Anda di halaman 1dari 13

PENGOLAHAN AIR MENGGUNAKAN MEMBRAN

ULTRAFILTRASI SEBAGAI UPAYA MENDUKUNG


GERAKAN NASIONAL MENGATASI KRISIS AIR BERSIH

Selastia Yuliati
Jurusan Teknik Kimia Politeknik negeri Sriwijaya, Politeknik Negeri Sriwijaya,
Jalan Srijaya Negara Bukit Besar, Tlp (0711) 353414
Email selastiayuliati@yahoo.com

Abstrak

Pengolahan air bersih dalam penelitian ini bertujuan menghilangkan semua kandungan parameter kimia,
biologis yang terdapat didalam air baku. Air baku yang diolah berupa air gambut, air payau serta air
sungai musi. Air tersebut diolah mengunakan teknologi membrane dan bertujuan untuk mendapatkan air
bersih yang memenuhi standar kesehatan. Membran yang digunakan adalah membran ultrafiltrasi
berbasis polimer polysulfon. Metoda yang digunakan dalam pembuatan membran tersebut adalah metoda
Inversi fasa dari formula Loeb and Sourirajan yaitu melarutkan polimer Polysulfon kedalam campuran
larutan Dimethyl Asetamida (DMAc) dan Poliethylen Glicol (PEG) sebagai aditif. Membrane yang
dihasilkan yaitu berukuran pori 0,0014 m memenuhi standar ultrafiltrasi. Tujuan khusus penelitian ini
selain mendapatkan membran polysulfon yang kegunaannya untuk pengolahan air besih atau air minum,
juga mengkaji beberapa parameter yang digunakan sehingga diperoleh kondisi yang optimum. Metoda
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperiment, perancangan alat serta Penerapan
Teknologi Tepat Guna (TTG). Bahan baku sebelum diolah dilakukan analisa pendahuluan dan
selanjutnya dilakukan proses pretreatment. Beberapa alat filter yang digunakan diantaranya filter
mangan, mangan zeolit, fiter besi, carbon aktif serta silica yang bergunakan menurunkan semua
parameter yang terdapat didalam air baku. Air hasil pretreatment untuk selanjutnya dilewatkan melalui
membrane ultrafiltrasi. Produk yang dihasilkan mengacu pada standar kualitas air bersih dan air minum
yang diizinkan oleh MENKES NO 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang pengadaan air bersih dan air
minum. Hasil analisa menunjukkan penurunan rata-rata parameter air baku gambut dan payau setelah
melewati membrane adalah 77,8% dan 32,6%, sedangkan untuk air musi mencapai 92,5%. Air bersih
maupun air minum yang dihasilkan telah memenuhi standar baku mutu.

Kata kunci : Air Bersih, Inverse fasa, Membran, Polysulfon, Ultrafiltrasi.


76 Jurnal Purifikasi, Vol. 13, No. 2, Desember 2012: 75-87

1. PENDAHULUAN - Kandungan garam (NaCl) 250 ppm / 10 l


air baku
Kebutuhan akan air bersih untuk setiap
tahunnya semakin meningkat sebanding - Warnah keruh (kecoklatan)
dengan bertambahnya jumlah penduduk baik
itu di pedesaan ataupun masyarakat yang - Berbau (kadar Fe) atau logam berat lainnya
hidup di perkotaan. Air bersih merupakan
kebutuhan vital bagi penduduk tersebut karena - Kandungan alkali (Cl, Mg, Na) tinggi.
air dipergunakan untuk berbagai keperluan
hidup sehari-hari seperti mencuci, mandi, dan - Memiliki tingkat kesadahan cukup tinggi
air minum ataupun untuk keperluan industri
Untuk mengatasi semua hal ini
dan laboratorium. Air bersih yang disuplai
perlu dilakukan pengolahan terhadap air
melalui perusahaan air minum (PDAM) Tirta
baku tersebut sehingga diperoleh air
Musi sampai saat ini belum dirasakan
yang bersih dan sehat serta memenuhi
mencukupi akan kebutuhan masyarakat, oleh
standar baku mutu yang diizinkan oleh
karena itu sebagian dari warga khususnya yang
DEPKES RI. Proses pengolahan air
hidup diperkotaan masih banyak
bersih menggunakan teknologi membran
mengkonsumsi air yang tidak layak
merupakan alternatif sebagai pengganti
dipergunakan, seperti air sumur keruh dan air
cara lama (conventional) yang sekarang
yang terdapat di rawa-rawa disekitar
ini sudah mulai ditinggalkan.
pemukiman. Pemenuhan kebutuhan air bersih
Pengolahan air bersih menggunakan
dan sanitasi bagi masyarakat perkotaan
teknologi membrane menghasilkan
ataupun pedesaan yang ada di Sumatera
kemurnian produk cukup besar, selain
Selatan masih sangat sedikit, sehingga belum
itu kemungkinan terjadinya fouling
memenuhi taraf kehidupan mengingat
(menumpuknya solut pada permukaan
terbatasnya teknologi pengolahan air bersih
membran) relatif kecil, dalam
yang selama ini masih menggunaan metoda
perancangannya tidak membutuhkan
konventional.
tempat yang luas (mudah didesain) serta
Air yang digunakan pada umumnya tidak mudah dalam pencucian membran
memenuhi standar kesehatan yang (Wenten, I.G 1998). Penelitian
diizinkan oleh Departemen Kesehatan pengolahan air bersih ini tidak lain
Republik Indonesia (DEPKES RI) untuk bertujuan selain mendapatkan membran
dikonsumsi hal ini dikarenakan air ultrafiltrasi polysulfon yang akan
tersebut memiliki tingkat kekeruhan dan dipergunakan untuk pengolahan air
kandungan alkali yang sangat tinggi bersih atau air minum, juga merancang
serta bahan pencemar seperti logam- unit pengolahan air bersih dengan
logam berat (Pb, Fe, Zn dan phenol) menerapkan membran polysulfon
yang ditimbulkan akibat adanya air sebagai media filtrasi dan sebagai
buangan industri, dimana logam-logam alternatif pengganti teknologi yang ada
tersebut terbawa oleh arus air pada saat saat ini (konventional). Hasil filtrasi
timbulnya musim hujan, sehingga air diharapkan pH air mencapai pH normal
sering dikonsumsi oleh warga yang serta kandungan parameter lainnya
berada disekitar pemukiman ikut berkurang. Proses pengolahan air bersih
tercemar. Beberapa ciri-ciri air sungai menggunakan teknologi membran
yang keruh sebelum dilakukan merupakan cara baru yang saat ini
pengolahan adalah sebagai berikut sedang dikembangkan dan sebagai
(Hartono, D, 1980): alternatif pengganti teknologi yang
sudah ada (konventional) yang sekarang
- pH air antara 3 –5 sudah mulai ditinggalkan. Membran
Yulianti, Pengolahan Air Menggunakan Membran Ultrafiltrasi 77

