Anda di halaman 1dari 19

HUKUM

Informasi dan
Transaksi
Elektronik
SEJARAH
PERKEMBANGAN INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

Manusia Perubahan Peradaban


Berfikir + Interaksi

Era
Era Industri Era
Informasi /
/ Revolusi Pertanian /
“Distance is Dead”
Industri Gathering-Producing
(Digital)
(Mechanic) (Manual)
Informasi dan Transaksi Elektronik

“Theory by Alvin Toffler”


Tahapan Informasi dan Transaksi
Elektronik di Indonesia
 Tahap Merintis = 1980an
 Tahan Pengenalan =
◦ 1990 : Jaringan Radio Amatir
◦ 1994 : Komputer & Internet
◦ 1995-1996 : Media TV berbasis satelit pertama (RCTI &
SCTV)
◦ 1998 : handphone,pager,tv kabel,metro tv
◦ 1999-2000 : warnet,wartel,rental,software & hardware
 TahapPemanfaatan = awal pelanggaran &
kejahatan Informasi dan Transaksi Elektronik
◦ Keputusan Presiden No. 50 Tahun 2000 tentang Tim
Koordinasi Telematika Indonesia (TKTI), dan Instruksi
Presiden No. 6 Tahun 2001 tentang Pendayagunaan
Telmatika.
◦ Wireless Access Point dan Mobile access, teknologi skala
Terra (1000 GB)
◦ Internet
Ruang Lingkup Kajian
Lingkup pengkajian Hukum Informasi dan Transaksi
Elektronik terfokus kepada setiap aspek-aspek hukum
yang terkait dengan keberadaan sistem informasi dan
sistem komunikasi itu sendiri, khususnya yg dilakukan
dgn penyelenggaraan sistem elektronik dgn tetap
memperhatikan esensi dari:
1. Keberadaan komponen-komponen dlm sistem
tersebut, al: (a) Perangkat keras, (b) Perangkat lunak
(c) prosedur-prosedur, (d) perangkat manusia, (e)
informasi;
2. Keberadaan fungsi teknologi di dalamnya: (a) input,
(b) proses, (c) output, (d) penyimpanan, (e)
komunikasi.
Erwin Asmadi, SH., MH
4 KOMPONEN CYBERSPACE
1. Conten, yakni keberadaan isi ataupun substansi dari data
dan/atau informasi yg merupakan input atau output dari
penyelenggaraan sistem informasi yg disampaikan kpd
publik, mencakup semua bentuk data/informasi baik yg
tersimpan dlm bentuk cetak maupun elektronik, sbg
basis data (databases), maupun yg dikomunikasikan sbg
bentuk pesan (data messages);
2. Computing, yakni keberadaan sistem pengolah informasi
yg berbasiskan sistem komputer (computer based
information system) yg merupakan jaringan sistem
informasi (computer network) organisasional yg efisien,
efektif dan legal.

