazion, diuretik hidroklortiazid, dan beberapa bahan lainnya. Hasil
proses membran nanofiltrasi dan reverse osmosis menunjukkan bahwa hampir
seluruh bahan-bahan farmasi (>85%) yang terlarut dalam air tanah itu dapat
tersaring. Penggunaan proses membran nanofiltrasi berikutnya adalah pada proses
pengolahan effluen dari penyamakan kulit. Limbah dari hasil penyamakan kulit
banyak mengandung Cr (kromium) yang bersifat racun. Pada pengolah limbah ini
proses membran nanofiltrasi didampingi dengan proses koagulasi. Effisiensi yang
dapat dicapai dari proses ini adalah lebih dari 98% Cr dapat terpisah. Selain itu
COD juga turun menjadi 142 mg/L, BOD 65 mg/L dan TDS 86 mg/L.
Pengembangan proses pengolahan air semakin hari semakin berkembang
karena kebutuhan air yang semakin meningkat. Beberapa negara yang memiliki
sumber air terbatas dan bahkan saat ini melakukan impor air, mereka sudah mulai
mempersiapkan teknologi-teknologi pengolahan air. Proses membran ini dipilih
karena pencapaian dalam aplikasinya dalam menghilangkan komponen-komponen
yang tidak diharapkan ada pada air. Efektifitas dalam menghilangkan zat
mengganggu dengan proses yang mudah dan cepat dijadikan sebagai tolok ukur
untuk pengolahan air.

2.3 Nanofiltrasi dalam pengolahan air limbah menjadi air minum


Krisis air bersih menjadi permasalah penting akhir-akhir ini. Dimana
ketersediaan air bersih semakin menurun sedangkan penggunanya semakin
meningkat. Sumber air bersih alami yang semakin langka serta kualitas air pada
sumber air alami yang semakin buruk akibat pencemaran lingkungan dari buangan
limbah, memicu diperlukannya pengolahan air dengan teknologi yang berkualitas
dan juga ramah lingkungan. Penerapan proses teknologi membran dalam
pengolahan air merupakan solusi yang baik sekaligus menguntungkan jika
dibandingkan dengan proses pengolahan air secara konvensional. Aplikasi
membran dengan nanofiltrasi dapat dilakukan baik secara langsung maupun tidak
langsung. Pada aplikasi proses membran nanofiltrasi secara langsung lebih
bertujuan untuk minimalisasi limbah dan penggunaan kembali effluen untuk
bahan baku air proses dalam industri.
Proses membran nanofiltrasi memiliki area penggunaan yang luas. Dalam
peman faatannya secara nyata membran nanofiltrasi telah digunakan untuk
pengolahan air minum dari air tawar di Fort Mayer, Florida dengan kapasitas
pengolahan 80.000 m3 /hari.
Aplikasi membran nanofiltrasi dalam pengolahan berbagai sumber air
yang tak hanya berasal dari sumber air alami yang sudah tersedia dan sudah
terkena kontaminasi bahan pencemar, tapi juga pengolahan air limbah dari
industri. Beberapa industri yang diantaranya menggunakan proses membran
nanofiltrasi adalah industri tekstil, industri penyamakan kulit, industri pelapisan
logam. Kualitas permeate dari proses membran dengan bahan baku air limbah
menunjukkan kualitas yang sangat baik. Hal ini sudah cukup menjelaskan bahwa
proses membran merupakan proses yang sangat sesuai untuk pengolahan air.

2.4 Keunggulan Nanofiltrasi dalam Pengolahan Air

Nanofiltrasi memiliki kisaran ukuran pori antara ultrafiltrasi dan reverse


osmosis. Nanofiltrasi dapat diartikan sebagai gabungan dari ultrafiltrasi dan
reverse osmosis. Dengan demikian nanofiltrasi memiliki selektivitas yang lebih
baik dari ultrafiltrasi dan memiliki tekanan operasi yang lebih rendah dari reverse
osmosis. Hal tersebut menjadi keunggulan nanofiltrasi sebagai metode utama
dalam pelunakan air. Keunggulan dari membran nanofiltrasi ini adalah dapat
memisahkan monovalen ion. Proses pelunakan air dengan nanofiltrasi akan
mempertahankan ion kalsium dan magnesium sementara lewat. Selain itu tidak
perlu adanya bahan tambahan kimia untuk proses filtrasi. Nanofiltrasi juga dapat
digunakan dalam pengolahan air dalam volume yang besar. Keuntungan
menggunakan aplikasi dari membran adalah rendahnya energi. Bahkan proses
membran nanofiltrasi dinilai memiliki keuntungan dari proses membran lainnya.
Proses membran nanofiltrasi dapat dioperasikan dengan biayadan energi rendah,
investasi rendah dan juga biaya perawatan yang rendah. Keuntungan lainnya
desain dari modul membran yang sederhana, kompak, mudah dioperasikan dan
tidak membutuhkan peralatan tambahan dalam jumlah banyak. Proses membran
juga aman dan sehat karena tidak menggunakan bahan kimia sehingga ramah
lingkungan. Dengan demikian, proses pengolahan air dengan membran khususnya
nanofiltrasi memiliki cost/biaya yang murah dibanding dengan proses pengolahan
lainnya.
Daftar Pustaka
Abels C., Carstensen F., Wessling M. Membrane processes in biorefinery
applications. J. Membr. Sci. 2013;444:285–317. doi:
10.1016/j.memsci.2013.05.030
Aryanti, P. T. P., Joscarita, S. R., Wardani, A. K., Subagjo, S., Ariono, D., &
Wenten, I. G. (2016). The Influence of PEG400 and Acetone on Polysulfone
Membrane Morphology and Fouling Behaviour. Journal of Engineering and
Technological Sciences, 48(2), 135- 149
H.-H. Cheng, S.-S. Chen, S.-R. Yang, In-line coagulation/ultrafiltration for silica
removal from brackish water as RO membrane pretreatment, Sep. Purif.
Technol. 70 (2009) 112–117
K. Konieczny, D. Sąkol, J. Płonka, M. Rajca, M. Bodzek, Coagulation–
ultrafiltration system for river water treatment, Desalination 240 (2009)
151– 159.
Koros W.J. Evolving beyond the thermal age of separation processes: Membranes
can lead the 10 way. AIChE J. 2004;50:2326–2334.
N. Prihsto, Q.-F. Liu, S.-H. Kim, Pre-treatment strategies for seawater
desalination by reverse osmosis system, Desalination 249 (2009) 308–316.
Patterson D.A., Davey C.J., Rohani R. Membrane separations: From purifications,
minimisation, reuse and recycling to process intensification. In: Letcher T.,
Scott J., Patterson D., editors. Chemical Processes for A Sustainable Future.
Royal Society of Chemistry; Cambridge, UK: 2014. pp. 469–504
S. Xia, X. Li, R. Liu, G. Li, Study of reservoir water treatment by ultrafiltration
for drinking water production, Desalination 167 (2004) 23–26.
Y. Chen, B.Z. Dong, N.Y. Gao, J.C. Fan, Effect of coagulation pretreatment on
fouling of an ultrafiltration membrane, Desalination 204 (2007) 181–188.
Wardani, A. K., Hakim, A. N., Khoiruddin & Wenten, I. G. (2017). Combined
ultrafiltration-electrodeionization technique for production of high purity
water. Water Science and Technology, 75(12): 2891-2899.

Anda mungkin juga menyukai