Polysulfon memiliki ketahanan yang alir yang merupakan variable konstan.


tinggi terhadap senyawa kimia organik Pengamatan dilakukan setelah tercapainya
(alkali) serta temperatur dan tidak mudah kondisi tunak, dimana fluks air murni (Jv)
mulur pada tekanan operasi tinggi ditentukan berdasarkan grafik hubungan antara
(Kesting, R.E.1997). Selain itu membran waktu tempuhan dan volume permeat pada
polimer Polysulfon memiliki keunggulan setiap tekanan operasi yang berbeda. Metoda
bila dibandingkan dengan membran pengumpulan data dilakukan dengan cara
yang lain seperti Poliamid dan Celulosa observasi atau pengamatan dan analisis data
Asetat yaitu memiliki sifat permeabilitas mengunakan metoda regressi secara grafis.
dan Permselektifitas yang tinggi, Tingkat keberhasilan dari penelitian ini
(Mulder, M, 1991). Keunggulan lain ditunjukkan dengan beberapa indikator kinerja
yang juga dimiliki oleh membrane diantaranya, alat yang dirancang dapat
polimer polysulfon diantaranya menghasilkan kemurnian produk mencapai 90
kemampuan dalam hal backflushing – 100 %, menumpuknya solut pada permukaan
(kemudahan dalam pencucian) bila membran (terjadinya fouling) pada saat proses
terjadi Fouling (Wenten, I.G, 2002). dibawah 10%, fluks dan Rejeksi yang
dihasilkan tinggi, sehingga kinerja membran
Melihat permasalahan diatas, maka dapatlah optimal, tidak terjadi kebocoran membrane
ditarik kesimpulan bahwa keutamaan selama pelaksanaan percobaan, serta efisiensi
atau pentingnya dari penelitian ini adalah penyaringan yang dihasilkan mencapai 80 – 90
menghasilkan air bersih yang memenuhi %. Dalam upaya menyelesaikan
standar kesehatan untuk kebutuhan permasyalahan diatas dan tercapainya tujuan
masyarakat baik itu di pedesaan ataupun penelitian yang diharapkan maka langkah-
di perkotaan serta instalasi air bersih langkah penelitian yang dilakukan meliputi,
menggunakan teknologi membrane pembuatan membran polysulfon, karakterisasi
dengan kapasitas ± 100 l//jam sebagai membrane,perancangan dan instalasi alat,
upaya mendukung gerakan Nasional aplikasi membran pada proses pengolahan air
untuk mengatasi krisis air bersih bersih, penghamatan dan analisa produk.
khususnya di Sumatera Selatan.
Bahan dan Alat yang digunakan :
2. METODA
Pembuatan Membran Polysulfon
Metoda yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metoda experiment atau percobaan dan Bahan yang digunakan : polimer Polysulfon,
perancangan alat (Skala pilot plant). Membran Dimethyl Acetamida (DMAc), Poly
yang akan dibuat dalam penelitian ini terdiri Etylen Glicol (PEG), Natrium Azida,
dari berbagai variasi konsentrasi polimer dan Aqudest
pelarut sampai diperolehnya ukuran pori
membran yang memenuhi standar ultrafiltrasi Alat yang digunakan: plat kaca datar, selotif
untuk pengolahan air bersih. Beberapa sel, batang stainless steel, bak koagulan,
parameter yang akan digunakan dalam selang gas, selotif, kran, valve, pompa
pembuatan membran diantaranya komposisi
larutan cetak (dope), waktu penguapan pelarut, Pembuatan Membran Polysulfon
temperatur air perendaman dan lamanya
annealing, yang kesemua ini akan berpengaruh Metoda Pembuatan
terhadap morfologi membran. Fluks membran
Membran Polysulfon yang akan digunakan
diperoleh dengan melakukan pengamatan
dalam penelitian ini dibuat dengan
setiap parameter proses yang digunakan.
metoda inversi fasa (celup endap) dari
Parameter yang digunakan dalam penelitian ini
formula (Loeb and Sourirajan) dengan
adalah konsentrasi umpan, tekanan dan laju
78 Jurnal Purifikasi, Vol. 13, No. 2, Desember 2012: 75-87

menggunakan pelarut Dimethyl Penyimpanan


Acetamida (DMAc) dan PEG atau PVP
sebagai aditif. Membran yang sudah jadi disimpan dalam
lemarie es pada suhu 6 – 8 oC dan
Prosedur pembuatan sebagai berikut : diberi pengawet larutan Natrium azida.