Erwin Asmadi, SH., MH


3. Communication, yakni keberadaan sistem
komunikasi yang juga merupakan
perwujudan dari sistem keterhubungan
(interconnection), dan sistem pengoperasian
global (interoperational), antar sistem
informasi/jaringan (computer network)
maupun penyelenggara jasa atau jaringan
komunikasi;
4. Community, yakni keberadaan masyarakat
berikut sistem kemasyarakatannya yg mrpkn
pelaku intelektual (brainware) baik dalam
kedudukannya sbg pelaku usaha,
professional penunjang atau sbg pengguna
dalam sistem hukum.
Erwin Asmadi, SH., MH
AKTIFITAS PEMANFAATAN
CYBER DALAM PENGATURAN
HUKUM POSITIF
PROKONTRA PENGATURAN
DAPAT DIBAGI 4 KELOMPOK
1. Kelompok pertama: secara total menolak setiap usaha untuk
membuat aturan hukum bagi aktivitas- aktivitas di internet yang
didasarkan atas sistem hukum tradisional;
2. Kelompok kedua: Penerapan sistem hukum tradisional untuk
mengatur aktivitas-aktivitas di internet sangat mendesak
dilakukan;
3. Kelompok ketiga, merupakan sintesis dari kedua kelompok di atas,
berpendapat bahwa aturan hukum yang akan mengatur mengenai
aktivitas di internet harus dibentuk secara evolutif dengan cara
menerapkan prinsip-prinsip common law yang dilakukan secara
hati-hati dengan menitik beratkan kepada aspek-aspek tertentu
dalam aktivitas cyberspace yang menyebabkan kekhasan dalam
transaksi-transaksi di internet;
4. Kelompok keempat yang Erwinmenolak
Asmadi, SH.,sama
MH sekali regulasi
BEBERAPA MODEL PENGATURAN
KEGIATAN DI INTERNET
1. Model Ketentuan Payung (Umbrella
Provisions)
Sebagai upaya harmonisasi hukum yang dapat
memuat:
a. Materi-materi pokok saja yang perlu diatur
dengan memperhatikan semua
kepentingan;
b. Keterkaitan hubungan dgn peraturan
perUUan yg telah ada terlebih dahulu dan yg
akan datang agar tercipta suatu hubungan
sinergis
MODEL PENGATURAN
1. MODEL
KETENTUAN PAYUNG
(UMBRELLA PROVISIONS)
Sebagai upaya harmonisasi hukum yang dapat
memuat:
a. Materi-materi pokok saja yang perlu diatur
dengan memperhatikan semua kepentingan;
b. Keterkaitan hubungan dgn peraturan
perUUan yg telah ada terlebih dahulu dan yg
akan datang agar tercipta suatu hubungan
sinergis
2. MODEL TRIANGLE REGULATIONS
sebagai upaya mengantisipasi pesatnya
laju kegiatan-kegiatan di internet.
Model ini merupakan upaya yang lebih
menitikberatkan kepada permasalahan
manakah yang terlebih dahulu
diberikan prioritas sehingga mampu
secara efisien dan efektif diantisipasi
disebabkan pengaturannya lebih
spesifik dan menukik.
Dalam model ini pengaturannya berdasarkan skala
prioritas, yaitu:
a. Pengaturan sehubungan transaksi perdagangan
elektronik atau online transaction, memuat a.l:
Digital Signature, Certification of Authority, aspek
pembuktian , perlindungan konsumen, anti
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat,
perpajakan, serta asuransi;
b. Pengaturan sehubungan dengan Piracy Protection
terhadap pelaku bisnis dan konsumen, memuat a. l:
Perlindungan electronic databases,
individual/company records;
c. Pengaturan sehubungan cybercrimes.
URGENSI PENGATURAN Informasi dan Transaksi Elektronik
Mendukung persatuan dan kesatuan bangsa serta
mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari
masyarakat informasi dunia;
Mendukung perkembangan perdagangan dan
perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi nasional;
Mendukung efektivitas komunikasi dengan
memanfaatkan secara optimal TI untuk tercapainya keadilan
dan kepastian hukum;
Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap
orang untuk mengembangkan pemikiran dan kemampuannya
di bidang TI secara bertanggung jawab dalam rangka
menghadapi perkembangan TI dunia.
UU NO 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI
DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
1. ASPEK YURISDIKSI. UU ITE menggunakan prinsip
perluasan Yurisdiksi (Extra Territorial Jurisdiction)
dengan pertimbangan bahwa 30 transaksi elektronik
memiliki karakteristik lintas territorial dan tidak dapat
menggunakan pendekatan hukum konvensional;
2. ASPEK PEMBUKTIAN ELEKTRONIK. Alat bukti
elektronik merupakan alat bukti dan memiliki akibat
hukum yang sah di muka pengadilan;
3. ASPEK INFORMASI DAN PERLINDUNGAN
KONSUMEN. Pelaku usaha yang menawarkan produk
dalam cyberspace harus menyediakan informasi yang
lengkap dan benar, berkaitan dengan syarat-syarat
kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan;
LANJUTAN…

4. ASPEK TANDA TANGAN ELEKTRONIK. Tanda tangan


elektronik memiliki kekuatan yang sama dengan tanda tangan
konvensional selama memenuhi persyaratan yang ditentukan di
dalam UU ITE;
5. ASPEK PENGAMANAN TANDA TANGAN
ELEKTRONIK. Setiap tanda tangan elektronik harus dilengkapi
dengan pengamanan;
6. ASPEK PENYELENGGARA SERTIFIKASI
ELEKTRONIK. Suatu laman dalam cyberspace yang
memerlukan perlindungan lebih harus dilengkapi dengan
sertifikat elektronik yang disediakan oleh penyelenggara
sertifikasi elektronik (Thawte, VeriSign, dan sebagainya);
7. ASPEK TRANSAKSI ELEKTRONIK. Kegiatan transaksi
elektronik dilindungi oleh hukum termasuk pembuatan kontrak
elektronik dalam lingkup publik maupun privat;
LANJUTAN…

8. ASPEK NAMA DOMAIN. Kepemilikan nama domain didasarkan atas


prinsip first come first served dengan memperhatikan aspek Hak atas
Kekayaan Intelektual sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
9. ASPEK PERLINDUNGAN PRIVASI. Penggunaan setiap informasi
melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi harus dilakukan
dengan persetujuan dari orang yang bersangkutan, kecuali ditentukan lain
oleh peraturan perundang-undangan;
10. ASPEK PERAN PEMERINTAH DAN MASYARAKAT. Pemerintah
memfasilitasi pemanfaatan informasi dan transaksi elektronik dengan
memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
11. ASPEK PERLINDUNGAN KEPENTINGAN UMUM. Pemerintah
berwenang melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan
sebagai akibat penyalahgunaan informasi dan transaksi elektronik yang
mengganggu ketertiban umum dan kepentingan nasional serta Pemerintah
menetapkan bahwa instansi tertentu harus memiliki back-up e-data; dan
LANJUTAN…
12. ASPEK PERBUATAN YANG DILARANG. Beberapa perbuatan
dilarang untuk dilakukan dalam cyberspace berdasarkan UU ITE, yaitu:
a. Menyebarkan informasi elektronik yang bermuatan
pornografi, perjudian, tindak kekerasan, penipuan;
b. Menggunakan dan/atau mengakses komputer dan/atau
sistem elektronik dengan cara apapun tanpa hak,
dengan maksud untuk memperoleh, mengubah,
merusak, atau menghilangkan informasi dalam
komputer atau sistem elektronik;
c. Menggunakan dan/atau mengakses komputer dan/atau
sistem elektronik dengan cara apapun tanpa hak,
dengan maksud untuk memperoleh, mengubah,
merusak, atau menghilangkan informasi dalam
komputer atau sistem elektronik milik Pemerintah yang
karena statusnya harus dirahasiakan atau dilindungi;
LANJUTAN…
d. Menggunakan dan/atau mengakses komputer dan/atau sistem
elektronik dengan cara apapun tanpa hak, dengan maksud untuk
memperoleh, mengubah, merusak, atau menghilangkan informasi
dalam komputer atau sistem elektronik menyangkut pertahanan
nasional atau hubungan internasional yang dapat menyebabkan
gangguan atau bahaya terhadap Negara dan/atau hubungan
dengan subjek hukum internasional;
e. Melakukan tindakan yang secara tanpa hak yang menyebabkan
transmisi dari program, informasi, kode, atau perintah, komputer
dan/atau sistem elektronik yang dilindungi Negara menjadi rusak;
f. Menggunakan dan/atau mengakses komputer dan/atau sistem
elektronik secara tanpa hak atau melampaui wewenangnya, baik
dari dalam maupun luar negeri untuk memperoleh informasi dari
komputer dan/atau sistem elektronik yang dilindungi oleh Negara.

Anda mungkin juga menyukai