Pembuatan larutan cetak (dope) Karakterisasi Membran

Polimer Polysulfon dilarutkan kedalam Karakterisasi membran bertujuan untuk


kedalam campuran Dimetyl Acetamida menentukan uji kelayakan membran
(DMAc) dan Poly Etylen Glicol (PEG) sebelum dipergunakan. Karakterisasi
dengan perbandingan 16% W PSF ; membran ini meliputi; Penentuan
10% PEG, dan 70% DMAc, larutan ukuran dan jumlah pori membran
tersebut kemudian diaduk sampai menggunakan Scanning Electron
homogen. Setelah itu disimpan dilemari icroscoy (SEM), menentukan
es hal ini bertujuan untuk kandungan air membran secara
menghilangkan gelembung yang gravimetris, menentukan ketebalan
ditimbulkan akibat pengadukan. membran menggunakan jangka sorong
sebanyak 10 kali pengukuran, ketebalan
Casting (pencetakan) membran merupakan rata-rata hasil
pengukuran , pengujian sifat fisik
Pencetakan membran dilakukan diatas plat meliputi pengujian kuat tarik dan kuat
kaca yang sisi-sisinya telah diberi selotif tekan serta fluks membrane yang diukur
untuk menentukan ketebalan membran. dengan cara menampung voleme
Kemudian dibiarkan selama beberapa permeat untuk setiap volume 10 ml
menit untuk menguapkan sebagian sampai tercapainya kondisi tunak. Fluks
pelarut pada saat pembuatan larutan air diukur dalam satuan L/m2 jam.
cetak pelarut.
Prosedur Percobaan
Pengendapan pencelupan (koagulasi)
Umpan sebelum dilakukan pengolahan
Merupakan proses perubahan fasa dari larutan dilakukan analisa awal terlebih dahulu
polimer (sol) menjadi membran (gel). meliputi pengukuran pH, warna,
Film polimer yang masil menempel kekeruhan, TDS, kesadahan, dan
diatas cetakan membran direndam parameter pencemar lainnya.Selanjutnya
(immersed) dalam air dingin (gelating umpan dipompakan ke dalam kedua
medium) pada suhu 8 oc selama 1jam tangki FRP (Fiberglass Reinforced
dengan menggunakan non solven (air). Plastic) yang bertujuan menurunkan
Kemudian membran akan lepas dengan kandungan logam alkali, Mangan dan
sendirinya lalu dicuci dengan air mineral besi. Setelah itu umpan dialirkan ke
untuk menghilangkan sebagian tangki clarifier untuk proses sadimentasi
pelarutnya. yaitu mengendapkan partikel-partikel
yang tidak ikut mengendap selama proses
Annealing koagulasi. Air pretreatment selanjutnya
dipompakan ke filter cartridge untuk
Bertujuan menyusutkan ukuran pori serta
menyaring partikel2 yang berukuran
menstabilkan membran terhadap
pengaruh temperatur (panas). dibawah 0,5 m. Produk dialirkan
Annenaling dilakukan pada temperatur kedalam mudul membrane polysulfon
80 oC selama 30 menit. dengan sistim aliran silang. Selang
beberapa waktu air bersih akan keluar
Yulianti, Pengolahan Air Menggunakan Membran Ultrafiltrasi 79

dari samping modul ultrafiltrasi yang agar diperoleh membran dengan dengan
selanjutnya dilakukan analisa. struktur pori yang baik. Variasi
konsentrasi pelarut DMAc yang
3. HASIL DAN PEMBAHASAN digunakan dimaksudkan untuk
mendapatkan struktur pori membran
Pembuatan Membran Polysulfon yang memenuhi kriteria untuk
dipergunakan pada proses pengolahan
Metoda yang digunakan pada pembuatan air bersih.
membran polysulfon adalah mertoda
“Inversi Fasa“, dengan menggunakan Pada keadaan awal, setelah pencampuran
formula Loeb and Sourirajan dan polimer polysulfon kedalam pelarut
kajian awal (Yuliati, S, 2007) yaitu DMAc dengan pengadukan selama
melarutkan sejumlah polimer Polysulfon kurang lebih 24 jam terbentuk larutan
kedalam campuran pelarut Dimethyl kental dari campuran tersebut yang
Acetamida (DMAc) dan Poly Etilen dinamakan dope. Penambahan Poly
Glicol (PEG) sebagai aditif. Pemilihan Etilen Glicol (PEG) sebagai aditif yang
pelarut didasarkan atas kemampuan bertujuan untuk mempercepat
DMAc untuk melarutkan polimer terbentuknya pori membran dan
polysulfon menjadi pelarut-pelarut yang ditambahkan setelah semua polimer PSF
memiliki rantai pendek dan ber BM larut dalam DMAc. Dope kemudian
rendah. Membran Polysulfon yang didiamkan selama 24 jam pada suhu 10
dihasilkan adalah membran pori (Porous o
C (dalam lemari es) bertujuan untuk
membrane) dengan struktur yang pematangan serta menghilangkan
asimetris. Pada membran dengan gelembung-gelembung udara yang
konsentrasi polimer yang rendah, ditimbulkan pada saat pengadukan.
kemampuan pelarut untuk menghidrolisa Gelembung udara ini dapat
polimer polysulfon lebih besar dari pada menimbulkan kebocoran pada membran.
konsentrasi pelarut yang lebih tinggi Timbulnya gelembung ini disebabkan
(Levebre, 1998). Sehingga pada menguapnya aditif, dimana uap ini
konsentrasi pelarut yang lebih rendah terperangkap dalam dope.
rantai yang terbentuk lebih pendek.
Jumlah pori membran yang terbentuk Pencetakan membran dilakukan diatas plat
berkaitan dengan kemampuan pelarut kaca yang pinggirnya dilapisi selotif
tersebut untuk menghidrolisa polimer sebagai ukuran ketebalan membran.
polysulfon serta konsentrasinya. Dope diteteskan pada plat kaca
kemudian diratakan dengan
Pada konsentrasi pelarut yang lebih tinggi menggunakan batang stainless steel, film
jumlah pori membran relatif banyak polimer yang terbentuk didiamkan
tetapi ukuran pori yang diperoleh relatif selama kurang lebih 2 sampai 5 menit
besar sehingga tingkat permeabilitas ini bertujuan untuk menguapkan
membran membran akan rendah, sebagian pelarut dan membentuk ukuran
sedangkan pada konsentrasi DMAC pori membran. Semakin lama waktu
yang lebih kecil jumlah dan ukuran pori penguapan ukuran pori relatif kecil,
relatif kecil maka permselektifitas namun pada waktu penguapan yang
membran tinggi. Pada konsentrasi relatif lama struktur membran kurang
pelarut lebih tinggi lagi akan merusak baik (membran berkerut), hal ini
rantai polimer, hal ini disebabkan disebabkan pada permukaan membran
terjadinya degradasi (penghancuran) dari terbentuk kristal-kristal dimana dengan
polimer tersebut (Mulder, 1991), oleh molekul-molekul air akan membentuk
karena itu dipilih konsentrasi yang tepat
80 Jurnal Purifikasi, Vol. 13, No. 2, Desember 2012: 75-87

ikatan hydrogen. Membran yang masih Ukuran pori, jumlah dan densitas
menempel diatas plat kaca dicelupkan membran
kedalam bak koagulasi yang telah berisi
air pada suhu 8 s.d 10 oC. Proses yang Membran yang dibuat dengan variasi
terjadi pada koagulasi adalah konsentrasi 17% PSF, 66% DMAc dan
pembentukan gel (lapisan tipis), 17% PEG, waktu evaporasi dan
pembentukan pori serta terjadinya temperatur koagulasi 5 menit dan 8 oC
pertukaran antar pelarut dan non pelarut diperoleh ukuran pori membran 0,0104
(air) dimana pelarut akan berdifusi m, dan jumlah pori 37 serta densitas
kedalam bak koagualasi dan non pelarut membran relatif besar. Membran
berdifusi kedalam cetakan film. tersebut layak dipergunakan untuk
proses pengolahan air karena membran
Untuk menghilangkan sisa-sisa tersebut memiliki struktur pori yang
pelarut maka membran dicuci dengan air masih memenuhi standar proses
berulang-ulang, agar membran tidak ultrafiltrasi (Mulder, M, 1997) yaitu
mengandung asam. Annnealing membran akan memiliki tingkat
bertujuan untuk menstabilkan membran selektifitas tinggi apabila ukuran pori
terhadap pengaruh temperatur. Perlakuan membran relatif kecil dan jumlah pori
panas ini menyebabkan terjadinya relatif banyak.
gerakan translasi dari makromolekul-
makromelekul. Gerakan ini Waktu annealing serta lamanya evaporasi pada
menyebabkan group polar pada molekul saat pencetakan membran juga akan
yang sama atau yang berdampingan akan mempengaruhi ukuran serta jumlah pori.
mendekat satu sama lain sehingga Semakin lama waktu anneling dan
membentuk virtual cross linking evaporasi maka ukuran pori membran
disebabkan oleh interaksi antar molekul. yang dihasilkan semakin kecil, namun
Annealing juga dapat menyusutkan pori struktur rantai polimer membran yang
sehingga membran akan memiliki dihasilkan akan rusak (Mulder, M, 1997)
selektifitas yang tinggi.

Membran yang diperoleh dari


data diatas memiliki struktur yang
asimetris dimana membran tersebut
terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan atas
dinamakan lapisan kulit tipis (skin layer)
Gambar 6.1. Gambar 6.1. Foto permukaan
dengan ketebalan 2 m dan lapisan
dan penampang
pendukung dengan ketebalan sampai
lintangmembran PSF dengan
200 m, membran ini memenuhi standar menggunakan SEM pada variasi
ultrafiltrasi untuk proses pengolahan air konsentrasi 17 % PSF, 66%
bersih Menurut Mulder, 1991 bahwa DMAc dan 17% PEG
membran ultrafiltrasi yang memenuhi
kriteria untuk proses pengolahan air Fluks Air murni (JV)
bersih memiliki ukuran pori antara 0,001
s.d 0,01 m Sehingga membran yang Fluks didefinisikan sebagai solute yang dapat
dibuat dengan menggunakan variasi menembus membran tiap satuan luas
komposisi telah memenuhi standar membran persatuan waktu. Fluks volume
ultrafiltrasi untuk pengolahan air bersih. dihitung berdasarkan grafik volume
permeat Vs waktu dari tiap-tiap
Yulianti, Pengolahan Air Menggunakan Membran Ultrafiltrasi 81

tempuhan dengan tekanan operasi yang air tetap meningkat sedangkan untuk pH
bervariasi. air payau tetap turun. Rata-rata kenaikan
pH dari air treatment khususnya air
Fluks (Jv) rata-rata membran yang dihasilkan gambut dan air musi mencapai 77,94%,
sebesar 6,56 x 10 -3 l/m2 detik. Harga lebih besar bila dibandingkan dengan
fluks tersebut sesuai dengan harga yang penurunan pH dari air payau yang rata-
diperbolehkan menurut Mulder, M, yaitu rata turun hanya mencapai 30,14%. pH
5 s.d 10 X 10 -3 l/m2 detik. air baku pada keadaan awal tidak
memenuhi standar baku mutu air bersih,
Tabel 5.2 Data hasil penentuan fluks air murni namun setelah dilakukan pengolahan
(Jv) untuk membran pengolahan air maka pH air telah memenuhi standar
keruh. baku mutu air bersih. Standar pH yang
diperbolehkan menurut peraturan
NO Tekanan Jv Rata-rata Menkes Nno 492 tahun 2010 yaitu 6,5 -
operasi (Bar) (l/m2 detik) 8,8. Peningkatan pH dari air gambut
ataupun air musi dikarenakan adanya
1. 1 6,75 x 10-3 penurunan kandungan ion H + yang
2. 2 7,22 x 10-3 disebabkan adanya reaksi antara
3. 3 7,89 x 10-3 senyawa CaCO3 (kapur) pada saat
4. 4 8,05 x 10-3 pretreatment. Adanya filter carbon aktif
dan mangan zeolit serta filter cartridge
5. 5 8,33 x 10-3
juga dapat menurunkan pH air baku.
Filter cartridge berfungsi menyaring
7.1 Hasil Pengamatan partikel endapan yang berukuran
dibawah 0,5 m. Sifat membrane yang
1. Hubungan pH dengan Waktu pengamatan
sangat selektif dapat menurunkan
(sampling)
kandungan asam dari air baku, sehingga
pH yang dihasilkan memenuhi standar
air bersih ataupun air minum.

2. Penurunan Kandungan Warna


terhadap Waktu Pengamatan (sampling)

Gambar 7. Grafik hubungan pH terhadap Grafik penurunan kandungan warna terhadap


Waktu pengamatan waktu sampling dapat dilihat pada
gambar 8.
Grafik hubungan pH terhadap
waktu pengamatan (sampling) terhadap
air payau, gambut dan air musi dapat
dilihat pada gambar 7. Dari gambar
tersebut terlihat adanya peningkatan pH
baik untuk air gambut maupun air musi.
Pada pengamatan hari pertama untuk air
gambut terjadi peningkatan pH dari pH
awal rata 3,51 mencapai 6,008, Gambar 8. Penurunan kandungan warna
sedangkan untuk air payau terjadi terhadap waktu pengamatan (sampling)
penurunan dari pH awal rata-rata7,24
menjadi 7,11. Pada sampling hari Berdasarkan hasil sampling pada hari pertama
berikutnya (hari ke 5 sampai ke 21) pH sampai hari ke duapuluh satu terlihat
kandungan warna air gambut dan air
82 Jurnal Purifikasi, Vol. 13, No. 2, Desember 2012: 75-87

musi rata-rata mencapai 178,5 Pt-Co. Gambar 9. Grafik hubungan penurunan tingkat
Air baku tersebut terlihat berwarna kekeruhan
kuning kecoklatan, hal ini disebabkan
adanya kandungan besi, mangan yang Kemampuan membrane untuk menurunkan
larut dalam air baku. Warna kuning dari tingkat kekeruhan dalam hal ini
air baku menjadi tidak bewarna setelah tergantung sifat selektifitas dan
dilewati unit pretreatment dan turun rata- permeabilitas membrane. Membran
rata menjadi 88,5 Pt-Co (Efisiensi polysulfon memiliki tingkat selektifitas
62,9%). Setelah melewati membran (rejeksi) sangat tinggi terhadap
efisiensi penurunan kandungan warna penurunan tingkat kekeruhan.
rata-rata mencapai 87,94%. Penurunan Kekeruhan pada air baku disebabkan
kandungan warna disebabkan besi (Fe) adanya kandungan partikel padat yang
dan mangan (Mn) mengalami peristiwa larut didalam air terutama adanya
oksidasi menjadi feri oksida (Fe2O3) dan senyawa organik yang juga dapat
mangan dioksida (MnO2) yang tidak menimbulkan bau tidak sedap pada air
larut dalam air dan disaring pada tabung baku. Berdasarkan hasil analisa awal air
FRP yang mengandung karbon aktif baku yang dilakukan selama sampling
serta pasir silica yang akan (gambut dan musi) rata-rata memiliki
mengoksidasi besi dan mangan yang kekeruhan 41, 77 Pt-Co.Tingkat
terkandung dalam air baku. Membran kekeruhan dari air baku tersebut
dalam hal ini juga berfungsi mengikat melebihi batas stadandar yaitu 5.
ion-ion besi serta mangan yang Setelah melalui proses treatment
memiliki ukuran ion lebih besar parameter kekeruhan turun menjadi rata-
biladibandingkan dengan pori rata 6,50 Pt-Co (efisiensi mencapai
membrane, sehingga semua partikel atau 90,76%). Hasil analisa parameter
ion besi serta mangan tertahan pada kekeruhan masih berada diatas ambang
permukaan membrane yang berakibat batas (5), oleh karena membrane
berkurangnya kandungan warna dari air ultrafiltrasi hanya mampu menurunkan
baku. Penurunan kandungan warna dari partikel kandungan oerganik berukuran
air payau hanya mencapai rata-rata 42,3 dibawah 0,001 m (Wenten, I.G, 2010),
(efisiensi 33,5%) dari kandungan awal sedangkan ukuran partikel organik bisa
rata-rata selama sampling 56,2 Pt-Co. mencapai 0,001m. Untuk air payau
Dengan melihat penurunan kandungan berdasarkan hasil sampling yang
warna dari masing-masing air olahan dilakukan selama 5 kali pengmatan
tersebut, maka parameter warna dari air diperoleh kandungan awal tingkat
olahan masih batas memenuhi standar kekeruhan rata-rata mencapai diatas 35
baku mutu air bersih yang Pt-Co. Setelah dilakukan proses
diperbolehkan. treatment tingkat kekeruhan dari air
payau turun rata-rata 21 Pt-Co (Efisiensi
3. Penurunan tingkat kekeruhan terhadap hanya 43%). Bila dilihat dari penurunan
waktu sampling tersebut air payau olaha belum
memenuhi stnadar air barsuih yang
dizinkan (5). Kekeruhan air payau
disebabkan adanya parameter kandungan
zat padat terlarut yang cukup tinggi
sehingga diperlukan perancangan khusus
untuk menurunkan tingkat kekeruhan.
Filter zeolit serta mangan dalam hal ini
hanya mampu menurunkan tingkat
Yulianti, Pengolahan Air Menggunakan Membran Ultrafiltrasi 83

kekeruhan dari air payau mencapai ± 20 padat akan tertahan pada permukaan
%, hal ini dikarena tingginya kandungan membran yang mengakibatkan rejeksi
chloride yang sulit teroksidasi oleh ion meningkat (86,81%). Pada air payau
besi ataupun mangan pada saat kandungan rata-rata total padatan terlarut
penyaringan. selama sampling adalah 5019,11 mg/l.
Unit ptreatment yang ada hanya mampu
4. Penurunan Konsentrasi Padatan menurunkan kandungan TDS menjadi
Terlarut (TDS) rata-rata untuk setiap samplingnya
4768,33 mg/l (turun hanya mencapai
29,2%). Penurunan yang kecil ini
disebabkan unit pretreatment yang
tersedia tidak dirancang untuk
menyaring ion-ion tetapi untuk
menyaring bahan tersuspensi dan
terlarut. TDS ini dapat tersaring hanya
melalui unit perancangan membran
Gambar 10 Grafik hubungan penurunan
secara osmosa balik.
kandungan zat padat terlarut (TDS)
terhadap waktu pengamatan (sampling) 5. Penurunan Tingkat Kesadahan
Penurunan kandungan TDS dapat dilihat pada Kesadahan air baku dapat menyebabkan air
gambar 10. Total padatan zat terlarut tersebut tidak layak konsumsi, sehingga
merupakan besarnya jumlah kandungan perla dilakukan proses serta treatment
zat terlarut (organik dan anorganik) terhadap air tersebut sehingga memenuhi
didalam setiap mg/l air baku. Besarnya standar baku mutu air bersih. Kesadahan
kandungan TDS untuk setiap air baku dapat disebabkan tingginya kandungan
tidaklah sama. Air Payau memiliki senyawa calcium carbonat (CaCO3) yang
kandungan TDS yang sangat tinggi berupa senyawa endapan yang
karena banyak partikel organik atau dihasilkan akibat terjadinya reaksi
anorganik (garam) yang larut didalam air oksidasi ion mangan (Mn). Grafik
baku tersebut. Tingginya kandungan penurunan kesadahan dari air olahan
TDS mengakibatkan air tersebut tidak dapat dilihat pada gambar 11.
layak dikonsumsi. Kandungan awal
TDS untuk air baku gambut dan air musi
rata-rata mencapai 438,9 Mg/l, melihat
harga tersebut masih berada dibawah
ambang batas dari air bersih yang
distandarkan oleh DEPKES. Dari
gambar 6.9 terlihat hasil treatment untuk
kandungan TDS setiap sampling turun
rata-rata mencapai 215,6 mg/l setelah
melalui filter zeolit, kandungan TDS Gambar 11. Grafik Tingkat penurunan
turun rata-rata untuk selama sampling kesadahanterhadap waktu pengamatan
mencapai 153 mg/l, jauh berada (sampling)
dibawah standar baku mutu. Turunnya
TDS disebabkan membran memiliki sifat Berdasarkan hasil analisa awal, kandungan
selektifitas yang sangat tinggi sehingga kesadahan pada air baku cukup tinggi
tidak melewatkan partikel-partikel yaitu rata-rata hasil sampling diperoleh
organik (garam) melalui pori membran kandungan kesadahan untuk air gambut
(Degremont, 1999). Semua partikel 492,10 mg/l, sedangkan air musi 905
84 Jurnal Purifikasi, Vol. 13, No. 2, Desember 2012: 75-87

mg/l. Bila dilihat dari harga tersebut Cl yang terkandung didalam air payau
khususnya untuk air musi tingkat yang memiliki ukuran diameter lebih
kesadahan jauh berada diatas ambang kecil dari diameter media yang memiliki
batas dari standar yang diperbolehkan ukuran pori 0,0014 m. Sebaiknya untuk
menurun DEPKES yaitu 500. Setelah menurunkan kandungan ion chlorida
melalui proses pengolahan tingkat yang cukup tinggi alat dirancang
kesadahan turun rata mencapai 121,5 sedemikian rupa dan dapat menahan ion
mg/l untuk air gambut dan 243,56 mg/l Cl yang memiliki ukuran ion diatas
(effisiensi 89,5%). Filter mangan dan 0,0001 m.
mangan zeolit berfungsi dapat mereduksi
kandungan senyawa organik yang 5. Penurunan kandungan besi (Fe) dan
terdapat didalam air baku sehingga Mangan (Mn)
kesadahan berkurang. Begitu juga
membran ultrafiltrasi dapat menurunkan Penurunan kandungan logam Fe dan Mn dapat
kandungan organik mencapai 88,9%, dilihat pada gambar 13 dan 14.
sehingga air hasil olahan memenuhi
standar maksimal yang diperbolehkan
(500).

6. Penurunan kandungan Chlorida

Gambar 13. Grafik penurunan kandungan


logam Fe terhadap waktu pengmatan
Gambar 12. Grafik penurunan kandungan Cl (sampling)
terhadap waktu pengamatan (sampling)
Hasil analisa awal menunjukkan kandungan
Berdasarkan hasil analisa bahwa kandungan rata-rata logam sebelum pengolahan 13,
rata-rata ion khlorida dari air baku 985 mg/l. Dari gambar tersebut terlihat
(gambut dan musi) selama sampling penurunan rata-rata kandungan logam Fe
adalah 252,3 mg/g dan 381,67 mg/l. setelah treatment selama sampling untuk
Setelah melalui proses pengolahan air gambut dan air musi adalah 3,41 mg/l
dengan menggunakan membran dan 5,21 mg/l . Bila dihat dari harga
ultrafiltrasi (gambar 12) kandungan tersebut maka penurunan kandungan Fe
Chlorida dari masing-masing air olahan masih belum memenuhi standar mutu
turun rata-rata mencapai 224,54 mg/l yang diperbolehkan yaitu 0,3. Hal ini
untuk air gambut dan 47,84 mg/l untuk disebabkan tingginya kandungan Fe
air payau atau turun rata-rata sekitar dari air baku sebelum dilakukan
79,5%. Air olahan yang dihasilkan pengolahan. Membran ultrafiltrasi hanya
berada dibawah standar baku mutu air mampu menurunkan kandungan Fe
bersih yaitu 250. Namun untuk air sebesar rata-ra 86,7 %. Membran
payau, dari kandungan awal rata-rata polysulfon yang digunakan untuk
1187,56 mg/l hanya mampu turun rata- menyaring logam Fe memiliki sifat
rata selama sampling setelah melewati selektifitas rendah karena ion logam
membran mencapai 998,76 mg/l atau mudah sekali menyumbat pori membran
sekitar 21,5 %, hal ini dikarena membran yang menyebabkan terjadinya polarisasi
ultrafiltrasi tidak dapat menahan ion-ion (Fouling) pada permukaan membran
Yulianti, Pengolahan Air Menggunakan Membran Ultrafiltrasi 85

(Wenten, I,G, 2009). Logam besi logam Mn banyak terthan pada


merupakan jenis logam berat yang permukaan membrane sehingga
menyebabkan air baku berwarna coklat. rejeksipun tinggi. Kandungan logam Mn
Pada musim kemarau kandungan Fe dari yang dihasilkan dari pengolahan air
air baku lebih tinggi, kerena besi payau memenuhi standar baku mutu
merupakan logam yang dihasilkan dari yang diizinkan oleh Depkes.
kontaminasi atau pencemaran oleh
limbah ataupun air buangan industri di
dalam air umumnya dalam bentuk
terlarut sebagai senyawa garam ferri
(Fe3+) atau garam ferro (Fe2+);
tersuspensi sebagai butir koloidal
(diameter < 1 mm) atau lebih besar
Gambat 14. Grafik Hubungan penurunan
seperti, Fe(OH)3; dan tergabung dengan
kandungan logam Mn terhadap waktu
zat system atau zat padat yang
sampling
anorganik (seperti tanah liat dan partikel
halus terdispersi). Pada air payau Hasil rata-rata tingkat kemurnian produk
berdasarkan hasil analisa untuk setiap
sampling diperoleh penurunan rata-rata Hasil rata-rata tingkat kemurnian produk dapat
mencapai 92 % yaitu dari kandungan dilihat pada gambar 15.
awal rata-rata 2,37 mg/l menjadi rata-
rata 0,12 mg/l, sehingga air hasil olahan
memenugi standar yang dipebolehkan
oleh Depkes.

Penurunan kandungan Mn terhadap waktu


sampling dapat dilihat pada gambar 14.
Dari gambar terebut terlihat terjadi
penurunan kandungan logam Mangan
(Mn) rata-rata selama sampling
mencapai 0,18 mg/l (efisiensi 96%) dari
kandungan awal rata-rata. Kandungan
Mn yang terdapat pada air gambut,
payau dan musi tidak begitu tinggi, Gambar 15. Grafik tingkat kemurnian produk
sehingga filter mangan zeolit yang terhadap waktu sampling
terdapat pada tabung FRP dapat
menurunkan kandungan logam Mn yang Gambar diatas terlihat tingkat kemurnian
adala dalam air baku. Oleh karena itu di produk sedikit meninggkat setia kali sampling
dalam system pengolahan air, senyawa namun tidak terlau besar. Untuk air umpan
mangan lebih mudah dioksidasi menjadi gambut kemurnian hasil yang diperoleh rata-
senyawa yang memiliki valensi yang rata mencapai 77,8 %, sehingga parameter
lebih tinggi yang tidak larut dalam air parameter (pH, warna, kekeruhan, kesadahan,
sehingga dapat dengan mudah TDS, Fe dan Mn) memenuhi standar buku
dipisahkan secara fisik. Membran dalam matu air bersih, namun penurunan rata-rata
hal ini dapat menurunkan kandungan ion masih relative rendah. Untuk air payau, tingkat
Mn lebih besar bila dibandingkan kemurnian hasil mencapai rata-rata 42,5%,
dengan ion Fe, hal ini dikarena partikel dimana ada beberapa parameter yang
logam Mn memiliki ukuran lebih besar dihasilkan belum memenuhi standar baku
dari membrane ultrafiltrasi, sehingga mutu air bersih seperti kandungan Cl dan TDS
yang dihasilkan masih cukup besar, hal ini
86 Jurnal Purifikasi, Vol. 13, No. 2, Desember 2012: 75-87

Parameter Satuan Air baku Tandar air Air olahan


disebabkan alat yang dirancang tidak (sungai musi) minum yang membran
dikhususkan untuk menyaring ion Cl serta pH - 5,21
diperbolehkan*
6,5 – 7,5
ultrafiltrasi
6,12
TDS yang terlampau besar. Air hasil olahan warna Pt-co Kuning Tidak Tidak
kecoklatan
untuk air musi diperoleh kemurnian produk berwarna berwarna
47,7
rata-rata mencapai diatas 90%, ini lebih tinggi kekeruhan NTU
438,9
5 1,89
TDS Mg/l 250 3,55
bila dibandingkan air gambut ataupun air Kesadahan Mg/l 905
200 4,040
payau. Namun kandungan Fe yang terdapat Cl Mg/l 381,67
250 1,330
dalam air olahan masih belum memenuhi Fe Mg/l 42,60
0,3 0,197
2,91
standar, sedangkan parameter lainnya warna, Mn Mg/l
55,99
0,4 0,056
Cu Mg/l 2,0 0,143
kekeruhan, kesadahan, TDS serta kandungan Amonia Mg/l 112,33
1,5 1,023
Mn penurunan rata-rata melebihi parameter Zn Mg/l 13,77
3,0 0,156
dari air payau dan gambut, sehingga hasil
analisa menunjukkan bahwa air olahan dari air
baku sungai musi layak dikonsumsi sebagai
air bersih ataupun air minum (secara osmosis 4. KESIMPULAN
balik).
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
Air olahan sungai musi sebagai air Minum dilaksanakan maka dapatlah ditarik
kesimpulan; instalasi air bersih
Hasil analisa menunjukkan bahwa membrane menggunakan teknologi membran lebih
ultrafiltrasi dengan ukuran pori 0,0014 ekonomis bila dibadningkan dengan
m, hanya mampu mengolah air baku metoda conventional. Unit pengolahan
menjadi air bersih. Hal ini juga air bersih dan air minum yang telah
diusebabkan masih tinggi kandungan Fe dirancang dapat diterapkan untuk
(rata-rata penurunan mencapai 3,41 mg/l kebutuhan masyarakat sebagai teknologi
untuk air sungai musi (standar 0,3 mg/l). tepat guna khususnya didaerah terpencil,
Namun dilihat harga tersebut masih pedesaan, industry dan
batas normal. Tingginya kadar Fe laboratorium.Instalasi air bresih
ditandai dengan warna air kecoklatan, menggunakan membrane ultrafiltrasi
namun kandungan besi ini akan turun dengan air baku sungai Musi mampu
sampai batas normal apabila dilakukan menurunkan parameter mencapai 80 –
treatment sebagai air minum dengan pori 90% dan dapat digunankan sebagai air
membran yang relative kecil (0,000m). baku olahan untuk memproduksi air
Osmois balik adalah merupakan solusi minum. Pengolahan Air baku berupa air
yang paling tepat untuk memproses air payau mampu menurunkan kandungan
bersih tersebut sebagai air minum yang parameter hanya mencapai 32,6 % ,
juga dapat menurunkan kandungan sedangkan gambut mecapai 77,8 %.
garam atau ion Cl serta TDS (air payau)
sampai batas normal. Tabel dibawah ini DAFTAR PUSTAKA
merupakan hasil analisa air minum dari
air olahan sungai musi. Fane, A.G. 1995. An Introduction to
Membrane Process by Assoc.
Proceedings of The Fourth ASEAN,
Workshop on Membranes Technology,
Thailand.

Hartomo, A.J. 1980. Teknologi Membran


Pemurnian Air, Yogyakarta.
Yulianti, Pengolahan Air Menggunakan Membran Ultrafiltrasi 87

Jitsuhara, S dan S. Kimura. 1998. Analysis of Konfigurasi Aliran Dead End, Dosen
Solut Rejection in Ultrafiltration, Journal Muda, Dikti, Jakarta.
Eng. Japan.
Yuliati, S, 2007, Pembuatan membrane
Jitsuhara, S, 2001, Characterization Membrane Polysulfon Serat Berongga (Hollow
in Ultrafiltration, Journal membrane Fiber) Untuk Penurunan Kandungan
Science, Elsevier. Zat Warna dari Limbah Cair Industri
Tekstil, Hibah Bersaing, Dikti,
Kesting, R.E. 1997. Synthetic Polymeric Jakarta
Membranes. Mc Graw-Hill, Co. New
York. Yuliati, S, 2009, Pembuatan Membran Polimer
Berbasis polysulfon Untuk
Kimura, S. 1998. Characterization of Penjernihan Air Gambut dan Payau
Ultrafiltration Membranes. Journal Secara Osmosa Balik, Hibah
Polymer Science 23. 389, Japan. Bersaing, Dikti, jakarta

Levebre, M.S dan A.G. Fane, 1979. Wenten, I.G, 2002, Penentuan Fluks dan
Permeability Parameter of Polyamide Rejeksi pada Proses Pengolahan Air
Membrane, Proceedings A.C.S. Keruh dengan Membran Polysulfon
Symposium on Ultrafiltration. serat berongga, ITB, Bandung

Mulder, M. 1991. Basic Principle of


Membrane Technology. Kluwer
Academic Publition. Netherland.

Praptowidodo, V.S, 2002, Perancangan Alat


Penjernih Air dan limbah
Menggunakan Membran Cellulose
Asetat dengan Konfigurasi Aliran
Silang (cross flow) secara
Ultrafiltrasi, ITB, Bandung.

Radiman, C, 1997, Pembuatan Membran


Polysulfon dan Penggunaannya Untuk
Penjernihan Air Keruh, MIFA Kimia
ITB, Bandung.

Rautenbach, R dan R. Albrecht. 1989.


Membrane processes. John Wiley &
Sons Ltd. London.

Yuliati, S, 2002, Pembuatan Membran


Poliamid Untuk Pengoalhan Air
Payau dan Gambut Secara
Ultrafiltrasi, Hibah Bersaing, DIKTI
Jakarta.

Yuliati, S, 2004, Rancang Bangun Alat Air


payau dan gambut Menggunakan
Membran secara Ultrafiltrasi Dengan

Anda mungkin juga menyukai